Anda di halaman 1dari 170

DAFTAR ISI

URAIAN MATERI
PENATALAKSANAAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL
untuk Petugas Laboratorium

MD 1 Kebijakan dan Strategi


MD 2 Informasi Dasar IMS, HIV dan AIDS
MD 3 Seksualitas dan Kesehatan Seksual
MI 1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan
MI 2 Peran Petugas dalam Layanan IMS Menggunakan Laboratorium
Sederhana
MI 3 Pemeriksaan Laboratorium Sederhana
MI 4 Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Pasca Pajanan)
MI 5 Pemeriksaan Laboratorium Sifilis
MI 6 Cara Perawatan Mikroskop
MI 7 Pencatatan dan Pelaporan
MATERI DASAR 1

Kebijakan dan Strategi


MATERI DASAR 2

Informasi Dasar IMS,


HIV dan AIDS
MATERI DASAR 3

Seksualitas dan
Kesehatan Seksual
MATERI INTI 1

Layanan Komprehensif IMS di


Sarana Pelayanan Kesehatan
MATERI INTI 2

Peran Petugas dalam


Laboratorium Sederhana
IMS dan HIV
LABORATORIUM

MATERI INTI 3
Pemeriksaan
Laboratorium Sederhana
LABORATORIUM

MATERI INTI 4
Kewaspadaan Universal
Dan PPP
(Profilaksis Pasca Pajanan)
LABORATORIUM

MATERI INTI 5
Pemeriksaan
Laboratorium Sifilis
LABORATORIUM

MATERI INTI 6
Cara Perawatan Mikroskop
LABORATORIUM

MATERI INTI 7
Pencatatan dan Pelaporan
MD.1 Kebijakan dan Strategi

MATERI DASAR - 1
KEBIJAKAN DAN STRATEGI

I. POKOK BAHASAN

Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan berikut:


Pokok Bahasan 1. Epidemiologi IMS dan HIV&AIDS
a. Global
b. Nasional
c. Propinsi
Pokok Bahasan 2. Kebijakan nasional dalam upaya pengendalian IMS
a. Kebijakan
b. Sasaran
c. Strategi
Pokok Bahasan 3. Indikator-indikator dalam pengendalian IMS
a. Indikator pencegahan
b. Indikator pelayanan
c. Indikator surveilans
d. Indikator Manajemen

II. URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1.
EPIDEMIOLOGI IMS dan HIV&AIDS

Keadaan Situasi Epidemi IMS dan HIV-AIDS di Dunia


Infeksi Menular Seksual (IMS) dan Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) merupakan satu di
antara penyebab penyakit utama di dunia dan telah memberikan dampak luas pada
masalah kesehatan berupa kesakitan dan kematian, masalah sosial dan ekonomi di
banyak negara, termasuk Indonesia.

Secara global, setiap hari terjadi sekitar satu juta kasus IMS/ISR yang dapat diobati,
namun masih lebih banyak lagi kasus IMS lain yang tak dapat diobati. Separuh dari
kasus tersebut terjadi di Asia. Bahkan, wilayah regional Asia Selatan - Tenggara
(termasuk Indonesia) tercatat sebagai wilayah terberat kedua yang menderita akibat
beban penyakit tersebut.

Estimasi WHO didunia pada tahun 1999 terdapat 340 juta kasus baru dari IMS yang
dapat disembuhkan.

Gambar 1 pada halaman berikut menggambarkan penyebaran kasus baru pada orang
dewasa didunia. Terlihat bahwa jumlah terbesar dari kasus baru terjadi di Asia Selatan
dan Asia Tenggara, diikuti oleh sub-Saharan Africa, Amerika Latin dan Karibia.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 1


MD.1 Kebijakan dan Strategi

Gambar 1: Estimasi kasus baru IMS yang dapat diobati pada orang dewasa, 1999

Gambar 2: Estimasi prevalensi IMS yang dapat diobati pada orang dewasa, 1999

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 2


MD.1 Kebijakan dan Strategi

Baik prevalens maupun insidens IMS lebih tinggi dinegara berkembang dari pada
negara maju.

"Penyakit menular seksual (PMS) yang disebabkan oleh bakteri, jamur dan protozoa
terus berlanjut sebagai masalah kesehatan masyarakat baik dinegara maju maupun
berkembang. Penurunan terjadi dibanyak negara maju dengan rendahnya kasus tetapi
masih terus berlanjut. Sebaliknya penurunan yang terjadi dibanyak negara
berkembang disertai dengan tingginya endemi penyakit lainnya. Endemi yang tinggi
banyak terjadi di negara berkembang dan PMS termasuk dalam lima penyakit utama
dimana orang dewasa membutuhkan layanan kesehatan dalam beberapa dekade."
Sexually transmitted diseases: policies and principles for prevention and care. UNAIDS/WHO, 1999.

Sedangkan pandemi HIV masih merupakan masalah dan tantangan serius terhadap
kesehatan masarakat di dunia baik yang berkembang di negara maju maupun
berkembang dan daerah yang terbelakang. Pada Tahun 2007 jumlah ODHA diseluruh
dunia diperkirakan mencapai 33,2 juta ( 30,6 36,1 juta ). Setiap hari lebih 6800 orang
terenfeksi HIV dan lebih 5700 meninggal karena AIDS, yang disebabkan terutama
karena kurangnya akses terhadap pelayanan, pengobatan dan pencegahan
HIV.Percepatan pembangunan infra struktur yang cenderung lebih lambat bila
dibandingkan dengan perjalanan Epidemi HIV-AIDS itu sendiri merupakan tantangan
tersendiri dalam upaya penanggulangan tersebut

Perkiraan kematian akibat AIDS di seluruh dunia pada 2007 sekitar 2,1 juta, dimana
76% kematian tersebut terjadi sub sahara afrika. Penurunan telah terjadi dalam 2 tahun
terakhir sebagian disebabkan oleh perluasan pelayanan pengobatan ARV

Keadaan Situasi Epidemi IMS dan HIV-AIDS di Indonesia

IMS merupakan masalah kesehatan di dunia maupun di Indonesia. Yang paling banyak
dikenal adalah gonore, sifilis dan Human Immunodeficiency Virus (HIV), meskipun
masih ada lebih dari 20 macam IMS lainnya. Umumnya IMS dapat sembuh dengan
pengobatan yang efektif, tetapi masih terus menjadi masalah kesehatan masyarakat
baik dinegara maju maupun di negara berkembang. Menurut estimasi WHO, terdapat
340 juta kasus baru sifilis, gonore, klamidia dan trikomoniasis setiap tahun pada laki-laki
dan perempuan usia 15 49 tahun.

Di Indonesia, dari survei tahun 2005 didapatkan bahwa di kalangan wanita pekerja seks
(WPS) angka kesakitan (prevalensi) IMS/ISR ulseratif (sifilis 6 22%), non-ulseratif
(gonore 12 44%), klamidiasis 35 56%

Hasil Survei Terpadu Biologi dan Perilaku (STBP) tahun 2007, Prevalensi Gonore dan
atau infeksi Klamidia tertinggi dari kelompok berisiko yang disurvei ada pada WPS
Langsung (49 persen), diikuti oleh Waria (46 persen), WPS Tak Langsung (35 persen),
LSL (35 persen), Penasun (6 persen) dan Pelanggan (5 persen).

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 3


MD.1 Kebijakan dan Strategi

Gonore dan Klamidia serta beberapa penyakit kelamin lain dapat menyebabkan limfosit
CD 4 (limfosit T Helper) berkumpul di daerah lokasi terinfeksi untuk melawan infeksi.
Sedangkan CD 4 adalah sasaran utama HIV, itu yang menyebabkan orang berpenyakit
Gonore dan klamidia lebih mudah tertular HIV.

Sedangkan prevalensi HIV tertinggi hasil Survei Terpadu Biologi dan Perilaku (STBP)
tahun 2007 ada pada populasi Penasun (52.4 persen) diikuti oleh Waria (24.4 persen),
WPS Langsung (10.4 persen), LSL (5.2 persen), WPS Tak Langsung (4.6 persen) dan
yang terendah adalah Pelanggan Penjaja Seks (0.8 persen).

Sementara itu prevalensi Sifilis tertinggi ada pada Waria (26.8 persen), diikuti oleh WPS
Langsung (14.6 persen), Pelanggan Penjaja Seks (6.2 persen), WPS Tak Langsung (6
persen), LSL (4.3 persen) dan yang terendah Penasun hanya 1.2 persen.

Prevalensi HIV dan Sifilis pada populasi berisiko yang dilihat secara bersamaan juga
dapat menggambarkan model penularan HIV, dimana hanya pada populasi Penasun
prevalensi HIV dan Sifilisnya berbeda cukup jauh. Hal ini menggambarkan bahwa pada
Penasun penularan HIV tidak melalui hubungan seks berisiko tetapi melalui pertukaran
jarum suntik.

Orang yang mengidap sifilis akan lebih mudah tertular HIV karena ada perlukaan
(infeksi) di penis yang bisa menjadi jalan masuk HIV ke dalam aliran darah. Penularan
sifilis lebih mudah daripada HIV. Gejala sifilis ada gejalanya, tapi infeksi HIV tidak ada
gejalanya sebelum masa AIDS (antara 510 tahun setelah tertular HIV) sehingga
banyak orang yang tidak menyadari dirinya sudah tertular HIV. Tapi, walaupun tidak
ada gejala seseorang yang HIV Positif sudah bisa menularkan HIV kepada orang lain
melalui (1) hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah, (2) transfusi
darah, (3) jarum suntik, jarum tindik, jarum tato atau alat alat kesehatan, dan (4) dari
seorang perempuan yang HIV Positif kepada bayinya terutama pada saat persalinan
dan menyusui dengan air susu ibu (ASI).

Keberadaan virus Human Immunodeficiency (HIV) dan the Acquired immunodefiency


sindrome (AIDS) telah menarik perhatian dunia terhadap penanggulangan dan
pemberantasan IMS. Terdapat kaitan erat antara penyebaran IMS dengan penularan
HIV, baik IMS yang ulseratif maupun yang non-ulseratif, telah terbukti meningkatkan
risiko penyebaran HIV melalui hubungan seksual.

Meningkatnya infeksi- HIV menyebabkan semakin rumitnya penatalaksanaan dan


penanggulangan beberapa IMS lainnya. Misalnya, pengobatan chancroid menjadi
semakin sulit di daerah dengan prevalens infeksi- HIV yang tinggi, oleh karena
penurunan kekebalan tubuh akibat infeksi- HIV.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 4


MD.1 Kebijakan dan Strategi

Hasil pilot proyek Skrining sifilis pada ibu hamil (bumil) di Jawa Barat, Kalimantan Barat
dan DKI Jakarta menemukan 2.5% sero-positif sifilis dengan menggunakan rapid tes
treponema, prevalensi tertinggi ditemukan di Kalimantan Barat dengan 4.1%.

Keadaan Situasi Epidemi IMS di Propinsi


Propinsi menyampaikan tentang situasi dan kondisi epidemiologi IMS, HIV-AIDS terkini
di propinsi masing-masing.

Pokok Bahasan 2
KEBIJAKAN NASIONAL DALAM UPAYA PENGENDALIAN IMS

Penyusunan kebijakan nasional pengendalian IMS di dalam lingkungan sektor


kesehatan diselenggarakan oleh Ditjen PP & PL (Dit PPML) dan Ditjen Binkesmas (Dit
Bina Kesehatan Ibu) dengan mengikutsertakan semua pihak terkait pada sektor
kesehatan tingkat pusat dan daerah sesuai sistem yang ada.
Selama tahun 2003 2007 kegiatan pengendalian IMS/ISR memiliki cakupan yang
masih rendah, baik secara kewilayahan (propinsi, kabupaten/kota) maupun jangkauan
populasi sasaran.

Tujuan
Tujuan Umum :
Program ini bertujuan menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat Infeksi
Menular Seksual dan Infeksi Saluran Reproduksi

Tujuan Khusus :
1. Terselenggaranya upaya pencegahan IMS dan ISR pada kelompok berperilaku
risiko tinggi (WPS, waria, LSL, pelanggan dan pasangannya), dan kelompok
berperilaku risiko rendah (remaja, klien KIA/KB dan ibu hamil).
2. Tersedianya dan terjangkaunya pelayanan IMS dan ISR (pengobatan) bagi
kelompok berperilaku risiko tinggi (WPS, waria, LSL, pelanggan dan
pasangannya), dan kelompok berperilaku risiko rendah (remaja, klien KIA/KB
dan ibu hamil)
3. Tersedianya data prevalensi IMS dan ISR serta perilaku masyarakat pada
kelompok berperilaku risiko tinggi dan kelompok berperilaku risiko rendah.
4. Tersedianya sumber daya manusia terlatih untuk melaksanakan program dan
pelayanan pengendalian IMS dan ISR di berbagai tingkat dan dan lintas
program/sektor terkait,
5. Tersedianya sarana logistik (obat, reagen, sarana laboratorium) untuk pelayanan
pengendalian IMS/ISR.
6. Tersedianya sumber dana yang cukup untuk mendukung pelaksanaan program
dan pelayanan.
7. Terpadunya manajemen program terkait

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 5


MD.1 Kebijakan dan Strategi

Sasaran & Indikator


a. Prevalensi gonore pada populasi berisiko tinggi (penjaja seks dan pelanggannya)
menurun hingga < 10%, dan pada populasi berisiko rendah hingga < 1%.
b. Prevalensi Sifilis pada populasi berisiko tinggi menurun hingga < 1% dan pada
populasi berisiko rendah hingga < 0.1%
c. Eliminasi kasus Chancroid dan Sifilis Kongengital
d. Tersedianya dan tersosialisasikannya kebijakan dan pedoman serta hukum
kesehatan penunjang program yang terdistribusi hingga unit pelaksana terendah
e. Terselenggaranya sistem surveilans IMS

Kebijakan
1) Penanggulangan IMS dan ISR dilakukan bersama oleh pemerintah, masarakat,
sektor swasta dan LSM dengan organisasi intrnasional, termasuk LSM
merupakan pelaku utama dalam pelaksanaan penanggulangan
Pemerintah wajib memberdayakan masarakat, serta memberikan arahan,
bimbingan dan menciptakan suasana yang kondusif
2) Penyusunan kebijaksanaan nasional mengendalikan IMS dan ISR secara lintas
sektoral (terhadap departemen pemerintah, swasta, BNN dan lain sebagainya)
dengan memperhatikan keadilan dan kesetaraan jender
3) Penyusunan kebijaksanaan pengendalian IMS dan ISR dalam lingkungan sektor
kesehatan diselenggarakan bersama terutama oleh Ditjen PP dan PL ( Dit
PPML) dan Ditjen Binkesmas (Dit Bina Kesehatan Ibu) dengan mengikutsertakan
semua pihak yang terkait pada sektor kesehatan timgkat pusat dan daerah
sesuai sistim yang ada
4) Pengelolan program pengendalian IMS dan ISR pada sektor kesehatan didaerah
dilakukan secra DESENTRALISASI dengan melimpahkan pengelolaan
komponen program kepada dinas kesehatan provensi dan kabupaten atau kota
sesuai azaz otonomi daerah
5) Pengelolaan program pengendalian IMS dan ISR dinas kesehatan provensi dan
Kab/Kota dilakukan sesuai rencana aksi pengendalin IMS/ISR Depkes tahun
2008/2012 ini. Penjabaran pengelolaan program selanjutnya dinyatakan dalam
bentuk rencana tahunan pengendalian IMS/ISR (RTP/IMS/ISR) yang mengacu
pada rencana aksi.
6) Dinas Kesehatan Provinsi dan Kab/Kota berkewajiban menunjuk pengelola
program pengendalian IMS/ISR untuk menyiapkan rencana tahunan, mengatur
penggunaan tenaga, sarana dan anggaran, mengatur pelayanan. Pelayanan
(pencegahan dan pengobatan) dilakukan melalui puskesmas, sarana swasta dan
Rumah Sakit Umum.Pengelola program mengawasi mutu pelayanan dan
pelaksanaan program, memberi bimbingan tehnis (supervisi) dan menyampaikan
laporan kegiatan sesuai format yang ada di Puskesmas, sarana swasta dan RS
7) Pengelolaan program pengendalian IMS/ISR untuk kegiatan di Kab/Kota dan
provinsi dibiayai oleh APBD setempat, untuk kegiatan Depkes pusat oleh APBN:
dan semuanya dapat dibantu oleh sumber dana lain yang tersedia

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 6


MD.1 Kebijakan dan Strategi

8) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Provinsi melaporkan pelaksanaan


kegiatan rencana tahunan secara berjenjang ketingkat pusat sesuai format yang
ada
9) Depkes (pusat) berkewajiban untuk memberi bantuan dana dan sarana
(termasuk obat dan reagen) pelatihan tenaga dan bimbingan teknis (supervisi)

Kebijakan Pelaksanaan
a. Pengendalian IMS diarahkan untuk mendorong peran, membangun komitmen,
dan menjadi bagian integral pembangunan kesehatan dalam mewujudkan
manusia Indonesia yang sehat dan produktif terutama bagi populasi berisiko
tinggi
b. Pengendalian IMS diselenggarakan melalui penatalaksanaan kasus secara
cepat dan tepat, penyedian layanan yang mudah diakses dan berkualitas,
peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat, serta pengendalian faktor risiko
baik pada populasi berisiko tinggi maupun rendah.
c. Pengendalian IMS diarahkan untuk mengembangkan dan memperkuat jejaring
surveilans epidemiologi dengan fokus pemantauan wilayah yang banyak
populasi berisiko tingginya.
d. Pengendalian IMS diarahkan untuk memantapkan jejaring lintas program, lintas
sektor, serta kemitraan dengan masyarakat termasuk swasta untuk percepatan
program melalui pertukaran informasi, pelatihan, pemanfaatan teknologi tepat
guna, dan pemanfaatan sumberdaya lainnya.
e. Memberikan perhatian dengan intensitas tinggi untuk penyediaan layanan IMS
komprehensif di wilayah dengan prevalensi IMS dan HIV tinggi pada populasi
Penjaja Seks seperti WPS di Kota Sorong, Papua Barat dan Waria di Jakarta
dan Surabaya.

Kegiatan pokok dan kegiatan indikatif dari program ini meliputi


a. Melakukan penyusunan, review, revitalisasi, adopsi, adaptasi, dan implementasi
kebijakan, peraturan, standar, dan juklak/juknis pencegahan dan pengendalian
faktor risiko IMS.
b. Advokasi dan sosialisasi kebijakan, peraturan, standar, dan juklak/juknis
pencegahan dan pengendalian faktor risiko IMS kepada pemangku kepentingan
secara berjenjang.
c. Membangun/memantapkan jejaring kerja pencegahan, pengendalian faktor risiko
dan pengobatan IMS serta melakukan koordinasi secara berjenjang dan
berkesinambungan mulai dari pusat hingga ke kabupaten/kota termasuk
kerjasama dengan luar negeri
d. Melakukan pemantauan, penilaian, pencatatan, pelaporan, bimbingan teknis,
dan monitoring pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan faktor risiko
secara berjenjang
e. Memfasilitasi pendidikan dan pelatihan petugas meliputi aspek teknis,
manajemen, dan administrasi yang sifatnya TOT atau sangat spesifik/teknis
pencegahan dan pengendalian faktor risiko melalui kerjasama dengan institusi

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 7


MD.1 Kebijakan dan Strategi

terkait untuk mendorong dan menyiapkan kemampuan petugas dan komunitas


siaga di populasi berisiko secara berjenjang
f. Melakukan penyusunan perencanaan dan penganggaran untuk kebutuhan
pencegahan dan penanggulangan faktor risiko hingga tercapai kondisi kesiapan
masyarakat.
g. Meningkatkan dukungan administrasi dan operasional pencegahan dan
pengendalian faktor risiko, termasuk melakukan kegiatan-kegiatan inovasi sesuai
dengan ketentuan yang berlaku

Strategi
Bagian ini menguraikan tentang sistem pelayanan dan kegiatan pokok sesuai kebijakan
yang ada dalam menerapkan pengendalian IMS/ISR untuk mencapai tujuan.
a. Sistem pelayanan
Pelayanan IMS diselenggarakan secara berjenjang dalam bentuk
Pelayanan kesehatan dasar, di Puskesmas dengan pelayanan IMS/ISR
(puskesmas program) dan sarana swasta dengan pelayanan IMS/ISR
(praktek swasta dengan program);
Pelayanan kesehatan rujukan, di RS kabupaten, RS Provinsi, dan RSU
Pusat Nasional sebagai pusat rujukan nasional.
Pengelola program berperan sebagai koordinator dan penyelaras
pengendalian IMS/ISR di tempat masing-masing.

b. Kegiatan pengendalian IMS/ISR


Kegiatan dalam Pengendalian IMS/ISR meliputi kegiatan pencegahan, pelayanan
pengobatan, surveilans, dan manajemen penunjang program.
b.1. Pencegahan
Pencegahan penyakit merupakan prioritas upaya pengendalian IMS/ISR. Upaya ini
diselenggarakan melalui
(a) Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang IMS/ISR untuk perubahan
perilaku bagi kelompok berperilaku risiko tinggi dan kelompok berperilaku
risiko rendah;
(b) Advokasi untuk mendapat dukungan bagi pejabat pemerintah, tokoh
masyarakat pembuat keputusan dan pemilik atau pengelola sarana
hiburan/lokalisasi;
(c) Promosi penggunaan kondom dan penyaluran kondom, serta
(d) Vaksinasi sebagai cara pencegahan lain.

Pencegahan diutamakan terhadap IMS/ISR berprevalensi tinggi (gonore, klamidiasis


dan sifilis) dan IMS yang menjadi sasaran pemberantasan global (chancroid dan sifilis
kongenital).

b.2. Pelayanan Pengobatan


Dalam melakukan pelayanan pengobatan, kegiatan pokok adalah (a) penemuan kasus
dan penetapan diagnosis, (b) pengobatan, (c) rujukan kasus, dan (d) pelaporan
Pelayanan dikoordinasi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemerintah
berkewajiban memberi kemudahan agar pelayanan penemuan kasus dan pengobatan

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 8


MD.1 Kebijakan dan Strategi

IMS/ISR dapat dijangkau oleh kelompok berisiko tinggi dan mengintegrasikannya dalam
sistem kesehatan yang tersedia.
Pelayanan diutamakan terhadap IMS/ISR yang berprevalensi tinggi (gonore, klamidiasis
dan sifilis) dan IMS terkait

b.3. Surveilans
Dalam melakukan surveilans kegiatan pokok adalah (a) Pelaporan kasus dari
Puskesmas dan Puskesmas Sentinel serta, RSU dan RSU sentinel, untuk kasus IMS
dari semua pengunjung dan Ibu Hamil, (b) Surveilans core sentinel; dan (c) Survei
prevalensi IMS/ISR.

c. Manajemen penunjang program


Manajemen Pengendalian IMS/ISR membutuhkan adanya (a) Pengadaan Sarana dan
Bahan Logistik; (b) Pelatihan tenaga untuk tatalaksana kegiatan; (c) Dana untuk
pelaksanaan program; (d) Supervisi; dan (e) Penyusunan Rencana Tahunan

Empat pilar penting dalam upaya pengendalian IMS adalah :


Perubahan perilaku berisiko menjadi tidak berisiko
Strategi ini dilaksanakan melalui pendekatan Intervensi Perubahan Perilaku
(IPP) yang memusatkan perubahan perilaku di tingkat individu, kelompok dan
masyarakat untuk meningkatkan keberhasilan perubahan perilaku yang
diharapkan. Intervensi yang dilakukan di tingkat individu antara lain melalui
penjangkauan (outreach), hot line, dan penilaian risiko individu. Di tingkat
kelompok dilakukan melalui penjangkauan (outreach), penilaian risiko kelompok,
kelompok dampingan sebaya. Di tingkat masyarakat dilakukan melalui intervensi
mobilisasi komunitas dan pemasaran sosial kondom.

Promosi penggunaan kondom secara terus menerus


Pemasaran sosial bertujuan untuk menjawab permasalahan sosial tidak hanya
untuk keuntungan komersial. Pemasaran sosial kondom pada intinya adalah
agar setiap orang dengan perilaku berisiko menggunakan kondom secara
konsisten.

Keterlibatan sektor terkait untuk menciptakan lingkungan yang kondusif


Keterlibatan sektor terkait di tingkat wilayah sangat penting dalam terciptanya
lingkungan kondusif untuk perubahan perilaku. Hal ini menjadi salah satu syarat
agar perubahan perilaku tidak hanya fokus pada individu, namun juga
mengusahakan transformasi lingkungan sosial dimana perubahan perilaku akan
dilakukan. Keterlibatan pemangku kepentingan diharapkan dalam setiap
tahapan, dimulai dari menyadari adanya masalah kesehatan di wilayahnya
sampai pada keterlibatan dan bertanggung jawab mengelola program di lokasi
secara bekelanjutan.

