URAIAN MATERI
PENATALAKSANAAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL
untuk Petugas Laboratorium
Seksualitas dan
Kesehatan Seksual
MATERI INTI 1
MATERI INTI 3
Pemeriksaan
Laboratorium Sederhana
LABORATORIUM
MATERI INTI 4
Kewaspadaan Universal
Dan PPP
(Profilaksis Pasca Pajanan)
LABORATORIUM
MATERI INTI 5
Pemeriksaan
Laboratorium Sifilis
LABORATORIUM
MATERI INTI 6
Cara Perawatan Mikroskop
LABORATORIUM
MATERI INTI 7
Pencatatan dan Pelaporan
MD.1 Kebijakan dan Strategi
MATERI DASAR - 1
KEBIJAKAN DAN STRATEGI
I. POKOK BAHASAN
Pokok Bahasan 1.
EPIDEMIOLOGI IMS dan HIV&AIDS
Secara global, setiap hari terjadi sekitar satu juta kasus IMS/ISR yang dapat diobati,
namun masih lebih banyak lagi kasus IMS lain yang tak dapat diobati. Separuh dari
kasus tersebut terjadi di Asia. Bahkan, wilayah regional Asia Selatan - Tenggara
(termasuk Indonesia) tercatat sebagai wilayah terberat kedua yang menderita akibat
beban penyakit tersebut.
Estimasi WHO didunia pada tahun 1999 terdapat 340 juta kasus baru dari IMS yang
dapat disembuhkan.
Gambar 1 pada halaman berikut menggambarkan penyebaran kasus baru pada orang
dewasa didunia. Terlihat bahwa jumlah terbesar dari kasus baru terjadi di Asia Selatan
dan Asia Tenggara, diikuti oleh sub-Saharan Africa, Amerika Latin dan Karibia.
Gambar 1: Estimasi kasus baru IMS yang dapat diobati pada orang dewasa, 1999
Gambar 2: Estimasi prevalensi IMS yang dapat diobati pada orang dewasa, 1999
Baik prevalens maupun insidens IMS lebih tinggi dinegara berkembang dari pada
negara maju.
"Penyakit menular seksual (PMS) yang disebabkan oleh bakteri, jamur dan protozoa
terus berlanjut sebagai masalah kesehatan masyarakat baik dinegara maju maupun
berkembang. Penurunan terjadi dibanyak negara maju dengan rendahnya kasus tetapi
masih terus berlanjut. Sebaliknya penurunan yang terjadi dibanyak negara
berkembang disertai dengan tingginya endemi penyakit lainnya. Endemi yang tinggi
banyak terjadi di negara berkembang dan PMS termasuk dalam lima penyakit utama
dimana orang dewasa membutuhkan layanan kesehatan dalam beberapa dekade."
Sexually transmitted diseases: policies and principles for prevention and care. UNAIDS/WHO, 1999.
Sedangkan pandemi HIV masih merupakan masalah dan tantangan serius terhadap
kesehatan masarakat di dunia baik yang berkembang di negara maju maupun
berkembang dan daerah yang terbelakang. Pada Tahun 2007 jumlah ODHA diseluruh
dunia diperkirakan mencapai 33,2 juta ( 30,6 36,1 juta ). Setiap hari lebih 6800 orang
terenfeksi HIV dan lebih 5700 meninggal karena AIDS, yang disebabkan terutama
karena kurangnya akses terhadap pelayanan, pengobatan dan pencegahan
HIV.Percepatan pembangunan infra struktur yang cenderung lebih lambat bila
dibandingkan dengan perjalanan Epidemi HIV-AIDS itu sendiri merupakan tantangan
tersendiri dalam upaya penanggulangan tersebut
Perkiraan kematian akibat AIDS di seluruh dunia pada 2007 sekitar 2,1 juta, dimana
76% kematian tersebut terjadi sub sahara afrika. Penurunan telah terjadi dalam 2 tahun
terakhir sebagian disebabkan oleh perluasan pelayanan pengobatan ARV
IMS merupakan masalah kesehatan di dunia maupun di Indonesia. Yang paling banyak
dikenal adalah gonore, sifilis dan Human Immunodeficiency Virus (HIV), meskipun
masih ada lebih dari 20 macam IMS lainnya. Umumnya IMS dapat sembuh dengan
pengobatan yang efektif, tetapi masih terus menjadi masalah kesehatan masyarakat
baik dinegara maju maupun di negara berkembang. Menurut estimasi WHO, terdapat
340 juta kasus baru sifilis, gonore, klamidia dan trikomoniasis setiap tahun pada laki-laki
dan perempuan usia 15 49 tahun.
Di Indonesia, dari survei tahun 2005 didapatkan bahwa di kalangan wanita pekerja seks
(WPS) angka kesakitan (prevalensi) IMS/ISR ulseratif (sifilis 6 22%), non-ulseratif
(gonore 12 44%), klamidiasis 35 56%
Hasil Survei Terpadu Biologi dan Perilaku (STBP) tahun 2007, Prevalensi Gonore dan
atau infeksi Klamidia tertinggi dari kelompok berisiko yang disurvei ada pada WPS
Langsung (49 persen), diikuti oleh Waria (46 persen), WPS Tak Langsung (35 persen),
LSL (35 persen), Penasun (6 persen) dan Pelanggan (5 persen).
Gonore dan Klamidia serta beberapa penyakit kelamin lain dapat menyebabkan limfosit
CD 4 (limfosit T Helper) berkumpul di daerah lokasi terinfeksi untuk melawan infeksi.
Sedangkan CD 4 adalah sasaran utama HIV, itu yang menyebabkan orang berpenyakit
Gonore dan klamidia lebih mudah tertular HIV.
Sedangkan prevalensi HIV tertinggi hasil Survei Terpadu Biologi dan Perilaku (STBP)
tahun 2007 ada pada populasi Penasun (52.4 persen) diikuti oleh Waria (24.4 persen),
WPS Langsung (10.4 persen), LSL (5.2 persen), WPS Tak Langsung (4.6 persen) dan
yang terendah adalah Pelanggan Penjaja Seks (0.8 persen).
Sementara itu prevalensi Sifilis tertinggi ada pada Waria (26.8 persen), diikuti oleh WPS
Langsung (14.6 persen), Pelanggan Penjaja Seks (6.2 persen), WPS Tak Langsung (6
persen), LSL (4.3 persen) dan yang terendah Penasun hanya 1.2 persen.
Prevalensi HIV dan Sifilis pada populasi berisiko yang dilihat secara bersamaan juga
dapat menggambarkan model penularan HIV, dimana hanya pada populasi Penasun
prevalensi HIV dan Sifilisnya berbeda cukup jauh. Hal ini menggambarkan bahwa pada
Penasun penularan HIV tidak melalui hubungan seks berisiko tetapi melalui pertukaran
jarum suntik.
Orang yang mengidap sifilis akan lebih mudah tertular HIV karena ada perlukaan
(infeksi) di penis yang bisa menjadi jalan masuk HIV ke dalam aliran darah. Penularan
sifilis lebih mudah daripada HIV. Gejala sifilis ada gejalanya, tapi infeksi HIV tidak ada
gejalanya sebelum masa AIDS (antara 510 tahun setelah tertular HIV) sehingga
banyak orang yang tidak menyadari dirinya sudah tertular HIV. Tapi, walaupun tidak
ada gejala seseorang yang HIV Positif sudah bisa menularkan HIV kepada orang lain
melalui (1) hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah, (2) transfusi
darah, (3) jarum suntik, jarum tindik, jarum tato atau alat alat kesehatan, dan (4) dari
seorang perempuan yang HIV Positif kepada bayinya terutama pada saat persalinan
dan menyusui dengan air susu ibu (ASI).
Hasil pilot proyek Skrining sifilis pada ibu hamil (bumil) di Jawa Barat, Kalimantan Barat
dan DKI Jakarta menemukan 2.5% sero-positif sifilis dengan menggunakan rapid tes
treponema, prevalensi tertinggi ditemukan di Kalimantan Barat dengan 4.1%.
Pokok Bahasan 2
KEBIJAKAN NASIONAL DALAM UPAYA PENGENDALIAN IMS
Tujuan
Tujuan Umum :
Program ini bertujuan menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat Infeksi
Menular Seksual dan Infeksi Saluran Reproduksi
Tujuan Khusus :
1. Terselenggaranya upaya pencegahan IMS dan ISR pada kelompok berperilaku
risiko tinggi (WPS, waria, LSL, pelanggan dan pasangannya), dan kelompok
berperilaku risiko rendah (remaja, klien KIA/KB dan ibu hamil).
2. Tersedianya dan terjangkaunya pelayanan IMS dan ISR (pengobatan) bagi
kelompok berperilaku risiko tinggi (WPS, waria, LSL, pelanggan dan
pasangannya), dan kelompok berperilaku risiko rendah (remaja, klien KIA/KB
dan ibu hamil)
3. Tersedianya data prevalensi IMS dan ISR serta perilaku masyarakat pada
kelompok berperilaku risiko tinggi dan kelompok berperilaku risiko rendah.
4. Tersedianya sumber daya manusia terlatih untuk melaksanakan program dan
pelayanan pengendalian IMS dan ISR di berbagai tingkat dan dan lintas
program/sektor terkait,
5. Tersedianya sarana logistik (obat, reagen, sarana laboratorium) untuk pelayanan
pengendalian IMS/ISR.
6. Tersedianya sumber dana yang cukup untuk mendukung pelaksanaan program
dan pelayanan.
7. Terpadunya manajemen program terkait
Kebijakan
1) Penanggulangan IMS dan ISR dilakukan bersama oleh pemerintah, masarakat,
sektor swasta dan LSM dengan organisasi intrnasional, termasuk LSM
merupakan pelaku utama dalam pelaksanaan penanggulangan
Pemerintah wajib memberdayakan masarakat, serta memberikan arahan,
bimbingan dan menciptakan suasana yang kondusif
2) Penyusunan kebijaksanaan nasional mengendalikan IMS dan ISR secara lintas
sektoral (terhadap departemen pemerintah, swasta, BNN dan lain sebagainya)
dengan memperhatikan keadilan dan kesetaraan jender
3) Penyusunan kebijaksanaan pengendalian IMS dan ISR dalam lingkungan sektor
kesehatan diselenggarakan bersama terutama oleh Ditjen PP dan PL ( Dit
PPML) dan Ditjen Binkesmas (Dit Bina Kesehatan Ibu) dengan mengikutsertakan
semua pihak yang terkait pada sektor kesehatan timgkat pusat dan daerah
sesuai sistim yang ada
4) Pengelolan program pengendalian IMS dan ISR pada sektor kesehatan didaerah
dilakukan secra DESENTRALISASI dengan melimpahkan pengelolaan
komponen program kepada dinas kesehatan provensi dan kabupaten atau kota
sesuai azaz otonomi daerah
5) Pengelolaan program pengendalian IMS dan ISR dinas kesehatan provensi dan
Kab/Kota dilakukan sesuai rencana aksi pengendalin IMS/ISR Depkes tahun
2008/2012 ini. Penjabaran pengelolaan program selanjutnya dinyatakan dalam
bentuk rencana tahunan pengendalian IMS/ISR (RTP/IMS/ISR) yang mengacu
pada rencana aksi.
6) Dinas Kesehatan Provinsi dan Kab/Kota berkewajiban menunjuk pengelola
program pengendalian IMS/ISR untuk menyiapkan rencana tahunan, mengatur
penggunaan tenaga, sarana dan anggaran, mengatur pelayanan. Pelayanan
(pencegahan dan pengobatan) dilakukan melalui puskesmas, sarana swasta dan
Rumah Sakit Umum.Pengelola program mengawasi mutu pelayanan dan
pelaksanaan program, memberi bimbingan tehnis (supervisi) dan menyampaikan
laporan kegiatan sesuai format yang ada di Puskesmas, sarana swasta dan RS
7) Pengelolaan program pengendalian IMS/ISR untuk kegiatan di Kab/Kota dan
provinsi dibiayai oleh APBD setempat, untuk kegiatan Depkes pusat oleh APBN:
dan semuanya dapat dibantu oleh sumber dana lain yang tersedia
Kebijakan Pelaksanaan
a. Pengendalian IMS diarahkan untuk mendorong peran, membangun komitmen,
dan menjadi bagian integral pembangunan kesehatan dalam mewujudkan
manusia Indonesia yang sehat dan produktif terutama bagi populasi berisiko
tinggi
b. Pengendalian IMS diselenggarakan melalui penatalaksanaan kasus secara
cepat dan tepat, penyedian layanan yang mudah diakses dan berkualitas,
peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat, serta pengendalian faktor risiko
baik pada populasi berisiko tinggi maupun rendah.
c. Pengendalian IMS diarahkan untuk mengembangkan dan memperkuat jejaring
surveilans epidemiologi dengan fokus pemantauan wilayah yang banyak
populasi berisiko tingginya.
d. Pengendalian IMS diarahkan untuk memantapkan jejaring lintas program, lintas
sektor, serta kemitraan dengan masyarakat termasuk swasta untuk percepatan
program melalui pertukaran informasi, pelatihan, pemanfaatan teknologi tepat
guna, dan pemanfaatan sumberdaya lainnya.
e. Memberikan perhatian dengan intensitas tinggi untuk penyediaan layanan IMS
komprehensif di wilayah dengan prevalensi IMS dan HIV tinggi pada populasi
Penjaja Seks seperti WPS di Kota Sorong, Papua Barat dan Waria di Jakarta
dan Surabaya.
Strategi
Bagian ini menguraikan tentang sistem pelayanan dan kegiatan pokok sesuai kebijakan
yang ada dalam menerapkan pengendalian IMS/ISR untuk mencapai tujuan.
a. Sistem pelayanan
Pelayanan IMS diselenggarakan secara berjenjang dalam bentuk
Pelayanan kesehatan dasar, di Puskesmas dengan pelayanan IMS/ISR
(puskesmas program) dan sarana swasta dengan pelayanan IMS/ISR
(praktek swasta dengan program);
Pelayanan kesehatan rujukan, di RS kabupaten, RS Provinsi, dan RSU
Pusat Nasional sebagai pusat rujukan nasional.
Pengelola program berperan sebagai koordinator dan penyelaras
pengendalian IMS/ISR di tempat masing-masing.
IMS/ISR dapat dijangkau oleh kelompok berisiko tinggi dan mengintegrasikannya dalam
sistem kesehatan yang tersedia.
Pelayanan diutamakan terhadap IMS/ISR yang berprevalensi tinggi (gonore, klamidiasis
dan sifilis) dan IMS terkait
b.3. Surveilans
Dalam melakukan surveilans kegiatan pokok adalah (a) Pelaporan kasus dari
Puskesmas dan Puskesmas Sentinel serta, RSU dan RSU sentinel, untuk kasus IMS
dari semua pengunjung dan Ibu Hamil, (b) Surveilans core sentinel; dan (c) Survei
prevalensi IMS/ISR.
Layanan IMS (dan HIV&AIDS) yang memadai, baik untuk kelompok berperilaku
risiko tinggi maupun non-risiko tinggi.
Layanan IMS harus dapat diterima, mudah diakses, terjangkau, dan berkualitas.
Layanan yang dapat diterima artinya pelayanan yang tidak menstigma dan sikap
yang tidak menghakimi dan merendahkan moral, privasi dan kerahasiaan
terjamin, waktu pelayanan tidak terlalu lama, peralatan dan bahan yang
memadai, pengadaan obat dan kondom yang terjamin, kemampuan, komptensi
dan profesionalisme tenaga, pengobatan yang efektif dan efisien. Mudah di
akses artinya lokasi yang mudah dijangkau dan waktu layanan yang sesuai
dengan aktivitas pasien. Terjangkau menunjukkan biaya yang dapat dijangkau
oleh pasien. Berkualitas menunjukkan layanan yang diberikan harus menjamin
antara lain efektivitas, keamanan, kenyamanan, keselamatan, dan kepuasan
pasien.
Pokok Bahasan 3
INDIKATOR DALAM PROGRAM PENGENDALIAN IMS
1) Indikator Pencegahan
Terselenggaranya upaya pencegahan IMS dan ISR pada kelompok berperilaku risiko
tinggi (WPS, waria, LSL, pelanggan dan pasangannya), dan kelompok berperilaku
risiko rendah (remaja, klien KIA/KB dan ibu hamil).
2) Indikator Pelayanan
Tersedianya dan terjangkaunya pelayanan IMS dan ISR (pengobatan) bagi kelompok
berperilaku risiko tinggi (WPS, waria, LSL, pelanggan dan pasangannya), dan
kelompok berperilaku risiko rendah (remaja, klien KIA/KB dan ibu hamil).
