Anda di halaman 1dari 13

FURUNKEL DAN KARBUNKEL

1. Definisi Furunkel dan Karbunkel


Furunkel (boil) adalah suatu penyakit infeksi akut pada folikel rambut dan sekitarnya,
berbentuk bulat, nyeri, berbatas tegas dengan supurasi di tengah akibat infeksi bakteri
Staphylococcus aureus. Furunkel yang lebih dari satu disebut furunkulosis. Sedangkan kumpulan
dari furunkel disebut karbunkel. 1,2,3
Karbunkel merupakan gabungan dari beberapa furunkel, bentuknya lebih besar
dibandingkan furunkel, dengan nodul inflamasi pada daerah folikel rambut yang lebih luas dan
dasarnya lebih dalam.1,3

Gambar 1. A. furunkel di bibir atas, tampak lesi nodular dan plug nekrosis yang di bungkus
krusta purulent; B. Multipel furunkel/karbunkel pada bokong.1

2. Epidemologi
Furunkel dan karbunkel merupakan penyakit yang termasuk ke dalam pyoderma primer.
Penelitian mengenai pyoderma primer yang dilakukan di India tahun 2009-2010 menunjukkan,
kasus pyoderma primer mencapai puncaknya pada kelompok umur di bawah 10 tahun. Distribusi
berdasarkan jenis kelamin, didapatkan, sebanyak 84,62% pasien dengan diagnosa furunkel
adalah laki-laki, sedangkan 15,38% merupakan perempuan. Furunkel dapat terjadi sekunder
terhadap dermatosis lain. Sering mengenai anak-anak sebagai komplikasi penyakit parasit,
seperti pedikulosis atau skabies. Sedangkan pada karbunkel, terutama mengenai laki-laki usia
pertengahan atau orangtua yang berada dalam kesehatan yang baik. 4,5

1
Pada iklim sedang, furunkel jarang ditemukan pada anak-anak kecuali jika terdapat
riwayat atopi. Frekuensi penyakit ini meningkat pada masa mendekati pubertas, dan masa
remaja. Data di Inggris menunjukkan furunkel terutama ditemukan selama bulan-bulan awal
musim dingin. Pada usia remaja, laki-laki lebih banyak terkena dibanding perempuan yang
puncak kejadiannya, berhubungan dengan munculnya akne vulgaris. Furunkel sering terjadi pada
kulit yang sering mendapat gesekan, tekanan, dan iritasi lokal, seperti garukan. 5,6

3. Etiologi dan Patogenesis


Penyebab furunkel umumnya karena infeksi bakteri Staphylococcus aureus, tetapi infeksi
bakteri lain juga bisa saja menjadi penyebab. Seperti infeksi staphylococcus lainnya, faktor yang
berperan pada pengrusakan pada jaringan belum diketahui. Pada umumnya jarang terjadi
kelainan pada respon imun. Pada biopsi spesimen, sering ditemukan infiltrat neutrofil yang padat
pada jaringan subkutan. Jenis strain staphylococcus yang menginfeksi juga sering ditemukan
pada hidung dan perineum, yang menyimpulkan bahwa inokulasi yang berulang dan berat pada
pasien furunkel kronik dapat menjadi kondisi yang baik pada perkembangan furunkel.6,7,8
Gangguan sistemik tertentu dapat menjadi faktor predisposisi pada furunkel dan
karbunkel, seperti pada diabetes melitus, obesitas, pecandu alkohol, malnutrisi, diskrasia darah,
gangguan fungsi neutrofil, status imunodefisiensi, kepadatan tempat tinggal, serta higiene yang
buruk. Selain itu, dermatitis atopi juga merupakan predisposisi terjadinya perpindahan infeksi
staphylococcus aureus.2,4,7
Wabah furunkulosis terbaru disebabkan oleh strain tertentu oleh staphylococcus.
Kebanyakan dikaitkan dengan infeksi staphylococcus komunitas. Pada suatu studi di India,
ditemukan sebanyak 77,5% pasien dengan pyoderma primer merupakan infeksi dari
Staphylococcus aureus. Sedangkan pada studi di Prancis, pasien dengan furunkulosis
menunjukkan adanya staphylococcus pada kebanyakan pemeriksaan swab, dan 42% dari yang
tersembunyi memiliki gen Panton-Valentine-Leokucidin (PVL). Furunkel biasanya merupakan
vellus type. Mekanisme patologi pastinya bagaimana Staphylococcus aureus membentuk abses
masih belum jelas, tetapi injeksi PVL pada kulit kelinci menghasilkan lesi nekrotik. Ini
mengindikasikan bahwa produksi sitotoksin dapat mempengaruhi terjadinya folikulitis.4,6