Layanan IMS (dan HIV&AIDS) yang memadai, baik untuk kelompok berperilaku
risiko tinggi maupun non-risiko tinggi.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 9


MD.1 Kebijakan dan Strategi

Layanan IMS harus dapat diterima, mudah diakses, terjangkau, dan berkualitas.
Layanan yang dapat diterima artinya pelayanan yang tidak menstigma dan sikap
yang tidak menghakimi dan merendahkan moral, privasi dan kerahasiaan
terjamin, waktu pelayanan tidak terlalu lama, peralatan dan bahan yang
memadai, pengadaan obat dan kondom yang terjamin, kemampuan, komptensi
dan profesionalisme tenaga, pengobatan yang efektif dan efisien. Mudah di
akses artinya lokasi yang mudah dijangkau dan waktu layanan yang sesuai
dengan aktivitas pasien. Terjangkau menunjukkan biaya yang dapat dijangkau
oleh pasien. Berkualitas menunjukkan layanan yang diberikan harus menjamin
antara lain efektivitas, keamanan, kenyamanan, keselamatan, dan kepuasan
pasien.

Pokok Bahasan 3
INDIKATOR DALAM PROGRAM PENGENDALIAN IMS

1) Indikator Pencegahan
Terselenggaranya upaya pencegahan IMS dan ISR pada kelompok berperilaku risiko
tinggi (WPS, waria, LSL, pelanggan dan pasangannya), dan kelompok berperilaku
risiko rendah (remaja, klien KIA/KB dan ibu hamil).

2) Indikator Pelayanan
Tersedianya dan terjangkaunya pelayanan IMS dan ISR (pengobatan) bagi kelompok
berperilaku risiko tinggi (WPS, waria, LSL, pelanggan dan pasangannya), dan
kelompok berperilaku risiko rendah (remaja, klien KIA/KB dan ibu hamil).

3) Indikator Surveilans
Tersedianya data prevalensi IMS melalui layanan yang ada dan data survelens
perilaku dan Biologis masyarakat pada kelompok berperilaku risiko tinggi dan
kelompok berperilaku risiko rendah.

4) Indikator Manajemen
- Tersedianya sumber daya manusia terlatih untuk melaksanakan program dan
pelayanan pengendalian IMS di berbagai tingkat dan dan lintas program/sektor
terkait.
- Tersedianya sarana logistic (obat, reagen, sarana laboratorium) untuk pelayanan
pengendalian IMS.
- Tersedianya sumber dana yang cukup untuk mendukung pelaksanaan program
dan pelayanan.
- Terpadunya manajemen program terkait

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 10


MD.1 Kebijakan dan Strategi

III. REFERENSI

1. Training Modules for the Syndromic Management of Sexually Transmitted


Infection, 2nd Edition, WHO, 2007

2. Rencana Aksi Pengendalian HIV dan AIDS Sektor Kesehatan 2009 2014
Depkes 2009

3. Rencana Aksi Pengendalian Infeksi Menular Seksual - Infeksi Saluran


Reproduksi Sebagai Strategi Nasional 2008 2012 Depkes 2007

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 11


MD.1 Kebijakan dan Strategi

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 12


MD.2 Informasi Dasar IMS, HIV dan AIDS

MATERI DASAR 2
INFORMASI DASAR IMS, HIV DAN AIDS

I. POKOK BAHASAN

Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan berikut:


Pokok Bahasan 1. Pengertian IMS, HIV&AIDS.
a. IMS
b. HIV dan AIDS
c. Hubungan IMS dengan HIV
d. Perjalanan Penyakit
Pokok Bahasan 2. Pengendalian IMS dan HIV
a. Penularan IMS dan HIV
- Perilaku berisiko terjadinya penularan
b. Pencegahan IMS dan HIV
- Hubungan seksual
- Pertukaran darah dan cairan
- Dari ibu kepada janin
c. Cara mendeteksi IMS dan HIV
d. Pengobatan IMS, HIV dan AIDS

II. URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1.
PENGERTIAN IMS, HIV dan AIDS.

a. IMS
1) Definisi IMS
Infeksi menular seksual adalah infeksi yang salah satu penularannya melalui
hubungan seksual. Hubungan seksual tidak terbatas pada genito ginital tetapi
juga ano genital.

2) Mikro organisme penyebab IMS


Bermacam-macam bisa dari
jamur : Candida albican
Parasit : Trichomonas vaginalis
bakteri : Neisseria gonorhoea, Chlamydia trachomatis, Treponema pallidum
(sifilis), Bakterial vaginosis, Hemophylus ducreii (Ulkus molle)
Virus : Herpes simplex (Herpes genitalis), Human papilloma virus (Kondiloma
akuminata), HIV (HIV dan AIDS).

b. HIV dan AIDS


1) Definisi HIV dan AIDS

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 13


MD.2 Informasi Dasar IMS, HIV dan AIDS

HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency virus. Virus ini jika
menginfeksi manusia menyebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh karena
penurunan CD4 sehingga tubuh menjadi jauh lebih rentan terhadap infeksi-infeksi
yang pada orang normal tidak sampai menimbulkan gejala.

AIDS (Aquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala yang


timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh HIV yang didapat.

2) Strategi pencegahan HIV


a) Tidak melakukan hubungan seksual
b) Bersikap saling setia pada pasangan
c) Bila berisiko gunakan kondom
d) Tidak menggunakan Narkoba suntik

3) Perjalanan infeksi HIV


HIV menyerang limfosit yang disebut sel T-4 atau sel T-penolong (T-helper),
atau disebut juga sel CD-4. HIV tergolong kelompok retrovirus yang memiliki
kemampuan untuk mengkopi-cetak. Maksudnya, virus HIV menggunakan sel T-4
untuk mereplikasi/memperbanyak dirinya.

T
HIV

Ada saatnya di mana kadar antibody tubuh belum bisa terdeteksi, yang disebut
window period (periode jendela). Seiring dengan makin bertambahnya jumlah
virus, jumlah sel CD 4 menjadi berkurang dan penyakit menjadi progresif.
Kerusakan progresif pada sistem kekebalan tubuh menyebabkan pengidap HIV
(ODHA) amat rentan dan mudah terjangkit macam-macam penyakit sehingga kita
menyebutnya AIDS.

AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome):


Merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh
oleh virus HIV yang didapat.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 14


MD.2 Informasi Dasar IMS, HIV dan AIDS

c. Hubungan IMS dengan HIV


IMS merupakan ko-faktor penularan HIV
Penderita IMS lebih rentan terhadap HIV
Penderita IMS serta HIV akan lebih mudah menularkan ke orang lain
Pengidap HIV menjadi rentan terhadap berbagai penyakit termasuk IMS
Pengidap HIV yang juga IMS akan lebih cepat menjadi AIDS

Secara sederhana, skema berikut menggambarkan hubungan penularan IMS


dengan HIV :

AIDS
MELEMAHKAN TUBUH

IMS & HIV


MEMPERCEPAT
IMS HIV

PERILAKU SEKSUAL BERISIKO

d. Perjalanan Penyakit
Perjalanan infeksi HIV ada beberapa tahap :
Stadium 1
Stadium 2
Stadium 3
Stadium 4

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 15


MD.2 Informasi Dasar IMS, HIV dan AIDS

Pokok Bahasan 2.
PENGENDALIAN IMS DAN HIV

Empat (4) Pilar Pengendalian IMS adalah :

Perubahan perilaku berisiko manjadi tidak berisiko


Promosi penggunaan kondom secara terus menerus
Keterlibatan sektor terkait untuk menciptakan lingkungan yang kondusif
Layanan IMS (dan HIV-AIDS) yang memadai, baik untuk kelompok berperilaku risti
maupun non-risti.

a. Penularan IMS dan HIV


- Perilaku berisiko terjadinya penularan
Perilaku berisiko diantaranya: penjaja seks wanita ataupun pria yang
melakukannya tidak sehat, narkoba dengan pola hidup tidak sehat dan faktor yang
mendukung pola hidup tidak sehat.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 16


MD.2 Informasi Dasar IMS, HIV dan AIDS

- Beberapa perilaku yang mempermudah penularan IMS :


1) Berhubungan seks yang tidak aman dengan penderita IMS (tanpa
menggunakan pelindung / kondom)
2) Memiliki pasangan seksual lebih dari satu
3) Melakukan hubungan seks secara anal, karena hubungan ini lebih mudah
menimbulkan luka/ lecet karena pada anus tidak ada pelumasnya

Penularan HIV/AIDS
Bagaimana cara penularan HIV?
Melalui hubungan seksual dengan seseorang yang sudah terinfeksi HIV
Melalui pertukaran darah: transfusi, IDUs dan kegiatan medis dengan alat tusuk
dan iris tercemar HIV
Dari Ibu ke janin/bayi-nya selama kehamilan, persalinan atau menyusui

b. Pencegahan IMS dan HIV


1) Hubungan seksual
- Abstinensia (tidak melakukan hubungan seksual)
- Melakukan hubungan seksual dengan cara yang aman (misalnya dengan
penggunaan kondom)
- Promosi kondom
- Mengobati pasangan seksual
2) Pertukaran darah dan cairan
- Penggunaan jarum suntik yang streil
- Penggunaan kondom
- Menghindari terkenanya darah dan cairan pasien HIV pada bagian tubuh yang
ada luka (bagi petugas kesehatan)

3) Dari ibu kepada janin


- Dengan pemberian profilaksis ARV melalui program pencegahan dari ibu ke
anak

c. Cara mendeteksi IMS dan HIV


Cara mendeteksi IMS dan HIV pada tahap awal adalah dengan menentukan apakah
orang tersebut termasuk risiko tinggi tertular IMS dan HIV (misalnya waria, penjaja
seks, LSL). Selanjutnya dijajaki tentang perilaku seksualnya. Setiap orang yang
terdeteksi harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan lanjutan untuk menentukan
diagnosis.

Tujuan Testing HIV


a) Skrining
Wajib dilakukan pada semua produk darah donor untuk menjamin keamanan
pada penerima produk darah.
b) Surveilans
Untuk mengetahui besaran masalah disuatu daerah pada suatu populasi
tertentu dan pada waktu tertentu.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 17


MD.2 Informasi Dasar IMS, HIV dan AIDS

c) Diagnostik
Untuk mengetahui seseorang terinfeksi HIV atau tidak dan harus melalui
prosedur konseling dengan tidak melupakan kerahasiaan dan persetujuan
(Inform consent).

d. Pengobatan IMS, HIV dan AIDS


Pengobatan dilakukan oleh dokter berdasarkan hasil diagnosis. Setiap pasien
mendapatkan pengobatan sesuai dengan jenis IMS yang dideritanya. Untuk pasien
HIV pengobatan dilakukan setelah jelas pasien dinyatakan HIV positif dan memenuhi
kriteria pengobatan. Jenis obat yang diberikan adalah Anti Retroviral Virus (ARV) dan
obat obat untuk penyakit penyertanya yang dapat diperoleh di Rumah Sakit rujukan
HIV dan AIDS serta Puskesmas satelit rujukan.

Setiap petugas kesehatan harus bisa meyakinkan pasien tentang tatacara dan
kepatuhan pengobatan IMS, HIV dan AIDS.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 18


MD.2 Informasi Dasar IMS, HIV dan AIDS

III. REFERENSI

1. Pedoman Perawatan, Dukungan dan Pengobatan ODHA, Departemen


Kesehatan RI, 2006
2. Pedoman Nasional Kebijakan Kolaborasi TB-HIV, Departemen Kesehatan RI,
Edisi Pertama, 2007 (dalam proses pencetakan).
3. Pedoman Manajemen Kolaborasi TB-HIV, Departemen Kesehatan RI, Edisi
Pertama, 2008 (dalam proses pencetakan).
4. Interim policy in collaborative TB-HIV activities, World Health Organization, 2004.
5. Guidelines for Implementing Collaborative TB and HIV Programmes Activities
Stop TB Partnership Working Group on TB-HIV, World Health Organization,
2004.
6. Pedoman Penatalaksanaan IMS,Dirjen PP dan PL 2006
7. Rencana aksi Pengendalin IMS termasu ISR 2008-20012 , 2007
8. Buku Pedoman Interktive, Penata Laksanaan Penderita IMS dengan Pendekatan
Sindroma Dirjen PPM dan PLP,Edisi 2, th 2005

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 19


MD.2 Informasi Dasar IMS, HIV dan AIDS

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 20


MD-3 Seksualitas dan Kesehatan Seksual

MATERI DASAR 3
SEKSUALITAS dan KESEHATAN SEKSUAL

I. POKOK BAHASAN

Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan berikut:


Pokok Bahasan 1. Seksualitas dan kesehatan seksualitas
a. Pengertian
b. Tujuan
c. Komponen
Pokok Bahasan 2. Perbedaan terminologi: seks, gender, orientasi seksual, dan
perilaku seksual
Pokok Bahasan 3. Hubungan seksualitas dengan IMS dan HIV-AIDS
Pokok Bahasan 4. Hubungan pilihan seksualitas dengan kesehatan seksualitas
Pokok Bahasan 5. Peran petugas kesehatan sehubungan dengan definisi kesehatan
seksual
Pokok Bahasan 6. Pentingnya penggalian riwayat seksual dalam menangani
permasalahan IMS dan HIV-AIDS
Pokok Bahasan 7. Cara menggali riwayat seksual klien
Pokok Bahasan 8. Cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan dalam penggalian
riwayat seksual

II. URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1.
SEKSUALITAS DAN KESEHATAN SEKSUALITAS

a. Pengertian:
Seksualitas adalah pengalaman sensasi seksual dari seluruh tubuh bukan hanya
alat genital.
Seksualitas adalah ekspressi total sebagai manusia yang berhubungan dengan
sensualitas, keintiman, identitas seksual, kesehatan reproduksi, kesehatan seksual
dan seksualisasi. Pengalaman sensasi seksual ini bukan hanya dari genital tetapi
dari seluruh tubuh. Seksualitas dimulai dari kita sebelum lahir , sesudah lahir , waktu
yang sudah lalu dan akan berlangsung sepanjang hidup. Ekspressi seksual
dipengaruhi oleh nilai etika , spiritual,budaya,faktor moral, dan hal yang
berhubungan dengan memberi dan menerima kepuasan seksual termasuk
reproduksi.
Kesehatan seksual adalah keadaaan sehat untuk berekspresi seksual yang bebas
dari IMS, kehamilan yang tidak dikehendaki, perkosaan, dan diskriminasi.

b. Tujuan:

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 21


MD-3 Seksualitas dan Kesehatan Seksual

Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pemahaman tentang


seksualitas, karena seksualitas mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam
pengendalian IMS, oleh karena itu seksualitas adalah bagian integral dari aspek
penatalaksanaan IMS dan HIV/AIDS.
Dalam perkembangan pelayanan kesehatan, walaupun hubungan antara
seksualitas dan penatalaksanaan IMS dan Keluarga Berencana secara nyata sangat
berhubungan, namun dalam sejarahnya antara seksualitas dan pelayanan IMS
seolah tidak ada hubungan.

c. Komponen:
Dibawah ini adalah gambaran komponen yang menyangkut seluruh aspek
seksualitas.

Pokok Bahasan 2

PERBEDAAN TERMINOLOGI:
SEKS, GENDER, ORIENTASI SEKSUAL, DAN PERILAKU SEKSUAL

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 22


MD-3 Seksualitas dan Kesehatan Seksual

a. Seks adalah karakteristik biologis, anatomis seperti jantan/male ( penis, testis ) dan
betina/female ( vagina, payudara) dan berhubungan dengan fisiologis ( menstruasi
dan spermatogenesis ) dan secara genetic ( XX dan XY ).

b. Gender adalah peran atau fungsi seseorang: maskulin, feminin dan androgin.
Tercipta berdasarkan pendapat dari masyarakat yang dapat berubah sesuai jaman.
Contoh: memasak identik dengan peran seorang perempuan yang feminin. Keadaan
saat ini peran memasak tidak didominasi lagi oleh perempuan sehingga pria yang
menyukai memasak dikatakan peran/ gendernya feminin tanpa meninggalkan jenis
kelaminnya yang pria.

c. Orientasi seksual adalah keadaan ketertarikan secara romantis dan erotis


kepada siapa seseorang ingin melakukan hubungan ekspressi secara seksual (
heteroseks, homoseks , biseksual dan selibat ).
d. Perilaku seksual adalah aksi ( sentuhan, ciuman, dan hal lain yang sifatnya
merangsang tubuh secara seksual atau apa saja yang dilakukan seseorang untuk
melampiaskan seksual nya baik pada diri sendiri atau dengan orang lain.

Teknik perilaku seksual


Disamping hubungan seks dengan genito-genital atau antara penis dengan vagina
ada teknik lain yang perlu kita ketahui seperti :
1) Teknik masturbasi dapat dilakukan sendiri maupun dengan pasangan seks nya,
teknik nya adalah dengan menggesek dengan tangan, menggesek di sela-sela
paha, ataupun di badan pasangan nya. Teknik ini sangat sering dilakukan dan
relative aman untuk tidak tertular penyakit. Hal yang harus diperhatikan sebagai
akibat dari kontak kulit yang lama maka kemungkinan terinfeksi jamur dan
scabies pada kelamin bisa saja terjadi.
2) Oral seks : lebih dari 90 % gay melakukan oral seks setiap berhubungan seks ,
lebih sering dilakukan dibandingkan dengan anal seks.Hal yang sering terjadi
adalah gangguan pada otot pengunyah gagging dan juga bila oral seks
dilakukan dalam keadaan terpaksa dimana bisa terjadi trauma gigi,lidah dan
tenggorokan, serta kemungkinan terinfeksi penyakit yang tergolong IMS seperti
Gonorhoe, Sifilis, Chlamidya,Herpes simpleks, Condyloma.
3) Anal seks:
Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa 35% kalangan heteroseksual pernah
melakukan anal seks, dan 50% kalangan gay melakukan anal seks secara
rutin.
Di kalangan gay, kegiatan anal seks dikenal beberapa istilah : menempong (
incertive anal intercourse;giving,fucking,top), yang ditempong ( receptive anal
intercourse, receiving; being fucked,bottom ), tempong-tempongan ( artinya dua-
dua nya saling bergantian ). Seorang pria yang melakukan anal seks dengan
istrinya bukan berarti yang bersangkutan adalah homoseks.

Pokok Bahasan 3:
HUBUNGAN SEKSUALITAS, IMS dan HIV/AIDS

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 23


MD-3 Seksualitas dan Kesehatan Seksual

Walaupun istilah IMS menunjukkan bahwa infeksi terutama ditularkan melalui hubungan
seksual, namun cara penularan lain juga berperan dalam penularan IMS, antara lain
adalah dari ibu ke janinnya, atau lewat kontak darah.

Beberapa perilaku yang mempermudah penularan IMS :


a. Berhubungan seks yang tidak aman dengan penderita IMS (tanpa menggunakan
pelindung / kondom)
b. Memiliki pasangan seksual lebih dari satu
c. Melakukan hubungan seks secara anal, karena hubungan ini lebih mudah
menimbulkan luka/ lecet karena pada anus tidak ada pelumasnya

Seksualitas, HIV dan AIDS


Walaupun transmisi HIV melalui narkoba suntik meningkat tajam, namun secara
keseluruhan masih didominasi lewat hubungan seks. Epidemi HIV yang saat ini kita
hadapi, sangat membutuhkan pemahaman kita mengenai seksualitas. Kita sadari
bersama bahwa hingga saat ini, transmisi HIV masih didominasi oleh penularan melalui
hubungan seks. Dengan adanya permasalahan HIV dan AIDS, petugas kesehatan
dihadapkan pada kenyataan untuk memahami seksualitas dari para pasien. Hal ini
harus kita pahami jelas bahwa permasalahan IMS seperti halnya HIV tidak dapat kita
atasi secara efektif tanpa pemahaman seksualitas secara mendalam dan benar. Jadi
harap kita perhatikan, bahwa seksualitas sangat mempengaruhi penatalaksanaan IMS
termasuk HIV dan AIDS.

Pokok Bahasan 4:
HUBUNGAN PILIHAN SEKSUALITAS DENGAN KESEHATAN SEKSUALITAS

Sehubungan dengan penanganan IMS, HIV dan AIDS serta kesehatan reproduksi ,
klien harus membuat pilihan untuk seksualitas dan praktek seks yang mereka lakukan.
Pilihan seksual dan kesehatan reproduksi seperti kapan menikah, kapan mempunyai
anak, mengapa bekerja sebagai pekerja seks,mengapa melakukan seks yang beresiko,
hal ini dipengaruhi oleh faktor social dan personal termasuk seksualitas dan gender.
Suatu hal yang sering mempengaruhi dalam membuat pilihan seksualitas adalah hal
hal yang berpengaruh dalam hubungan seks dan kepuasan seks masing-masing.
Pengaruh keseimbangan gender juga harus dipikirkan ,sebagai contoh seorang wanita
(baik PS atau tidak) melakukan tindakan pencegahan IMS dan HIV oleh karena
perilakunya sendiri atau perilaku suami / partner hidupnya , mungkin dia tidak
mempunyai kekuatan untuk menekan pasangan seksualnya agar melakukan
pencegahan atau malah takut membicarakannya. Mungkin dia takut identitas
seksualnya akan diketahui, takut dengan kekerasan yang akan timbul,takut kehilangan
pasangannya , takut kehilangan pelanggannya yang berpengaruh pada kelangsungan
ekonomi dan hidupnya.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 24


MD-3 Seksualitas dan Kesehatan Seksual

Sebagai bahan acuan untuk bekerja dalam lingkup kesehatan seksual , penting kita
pahami dan renungkan apa yang kita lakukan , yakni meningkatkan kesehatan seksual.
Defenisi kesehatan seksual adalah : keadaan bahwa seseorang berekspressi secara
seksual yang bebas dari resiko tertular infeksi menular seksual ( IMS), kehamilan yang
tidak direncanakan, paksaan, kekerasan, dan diskriminasi. Artinya adalah seseorang
harus ada persetujuan untuk melakukan hubungan seks, menikmatinya, dan hidup
dengan seks yang aman, didukung oleh pendekatan yang saling menguntungkan untuk
mendapatkan kepuasan dalam hubungan seks.

Menurut WHO , kesehatan seksual didefinisikan sebagai : integrasi dari fisik, emosi,
intelektualitas dan aspek social dari seksual. Setiap orang berhak untuk memperoleh
informasi seksual yang berhubungan dengan hubungan seksual untuk kenikmatan dan
juga untuk rekreasi ( WHO Technical Report Series # 572 ).

Pokok Bahasan 5:
PERAN PETUGAS KESEHATAN
SEHUBUNGAN DENGAN DEFINISI KESEHATAN SEKSUAL

Dengan adanya pemahaman yang baik akan nilai dari seksualitas , petugas kehatan
akan memberikan pelayanan yang lebih baik . Dengan penelusuran yang baik akan
seluk beluk seksualitas , sehubungan dengan permasalahan IMS dan HIV , maka
petugas kesehatan diharapkan mampu memberikan pertolongan kepada pasien
berupa :
a. Membantu pasien untuk mengutarakan secara jelas , realistic, dan membuat
keputusan untuk hidup sehat secara seksual.
b. Membantu pasien berkomunikasi dengan pasangan seksualnya untuk bernegosiasi
agar dapat melakukan hubungan seksual yang aman
c. Membantu pasien untuk memahami risiko dari perilaku seksual atau benda lain yang
dipakai saat berhubungan seks.
d. Membantu pasien dalam memahami resiko yang mereka hadapi serta hal-hal yang
berhubungan dengan kebutuhan mereka sehubungan dengan orientasi seksualnya.

Pokok Bahasan 6:
PENTINGNYA PENGGALIAN RIWAYAT SEKSUAL DALAM MENANGANI
PERMASALAHAN IMS DAN HIV-AIDS

Menggali Riwayat Seksual


Salah satu faktor untuk menunjang keberhasilan dalam menangani permasalahan IMS,
HIV dan AIDS adalah bagaimana kita menggali riwayat seksual klien . Pertanyaannya
adalah :

1. Mengapa kita harus menanyakan hal tersebut ?

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 25


MD-3 Seksualitas dan Kesehatan Seksual

Dengan melakukan wawancara yang mendalam kepada pasien akan riwayat


seksual , data yang kita dapat akan membantu kita dalam mengidentifikasi perilaku
berisiko dari pasien, membantu penegakkan diagnosis sehubungan dengan hasil
test laboratorium dan pemeriksaan fisik yang dilakukan, mendapatkan gambaran
psikososial , untuk tujuan edukasi dan konseling . Juga dapat membantu pasien
dalam memahami perilaku mereka , memahami pemeriksaan dan pengobatan serta
membantu pasien agar merasa nyaman berinteraksi dengan petugas kesehatan.