3) Indikator Surveilans
Tersedianya data prevalensi IMS melalui layanan yang ada dan data survelens
perilaku dan Biologis masyarakat pada kelompok berperilaku risiko tinggi dan
kelompok berperilaku risiko rendah.
4) Indikator Manajemen
- Tersedianya sumber daya manusia terlatih untuk melaksanakan program dan
pelayanan pengendalian IMS di berbagai tingkat dan dan lintas program/sektor
terkait.
- Tersedianya sarana logistic (obat, reagen, sarana laboratorium) untuk pelayanan
pengendalian IMS.
- Tersedianya sumber dana yang cukup untuk mendukung pelaksanaan program
dan pelayanan.
- Terpadunya manajemen program terkait
III. REFERENSI
2. Rencana Aksi Pengendalian HIV dan AIDS Sektor Kesehatan 2009 2014
Depkes 2009
MATERI DASAR 2
INFORMASI DASAR IMS, HIV DAN AIDS
I. POKOK BAHASAN
Pokok Bahasan 1.
PENGERTIAN IMS, HIV dan AIDS.
a. IMS
1) Definisi IMS
Infeksi menular seksual adalah infeksi yang salah satu penularannya melalui
hubungan seksual. Hubungan seksual tidak terbatas pada genito ginital tetapi
juga ano genital.
HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency virus. Virus ini jika
menginfeksi manusia menyebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh karena
penurunan CD4 sehingga tubuh menjadi jauh lebih rentan terhadap infeksi-infeksi
yang pada orang normal tidak sampai menimbulkan gejala.
T
HIV
Ada saatnya di mana kadar antibody tubuh belum bisa terdeteksi, yang disebut
window period (periode jendela). Seiring dengan makin bertambahnya jumlah
virus, jumlah sel CD 4 menjadi berkurang dan penyakit menjadi progresif.
Kerusakan progresif pada sistem kekebalan tubuh menyebabkan pengidap HIV
(ODHA) amat rentan dan mudah terjangkit macam-macam penyakit sehingga kita
menyebutnya AIDS.
AIDS
MELEMAHKAN TUBUH
d. Perjalanan Penyakit
Perjalanan infeksi HIV ada beberapa tahap :
Stadium 1
Stadium 2
Stadium 3
Stadium 4
Pokok Bahasan 2.
PENGENDALIAN IMS DAN HIV
Penularan HIV/AIDS
Bagaimana cara penularan HIV?
Melalui hubungan seksual dengan seseorang yang sudah terinfeksi HIV
Melalui pertukaran darah: transfusi, IDUs dan kegiatan medis dengan alat tusuk
dan iris tercemar HIV
Dari Ibu ke janin/bayi-nya selama kehamilan, persalinan atau menyusui
c) Diagnostik
Untuk mengetahui seseorang terinfeksi HIV atau tidak dan harus melalui
prosedur konseling dengan tidak melupakan kerahasiaan dan persetujuan
(Inform consent).
Setiap petugas kesehatan harus bisa meyakinkan pasien tentang tatacara dan
kepatuhan pengobatan IMS, HIV dan AIDS.
III. REFERENSI
MATERI DASAR 3
SEKSUALITAS dan KESEHATAN SEKSUAL
I. POKOK BAHASAN
Pokok Bahasan 1.
SEKSUALITAS DAN KESEHATAN SEKSUALITAS
a. Pengertian:
Seksualitas adalah pengalaman sensasi seksual dari seluruh tubuh bukan hanya
alat genital.
Seksualitas adalah ekspressi total sebagai manusia yang berhubungan dengan
sensualitas, keintiman, identitas seksual, kesehatan reproduksi, kesehatan seksual
dan seksualisasi. Pengalaman sensasi seksual ini bukan hanya dari genital tetapi
dari seluruh tubuh. Seksualitas dimulai dari kita sebelum lahir , sesudah lahir , waktu
yang sudah lalu dan akan berlangsung sepanjang hidup. Ekspressi seksual
dipengaruhi oleh nilai etika , spiritual,budaya,faktor moral, dan hal yang
berhubungan dengan memberi dan menerima kepuasan seksual termasuk
reproduksi.
Kesehatan seksual adalah keadaaan sehat untuk berekspresi seksual yang bebas
dari IMS, kehamilan yang tidak dikehendaki, perkosaan, dan diskriminasi.
b. Tujuan:
c. Komponen:
Dibawah ini adalah gambaran komponen yang menyangkut seluruh aspek
seksualitas.
Pokok Bahasan 2
PERBEDAAN TERMINOLOGI:
SEKS, GENDER, ORIENTASI SEKSUAL, DAN PERILAKU SEKSUAL
a. Seks adalah karakteristik biologis, anatomis seperti jantan/male ( penis, testis ) dan
betina/female ( vagina, payudara) dan berhubungan dengan fisiologis ( menstruasi
dan spermatogenesis ) dan secara genetic ( XX dan XY ).
b. Gender adalah peran atau fungsi seseorang: maskulin, feminin dan androgin.
Tercipta berdasarkan pendapat dari masyarakat yang dapat berubah sesuai jaman.
Contoh: memasak identik dengan peran seorang perempuan yang feminin. Keadaan
saat ini peran memasak tidak didominasi lagi oleh perempuan sehingga pria yang
menyukai memasak dikatakan peran/ gendernya feminin tanpa meninggalkan jenis
kelaminnya yang pria.
Pokok Bahasan 3:
HUBUNGAN SEKSUALITAS, IMS dan HIV/AIDS
Walaupun istilah IMS menunjukkan bahwa infeksi terutama ditularkan melalui hubungan
seksual, namun cara penularan lain juga berperan dalam penularan IMS, antara lain
adalah dari ibu ke janinnya, atau lewat kontak darah.
Pokok Bahasan 4:
HUBUNGAN PILIHAN SEKSUALITAS DENGAN KESEHATAN SEKSUALITAS
Sehubungan dengan penanganan IMS, HIV dan AIDS serta kesehatan reproduksi ,
klien harus membuat pilihan untuk seksualitas dan praktek seks yang mereka lakukan.
Pilihan seksual dan kesehatan reproduksi seperti kapan menikah, kapan mempunyai
anak, mengapa bekerja sebagai pekerja seks,mengapa melakukan seks yang beresiko,
hal ini dipengaruhi oleh faktor social dan personal termasuk seksualitas dan gender.
Suatu hal yang sering mempengaruhi dalam membuat pilihan seksualitas adalah hal
hal yang berpengaruh dalam hubungan seks dan kepuasan seks masing-masing.
Pengaruh keseimbangan gender juga harus dipikirkan ,sebagai contoh seorang wanita
(baik PS atau tidak) melakukan tindakan pencegahan IMS dan HIV oleh karena
perilakunya sendiri atau perilaku suami / partner hidupnya , mungkin dia tidak
mempunyai kekuatan untuk menekan pasangan seksualnya agar melakukan
pencegahan atau malah takut membicarakannya. Mungkin dia takut identitas
seksualnya akan diketahui, takut dengan kekerasan yang akan timbul,takut kehilangan
pasangannya , takut kehilangan pelanggannya yang berpengaruh pada kelangsungan
ekonomi dan hidupnya.
Sebagai bahan acuan untuk bekerja dalam lingkup kesehatan seksual , penting kita
pahami dan renungkan apa yang kita lakukan , yakni meningkatkan kesehatan seksual.
Defenisi kesehatan seksual adalah : keadaan bahwa seseorang berekspressi secara
seksual yang bebas dari resiko tertular infeksi menular seksual ( IMS), kehamilan yang
tidak direncanakan, paksaan, kekerasan, dan diskriminasi. Artinya adalah seseorang
harus ada persetujuan untuk melakukan hubungan seks, menikmatinya, dan hidup
dengan seks yang aman, didukung oleh pendekatan yang saling menguntungkan untuk
mendapatkan kepuasan dalam hubungan seks.
Menurut WHO , kesehatan seksual didefinisikan sebagai : integrasi dari fisik, emosi,
intelektualitas dan aspek social dari seksual. Setiap orang berhak untuk memperoleh
informasi seksual yang berhubungan dengan hubungan seksual untuk kenikmatan dan
juga untuk rekreasi ( WHO Technical Report Series # 572 ).
Pokok Bahasan 5:
PERAN PETUGAS KESEHATAN
SEHUBUNGAN DENGAN DEFINISI KESEHATAN SEKSUAL
Dengan adanya pemahaman yang baik akan nilai dari seksualitas , petugas kehatan
akan memberikan pelayanan yang lebih baik . Dengan penelusuran yang baik akan
seluk beluk seksualitas , sehubungan dengan permasalahan IMS dan HIV , maka
petugas kesehatan diharapkan mampu memberikan pertolongan kepada pasien
berupa :
a. Membantu pasien untuk mengutarakan secara jelas , realistic, dan membuat
keputusan untuk hidup sehat secara seksual.
b. Membantu pasien berkomunikasi dengan pasangan seksualnya untuk bernegosiasi
agar dapat melakukan hubungan seksual yang aman
c. Membantu pasien untuk memahami risiko dari perilaku seksual atau benda lain yang
dipakai saat berhubungan seks.
d. Membantu pasien dalam memahami resiko yang mereka hadapi serta hal-hal yang
berhubungan dengan kebutuhan mereka sehubungan dengan orientasi seksualnya.
Pokok Bahasan 6:
PENTINGNYA PENGGALIAN RIWAYAT SEKSUAL DALAM MENANGANI
PERMASALAHAN IMS DAN HIV-AIDS
Dalam anamnesis riwayat seksual ini perlu kita tanyakan beberapa informasi yang
berhubungan dengan penatalaksanaan IMS seperti : data demografi ( usia, alamat ,
dan pekerjaan, status perkawinan, jenis kelamin pasangan tetap ), orientasi seksual
dan perilaku seksual (aktivitas seksual, teknik seksual ), penggunaan NAPZA
termasuk (intravenous drug user), merokok, alcohol. Jenis pekerjaan pelanggan,
pemakaian kondom , hubungan seks pertama kali, kapan pertama kali bekerja
sebagai PS. Sebelum bekerja di kota ini , dimana saja pernah bekerja sebagai PS,
berapa orang pelanggan perhari, apakah ada permintaan pelanggan yang agak
beda pelayanannya, masalah yang dihadapi dalam penggunaan kondom, riwayat
IMS yang dialami, dan pemeriksaan sebelumnya.
Pokok Bahasan 7:
CARA MENGGALI RIWAYAT SEKSUAL KLIEN
Suatu hal yang harus diperhatikan adalah kenyamanan, buatlah senyaman mungkin
untuk bicara seksualitas , jangan berasumsi bahwa pasien tidak malu untuk bicara
tentang seksual. Yakinkan bahwa pertanyaan yang disampaikan sangat penting dalam
pengobatan, harus disadari bahwa pasien datang ke tempat layanan kesehatan anda
dengan memberikan kepercayaan penuh bahwa anda adalah orang yang tepat untuk
menolong menyelesaikan permasalahan penyakit yang dideritanya. Sehingga apapun
informasi yang anda dapat dalam wawancara , adalah bersifat rahasia , tidak ada orang
yang boleh tahu selain anda sendiri dengan pasien.
Untuk komunitas tertentu seperti waria, gay, pekerja seks baik perempuan dan pria ,
umumnya memakai bahasa tersendiri di kalangan mereka , untuk itu pelajari dan
gunakanlah bahasa yang sering mereka pakai. Jika pasien tidak nyaman dengan
memakai bahasa resmi , anjurkan untuk memakai bahasa gaulnya, dan jangan lupa
untuk menanyakan arti bahasa tersebut jika anda tidak mengerti.
Sebagai ringkasan langkah- langkah dalam menggali riwayat seksual pasien, adalah:
a. Jelaskan alasan mengapa menanyakan riwayat seksualnya
b. Ciptakan situasi yang privasi, kerahasiaan terjamin dan tmenumbuhkan
kepercayaan pasien
c. Pakailah bahasa yang dapat dimengerti oleh pasien
Pokok Bahasan 8:
CARA MENGAJUKAN PERTANYAAN-PERTANYAAN DALAM PENGGALIAN
RIWAYAT SEKSUAL
Setelah semua pertanyaan yang diperlukan diajukan oleh petugas dan semua informasi
dicatat rapi maka selanjutnya adalah pemeriksaan fisik.
Suatu hal yang sering kita abaikan adalah kesadaran bahwa orang yang datang ke
tempat layanan kesehatan untuk berobat adalah manusia , kadang- kadang kita kurang
memperhatikan hak-hak pasien untuk mengetahui hasil pemeriksaan dan pemeriksaan
apa saja yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis .
Menghormati pasien adalah salah satu bagian implementasi dari hak azasi manusia,
oleh karena itu sebelum melanjutkan pemeriksaan fisik, sebaiknya memberikan
informasi mengenai pemeriksaan tsb dan memohon ijin untuk melakukannya.
VI. REFERENSI
MATERI INTI 1
LAYANAN KOMPREHENSIF IMS DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN
I. POKOK BAHASAN
Pokok Bahasan 1.
LAYANAN KOMPREHENSIF IMS DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN
31
MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan
Layanan IMS yang disediakan harus berfungsi sebagai preventif, kuratif, dan
promotif.
Pada kelompok berperilaku risiko tinggi terutama pada pekerja seks wanita dan waria
sebaiknya dilakukan penapisan IMS secara rutin karena mereka merupakan sumber
penularan jika tidak menggunakan kondom pada hubungan seksual berisiko.
Dari hasil kegiatan layanan tersebut dapat memberikan data rutin IMS, prevalensi
IMS pada kelompok berperilaku risiko tinggi dan kelompok berperilaku risiko rendah
yang dapat digunakan sebagai dasar dalam perencanaan dan pengembangan
program
- Tujuan khusus
Menurunkan angka prevalensi IMS, khususnya gonore dan klamidia dibawah 10%
dan sifilis dibawah 1 %.
32
MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan
Petugas yang akan melaksanakan layanan IMS adalah petugas yang sudah
terlatih sehingga dapat memberikan layanan yang benar dan tepat. Adapun
petugas yang minimal dibutuhkan berdasarkan fungsinya adalah:
a) Dokter, yang bertanggunjawab untuk diagnosis dan pengobatan
b) Bidan atau perawat, bertanggungjawab untuk pemeriksaan fisik dan
pengambilan sampel
c) Petugas laboratorium, bertanggungjawab untuk melakukan pemeriksaan IMS
dan hasilnya berdasarkan sampel yang diambil
d) Petugas Administrasi, bertanggung jawab untuk anamnesis informasi umum,
memasukkan data ke database sehingga menghasilkan data rekapitulasi
bulanan IMS
Masing-masing petugas penanggung jawab harus dilengkapi dengan uraian
tugas yang jelas dan sudah mendapat pelatihan penatalaksanaan IMS.
Fungsi dokter dan perawat/bidan bisa saling menggantikan sehingga semua dapat
melakukan pemeriksaan fisik, pengambilan sampel, melakukan diagnosis, dan
33
MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan
memberikan pengobatan sesuai petunjuk dokter, konseling cara minum obat dan
cara memakai kondom agar tidak tertular dan menularkan IMS.
Peralatan yang harus disiapkan untuk layanan IMS disesuaikan dengan
kebutuhan masing-masing ruang layanan. Pada topik bahasan ini hanya dibahas
kebutuhan alat medis dan non medis yang minimal harus ada sbb:
a) Medis
(1) Ruang pemeriksaan
- Meja ginekologi
- Lampu pemeriksaan
- Spekulum (wanita), anuskopi (waria, LSL)
- Meja instrumen
(2) Ruang laboratorium
- Mikroskop
- Lemari es
- Centrifuge
- Rotator
- Mikropipet
b) Non medis
(1) Mebeler
(2) Tempat sampah
(3) Alat peraga (dildo, kondom)
(4) Media KIE
34
MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan
(3) Kondom
(4) Plastik tempat sampah
b) Pemeriksaan ISR
(1) Kandida
(2) Bakterial vaginosis
Obat minimal yang harus ada untuk memberikan layanan IMS yang efektif dan
benar adalah
a) IMS
(1) Benzatin penicillin 2,4 Juta IU
(2) Cefiksim 400 mg dan Azitromisin 1 gr
(3) Metronidazol
(4) Asiklovir
b) ISR
(1) Nistatin/Flukonazol
(2) Metronidasol
35
MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan
Pokok Bahasan 2.