2
4. Gejala Klinis Furunkel dan Karbunkel
Furunkel awalnya muncul sebagai sebuah folikel nodul inflamasi yang kecil yang lalu
berubah menjadi pustul dan menjadi nekrosis dan sembuh ketika pus jaringan nekrosis tadi
meninggalkan bekas luka yang permanen. Nekrosis biasa muncul dalam 2 hari atau 2-3 minggu.
Gejala yang ditimbulkan tetap dan pada kasus akut dan lesi yang lebih luas biasa didapatkan
adanya nyeri yang berdenyut. Lesi pada hidung atau lubang telinga luar dapat menyebabkan
nyeri yang sangat hebat. Lesinya bisa saja hanya satu atau lebih dan biasanya muncul bersamaan
dan berkumpul. Biasanya, demam juga akan muncul dan beberapa gejala. Pyaemia dan
septikemia terjadi pada pasien dengan malnutrisi. Pada bibir bagian atas dan pipi, trombosis
sinus cavernosa jarang terjadi dan merupakan komplikasi yang berbahaya. Tempat muncul
biasanya ada pada wajah, leher, lengan, jari-jari tangan, pantat dan sekitar alat genitalia.4
Karbunkel sendiri memiliki lesi yang lebih luas dengan dasar yang lebih dalam, dengan
lesi yang nyeri pada leher, punggung atau paha. Demam dan lemah biasa ditemukan pada pasien
dan terlihat sangat sakit. Area yang terkena terlihat merah, dan pustul multipel segera muncul
pada permukaan, dan basah sekitar pada folikel rambut. Lesi yang nampak berwarna agak
kuning-keabu-abuan dengan kawah irregular ditengahnya yang akan sembuh setelah
bergranulasi, walaupun area yang terkena akan meninggalkan bekas yang dalam waktu yang
lumayan lama. Luka permanen bisanya akan muncul pada beberapa kasus.4

5. Diagnosis
Lesi dengan pustul harus selalu dibedakan. Furunkel adalah nodul dengan dasar yang
lebih dalam, dan berbeda dengan lesi superfisial pada folikulitis staphylococcus. Vesikopustul
pada herpes simplex muncul secara terus menerus dalam jumlah yang besar. Pustul pada akne
adalah satu tipe lesi pada sindrom polimorfik. Mereka biasanya disertai dengan papul dan
komedo dan biasanya muncul pada daerah wajah dan badan. Pustul juga bisa muncul pada erupsi
halogen, biasanya simetris dan cepat. Nodul dan abses umumnya muncul di daerah axilla dan
perineum pada hidradenitis. Tunggal atau multipel, luas, nodul dengan pus pada kulit yang
terekspose dapat meningkatkan kejadian myiasis.4,12

3
5.1. Pemeriksaan klinis dan efloresensi
Furunkel awalnya muncul sebagai sebuah folikel nodul inflamasi yang kecil yang lalu
berubah menjadi pustul dan menjadi nekrosis dan sembuh ketika pus jaringan nekrosis tadi
meninggalkan bekas luka yang permanen. Nekrosis biasa muncul dalam 2 hari atau 2-3 minggu.4

Gambar 2. Furunkel pada bibir bagian atas1

Karbunkel sendiri memiliki lesi yang lebih luas dengan dasar yang lebih dalam, dengan
lesi yang nyeri pada leher, punggung atau paha. Demam dan lemah biasa ditemukan pada pasien
dan terlihat sangat sakit. Area yang terkena terlihat merah, dan pustul multipel segera muncul
pada permukaan, dan basah sekitar pada folikel rambut. Lesi yang nampak berwarna agak
kuning-keabu-abuan dengan kawah irregular ditengahnya yang akan sembuh setelah
bergranulasi, walaupun area yang terkena akan meninggalkan bekas yang dalam waktu yang
lumayan lama.1,4

Gambar 3. Karbunkel. Lesi ini menampakkan multipel furunkel yang berkumpul dan
mengeluarkan pus1