2. Apa saja yang harus kita tanya ?

Dalam anamnesis riwayat seksual ini perlu kita tanyakan beberapa informasi yang
berhubungan dengan penatalaksanaan IMS seperti : data demografi ( usia, alamat ,
dan pekerjaan, status perkawinan, jenis kelamin pasangan tetap ), orientasi seksual
dan perilaku seksual (aktivitas seksual, teknik seksual ), penggunaan NAPZA
termasuk (intravenous drug user), merokok, alcohol. Jenis pekerjaan pelanggan,
pemakaian kondom , hubungan seks pertama kali, kapan pertama kali bekerja
sebagai PS. Sebelum bekerja di kota ini , dimana saja pernah bekerja sebagai PS,
berapa orang pelanggan perhari, apakah ada permintaan pelanggan yang agak
beda pelayanannya, masalah yang dihadapi dalam penggunaan kondom, riwayat
IMS yang dialami, dan pemeriksaan sebelumnya.

Pokok Bahasan 7:
CARA MENGGALI RIWAYAT SEKSUAL KLIEN

Suatu hal yang harus diperhatikan adalah kenyamanan, buatlah senyaman mungkin
untuk bicara seksualitas , jangan berasumsi bahwa pasien tidak malu untuk bicara
tentang seksual. Yakinkan bahwa pertanyaan yang disampaikan sangat penting dalam
pengobatan, harus disadari bahwa pasien datang ke tempat layanan kesehatan anda
dengan memberikan kepercayaan penuh bahwa anda adalah orang yang tepat untuk
menolong menyelesaikan permasalahan penyakit yang dideritanya. Sehingga apapun
informasi yang anda dapat dalam wawancara , adalah bersifat rahasia , tidak ada orang
yang boleh tahu selain anda sendiri dengan pasien.
Untuk komunitas tertentu seperti waria, gay, pekerja seks baik perempuan dan pria ,
umumnya memakai bahasa tersendiri di kalangan mereka , untuk itu pelajari dan
gunakanlah bahasa yang sering mereka pakai. Jika pasien tidak nyaman dengan
memakai bahasa resmi , anjurkan untuk memakai bahasa gaulnya, dan jangan lupa
untuk menanyakan arti bahasa tersebut jika anda tidak mengerti.

Sebagai ringkasan langkah- langkah dalam menggali riwayat seksual pasien, adalah:
a. Jelaskan alasan mengapa menanyakan riwayat seksualnya
b. Ciptakan situasi yang privasi, kerahasiaan terjamin dan tmenumbuhkan
kepercayaan pasien
c. Pakailah bahasa yang dapat dimengerti oleh pasien

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 26


MD-3 Seksualitas dan Kesehatan Seksual

Pokok Bahasan 8:
CARA MENGAJUKAN PERTANYAAN-PERTANYAAN DALAM PENGGALIAN
RIWAYAT SEKSUAL

1. Gunakan bahasa netral dalam menanyakan status gender ; seperti dalam


menanyakan teman hidup.
2. Hindari membuat asumsi mengenai perilaku : ketika melihat pasiennya berjenis
kelamin pria maka asumsi petugas terhadap pria itu pasti cara berhubungan
seksualnya adalah penis dengan vaginal. Asumsi tersebut menyebabkan petugas
akan memeriksa bagian penis dari pasien, sementara pasien adalah seorang
homoseksual yang berperan reseptif dalam melakukan hubungan seksual dengan
pasangannya. Akibat adanya asumsi tersebut maka petugas tidak dapat
menemukan infeksi pada pasien tersebut karena kemungkinan infeksi tersebut
berada di anus nya bukan di penis sebagaimana asumsinya.
3. Hindari kalimat dan sikap yang menghakimi serta heran : ketika seorang WPS
terinfeksi IMS lagi akibat tidak memakai kondom dalam melakukan hubungan
seksual yang birisiko, petugas mengatakan bahwa itu akibat kesalahannya tetap
menjadi WPS dan menjadi seorang pendosa.
4. Pada saat bertanya gunakan pertanyaan : bagaimana, dimana,apa, dan kapan
Hindari penggunaan kata tanya mengapa.( mengapa kamu bekerja jadi WPS,
mengapa kamu tidak berhenti saja jadi PS , mengapa tadi malam masih menerima
tamu.. hal ini tidak akan menyelesaikan permasalahan dan tidak ada relevansinya
dalam pengobatan. )
5. Mulailah bertanya dengan pertanyaan terbuka dan diikuti dengan pertanyaan
tertutup untuk rechecking.Pertanyaan terbuka memungkinkan petugas mendapatkan
informasi yang memadai untuk penegakan diagnosis dan konseling. Selanjutnya
pertanyaan tertutup yang jawabannya ya atau tidak sebagai upaya menyamakan
persepsi.

Setelah semua pertanyaan yang diperlukan diajukan oleh petugas dan semua informasi
dicatat rapi maka selanjutnya adalah pemeriksaan fisik.

Suatu hal yang sering kita abaikan adalah kesadaran bahwa orang yang datang ke
tempat layanan kesehatan untuk berobat adalah manusia , kadang- kadang kita kurang
memperhatikan hak-hak pasien untuk mengetahui hasil pemeriksaan dan pemeriksaan
apa saja yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis .
Menghormati pasien adalah salah satu bagian implementasi dari hak azasi manusia,
oleh karena itu sebelum melanjutkan pemeriksaan fisik, sebaiknya memberikan
informasi mengenai pemeriksaan tsb dan memohon ijin untuk melakukannya.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 27


MD-3 Seksualitas dan Kesehatan Seksual

VI. REFERENSI

1. Engenderhealth, Sexuality and Sexual Health Minicourse 2001


2. Julia Suryakusuma; Diskursus Seksualitas ; Konstruksi seksualitas manusia
Majalah Prisma 1989
3. Alliance ; Between Men Key Population Series STI,HIV prevention among
MSM ,August,2003
4. WHO,Skills for Health; WHO Document No.9 Pan American , 2001
5. Mamoto.G, Hendy S dkk, Mapping aktivitas seksual MSM di Jakarta 2001
6. The Dilli STI Study, FHI and Ministerio de Saude 2003

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 28


MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan

MATERI INTI 1
LAYANAN KOMPREHENSIF IMS DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN

I. POKOK BAHASAN

Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan berikut:


Pokok Bahasan 1. Layanan komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan
a. Pengertian Layanan komprehensif
b. Tujuan Layanan komprehensif
c. Konsep layanan IMS
d. Standar Pelayanan Minimal IMS
Pokok Bahasan 2. Strategi Layanan Komprehensif
a. Persiapan
b. Peningkatan kemampuan SDM
c. Sosialisasi dan promosi
d. Pelayanan
e. Penguatan jaringan pendukung
f. Monitoring dan evaluasi
Pokok Bahasan 3. Kerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat
a. Melakukan Pemetaan
b. Peran LSM sebagai motivator perubahan perilaku
Pokok Bahasan 4. Penerapan Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan
Kesehatan
a. Alur Layanan
b. Sistim Rujukan

II. URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1.
LAYANAN KOMPREHENSIF IMS DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN

a. Pengertian Layanan Komprehensif


Layanan IMS yang Komprehensif, artinya pelayanan IMS yang efektif dan efisien
bagi kelompok berperilaku risiko tinggi (WPS, waria, LSL, pelanggan dan
pasangannya), dan kelompok berperilaku risiko rendah (remaja, klien KIA/KB dan ibu
hamil) yang lengkap dan memadai dibawah satu atap dan terintegrasi dengan
layanan lain yang dibutuhkan mulai dari:
Anamnesis
Pemeriksaan fisik dan pengambilan sampel
Pemeriksaan laboratorium
Diagnosis dan pengobatan yang tepat dan benar
Konseling tentang penyakit IMS dan pengobatannya
Demonstrasi cara pemakaian kondom dan melepasnya
Pencatatan dan pelaporan

31
MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan

Layanan IMS yang disediakan harus berfungsi sebagai preventif, kuratif, dan
promotif.

Pada kelompok berperilaku risiko tinggi terutama pada pekerja seks wanita dan waria
sebaiknya dilakukan penapisan IMS secara rutin karena mereka merupakan sumber
penularan jika tidak menggunakan kondom pada hubungan seksual berisiko.

Dari hasil kegiatan layanan tersebut dapat memberikan data rutin IMS, prevalensi
IMS pada kelompok berperilaku risiko tinggi dan kelompok berperilaku risiko rendah
yang dapat digunakan sebagai dasar dalam perencanaan dan pengembangan
program

b. Tujuan Layanan komprehensif


- Tujuan Umum
Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat IMS beserta
komplikasinya dan mengurangi laju pertambahan infeksi HIV.

- Tujuan khusus
Menurunkan angka prevalensi IMS, khususnya gonore dan klamidia dibawah 10%
dan sifilis dibawah 1 %.

Konsep layanan IMS


Untuk mendirikan layanan IMS ada beberapa prasyarat yang perlu diperhatikan agar
layanan dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien dan dimanfaatkan oleh semua
pihak yang membutuhkan dan berorientasi pada kepentingan dan kepuasan
pelanggan.

Adapun prasyarat mendirikan layanan IMS tersebut adalah:


1) Terjangkau dan mudah diakses
a) Lokasi klinik yang terjangkau dan ada akses, mudah ditempuh, dekat dengan
lokasi populasi berisiko
b) Waktu layanan, ada informasi jelas tentang waktu layanan yang disesuaikan
dengan waktu populasi berisiko dapat datang ke layanan, misalnya tidak terlalu
pagi karena mereka biasanya masih bangun tidur dan yang tepat diatas jam 11
dan dibawah jam 4 karena jika setelah jam 4 sore mereka siap-siap untuk
bekerja
c) Biaya, terjangkau oleh pasien yang membutuhkan
2) Mudah diterima
a) Pelayanan yang tidak menstigma dan berorientasi pada pasien
b) Sikap tidak menghakimi dan merendahkan moral
c) Privasi/kenyamanan dan kerahasiaan terjamin
d) Waktu layanan yang tidak terlalu lama
e) Peralatan dan bahan yang memadai
f) Terjaminnya ketersediaan obat dan kondom
g) Kemampuan, kompetensi dan profesionalisme tenaga

32
MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan

h) Pengobatan yang efektif dan efisien


3) Layanan satu hari selesai
Layanan dilakukan mulai dari pendaftaran-pemeriksaan-diagnosa sampai dengan
pengobatan dilakukan satu hari selesai.
d. Standar Pelayanan Minimal IMS
Untuk dapat melaksanakan layanan IMS yang komprehensif dan memadai
dibutuhkan persyaratan minimal yang harus disiapkan sebelum klinik beroperasi
yaitu adanya:
1) ruangan yang memadai,
2) petugas yang terlatih
3) tersedia alat yang diperlukan untuk pemeriksaan dan pengambilan sampel
4) bahan habis pakai untuk pemeriksaan dan laboratorium
5) reagensia untuk pemeriksaan IMS
6) obat IMS yang efektif

Ruangan yang memadai yang dimaksud adalah tersedianya tempat/ruang yang


berfungsi sebagai:
a) ruang registrasi yang datanya tersimpan dengan rapi sehingga kerahasian
terjamin
b) ruang pemeriksaan fisik dan pengambilan sampel yang tertutup dengan
pintu jika perlu agar pasien merasa nyaman dan tidak takut/was-was ketika
diperiksa dan diambil sampelnya
c) ruang laboratorium
d) ruang konseling dan pengobatan IMS yang tertutup dengan pintu agar pasien
merasa nyaman kerahasiannya terjamin
Masing-masing ruang sebaiknya dilengkapi dengan petunjuk teknis (SOP) dan
uraian tugas orang yang bertanggung jawab di ruang tersebut sehingga jika
penanggung jawab ruangan tidak ada di tempat karena berhalangan,
penggantinya dapat melakukan fungsi dan tugas dengan standard yang sama

Petugas yang akan melaksanakan layanan IMS adalah petugas yang sudah
terlatih sehingga dapat memberikan layanan yang benar dan tepat. Adapun
petugas yang minimal dibutuhkan berdasarkan fungsinya adalah:
a) Dokter, yang bertanggunjawab untuk diagnosis dan pengobatan
b) Bidan atau perawat, bertanggungjawab untuk pemeriksaan fisik dan
pengambilan sampel
c) Petugas laboratorium, bertanggungjawab untuk melakukan pemeriksaan IMS
dan hasilnya berdasarkan sampel yang diambil
d) Petugas Administrasi, bertanggung jawab untuk anamnesis informasi umum,
memasukkan data ke database sehingga menghasilkan data rekapitulasi
bulanan IMS
Masing-masing petugas penanggung jawab harus dilengkapi dengan uraian
tugas yang jelas dan sudah mendapat pelatihan penatalaksanaan IMS.
Fungsi dokter dan perawat/bidan bisa saling menggantikan sehingga semua dapat
melakukan pemeriksaan fisik, pengambilan sampel, melakukan diagnosis, dan

33
MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan

memberikan pengobatan sesuai petunjuk dokter, konseling cara minum obat dan
cara memakai kondom agar tidak tertular dan menularkan IMS.
Peralatan yang harus disiapkan untuk layanan IMS disesuaikan dengan
kebutuhan masing-masing ruang layanan. Pada topik bahasan ini hanya dibahas
kebutuhan alat medis dan non medis yang minimal harus ada sbb:
a) Medis
(1) Ruang pemeriksaan
- Meja ginekologi
- Lampu pemeriksaan
- Spekulum (wanita), anuskopi (waria, LSL)
- Meja instrumen
(2) Ruang laboratorium
- Mikroskop
- Lemari es
- Centrifuge
- Rotator
- Mikropipet
b) Non medis
(1) Mebeler
(2) Tempat sampah
(3) Alat peraga (dildo, kondom)
(4) Media KIE

Secara rinci kebutuhan peralatan masing-masing ruang dapat dilihat pada


lampiran 1 (Lampiran 1: Daftar peralatan medis dan non medis, bahan habis
pakai, obat masing-masing ruang layanan).

Bahan habis pakai yang disediakan disesuaikan dengan kebutuhan masing-


masing ruang dan minimal yang harus tersedia adalah sbb:
a) Ruang administrasi
- Formulir rekam medis
b) Ruang pemeriksaan dan pengambilan sampel
(1) Sarung tangan
(2) Lidi kapas steril
(3) Tissue
(4) Plastik sampah infeksius
(5) Cairan sabun dan klorin dalam ember untuk spekulum bekas pakai
c) Ruang laboratorium
(1) Sarung tangan
(2) Slide dan coverslip
(3) Clorin dan sabun
(4) Tissue
(5) Plastik sampah infeksius dan tempat tahan tusuk
d) Ruang konseling dna pengobatan IMS
(1) Plastik obat
(2) Tissue

34
MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan

(3) Kondom
(4) Plastik tempat sampah

Reagensia yang disediakan untuk layanan IMS dengan laboratorium sederhana


adalah:
a) Pemeriksaan IMS dibutuhkan reagensia
(1) Sifilis
(2) Trikomonas
(3) Diplokokkus dan pmn

b) Pemeriksaan ISR
(1) Kandida
(2) Bakterial vaginosis

Obat minimal yang harus ada untuk memberikan layanan IMS yang efektif dan
benar adalah
a) IMS
(1) Benzatin penicillin 2,4 Juta IU
(2) Cefiksim 400 mg dan Azitromisin 1 gr
(3) Metronidazol
(4) Asiklovir

b) ISR
(1) Nistatin/Flukonazol
(2) Metronidasol

35
MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan

Pokok Bahasan 2.
STRATEGI LAYANAN KOMPREHENSIF

Intervensi yang tepat untuk strategi pengendalian IMS dapat dilihat pada gambar
dibawah ini:

Pajanan

Kondom
C BCC

De
Intervensi
Te teksi
rap din san
i i, api
Perolehan dan Pen
Perolehan Infeksi
Lama infeksi

D St Louis M, Holmes KK. 1999.

Menurunkan kemungkinan terkena infeksi, jika terpajan dengan cara


Menurunkan efisiensi penularan perpajanan dengan penapisan
rutin
C Menurunkan pajanan dari orang yang terpajan dengan cara
Pemakaian kondom
Intervensi perubahan perilaku
D Menurunkan durasi infektifitas (memotong rantai penularan dan
mencegah
komplikasi) dengan cara
Deteksi dini (pencarian kasus)
Pengobatan yang efektif dan benar

36
MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan

Operasional Model layanan kesehatan untuk tatalaksana IMS dapat digambarkan pada
gambar dibawah :

BCI
Intervesi IMS & Komunikasi:
- Pengenalan gejala
Strategi Pencegahan: - Perilaku mencari pengobatan
IMS
Layanan yg terjangkau,dite
rima dan efektif
Populasi dengan IMS
Infeksi tanpa gejala
Gejala abnormal yg dikenali Pengobatan psg
Skrining
Mencari perawatan Presumptive/mass
M treatment
& Dignosis yg tepat
Penatalaksanaan klinis IMS
E Protap/panduan
Pengobatan yg benar
Pelatihan/supervisi
Suplai yg adekuat
Pengobatan yg lengkap (obat & lab)
Single dose therapy
Terobati/Sembuh Adherence counseling

Pasangan yg diobati

Fransen L. After Waaler HT, Piot MA.Bull WHO 1969;41(1):75-93

Untuk layanan IMS yang tepat dan dapat dimanfaatkan oleh orang yang membutuhkan
sebaiknya melaksanakan 6 strategi yang dapat diuraikan dibawah:

a. Persiapan di sini adalah segala sesuatu yang harus disiapkan untuk memulai
layanan IMS mulai dari persiapan untuk menyiapkan lokasi layanan, ruang tempat
layanan, sumber daya manusia yang akan melaksanakan layanan, alat dan bahan
yang dibutuhkan agar layanan IMS dapat dilaksanakan, yang semuanya sudah
dijelaskan secara detail pada pokok bahasan sebelumnya.

b. Peningkatan kemampuan SDM yang dimaksud adalah kompetensi sumber daya


manusia atau petugas yang akan memberikan layanan IMS yang didapat melalui
pelatihan penatalaksanaan IMS dengan pendekatan sindrom dan labortaorium
sederhana seperti yang dilakukan saat sekarang ini. Untuk peningkatan mutu
layanan dan mengetahui adanya perbaikan yang dibutuhkan perlu adanya umpan
balik dari stakeholder yang menggunakan jasa layanan yang dapat dilakukan melalui
pertemuan rutin.

37
MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan

c. Sosialisasi dan promosi perlu dilakukan pada stakeholder terkait seperti mucikari,
pemilik bar/karaoke, populasi risiko tinggi (pekerja seks wanita, waria, laki-laki),
masyarakat umum, dan layanan kesehatan lain tentang informasi layanan yang
dapat dilakukan di klinik sehubungan dengan IMS, termasuk jam layanan, jenis
pemeriksaan IMS yang terjamin kerahasiaan dan kenyamanannya, biaya, cara
pemeriksaan sehingga juga merupakan ajang promosi agar diketahui dengan benar
oleh stakeholder dan calon pengguna layanan IMS.

d. Pelayanan IMS yang diberikan harus jelas jam bukanya, jenis layanan IMS yang
dapat diberikan dan selesai dalam satu hari sehingga pasien cepat tertangani tidak
menularkan ke orang lain dan juga tidak harus pulang pergi untuk mendapatkan
hasil, layanan yang berorientasi pada kepentingan pasien, kerahasiaan terjamin, ada
alur layanan pasien yang jelas, dan menerangkan pada pasien untuk setiap tindakan
yang akan dilakukan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti pasien.
Pelayanan IMS yang diberikan dapat berupa layanan rutin dengan penapisan berkala
dan pengobatan presumtif berkala (PPB).
- Skrining/penapisan IMS merupakan proses pelaksanaan pemeriksaan atau tes
laboratorium, untuk mendeteksi penyakit, pada orang yang bergejala ataupun
tidak mengeluhkan gejala penyakit IMS (khususnya populasi berisiko tinggi ).
Penapisan secara rutin yang disertai dengan pengobatan yang efektif akan
memutuskan rantai penularan IMS mengingat sebagian IMS tidak bergejala, dan
dapat ditemukan ketika dilakukan pemeriksaan IMS.
Jarak waktu untuk penapisan rutin bervariasi bergantung pada beberapa faktor
yaitu, interval/waktu terinfeksi kembali, kesediaan pasien untuk sering
mendapatkan tes, dan kemampuan puskesmas/klinik layanan untuk melakukan
penapisan.

- Pengobatan Presumtif Berkala adalah memberikan obat secara berkala


(biasanya setiap 3 bulan) untuk gonore dan klamidia pada populasi risiko tinggi
dengan menganggapnya memiliki infeksi tersebut. Pada PPB, digunakan obat
dosis tunggal cefixime 400 mg dan azitromisin 1 gr yang diminum di depan
petugas. PPB dilakukan sebagai terapi massal sehingga diperlukan untuk
mencapai cakupan 100% populasi pada suatu waktu tertentu untuk dapat
memberikan hasil yang baik. Dengan PPB prevalensi IMS dapat turun dengan
cepat, namun demikian, perlu dipertahankan tetap rendah dengan upaya
peningkatan penggunaan kondom dan dengan layanan penapisan IMS berkala.

e. Penguatan jaringan pendukung diperlukan untuk membantu promosi, sosialisasi,


dan meningkatkan mutu layanan melalui pertemuan rutin antara petugas klinik dan
stakeholder yang termasuk dalam jaringan pendukung seperti petugas lapangan dari
LSM yang bekerja untuk populasi risiko tinggi, pendidik sebaya (peer educator).

f. Monitoring dan evaluasi perlu dilakukan untuk menilai apakah pelaksanaan


program sudah sesuai dengan rencana dan juga sebagai alat untuk kendali mutu.

38
MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan

Pokok Bahasan 3.
KERJASAMA DENGAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT

a. Melakukan Pemetaan
Pemetaan adalah proses penggambaran karakter fisik dan sosial suatu lokasi
menggunakan metode tertentu sehingga didapatkan hasil berupa peta fisik maupun
peta sosial berbentuk gambar (peta) dan narasi. Lokasi dalam konteks ini bisa
merupakan lokasi mejeng/kerja, lokasi tinggal, lokasi mejeng dan tinggal sekaligus,
baik permanen, semi permanen maupun tidak permanen dari populasi kunci yang
akan disasar.

Metode yang umumnya digunakan adalah observasi langsung dan wawancara.


Obsevasi langsung digunakan untuk memvisualkan peta fisik sementara wawancara
digunakan untuk menggambarkan peta sosial.

Beberapa hal yang termasuk penting divisualkan dalam peta fisik adalah:
Letak geografis, persebaran, jumlah dan nama-nama lokasi.
Bentuk atau tata ruang bangunan (rumah, wisma, barak, tempat mejeng, tempat
kost, pinggir jalan, taman, rumah bordil dll).
Sarana dan prasarana yang ada dan berguna bagi pelaksanaan program nantinya
(sarana pertemuan, kesehatan, outlet kondom, warung dll).
Cara mengakses lokasi ini
Beberapa hal kunci yang perlu digambarkan dalam petas sosial adalah:
Karakter sosial-demografi kelompok dampingan.
Estimasi jumlah (tinggi, rendah dan rata-rata).
Jumlah, nama dan peran para pemangku kepentingan yang ada.
Kebiasaan yang dilakukan pada waktu senggang
Perilaku seks dan perilaku pencarian kesehatan
Gambaran pengetahuan kelompok dampingan terkait IMS, HIV dan AIDS
Hubungan dan jaringan sosial yang ada diantara orang-orang dalam lokasi

Tujuan
Mengidentifikasi dan memilih lokasi yang akan menjadi lokasi pelaksanaan PPB.
Mengidentifikasi pemangku kepentingan yang berpengaruh di lokasi intervensi.
Mengidentifikasi sumber-sumber perolehan kondom dan pelicin dan cara-cara
distribusi/pemasaran yang efektif di sekitar lokasi.
Mengidentifikasi layanan IMS yang telah tersedia atau sebaiknya digunakan.

Pelaksana
Pelaksana pemetaan adalah pelaksana program IPP dan PPB (LSM, Puskesmas,
Dinkes dll). Secara khusus biasanya dilakukan oleh LSM pelaksana intervensi
perubahan perilaku khususnya Koordinator Lapangan (KL) dan Petugas Lapangan
(PL).