STRATEGI LAYANAN KOMPREHENSIF
Intervensi yang tepat untuk strategi pengendalian IMS dapat dilihat pada gambar
dibawah ini:
Pajanan
Kondom
C BCC
De
Intervensi
Te teksi
rap din san
i i, api
Perolehan dan Pen
Perolehan Infeksi
Lama infeksi
36
MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan
Operasional Model layanan kesehatan untuk tatalaksana IMS dapat digambarkan pada
gambar dibawah :
BCI
Intervesi IMS & Komunikasi:
- Pengenalan gejala
Strategi Pencegahan: - Perilaku mencari pengobatan
IMS
Layanan yg terjangkau,dite
rima dan efektif
Populasi dengan IMS
Infeksi tanpa gejala
Gejala abnormal yg dikenali Pengobatan psg
Skrining
Mencari perawatan Presumptive/mass
M treatment
& Dignosis yg tepat
Penatalaksanaan klinis IMS
E Protap/panduan
Pengobatan yg benar
Pelatihan/supervisi
Suplai yg adekuat
Pengobatan yg lengkap (obat & lab)
Single dose therapy
Terobati/Sembuh Adherence counseling
Pasangan yg diobati
Untuk layanan IMS yang tepat dan dapat dimanfaatkan oleh orang yang membutuhkan
sebaiknya melaksanakan 6 strategi yang dapat diuraikan dibawah:
a. Persiapan di sini adalah segala sesuatu yang harus disiapkan untuk memulai
layanan IMS mulai dari persiapan untuk menyiapkan lokasi layanan, ruang tempat
layanan, sumber daya manusia yang akan melaksanakan layanan, alat dan bahan
yang dibutuhkan agar layanan IMS dapat dilaksanakan, yang semuanya sudah
dijelaskan secara detail pada pokok bahasan sebelumnya.
37
MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan
c. Sosialisasi dan promosi perlu dilakukan pada stakeholder terkait seperti mucikari,
pemilik bar/karaoke, populasi risiko tinggi (pekerja seks wanita, waria, laki-laki),
masyarakat umum, dan layanan kesehatan lain tentang informasi layanan yang
dapat dilakukan di klinik sehubungan dengan IMS, termasuk jam layanan, jenis
pemeriksaan IMS yang terjamin kerahasiaan dan kenyamanannya, biaya, cara
pemeriksaan sehingga juga merupakan ajang promosi agar diketahui dengan benar
oleh stakeholder dan calon pengguna layanan IMS.
d. Pelayanan IMS yang diberikan harus jelas jam bukanya, jenis layanan IMS yang
dapat diberikan dan selesai dalam satu hari sehingga pasien cepat tertangani tidak
menularkan ke orang lain dan juga tidak harus pulang pergi untuk mendapatkan
hasil, layanan yang berorientasi pada kepentingan pasien, kerahasiaan terjamin, ada
alur layanan pasien yang jelas, dan menerangkan pada pasien untuk setiap tindakan
yang akan dilakukan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti pasien.
Pelayanan IMS yang diberikan dapat berupa layanan rutin dengan penapisan berkala
dan pengobatan presumtif berkala (PPB).
- Skrining/penapisan IMS merupakan proses pelaksanaan pemeriksaan atau tes
laboratorium, untuk mendeteksi penyakit, pada orang yang bergejala ataupun
tidak mengeluhkan gejala penyakit IMS (khususnya populasi berisiko tinggi ).
Penapisan secara rutin yang disertai dengan pengobatan yang efektif akan
memutuskan rantai penularan IMS mengingat sebagian IMS tidak bergejala, dan
dapat ditemukan ketika dilakukan pemeriksaan IMS.
Jarak waktu untuk penapisan rutin bervariasi bergantung pada beberapa faktor
yaitu, interval/waktu terinfeksi kembali, kesediaan pasien untuk sering
mendapatkan tes, dan kemampuan puskesmas/klinik layanan untuk melakukan
penapisan.
38
MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan
Pokok Bahasan 3.
KERJASAMA DENGAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT
a. Melakukan Pemetaan
Pemetaan adalah proses penggambaran karakter fisik dan sosial suatu lokasi
menggunakan metode tertentu sehingga didapatkan hasil berupa peta fisik maupun
peta sosial berbentuk gambar (peta) dan narasi. Lokasi dalam konteks ini bisa
merupakan lokasi mejeng/kerja, lokasi tinggal, lokasi mejeng dan tinggal sekaligus,
baik permanen, semi permanen maupun tidak permanen dari populasi kunci yang
akan disasar.
Beberapa hal yang termasuk penting divisualkan dalam peta fisik adalah:
Letak geografis, persebaran, jumlah dan nama-nama lokasi.
Bentuk atau tata ruang bangunan (rumah, wisma, barak, tempat mejeng, tempat
kost, pinggir jalan, taman, rumah bordil dll).
Sarana dan prasarana yang ada dan berguna bagi pelaksanaan program nantinya
(sarana pertemuan, kesehatan, outlet kondom, warung dll).
Cara mengakses lokasi ini
Beberapa hal kunci yang perlu digambarkan dalam petas sosial adalah:
Karakter sosial-demografi kelompok dampingan.
Estimasi jumlah (tinggi, rendah dan rata-rata).
Jumlah, nama dan peran para pemangku kepentingan yang ada.
Kebiasaan yang dilakukan pada waktu senggang
Perilaku seks dan perilaku pencarian kesehatan
Gambaran pengetahuan kelompok dampingan terkait IMS, HIV dan AIDS
Hubungan dan jaringan sosial yang ada diantara orang-orang dalam lokasi
Tujuan
Mengidentifikasi dan memilih lokasi yang akan menjadi lokasi pelaksanaan PPB.
Mengidentifikasi pemangku kepentingan yang berpengaruh di lokasi intervensi.
Mengidentifikasi sumber-sumber perolehan kondom dan pelicin dan cara-cara
distribusi/pemasaran yang efektif di sekitar lokasi.
Mengidentifikasi layanan IMS yang telah tersedia atau sebaiknya digunakan.
Pelaksana
Pelaksana pemetaan adalah pelaksana program IPP dan PPB (LSM, Puskesmas,
Dinkes dll). Secara khusus biasanya dilakukan oleh LSM pelaksana intervensi
perubahan perilaku khususnya Koordinator Lapangan (KL) dan Petugas Lapangan
(PL).
39
MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan
Sarana
Form daftar tilik (check list) pemetaan fisik
Form wawancara pemetaan sosial
Peta
Form laporan hasil pemetaan
40
MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan
Pokok Bahasan 4
PENERAPAN LAYANAN KOMPREHENSIF IMS
DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN
a. Alur Layanan
ALUR PASIEN KEGIATAN PETUGAS
Pencatatanidentitasdengan
Ruang jaminankonfidensialitas
Pendaftarandan PemberiannomorRegister PetugasAdministrasi
RuangTunggu Penyiapanformulir
pemeriksaan
MelengkapiFormulir Anamnesisdan
Pemeriksaan pemeriksaanfisik
RuangKonsultasi Pemeriksaanfisikoleh
danPemeriksaan olehdokter
dokter Sediaanlabdantes
Pengambilanspesimen Whiffoleh
perawata/bidan
Pengirimanspecimenke
Perawat/Bidan
petugaslab
Pengambilandarah
Pemeriksaanlabbasah
Laboratorium PengecatanGram/ Perawat/Bidan
MethylenBlue,RPR&TPHA
Hasildiserahkankedokter
RuangTunggu
PenyampaianHasil
RuangKonsultasi pemeriksaanLab Dokter danperawat/
danPemeriksaan KIE Bidan
KonselingdanEdukasi
tentangHIVdantesdengan
4C(counseling,consent,
RuangKonseling confidential&condom) Konselor
PemberianbrosurKIE
Perjanjiankunjunganyang
akandatang
41
MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan
b. Sistim Rujukan
Kegiatan layanan IMS dapat berjalan dengan baik jika ada kerjasama dari LSM yang
bekerja di populasi kunci, Puskesmas/klinik yang memberikan layanan IMS, dan RS
yang menerima kasus yang tidak dapat ditangani di Puskesmas/klinik sehingga
dibutuhkan sistem rujukan yang jelas dari ketiga komponen yang sudah disebutkan
tersebut. Untuk lebih jelas gambarannya adalah sebagai berikut:
42
MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan
VI. REFERENSI
43
MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan
5.
44
MI-2 Peran Petugas dalam Layanan IMS Menggunakan Laboratorium Sederhana
MATERI INTI 2
PERAN PETUGAS DALAM LAYANAN IMS
MENGGUNAKAN LABORATORIUM SEDERHANA
I. POKOK BAHASAN
Pada sesi materi ini, peserta akan mempelajari 3 (tiga) pokok bahasan. Berikut ini
merupakan pedoman bagi fasilitator dan peserta dalam melaksanakan pembelajaran.
Langkah 1
Kegiatan fasilitator:
Agar substansi ini dapat dipahami sepenuhnya oleh peserta ciptakan suasana belajar
yang rileks dan menyenangkan serta suasana yang dapat memotivasi peserta untuk
mengikuti sesi ini. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada sesi ini
dan menggali pengetahuan peserta tentang peran setiap petugas dalam layanan IMS
menggunakan laboratorium sederhana.
Langkah 2
Pokok bahasan 1
Untuk pokok bahasan definisi dan tujuan Laboratorium Sederhana fasilitator melakukan
metode brain storming dan menuliskan apa yang telah diketahui peserta. Selanjutnya
fasilitator menjelaskan bagaimana membangun laboratorium sederhana dan
pemeriksaan apa saja yang dapat dilakukan di laboratorium sederhana.
Langkah 3
Pokok bahasan 2
Fasilitator menggali pendapat peserta tentang penatalaksanaan IMS dengan
Laboratorium Sederhana yaitu meliputi pendekatan etiologi/penyebab, klinis dan
sindrom. Beri kesempatan peserta untuk tanya jawab.
Langkah 4
Pokok bahasan 3
Langkah 5
Pokok bahasan 4
Fasilitator menggali pendapat peserta tentang kerjasama tim dalam pemeriksaan
laboratorium sederhana selanjutnya fasilitator menjelaskan tentang bagaimana
kerjasama tim dalam laboratorium sederhana.
Langkah 6
Penugasan Simulasi Kerjasama Tim
Langkah 7
Penutup
Kemudian fasilitator menutup sesi dengan memberikan ulasan tentang hal-hal yang
perlu mendapat perhatian khusus dalam melakukan pemeriksaan di laboratorium
sederhana ini.
Pokok Bahasan 1.
LABORATORIUM SEDERHANA
a. Definisi
Sebuah laboratorium sederhana dalam klinik Infeksi Menular Seksual (IMS) menurut
Guidelines for STD prevention dari CDC, adalah laboratorium yang minimal mampu
melaksanakan beberapa pemeriksaan seperti:
1) Pewarnaan Gram
Untuk mendeteksi intraseluler Diplokokus Negatif Gram (DNG) dan ada tidaknya
lekosit polimorfonuklear (PMN) untuk mengetahui penyebab servisitis atau
uretritis.
2) Sediaan basah dengan saline (NaCl 0.9%)
Digunakan untuk pemeriksaan Trichomonas vaginalis dan Clue cells yang
merupakan bagian dari deteksi bakterial vaginosis
3) Sediaan basah dengan KOH 10%
untuk identifikasi yeast dan Whiff tes.
4) Tes serologi sifilis (TSS)
untuk mendeteksi antibodi, baik dengan antigen non Treponemal seperti
RPR/VDRL maupun dengan antigen Treponemal seperti TPHA atau
pemeriksaan langsung dengan darkfield mikroskop
b. Tujuan
Laboratorium sederhana dalam sebuah klinik Infeksi Menular Seksual (IMS)
disiapkan untuk melakukan pemeriksaan yang cepat, tepat dan murah untuk
membantu menegakan diagnosis IMS.
b) Bahan Pemeriksaan
Sekret vagina atau bahan lainnya yang sesuai diambil dengan kapas
sengkelit. Jika kemudian kapas sengkelit tersebut dimasukan kedalam 1 mL
saline dalam sebuah tabung kecil, maka saline tersebut dapat digunakan
untuk sediaan basah saline dan KOH. Untuk pemeriksaan pH vagina, oleskan
kertas pH pada dinding vagina atau duh tubuh vagina pada spekulum. Hindari
kontak dengan mukus di serviks karena memiliki pH tinggi.
c) Cara kerja
(1) Lidi kapas dicelupkan kedalam 1 mL garam fisiologis kemudian campur
bahan pemeriksaan dengan cara memutar kapas lidi pada dasar tabung
kecil yang berisi saline untuk membuat suspensi yang pekat
(2) Teteskan bahan pemeriksaan tersebut pada kaca objek dan tutup dengan
kaca penutup secara hati-hati agar tidak menimbulkan gelembung udara
(3) Periksa sediaan sesegera mungkin untuk mengetahui adanya yeast,
Trichomonas, atau clue cels. Periksa dengan mikroskop menggunakan
pembesaran rendah dengan cahaya lemah, Trichomonas lebih sering
ditemukan dengan pembesaran rendah. Gunakan pembesaran tinggi
untuk memeriksa adanya yeast, pseudohyphae, clue cells atau
Trichomonas
(4) Preparat KOH dibuat dengan meletakan bahan pemeriksaan pada sebuah
kaca objek, teteskan KOH 10% dan campurkan dengan menggunakan
lidi, tutup dengan kaca penutup (hindari gelembung udara). Identifikasi
adanya bau amis
(5) Periksa dibawah mikroskop dengan pembesaran tinggi
Atau
(1) Satu tetes saline (KOH 10% untuk pemeriksaan Kandida) diteteskan pada
gelas objek
(2) Spesimen pada ujung lidi kapas dicampurkan pada tetesan tersebut
(3) Tutup dengan kaca penutup
(4) Lewatkan pada hawa api untuk meningkatkan pergerakan T. vaginalis
(5) Periksa dibawah mikroskop
d) Interpretasi hasil
(1) Trichomonas hanya terlihat pada sediaan basah saline (hancur dengan
KOH). Berbentuk amoboid (umumnya oval), lebih besar dari lekosit PMN
dan dalam sediaan segar dapat dikenali dari gerakannya yang
menghentak-hentak. Diagnosa ditegakkan dengan ditemukannya
Trichomonas walaupun hanya satu.
(2) Beberapa Clue cells dan sedikit atau tidak adanya PMN adalah indikasi
bakterial vaginosis. Clue cells adalah sel epitel vagina yang ditutupi oleh
berbagai bakteri vagina sehingga memberikan gambaran granular dengan
batas sel yang kabur karena melekatnya bakteri batang atau kokus yang
kecil. Clue cells hanya terlihat pada sediaan basah saline.
(3) Yeast mungkin tertutupi oleh epitel pada preparat saline oleh karena itu
penambahan KOH 10% sangat membantu dalam menemukan pseudo
hyphae dan yeast pada preparat basah
e) Faktor kesalahan
Kesalahan tehnik yang dapat menurunkan sensitivitas pemeriksaan sediaan
basah diantaranya adalah:
(1) Bahan pemeriksaan dari endoserviks
(2) Menggunakan saline yang dingin
(3) Menunda pembacaan sediaan
(4) Kontaminasi sediaan saline oleh KOH
(5) Terlalu banyak salide pada kaca objek
(6) Sediaan terlalu tebal
(7) Lapangan pandang terlalu terang akibat penggunaan kondensor yang
tidak sesuai
(8) Hanya memeriksa sebagian kecil sediaan
a) Bahan Pemeriksaan
(1) Hapusan Uretral
Pasien sebaiknya tidak buang air kecil dalam 2 jam sebelum pengambilan
bahan pemeriksaan
(2) Hapusan Servikal
Bersihkan serviks sebelum pengambilan bahan pemeriksaan untuk
mengurangi jumlah bakteri vagina dan sel pada sediaan
(3) Hapusan Rektal
Gunakan anuskopi untuk pengambilan bahan pemeriksaan
b) Bahan
(1) Larutan metilen biru 1% atau
(2) Buat larutan metilen biru menurut Loeffler. Metilen biru 0.3gr; alkohol 95%
30 mL; larutan KOH 10% 0.1 ml; aquadest 100 mL. Metilen biru digerus
dalam mortir dengan alkohol, pindahkan kedalam sebuah botol,
tambahlah larutan KOH kedalam isi botol itu, kemudian pakailah isi botol
untuk berkali-kali mencuci mortir, yang dimasukan kembali kedalam botol,
biarkan 24 jam dan lalu saringlah
c) Cara Kerja
(1) Rekatkan sediaan yang sudah kering pada udara dengan hawa api.
(2) Pulaslah dengan metilen biru selam - 3 menit.