4
5.2. Pemeriksaan Penunjang
Furunkel dan karbunkel yang parah biasanya disertai dengan leukositosis. S aureus
hampir selalu menjadi penyebab utama di beberapa daerah. Pemeriksaan histologi pada furunkel
menunjukkan proses inflamasi polimorfonuklear di dermis dan jaringan lemak subkutaneus.
Pada karbunkel, multipel abses, terpisah oleh jaringan ikat trabekula, infiltrat pada dermis
melewati ujung dari folikel rambut, mencapai permukaan melalui jaringan epidermis yang
terbuka. Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis yang terlihat. Pewarnaan gram pada pus,
rantai kokus gram-positif, atau isolasi S. aureus untuk konfirmasi diagnosis.1

a. Pewarnaan gram dan kultur bakteri sangat baik untuk dilakukan dengan mengambil lesi
dengan pisau 15 lalu diletakkan ke gelas dan kapas swas steril. Di ebberapa kasus
tertentu, pewarnaan gram menunjukkan hasil gram kokkus positif, dan S.aureus yang
tumbuh pada media kultur.
b. Secara histologi, hamper semua penyakit dengan radang folikel memiliki kesamaan yaitu
menunjukkan infiltratsel inflamasi pada ostium follicular dan bagian atas pada folikel.
Pada kasus umum, inflamasi terdiri dari neutrophil dan menjadi lebih kompleks dengan
adanya limfosit dan makrofag.

Gambar 4. Histologi pada furunkel.1

5
6. Diagnosis Banding
Mendiagnosis furunkel dan karbunkel jarang ditemukan adanya kendala. Furunkel dan
karbunkel timbul secara mendadak dan gejala sistemik biasanya jarang, kalau ada, ringan.3 Tabel
di bawah ini menyajikan diagnosis banding furunkel dan kabunkel serta karakteristiknya yang
dapat membedakannya dari furunkel dan karbunkel.1
a. Hidradenitis Supuratif

Hidradenitis adalah infeksi kelenjar apokrin, biasanya oleh Staphylococcus aureus. Infeksi
terjadi pada kelenjar apokrin, karena itu terdapat pada usia sesudah akil balik sampai dewasa
muda. Sering didahului oleh trauma/microtrauma, misalnya banyak keringat, pemakaian
deodoran atau rambut ketiak digunting.3

Penyakit ini disertai gejala kosntitusi: demam, malese. Ruam berupa nodus dengan kelima
tanda radang akut. Kemudian dapat melunak menjadi abses, dan memecah membentuk fistel dan
disebut hidradenitis supurativa. Pada yang menahun dapat terbentuk abses, fistel, dan sinus yang
multipel. Terbanyak berlokasi di ketiak, juga di perineum, jadi tempat-tempat yang banyak
kelenjar apokrin. Terdapat leukositosis.5

b. Kista Epidermal

Kista epidermoid, juga dikenal sebagai jenis folikuler cystin fundibular, kista keratin,
epidermal kista, epidermal inklusi kista, atau kista epitel, merupakan epitel berlapis kista keratin
penuh. Istilah sebaceous kista adalah keliru dan harus dihindari, karena kista ini tidak melibatkan
kelenjar sebasea, juga tidak mengandung sebum.1
kista epidermoid adalah kulit klasik dengan punctum sentral. Lesi tidak terkait dengan
trauma biasanya terletak di dada bagian atas, punggung atas, leher, atau kepala. Lesi traumatik
yang lebih umum pada telapak tangan, telapak kaki, atau bokong. Lesi ini dapat kulit berwarna,
kuning, atau putih. Kista biasanya tumbuh lambat dan tanpa gejala, meskipun pecah umum.1

c. Akne Konglobata

Akne konglobata merupakan bentuk yang jarang namun akne yang parah paling sering
ditemukan pada laki-laki dewasa yang tidak atau sedikit kesal sistemik. Lesi biasanya terjadi
pada badan dan tungkai atas dan sering meluas ke bokong. Berbeda dengan jerawat biasa, lesi

6
wajah yang tidak umum. Akne konglobata ditandai dengan beberapa papula inflamasi, nodul
lembut dan abses yang biasa bergabung membentuk menguras sinus.6

Bentuk jerawat parah nodular yang paling umum pada laki-laki remaja, tetapi bisa terjadi
pada kedua jenis kelamin dan menjadi dewasa. Akne konglobata (membulat berarti berbentuk
massa bulat atau bola) adalah campuran dari komedo, papula, pustula, nodul, abses, dan bekas
luka. Hal ini dapat di belakang, pantat, dada, dan, pada tingkat lebih rendah, pada bagian perut,
bahu, leher, wajah, lengan atas, dan paha. Komedo sering memiliki beberapa bukaan. Lesi
inflamasi besar, lembut, dan gelap berwarna, berbau busuk serosa, purulen, atau bahan
berlendir.1

d. Kerion

Kerion adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis, berupa pembengkakan yang
menyerupai sarang lebah dengan sebukan sel radang yang padat di sekitarnya. Bila penyebabnya
Microsporum canis, canis dan Microsporum gypseum, pembentukan kerion ini lebih sering
dilihat, agak kurang bila penyebabnya adalah Trichophyton violaceum. Kelainan ini dapat
menimbulkan jaringan parut dan berakibat allopesia yang menetap. Jaringan parut yang
menonjol kadang-kadang dapat terbentuk.3