39
MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan

Sarana
Form daftar tilik (check list) pemetaan fisik
Form wawancara pemetaan sosial
Peta
Form laporan hasil pemetaan

Peran LSM sebagai motivator perubahan perilaku


Karena layanan IMS bersifat pasif maka diperlukan kerjasama dengan pihak lain
misalnya LSM yang bekerja langsung pada populasi risiko tiinggi maupun risiko
rendah sehingga layanan IMS yang komprehensif dapat dimanfaatkan dengan efektif
dan efisien. Fungsi mereka mengingatkan pada populasi risiko tinggi untuk perilaku
pengobatan yang benar dengan datang ke klinik IMS untuk pemeriksaan rutin mapun
mendapatkan PPB bagi WPS baru atapun yang ada gejala IMS.

40
MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan

Pokok Bahasan 4
PENERAPAN LAYANAN KOMPREHENSIF IMS
DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN
a. Alur Layanan
ALUR PASIEN KEGIATAN PETUGAS

Pencatatanidentitasdengan
Ruang jaminankonfidensialitas
Pendaftarandan PemberiannomorRegister PetugasAdministrasi
RuangTunggu Penyiapanformulir
pemeriksaan

MelengkapiFormulir Anamnesisdan
Pemeriksaan pemeriksaanfisik
RuangKonsultasi Pemeriksaanfisikoleh
danPemeriksaan olehdokter
dokter Sediaanlabdantes
Pengambilanspesimen Whiffoleh
perawata/bidan

Pengirimanspecimenke
Perawat/Bidan
petugaslab

Pengambilandarah
Pemeriksaanlabbasah
Laboratorium PengecatanGram/ Perawat/Bidan
MethylenBlue,RPR&TPHA
Hasildiserahkankedokter

RuangTunggu

PenyampaianHasil
RuangKonsultasi pemeriksaanLab Dokter danperawat/
danPemeriksaan KIE Bidan

KonselingdanEdukasi
tentangHIVdantesdengan
4C(counseling,consent,
RuangKonseling confidential&condom) Konselor
PemberianbrosurKIE
Perjanjiankunjunganyang
akandatang

41
MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan

b. Sistim Rujukan
Kegiatan layanan IMS dapat berjalan dengan baik jika ada kerjasama dari LSM yang
bekerja di populasi kunci, Puskesmas/klinik yang memberikan layanan IMS, dan RS
yang menerima kasus yang tidak dapat ditangani di Puskesmas/klinik sehingga
dibutuhkan sistem rujukan yang jelas dari ketiga komponen yang sudah disebutkan
tersebut. Untuk lebih jelas gambarannya adalah sebagai berikut:

LSM Puskesmas/klinik RS Puskesmas/klinik LSM

42
MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan

VI. REFERENSI

1. Buku Pedoman Interktive,Penata Laksanaan Penderita IMS dengan Pendekatan


Sindroma Dirjen PPM dan PLP,Edisi 2, th 2005
2. Pedoman Perawatan, Dukungan dan Pengobatan ODHA, Departemen Kesehatan
RI, 2006
3. Pedoman Penatalaksanaan IMS,Dirjen PP dan PL 2006
4. Rencana aksi Pengendalin IMS termasu ISR 2008-20012 , 2007

43
MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan

5.

44
MI-2 Peran Petugas dalam Layanan IMS Menggunakan Laboratorium Sederhana

MATERI INTI 2
PERAN PETUGAS DALAM LAYANAN IMS
MENGGUNAKAN LABORATORIUM SEDERHANA

I. POKOK BAHASAN

Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan berikut:


Pokok Bahasan 1. Pengertian Laboratorium Sederhana
Pokok Bahasan 2. Penatalaksanaan IMS dengan Laboratorium Sederhana
Pokok Bahasan 3. Program Pemantapan Mutu
a. Internal
b. Eksternal
Pokok Bahasan 4. Peran Petugas dalam layanan IMS dengan menggunakan
pemeriksaan laboratorium sederhana

II. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

Pada sesi materi ini, peserta akan mempelajari 3 (tiga) pokok bahasan. Berikut ini
merupakan pedoman bagi fasilitator dan peserta dalam melaksanakan pembelajaran.

Langkah 1
Kegiatan fasilitator:
Agar substansi ini dapat dipahami sepenuhnya oleh peserta ciptakan suasana belajar
yang rileks dan menyenangkan serta suasana yang dapat memotivasi peserta untuk
mengikuti sesi ini. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada sesi ini
dan menggali pengetahuan peserta tentang peran setiap petugas dalam layanan IMS
menggunakan laboratorium sederhana.

Langkah 2
Pokok bahasan 1
Untuk pokok bahasan definisi dan tujuan Laboratorium Sederhana fasilitator melakukan
metode brain storming dan menuliskan apa yang telah diketahui peserta. Selanjutnya
fasilitator menjelaskan bagaimana membangun laboratorium sederhana dan
pemeriksaan apa saja yang dapat dilakukan di laboratorium sederhana.

Langkah 3
Pokok bahasan 2
Fasilitator menggali pendapat peserta tentang penatalaksanaan IMS dengan
Laboratorium Sederhana yaitu meliputi pendekatan etiologi/penyebab, klinis dan
sindrom. Beri kesempatan peserta untuk tanya jawab.

Langkah 4
Pokok bahasan 3

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 45


MI-2 Peran Petugas dalam Layanan IMS Menggunakan Laboratorium Sederhana

Fasilitator menggali pendapat peserta tentang Program Pemantapan Mutu, selanjutnya


fasilitator menyampaikan penjelasan tentang : program pemantapan mutu meliputi L
pengendalian mutu internal dan eksternal.
Beri kesempatan peserta untuk tanya jawab.

Langkah 5
Pokok bahasan 4
Fasilitator menggali pendapat peserta tentang kerjasama tim dalam pemeriksaan
laboratorium sederhana selanjutnya fasilitator menjelaskan tentang bagaimana
kerjasama tim dalam laboratorium sederhana.

Langkah 6
Penugasan Simulasi Kerjasama Tim

Langkah 7
Penutup

Kemudian fasilitator menutup sesi dengan memberikan ulasan tentang hal-hal yang
perlu mendapat perhatian khusus dalam melakukan pemeriksaan di laboratorium
sederhana ini.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 46


MI-2 Peran Petugas dalam Layanan IMS Menggunakan Laboratorium Sederhana

III. URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1.
LABORATORIUM SEDERHANA

a. Definisi
Sebuah laboratorium sederhana dalam klinik Infeksi Menular Seksual (IMS) menurut
Guidelines for STD prevention dari CDC, adalah laboratorium yang minimal mampu
melaksanakan beberapa pemeriksaan seperti:
1) Pewarnaan Gram
Untuk mendeteksi intraseluler Diplokokus Negatif Gram (DNG) dan ada tidaknya
lekosit polimorfonuklear (PMN) untuk mengetahui penyebab servisitis atau
uretritis.
2) Sediaan basah dengan saline (NaCl 0.9%)
Digunakan untuk pemeriksaan Trichomonas vaginalis dan Clue cells yang
merupakan bagian dari deteksi bakterial vaginosis
3) Sediaan basah dengan KOH 10%
untuk identifikasi yeast dan Whiff tes.
4) Tes serologi sifilis (TSS)
untuk mendeteksi antibodi, baik dengan antigen non Treponemal seperti
RPR/VDRL maupun dengan antigen Treponemal seperti TPHA atau
pemeriksaan langsung dengan darkfield mikroskop

Sedangkan menurut KemKes RI, yang dimaksud dengan laboratorium sederhana


pada klinik IMS adalah laboratorium yang melakukan pemeriksaan dengan alat
bantu utama mikroskop saja. Sehingga pemeriksaan yang dapat dilaksanakan pada
laboratorium sederhana menurut KemKes RI adalah:
1) Pewarnaan Gram
2) Sediaan basah dengan saline (NaCl 0.9%)
3) Sediaan basah dengan KOH 10%

b. Tujuan
Laboratorium sederhana dalam sebuah klinik Infeksi Menular Seksual (IMS)
disiapkan untuk melakukan pemeriksaan yang cepat, tepat dan murah untuk
membantu menegakan diagnosis IMS.

Memberikan hasil pemeriksaan laboratorium dalam waktu sesegera mungkin


sehingga pasien dapat didiagnosa dan diobati dengan cepat dan tepat.

c. Membangun laboratorium sederhana


Dalam membangun laboratorium sederhana hal-hal yang harus diperhatikan adalah:
1) Mempersiapkan tenaga laboratorium
a) Mampu melakukan pemeriksaan minimal yang dianjurkan
b) Memiliki sikap yang profesional dan sensitivitas mengenai kerahasiaan

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 47


MI-2 Peran Petugas dalam Layanan IMS Menggunakan Laboratorium Sederhana

c) Mengetahui konsep dasar universal precaution, prosedur keselamatan dan


kesehatan kerja dan prosedur kendali mutu
2) Menyediakan peralatan dan infrastruktur
3) Membuat sistem pemantapan mutu
4) Membangun jaringan rujukan ke laboratorium yang lebih lengkap

d. Pemeriksaan pada Laboratorium Sederhana Klinik IMS


1) Pemeriksaan sediaan basah
a) Prinsip Pemeriksaan
Sekret vagina atau eksudat dapat langsung diperiksa untuk mengetahui ada
tidaknya yeast, trichomonas vaginalis atau clue cells dengan menggunakan
sediaan basah saline (Stamm, 1988). Sedangkan preparat KOH digunakan
untuk melarutkan mukus dan jaringan dari bahan pemeriksaan untuk
mempermudah pemeriksaan yeast atau elemen dari jamur/candida. Sebagai
tambahan, bau amine dapat diobservasi untuk pasien dengan bakterial
vaginosis dan T. vaginalis ketika sediaan ditetesi dengan KOH 10%. pH
vagina lebih dari 4.5 juga mengindikasikan adanya bakterial vaginosis dan T.
vaginalis.

b) Bahan Pemeriksaan
Sekret vagina atau bahan lainnya yang sesuai diambil dengan kapas
sengkelit. Jika kemudian kapas sengkelit tersebut dimasukan kedalam 1 mL
saline dalam sebuah tabung kecil, maka saline tersebut dapat digunakan
untuk sediaan basah saline dan KOH. Untuk pemeriksaan pH vagina, oleskan
kertas pH pada dinding vagina atau duh tubuh vagina pada spekulum. Hindari
kontak dengan mukus di serviks karena memiliki pH tinggi.

c) Cara kerja
(1) Lidi kapas dicelupkan kedalam 1 mL garam fisiologis kemudian campur
bahan pemeriksaan dengan cara memutar kapas lidi pada dasar tabung
kecil yang berisi saline untuk membuat suspensi yang pekat
(2) Teteskan bahan pemeriksaan tersebut pada kaca objek dan tutup dengan
kaca penutup secara hati-hati agar tidak menimbulkan gelembung udara
(3) Periksa sediaan sesegera mungkin untuk mengetahui adanya yeast,
Trichomonas, atau clue cels. Periksa dengan mikroskop menggunakan
pembesaran rendah dengan cahaya lemah, Trichomonas lebih sering
ditemukan dengan pembesaran rendah. Gunakan pembesaran tinggi
untuk memeriksa adanya yeast, pseudohyphae, clue cells atau
Trichomonas
(4) Preparat KOH dibuat dengan meletakan bahan pemeriksaan pada sebuah
kaca objek, teteskan KOH 10% dan campurkan dengan menggunakan
lidi, tutup dengan kaca penutup (hindari gelembung udara). Identifikasi
adanya bau amis
(5) Periksa dibawah mikroskop dengan pembesaran tinggi

Atau

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 48


MI-2 Peran Petugas dalam Layanan IMS Menggunakan Laboratorium Sederhana

(1) Satu tetes saline (KOH 10% untuk pemeriksaan Kandida) diteteskan pada
gelas objek
(2) Spesimen pada ujung lidi kapas dicampurkan pada tetesan tersebut
(3) Tutup dengan kaca penutup
(4) Lewatkan pada hawa api untuk meningkatkan pergerakan T. vaginalis
(5) Periksa dibawah mikroskop

d) Interpretasi hasil
(1) Trichomonas hanya terlihat pada sediaan basah saline (hancur dengan
KOH). Berbentuk amoboid (umumnya oval), lebih besar dari lekosit PMN
dan dalam sediaan segar dapat dikenali dari gerakannya yang
menghentak-hentak. Diagnosa ditegakkan dengan ditemukannya
Trichomonas walaupun hanya satu.
(2) Beberapa Clue cells dan sedikit atau tidak adanya PMN adalah indikasi
bakterial vaginosis. Clue cells adalah sel epitel vagina yang ditutupi oleh
berbagai bakteri vagina sehingga memberikan gambaran granular dengan
batas sel yang kabur karena melekatnya bakteri batang atau kokus yang
kecil. Clue cells hanya terlihat pada sediaan basah saline.

Bakterial Vaginosis (BV) didiagnosis dari kriteria berikut :


1. DTV (Duh Tubuh Vagina)
2. Clue Cells
3. Odor/Whiff tes
4. pH > 4.5
BV Positif jika 3 dari 4 kriteria diatas positif.

(3) Yeast mungkin tertutupi oleh epitel pada preparat saline oleh karena itu
penambahan KOH 10% sangat membantu dalam menemukan pseudo
hyphae dan yeast pada preparat basah

e) Faktor kesalahan
Kesalahan tehnik yang dapat menurunkan sensitivitas pemeriksaan sediaan
basah diantaranya adalah:
(1) Bahan pemeriksaan dari endoserviks
(2) Menggunakan saline yang dingin
(3) Menunda pembacaan sediaan
(4) Kontaminasi sediaan saline oleh KOH
(5) Terlalu banyak salide pada kaca objek
(6) Sediaan terlalu tebal
(7) Lapangan pandang terlalu terang akibat penggunaan kondensor yang
tidak sesuai
(8) Hanya memeriksa sebagian kecil sediaan

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 49


MI-2 Peran Petugas dalam Layanan IMS Menggunakan Laboratorium Sederhana

2) Pewarnaan Gram/Metilen Biru


Dalam beberapa keadaan tidak diperlukan pulasan Gram atau Ziehl-Neelsen,
yaitu jika hanya menghendaki menyatakan adanya jasad renik saja. Dalam hal
itu, pulasan yang cepat dan tepat adalah memakai larutan metilen biru menurut
Loeffler

a) Bahan Pemeriksaan
(1) Hapusan Uretral
Pasien sebaiknya tidak buang air kecil dalam 2 jam sebelum pengambilan
bahan pemeriksaan
(2) Hapusan Servikal
Bersihkan serviks sebelum pengambilan bahan pemeriksaan untuk
mengurangi jumlah bakteri vagina dan sel pada sediaan
(3) Hapusan Rektal
Gunakan anuskopi untuk pengambilan bahan pemeriksaan

b) Bahan
(1) Larutan metilen biru 1% atau
(2) Buat larutan metilen biru menurut Loeffler. Metilen biru 0.3gr; alkohol 95%
30 mL; larutan KOH 10% 0.1 ml; aquadest 100 mL. Metilen biru digerus
dalam mortir dengan alkohol, pindahkan kedalam sebuah botol,
tambahlah larutan KOH kedalam isi botol itu, kemudian pakailah isi botol
untuk berkali-kali mencuci mortir, yang dimasukan kembali kedalam botol,
biarkan 24 jam dan lalu saringlah

c) Cara Kerja
(1) Rekatkan sediaan yang sudah kering pada udara dengan hawa api.
(2) Pulaslah dengan metilen biru selam - 3 menit.
(3) Cuci dengan aquadest, keringkan dan periksa dengan objektif 100x dan
minyak imersi.
d) Faktor Kesalahan
(1) Menggosok bukan memutar kapas lidi yang berisi bahan pemeriksaan
pada kaca objek akan merusak morfologi sel
(2) Preparat yang tidak difiksasi sehingga dapat menyebabkan sediaan lepas
dari kaca objek ketika pencucian
(3) Fiksasi yang terlalu panas akan menyebakan timbulnya artifacts

3) Ringkasan Cara Kerja


a) Pemeriksaan pH
- Oleskan duh vagina pada kertas pH secukupnya dan ratakan dengan
menggunakan kapas lidi.
- Bandingkan warna yang terbentuk pada skala warna yang ada
- pH normal vagina adalah 3.8 4.2
- pH > 4.5 sering kali diikuti dengan adanya trichomonas.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 50


MI-2 Peran Petugas dalam Layanan IMS Menggunakan Laboratorium Sederhana

- Hal-hal yang dapat mempengaruhi adalah NaCl, pelumas spekulum dan


menstrual secretions.
- Tuliskan hasil pada formulir hasil berupa < 4.5 atau > 4.5

b) Pemeriksaan sediaan basah


- Oleskan duh vagina secukupnya di 2 tempat terpisah pada 1 kaca obyek.
- Teteskan Nacl 0.9% secukupnya pada 1 olesan dan KOH 10% pada
olesan lainnya (lakukan whiff tes secara bersamaan).
- Tutup dengan kaca penutup. Periksa dengan mikroskop

o Menggunakan pembesaran obyektif 10x


- Organisme berbentuk seperti buah pear, bergerak dan adanya lekosit
menandakan Trichomonas.
- Yeast dan pseudohyphae dapat terlihat (bening). Yeast akan terlihat
lebih tinggi dalam sediaan KOH 10% dibandingkan dalam NaCl 0.9%
- Tuliskan hasil dalam formulir berupa Trichomonas/Candida didapat
atau tidak didapat

o Menggunakan pembesaran obyektif 40x


- Clue cells, adalah sel epitel yang bersisik dengan bakteri menempel
permukaannya sehingga terlihat bintik-bintik hitam terlihat pada
bacterial vaginosis.
- Bakteri berbentuk lactobacilli normal didapat
- Lekosit mengindikasikan trichomonas atau cervicitis.
- Tuliskan hasil berupa clue cells didapat atau tidak didapat

c) Whiff Tes
- Pada saat penambahan KOH 10% cium ada atau tidaknya bau yang
keluar dari sediaan
- Bau amis yang sangat kuat karena adanya pelepasan amine dari bakteri
yang tumbuh diatas ambang normal
- Tuliskan hasil berupa Whiff / Amine tes positip atau negatip

d) Pemeriksaan gonokokkus
- Oleskan duh tubuh pada kaca obyek dengan gerakan memutar
- Rekatkan sediaan yang sudah kering pada hawa udara dengan api
- Pulaslah dengan metilen biru selama - 3 menit
- Cuci dengan air, keringkan dan periksa dengan pembesaran obyektif 100x

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 51


MI-2 Peran Petugas dalam Layanan IMS Menggunakan Laboratorium Sederhana

Pokok Bahasan 2.
PENATALAKSANAAN IMS DENGAN LABORATORIUM SEDERHANA

Secara umum ada 3 cara yang dapat digunakan dalam menegakkan diagnosis IMS
yang biasa dilakukan petugas kesehatan dengan masing-masing keuntungan dan
kerugiannya.

a. Pendekatan Etiologi/Penyebab
Pendekatan ini dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan laboratorium untuk
menentukan kuman penyebab penyakit.
Keuntungan dari cara ini ialah:
- Diagnosa dapat dilakukan dengan tepat karena berdasarkan penyebab penyakit
- Pengobatan tepat karena didasarkan atas diagnosa yang tepat
- Dapat mendiagnosa IMS asimtomatik
- Mencegah terjadinya pengobatan yang berlebihan (over treatment)
- Mencegah komplikasi dan resistensi karena diagnosa yang kurang tepat dan
kegagalan pengobatan

Cara ini adalah yang paling baik dalam melakukan penentuan diagnosis IMS tetapi
bukanlah yang paling ideal karena kekurangannya adalah:
- Membutuhkan fasilitas laboratorium
- Petugas harus cukup trampil
- Membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga pengobatan dapat terlambat
- Biaya yang relatif mahal

b. Pendekatan Klinis
Pendekatan ini dilakukan dengan menggunakan gejala dan keluhan yang spesifik
untuk menentukan IMS.
Keuntungan cara ini adalah:
- Diagnosa dapat dilakukan dengan cepat
- Biaya yang lebih murah
Kekurangannya adalah:
- Memerlukan pengalaman untuk melakukannya
- Tidak dapat membedakan penyebab infeksi campuran
- Komplikasi karena kegagalan pengobatan

c. Pendekatan sindrom
Pendekatan sindrom dilakukan dengan:
- Mengelompokkan kuman penyebab utama melalui sindrom klinis yang
ditimbulkannya
- Menggunakan bagan alur akan membantu petugas kesehatan menentukan
penyebab setiap sindrom.
- Mengobati penderita untuk semua penyebab utama yang berdampak timbulnya
sindrom
- Menjamin pasangan dari penderita harus diobati, dianjurkan untuk patuh
berobat, dianjurkan memakai kondom untuk menurunkan resiko penularan

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 52


MI-2 Peran Petugas dalam Layanan IMS Menggunakan Laboratorium Sederhana

Keuntungan cara ini adalah:


- Cepat
- Terapi diberikan hari yang sama
- Mengobati kuman penyebab utama
- Memutus rantai penularan
Kekurangannya adalah:
- Penegakkan diagnosis dan pengobatan yang berlebihan (over-diagnosis & over-
treatment)

Pokok Bahasan 3.
PROGRAM PEMANTAPAN MUTU

Untuk mencapai hasil pemeriksaan yang dapat dipertanggungjawabkan maka mutu


hasil pemeriksaan harus selalu dipantau dengan sistem kendali mutu yang baik.

Lima faktor yang mempengaruhi mutu hasil pemeriksaan yang harus diperhatikan
adalah:
- Peralatan yang baik dan tervalidasi
- Metode pemeriksaan yang memenuhi kriteria diagnosa dini
- Reagensia atau bahan kimia untuk menganalisa yang bermutu
- Petugas Laboratorium yang profesional dan bertanggung jawab
- Manajemen laboratorium yang berorientasi pada mutu hasil pemeriksaan

Pemilihan peralatan, metode pemeriksaan dan reagensia harus didasarkan suatu uji
evaluasi yang telah dilakukan.

Mutu reagensia yang digunakan sebagai bahan dasar pemeriksaan sangat


berpengaruh pada mutu hasil pemeriksaan. Untuk itu, pengawasan penggunaan
reagensia terutama pemantauan reagensia yang kadaluarsa harus diperhatikan.

Manajemen Pengendalian Mutu dibedakan menjadi :


a. Internal
Program Pengendalian Mutu Internal, meliputi 3 area, yaitu :
a) Tahap pre-analitik
Pengendalian mutu pre-analitik mencakup semua tahapan sebelum pemeriksaan
laboratorium dilakukan yaitu persiapan pasien dan pengambilan atau penanganan
spesimen (bahan pemeriksaan).

b) Tahap analitik
Program pengendalian dan pemantapan mutu meliputi semua upaya yang
dilakukan oleh Dinas Kesehatan yang bekerja sama dengan Lembaga
independen untuk menjamin agar mutu hasil pemeriksaan yang dikeluarkan oleh
Laboratorium sederhana klinik IMS dapat dipertanggungjawabkan.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 53


MI-2 Peran Petugas dalam Layanan IMS Menggunakan Laboratorium Sederhana

Upaya ini mencakup 3 aspek utama, yaitu :


1) Mutu reagen dan alat yang digunakan.
Upaya yang dilakukan meliputi pembuktian terhadap reagensia, pengecekan
dan pemeliharaan alat/instrumen secara terjadwal untuk meyakinkan bahwa
reagen dan alat/instrumen yang digunakan memenuhi syarat.

2) Ketelitian dan ketepatan pemeriksaan


Upaya yang dilakukan yaitu mengirimkan paling tidak 10% dari bahan
pemeriksaan beserta hasilnya yang dipilih secara acak kepada Lembaga/Balai
labkes/ PKM Rujukan secara rutin setiap bulannya untuk diperiksa ulang.

3) Mutu antar Laboratorium sederhana.


Walaupun jenis peralatan yang digunakan oleh setiap Laboratorium berbeda-
beda, namun mutu hasil yang dikeluarkan haruslah sama. Konsultan
Teknis/Quality Control (TQC) yang ditunjuk Dinas Kesehatan akan melakukan
Blind Testing yaitu dengan cara setiap bulan mengirimkan bahan pemeriksaan
yang telah diketahui hasilnya ke seluruh Laboratorium. Semua Laboratorium
mengerjakan bahan kontrol ini bersama-sama dengan pengerjaan untuk
sampel pasien, kemudian melaporkan hasilnya kembali ke konsultan TQC yang
ditunjuk Dinas Kesehatan.

c) Tahap post analitik


Upaya yang dilakukan yaitu dengan menyeragamkan penulisan hasil pemeriksaan
agar lebih mudah diartikan dalam menunjang diagnosa dan mengevaluasi serta
meningkatkan kecepatan serta ketepatan pemeriksaan yang dilakukan dengan
pelatihan dan kunjungan langsung serta menyebarkan angket kepada petugas
klinik lainnya

b. Eksternal
Mutu yang terjamin adalah suatu keyakinan yang diberikan oleh penyedia jasa
layanan kepada pelanggannya. Agar kegiatan yang dilaksanakan memenuhi kriteria
standar mutu termasuk layanan laboratorium diperlukan upaya pemantapan mutu
yang berbasis bukti yang dapat terukur.