(3) Cuci dengan aquadest, keringkan dan periksa dengan objektif 100x dan
minyak imersi.
d) Faktor Kesalahan
(1) Menggosok bukan memutar kapas lidi yang berisi bahan pemeriksaan
pada kaca objek akan merusak morfologi sel
(2) Preparat yang tidak difiksasi sehingga dapat menyebabkan sediaan lepas
dari kaca objek ketika pencucian
(3) Fiksasi yang terlalu panas akan menyebakan timbulnya artifacts
c) Whiff Tes
- Pada saat penambahan KOH 10% cium ada atau tidaknya bau yang
keluar dari sediaan
- Bau amis yang sangat kuat karena adanya pelepasan amine dari bakteri
yang tumbuh diatas ambang normal
- Tuliskan hasil berupa Whiff / Amine tes positip atau negatip
d) Pemeriksaan gonokokkus
- Oleskan duh tubuh pada kaca obyek dengan gerakan memutar
- Rekatkan sediaan yang sudah kering pada hawa udara dengan api
- Pulaslah dengan metilen biru selama - 3 menit
- Cuci dengan air, keringkan dan periksa dengan pembesaran obyektif 100x
Pokok Bahasan 2.
PENATALAKSANAAN IMS DENGAN LABORATORIUM SEDERHANA
Secara umum ada 3 cara yang dapat digunakan dalam menegakkan diagnosis IMS
yang biasa dilakukan petugas kesehatan dengan masing-masing keuntungan dan
kerugiannya.
a. Pendekatan Etiologi/Penyebab
Pendekatan ini dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan laboratorium untuk
menentukan kuman penyebab penyakit.
Keuntungan dari cara ini ialah:
- Diagnosa dapat dilakukan dengan tepat karena berdasarkan penyebab penyakit
- Pengobatan tepat karena didasarkan atas diagnosa yang tepat
- Dapat mendiagnosa IMS asimtomatik
- Mencegah terjadinya pengobatan yang berlebihan (over treatment)
- Mencegah komplikasi dan resistensi karena diagnosa yang kurang tepat dan
kegagalan pengobatan
Cara ini adalah yang paling baik dalam melakukan penentuan diagnosis IMS tetapi
bukanlah yang paling ideal karena kekurangannya adalah:
- Membutuhkan fasilitas laboratorium
- Petugas harus cukup trampil
- Membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga pengobatan dapat terlambat
- Biaya yang relatif mahal
b. Pendekatan Klinis
Pendekatan ini dilakukan dengan menggunakan gejala dan keluhan yang spesifik
untuk menentukan IMS.
Keuntungan cara ini adalah:
- Diagnosa dapat dilakukan dengan cepat
- Biaya yang lebih murah
Kekurangannya adalah:
- Memerlukan pengalaman untuk melakukannya
- Tidak dapat membedakan penyebab infeksi campuran
- Komplikasi karena kegagalan pengobatan
c. Pendekatan sindrom
Pendekatan sindrom dilakukan dengan:
- Mengelompokkan kuman penyebab utama melalui sindrom klinis yang
ditimbulkannya
- Menggunakan bagan alur akan membantu petugas kesehatan menentukan
penyebab setiap sindrom.
- Mengobati penderita untuk semua penyebab utama yang berdampak timbulnya
sindrom
- Menjamin pasangan dari penderita harus diobati, dianjurkan untuk patuh
berobat, dianjurkan memakai kondom untuk menurunkan resiko penularan
Pokok Bahasan 3.
PROGRAM PEMANTAPAN MUTU
Lima faktor yang mempengaruhi mutu hasil pemeriksaan yang harus diperhatikan
adalah:
- Peralatan yang baik dan tervalidasi
- Metode pemeriksaan yang memenuhi kriteria diagnosa dini
- Reagensia atau bahan kimia untuk menganalisa yang bermutu
- Petugas Laboratorium yang profesional dan bertanggung jawab
- Manajemen laboratorium yang berorientasi pada mutu hasil pemeriksaan
Pemilihan peralatan, metode pemeriksaan dan reagensia harus didasarkan suatu uji
evaluasi yang telah dilakukan.
b) Tahap analitik
Program pengendalian dan pemantapan mutu meliputi semua upaya yang
dilakukan oleh Dinas Kesehatan yang bekerja sama dengan Lembaga
independen untuk menjamin agar mutu hasil pemeriksaan yang dikeluarkan oleh
Laboratorium sederhana klinik IMS dapat dipertanggungjawabkan.
b. Eksternal
Mutu yang terjamin adalah suatu keyakinan yang diberikan oleh penyedia jasa
layanan kepada pelanggannya. Agar kegiatan yang dilaksanakan memenuhi kriteria
standar mutu termasuk layanan laboratorium diperlukan upaya pemantapan mutu
yang berbasis bukti yang dapat terukur.
swasta atau internasional dan diikuti oleh semua laboratorium, baik milik pemerintah
maupun swasta dan dikaitkan dengan akreditasi laboratorium kesehatan serta
perizinan laboratorium kesehatan swasta.
PME harus dilaksanakan sebagaimana kegiatan pemeriksaan yang biasa dilakukan
oleh petugas yang biasa melakukan pemeriksaan dengan reagen/peralatan/metode
yang biasa digunakan sehingga benar-benar dapat mencerminkan penampilan
laboratorium tersebut yang sebenarnya. Setiap nilai yang diperoleh dari
penyelenggara harus dicatat dan dievaluasi untuk mempertahankan mutu
pemeriksaan atau perbaikan-perbaikan yang diperlukan untuk peningkatan mutu
pemeriksaan.
Kegiatan PME ini dapat dikoordinir oleh Dinas Kesehatan setempat untuk
selanjutnya bekerjasama dengan Balai Laboratorium Kesehatan Daerah/Provinsi
untuk penyelenggaraan PME untuk pemeriksaan sifilis dan HIV.
Pokok Bahasan 4.
PERAN PETUGAS DALAM LAYANAN IMS MENGGUNAKAN LABORATORIUM
SEDERHANA
Rekam medis selalu menyertai pasien atau sampel di setiap ruangan sebagimana alur
tersebut di atas.
IV. REFERENSI
MATERI INTI 3
PEMERIKSAAN LABORATORIUM SEDERHANA
I. POKOK BAHASAN
Pokok Bahasan 1.
ALUR PEMERIKSAAN LABORATORIUM UNTUK IMS & HIV
Pemeriksaan laboratorium untuk IMS dan HIV pada fasilitas layanan mengikuti alur
sebagai berikut :
DARAH
SAMPEL/PREPARAT
Penjelasan alur :
1. Setiap pasien dengan risiko tinggi IMS dan HIV diambil sampel untuk
pemeriksaan laboratorium
2. Sampel preparat akan diambil untuk pemeriksaan basah dan kering
3. Sampel darah diambil jika akan dilakukan pemeriksaan sifilis dan atau HIV
4. Pemeriksaan laboratorium sediaan basah menggunakan reagen KOH 10% dan
NaCl 0,9%
5. Pemeriksaan laboratorium sediaan kering menggunakan reagen Gram atau
Metilen blue
6. Prosedur kerja mengikuti protap laboratorium sederhana, sifilis.
7. Untuk pemeriksaan HIV mengikuti protap diagnostik HIV
Pokok Bahasan 2.
PEMERIKSAAN SEDIAAN BASAH
b. Prosedur Kerja
1) Bahan Pemeriksaan
Sekret vagina atau bahan lainnya yang sesuai diambil dengan kapas sengkelit.
Jika kemudian kapas sengkelit tersebut dimasukan kedalam 1 mL saline dalam
sebuah tabung kecil, maka saline tersebut dapat digunakan untuk sediaan basah
saline dan KOH. Untuk pemeriksaan pH vagina, oleskan kertas pH pada dinding
vagina atau duh tubuh vagina pada spekulum. Hindari kontak dengan mukus di
serviks karena memiliki pH tinggi.
2) Peralatan :
1. Mikroskop dengan pembesaran 10x dan 40x
2. Pipet tetes
3. Cover glass (Kaca Penutup)
3) Reagen :
1. KOH 10 %
2. NaCl 0,9 %
3. Hipocloride 0.05%
4) Cara Kerja :
1. Penerimaan sediaan dari ruang pengambilan spesimen
1. Sediaan harus diterima bersama dengan formulir catatan medisnya
2. Cocokan nomor kode sediaan dengan nomor kode di catatan medis
3. Sediaan berisi 2 hapusan
2. Teteskan 1 tetes NaCl 0,9 % pada salah satu hapusan, aduk dengan ujung
kaca penutup (cover glass)
3. Tutup menggunakan kaca penutup dengan menempelkan salah satu sisi
kaca penutup pada sediaan dan menutupnya secara perlahan.
4. Teteskan 1 tetes KOH 10 % pada hapusan yang lainnya, cium ada tidaknya
bau amis, aduk dengan kaca penutup (cover glass) kemudian tutup dengan
kaca penutup
c) Yeast mungkin tertutupi oleh epitel pada preparat saline oleh karena itu
penambahan KOH 10% sangat membantu dalam menemukan pseudo
hyphae dan yeast pada preparat basah
Trichomonas Vaginalis
Clue Cells
6. blastophora 7. Pseudohypae
Pokok Bahasan 3.
Pemeriksaan Sediaan Kering
5. Bahan Pemeriksaan
a) Hapusan Uretral
Pasien sebaiknya tidak buang air kecil sebelum pengambilan bahan pemeriksaan
b) Hapusan Servikal
Bersihkan serviks sebelum pengambilan bahan pemeriksaan untuk mengurangi
jumlah bakteri vagina dan sel pada sediaan
c) Hapusan Rektal
Gunakan anuskopi untuk pengambilan bahan pemeriksaan
6. Pewarnaan Gram
1) Pengertian dan pemeriksaan gram
Pewarnaan Gram merupakan pewarnaan yang paling sering dilakukan dalam
bakteriologi. Pewarnaan ini dikategorikan sebagai differential stain dan berfungsi
untuk membedakan antara bakteri negatif Gram dan positif Gram.
2) Reagen :
Reagen Gram
Minyak emersi dalam xylene
Spirtus
3) Prosedur Kerja :
1. Penerimaan sediaan dari ruang pengambilan spesimen
a. Sediaan harus diterima bersama dengan formulir catatan medisnya
b. Cocokan nomor kode sediaan dengan nomor kode di catatan medis
c. Sediaan berisi satu hapusan
2. Keringkan sediaan diudara
3. Fiksasi dengan melewatkannya diatas api sebanyak 7 kali
4. Genangi/Tetesi sediaan dengan Kristal Violet selama 1 menit
5. Cuci dengan air mengalir selama 5 detik
6. Genangi/Tetesi sediaan dengan Larutan Iodine selama 1 menit
7. Cuci dengan air mengalir selama 5 detik
8. Lakukan decolorisasi dengan meneteskan etanol sampai warna biru hilang
(Langkah ini sangat penting dalam pewarnaan Gram)
9. Cuci dengan air mengalir selama 5 detik
10. Genangi/Tetesi sediaan dengan Safranin / Carbol Fuchsin selama 1 menit
11. Cuci dengan air mengalir selama 5 detik
12. Keringkan sediaan
2) REAGEN :
Metilen Blue 0.3 1%
Minyak emersi dalam xylene
Spirtus
3) PROSEDUR KERJA :
1) Penerimaan sediaan dari ruang pengambilan spesimen
a. Sediaan harus diterima bersama dengan formulir catatan medisnya
b. Cocokan nomor sediaan dengan nomor di catatan medis
c. Sediaan berisi satu hapusan
2) Keringkan sediaan diudara
3) Fiksasi dengan melewatkannya diatas api sebanyak 7 kali
4) Genangi/Tetesi sediaan dengan Methylen blue 0.3% - 1% selama 2 3 menit
5) Cuci dengan air mengalir
6) Keringkan sediaan
7) Periksa sediaan dibawah mikroskop dengan lensa objektif 100x menggunakan
minyak imersi untuk melihat adanya lekosit PMN dan diplokokus intraseluler.
8) Periksa seluruh sediaan mulai dari sediaan tebal lalu sediaan tipis.
9) Setelah selesai melakukan pemeriksaan ambil preparat letakkan diatas tissue
halus dengan posisi yang terkena minyak emersi menempel ditissue.
10) Catat hasil pemeriksaan pada catatan medis dan buku register
laboratorium IMS.
11) Berikan lembar catatan medis pada ruangan konseling dan pengobatan
Diplococcus
Clue cells
PETUNJUK LATIHAN 1
PRAKTEK MEMBUAT SEDIAAN BASAH
Tujuan :
Peserta mampu melakukan pemeriksaan sediaan basah
Persiapan :
1. Fasilitator
- Siapkan alat dan bahan untuk pemeriksaan basah terdiri dari :
1. KOH 10%
2. Nacl 0.9 %
3. Kaca objek
4. Cover gelas
5. Hipoklorit
6. Pipet Pasteur
6. Mikroskop pembesaran 10X dan 40X
7. Sampel pasien yang berisi candida, clue cells dan trichomonas (bila
memungkinkan)
2. Peserta
- Masing masing peserta membawa mikroskop
Penugasan :
Langkah 1 : 10 menit
- Tampilkan slide presentasi tentang cara pemeriksaan sediaan basah dan
gambaran hasil pemeriksaan sediaan basah dan cara interpretasinya
Langkah 2 : 5 menit
- Fasilitator melakukan demostrasi cara pemeriksaan sediaan basah
- Fasilitator memperlihatkan hasil sediaan basah berupa clue cells, kandida dan
trichomonas (bila ada)
Langkah 3 : 20 menit
- Masing masing peserta melakukan pemeriksaan sediaan basah
- Peserta mencatat hasil pemeriksaan dilembar penugasan.
- Setiap kali mendapatkan hasil, peserta harus menginformasikan ke fasilitator
untuk diverifikasi hasil pembacaannya.
LEMBAR PENUGASAN 1
SEDIAAN BASAH
Nama Peserta :
Petugas PKM :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
PETUNJUK LATIHAN
PRAKTEK
MEWARNAI SEDIAAN KERING & MEMBACA HASIL PEMERIKSAAN
Tujuan :
Peserta mampu melakukan pemeriksaan sediaan kering dan membaca hasil
pemeriksaan
Persiapan :
1. Fasilitator
- Siapkan alat dan bahan untuk pemeriksaan sediaan kering
(Gram/Metilen Blue) terdiri dari :
1. Rak pewarnaan
2. Lampu spirtus
3. Pipet pasteur
4. Kertas tissue halus
5. Korek Api
6. Botol Semprot
7. Metilen Blue 0.3 1 %/ Reagen Gram
8. Minyak emersi
9. Spirtus
10. Korentang
11. Mikroskop pembesaran 10X, 40X dan 100X
12. Slide Gram/Metilen Blue dengan hasil positif dan negatif.
2. Peserta
- Masing masing peserta membawa mikroskop
Penugasan :
Langkah 1 : 10 menit
- Tampilkan slide presentasi tentang cara pemeriksaan sediaan kering dan
gambaran hasil pemeriksaan sediaan kering (Gram/Metilen Blue) dan cara
interpretasinya
Langkah 2 : 10 menit
- Fasilitator melakukan demostrasi cara pemeriksaan sediaan kering.
- Fasilitator memperlihatkan hasil sediaan kering berupa PMN, Diplococcus hasil
yang negatif dan positif.
Langkah 3 : 60 menit
- Masing masing peserta melakukan pemeriksaan sediaan kering
- Masing masing peserta akan diberikan 20 slide sediaan kering.
- Peserta akan melakukan pembacaan sediaan kering.
- Peserta mencatat hasil pemeriksaan dilembar penugasan.
- Setiap kali mendapatkan hasil, peserta harus menginformasikan ke fasilitator
untuk diverifikasi hasil pembacaannya.
Langkah 4 : 10 menit
- Fasilitator akan mereview ulang semua hasil peserta dan mendiskusikan hasil
pemeriksaannya.
LEMBAR PENUGASAN 2
SEDIAAN KERING
Nama Peserta :
Petugas PKM :
No ID PMN Diplococcus
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
III. REFERENSI
MATERI INTI 4
KEWASPADAAN UNIVERSAL dan PPP (PROFILAKSIS PASKA PAJANAN)
I. POKOK BAHASAN
Pokok Bahasan 1.
PRINSIP KEWASPADAAN UNIVERSAL
a. Keselamatan Laboratorium
1) Keamanan laboratorium adalah bagian dari upaya keselamatan laboratorium
yang bertujuan melindungi pekerja laboratorium dan orang disekitarnya dari
risiko terkena gangguan kesehatan yang ditimbulkan laboratorium.
2) Bahan infeksius adalah bahan yang mengandung mikroorganisme yang hidup
seperti bakteri, virus, ricketsia, parasit, jamur atau suatu rekombinan, hibrid atau
mutan yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia dan hewan.