Kerion merupakan tinea kapitis yang disertai dengan reaksi peradangan yang hebat. Lesi
berupa pembengkakan menyerupai sarang lebah, dengan serbukan sel radang di sekitanya.
Kelainan ini menimbukan jaringan parut yang menetap. Biasanya disebabkan jamur zoofilik dan
geofilik.5

7
Tabel 1. Diferensial Diagnosis 1
Kondisi Karakteristik yang membedakan
Hidradenitis Supuratif

Penyakit ini ditandai abses steril dan


berulang. Ruam berupa nodus dengan tanda
radang akut.

Kista Epidermal

Lesi ini halus, tegas, berbentuk kubah, 0.5-


untuk 5-cm nodul atau tumor; mereka tidak
memiliki punctum sentral terlihat dalam
kista epidermoid.

Akne Conglobata

Nodul nodul merah hitam

8
Kerion

Lesi dimulai dari bentuk postular folikulitis


sampai bentuk keron.

7. Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan karbunkel sama saja dengan pengobatan furunkel. Pengobatan
furunkel tergantung kepada lokasi dan kematangan lesi. Pengobatan furunkel dan karbunkel
yaitu jika terdapat sedikit, krusta diangkat lalu diolesi dengan salep antibiotik. Jika banyak, juga
diobati dengan antibiotik sistemik. Untuk lebih jelasnya pengobatan furunkel dan karbunkel
dibagi menjadi 2 yaitu farmakologi dan non farmakologi. 1,10

7.1. Penatalaksanaan Farmakologi

Karbunkel atau furunkel dengan selulitis di sekitarnya atau yang disertai demam, harus
diobati dengan antibiotik sistemik. Untuk infeksi berat atau infeksi pada area yang berbahaya
dosis antibiotik maksimal harus diberikan dalam bentuk parenteral. Pengobatan furunkel atau
karbunkel:
a) Topikal:
1. Gentamisin
Gentamicin adalah golongan antibiotik aminoglikosid dapat menghambat sintesa protein kuman
dengan mengikat sub unit ribosom 30S. Tidak boleh diberikan bersama aminoglikosid lain,
seperti vankomisin, furosemide dan lain lain. Penisilin menurunkan efektivitas obat ini.13
2. Asam Fusidat
Antibiotikum dengan rumus steroida yang mirip dengan struktur asam empedu yang dihasilkan
oleh jamur fusidium, spektrum kerjanya sempit dan terbatas pada kuman Gram-positif, terutama

9
stafilokok. Kuman Gram-negatif resisten terkecuali Neisseria. Asam fusidat dapat menghambat
sintesa protein kuman. 1,7

3. Mupirosin
Mupirocin dihasilkan oleh pseudomonas fluorescens. Berdaya khusus terhadap kuman Gram-
positif seperti Staphylococcus aureus. Mupirocin dapat menghambat RNA-sintetase yang
berakibat penghentian sintesa protein kuman. 1,7

b) Sistemik:1
1. Amoksisilin 4x500 mg/hari selama 5 - 7 hari
2. Dikloksasilin 3x250 mg/hari selama 5 - 7 hari
3. Azitromisin 1x250 mg/hari selama 4 hari
4. Klindamisin 4x150 mg/hari selama 5 hari
5. Eritromisin 4x500 mg/hari selama 5 - 7 hari
6. Vankomisin 1-2 gram IV setiap hari

Bila infeksi berasal dari methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) atau


dicurigai infeksi serius dapat diberikan vankomisin (1-2 gram IV setiap hari dalam dosis terbagi).
Pengobatan antibiotik harus berlanjut paling tidak selama satu minggu. Pasien dengan furunkel
atau karbunkel yang sering kambuh harus diambil apusan (swab) dari hidung untuk dikultur, dan
bila ditemukan mengandung stafilokokus, maka harus diobati dengan antibakteri topical seperti
mupirosin, yang dioleskan ke lubang hidung. Hal ini bisa juga dibantu dengan obat tambahan
antibakteri untuk mandi, misalnya triklosan 2% dan pemberian flucloxacillin dalam waktu yang
lama.1,10
Bila lesi besar, nyeri dan fluktuasi, insisi dan drainase diperlukan. Bila infeksi
terjadi berulang atau memiliki komplikasi dengan komorbiditas, kultur dapat dilakukan.
Terapi antimikrobial harus dilanjutkan sampai semua bukti inflamasi berkurang dan berubah
apalagi ketika hasil kultur tersedia. Lesi yang di drainase harus ditutupi untuk mencegah
autoinokulasi dan mencuci tangan harus sering dilakukan. Pasien dengan furunkulosis atau
karbunkel berulang memberikan masalah yang spesial dan sering menyulitkan.1