Peningkatan mutu pemeriksaan laboratorium dilaksanakan melalui berbagai upaya,


antara lain peningkatan kemampuan manajemen dan kemampuan teknis tenaga
laboratorium, peningkatan teknologi laboratorium, peningkatan rujukan dan
peningkatan kegiatan pemantapan mutu.

Pemantapan mutu laboratorium ditujukan untuk menjamin ketelitian dan ketepatan


hasil pemeriksaan laboratorium dan untuk mendeteksi adanya penyimpangan.

Pemantapan Mutu Eksternal (PME) adalah kegiatan pemantapan mutu yang


diselenggaralan secara periodik oleh pihak lain di luar laboratorium yang
bersangkutan untuk memantau dan menilai penampilan suatu laboratorium di bidang
pemeriksaan tertentu. Penyelenggaraan PME dilaksanakan oleh pihak pemerintah,

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 54


MI-2 Peran Petugas dalam Layanan IMS Menggunakan Laboratorium Sederhana

swasta atau internasional dan diikuti oleh semua laboratorium, baik milik pemerintah
maupun swasta dan dikaitkan dengan akreditasi laboratorium kesehatan serta
perizinan laboratorium kesehatan swasta.
PME harus dilaksanakan sebagaimana kegiatan pemeriksaan yang biasa dilakukan
oleh petugas yang biasa melakukan pemeriksaan dengan reagen/peralatan/metode
yang biasa digunakan sehingga benar-benar dapat mencerminkan penampilan
laboratorium tersebut yang sebenarnya. Setiap nilai yang diperoleh dari
penyelenggara harus dicatat dan dievaluasi untuk mempertahankan mutu
pemeriksaan atau perbaikan-perbaikan yang diperlukan untuk peningkatan mutu
pemeriksaan.

Untuk menjaga mutu layanan, Puskesmas/Klinik harus proaktif berpartisipasi dalam


Pemantapan Mutu Eksternal yang dilaksanakan secara periodic satu tahun sekali
oleh Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik, berupa pengiriman blind sample
berupa serum/sample untuk diperiksa Sifilis dan atau HIV dan kemudian hasilnya di
evaluasi.

Kegiatan PME ini dapat dikoordinir oleh Dinas Kesehatan setempat untuk
selanjutnya bekerjasama dengan Balai Laboratorium Kesehatan Daerah/Provinsi
untuk penyelenggaraan PME untuk pemeriksaan sifilis dan HIV.

Pokok Bahasan 4.
PERAN PETUGAS DALAM LAYANAN IMS MENGGUNAKAN LABORATORIUM
SEDERHANA

Kerjasama tim dalam pemeriksaan laboratorium sederhana dimulai dari petugas


administrasi yaitu dengan menuliskan kode pada tabung darah, dan kaca obyek.
Petugas administrasi membawa tabung darah dan kaca obyek dan mengantarkan
pasien ke ruang periksa, beserta rekam medisnya.
Di ruang periksa dokter/perawat/bidan mengambil spesimen vagina dan servik untuk
pasien perempuan, dan anus/uretra untuk pasien laki-laki dan waria. Petugas di
ruang periksa membuat sediaan basah dan kering untuk diserahkan ke laboratotium,
beserta rekam medisnya. Pengambilan darah dapat dilakukan oleh petugas di ruang
periksa atau di laboratorium.
Petugas laboratorium segera melakukan pemeriksaan sesuai dengan sampel yang
diterima. Selesai melakukan pemeriksaan hasil dituliskan ke rekam medis untuk
diserahkan ke dokter di ruang terapi dan konseling.

R. Pendaftaran R. Pemeriksaan R. Laboratorium R. Terapi & Konseling

Rekam medis selalu menyertai pasien atau sampel di setiap ruangan sebagimana alur
tersebut di atas.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 55


MI-2 Peran Petugas dalam Layanan IMS Menggunakan Laboratorium Sederhana

IV. REFERENSI

1. Pelatihan Managemen Klinik Infeksi Menular Seksual untuk Analis Laboratorium,


FHI
2. Training Modules for the Syndromic Management of Sexually Transmitted
Infection, 2nd Edition, WHO, 2007
3. Pedoman Pelaksanaan Infeksi Menular Seksual, KemKes.RI, 2006
4. Penyakit Menular Seksual FKUI

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 56


MI-3 Lab Pemeriksaan Laboratorium Sederhana

MATERI INTI 3
PEMERIKSAAN LABORATORIUM SEDERHANA

I. POKOK BAHASAN

Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan berikut:


Pokok Bahasan 1. Alur Pemeriksaan Laboratorium untuk IMS & HIV
Pokok Bahasan 2. Pemeriksaan Sediaan Basah
a. Prinsip Pemeriksaan Sediaan Basah
b. Prosedur Kerja
c. Cara membaca preparat sediaan basah dan interpretasi
hasil
d. Faktor faktor kesalahan pada pemeriksaan sediaan
basah
Pokok Bahasan 3. Pemeriksaan Sediaan Kering
a. Pemeriksaan Gram
b. Pewarnaan Metilen Biru
c. Membaca sediaan kering
d. Faktor faktor kesalahan pada pemeriksaan sediaan
kering
II. URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1.
ALUR PEMERIKSAAN LABORATORIUM UNTUK IMS & HIV
Pemeriksaan laboratorium untuk IMS dan HIV pada fasilitas layanan mengikuti alur
sebagai berikut :

ALUR PEMERIKSAAN LABORATORIUM


UNTUK IMS & HIV
Sample Pasien/klien

DARAH
SAMPEL/PREPARAT

BASAH KERING SIFILIS ANTI-HIV

KOH 10 % Nacl 0.9 % Gram/Metilen Blue

IKUTI PROTAP LAB SEDERHANA IKUTI PROTAP HIV


IKUTI PROTAP SIFILIS

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 57


MI-3 Lab Pemeriksaan Laboratorium Sederhana

Penjelasan alur :
1. Setiap pasien dengan risiko tinggi IMS dan HIV diambil sampel untuk
pemeriksaan laboratorium
2. Sampel preparat akan diambil untuk pemeriksaan basah dan kering
3. Sampel darah diambil jika akan dilakukan pemeriksaan sifilis dan atau HIV
4. Pemeriksaan laboratorium sediaan basah menggunakan reagen KOH 10% dan
NaCl 0,9%
5. Pemeriksaan laboratorium sediaan kering menggunakan reagen Gram atau
Metilen blue
6. Prosedur kerja mengikuti protap laboratorium sederhana, sifilis.
7. Untuk pemeriksaan HIV mengikuti protap diagnostik HIV

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 58


MI-3 Lab Pemeriksaan Laboratorium Sederhana

Pokok Bahasan 2.
PEMERIKSAAN SEDIAAN BASAH

a. Prinsip Pemeriksaan Sediaan Basah


Sekret vagina atau eksudat dapat langsung diperiksa untuk mengetahui ada tidaknya
yeast, trichomonas vaginalis atau clue cells dengan menggunakan sediaan basah
saline (Stamm, 1988). Sedangkan preparat KOH digunakan untuk melarutkan mukus
dan jaringan dari bahan pemeriksaan untuk mempermudah pemeriksaan yeast atau
elemen dari jamur/candida. Sebagai tambahan, bau amine dapat diobservasi untuk
pasien dengan bakterial vaginosis dan T. vaginalis ketika sediaan ditetesi dengan
KOH 10%. pH vagina lebih dari 4.5 juga mengindikasikan adanya bakterial vaginosis
dan T. vaginalis.

b. Prosedur Kerja
1) Bahan Pemeriksaan
Sekret vagina atau bahan lainnya yang sesuai diambil dengan kapas sengkelit.
Jika kemudian kapas sengkelit tersebut dimasukan kedalam 1 mL saline dalam
sebuah tabung kecil, maka saline tersebut dapat digunakan untuk sediaan basah
saline dan KOH. Untuk pemeriksaan pH vagina, oleskan kertas pH pada dinding
vagina atau duh tubuh vagina pada spekulum. Hindari kontak dengan mukus di
serviks karena memiliki pH tinggi.

2) Peralatan :
1. Mikroskop dengan pembesaran 10x dan 40x
2. Pipet tetes
3. Cover glass (Kaca Penutup)

3) Reagen :
1. KOH 10 %
2. NaCl 0,9 %
3. Hipocloride 0.05%

4) Cara Kerja :
1. Penerimaan sediaan dari ruang pengambilan spesimen
1. Sediaan harus diterima bersama dengan formulir catatan medisnya
2. Cocokan nomor kode sediaan dengan nomor kode di catatan medis
3. Sediaan berisi 2 hapusan
2. Teteskan 1 tetes NaCl 0,9 % pada salah satu hapusan, aduk dengan ujung
kaca penutup (cover glass)
3. Tutup menggunakan kaca penutup dengan menempelkan salah satu sisi
kaca penutup pada sediaan dan menutupnya secara perlahan.
4. Teteskan 1 tetes KOH 10 % pada hapusan yang lainnya, cium ada tidaknya
bau amis, aduk dengan kaca penutup (cover glass) kemudian tutup dengan
kaca penutup

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 59


MI-3 Lab Pemeriksaan Laboratorium Sederhana

5. Periksa sediaan NaCl terlebih dahulu dibawah mikroskop dengan lensa


objektif 10x dan 40x untuk melihat adanya Trichomonas vaginalis dan Clue
cell
6. Periksa sediaan KOH 10% dibawah mikroskop dengan lensa objektif 10x dan
40x untuk melihat adanya bentuk-bentuk Kandida
7. Masukan sediaan yang sudah diperiksa kedalam campuran hipocloride 0.5%
8. Tulis hasil pemeriksaan pada catatan medis dan buku register laboratorium
IMS
9. Berikan lembar catatan medis pada ruangan konseling dan pengobatan

c. Cara Membaca Preparat Sediaan Basah dan Interpretasi hasil


a) Trichomonas hanya terlihat pada sediaan basah saline (hancur dengan KOH).
Berbentuk amoboid (umumnya oval), lebih besar dari lekosit PMN dan dalam
sediaan segar dapat dikenali dari gerakannya yang menghentak-hentak. Diagnosa
ditegakkan dengan ditemukannya Trichomonas walaupun hanya satu.
b) Beberapa Clue cells dan sedikit atau tidak adanya PMN adalah indikasi bakterial
vaginosis. Clue cells adalah sel epitel vagina yang ditutupi oleh berbagai bakteri
vagina sehingga memberikan gambaran granular dengan batas sel yang kabur
karena melekatnya bakteri batang atau kokus yang kecil. Clue cells hanya terlihat
pada sediaan basah saline.
Bakterial Vaginosis (BV) didiagnosis dari kriteria berikut :
1. DTV (Duh Tubuh Vagina)
2. Clue Cells
3. Odor/Whiff tes
4. pH > 4.5
BV Positif jika 3 dari 4 kriteria diatas positif.

c) Yeast mungkin tertutupi oleh epitel pada preparat saline oleh karena itu
penambahan KOH 10% sangat membantu dalam menemukan pseudo
hyphae dan yeast pada preparat basah

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 60


MI-3 Lab Pemeriksaan Laboratorium Sederhana

1) Cara membaca hasil Trichomonas Vaginalis


SEDIAAN BASAH NaCl 0.9 % :
Trichomonas vaginalis Positif bila : Ditemukan 1 T. vaginalis (bentuk seperti
layang-layang dan bergerak)

Trichomonas Vaginalis

2) Cara Membaca hasil clue cells


Clue cell Positif bila : 25% dari epitel yang ditemukan permukaannya di tutupi
oleh bakteri pada sediaan NaCl 0.9%

Clue Cells

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 61


MI-3 Lab Pemeriksaan Laboratorium Sederhana

3) Cara membaca hasil candida


SEDIAAN BASAH KOH 10 % :
Kandida positif bila : Ditemukan 1 pseudohypae dan atau blatospora pada
sediaan KOH 10%.
Whiff test positif bila tercium bau amis fishy odor setelah ditetesi KOH

6. blastophora 7. Pseudohypae

d. Faktor faktor kesalahan pada pemeriksaan sediaan basah


Kesalahan tehnik yang dapat menurunkan sensitivitas pemeriksaan sediaan basah
diantaranya adalah:
1) Bahan pemeriksaan dari endoserviks
2) Menggunakan saline yang dingin
3) Menunda pembacaan sediaan
4) Kontaminasi sediaan saline oleh KOH
5) Terlalu banyak salide pada kaca objek
6) Sediaan terlalu tebal
7) Lapangan pandang terlalu terang akibat penggunaan kondensor yang tidak
sesuai
8) Hanya memeriksa sebagian kecil sediaan

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 62


MI-3 Lab Pemeriksaan Laboratorium Sederhana

Pokok Bahasan 3.
Pemeriksaan Sediaan Kering

5. Bahan Pemeriksaan
a) Hapusan Uretral
Pasien sebaiknya tidak buang air kecil sebelum pengambilan bahan pemeriksaan
b) Hapusan Servikal
Bersihkan serviks sebelum pengambilan bahan pemeriksaan untuk mengurangi
jumlah bakteri vagina dan sel pada sediaan
c) Hapusan Rektal
Gunakan anuskopi untuk pengambilan bahan pemeriksaan

6. Pewarnaan Gram
1) Pengertian dan pemeriksaan gram
Pewarnaan Gram merupakan pewarnaan yang paling sering dilakukan dalam
bakteriologi. Pewarnaan ini dikategorikan sebagai differential stain dan berfungsi
untuk membedakan antara bakteri negatif Gram dan positif Gram.

Pada laboratorium sederhana klinik IMS, pewarnaan Gram digunakan untuk


membantu diagnosis Gonore, Kandida, Uretritis Non Spesifik dengan didasarkan
atas jumlah lekosit PMN dan mikrobiologi yang ditemukan dan Clue Cells untuk
diagnosa Bakterial Vaginosis(Stamm, 1988)

2) Reagen :
Reagen Gram
Minyak emersi dalam xylene
Spirtus

3) Prosedur Kerja :
1. Penerimaan sediaan dari ruang pengambilan spesimen
a. Sediaan harus diterima bersama dengan formulir catatan medisnya
b. Cocokan nomor kode sediaan dengan nomor kode di catatan medis
c. Sediaan berisi satu hapusan
2. Keringkan sediaan diudara
3. Fiksasi dengan melewatkannya diatas api sebanyak 7 kali
4. Genangi/Tetesi sediaan dengan Kristal Violet selama 1 menit
5. Cuci dengan air mengalir selama 5 detik
6. Genangi/Tetesi sediaan dengan Larutan Iodine selama 1 menit
7. Cuci dengan air mengalir selama 5 detik
8. Lakukan decolorisasi dengan meneteskan etanol sampai warna biru hilang
(Langkah ini sangat penting dalam pewarnaan Gram)
9. Cuci dengan air mengalir selama 5 detik
10. Genangi/Tetesi sediaan dengan Safranin / Carbol Fuchsin selama 1 menit
11. Cuci dengan air mengalir selama 5 detik
12. Keringkan sediaan

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 63


MI-3 Lab Pemeriksaan Laboratorium Sederhana

13. Periksa sediaan dibawah mikroskop dengan lensa objektif 100x


menggunakan minyak imersi untuk melihat adanya lekosit PMN dan
diplokokus intraseluler.
14. Periksa seluruh sediaan mulai dari sediaan tebal lalu sediaan tipis.
15. Setelah selesai melakukan pemeriksaan ambil preparat letakkan diatas tissue
halus dengan posisi yang terkena minyak emersi menempel ditissue.
16. Catat hasil pemeriksaan pada catatan medis dan buku register laboratorium
IMS.
Berikan lembar catatan medis pada ruangan konseling dan pengobatan

7. Pewarnaan Metilen Biru


1) Pengertian
Dalam beberapa keadaan tidak diperlukan pulasan Gram atau Ziehl-Neelsen,
yaitu jika hanya menghendaki menyatakan adanya jasad renik saja. Dalam hal
itu, pulasan yang cepat dan tepat adalah memakai larutan metilen biru menurut
Loeffler

2) REAGEN :
Metilen Blue 0.3 1%
Minyak emersi dalam xylene
Spirtus

3) PROSEDUR KERJA :
1) Penerimaan sediaan dari ruang pengambilan spesimen
a. Sediaan harus diterima bersama dengan formulir catatan medisnya
b. Cocokan nomor sediaan dengan nomor di catatan medis
c. Sediaan berisi satu hapusan
2) Keringkan sediaan diudara
3) Fiksasi dengan melewatkannya diatas api sebanyak 7 kali
4) Genangi/Tetesi sediaan dengan Methylen blue 0.3% - 1% selama 2 3 menit
5) Cuci dengan air mengalir
6) Keringkan sediaan
7) Periksa sediaan dibawah mikroskop dengan lensa objektif 100x menggunakan
minyak imersi untuk melihat adanya lekosit PMN dan diplokokus intraseluler.
8) Periksa seluruh sediaan mulai dari sediaan tebal lalu sediaan tipis.
9) Setelah selesai melakukan pemeriksaan ambil preparat letakkan diatas tissue
halus dengan posisi yang terkena minyak emersi menempel ditissue.
10) Catat hasil pemeriksaan pada catatan medis dan buku register
laboratorium IMS.
11) Berikan lembar catatan medis pada ruangan konseling dan pengobatan

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 64


MI-3 Lab Pemeriksaan Laboratorium Sederhana

8. Cara membaca sediaan kering dan interpretasi hasil


Membaca sediaan dengan pewarnaan Gram/Metilen blue :
1) Hapusan Uretra (Pria)
Pasien sebaiknya tidak buang air kecil sebelum pengambilan bahan
pemeriksaan
Hasil : PMN + bila ditemukan > 5 PMN/lpb
Diplokokus + bila ditemukan >= 1 Diplokokus intrasel
2) Hapusan Servikal
Bersihkan serviks sebelum pengambilan bahan pemeriksaan
untuk mengurangi jumlah bakteri vagina dan sel pada sediaan
Hasil : PMN + bila ditemukan > 30 PMN/lpb
Diplokokus + bila ditemukan >= 1 Diplokokus intrasel
3) Hapusan Rektal
Gunakan anuskopi untuk pengambilan bahan pemeriksaan
Hasil : PMN + bila ditemukan > 5 PMN/lpb
Diplokokus + bila ditemukan >= 1 Diplokokus intrasel

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 65


MI-3 Lab Pemeriksaan Laboratorium Sederhana

a) Cara Membedakan Hasil Negatif dan Positif


Diplokokus Positif bila: Ditemukan 1 Diplokokus Intrasel/100 lpb

PMN Negatif, Diplococcus Negatif, hanya PMN Positif, Diplococcus Negatif


ditemukan sel sel epitel

PMN Positif, Diplococcus Negatif (karena PMN Positif, Diplococcus Positif


hanya ditemukan Diplococcus ekstraseluler)

Diplococcus

PMN Negatif, Diplococcus Negatif, hanya


PMN Positif, Diplococcus Positif ditemukan sperma

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 66


MI-3 Lab Pemeriksaan Laboratorium Sederhana

PMN Positif, Diplococcus Positif

PMN Positif, Diplococcus Positif (low count)

PMN Positif, Diplococcus Negatif

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 67


MI-3 Lab Pemeriksaan Laboratorium Sederhana

b) Cara membaca PMN


Lekosit PMN Positif bila: Ditemukan 30 PMN/lpb (Serviks/Wanita)
Ditemukan 5 PMN/lpb (Uretra/Pria)
Ditemukan 5 PMN/lpb (Anus)

PMN Positif, Diplococcus Intraseluler Gram Negatif

PMN Positif, Diplococcus Intraseluler Gram Negatif

PMN Positif, Diplococcus Intraseluler Gram Negatif

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 68


MI-3 Lab Pemeriksaan Laboratorium Sederhana

PMN Positif, Diplococcus Intraseluler tidak ada

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 69


MI-3 Lab Pemeriksaan Laboratorium Sederhana

c) Cara membaca clue cell & Candida pada sediaan kering

Clue cells

Kandida (Pseudohypae & Blatospora)

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 70


MI-3 Lab Pemeriksaan Laboratorium Sederhana

9. Faktor faktor kesalahan pada pewarnaanGram/Metilen blue


1) Menggosok bukan memutar kapas lidi yang berisi bahan pemeriksaan pada kaca
objek akan merusak morfologi sel
2) Preparat yang tidak difiksasi sehingga dapat menyebabkan sediaan lepas dari
kaca objek ketika pencucian
3) Fiksasi yang terlalu panas akan menyebakan timbulnya artifacts
4) Penggunaan Iodine yang telah expire (Pewarnaan Gram)
5) Kelebihan/kekurangan waktu dalam pewarnaan dapat menyebabkan bakteri
positif Gram terlihat seperti bakteri negatif Gram

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 71


MI-3 Lab Pemeriksaan Laboratorium Sederhana

PETUNJUK LATIHAN 1
PRAKTEK MEMBUAT SEDIAAN BASAH

Tujuan :
Peserta mampu melakukan pemeriksaan sediaan basah

Persiapan :
1. Fasilitator
- Siapkan alat dan bahan untuk pemeriksaan basah terdiri dari :
1. KOH 10%
2. Nacl 0.9 %
3. Kaca objek
4. Cover gelas
5. Hipoklorit
6. Pipet Pasteur
6. Mikroskop pembesaran 10X dan 40X
7. Sampel pasien yang berisi candida, clue cells dan trichomonas (bila
memungkinkan)

2. Peserta
- Masing masing peserta membawa mikroskop

Penugasan :
Langkah 1 : 10 menit
- Tampilkan slide presentasi tentang cara pemeriksaan sediaan basah dan
gambaran hasil pemeriksaan sediaan basah dan cara interpretasinya

Langkah 2 : 5 menit
- Fasilitator melakukan demostrasi cara pemeriksaan sediaan basah
- Fasilitator memperlihatkan hasil sediaan basah berupa clue cells, kandida dan
trichomonas (bila ada)

Langkah 3 : 20 menit
- Masing masing peserta melakukan pemeriksaan sediaan basah
- Peserta mencatat hasil pemeriksaan dilembar penugasan.
- Setiap kali mendapatkan hasil, peserta harus menginformasikan ke fasilitator
untuk diverifikasi hasil pembacaannya.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 72


MI-3 Lab Pemeriksaan Laboratorium Sederhana

LEMBAR PENUGASAN 1
SEDIAAN BASAH

Nama Peserta :

Petugas PKM :

No ID Clue Cells Candida Trichomonas

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 73


MI-3 Lab Pemeriksaan Laboratorium Sederhana

PETUNJUK LATIHAN
PRAKTEK
MEWARNAI SEDIAAN KERING & MEMBACA HASIL PEMERIKSAAN

Tujuan :
Peserta mampu melakukan pemeriksaan sediaan kering dan membaca hasil
pemeriksaan

Persiapan :
1. Fasilitator
- Siapkan alat dan bahan untuk pemeriksaan sediaan kering
(Gram/Metilen Blue) terdiri dari :
1. Rak pewarnaan
2. Lampu spirtus
3. Pipet pasteur
4. Kertas tissue halus
5. Korek Api
6. Botol Semprot
7. Metilen Blue 0.3 1 %/ Reagen Gram
8. Minyak emersi
9. Spirtus
10. Korentang
11. Mikroskop pembesaran 10X, 40X dan 100X
12. Slide Gram/Metilen Blue dengan hasil positif dan negatif.

2. Peserta
- Masing masing peserta membawa mikroskop

Penugasan :
Langkah 1 : 10 menit
- Tampilkan slide presentasi tentang cara pemeriksaan sediaan kering dan
gambaran hasil pemeriksaan sediaan kering (Gram/Metilen Blue) dan cara
interpretasinya

Langkah 2 : 10 menit
- Fasilitator melakukan demostrasi cara pemeriksaan sediaan kering.
- Fasilitator memperlihatkan hasil sediaan kering berupa PMN, Diplococcus hasil
yang negatif dan positif.