3) Spesimen adalah setiap bahan yang berasal dari manusia dan hewan seperti
eksreta, sekreta, darah dan komponennya, jaringan dan cairan jaringan dan
bahan yang berasal bukan dari manusia yang dikirim untuk tujuan pemeriksaan.
4) Limbah laboratorium adalah bahan bekas pakai dalam pekerjaan laboratorium
yang dapat berupa limbah cair, padat dan gas.
3) Masker, pelindung mata atau pelindung muka harus dipakai bila terdapat risiko
percikan atau tumpahan bahan infeksius untuk melindungi membran mukosa
mulut, hidung dan mata dari percikan darah, cairan tubuh, maupun benda lain.
4) Hindari terbentuknya aerosol, percikan atau tumpahan.
5) Cuci tangan sebelum memakai sarung tangan, setelah melepas sarung tangan,
setelah bekerja, sebelum meninggalkan laboratorium atau bila perlu.
6) Satu pasang sarung tangan hanya dipakai untuk satu penderita.
7) Jarum suntik dan benda tajam lainnya diletakkan dalam wadah tahan tusuk
(puncture-proof). Jangan menutup, membengkokkan atau mematahkan jarum
dengan tangan.
8) Spesimen dikirim ke laboratorium dalam wadah yang kuat (enamel trays, racks).
Spesimen rujukan harus diberi label yang jelas, dibungkus dua lapis atau
ditempatkan dalam wadah kedua yang tahan bocor dan tahan tusukan.
9) Permukaan meja harus didekontaminasi dengan disinfektan kimiawi setelah
adanya tumpahan, sebelum dan setelah selesai bekerja atau bila diperlukan.
Desinfektan yang digunakan adalah hipoclorit 0,5%.
10) Gunakan alat untuk memipet secara mekanis, jangan memipet dengan mulut.
11) Jangan makan. minum, merokok, berdandan maupun menyimpan makanan dan
barang pribadi di ruang kerja laboratorium. Rambut panjang harus diikat dan
ditutupi.
12) Dilarang menggunakan sepatu sandal. Sepatu yang dikenakan harus menutupi
seluruh kaki.
13) Dilarang bekerja di laboratorium bila menderita luka terbuka dikulit. Luka harus
diobati sampai sembuh sebelum diperkenankan bekerja dilaboratorium. Luka
serut ringan harus ditutupi dengan plester kedap air.
3) SISTEM VENTILASI:
a. Ventilasi laboratorium harus cukup.
b. Jendela laboratorium yang dapat dibuka harus dilengkapi kawat nyamuk/lalat.
c. Udara didalam laboratorium dibuat mengalir searah.
Label Biohazard :
3) Pengelolaan spesimen
a) Penerimaan spesimen di laboratorium:
(1) Laboratorium mempunyai loket khusus penerimaan spesimen.
(2) Spesimen harus ditempatkan dalam wadah yang tertutup rapat unruk
mencegah tumpahnya/bocornya spesimen.
(3) Wadah harus didesinfeksi atau diautoklaf sebelum dibuang.
(4) Wadah diberi label identitas pasien
(5) Wadah diletakkan pada baki khusus yang terbuat dari logam atau plastik
yang dapat didesinfeksi atau diautoklaf ulang.
(6) Baki harus didisinfeksi/di autoklaf secara teratur setiap hari.
(7) Jika mungkin, letakkan wadah diatas baki dalam posisi berdiri.
PENUTUPAN JARUM/SEMPRIT:
Penutupan jarum dengan tangan sebaiknya dihindari, bila terpaksa gunakan tehnik satu
tangan:
a. Letakkan tutup jarum pada permukaan datar dan keras.
b. Dengan satu tangan pegang semprit dan masukkan jarum ketutupnya.
c. Setelah tutup melingkupi jarum, dengan tangan lainnya keraskan ulir tutup pada
semprit.
Tabel 1. Peralatan keamanan, bahaya yang dicegah dan keamanan yang diperoleh
Pelindung mata :
melindungi mata dan
bagian mata
Peralatan
Bahaya Cara Mengatasi
Laboratorium
Jarum Semprit Tusukan, aerosol, Gunakan jarum semprit dengan sistim pengunci
tumpahan untuk mencegah terlepasnya jarum dari semprit,
jika mungkin gunakan alat suntuik sekali pakai.
Sedot bahan pemeriksa dengan hati-hati untuk
mengurangi gelembung udara.
Lingkari jarum dengan kapas disinfektan saat
menarikjarum dan botol spesimen. Jika mungkin,
lakukan dalam biosafety cabinet. Semprit harus
sterilkan dengan otoklaf sebelum dibuang, jarum
sebaiknya dibakar dengan insinerator.
Sentrifus alat pemusing Aerosol, percikan, Jika diduga ada tabung pecah saat sentrifugasi,
tabung pecah matikan mesin dan jangan dibuka selama 30
menit. Jika tabung pecah selama mesin
berhenti, sentrifus harus ditutup kembali dan
biarkan selama 30 menit. Laporkan kejadian ini
kepada petugas keamanan kerja. Gunakan
sarung tangan karet tebal dan forsep untuk
mengambil pecahan kaca. Tabung yang pecah,
pecahan gelas dan selongsong serta rotor harus
didisinfeksi. Tabung tidak pecah didisinfeksi
serta terpisah. Ruang dalam sentrifus (Chamber)
didesinfeksi, dibiarkan satu malam. Bilas dengan
air dan keringkan.
Alat homogenisitas dan Aerosol, kebocoran Gunakan alat homogenesasi yang terbuat dari
alat pengaduk (stirrer) teflon. Tabung dan tutup alat harus dalam
keadaan baik. Saat bekerja, tutup alat dengan
plastik. Sebaiknya pekerjaan dilakukan dalam
biosafety cabinet.
Alat pemecah jaringan Aerosol, kebocoran Operator harus memakai sarung tangan dan alat
(grinder) dipegang dengan bahan absorben yang lunak.
Alat pengguncang Aerosol, percikan Gunakan tabung yang tertutup rapat, dilengkapi
(shaker) dengan filter pada mulut tabung.
Alat hofilisasi Aerosol, kontak Gunakan filter untuk udara antara pompa dan
langsung, daerah hampa udara. Gunakan konektor
kontaminasi berbentuk cincin O untuk menutup seluruh unit.
Lengkap dengan penyaring kelembaban yang
terbuat dari logam. Periksa semua saluran
hampa udarayang terbuat dari gelas, terhadap
adanya kerusakan. Gunakan hanya alat gelas
yang dirancang untuk alat ini. Pakai disinfektan
yang baik seperti disinfektan kimia.
Karena petugas kesehatan tidak selalu dapat mengetahui apakah pasien dalam
keadaan infeksius atau tidak , maka Kewaspadaan Standar perlu diterapkan terhadap
semua pasien yang datang ke tempat pelayanan kesehatan tanpa memandang status
infeksinya.
Mencuci Tangan untuk mencegah penularan dari orang ke orang, atau dari
bahan terkontaminasi ke orang
Memakai Alat perlindungan Perorangan (APP)
o Memakai Sarung Tangan sebelum menyentuh:
segala sesuatu yang basah seperti kulit luka, selaput lendir, darah
dan cairan tubuh lain, atau
instrumen yang kotor, bahan sampah terkontaminasi, atau
sebelum melakukan prosedur invasif
o Menggunakan Masker dan respirator / N95 (hanya bila diperlukan)
o Memakai APP lain (kacamata pelindung, gaun, apron) bila mungkin terjadi
cipratan cairan tubuh (sekresi dan ekskresi)
Memakai prosedur yang direkomendasikan untuk memproses instrumen, sarung
tangan dan item lain paska pakai dengan melakukan dekontaminasi, mencuci
bersih, sebelum sterilisasi atau DTT (desinfeksi tingkat tinggi).
1. Sarung tangan
Sarung tangan melindungi tangan dari bahan-bahan terinfeksi dan melindungi pasien
dari mikroorganisma yang berasal dari tangan petugas. Alat ini adalah satu-satunya
pembatas fisik yang lebih penting selain cuci tangan untuk mencegah penyebaran
infeksi.
Tergantung pada situasi yang dihadapi, sarung tangan rumah tangga perlu dikenakan
oleh semua petugas bila :
Ada kemungkinan kontak tangan dengan darah / cairan tubuh, selaput lendir,
kulit yang terbuka
Melakukan prosedur medis invasif (memasang selang infus)
Menangani bahan sampah terkontaminasi atau menyentuh permukaan
terkontaminasi.
Dekontaminasi dan mencuci merupakan dua langkah pencegahan infeksi yang sangat
efektif untuk mengurangi risiko terkena infeksi bagi petugas kesehatan, termasuk
petugas kebersihan dan rumah tangga bila mereka menangani alat medis, sarung
tangan dan lain-lain. Sterilisasi atau DTT (desinfeksi tingkat tinggi) dilakukan setelah
deontaminasi dan pencucian selesai dilakukan.
Campurkan 1 bagian larutan pekat dengan jumlah bagian air sesuai formula
5%
LANGKAH 1: Jumlah bagian air dibutuhkan = ------ - 1 = 10 1 = 9 bagian
0.5 %
Note: cairan pemutih yang beredar (Bayclean, Sunclean dll) pada umumnya
mempunyai kadar klorin 5.25%. Untuk kepastian harap di cek kembali.
Menggunakan plastik atau wadah besi dengan dengan tutup yang dapat
dipasang dengan rapat
Pisahkan sampah terkontaminasi dan tak terkontaminasi. Beri tanda pada wadah
untuk sampah terkontaminasi.
Taruh tempat sampah di tempat yang memerlukan dan nyaman bagi pemakai
Perlengkapan yang digunakan untuk menampung dan membawa sampah tidak
boleh digunakan untuk keperluan lain
Cuci semua wadah/tempat sampah dengan larutan disinfektan (klorin 0.5%) dan
bilas dengan air secara teratur. Petugas pembersih harus memakai Barier
Protektif (pelindung wajah, apron, sarung tangan rumah tangga dan sepatu
boot).
Petugas kebersihan harus memakai Barier Protektif ketika membuang sampah,
kemudian setelah selesai dan melepaskan sarung tangan, cuci tangan atau
gunakan antiseptik tangan berbahan dasar alcohol .
Sanitasi Lingkungan
Urusan kebersihan di rumah sakit dan klinik, meliputi lantai, dinding, beberapa
perlengkapan tertentu, meja dan permukaan lain. Tujuan dari kegiatan kebersihan
adalah untuk:
Mengurangi jumlah mikroorganisme yang mungkin tertinggal di pasien,
penjenguk, petugas, dan masyarakat
Menciptakan suasana yang bersih dan menyenangkan bagi pasien dan petugas
Pembersihan
Petugas yang ditunjuk harus memakai sarana pelindung (sarung tangan rumah
tangga/utility dan sepatu boot)
Ambil wadah/ember dekontaminasi yang tertutup kemudian ganti dengan
wadah/ember berisi larutan klorin 0.5% baru
Ambil tempat untuk sampah terkontaminasi dan ganti dengan tempat sampah
bersih.
Rendam kain lap ke dalam larutan disinfektan dan gunakan untuk membersihkan
semua permukaan termasuk tempat penerimaan, meja, wastafek, lampu, dll.
Bersihkan dari atas ke bawah, sehingga debu yang jatuh ke lantai dibersihkan
paling akhir.
Permukaan ventilasi AC harus dibersihkan dengan kain basah, sabun dan air.
Penyaring udara harus diperiksa dan dibersihkan setiap bulan.
Lantai harus dibersihkan dengan kain / alat pel menggunakan larutan pembersih
0.5%
Untuk setiap noda tetesan atau ekskresi cairan tubuh, bersihkan dengan larutan
klorin 0.5%
Limbah Cair
Limbah cair yang dihasilkan dari sebuah Layanan kesehatanumumnya banyak
mengandung bakteri, virus, senyawa kimia, dan obat-obatan yang dapat
membahayakan bagi kesehatan masyarakat sekitar Layanan kesehatantersebut.
Dari sekian banyak sumber limbah di Layanan kesehatan, limbah dari laboratorium
paling perlu diwaspadai. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses uji
laboratorium tidak bisa diurai hanya dengan aerasi atau activated sludge. Bahan-
bahan itu mengandung logam berat dan infeksius, sehingga harus disterilisasi atau
dinormalkan sebelum "dilempar" menjadi limbah tak berbahaya. Untuk foto rontgen
misalnya, ada cairan tertentu yang mengandung radioaktif yang cukup berbahaya.
Setelah bahan ini digunakan. limbahnya dibuang.
Pokok Bahasan 2.
TEHNIK MENCUCI TANGAN
Penggunaan Sarung Tangan tidak menggantikan kewajiban untuk cuci tangan sebelum
dan sesudah bekerja.
Melalui
Melalui kulit
kulit
Tusukan
Tusukan benda
benda Tindakan
Tindakan Cairan
Cairan &&
tajam
tajam bedah
bedah ssp
ssp && kanula
kanula
mata
mata intravena
intravena
Orang
Orang Aerosol
Aerosol Debu
Debu
cairan
cairan
Bedding
Bedding Nebuliser
Nebuliser Tanah
Tanah
Serpihan Humidifier
Serpihan kulit
kulit Humidifier Penyapuan
Penyapuan
Droplet AC
ACsentral
Droplet nuclei
nuclei sentral Penghancuran
Penghancuran&&
Shower/sprinkler renovasi
renovasigedung
gedung
Pembalut Shower/sprinkler
Pembalut luka
luka Ekskreta
Alat
Alatpembersihan
pembersihan Ekskretakering
kering
basah
basah
S. Cl.
Cl . perfringens
S.aureus
aureus Cl. perfringens
M. Cl.
Cl . tetani
M.tuberculosis
tuberculosis Legionella
Legionella sp
sp
Cl. tetani
Cl.
Cl . difficile
Cl. difficile
Virus
Virussal.
sal . nafas Batang
sal. nafas BatangGram
Gram(-
-)
((-)
Aspergillus
Aspergillus
Kontak
Kontak
Orang
Orang Makanan
Makanan Cairan
Cairan Alat
Alat Droplet
Droplet
besar
besar
Kulit Tangan
Tangan Deterjen Endosko
Kulit Deterjen Endosko
Alat pp
Tangan
Tangan Alat Disinfekta
Disinfekta Orang
Orang
Makanan nn Bedpan
Bedpan/ /
Pakaian
Pakaian Makanan Saluran
tdk urinal
urinal Saluran
tdk Cairan
Cairan nafas
dimasak nafas
dimasak irigasi
irigasi Alat
Alat
S.
S.aureus
aureus bantu
bantu
Staf.. Koag Cl.
Cl . Bakteri nafas
nafas
Staf
Staf. Koag(-(-)
) Cl. Bakteri Virus
Virus
perfringens
perfringens batang
batang
Bt. Gram (-
(-) Alat
Alat lain
lain Bt.
Bt. Gram (-)
Salmonella
Gram
Gram(-
(-(-)
) S. aureus Bt.Gram
Gram
Salmonellasp
sp S. aureus (-(-)
)
S. Bt.
Bt.Gram
Gram(-(-(-)
)
S.aureus
aureus
Virus
Virus
Mencuci tangan dengan air dan sabun akan banyak mengurangi jumlah
mikroorganisma dari kulit dan tangan.
atau sesudah:
Terjadi kontaminasi pada tangan seperti
o Memegang instrumen dan item lain yang kotor
o Menyentuh selaput lendir, darah atau cairan tubuh lain (sekresi dan
ekskresi)
o Terjadi kontak lama dan intensif dengan pasien
Setelah melepas sarung tangan
Pada daerah triase / penapisan di fasilitas pelayanan, perlu disediakan paling tidak:
Sabun (batang atau cair, yang antiseptik atau bukan)
Wadah sabun yang berlubang supaya air bisa terbuang keluar
Air mengalir (pipa, atau ember dengan keran) dan wastafel
Handuk/lap sekali pakai (kertas, atau kain yang dicuci setelah sekali pakai)
Pemilihan antiseptik
1. Harus diterima oleh semua pemakai ( tidak menyebabkan kulit kering ,
reaksi alergi atau efek samping lain yang berbahaya )
2. Bersih , sebaiknya berbentuk cair , dalam wadah tertutup
3. Bersifat non- selektif ( dapat untuk bakteri Gram negatif dan Gram positif
)
4. Pada tempat tertentu , seperti kamar bedah , harus steril
Pokok Bahasan 3.
PROFILAKSIS PASCA PAJANAN
Pendahuluan
Petugas kesehatan dalam melaksanakan pekerjaannya banyak menggunakan berbagai
benda tajam ataupun benda yang terbuat dari bahan kaca, misalnya jarum, pisau
bedah, lanset, pipet, kaca objek, kaca tutup, cawan petri, tabung reaksi dan lain
sebagainya. Setiap penggunaan benda tajam tersebut menimbulkan kemungkinan
terjadinya luka akibat tertusuk.