10
7.2. Penatalaksanaan Non Farmakologi
Pengobatan furunkel tergantung kepada lokasi dan kematangan lesi. Lesi permulaan yang
belum berfluktuasi dan belum bermata dikompres panas dan diberi antibiotik oral. Kompres
panas akan memperkecil ukuran lesi dan mempercepat penyerapan. Insisi terhadap lesi awal
jangan dilakukan untuk mencegah inokulasi lebih dalam infeksi tersebut. Jika lesi telah matang
dan bermata dilakukan insisi dan drainase. Insisi jangan dilakukan jika lesi terdapat di kanalis
auditorius external, bibir atas, hidung, dan pertengahan dahi karena infeksi yang tidak ditangani
dapat menyebabkan trombosis sinus kavernosus. Setelah penderita mendapat antibiotik, semua
pakaian, handuk, dan alas kasur yang telah mengenai daerah yang sakit harus dicuci dengan air
panas.2,5
8. Prognosis
Prognosis baik untuk furunkel dan karbunkel, akan tetapi terkadang furunkel dan
karbunkel mungkin meninggalkan bekas luka pada kulit serta sepanjang faktor penyebab dapat
dihilangkan, dan prognosis menjadi kurang baik apabila terjadi rekurensi. Umumnya pasien
mengalami resolusi, setelah mendapatkan terapi yang tepat dan adekuat. Beberapa pasien
mengalami komplikasi dan bermetastasis ke organ lain seperti osteomyelitis, carditis endo akut,
atau abses otak. Manipulasi lesi tersebut sangat berbahaya dan dapat memfasilitasi penyebaran
infeksi melalui aliran darah. Beberapa pasien mengalami rekurensi terutama pada penderita
dengan penurunan imunitas tubuh. Kematian pasien dapat terjadi karena infeksi yang menjalar,
toksemia, dan kegagalan jantung.1,5,11

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Craft Noah, Lee P.K, Zipoli T.M, Weinberg A.N, Swartz M.N, Johnson R.A. Superficial
Cutaneous Infections and Pyodermas. In: Wolff K, Goldsmith L.A, KatzS.I, Gilchrest
B.A, Paller A.S, Lefell D.J, editors. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 8th
Edition. USA: Mc Graw Hill Medical. 2008. 117; p 212, 2135-2136

2. William, James D, et.al. Andrews Diseases of The Skin: Clinical Dermatology. Eleventh
Edition. Saunders Elsevier; 2011.p.248-249

3. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta:
FKUI; 2010.p.60

4. Gandhi Shashi, et.al. Clinical and Bacteriological Aspects of Pyoderma. North American
Journal of Medical Sciences.; 2012.p.1-8

5. Harahap, Marwali. Ilmu Penyakit Kulit. 1st Edition. Jakarta: Hipokrates, 2002.p.53 54

6. Hay R.J, Adriaans B.M. Bacterial Infections.In: Burns T, Breathnach S, Cox N,Griffiths
C, editors. Rooks Textbook of Dermatology8th Edition Volume 1. United Kingdom:
Wiley-Blackwell. A John Wiley & Sons, Ltd, Publication. 2010. 30; p.30.23-30.25

7. Bolognia Jean L, Joseph L Jorizzo, Ronald P Rapini. et.al. Dermatology Second Edition.
USA: Mosby Elsevier. 2008.p.1077-1078

8. Ibler Kristina S, Kromann Charles B. Recurrent Furunculosis-Challenges and


Management: A Review. Dove Medical Press Limited; 2014.p.59

9. Satter Elizabeth K. Folliculitis Workup. http://emedicine.medscape.com/article/1070456-


workup#c7 accessed on June 23rd 2016,5:16

10. Brown Robin Graham, Burns Tony. Lecture Notes Dermatology Eight Edition. Jakarta:
Erlangga, 2005.p.20

11. Williams Lippinkott, Wilkins. Field Guide to Clinical Dermatology Second Edition.
Philadelphia.2007.p.355

12
12. Shimizu Hirosi. Chapter 24 Bacterial Infections. In: Dermatol J Sci, editors. Shimizus
Textbook of Dermatology. p.454-456

13. Theodorus. Penuntun Praktis Peresepan Obat. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.p.100-101

13

Anda mungkin juga menyukai