Langkah 3 : 60 menit
- Masing masing peserta melakukan pemeriksaan sediaan kering
- Masing masing peserta akan diberikan 20 slide sediaan kering.
- Peserta akan melakukan pembacaan sediaan kering.
- Peserta mencatat hasil pemeriksaan dilembar penugasan.
- Setiap kali mendapatkan hasil, peserta harus menginformasikan ke fasilitator
untuk diverifikasi hasil pembacaannya.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 74


MI-3 Lab Pemeriksaan Laboratorium Sederhana

Langkah 4 : 10 menit
- Fasilitator akan mereview ulang semua hasil peserta dan mendiskusikan hasil
pemeriksaannya.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 75


MI-3 Lab Pemeriksaan Laboratorium Sederhana

LEMBAR PENUGASAN 2
SEDIAAN KERING

Nama Peserta :

Petugas PKM :

No ID PMN Diplococcus

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 76


MI-3 Lab Pemeriksaan Laboratorium Sederhana

III. REFERENSI

1. Pelatihan Managemen Klinik Infeksi Menular Seksual untuk Analis


Laboratorium, FHI
2. Training Modules for the Syndromic Management of Sexually Transmitted
Infection, 2nd Edition, WHO, 2007
3. Pedoman Pelaksanaan Infeksi Menular Seksual, Depkes.RI, 2006
4. Penyakit Menular Seksual FKUI

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 77


MI-3 Lab Pemeriksaan Laboratorium Sederhana

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 78


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

MATERI INTI 4
KEWASPADAAN UNIVERSAL dan PPP (PROFILAKSIS PASKA PAJANAN)

I. POKOK BAHASAN

Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan berikut:


Pokok Bahasan 1. Prinsip Kewaspadaan Universal
a. Memakai Alat Perlindungan Perorangan (APP)
b. Dekontaminasi Peralatan, sarung tangan dan perlengkapan
c. Penanganan Limbah/Sampah dan Menjaga Lingkungan Tetap
Aman
Pokok Bahasan 2. Tehnik Mencuci Tangan
Pokok Bahasan 3. Profilaksis Pasca Pajanan

II. URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1.
PRINSIP KEWASPADAAN UNIVERSAL

a. Keselamatan Laboratorium
1) Keamanan laboratorium adalah bagian dari upaya keselamatan laboratorium
yang bertujuan melindungi pekerja laboratorium dan orang disekitarnya dari
risiko terkena gangguan kesehatan yang ditimbulkan laboratorium.
2) Bahan infeksius adalah bahan yang mengandung mikroorganisme yang hidup
seperti bakteri, virus, ricketsia, parasit, jamur atau suatu rekombinan, hibrid atau
mutan yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia dan hewan.
3) Spesimen adalah setiap bahan yang berasal dari manusia dan hewan seperti
eksreta, sekreta, darah dan komponennya, jaringan dan cairan jaringan dan
bahan yang berasal bukan dari manusia yang dikirim untuk tujuan pemeriksaan.
4) Limbah laboratorium adalah bahan bekas pakai dalam pekerjaan laboratorium
yang dapat berupa limbah cair, padat dan gas.

b. Ketentuan Umum di Laboratorium:


- Menganggap dan memberlakukan setiap spesimen sebagai bahan infeksius.

c. Prinsip Umum Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Laboratorium:


1) Selalu mengenakan sarung tangan saat menangani atau mengambil spesimen.
Demikian juga saat melakukan desinfeksi atau pembersihan. Sarung tangan
hanya dipakai untuk satu kali saja.
2) Jas laboratorium dikenakan sebagai pelindung dari percikan bahan biologis dan
dilepas sebelum meninggalkan laboratorium. Pakaian yang terkontaminasi harus
didekontaminasi dengan autoklaf atau disinfeksi kimiawi, sebelum dikirim ke
binatu.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 79


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

3) Masker, pelindung mata atau pelindung muka harus dipakai bila terdapat risiko
percikan atau tumpahan bahan infeksius untuk melindungi membran mukosa
mulut, hidung dan mata dari percikan darah, cairan tubuh, maupun benda lain.
4) Hindari terbentuknya aerosol, percikan atau tumpahan.
5) Cuci tangan sebelum memakai sarung tangan, setelah melepas sarung tangan,
setelah bekerja, sebelum meninggalkan laboratorium atau bila perlu.
6) Satu pasang sarung tangan hanya dipakai untuk satu penderita.
7) Jarum suntik dan benda tajam lainnya diletakkan dalam wadah tahan tusuk
(puncture-proof). Jangan menutup, membengkokkan atau mematahkan jarum
dengan tangan.
8) Spesimen dikirim ke laboratorium dalam wadah yang kuat (enamel trays, racks).
Spesimen rujukan harus diberi label yang jelas, dibungkus dua lapis atau
ditempatkan dalam wadah kedua yang tahan bocor dan tahan tusukan.
9) Permukaan meja harus didekontaminasi dengan disinfektan kimiawi setelah
adanya tumpahan, sebelum dan setelah selesai bekerja atau bila diperlukan.
Desinfektan yang digunakan adalah hipoclorit 0,5%.
10) Gunakan alat untuk memipet secara mekanis, jangan memipet dengan mulut.
11) Jangan makan. minum, merokok, berdandan maupun menyimpan makanan dan
barang pribadi di ruang kerja laboratorium. Rambut panjang harus diikat dan
ditutupi.
12) Dilarang menggunakan sepatu sandal. Sepatu yang dikenakan harus menutupi
seluruh kaki.
13) Dilarang bekerja di laboratorium bila menderita luka terbuka dikulit. Luka harus
diobati sampai sembuh sebelum diperkenankan bekerja dilaboratorium. Luka
serut ringan harus ditutupi dengan plester kedap air.

d. Persyaratan Tempat Bekerja:


1) Harus selalu dalam keadaan rapi dan bersih.
2) Harus dipisahkan daerah kerja bersih dan kotor. Daerah kotor adalah tempat
melakukan pengujian dan penanganan spesimen, daerah bersih adalah tempat
administrasi, didaerah ini tidak diperkenankan sarung tangan dan gaun, dan
sebelum masuk daerah bersih tangan harus dicuci.
3) Dilarang menaruh barang yang tidak diperlukan diatas meja dan bangku.
4) Permukaan meja harus dibersihkan dengan desinfektan sebelum dan sesudah
bekerja.
5) Dilarang menaruh spesimen ditepi rak dan tepi permukaan meja.
6) Laboratorium hanya boleh dimasuki petugas laboratorium, pengunjung hanya
boleh ditemui diluar laboratorium.
7) Tumpahan cairan harus segera didekontaminasi dan dibersihkan kembali
dengan desinfektan.
8) Alat dan wadah kaca hanya dipakai bila sangat perlu, disimpan secara rapi.
9) Pintu, pegangan telepon harus dibersihkan secara teratur dengan desinfektan.
10) Alat P3K harus ada disetiap laboratorium
11) Harus mempunyai manajemen keamanan kerja laboratorium.
12) Kecelakaan harus dilaporkan sesuai prosedur.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 80


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

Untuk pemeriksaan laboratorium HIV sebaiknya dilaboratorium dengan tingkat Bio


Safety Level (BSL) II.

e. Tata Ruang Dan Fasilitas Laboratorium:


1) RUANGAN
a) Ruangan laboratorium harus mudah dibersihkan, pertemuan antara dua
dinding dan lantai harus melengkung.
b) Permukaan meja harus tidak tembus air. Juga tahan asam, basa, larutan
organik dan panas yang sedang.Tepi meja harus melengkung.
c) Perabot yang digunakan harus dibuat dari bahan yang kuat.
d) Ada jarak antara meja kerja, lemari dan alat laboratorium sehingga mudah
dibersihkan.
e) Ada dinding pemisah antara ruang pasien dan laboratorium.
f) Penerangan dalam laboratorium harus cukup.
g) Permukaan dinding, langit-langit dan lantai harus rata agar mudah
dibersihkan. Tidak tembus cairan serta tahan desinfektan
h) Pintu laboratorium sebaiknya dilengkapi dengan label KELUAR, alat penutup
pintu otomatis dan diberi label BAHAYA INFEKSI (BIOHAZARD).
i) Tempat sampah dilapisi dengan kantong plastik, warna kantong plastik
sesuai dengan jenis sampah.Warna kuning untuk sampah infeksius dan
warna hitam untuk sampah non infeksius.
j) Tersedia ruang ganti pakaian, ruang makan/minum dan kamar kecil.
k) Tanaman hias tidak diperbolehkan dalam ruang laboratorium.

2) KORIDOR, LANTAI, DAN TANGGA:


a. Lantai laboratorium harus bersih, kering dan tidak licin.
b. Koridor harus bebas dari halangan.
c. Tangga harus dilengkapi dengan pegangan.
d. Permukaan anak tangga harus rata dan tidak licin.
e. Penerangan koridor harus cukup.

3) SISTEM VENTILASI:
a. Ventilasi laboratorium harus cukup.
b. Jendela laboratorium yang dapat dibuka harus dilengkapi kawat nyamuk/lalat.
c. Udara didalam laboratorium dibuat mengalir searah.

4) FASILITAS AIR, GAS DAN LISTRIK:


a. Tersedia aliran listrik dan generator dengan kapasitas yang memadai.
b. Tersedia instalasi gas di laboratorium.
c. Tersedia fasilitas air PAM/pompa/sumur artesis dengan kualitas air yang
memadai sesuai kebutuhan laboratorium.
f. Standarisasi Kantong Plastik Sampah:
Gunakan kantong plastik limbah warna kuning yang berlabel biohazard dan isi
dengan Hipoclorit 0,5 % dan buang setiap hari.

Label Biohazard :

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 81


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

g. Prosedur Pengelolaan Spesimen:


1) Pengambilan Darah
a) Semua spesimen darah harus dianggap infeksius, dan dijaga agar tidak ada
tetesan darah diruang rawat, tempat pengambilan spesimen dan
laboratorium.
b) Sarung tangan dan jas laboratorium harus digunakan saat pengambilan
maupun menangani darah.
c) Pergunakan jarum dan lanset secara hati-hati, terutama pada penderita yang
gelisah untuk menghindari kecelakaan kerja.
d) Diperlukan kewaspadaan yang tinggi saat memindahkan darah dari semprit
ke botol karena sering terjadi kecelakaan kerja.
e) Darah maupun cairan tubuh jangan dikeluarkan secara paksa agar tidak
terpercik kedaerah sekitarnya.
f) Jangan menutup kembali jarum dengan tangan, gunakan peralatan untuk
menutup dan membuka jarum atau gunakan tehnik satu tangan untuk
menutup jarum.
g) Jarum dan semprit bekas harus dibuang dalam wadah tahan tusuk.
h) Pastikan tidak ada kontaminasi diluar tabung spesimen. Bila ada, bersihkan
dan pada formulir permintaan harus diberi label/tanda khusus.

2) Membuka tabung spesimen dan mengambil sampel


a) Buka tabung spesimen dalam Kabinet Keamanan Biologis Kelas I dan II
b) Gunakan sarung tangan
c) Untuk mencegah percikan, buka sumbat/penutp tabung setelah dibungkus
kain kasa.

3) Pengelolaan spesimen
a) Penerimaan spesimen di laboratorium:
(1) Laboratorium mempunyai loket khusus penerimaan spesimen.
(2) Spesimen harus ditempatkan dalam wadah yang tertutup rapat unruk
mencegah tumpahnya/bocornya spesimen.
(3) Wadah harus didesinfeksi atau diautoklaf sebelum dibuang.
(4) Wadah diberi label identitas pasien
(5) Wadah diletakkan pada baki khusus yang terbuat dari logam atau plastik
yang dapat didesinfeksi atau diautoklaf ulang.
(6) Baki harus didisinfeksi/di autoklaf secara teratur setiap hari.
(7) Jika mungkin, letakkan wadah diatas baki dalam posisi berdiri.

b) Petugas penerima spesimen:


(1) Semua petugas penerima spesimen harus mengenakan jas laboratorium.
(2) Semua spesimen harus dianggap infeksius dan ditangani secara hati-hati.
(3) Meja penerimaan spesimen harus dibersihkan dengan desinfektan setiap
hari.
(4) Dilarang makan/minum, merokok selama bekerja.
(5) Cuci tangan dengan sabun/desinfektan setiap selesai bekerja dengan
spesimen.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 82


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

c) Petugas pembawa spesimen dalam laboratorium:


(1) Mengenakan jas laboratorium yang tertutup rapat pada bagian depan saat
membawa spesimen.
(2) Membawa spesimen diatas baki.
(3) Mencuci tangan dengan sabun sesering mungkin dan sebelum makan.
Gunakan disinfektan jika terkena tumpahan/percikan dari spesimen.
(4) Jika spesimen bocor/tumpah diatas baki, dekontaminasi baki dan sisa
spesimen diautoklaf.
(5) Segera lapor pada petugas/panitia keamanan kerja laboratorium jika
terluka pada saat bekerja.

CARA UNTUK MENCEGAH TERTUSUK BAHAN INFEKSIUS:


Jarum suntik, pecahan kaca dapat menyebabkan luka tusuk. Untuk menghindarinya
dapat dilakukan :
- bekerja dengan hati-hati.
- mempergunakan jarum suntik sejarang mungkin.
- Jangan membuang bekas jarum suntik sembarangan.

PENUTUPAN JARUM/SEMPRIT:
Penutupan jarum dengan tangan sebaiknya dihindari, bila terpaksa gunakan tehnik satu
tangan:
a. Letakkan tutup jarum pada permukaan datar dan keras.
b. Dengan satu tangan pegang semprit dan masukkan jarum ketutupnya.
c. Setelah tutup melingkupi jarum, dengan tangan lainnya keraskan ulir tutup pada
semprit.

GAMBAR CARA MENUTUP JARUM

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 83


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

Tabel 1. Peralatan keamanan, bahaya yang dicegah dan keamanan yang diperoleh

Alat Bahaya yang dicegah Keamanan

Biosafety cabinet tingkat I Aerosol, percikan Aliran udara yang masuk ke


daerah kerja sedikit

Biosafety cabinet tingkat II Aerosol, percikan Aliran udara yang masuk ke


daerah kerja sedikit. Udara
yang keluar dari daerah
kerja sudah terinfiltasi baik

Cara pengaman yang


Biosafety cabinet tingkat III Aerosol, percikan maksimum

Alat bantu pipet Bahaya pemipetan dengan mulut


yaitu : tertelannya mikroorganisme Dapat di disinfeksi, mudah
patogen, inhalasi aerosol dan digunakan dan mencegah
kontaminasi pada ujung tempat kontaminasi serta
menghisap. kebocoran dari ujung pipet

Masker Inhalasi aerosol Tertahannya partikel


sebesar 1 - 5 mikron.
Melindungi mata jika
menggunakan pelindung
wajah penuh

Pelindung wajah dan Pecahan, percikan Pelindung wajah :


Pelindung Mata melindungi seluruh wajah

Pelindung mata :
melindungi mata dan
bagian mata

Otoklaf Kontaminasi mikroorganisme pada Sterilisasi yang efektif


alat sekali pakai dan alat yang
digunakan kembali

Botol dengan tutup berulir Aerosol, tetesan Perlindungan yang efektif


(screw-capped)

Alat insinerasi mikro Aerosol Mengurangi percikan dan


penyebaran bahan infeksi

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 84


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

Tabel 2. Peralatan laboratorium, bahaya dan cara mengatasasinya.

Peralatan
Bahaya Cara Mengatasi
Laboratorium
Jarum Semprit Tusukan, aerosol, Gunakan jarum semprit dengan sistim pengunci
tumpahan untuk mencegah terlepasnya jarum dari semprit,
jika mungkin gunakan alat suntuik sekali pakai.
Sedot bahan pemeriksa dengan hati-hati untuk
mengurangi gelembung udara.
Lingkari jarum dengan kapas disinfektan saat
menarikjarum dan botol spesimen. Jika mungkin,
lakukan dalam biosafety cabinet. Semprit harus
sterilkan dengan otoklaf sebelum dibuang, jarum
sebaiknya dibakar dengan insinerator.
Sentrifus alat pemusing Aerosol, percikan, Jika diduga ada tabung pecah saat sentrifugasi,
tabung pecah matikan mesin dan jangan dibuka selama 30
menit. Jika tabung pecah selama mesin
berhenti, sentrifus harus ditutup kembali dan
biarkan selama 30 menit. Laporkan kejadian ini
kepada petugas keamanan kerja. Gunakan
sarung tangan karet tebal dan forsep untuk
mengambil pecahan kaca. Tabung yang pecah,
pecahan gelas dan selongsong serta rotor harus
didisinfeksi. Tabung tidak pecah didisinfeksi
serta terpisah. Ruang dalam sentrifus (Chamber)
didesinfeksi, dibiarkan satu malam. Bilas dengan
air dan keringkan.

Alat homogenisitas dan Aerosol, kebocoran Gunakan alat homogenesasi yang terbuat dari
alat pengaduk (stirrer) teflon. Tabung dan tutup alat harus dalam
keadaan baik. Saat bekerja, tutup alat dengan
plastik. Sebaiknya pekerjaan dilakukan dalam
biosafety cabinet.

Alat pemecah jaringan Aerosol, kebocoran Operator harus memakai sarung tangan dan alat
(grinder) dipegang dengan bahan absorben yang lunak.

Alat pengguncang Aerosol, percikan Gunakan tabung yang tertutup rapat, dilengkapi
(shaker) dengan filter pada mulut tabung.

Alat hofilisasi Aerosol, kontak Gunakan filter untuk udara antara pompa dan
langsung, daerah hampa udara. Gunakan konektor
kontaminasi berbentuk cincin O untuk menutup seluruh unit.
Lengkap dengan penyaring kelembaban yang
terbuat dari logam. Periksa semua saluran
hampa udarayang terbuat dari gelas, terhadap
adanya kerusakan. Gunakan hanya alat gelas
yang dirancang untuk alat ini. Pakai disinfektan
yang baik seperti disinfektan kimia.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 85


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

Penangas Air Pertumbuhan Lakukan disinfeksi (jangan gunakan disinfektan


(waterbath) mikriorganisme yang bersifat korosif) dan penggantian air secara
berkala. Tabung harus tertutup jika
menggunakan penangas air berguncang
(shaking waterbath).
Ultrasintrifus Aerosol, tabung Pasang filter HEPA diantara sentrifus dan
pecah pompa vakum. Buat buku catatan untuk
mencatat jam penggunaan setiap rotor dan
tindakan pemeliharaan alat, untuk mengurangi
risiko kegagalan mekanik.
Alat sonifikasi Gangguan Pasang insulator peredam suara untuk
pendengaran melindungi terhadap ketidak kebisingan suara.

Sumber : Laboratory Biosafety Manual, 2nd edition, WHO Geneva 1993

TINDAKAN KEWASPADAAN (PRECAUTIONS) YANG PERLU DILAKUKAN OLEH


PETUGAS

Karena petugas kesehatan tidak selalu dapat mengetahui apakah pasien dalam
keadaan infeksius atau tidak , maka Kewaspadaan Standar perlu diterapkan terhadap
semua pasien yang datang ke tempat pelayanan kesehatan tanpa memandang status
infeksinya.

Unit pelayanan kesehatan lini depan harus menerapkan dan mempertahankan


dilaksanakannya Kewaspadaan Standar dasar dan praktis yang dapat diberlakukan
secara rutin terhadap semua pasien yang datang. Semua petugas (dokter, perawat,
bidan dan tenaga penunjang lainnya) khususnya yang bertugas di ruang Triase harus
melaksanakan:

Mencuci Tangan untuk mencegah penularan dari orang ke orang, atau dari
bahan terkontaminasi ke orang
Memakai Alat perlindungan Perorangan (APP)
o Memakai Sarung Tangan sebelum menyentuh:
segala sesuatu yang basah seperti kulit luka, selaput lendir, darah
dan cairan tubuh lain, atau
instrumen yang kotor, bahan sampah terkontaminasi, atau
sebelum melakukan prosedur invasif
o Menggunakan Masker dan respirator / N95 (hanya bila diperlukan)
o Memakai APP lain (kacamata pelindung, gaun, apron) bila mungkin terjadi
cipratan cairan tubuh (sekresi dan ekskresi)
Memakai prosedur yang direkomendasikan untuk memproses instrumen, sarung
tangan dan item lain paska pakai dengan melakukan dekontaminasi, mencuci
bersih, sebelum sterilisasi atau DTT (desinfeksi tingkat tinggi).

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 86


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

Membuang bahan sampah terkontaminasi secara aman untuk melindungi


petugas kebersihan dan mencegah timbulnya luka atau penyebaran infeksi ke
masyarakat.

a. Memakai Alat Perlindungan Perorangan (APP)

Alat Perlindungan Perorangan meliputi: sarung tangan, masker/respirator, pelindung


mata (pelindung wajah, kacamata), tutup kepala, apron, dan lainnya. Pembatas yang
efektif adalah yang dibuat dari bahan yang tidak bisa ditembus oleh cairan.

1. Sarung tangan

Sarung tangan melindungi tangan dari bahan-bahan terinfeksi dan melindungi pasien
dari mikroorganisma yang berasal dari tangan petugas. Alat ini adalah satu-satunya
pembatas fisik yang lebih penting selain cuci tangan untuk mencegah penyebaran
infeksi.

Tergantung pada situasi yang dihadapi, sarung tangan rumah tangga perlu dikenakan
oleh semua petugas bila :
Ada kemungkinan kontak tangan dengan darah / cairan tubuh, selaput lendir,
kulit yang terbuka
Melakukan prosedur medis invasif (memasang selang infus)
Menangani bahan sampah terkontaminasi atau menyentuh permukaan
terkontaminasi.

Langkah-langkah mengenakan sarung tangan:


LANGKAH 1: Cuci tangan dengan air dan sabun 10-15 detik dan keringkan dengan
handuk kertas/kain sekali pakai atau pengering udara
LANGKAH 2: Kenakan kedua sarung tangan. Sepasang sarung tangan bersih untuk
prosedur yang memerlukan sentuhan halus (seperti pengambilan
sampel darah) atau sepasang sarung tangan rumah tangga untuk
membersihkan permukaan yang terkontaminasi dengan desinfektan.
LANGKAH 3: Dekontaminasi sarung tangan dengan merendam dalam larutan klorin
0.5% selama 10 menit bila sarung tangan akan dipakai lagi. Bila tidak
dipakai ulang, buang kedalam tempat sampah terkontaminasi yang anti
bocor.
LANGKAH 4: Cuci tangan dengan air dan sabun 10-15 detik dan keringkan dengan
handuk kertas/kain sekali pakai atau pengering udara sebelum kontak
dengan pasien berikut atau petugas.

b. Dekontaminasi Peralatan, sarung tangan dan perlengkapan

Risiko terbesar untuk terinfeksi adalah bagi petugas yang:


Melakukan atau membantu prosedur
Memproses alat dan perlengkapan
Menangani urusan kebersihan dan pembuangan sampah

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 87


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

Dekontaminasi dan mencuci merupakan dua langkah pencegahan infeksi yang sangat
efektif untuk mengurangi risiko terkena infeksi bagi petugas kesehatan, termasuk
petugas kebersihan dan rumah tangga bila mereka menangani alat medis, sarung
tangan dan lain-lain. Sterilisasi atau DTT (desinfeksi tingkat tinggi) dilakukan setelah
deontaminasi dan pencucian selesai dilakukan.

Dekontaminasi merupakan langkah pertama yang harus dilakukan untuk memproses


alat dan sarung tangan yang kotor, dimana alat-alat yang telah kontak dengan darah
atau cairan tubuh direndam dulu dalam larutan klorin 0.5 % selama 10menit. Tindakan
ini akan mematikan berbagai virus sehingga aman untuk ditangani oleh petugas yang
mencuci.

CARA MEMBUAT LARUTAN KLORIN 0.5 %

Cek konsentrasi produk klorin yang akan dipakai


Tentukan jumlah air yang dibutuhkan menurut tabel dibawah :
% larutan pekat
Jumlah bagian air dibutuhkan = --------------------------------- - 1
% larutan dekontaminasi

Campurkan 1 bagian larutan pekat dengan jumlah bagian air sesuai formula

Contoh: Membuat larutan dekontaminasi 0.5% dari larutan pekat 5%

5%
LANGKAH 1: Jumlah bagian air dibutuhkan = ------ - 1 = 10 1 = 9 bagian
0.5 %

LANGKAH 2: Campur 1 bagian larutan pekat dengan 9 bagian air

Note: cairan pemutih yang beredar (Bayclean, Sunclean dll) pada umumnya
mempunyai kadar klorin 5.25%. Untuk kepastian harap di cek kembali.

c. Penanganan Limbah/Sampah dan Menjaga Lingkungan Tetap Aman

Tujuan dari pengelolaan limbah adalah untuk:

Melindungi petugas yang menangangi limbah dari luka tak sengaja


Mencegah penyebaran infeksi kepada petugas kesehatan yang menangani
limbah/sampah
Mencegah penyebaran infeksi kepada masyarakat sekitar
Melenyapkan bahan-bahan berbahaya

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 88


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

Penanganan limbah terkontaminasi yang benar mencakup:

Menggunakan plastik atau wadah besi dengan dengan tutup yang dapat
dipasang dengan rapat
Pisahkan sampah terkontaminasi dan tak terkontaminasi. Beri tanda pada wadah
untuk sampah terkontaminasi.
Taruh tempat sampah di tempat yang memerlukan dan nyaman bagi pemakai
Perlengkapan yang digunakan untuk menampung dan membawa sampah tidak
boleh digunakan untuk keperluan lain
Cuci semua wadah/tempat sampah dengan larutan disinfektan (klorin 0.5%) dan
bilas dengan air secara teratur. Petugas pembersih harus memakai Barier
Protektif (pelindung wajah, apron, sarung tangan rumah tangga dan sepatu
boot).
Petugas kebersihan harus memakai Barier Protektif ketika membuang sampah,
kemudian setelah selesai dan melepaskan sarung tangan, cuci tangan atau
gunakan antiseptik tangan berbahan dasar alcohol .