Luka akibat tusukan benda tajam yang terkontaminasi dihubungkan dengan terjadinya
transmisi patogen melalui darah (bloodborne pathogen). Lebih dari 20 jenis patogen
dapat ditransmisikan, di antaranya yang tersering adalah Human Immunodeficiency
Virus (HIV), virus hepatitis B (HBV) dan virus hepatitis C (HCV).
Pada umumnya tusukan jarum terjadi pada saat pengumpulan dan pembuangan jarum
yang telah digunakan untuk prosedur, pemberian obat suntikan, pengambilan darah,
penutupan jarum (needle recapping) dan pembuangan sampah.
Jarum yang berlumen (hollow bore needle), misalnya jarum untuk memberikan obat
suntikan atau mengambil darah sering dihubungkan dengan peningkatan risiko
transmisi bloodborne pathogen. Hal ini disebabkan setelah jarum digunakan, jumlah
darah yang tersisa pada bagian dalam lumen hollow bore needle relatif lebih banyak
dibandingkan jumlah darah yang tersisa pada bagian luar jarum yang padat (solid core
needle), misalnya jarum jahit sehingga hollow bore needle dianggap mengandung virus
yang lebih banyak.
Pencegahan
Pencegahan kecelakaan kerja akibat tusukan jarum atau benda tajam harus
diperhatikan mulai dari penggunaan, pembersihan dan pembuangannya. Ada beberapa
hal yang harus diwaspadai saat menangani jarum dan benda tajam, misalnya jangan
Setelah vaksinasi serial lengkap diberikan, kadar anti-HBs diperiksa kembali. Mereka
yang tidak berespon pada pemberian vaksinasi serial pertama memiliki kesempatan
30% sampai 50% untuk berespon setelah diberikan vaksinasi serial ulangan. Bila
setelah pemberian vaksinasi ulangan tetap tidak berespon dan HBsAg negatif maka
petugas kesehatan perlu diberikan konseling dan imunoglobulin hepatitis B (HBIG)
dengan dosis 0,06 mL/kg berat badan secara intramuskular untuk mencegah infeksi.
Bila pada evaluasi didapatkan HBsAg positif maka petugas kesehatan diberikan
konseling dan pengobatan.
Penanganan
Penanganan paparan kerja meliputi penanganan luka, pemberian postexposure
prophylaxis (PEP) dan konseling. Postexposure prophylaxis sudah tersedia untuk
infeksi HBV dan HIV, sedangkan untuk HCV belum tersedia. Walaupun PEP sudah
tersedia, pencegahan tusukan oleh benda tajam tetap merupakan pendekatan terbaik
untuk mencegah penularan penyakit akibat bloodborne pathogen.
Petugas kesehatan yang terpapar harus melaporkan kejadian secepat mungkin karena
pemberian HBIG, vaksinasi hepatitis B dan pemberian PEP HIV paling efektif jika
Luka dan permukaan kulit yang terpapar dengan darah atau cairan tubuh harus segera
dicuci dengan sabun dan air. Membran mukosa harus diirigasi dengan air. Penggunaan
antiseptik tidak terbukti mengurangi risiko transmisi HIV, namun penggunaannya bukan
kontraindikasi. Penggunaan bahan yang kaustik, menyuntikkan antiseptik atau
desinfektan ke dalam luka tidak diperbolehkan.
Sumber paparan harus dievaluasi. Jika sumber paparan diketahui maka sumber
diperiksa HBsAg, anti-HCV dan anti-HIV. Pemeriksaan dasar ataupun lanjutan untuk
orang yang terpapar tidak diperlukan bila sumber paparan tidak terinfeksi bloodborne
pathogen. Pada kondisi status infeksi tidak diketahui, misalnya sumber menolak untuk
diperiksa maka diagnosis medis, keluhan klinis dan adanya riwayat perilaku yang
berisiko dapat dijadikan pertimbangan untuk menentukan perlu tidaknya pemberian
PEP. Bila sumber paparan tidak diketahui maka harus dievaluasi ada tidaknya
kecenderungan terjadinya paparan dengan sumber yang berisiko tinggi, misalnya
dengan memperhatikan lingkungan tempat terjadinya paparan.
Jika petugas kesehatan terpapar dengan sumber paparan yang menderita HIV atau
cenderung menderita HIV maka direkomendasikan untuk mendapatkan PEP. Ada 3
kelas obat antiretroviral HIV yang tersedia untuk PEP, yaitu nucleoside reverse
transcriptase inhibitor (NRTI), non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI)
dan protease inhibitor (PI). Semua obat antiretroviral tersebut mempunyai efek samping
yang toksik (tabel 1).
Lamivudin (Epivir TM, 3TC) Nyeri abdomen, mual, diare, rash dan
pankreatitis
Stavudine (ZeritTM, d4T) Neuropati perifer, sakit kepala, diare, mual,
insomnia, tidak nafsu makan, pankreatitis,
peningkatan tes fungsi hati, anemia dan
netropenia
Didanosine (VidexTM, ddI) Pankreatitis, asidosis laktat, neuropati, diare,
nyeri abdomen dan mual
Abacavir (ZiagenTM, ABC) Mual, diare, tidak nafsu makan, nyeri abdomen,
cepat lelah, sakit kepala, insomnia dan reaksi
hipersensitivitas
NNRTI
Nevirapine (ViramuneTM, Rash (termasuk kasus sindrom Steven Johnson),
NVP) demam, mual, sakit kepala, hepatitis dan
peningkatan tes fungsi hati
Delavirdine (RescriptorTM, Rash (termasuk kasus sindrom Steven Johnson),
DLV) mual, diare, sakit kepala, cepat lelah, dan
peningkatan tes fungsi hati
Efavirenz (SustivaTM, EFV) Rash (termasuk kasus sindrom Steven Johnson),
insomnia, somnolen, pusing, sulit berkonsentrasi
dan mimpi aneh
PI
Indinavir (CrixivanTM, IDV) Mual, nyeri abdomen, nefrolitiasis dan
hiperbilirubinemia
Nelvinavir (ViraceptTM, NVF) Diare, mual, nyeri abdomen, lemah dan rash
Ritonavir (NorvirTM, RTV) Lemah, diare, mual, parestesi sekitar mulut,
perubahan rasa makanan, peningkatan kadar
kolesterol dan trigliserida
Saquinavir (FortovaseTM, Diare, nyeri abdomen, mual, hiperglikemia, dan
SQV) peningkatan tes fungsi hati
Amprenavir (AgeneraseTM, Mual, diare, rash, parestesi sekitar mulut,
AMP) perubahan rasa makanan dan depresi
Lopinavir/ Ritonavir Diare, cepat lelah, sakit kepala, mual,
(KaletraTM) peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida
Dikutip dari Beltrami EM
Paparan terhadap HIV akibat pekerjaan umumnya tidak menimbulkan transmisi HIV
sehingga pemberian PEP dan efek samping yang ditimbulkannya harus
dipertimbangkan dengan baik. Efek samping dapat diatasi dengan memberikan obat
simtomatik seperti antimotilitas dan antiemetik tanpa mengubah regimen serta dapat
pula dilakukan modifikasi interval pemberian dan dosis obat.
Efek toksik akibat pemberian PEP perlu dimonitoring dengan cara melakukan
pemeriksaan laboratorium yang meliputi pemeriksaan hitung sel darah lengkap, tes
fungsi hati dan ginjal pada saat baseline dan 2 minggu setelah pengobatan. Jenis
pemeriksaan laboratorium dapat disesuaikan dengan kondisi medis orang yang
terpapar dan efek samping regimen PEP.
Regimen PEP untuk HIV ada 2 macam, yaitu regimen dasar dan regimen lanjutan
(tabel 2). Regimen dasar terdiri dari 2 obat dan sebaiknya diberikan untuk setiap
paparan dengan bahan dari sumber yang menderita HIV atau cenderung menderita
HIV. Regimen lanjutan terdiri dari 3 obat dan sebaiknya diberikan untuk paparan
dengan risiko transmisi tinggi.
ddI + d4T ddI: 400 mg/ hari sebelum makan, dikunyah (jika berat
badan < 60 kg diberikan 2x125 mg/ hari)
d4T: 2x40 mg/ hari (jika berat badan < 60 kg diberikan
2x30 mg/ hari)
Center for Disease Control and Prevention merekomendasikan pemberian PEP akibat
paparan HIV yang terjadi akibat percutaneous injury maupun akibat paparan pada
membran mukosa dan kulit yang tidak intak. Paparan percutaneous injury dibagi
menjadi paparan ringan dan berat. Paparan ringan misalnya terjadi akibat tusukan
jarum yang solid atau luka superfisial. Paparan berat misalnya terjadi akibat tusukan
hollow bore needle yang besar, tusukan dalam, tusukan dengan peralatan yang tampak
mengandung darah dan tusukan dengan alat yang dipasang dalam arteri atau vena
pasien.
Status infeksi sumber paparan turut menentukan pemberian PEP. Status sumber infeksi
dibedakan menjadi HIV positif kelas 1, HIV positif kelas 2, status HIV tidak diketahui,
sumber tidak diketahui dan HIV negatif. Sumber yang terinfeksi HIV dengan gejala
asimtomatik atau viral load rendah, yaitu <1.500 kopi ribonucleic acid (RNA)/ mL
dikelompokkan dalam status infeksi HIV positif kelas 1. Sumber yang terinfeksi HIV
dengan simtomatik, berada pada stadium Acquired Immunodeficiency Virus (AIDS),
mengalami serokonversi akut atau viral load tinggi dikelompokkan dalam status infeksi
HIV positif kelas 2. Sumber infeksi dengan status tidak diketahui misalnya bila sumber
meninggal atau tidak tersedia bahan untuk pemeriksaan HIV. Sumber tidak diketahui
misalnya bila tertusuk jarum yang berada di wadah pembuangan.
Pada paparan percutaneous injury dengan bahan yang berasal dari sumber dengan
status infeksi HIV positif kelas 1 dan jenis paparan ringan, dianjurkan pemberian PEP
dasar. Pemberian PEP lanjutan dianjurkan bila terpapar bahan yang berasal dari
sumber dengan status infeksi HIV positif kelas 1 dan jenis paparannya berat serta bila
terpapar oleh bahan yang berasal dari sumber dengan status infeksi HIV positif kelas 2.
Bila status HIV tidak diketahui maka pemberian PEP umumnya tidak diperlukan akan
tetapi dapat pula dipertimbangkan pemberian PEP (consider PEP) dasar bila sumber
memiliki faktor risiko terinfeksi HIV. Pertimbangan pemberian PEP diputuskan bersama
oleh orang yang terpapar dan dokternya. Bila sumber paparan tidak diketahui maka
pemberian PEP umumnya tidak diperlukan akan tetapi dapat dipertimbangkan
pemberian PEP dasar bila paparan dianggap terjadi pada lingkungan yang berisiko. Bila
bahan berasal dari sumber dengan status HIV negatif maka PEP tidak perlu diberikan
(tabel 3).
Keterangan:
HIV positif kelas 1: infeksi HIV asimtomatik atau diketahui viral load rendah
(<1.500 kopi RNA/mL)
HIV positif kelas 2: infeksi HIV simtomatik, AIDS, serokonversi akut atau
diketahui viral load tinggi.
Sumber dengan status HIV tidak diketahui, misalnya sumber meninggal atau
tidak tersedia bahan untuk pemeriksaan HIV
Sumber tidak diketahui, misalnya tertusuk jarum yang berada di wadah
pembuangan benda tajam.
Pemberian PEP yang dipertimbangkan (consider PEP) menunjukkan
pemberian PEP dapat dipilih boleh atau tidak berdasarkan keputusan
individual antara orang yang terpapar dengan dokternya
Pada consider PEP, jika PEP diberikan dan ternyata hasil pemeriksaan
sumber paparan dinyatakan HIV negatif maka PEP tidak diberikan lagi
Paparan ringan, misalnya jarum yang solid dan luka superfisial
Paparan berat, misalnya hollow bore needle besar, tusukan yang dalam,
peralatan yang tampak mengandung darah atau jarum yang digunakan
dalam arteri atau vena pasien
Paparan pada membran mukosa atau kulit yang tidak intak dibedakan berdasarkan
volume paparan. Volume kecil misalnya bila terpapar dengan beberapa tetes darah.
Volume banyak misalnya bila terpapar dengan percikan darah dalam jumlah yang
banyak. Bila terpapar bahan yang berasal dari sumber dengan status infeksi HIV positif
kelas 1 dalam volume kecil maka dapat dipertimbangkan pemberian PEP dasar.
Pemberian PEP dasar dianjurkan bila terpapar bahan yang berasal dari sumber dengan
status infeksi HIV positif kelas 2 dalam volume kecil dan bahan yang berasal dari
sumber dengan status infeksi HIV positif kelas 1 dalam volume banyak. PEP lanjutan
dianjurkan bila terpapar bahan yang berasal dari sumber dengan status infeksi HIV
positif kelas 2 dalam volume banyak. Bila status infeksi sumber paparan tidak diketahui,
sumber paparan tidak diketahui dan status infeksi HIV negatif maka rekomendasi
pemberian PEP diberikan sama seperti pada kejadian paparan akibat percutaneous
injury (tabel 4).
Tabel 4: Rekomendasi pemberian PEP HIV akibat paparan pada membran mukosa
dan kulit yang tidak intak
Jenis Status infeksi sumber paparan
Keterangan:
Untuk paparan pada kulit, tindak lanjut hanya dilakukan bila kulit tidak intak
(misalnya dermatitis, lecet atau luka terbuka)
HIV positif kelas 1: infeksi HIV asimtomatik atau diketahui viral load rendah
(<1.500 kopi RNA/mL)
HIV positif kelas 2: infeksi HIV simtomatik, AIDS, serokonversi akut atau
diketahui viral load tinggi.
Sumber dengan status HIV tidak diketahui, misalnya sumber meninggal atau
tidak tersedia bahan untuk pemeriksaan HIV
Sumber tidak diketahui, misalnya tertusuk jarum yang berada di wadah
pembuangan benda tajam.
Pemberian PEP yang dipertimbangkan (consider PEP) menunjukkan
pemberian PEP dapat dipilih boleh atau tidak berdasarkan keputusan
individual antara orang yang terpapar dengan dokternya
Pada consider PEP, jika PEP sudah diberikan dan ternyata hasil pemeriksaan
sumber paparan dinyatakan HIV negatif maka PEP tidak diberikan lagi
Volume kecil, misalnya beberapa tetes
Volume banyak, misalnya percikan darah yang banyak
Interval waktu yang dianjurkan untuk mendapat hasil PEP yang optimal untuk manusia
belum diketahui. Studi terhadap hewan menunjukkan PEP penting diberikan
secepatnya setelah paparan dan hasilnya kurang efektif jika mulai diberikan 24 sampai
36 jam setelah paparan. Pada manusia PEP tetap diberikan walaupun paparan sudah
terjadi lebih dari 36 jam meskipun risiko transmisi meningkat. Jika tidak mengetahui
regimen obat antiretroviral mana yang harus digunakan, apakah yang dasar atau
lanjutan maka sebaiknya dimulai dengan regimen dasar agar tidak menunda waktu
dimulainya pemberian PEP. Lamanya waktu pemberian PEP yang optimal tidak
diketahui. Dari suatu studi didapatkan pemberian ZDV selama 4 minggu dapat memberi
perlindungan sehingga PEP sebaiknya diberikan selama 4 minggu jika dapat
ditoleransi.
Walaupun risiko terjadinya serokonversi setelah tusukan jarum relatif jarang terjadi,
petugas kesehatan yang terpapar dapat mengalami gangguan fisik akibat efek samping
pengobatan antiretroviral dan trauma emosional yang berat selama menunggu hasil
pemeriksaan. Petugas kesehatan yang terpapar HIV diberikan konseling untuk
mengatasi pengaruh emosional dan diberikan edukasi mengenai pengobatan yang
akan diberikan. Mereka diminta untuk mencegah terjadinya transmisi sekunder
terutama selama 6 sampai 12 minggu pertama setelah terpapar. Hal ini disebabkan
untuk pembentukan anti-HIV diperlukan waktu yaitu sekitar 6 sampai 12 minggu setelah
terpapar.
Petugas kesehatan yang telah divaksinasi dan berespon serta mereka yang
sebelumnya diketahui terinfeksi HBV dan kebal terhadap reinfeksi tidak memerlukan
profilaksis. Bila petugas kesehatan yang terpapar sedang dalam proses vaksinasi tetapi
belum lengkap, maka vaksinasi harus dilengkapi sesuai jadual dan HBIG dapat
diitambahkan jika ada indikasi.
Bila petugas kesehatan yang tidak berespon terhadap vaksinasi hepatitis B terpapar
bahan dengan HBsAg positif maka diberikan HBIG dosis tunggal dan dimulai kembali
pemberian vaksinasi serial hepatitis B. Alternatif lainnya, diberikan HBIG 2 dosis. Dosis
pertama diberikan sesegera mungkin dan dosis kedua diberikan 1 bulan kemudian.
Pemberian HBIG dan vaksinasi ulangan umumnya diberikan kepada mereka yang tidak
berespon terhadap vaksinasi hepatitis B dan vaksinasi serial hepatitis B kedua belum
lengkap diberikan. Pemberian 2 dosis HBIG lebih ditujukan kepada mereka yang telah
mendapat vaksinasi serial hepatitis B kedua lengkap namun tetap tidak berespon.
Bila petugas kesehatan tidak berespon terhadap vaksinasi terpapar bahan dengan
status HBsAg tidak diketahui atau tidak mungkin diperiksa maka dinilai apakah sumber
berisiko tinggi. Bila sumber berisiko tinggi maka penanganannya sama seperti pada
kejadian paparan bahan dengan HBsAg positif.
Bila petugas kesehatan yang telah divaksinasi akan tetapi respon antibodinya tidak
diketahui terpapar bahan dengan HBsAg positif, HBsAg tidak diketahui atau tidak
mungkin diperiksa maka dianjurkan untuk memeriksa anti-HBs orang yang terpapar
terlebih dahulu. Bila respon antibodi adekuat maka tidak perlu penatalaksanaan lebih
lanjut. Bila respon antibodi tidak adekuat maka diberikan HBIG 1 dosis dan booster
vaksinasi.7
Paparan bahan dengan HBsAg negatif terhadap petugas kesehatan yang sudah
divaksinasi tidak memerlukan penatalaksanaan lebih lanjut (tabel 5).
Sebelumnya
telah
divaksinasi
Diketahui Tidak perlu Tidak perlu Tidak perlu
berespon penatalaksanaan penatalaksanaan penatalaksanaan
Vaksinasi hepatitis B dan HBIG jika diindikasikan harus diberikan segera setelah
paparan, lebih baik dalam waktu 24 jam. Efektivitas HBIG jika diberikan setelah 7 hari
tidak diketahui. Vaksinasi hepatitis B dapat diberikan bersamaan dengan pemberian
HBIG pada tempat yang terpisah.7
Pemantauan dilakukan selama 1 tahun. Jika diagnosis awal infeksi HCV diinginkan
dapat dilakukan pemeriksaan RNA HCV serum atau plasma dalam waktu 1 sampai 2
minggu setelah terpapar.11 Bila sumber paparan atau statusnya tidak diketahui maka
dilakukan pemantauan anti-HCV petugas kesehatan 6 bulan dan 12 bulan kemudian.
Pemberian obat antivirus tidak direkomendasikan untuk PEP setelah terpapar darah
dengan HCV positif. Petunjuk tentang pemberian terapi pada fase akut infeksi hepatitis
C tidak ada akan tetapi sejumlah data yang ada menunjukkan terapi antivirus dapat
menguntungkan jika diberikan pada awal perjalanan penyakit hepatitis C.
Institusi kesehatan seharusnya menetapkan kebijaksanaan dan prosedur yang harus
dilakukan petugas kesehatan bila terpapar darah atau cairan tubuh lainnya dan
menjamin petugas kesehatan mengenal kebijaksanaan dan prosedur tersebut. Alur
penanganan terhadap petugas kesehatan yang terpapar bahan berpotensi infeksius
akibat tusukan benda tajam dapat dilihat secara ringkas pada skema 1, 2, 3, 4 dan 5.
Negatif: Positif:
HBsAg sumber HBsAg sumber positif: berikan Status tidak diketahui:
negatif: petugas tidak kepada petugas HBIG x 1 dan HBV: jika sumber berisiko
perlu penanganan vaksinasi serial hepatitis B tinggi, berikan kepada
Anti-HIV sumber ulangan atau HBIG x 2 petugas HBIG x 1 dan
negatif: petugas tidak Anti-HIV positif: berikan PEP HIV vaksinasi serial hepatitis B
perlu diberi PEP, anti- dasar atau lanjutan kepada ulangan atau HBIG x 2
HIV dipantau minimal petugas dan pemantauan HIV: petugas tidak perlu
selama 6 bulan serologis minimal selama 6 diberi PEP atau consider
Anti-HCV sumber bulan serta konseling PEP dasar bila sumber
negatif: tidak perlu Anti-HCV sumber positif: berisiko
penanganan lanjut pemantauan anti- HCV dan ALT HCV: pemantauan anti-
pada petugas petugas 4 atau 6 bulan HCV petugas 6 dan 12
kemudian selama 1 tahun bulan kemudian
S T A T U S H I V P A S I E N
Pajanan Tidak diketahui Positif Positif Rejimen
Resiko Tinggi
AZT 300 mg
Mukosa atau Pertimbangkan Berikan Berikan /12 jamx28 hari
kulit yg tidak rejiman 2 obat rejimen 2 obat rejimen 2 obat 3TC 150 mg
utuh /12 jamx28 hari
AZT 300 mg
Tusukan Berikan Berikan Berikan /12 jamx28 hari
(benda tajam rejimen 2 obat rejimen 2 obat rejimen 3 obat
solid) 3TC 150 mg
Tusukan /12 jamx28 hari
(benda tajam Berikan Berikan Berikan
berongga) Lop/r 400/100 mg
rejimen 2 obat rejimen 3 obat rejimen 3 obat /12 jamx28 hari
Resiko Monitoring
Faktor yang meningkatkan resiko serokonversi : Profilaksis harus diberikan selama 28 hari
Pajanan darah atau cairan tubuh dalam Dibutuhkan dukungan psikososial
jumlah besar, ditandai dengan : Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk
- Luka yang dalam mengetahui infeksi HIV dan untuk
- Terlihat jelas darah memonitor toksisitas obat
- Prosedur medis yang menggunakan Tes HIV diulang setelah 6 minggu, 3 bulan
jarum dan 6 bulan
Sumber pajanan adalah pasien stadium Nama Nomor yang bisa dihubungi
AIDS
VI. REFERENSI
MATERI INTI 5
PEMERIKSAAN SIFILIS
I. POKOK BAHASAN
Pokok Bahasan 1.
PENGERTIAN SIFILIS
Sifilis yang disebut juga Lues Venerea atau Raja Singa disebabkan oleh bakteri Gram
negatif Treponema pallidum yang ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman pada tahun
1905. Sifilis merupakan penyakit khronis dan sistemik, dapat menyerang seluruh organ
tubuh dan pada masa laten tanpa manifestasi lesi tubuh. Masa tunas biasanya 2 4
minggu dengan gejala klinis pada stadium primer berupa ulkus atau lesi/tukak pada alat
genital yang tidak menimbulkan rasa sakit dan hilang dengan sendirinya walaupun
kuman penyebabnya masih berada dalam tubuh. Penyakit ini dapat ditularkan pada
janin dalam kandungan serta mempunyai masa inkubasi penyakit ini 2mg 3 bln.
Morfologi
Treponema pallidum
Berbentuk spiral teratur, dengan panjang rata-rata 11 um (6 -20 um) dan diameter 0.09
0.18 um. Pada umumnya dijumpai 8 24 lekukan dengan panjang gelombang sekirar
1 um.
Pokok Bahasan 2.
TEHNIK TEHNIK PEMERIKSAAN SIFILIS
2) Treponemal antigen
Menggunakan antigen spesifik (Treponema atau eksraknya)
Tes Imobilisasi :
TPI (Treponema Pallidum Inhibition test), jarang digunakan krn memerlukan
TP (Treponema Pallidum) yang masih hidup & sulit diperoleh
Tes Imunofluoresen:
FTA-Abs (Fluorescein Treponemal Ab Absorption) IgM & IgG
Tes Hemaglutinasi :
Pemeriksaan TPHA (Treponema Pallidum Hema Aglutination) bisa terjadi
positif palsu pada Frambusia (Patek)/Treponema lain
Tes Treponema Pallidum Rapid
Pemeriksaan Treponema Pallidum Rapid yang menggunakan reagensia yang
saat ini beredar di Indonesia yaitu Determine Sifilis, SD Bioline Sifilis,
Advanced Sifilis, banyak digunakan karena waktu pemeriksaan yang cepat
dan mudah dalam interpretasi hasil.
Pokok Bahasan 3.
PENGAMBILAN DAN PENGELOLAAN DARAH VENA
1) Lokasi Pengambilan
Pada umumnya semua vena yang cukup besar dan letaknya superficial dan
digunakan untuk pengambilan darah. Tetapi pada prakteknya yang sering
digunakan adalah vena difossa cubiti. Pada kanak kanak yang kecil atau pada
bayi bila perlu dapat diambil dari vena jugularis externa, vena femoralis bahkan
sinus sagitalis superior.
4) Prosedur Kerja :
a) Siapkan tabung vacuntainer SST dan beri kode sesuai nomor ID.
b) Siapkan jarum dan beri tahu pasien yang akan diambil darah sebelum
membuka jarum bahwa jarum baru dan steril.
c) Pasang jarum pada holder, taruh tutup diatas meja pengambilan darah.
d) Letakan lengan pasien lurus diatas meja dengan telapak tangan menghadap ke
atas.
e) Torniquet dipasang 10 cm diatas lipat siku pada bagian atas dari vena yang
akan diambil (jangan terlalu kencang).
f) Pasien disuruh mengepal dan menekuk tangan beberapa kali untuk mengisi
pembuluh darah.
g) Dengan tangan pasien masih mengepal, ujung telunjuk kiri memeriksa/mencari
lokasi pembuluh darah yang akan ditusuk.
h) Bersihkan lokasi dengan kapas alkohol 70 % dan biarkan sampai kering, kulit
yang telah dibersihkan jangan dipegang lagi.
i) Pegang holder dengan tangan kanan dan ujung telunjuk pada pangkal jarum.
j) Vena ditusuk pelan-pelan dengan sudut 30-45.
k) Bila jarum berhasil masuk vena, tekan tabung sehingga vakumnya bekerja dan
darah terisap kedalam tabung. Bila terlalu dalam, tarik sedikit atau sebaliknya)
l) Bila darah sudah masuk buka kepalan tangan.
m)Isi tabung vacuntainer sampai volume 3 ml.
Setelah cukup darah yang diambil, torniquet dilepas. Keluarkan tabung dan
keluarkan jarum perlahan-lahan.
n) Pasien diminta untuk menekan bekas tusukan dengan kapas alkohol selama 1 -
2 menit.
o) Tutup bekas tusukan dengan plester.
p) Buang bekas jarum kedalam wadah tahan tusukan (Sharp bin Biohazard).
q) Homogenkan darah dengan cara membolak balikan secara perlahan.
Perhatian:
Untuk pengambilan bahan pemeriksaan laboratorium tertentu yang berasal dari manusia
antara lain:
a. Darah vena/darah kapiler
b. Pus vagina
c. Apus Urethra
d. Apus Dubur
e. Urin dengan kateter
Dilakukan di klinik Puskesmas oleh tenaga perawat/bidan
Sumber:
1. UU No.23 Pasal 50 tahun 1992 tentang Kesehatan
2. Departemen Kesehatan RI : Pedoman Kerja Puskesmas Jilid IV, hal S-14, 1991/1992
Vena Puncture
Bila menggunakan Tabung vacutainer
Selalu gunakan tindakan kewaspadaan universal
1. Siapkan peralatan. 2. Tulis identitas klien pada tabung. 3. Pasang tourniquet pada lengan
sekitar t 3-4cm diatas daerah yang
akan ditusuk.
4. Minta klien untuk 5. Setelah meraba jalur vena, bersihkan 6. Pasang jarum ke vacuum tube
mengepalkan jarinya sehingga daerah yang akan ditusuk dengan holder dengan cara memutar
vena terlihat jelas. kapas alcohol melingkar keluar.
BIarkan kering.
7. Pasang tabung ke holder 8. Buka tutup jarum. 9. Gunakan ibu jari anda dan tarik 1 2
sampai tabung mencapai cm dibawah daerah yang akan
jarum. ditusuk. Tahan kulit dengan ibu jari
lanjutkan ke langkah 10.
10. Masukkan jarum dengan 11. Tekan tabung vacuntainer ke jarum. 12. Lepaskan tourniquet.
posisi tusukan keatas dan Darah akan langsung mengalir ke
sudut 30-45, masuk ke vena. tabung.
13. Isi tabung sampai penuh atau 14. Setelah membuka lengan klien, 15. Tahan kasa secara lembut dan tarik
sampai vacuum tidak bekerja tenpatkan kasha kering diatas daerah jarum perlahan lahan.
lagi. yang ditusuk.
16. Tutup dengan band-aid atau lakukan 17. Buang semua yang terkontaminasi
penekanan halus sampai darah berhenti ke dalam wadah limbah yang layak.
Use of trade names and commercial sources is for identification only and
does not imply endorsement by WHO, the Public Health Service, or by the
U.S. Department of Health and Human Services (2005).
PROSEDUR KERJA :
1. Sebelum memutar darah siapkan tabung penyeimbang.
2. Letakkan tabung dengan posisi seimbang.
3. Putar tombol waktu selama 3 menit.
4. Putar kecepatan perlahan lahan sampai 3000 rpm.
5. Hentikan segera bila beban tidak seimbang atau terdengar suara aneh.
6. Jangan membuka tutup sentrifus sebelum sentrifus benar benar berhenti.
7. Ambil tabung bila sentrifus sudah benar benar berhenti.
8. Lihat pemisahan darah dengan serum, bila sudah sempurna sampel darah siap
dilakukan pemeriksaan.
Darah vena dapat disimpan selama 24 jam pada suhu 2-8C sebelum dipisahkan,
namun bila sudah dipisahkan serum/plasma dapat disimpan selama 7 hari pada
suhu 2-8C dan dapat disimpan lebih lama pada suhu -20C.
Pokok Bahasan 4.
PEMERIKSAAN RPR & RPR TITER
RPR
(+) (-)
Anggap Negatip
TPHA
(+) (-)
Metoda : Flokulasi
PERALATAN :
1. Rotator
2. Sentrifus
3. Mikropipet 5 50 ul.
4. Tip Kuning
5. Semua peralatan sudah tersedia didalam kit (Pipet, Stirer, dispenser & jarum
antigen, Test card, Kontrol Negatip, Kontrol Positip).
6. Sarung tangan
REAGEN :
1. RPR Shield @ 500 test yang dilengkapi dengan control negative, control positif
2. NaCl 0,9 %
3. Hipocloride 0.05%
BAHAN PEMERIKSAAN :
Serum, Plasma (tidak boleh lisis dan terkontaminasi bakteri) dan cairan CSF
PROSEDUR KERJA :
I. PERSIAPAN
1. Biarkan reagensia pada suhu kamar 30 menit sebelum digunakan
2. Pemeriksaan tapisan pertama menggunakan reagensia RPR, bila didapatkan
hasil yang positif dilanjutkan dengan pemeriksaan pengenceran RPR dan
Determine.
3. Lakukan pemeriksaan sesuai alur pemeriksaan serologi sifilis.
10. Baca hasilnya dan tuliskan pada formulir hasil dan lembar hasil pemeriksaan
laboratorium. Bila positip lakukan pengenceran RPR dan pemeriksaan TPHA
50 ul 50 ul 50 ul 50 ul 50 ul buang 50ul
INTERPRETASI HASIL :
Pokok Bahasan 5.
PEMERIKSAAN TREPONEMA PALLIDUM RAPID
Ada beberapa macam reagensia Sifilis Rapid yang beredar di Indonesia, diantaranya
adalah : Determine Sifilis, Advanced Intec Syphilis, SD Bioline Syphilis.
Cara Kerja:
Untuk Serum / Plasma:
1. Buka strip test dari penutup.
2. Dengan menggunakan mikropipet, ambil 50 ul sampel dan teteskan pada bantalan
sampel (lihat panah).
3. Tunggu sekurang kurangnya 15 menit (s/d 24 jam).
4. Baca hasil.
Interpretasi Hasil :
Positip = terdapat 2 garis merah pada garis kontrol dan garis pasien.
Negatip = terdapat 1 garis merah pada garis kontrol.
Invalid = tidak ada garis merah baik garis kontrol dan garis pasien.