Sanitasi Lingkungan

Urusan kebersihan di rumah sakit dan klinik, meliputi lantai, dinding, beberapa
perlengkapan tertentu, meja dan permukaan lain. Tujuan dari kegiatan kebersihan
adalah untuk:
Mengurangi jumlah mikroorganisme yang mungkin tertinggal di pasien,
penjenguk, petugas, dan masyarakat
Menciptakan suasana yang bersih dan menyenangkan bagi pasien dan petugas

Jadwal dan Prosedur untuk Area Penerimaan Pasien


Saat pagi hari semua permukaan yang rata harus dibersihkan dengan kain
bersih yang telah dibasahi untuk menghapus debu
Pembersihan total / bongkar (mengepel lantai dan menggosok semua
permukaan dari atas sampai bawah) dilakukan pada:
o Akhir hari atau pergantian shift (area penerimaan pasien)

Pembersihan
Petugas yang ditunjuk harus memakai sarana pelindung (sarung tangan rumah
tangga/utility dan sepatu boot)
Ambil wadah/ember dekontaminasi yang tertutup kemudian ganti dengan
wadah/ember berisi larutan klorin 0.5% baru
Ambil tempat untuk sampah terkontaminasi dan ganti dengan tempat sampah
bersih.
Rendam kain lap ke dalam larutan disinfektan dan gunakan untuk membersihkan
semua permukaan termasuk tempat penerimaan, meja, wastafek, lampu, dll.
Bersihkan dari atas ke bawah, sehingga debu yang jatuh ke lantai dibersihkan
paling akhir.
Permukaan ventilasi AC harus dibersihkan dengan kain basah, sabun dan air.
Penyaring udara harus diperiksa dan dibersihkan setiap bulan.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 89


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

Lantai harus dibersihkan dengan kain / alat pel menggunakan larutan pembersih
0.5%
Untuk setiap noda tetesan atau ekskresi cairan tubuh, bersihkan dengan larutan
klorin 0.5%

WADAH LIMBAH PADAT


1. Selalu gunakan sarung tangan dan sepatu pada saat menangani dan
membawa limbah medis.
2. Gunakan wadah yang mudah dicuci, tidak mudah bocor, wadah yang paling
baik dapat dari jenis plastik atau logam galvanis sebab tidak mudah bocor dan
korosif.
3. Beri plastik limbah berlabel biohazard pada wadah limbah.
4. Dilengkapi dengan tutup, lebih baik jika tersedia wadah yang dilengkapi dengan
pedal pembuka.
5. Tempatkan wadah limbah padat pada tempat yang sesuai, jauh dari jangkauan
anak anak dan pasien serta tidak dekat dengan ruang makan atau ruang
tunggu.
6. Kosongkan wadah setiap hari atau saat 3/4 bagiannnya sudah penuh walau
belum 1 hari dan jangan memungut limbah medis tanpa menggunakan sarung
tangan.
7. Cucilah wadah limbah medis dengan larutan desinfektan dan bilas dengan air
minimal sekali setiap hari atau bila kelihatan kotoran/kontaminan setelah
dipakai.
8. Lepas sarung tangan dan cuci tangan setelah melakukan penanganan limbah.

WADAH PENAMPUNG LIMBAH BENDA TAJAM


1. Selalu gunakan sarung tangan dan sepatu pada saat menangani dan
membawa limbah medis.
2. Tahan bocor dan tahan tusukan.
3. Beri wadah dengan hipoklorit 0.5%.
4. Harus mempunyai pegangan yang dapat dijinjing dengan satu tangan.
5. Mempunyai penutup yang tidak dapat dibuka lagi.
6. Bentuknya dirancang agar dapat digunakan dengan satu tangan.
7. Ditutup dan diganti setelah 3/4 bagian terisi limbah.
8. Ditangani bersama limbah medis.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 90


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

Limbah Cair
Limbah cair yang dihasilkan dari sebuah Layanan kesehatanumumnya banyak
mengandung bakteri, virus, senyawa kimia, dan obat-obatan yang dapat
membahayakan bagi kesehatan masyarakat sekitar Layanan kesehatantersebut.
Dari sekian banyak sumber limbah di Layanan kesehatan, limbah dari laboratorium
paling perlu diwaspadai. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses uji
laboratorium tidak bisa diurai hanya dengan aerasi atau activated sludge. Bahan-
bahan itu mengandung logam berat dan infeksius, sehingga harus disterilisasi atau
dinormalkan sebelum "dilempar" menjadi limbah tak berbahaya. Untuk foto rontgen
misalnya, ada cairan tertentu yang mengandung radioaktif yang cukup berbahaya.
Setelah bahan ini digunakan. limbahnya dibuang.

Sebelum darah dibuang sebaiknya dilakukan desinfeksi dengan menggunakan


larutan hipoklorit 0,1 %, tabung darah direndam dalam larutan hipoklorit selama 24
jam lalu dibuang kedalam aliran limbah cair yang akan dioleh IPAL (penanganan
limbah cair).

Pengelolaan limbah cair harus tetap mendapat penanganan dengan memperhatikan


kaidahkaidah dalam pengelolaan (pembuangan) limbah cair antara lain:
1. Sistim penyaluran harus tertutup
2. Kemiringan 2-4 untuk menjaga agar tidak terjadi endapan dalam saluran.
3. Belokan (elbow) saluran harus lebih besar dari 90.
4. Bangunan penampung (septic tank) harus kedap air, kuat, dilengkapi dengan
main hole dan lubang hawa (ventilasi).
5. Penempatan lokasi harus mempertimbangkan keadaaan muka air tanah dan
jarak dari sumber air.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 91


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

Pokok Bahasan 2.
TEHNIK MENCUCI TANGAN

Penggunaan Sarung Tangan tidak menggantikan kewajiban untuk cuci tangan sebelum
dan sesudah bekerja.

Proses penularan penyakit


Penularan penyakit bisa melalui udara, makanan, tangan, gigitan serangga dan cairan
tubuh lainnya.

Penularan melalui kulit

Melalui
Melalui kulit
kulit

Tusukan
Tusukan benda
benda Tindakan
Tindakan Cairan
Cairan &&
tajam
tajam bedah
bedah ssp
ssp && kanula
kanula
mata
mata intravena
intravena

HIV, Bakt . Bt.


Bt.Gram
Gram(-
(-(-)
)
HIV, HBV,
HBV, HCV
HCV Peny.
Peny.
Peny. Bakt.
Prion
Prion
Prion Candida
Candidasp
sp
Stafilokokus
Stafilokokus
koagulase
koagulase((-)
-)
S.
S.aureus
aureus

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 92


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

Penularan melalui udara


Jalur
Jalur udara
udara

Orang
Orang Aerosol
Aerosol Debu
Debu
cairan
cairan
Bedding
Bedding Nebuliser
Nebuliser Tanah
Tanah
Serpihan Humidifier
Serpihan kulit
kulit Humidifier Penyapuan
Penyapuan
Droplet AC
ACsentral
Droplet nuclei
nuclei sentral Penghancuran
Penghancuran&&
Shower/sprinkler renovasi
renovasigedung
gedung
Pembalut Shower/sprinkler
Pembalut luka
luka Ekskreta
Alat
Alatpembersihan
pembersihan Ekskretakering
kering
basah
basah
S. Cl.
Cl . perfringens
S.aureus
aureus Cl. perfringens
M. Cl.
Cl . tetani
M.tuberculosis
tuberculosis Legionella
Legionella sp
sp
Cl. tetani
Cl.
Cl . difficile
Cl. difficile
Virus
Virussal.
sal . nafas Batang
sal. nafas BatangGram
Gram(-
-)
((-)
Aspergillus
Aspergillus

Penularan melalui kontak

Kontak
Kontak

Orang
Orang Makanan
Makanan Cairan
Cairan Alat
Alat Droplet
Droplet
besar
besar
Kulit Tangan
Tangan Deterjen Endosko
Kulit Deterjen Endosko
Alat pp
Tangan
Tangan Alat Disinfekta
Disinfekta Orang
Orang
Makanan nn Bedpan
Bedpan/ /
Pakaian
Pakaian Makanan Saluran
tdk urinal
urinal Saluran
tdk Cairan
Cairan nafas
dimasak nafas
dimasak irigasi
irigasi Alat
Alat
S.
S.aureus
aureus bantu
bantu
Staf.. Koag Cl.
Cl . Bakteri nafas
nafas
Staf
Staf. Koag(-(-)
) Cl. Bakteri Virus
Virus
perfringens
perfringens batang
batang
Bt. Gram (-
(-) Alat
Alat lain
lain Bt.
Bt. Gram (-)
Salmonella
Gram
Gram(-
(-(-)
) S. aureus Bt.Gram
Gram
Salmonellasp
sp S. aureus (-(-)
)
S. Bt.
Bt.Gram
Gram(-(-(-)
)
S.aureus
aureus
Virus
Virus

Jenis flora di tangan


a. Flora residen
Menetap di stratum corneum & saluran kelenjar minyak/sebaceum
Mikroorganisme : S. epidermidis, S. hominis, S. capitis, propionibakteria,
Acinetobacter, Enterobacter
Tidak dapat dihilangkan secara mekanik
b. Flora transien
Sementara menempel pada kulit
Mudah dihilangkan secara mekanik
c. Flora infeksius
Dari infeksi di tangan

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 93


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

Jenis Jenis Tindakan cuci tangan


1. Cuci tangan biasa
Tindakan cuci tangan dengan air dan sabun biasa (unmedicated soap)
2. Hygienic hand rub
Menurunkan populasi flora transien secara cepat & efisien dgn menggosokkan
sedikit larutan antiseptik
3. Cuci tangan higienik (hygienic hand wash)
Spt cuci tangan biasa, namun memakai larutan antisepktik
4. Disinfeksi tangan untuk bedah (surgical hand disinfection)
Lebih lama daripada hygienic hand wash
Mengurangi/hilangkan flora transien & residen

Sarana cuci tangan


Wastafel / wash basin tanpa penyumbat
Air mengalir dari kran yang dapat dibuka / tutup dengan siku atau kaki dan diatur
suhunya (2 kran : panas & dingin)
Larutan sabun / larutan antiseptik dalam dispenser yang dapat disterilkan atau sekali
pakai (tidak boleh sabun padat)
Lap kain atau kertas sekali pakai
Tempat penampungan lap terpakai

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 94


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

CARA CUCI TANGAN

Mencuci tangan dengan air dan sabun akan banyak mengurangi jumlah
mikroorganisma dari kulit dan tangan.

Mencuci Tangan sebaiknya dilakukan, sebelum:


Memeriksa pasien
Memakai sarung tangan

atau sesudah:
Terjadi kontaminasi pada tangan seperti
o Memegang instrumen dan item lain yang kotor
o Menyentuh selaput lendir, darah atau cairan tubuh lain (sekresi dan
ekskresi)
o Terjadi kontak lama dan intensif dengan pasien
Setelah melepas sarung tangan

Pada daerah triase / penapisan di fasilitas pelayanan, perlu disediakan paling tidak:
Sabun (batang atau cair, yang antiseptik atau bukan)
Wadah sabun yang berlubang supaya air bisa terbuang keluar
Air mengalir (pipa, atau ember dengan keran) dan wastafel
Handuk/lap sekali pakai (kertas, atau kain yang dicuci setelah sekali pakai)

Langkah-langkah cuci tangan rutin adalah:


LANGKAH 1: Basahi tangan seluruhnya
LANGKAH 2: Pakai sabun (sabun biasapun cukup memadai)
LANGKAH 3: Gosok benar-benar semua bagian tangan dan jari selama 10-15 detik,
terutama untuk membersihkan bagian-bagian bawah kuku, antara jari,
dan punggung tangan.
LANGKAH 4: Bilas tangan dengan air bersih mengalir.
LANGKAH 5: Keringkan tangan dengan handuk (lap) kertas dan gunakan handuk
untuk menutup keran. Bila handuk tidak tersedia, keringkan dengan
udara/dianginkan.

Panduan tambahan untuk cuci tangan:


Bila kulit lecet atau perlu sering-sering cuci tangan karena banyak kasus, bisa
dipakai sabun lunak (tanpa antiseptik) untuk mengangkat kotoran. Krim dan
lotion pelembab bisa dipakai untuk menghindari iritasi kulit.
Bila diperlukan antimikroba (a.l. kontak dengan pasien suspek SARS), dan bila
tangan tampak tidak kotor, maka sebagai altrernatif bisa dipakai antiseptik gel
setelah kontak.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 95


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

MEMBUAT LARUTAN GEL ALKOHOL UNTUK ANTISEPTIK TANGAN


Untuk 100 ml gel tangan
100 ml Alkohol Isopropil atau etil 60-90%
2 ml Gliserin, propylene glycol atau sorbitol
Memakai antiseptik tangan:
Tuangkan gel secukupnya untuk membasahi seluruh permukaan tangan
dan jari.
Gosok benar-benar pada tangan, diantara jari, dan bawah kuku sampai
kering.

Cara cuci tangan

1. Buka kran & atur suhu 2. Basahi tangan


air

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 96


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

Cara cuci tangan

3. Tuangkan larutan 4. Mulai mencuci


sabun / antiseptik tangan

Cara cuci tangan

5. Gosok telapak 6. Tautkan jari & gosok


terhadap telapak telapak kanan terhadap
pungung tangan kiri &
sebaliknya

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 97


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

Cara cuci tangan

7. Tautkan jari dan 8. Gosokkan punggung


gosok telapak terhadap jari satu tangan ke
telapak tangan yang lain &
sebaliknya

Cara cuci tangan

9. Gosok ibujari dengan 10. Gosokan ujung jari


cara memutar dalam pada telapak tangan
genggaman tangan yang yang lain dengan arah
lain memutar

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 98


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

Cara cuci tangan

11. Bilas dengan air 12. Keringkan dengan


mengalir lap

Cara cuci tangan

13. Tutup kran


dengan siku /
kaki atau tangan
berlapis lap
yeng terpakai

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 99


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

Area yang sering terlewati

Disinfektans yang dapat dipakai untuk cuci tangan


1. Alkohol
Etanol, iso-propanol atau n-propanol
bakterisidal kuat, cepat, tidak ada efek residual
Efek samping : kulit kering
2. Iodofor
Iodium sederhana dalam alkohol (tinktur) atau air (Lugol)
Iodium kompleks seperti povidon iodine
Spektrum luas, termasuk spora
Efek singkat, mudah terinaktivasi bila terpapar bahan organik
Efek samping : iritasi, reaksi alergi, diserap kulit
3. Klorhexidin
Dalam bentuk larutan dalam air, alkohol atau deterjen
Aktivitas antibakterial lebih lambat daripada alkohol, tapi memiliki efek residual
Efek samping : kadang-kadang ototoksik
4. Triclosan
Tidak larut dalam air, larut dalam alkohol & deterjen
Spektrum luas, kecuali P. aeruginosa
Efek lebih lambat daripada alkohol, iodofor dan klorhexidin, tapi ada efek residual
5. Derivat fenol

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 100


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

Jarang dipakai lagi, karena merusak lingkungan


6. Senyawa ammonium kuarterner
Benzalkonium klorida, benzethonium klorida, cetrimide, cetylpyridinium klorida
Tidak mematikan mikobakteria
Efek bakteriostatik pada kadar tinggi
Biasanya digabungkan dengan antiseptik lain seperti alkohol

Pemilihan antiseptik
1. Harus diterima oleh semua pemakai ( tidak menyebabkan kulit kering ,
reaksi alergi atau efek samping lain yang berbahaya )
2. Bersih , sebaiknya berbentuk cair , dalam wadah tertutup
3. Bersifat non- selektif ( dapat untuk bakteri Gram negatif dan Gram positif
)
4. Pada tempat tertentu , seperti kamar bedah , harus steril

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 101


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

Pokok Bahasan 3.
PROFILAKSIS PASCA PAJANAN

PENANGANAN KECELAKAAN KERJA AKIBAT TUSUKAN BENDA TAJAM

Pendahuluan
Petugas kesehatan dalam melaksanakan pekerjaannya banyak menggunakan berbagai
benda tajam ataupun benda yang terbuat dari bahan kaca, misalnya jarum, pisau
bedah, lanset, pipet, kaca objek, kaca tutup, cawan petri, tabung reaksi dan lain
sebagainya. Setiap penggunaan benda tajam tersebut menimbulkan kemungkinan
terjadinya luka akibat tertusuk.

Luka akibat tusukan benda tajam yang terkontaminasi dihubungkan dengan terjadinya
transmisi patogen melalui darah (bloodborne pathogen). Lebih dari 20 jenis patogen
dapat ditransmisikan, di antaranya yang tersering adalah Human Immunodeficiency
Virus (HIV), virus hepatitis B (HBV) dan virus hepatitis C (HCV).

Cara terjadinya kecelakaan kerja akibat tusukan benda tajam


Dalam melaksanakan pekerjaannya, petugas kesehatan banyak terlibat dengan darah
atau cairan tubuh pasien sehingga menimbulkan kemungkinan terpapar. Paparan dapat
terjadi dengan cara percutaneous injury dan juga melalui kontak antara membran
mukosa atau kulit yang tidak intak dengan darah, jaringan ataupun cairan tubuh lainnya
yang berpotensi infeksius. Cara percutaneous injury misalnya melalui tusukan jarum
atau terpotong benda tajam. Kulit yang tidak intak misalnya kulit yang luka, lecet atau
menderita dermatitis. Cairan tubuh selain darah yang dianggap berpotensi infeksius
adalah semen, sekret vagina, cairan otak, cairan sendi, cairan pleura, cairan peritoneal,
cairan perikardial dan cairan amnion, sedangkan tinja, sekret hidung, air liur, sputum,
keringat, air mata, urin dan muntahan tidak dianggap infeksius kecuali bila bahan
tersebut tampak mengandung darah.

Pada umumnya tusukan jarum terjadi pada saat pengumpulan dan pembuangan jarum
yang telah digunakan untuk prosedur, pemberian obat suntikan, pengambilan darah,
penutupan jarum (needle recapping) dan pembuangan sampah.

Jarum yang berlumen (hollow bore needle), misalnya jarum untuk memberikan obat
suntikan atau mengambil darah sering dihubungkan dengan peningkatan risiko
transmisi bloodborne pathogen. Hal ini disebabkan setelah jarum digunakan, jumlah
darah yang tersisa pada bagian dalam lumen hollow bore needle relatif lebih banyak
dibandingkan jumlah darah yang tersisa pada bagian luar jarum yang padat (solid core
needle), misalnya jarum jahit sehingga hollow bore needle dianggap mengandung virus
yang lebih banyak.

Pencegahan
Pencegahan kecelakaan kerja akibat tusukan jarum atau benda tajam harus
diperhatikan mulai dari penggunaan, pembersihan dan pembuangannya. Ada beberapa
hal yang harus diwaspadai saat menangani jarum dan benda tajam, misalnya jangan

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 102


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

menutup kembali jarum, jangan membengkokkan atau mematahkan jarum yang


melekat pada syringe, jangan memindahkan jarum dari syringe. Jarum dan benda tajam
harus dibuang dalam wadah yang bertanda khusus dan tahan terhadap tusukan. Bila
jarum harus ditutup kembali maka jarum ditutup dengan menggunakan satu tangan
saja. Caranya, letakkan penutup jarum pada permukaan yang bersih dan masukkan
jarum ke dalamnya menggunakan metode scoop dengan hati-hati. Jangan memegang
benda tajam yang pecah dengan tangan, tapi usahakan untuk menggunakan alat
mekanik seperti forsep atau sikat dan penampung.

Pelaksanaan universal precaution merupakan strategi untuk melindungi petugas


kesehatan terhadap paparan bloodborne pathogen. Paparan pada kulit dan membran
mukosa dihindari dengan menggunakan pelindung seperti sarung tangan, masker,
pakaian pelindung dan kacamata pelindung. Penggunaan pelindung tidak dapat
sepenuhnya mencegah transmisi bloodborne pathogen yang kejadiannya terutama
melalui percutaneous injury. Pencegahan dilakukan dengan mengurangi penggunaan
jarum, mengubah teknik penggunaan alat atau menggunakan benda tajam yang telah
dirakit khusus keamanannya.

Pemberian pendidikan kepada petugas kesehatan tentang pencegahan tusukan jarum,


adanya komunikasi yang baik dan tersedianya wadah memadai untuk menempatkan
benda tajam menunjukkan adanya penurunan kecelakaan akibat tusukan jarum
sebanyak 60% di rumah sakit pendidikan di California.

Untuk hepatitis B, sebaiknya diberikan vaksinasi serial hepatitis B kepada semua


petugas yang bekerja di bidang kesehatan. Petugas yang menolak divaksinasi harus
menandatangani surat penolakan yang kemudian dimasukan dalam arsip.

Setelah vaksinasi serial lengkap diberikan, kadar anti-HBs diperiksa kembali. Mereka
yang tidak berespon pada pemberian vaksinasi serial pertama memiliki kesempatan
30% sampai 50% untuk berespon setelah diberikan vaksinasi serial ulangan. Bila
setelah pemberian vaksinasi ulangan tetap tidak berespon dan HBsAg negatif maka
petugas kesehatan perlu diberikan konseling dan imunoglobulin hepatitis B (HBIG)
dengan dosis 0,06 mL/kg berat badan secara intramuskular untuk mencegah infeksi.
Bila pada evaluasi didapatkan HBsAg positif maka petugas kesehatan diberikan
konseling dan pengobatan.

Penanganan
Penanganan paparan kerja meliputi penanganan luka, pemberian postexposure
prophylaxis (PEP) dan konseling. Postexposure prophylaxis sudah tersedia untuk
infeksi HBV dan HIV, sedangkan untuk HCV belum tersedia. Walaupun PEP sudah
tersedia, pencegahan tusukan oleh benda tajam tetap merupakan pendekatan terbaik
untuk mencegah penularan penyakit akibat bloodborne pathogen.

Petugas kesehatan yang terpapar harus melaporkan kejadian secepat mungkin karena
pemberian HBIG, vaksinasi hepatitis B dan pemberian PEP HIV paling efektif jika

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 103


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

diberikan segera setelah paparan terjadi. Kejadian dan penatalaksanaan terhadap


paparan yang terjadi dicatat dalam catatan medis. Catatan tersebut meliputi tanggal
dan jam terjadinya paparan, perincian prosedur yang sedang dilakukan, di mana, kapan
dan bagaimana kejadiannya. Dalam catatan itu dijelaskan pula jenis, jumlah bahan dan
beratnya paparan. Misalnya untuk paparan percutaneous perlu dijelaskan mengenai
dalamnya tusukan dan apakah bahan ikut tersuntik. Untuk paparan terhadap kulit atau
membran mukosa diperkirakan volume bahan, lamanya kontak dan keadaan kulit.
Bahan paparan perlu dicatat apakah mengandung HIV atau virus lainnya. Jika sumber
paparan diketahui menderita infeksi HIV maka data tentang stadium penyakit, riwayat
pengobatan antiretroviral dan viral load dicatat.

Luka dan permukaan kulit yang terpapar dengan darah atau cairan tubuh harus segera
dicuci dengan sabun dan air. Membran mukosa harus diirigasi dengan air. Penggunaan
antiseptik tidak terbukti mengurangi risiko transmisi HIV, namun penggunaannya bukan
kontraindikasi. Penggunaan bahan yang kaustik, menyuntikkan antiseptik atau
desinfektan ke dalam luka tidak diperbolehkan.

Sumber paparan harus dievaluasi. Jika sumber paparan diketahui maka sumber
diperiksa HBsAg, anti-HCV dan anti-HIV. Pemeriksaan dasar ataupun lanjutan untuk
orang yang terpapar tidak diperlukan bila sumber paparan tidak terinfeksi bloodborne
pathogen. Pada kondisi status infeksi tidak diketahui, misalnya sumber menolak untuk
diperiksa maka diagnosis medis, keluhan klinis dan adanya riwayat perilaku yang
berisiko dapat dijadikan pertimbangan untuk menentukan perlu tidaknya pemberian
PEP. Bila sumber paparan tidak diketahui maka harus dievaluasi ada tidaknya
kecenderungan terjadinya paparan dengan sumber yang berisiko tinggi, misalnya
dengan memperhatikan lingkungan tempat terjadinya paparan.