Cara kerja :
1. Biarkan reagen pada suhu kamar.
2. Buka kemasan lalu beri identitas sampel pada membrane.
3. Gunakan Mikropipet ukuran 5 50 l.
4. Ambil serum/ plasma dengan menggunakan Mikropipet sebanyak 10 l., dan bila
menggunakan whole blood ambil sebanyak 20 l lalu teteskan ke lubang sampel.
5. Tunggu dan biarkan menyerap.
6. Lalu teteskan 4 tetes buffer ( 110 l)
7. Baca Hasil dalam waktu 5 20 menit (jangan melebihi 30 menit).
8. Catat hasil pada formulir dan lembar hasil pemeriksaan laboratorium
Interpretasi hasil :
C T S C T S C T S
C T S
Cara kerja :
1. Biarkan reagen pada suhu kamar.
2. Siapkan sampel dalam tabung minimal 100 l
3. Buka kemasan lalu beri identitas sampel pada strip.
4. Celupkan strip kedalam tabung yang berisi serum selama 10 detik
5. Angkat strip dan letakkan di atas tissue
6. Baca Hasil dalam waktu 15 menit (jangan melebihi 20 menit).
7. Catat hasil pada formulir dan lembar hasil pemeriksaan laboratorium
Interpretasi hasil :
C T S C T S C T S
C T S
PETUNJUK LATIHAN 1
PRAKTEK PENGAMBILAN DARAH VENA
Tujuan :
Peserta mampu melakukan pengambilan darah vena serta cara pengolahannya
Persiapan :
1. Fasilitator
- Siapkan alat dan bahan untuk simulasi & praktek pengambilan darah vena terdiri
dari :
1. Jarum vacuntainer
2. Tabung vacuntainer Serum Clot Activator (SST)
3. Alkohol swab 70%
4. Kasa steril
5. Torniquet
6. Handiplast
7. Holder
8. Sharp Bin Container
9. Sarung tangan
10. Rak tabung
Penugasan :
Langkah 1 : 10 menit
- Tampilkan slide presentasi tentang cara pengambilan darah vena dan cara
pengolahannya.
-
Langkah 2 : 5 menit
- Fasilitator melakukan demostrasi cara pengambilan darah
- Fasilitator memperlihatkan cara pengolahan darah (melakukan sentrifugasi) .
Langkah 3 : 30 menit
- Masing masing peserta melakukan pengambilan darah antar masing masing
teman.
- Fasilitator mengamati masing masing peserta ketika pengambilan darah.
- Beritahu peserta bila proses pengambilan darah tidak sesuai.
Langkah 4 : 20 menit
- Lakukan demostrasi cara pemutaran darah
- Masing masing peserta melakukan pemutaran darah
- Lihat hasil sampel pemutaran darahnya.
LAMPIRAN 1
PENGAMBILAN SAMPEL DARAH
Vena Puncture
Bila menggunakan Tabung vacutainer
Selalu gunakan tindakan kewaspadaan universal
1. Siapkan peralatan. 2. Tulis identitas klien pada tabung. 3. Pasang tourniquet pada lengan
sekitar t 3-4cm diatas daerah yang
akan ditusuk.
4. Minta klien untuk 5. Setelah meraba jalur vena, bersihkan 6. Pasang jarum ke vacuum tube
mengepalkan jarinya sehingga daerah yang akan ditusuk dengan holder dengan cara memutar
vena terlihat jelas. kapas alcohol melingkar keluar.
BIarkan kering.
7. Pasang tabung ke holder 8. Buka tutup jarum. 9. Gunakan ibu jari anda dan tarik 1 2
sampai tabung mencapai cm dibawah daerah yang akan
jarum. ditusuk. Tahan kulit dengan ibu jari
lanjutkan ke langkah 10.
10. Masukkan jarum dengan 11. Tekan tabung vacuntainer ke jarum. 12. Lepaskan tourniquet.
posisi tusukan keatas dan Darah akan langsung mengalir ke
sudut 30-45, masuk ke vena. tabung.
13. Isi tabung sampai penuh atau 14. Setelah membuka lengan klien, 15. Tahan kasa secara lembut dan tarik
sampai vacuum tidak bekerja tenpatkan kasha kering diatas daerah jarum perlahan lahan.
lagi. yang ditusuk.
16. Tutup dengan band-aid atau lakukan 17. Buang semua yang terkontaminasi
penekanan halus sampai darah berhenti ke dalam wadah limbah yang layak.
Use of trade names and commercial sources is for identification only and
does not imply endorsement by WHO, the Public Health Service, or by the
U.S. Department of Health and Human Services (2005).
PETUNJUK LATIHAN 2
PRAKTEK PEMERIKSAAN SIFILIS
Tujuan :
Peserta mampu melakukan pemeriksaan sifilis
Persiapan :
1. Fasilitator
- Siapkan alat dan bahan untuk praktek pemeriksaan terdiri dari :
1. Rotator
2. Sentrifus
3. Mikropipet 5 50 ul.
4. Tip Kuning
5. Semua peralatan sudah tersedia didalam kit (Pipet, Stirer, dispenser & jarum
antigen, Test card, Kontrol Negatip, Kontrol Positip).
6. Sarung tangan
REAGEN :
7. RPR Shield @ 500 test yang dilengkapi dengan control negative, control positif
8. Determine Syphilis
9. NaCl 0,9 %
10. Hipocloride 0.05%
Penugasan :
Langkah 1 : 10 menit
- Tampilkan slide presentasi tentang cara pemeriksaan sifilis mulai dari
screening/penyaringan sampai dengan penentuan diagnosis.
-
Langkah 2 : 5 menit
- Fasilitator melakukan demostrasi cara pemeriksaan RPR.
- Untuk hasil yang positif, fasilitator mendemonstrasikan cara pemeriksaan syphilis
Rapid, yang dilanjutkan dengan titer RPR.
Langkah 3 : 30 menit
- Masing masing peserta mendapatkan 2 buah sampel (1 negatif dan 1 positif).
- Selanjutnya peserta melakukan pemeriksaan sifilis sesuai dengan alur mulai drai
RPR, Syphilis Rapid sampai dengan RPR titer.
- Fasilitator mengamati masing masing peserta ketika melakukan pemeriksaan.
- Beritahu peserta bila proses pemeriksaan tidak sesuai.
LEMBAR PENUGASAN 1
PEMERIKSAAN SIFILIS
Nama Peserta :
Petugas PKM :
PEMERIKSAAN SIFILIS
RPR Determine HASIL
Kontrol Hasil Titer Kontrol Hasil AKHIR
No Tanggal Nomor Register (Validitas) (Validitas)
III. REFERENSI
MATERI INTI 6
CARA PERAWATAN MIKROSKOP
I. POKOK BAHASAN
Pokok Bahasan 1.
BAGIAN-BAGIAN MIKROSKOP
Mikroskop adalah alat optik yang terdiri dari gabungan lensa yang membuat objek kecil
yang tidak terlihat dengan mata biasa men-jadi terlihat lebih besar.
a. Mikroskop monokuler.
1) Lensa okuler/lensa mata
Ada 3 macam pembesaran yang umum dipakai, yaitu pembesaran 5x, 10x, 15x.
2) Badan/tubus
Bagian yang menghubungkan lensa objektif dengan lensa okuler.
3) Revolver
Tempat kedudukan lensa objektif yang mempunyai beberapa lubang dan dapat
diputar sesuai dengan kebutuhan.
4) Lensa objektif/lensa benda
Lensa yang berhubungan dengan objek yang akan diperiksa. Ada 3 macam
pembesaran yang umum dipakai: pembesaran l0x, 40x, l00x.Untuk pembesaran
l00x harus memakai minyak imersi.
5) Meja benda
Tempat meletakkan objek yang akan diperiksa, mempunyai lubang di tengah
untuk jalannya cahaya dari sumber cahaya sampai ke objek. Terdapat
klip/penjepit yang gunanya untuk menjepit kaca objek sehingga kaca objek dapat
digerakkan ke kiri ke kanan, ke depan ke belakang dengan memakai pemutar.
6) Kondensor
b. Mikroskop binokuler
Hampir sama dengan mikroskop monokuler hanya disini terdapat 2 buah tubuh
dengan 2 lensa okuler sehingga si pemeriksa dapat melihat dengan kedua belah
mata. Biasanya pada tubus sebelah kiri terdapat cincin fokus.
- Bila gambar/bayangan sudah jelas tidak perlu distel lagi tetapi bila
gambar/bayangan terlihat kabur, maka fokuskan lagi dengan cara memutar
cincin fokus.
Pokok Bahasan 2.
CARA PENGGUNAAN MIKROSKOP
Pokok Bahasan 3.
CARA MEMBERSIHKAN MIKROSKOP
MENCAKUP LENSA OBYEKTIF DAN LENSA OKULER
Posedur dibawah ini dimaksudkan untuk membantu perawatan rutin dan sederhana
pada bagian optikal dan mekanikal mikroskop cahaya. Prosedur ini tidak dimaksudkan
untuk menggantikan petunjuk perawatan yang telah ada pada setiap model mikroskop.
Perawatan rutin mikroskop sangat disarankan untuk menjaga kinerja dan mengurangi
kemungkinan kerusakan pada mikroskop. Secara umum dalam keaadaan normal
Mikroskop cahaya dapat bekerja secara optimal selama 200 jam penggunaan.
a. Persiapan
1) Pilihlah tempat yang cukup luas dan datar sehingga alat, buku petunjuk, dan
bagian mikroskop yang dibersihkan dapat diletakan secara sistematik dan
terjangkau.
2) Bersihkan tempat tersebut dari bahan yang dapat mengganggu atau merusak
mikroskop
3) Cawan petri adalah tempat yang ideal untuk meletakan bagian - bagian kecil dari
mikroskop yang akan dibersihkan
4) Baca dengan teliti buku petunjuk dan pastikan alat-alat yang dibutuhkan telah
tersedia.
5) Sebagian mikroskop memiliki bagian mekanikal yang cukup rumit sehingga
apabila tidak yakin dapat melakukan perawatannya cukup lakukan untuk bagian
optikalnya saja.
b. Perawatan dasar
1) Langkah yang paling penting dalam perawatan mikroskop adalah mencegah
kerusakan. Dimana prosedur yang baik mengenai membawa, menangani,
menggunakan dan menyimpannya adalah yang terpenting untuk menghindari
kerusakan pada mikroskop.
2) Jaga mikroskop agar selalu tertutup dengan plastik penutup bila tidak digunakan
walaupun disimpan didalam lemari tertutup.
3) Jangan pernah menyimpan mikroskop tanpa lensa okuler atau penutup tabung
okuler
e. Lensa Obyektif:
1) Selalu gunakan kertas lensa/kain halus
2) Lepaskan obyektif dari bagian hidung mikroskop bila masih terlihat kotoran
setelah permukaan obyektif dibersihkan.
3) Bersihkan bagian dalam lensa dengan cara yang sama seperti membersihkan
bagian permukaannya. Membuka bagian tengah lensa obyektif hanya boleh
dilakukan oleh teknisi yang sudah terlatih dan memilik ijin.
Pokok Bahasan 3.
CARA MENGGANTI BOHLAM/ LAMPU MIKROSKOP
4) Gunakan tissue guna menutupi bohlam atau suatu alat untuk memindahkan
bohlam dari mikroskop
5) Cek nomor model bohlam untuk memastikan penggunaan bohlam pada waktu
penggantian benar.
6) Untuk Penggantian bohlam lindungi dengan kertas lensa atau dengan alat yang
sesuai.
7) Jangan pernah menyentuh bohlam dengan jari .
Pokok Bahasan 4.
CARA PENYIMPANAN MIKROSKOP DENGAN BAIK
a. Cara Penyimpanan
Mikroskop disimpan dalam lemari tertutup yang dihangatkan dengan lampu listrik 10
watt agar suhu dalam lemari lebih tinggi 5o C daripada suhu kamar. Lemari yang
dapat menyimpan 1-4 mikroskop cukup diberi 1 buah lampu saja.
b. Pemeliharaan Sehari-Hari
1) Jumlah maksimum kekuatan penerangan
2) Kebersihan
3) Bola lampu
4) Minyak emersi
5) Kabel
6) Pastikan terlindungi
c. Professional Service
1) Minimum untuk sekali dalam setahun jika mungkin
2) Masalah yang tidak bisa memperbaiki/ terlalu rumit.
d. Perbaikan Mikroskop
1) Jangan pernah membongkar mikroskop
Bagian optikal : Lensa mata/ okuler dan objektif
Mekanikal : Stage dan knob fokus
2) Perbaikan item diatas memerlukan tekhisi
Pokok Bahasan 5.
CARA MEMECAHKAN PERMASALAHAN YANG UMUM TERJADI
DENGAN PENGUNAAN MIKROSKOP
a. Troubleshooting Problems
1) Banyak permasalahan mikroskop umum dapat dicegah atau diperbaiki oleh
pembersihan secara rutin, penyesuaian, dan pemeliharaan
2) Mencari tenaga profesional untuk permasalahan yang lebih rumit
III. REFERENSI
MATERI INTI 7
PENCATATAN dan PELAPORAN
I. POKOK BAHASAN
Pokok Bahasan 1.
CARA PENGISIAN CATATAN MEDIS PENDERITA BERKAITAN DENGAN
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Catatan medis yang digunakan sesuai dengan format yang tersedia pada modul admin.
Petugas laboratorium mengisi sesuai dengan pemeriksaan yang dilakukan.
Isi hasil pemeriksaan dengan melingkari angka 1 bila positif, dan angka 2 bila negatif,
untuk pemeriksaan RPR Titer harus dituliskan angka pengenceran terakhir yang masih
memberikan hasil positif.
Berikut adalah bagian dari catatan medis yang harus diisi oleh petugas laboratorium :
Lingkari tanda "-" Apabila tidak didapat bau amis ketika sediaan basah
ditetesi dengan KOH 10%
Clue Cell (Khusus WPS)
Lingkari tanda "+" Apabila ditemukan Clue cell dari sediaan basah
dengan NaCl 0.9% dan atau sediaan langsung dengan
pewarnaan sederhana (Khusus WPS)
Lingkari tanda "-" Apabila tidak ditemukan Clue cell dari sediaan basah
dengan NaCl 0.9% dan atau sediaan langsung dengan
pewarnaan sederhana
RPR/VDRL Titer
Tuliskan hasil titrasi pemeriksaan RPR/VDR apabila hasil tes serologi
RPR/VDRL positip
Tulis tanda "-" Apabila hasil tes serologi RPR/VDRL negatip
TPHA/TPPA/TP Rapid
Lingkari tanda "+" Apabila hasil tes serologi TPHA positip
Lingkari tanda "-" Apabila hasil tes serologi TPHA negatip
Pokok Bahasan 2.
CARA MENGISI REGISTER
LABORATORIUM
Nomor T.
No Tanggal Register PMN Diplo Vaginalis Kandida pH Odor Clue Duh BV PEMERIKSAAN SIFILIS KET
kokus Cell Tubuh RPR Determine HASIL
Kontrol Hasil Titer Kontrol Hasil AKHIR
(Validitas) (Validitas)
1 Tgl/bln/th MERI781203
Pokok Bahasan 3.
Pengelolaan Bahan Habis Pakai, Reagensia, dan Alat
Berikut adalah contoh rincian bahan habis pakai dan alat yang digunakan di layanan
IMS, harga yang ditampilkan hanya merupakan perkiraan.
Contoh yang diberikan adalah bila layanan IMS melayani 300 WPS/ bulan dan untuk
kebutuhan selama 1 (satu) tahun dengan kegiatan pengambilan darah sifilis dilakukan
1 (satu) tahun sebanyak 2 kali.
Nama Klinik
Target Group
Client 1 0
50,000
19268 29,959,200
Maintenance Cost Qty Times Total Cost
1
1 Routine microscope service 150,000 2 300,000
Equipment Cost Qty Times Total Cost
1 Microscope Olympus CX-21 10,000,000 1 1 10,000,000
2 Micropipette 5 - 50l 1,700,000 1 1 1,700,000
3 Rotator (w/ timer & rpm) 2,000,000 1 1 2,000,000
4 Centrifuge (w/ timer & rpm) 2,000,000 1 1 2,000,000
5 Refrigerator (w/ termometer) 1,000,000 1 1 1,000,000
6 Spekulum 50,000 30 1 1,500,000
7 Anuscopy 375,000 5 1 1,875,000
8 Methylated spirit lamp 20,000 1 1 20,000
9 Holder vacuntainer pronto 25,000 5 1 125,000
10 Sharp Bin Container 30,000 12 2 720,000
11 Object Glass Box 5 250,000
50,000 1
Selain itu peserta juga diberikan lampiran kebutuhan untuk layanan IMS
VI. REFERENSI