Penanganan Setelah Pemaparan Terhadap Human Immunodeficiency Virus


Petugas kesehatan yang terpapar HIV harus dievaluasi dalam waktu beberapa jam
setelah paparan dan dilakukan pemeriksaan untuk menentukan status infeksi pada saat
paparan. Antibodi HIV diperiksa kembali secara serial selama paling sedikit 12 bulan
(misalnya setelah 6 minggu, 12 minggu, 6 bulan, 9 bulan dan 12 bulan). Pemeriksaan
anti-HIV dilakukan dengan Enzyme Immunoassay (EIA) untuk memonitor serokonversi.7

Jika petugas kesehatan terpapar dengan sumber paparan yang menderita HIV atau
cenderung menderita HIV maka direkomendasikan untuk mendapatkan PEP. Ada 3
kelas obat antiretroviral HIV yang tersedia untuk PEP, yaitu nucleoside reverse
transcriptase inhibitor (NRTI), non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI)
dan protease inhibitor (PI). Semua obat antiretroviral tersebut mempunyai efek samping
yang toksik (tabel 1).

Tabel 1: Obat antiretrovirus dan efek sampingnya


Jenis obat antiretrovirus Efek samping
NRTI
Zidovudin (RetrovirTM, ZDV, Anemia, netropenia, mual, sakit kepala,
AZT) insomnia, nyeri otot dan lemah

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 104


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

Lamivudin (Epivir TM, 3TC) Nyeri abdomen, mual, diare, rash dan
pankreatitis
Stavudine (ZeritTM, d4T) Neuropati perifer, sakit kepala, diare, mual,
insomnia, tidak nafsu makan, pankreatitis,
peningkatan tes fungsi hati, anemia dan
netropenia
Didanosine (VidexTM, ddI) Pankreatitis, asidosis laktat, neuropati, diare,
nyeri abdomen dan mual
Abacavir (ZiagenTM, ABC) Mual, diare, tidak nafsu makan, nyeri abdomen,
cepat lelah, sakit kepala, insomnia dan reaksi
hipersensitivitas

NNRTI
Nevirapine (ViramuneTM, Rash (termasuk kasus sindrom Steven Johnson),
NVP) demam, mual, sakit kepala, hepatitis dan
peningkatan tes fungsi hati
Delavirdine (RescriptorTM, Rash (termasuk kasus sindrom Steven Johnson),
DLV) mual, diare, sakit kepala, cepat lelah, dan
peningkatan tes fungsi hati
Efavirenz (SustivaTM, EFV) Rash (termasuk kasus sindrom Steven Johnson),
insomnia, somnolen, pusing, sulit berkonsentrasi
dan mimpi aneh

PI
Indinavir (CrixivanTM, IDV) Mual, nyeri abdomen, nefrolitiasis dan
hiperbilirubinemia
Nelvinavir (ViraceptTM, NVF) Diare, mual, nyeri abdomen, lemah dan rash
Ritonavir (NorvirTM, RTV) Lemah, diare, mual, parestesi sekitar mulut,
perubahan rasa makanan, peningkatan kadar
kolesterol dan trigliserida
Saquinavir (FortovaseTM, Diare, nyeri abdomen, mual, hiperglikemia, dan
SQV) peningkatan tes fungsi hati
Amprenavir (AgeneraseTM, Mual, diare, rash, parestesi sekitar mulut,
AMP) perubahan rasa makanan dan depresi
Lopinavir/ Ritonavir Diare, cepat lelah, sakit kepala, mual,
(KaletraTM) peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida
Dikutip dari Beltrami EM

Paparan terhadap HIV akibat pekerjaan umumnya tidak menimbulkan transmisi HIV
sehingga pemberian PEP dan efek samping yang ditimbulkannya harus
dipertimbangkan dengan baik. Efek samping dapat diatasi dengan memberikan obat
simtomatik seperti antimotilitas dan antiemetik tanpa mengubah regimen serta dapat
pula dilakukan modifikasi interval pemberian dan dosis obat.

Efek toksik akibat pemberian PEP perlu dimonitoring dengan cara melakukan
pemeriksaan laboratorium yang meliputi pemeriksaan hitung sel darah lengkap, tes

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 105


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

fungsi hati dan ginjal pada saat baseline dan 2 minggu setelah pengobatan. Jenis
pemeriksaan laboratorium dapat disesuaikan dengan kondisi medis orang yang
terpapar dan efek samping regimen PEP.

Regimen PEP untuk HIV ada 2 macam, yaitu regimen dasar dan regimen lanjutan
(tabel 2). Regimen dasar terdiri dari 2 obat dan sebaiknya diberikan untuk setiap
paparan dengan bahan dari sumber yang menderita HIV atau cenderung menderita
HIV. Regimen lanjutan terdiri dari 3 obat dan sebaiknya diberikan untuk paparan
dengan risiko transmisi tinggi.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 106


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

Tabel 2: Regimen PEP untuk HIV


Regimen Dosis
Regimen dasar
ZDV + 3TC ZDV: 600 mg/ hari dibagi dalam 2-3 dosis
3TC: 2x150 mg/ hari

Regimen dasar alternatif


3TC + d4T 3TC: 2x150 mg/ hari
d4T: 2x40 mg/ hari (jika berat badan < 60 kg diberikan
2x30 mg/ hari)

ddI + d4T ddI: 400 mg/ hari sebelum makan, dikunyah (jika berat
badan < 60 kg diberikan 2x125 mg/ hari)
d4T: 2x40 mg/ hari (jika berat badan < 60 kg diberikan
2x30 mg/ hari)

Regimen lanjutan: regimen dasar + 1 obat berikut


IDV 800 mg/ 8 jam sebelum makan
NFV 3x750 mg/ hari atau 2x1250 mg/ hari bersama makanan
EFV 600 mg/ hari sebelum tidur
ABC 2x300 mg/ hari
Dikutip dari Beltrami EM

Fasilitas pelayanan kesehatan seharusnya menyediakan dan mempunyai pilihan


regimen PEP awal untuk membantu penanganan sedini mungkin. Petugas kesehatan
harus memperhitungkan untung ruginya ketika memilih regimen PEP HIV. Pada
paparan yang risikonya dapat diabaikan tidak perlu diberikan PEP.

Pemilihan regimen PEP dilakukan dengan mempertimbangkan risiko yang ditimbulkan


paparan dan informasi tentang sumber paparan misalnya riwayat dan respon
pengobatan terhadap obat antiretroviral, hitung sel T CD4+, viral load dan stadium
penyakit saat ini. Jika sumber paparan diketahui atau dicurigai resisten terhadap satu
atau lebih regimen PEP maka dianjurkan untuk memilih obat lain yang tampaknya tidak
resisten. Dianjurkan untuk konsultasi dengan orang yang ahli dalam bidangnya.

Center for Disease Control and Prevention merekomendasikan pemberian PEP akibat
paparan HIV yang terjadi akibat percutaneous injury maupun akibat paparan pada
membran mukosa dan kulit yang tidak intak. Paparan percutaneous injury dibagi
menjadi paparan ringan dan berat. Paparan ringan misalnya terjadi akibat tusukan
jarum yang solid atau luka superfisial. Paparan berat misalnya terjadi akibat tusukan
hollow bore needle yang besar, tusukan dalam, tusukan dengan peralatan yang tampak
mengandung darah dan tusukan dengan alat yang dipasang dalam arteri atau vena
pasien.

Status infeksi sumber paparan turut menentukan pemberian PEP. Status sumber infeksi
dibedakan menjadi HIV positif kelas 1, HIV positif kelas 2, status HIV tidak diketahui,

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 107


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

sumber tidak diketahui dan HIV negatif. Sumber yang terinfeksi HIV dengan gejala
asimtomatik atau viral load rendah, yaitu <1.500 kopi ribonucleic acid (RNA)/ mL
dikelompokkan dalam status infeksi HIV positif kelas 1. Sumber yang terinfeksi HIV
dengan simtomatik, berada pada stadium Acquired Immunodeficiency Virus (AIDS),
mengalami serokonversi akut atau viral load tinggi dikelompokkan dalam status infeksi
HIV positif kelas 2. Sumber infeksi dengan status tidak diketahui misalnya bila sumber
meninggal atau tidak tersedia bahan untuk pemeriksaan HIV. Sumber tidak diketahui
misalnya bila tertusuk jarum yang berada di wadah pembuangan.

Pada paparan percutaneous injury dengan bahan yang berasal dari sumber dengan
status infeksi HIV positif kelas 1 dan jenis paparan ringan, dianjurkan pemberian PEP
dasar. Pemberian PEP lanjutan dianjurkan bila terpapar bahan yang berasal dari
sumber dengan status infeksi HIV positif kelas 1 dan jenis paparannya berat serta bila
terpapar oleh bahan yang berasal dari sumber dengan status infeksi HIV positif kelas 2.
Bila status HIV tidak diketahui maka pemberian PEP umumnya tidak diperlukan akan
tetapi dapat pula dipertimbangkan pemberian PEP (consider PEP) dasar bila sumber
memiliki faktor risiko terinfeksi HIV. Pertimbangan pemberian PEP diputuskan bersama
oleh orang yang terpapar dan dokternya. Bila sumber paparan tidak diketahui maka
pemberian PEP umumnya tidak diperlukan akan tetapi dapat dipertimbangkan
pemberian PEP dasar bila paparan dianggap terjadi pada lingkungan yang berisiko. Bila
bahan berasal dari sumber dengan status HIV negatif maka PEP tidak perlu diberikan
(tabel 3).

Tabel 3: Rekomendasi pemberian PEP HIV akibat percutaneous injury


Jenis Status infeksi sumber paparan
papara HIV positif HIV positif Sumber Sumber tidak HIV
n kelas 1 kelas 2 dengan status diketahui negatif
HIV tidak
diketahui
Ringan Dianjurkan Dianjurkan Umumnya tidak Umumnya tidak Tidak
PEP dasar PEP diperlukan PEP, diperlukan PEP, diperluka
2 obat lanjutan 3 namun dapat namun dapat n PEP
obat dipertimbangka dipertimbangka
n PEP dasar 2 n PEP dasar 2
obat (consider obat jika terjadi
PEP) untuk pada tempat di
sumber dengan mana paparan
faktor risiko HIV dengan orang
terinfeksi HIV
mungkin terjadi

Berat Dianjurkan Dianjurkan Umumnya tidak Umumnya tidak Tidak


PEP PEP diperlukan PEP, diperlukan PEP, diperluka
lanjutan 3 lanjutan 3 namun dapat namun dapat n PEP
obat obat dipertimbangka dipertimbangka
n PEP dasar 2 n PEP dasar 2

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 108


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

obat (consider obat jika terjadi


PEP) untuk pada tempat di
sumber dengan mana paparan
faktor risiko HIV dengan orang
terinfeksi HIV
mungkin terjadi

Keterangan:
HIV positif kelas 1: infeksi HIV asimtomatik atau diketahui viral load rendah
(<1.500 kopi RNA/mL)
HIV positif kelas 2: infeksi HIV simtomatik, AIDS, serokonversi akut atau
diketahui viral load tinggi.
Sumber dengan status HIV tidak diketahui, misalnya sumber meninggal atau
tidak tersedia bahan untuk pemeriksaan HIV
Sumber tidak diketahui, misalnya tertusuk jarum yang berada di wadah
pembuangan benda tajam.
Pemberian PEP yang dipertimbangkan (consider PEP) menunjukkan
pemberian PEP dapat dipilih boleh atau tidak berdasarkan keputusan
individual antara orang yang terpapar dengan dokternya
Pada consider PEP, jika PEP diberikan dan ternyata hasil pemeriksaan
sumber paparan dinyatakan HIV negatif maka PEP tidak diberikan lagi
Paparan ringan, misalnya jarum yang solid dan luka superfisial
Paparan berat, misalnya hollow bore needle besar, tusukan yang dalam,
peralatan yang tampak mengandung darah atau jarum yang digunakan
dalam arteri atau vena pasien

Dikutip dari Beltrami EM

Paparan pada membran mukosa atau kulit yang tidak intak dibedakan berdasarkan
volume paparan. Volume kecil misalnya bila terpapar dengan beberapa tetes darah.
Volume banyak misalnya bila terpapar dengan percikan darah dalam jumlah yang
banyak. Bila terpapar bahan yang berasal dari sumber dengan status infeksi HIV positif
kelas 1 dalam volume kecil maka dapat dipertimbangkan pemberian PEP dasar.
Pemberian PEP dasar dianjurkan bila terpapar bahan yang berasal dari sumber dengan
status infeksi HIV positif kelas 2 dalam volume kecil dan bahan yang berasal dari
sumber dengan status infeksi HIV positif kelas 1 dalam volume banyak. PEP lanjutan
dianjurkan bila terpapar bahan yang berasal dari sumber dengan status infeksi HIV
positif kelas 2 dalam volume banyak. Bila status infeksi sumber paparan tidak diketahui,
sumber paparan tidak diketahui dan status infeksi HIV negatif maka rekomendasi
pemberian PEP diberikan sama seperti pada kejadian paparan akibat percutaneous
injury (tabel 4).

Tabel 4: Rekomendasi pemberian PEP HIV akibat paparan pada membran mukosa
dan kulit yang tidak intak
Jenis Status infeksi sumber paparan

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 109


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

papara HIV positif HIV Sumber Sumber tidak HIV


n kelas 1 positif dengan status diketahui negatif
kelas 2 HIV tidak
diketahui
Volum Dipertimbangk Dianjurka Umumnya tidak Umumnya tidak Tidak
e kecil an PEP n PEP diperlukan PEP, diperlukan PEP, diperluka
(consider dasar 2 namun dapat namun dapat n PEP
PEP) dasar 2 obat dipertimbangka dipertimbangka
obat n PEP dasar 2 n PEP dasar 2
obat (consider obat jika terjadi
PEP) untuk pada tempat di
sumber dengan mana paparan
faktor risiko HIV dengan orang
terinfeksi HIV
mungkin terjadi
Volum Dianjurkan Dianjurka Umumnya tidak Umumnya tidak Tidak
e PEP dasar 2 n PEP diperlukan PEP, diperlukan PEP, diperluka
banyak obat lanjutan 3 namun dapat namun dapat n PEP
obat dipertimbangka dipertimbangka
n PEP dasar 2 n PEP dasar 2
obat (consider obat jika terjadi
PEP) untuk pada tempat di
sumber dengan mana paparan
faktor risiko HIV dengan orang
terinfeksi HIV
mungkin terjadi

Keterangan:
Untuk paparan pada kulit, tindak lanjut hanya dilakukan bila kulit tidak intak
(misalnya dermatitis, lecet atau luka terbuka)
HIV positif kelas 1: infeksi HIV asimtomatik atau diketahui viral load rendah
(<1.500 kopi RNA/mL)
HIV positif kelas 2: infeksi HIV simtomatik, AIDS, serokonversi akut atau
diketahui viral load tinggi.
Sumber dengan status HIV tidak diketahui, misalnya sumber meninggal atau
tidak tersedia bahan untuk pemeriksaan HIV
Sumber tidak diketahui, misalnya tertusuk jarum yang berada di wadah
pembuangan benda tajam.
Pemberian PEP yang dipertimbangkan (consider PEP) menunjukkan
pemberian PEP dapat dipilih boleh atau tidak berdasarkan keputusan
individual antara orang yang terpapar dengan dokternya
Pada consider PEP, jika PEP sudah diberikan dan ternyata hasil pemeriksaan
sumber paparan dinyatakan HIV negatif maka PEP tidak diberikan lagi
Volume kecil, misalnya beberapa tetes
Volume banyak, misalnya percikan darah yang banyak

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 110


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

Dikutip dari Beltrami EM

Interval waktu yang dianjurkan untuk mendapat hasil PEP yang optimal untuk manusia
belum diketahui. Studi terhadap hewan menunjukkan PEP penting diberikan
secepatnya setelah paparan dan hasilnya kurang efektif jika mulai diberikan 24 sampai
36 jam setelah paparan. Pada manusia PEP tetap diberikan walaupun paparan sudah
terjadi lebih dari 36 jam meskipun risiko transmisi meningkat. Jika tidak mengetahui
regimen obat antiretroviral mana yang harus digunakan, apakah yang dasar atau
lanjutan maka sebaiknya dimulai dengan regimen dasar agar tidak menunda waktu
dimulainya pemberian PEP. Lamanya waktu pemberian PEP yang optimal tidak
diketahui. Dari suatu studi didapatkan pemberian ZDV selama 4 minggu dapat memberi
perlindungan sehingga PEP sebaiknya diberikan selama 4 minggu jika dapat
ditoleransi.

Walaupun risiko terjadinya serokonversi setelah tusukan jarum relatif jarang terjadi,
petugas kesehatan yang terpapar dapat mengalami gangguan fisik akibat efek samping
pengobatan antiretroviral dan trauma emosional yang berat selama menunggu hasil
pemeriksaan. Petugas kesehatan yang terpapar HIV diberikan konseling untuk
mengatasi pengaruh emosional dan diberikan edukasi mengenai pengobatan yang
akan diberikan. Mereka diminta untuk mencegah terjadinya transmisi sekunder
terutama selama 6 sampai 12 minggu pertama setelah terpapar. Hal ini disebabkan
untuk pembentukan anti-HIV diperlukan waktu yaitu sekitar 6 sampai 12 minggu setelah
terpapar.

Penanganan Setelah Pemaparan Terhadap Hepatitis B


Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan untuk pemberian profilaksis hepatitis
B, misalnya status HBsAg sumber paparan, riwayat vaksinasi hepatitis B dan status
respon vaksinasi hepatitis B orang yang terpapar. Bila petugas kesehatan yang tidak
divaksinasi terpapar bahan dengan HBsAg negatif, HBsAg tidak diketahui atau tidak
mungkin diperiksa maka vaksinasi serial hepatitis B harus mulai diberikan, sedangkan
bila HBsAg positif maka selain diberikan vaksinasi serial hepatitis B juga harus
diberikan HBIG 1 dosis.

Petugas kesehatan yang telah divaksinasi dan berespon serta mereka yang
sebelumnya diketahui terinfeksi HBV dan kebal terhadap reinfeksi tidak memerlukan
profilaksis. Bila petugas kesehatan yang terpapar sedang dalam proses vaksinasi tetapi
belum lengkap, maka vaksinasi harus dilengkapi sesuai jadual dan HBIG dapat
diitambahkan jika ada indikasi.

Bila petugas kesehatan yang tidak berespon terhadap vaksinasi hepatitis B terpapar
bahan dengan HBsAg positif maka diberikan HBIG dosis tunggal dan dimulai kembali
pemberian vaksinasi serial hepatitis B. Alternatif lainnya, diberikan HBIG 2 dosis. Dosis
pertama diberikan sesegera mungkin dan dosis kedua diberikan 1 bulan kemudian.
Pemberian HBIG dan vaksinasi ulangan umumnya diberikan kepada mereka yang tidak
berespon terhadap vaksinasi hepatitis B dan vaksinasi serial hepatitis B kedua belum

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 111


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

lengkap diberikan. Pemberian 2 dosis HBIG lebih ditujukan kepada mereka yang telah
mendapat vaksinasi serial hepatitis B kedua lengkap namun tetap tidak berespon.

Bila petugas kesehatan tidak berespon terhadap vaksinasi terpapar bahan dengan
status HBsAg tidak diketahui atau tidak mungkin diperiksa maka dinilai apakah sumber
berisiko tinggi. Bila sumber berisiko tinggi maka penanganannya sama seperti pada
kejadian paparan bahan dengan HBsAg positif.

Bila petugas kesehatan yang telah divaksinasi akan tetapi respon antibodinya tidak
diketahui terpapar bahan dengan HBsAg positif, HBsAg tidak diketahui atau tidak
mungkin diperiksa maka dianjurkan untuk memeriksa anti-HBs orang yang terpapar
terlebih dahulu. Bila respon antibodi adekuat maka tidak perlu penatalaksanaan lebih
lanjut. Bila respon antibodi tidak adekuat maka diberikan HBIG 1 dosis dan booster
vaksinasi.7

Paparan bahan dengan HBsAg negatif terhadap petugas kesehatan yang sudah
divaksinasi tidak memerlukan penatalaksanaan lebih lanjut (tabel 5).

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 112


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

Tabel 5: Profilaksis hepatitis B setelah paparan


Vaksinasi dan Sumber paparan
status respon HBsAg positif HBsAg negatif HBsAg tidak
antibodi diketahui atau
petugas tidak mungkin
kesehatan diperiksa
yang terpapar
Tidak HBIG x 1 dan mulai Mulai pemberian Mulai pemberian
divaksinasi pemberian vaksinasi vaksinasi serial vaksinasi serial
serial hepatitis B hepatitis B hepatitis B

Sebelumnya
telah
divaksinasi
Diketahui Tidak perlu Tidak perlu Tidak perlu
berespon penatalaksanaan penatalaksanaan penatalaksanaan

Diketahui HBIG x 1 dan mulai Tidak perlu Jika sumber berisiko


tidak pemberian vaksinasi penatalaksanaan tinggi, perlakukan
berespon ulang atau HBIG x 2 seperti jika sumber
adalah HBsAg
positif

Respon Periksa anti HBs Tidak perlu Periksa anti HBs


antibodi orang yang penatalaksanaan orang yang
tidak terpapar: terpapar:
diketahui Jika adekuat, Jika adekuat,
tidak perlu tidak perlu
penatalaksanaan penatalaksanaan
Jika tidak Jika tidak
adekuat, berikan adekuat, berikan
HBIG x1 dan HBIG x1 dan
booster vaksinasi booster vaksinasi
Dikutip dari Beltrami EM

Vaksinasi hepatitis B dan HBIG jika diindikasikan harus diberikan segera setelah
paparan, lebih baik dalam waktu 24 jam. Efektivitas HBIG jika diberikan setelah 7 hari
tidak diketahui. Vaksinasi hepatitis B dapat diberikan bersamaan dengan pemberian
HBIG pada tempat yang terpisah.7

Penanganan Setelah Pemaparan Terhadap Hepatitis C


Petugas kesehatan yang terpapar harus diperiksa anti-HCV untuk menentukan status
infeksi saat paparan. Selain itu dilakukan pula pemeriksaan anti-HCV terhadap sumber
paparan. Bila sumber paparan tidak menderita hepatitis C maka tidak diperlukan
penanganan. Bila sumber paparan menderita hepatitis C maka dilakukan pemantauan
anti-HCV dan aktivitas Alanin Transaminase (ALT) 4 atau 6 bulan kemudian.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 113


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

Pemantauan dilakukan selama 1 tahun. Jika diagnosis awal infeksi HCV diinginkan
dapat dilakukan pemeriksaan RNA HCV serum atau plasma dalam waktu 1 sampai 2
minggu setelah terpapar.11 Bila sumber paparan atau statusnya tidak diketahui maka
dilakukan pemantauan anti-HCV petugas kesehatan 6 bulan dan 12 bulan kemudian.

Pemberian obat antivirus tidak direkomendasikan untuk PEP setelah terpapar darah
dengan HCV positif. Petunjuk tentang pemberian terapi pada fase akut infeksi hepatitis
C tidak ada akan tetapi sejumlah data yang ada menunjukkan terapi antivirus dapat
menguntungkan jika diberikan pada awal perjalanan penyakit hepatitis C.
Institusi kesehatan seharusnya menetapkan kebijaksanaan dan prosedur yang harus
dilakukan petugas kesehatan bila terpapar darah atau cairan tubuh lainnya dan
menjamin petugas kesehatan mengenal kebijaksanaan dan prosedur tersebut. Alur
penanganan terhadap petugas kesehatan yang terpapar bahan berpotensi infeksius
akibat tusukan benda tajam dapat dilihat secara ringkas pada skema 1, 2, 3, 4 dan 5.

Paparan pada petugas

Petugas kesehatan ditangani lukanya, anti-HIV dan anti-HCV diperiksa segera

Evaluasi riwayat vaksinasi hepatitis B petugas kesehatan

Tidak divaksinasi Divaksinasi Divaksinasi dan Divaksinasi dan


dan berespon tidak berespon respon tidak diketahui

Lihat skema 2 Lihat skema 3 Lihat skema 4 Lihat skema 5

Skema 1: Alur penanganan terhadap petugas yang tertusuk benda tajam


Dikutip dan dimodifikasi dari Doebbeling BN

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 114


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

Evaluasi sumber paparan

Sumber paparan diketahui Sumber paparan tidak diketahui

Sumber: periksa HBsAg, Petugas:


anti-HCV dan anti-HIV HBV: berikan vaksinasi serial hepatitis B
HIV: tidak perlu PEP atau consider PEP dasar
bila terpapar pada lingkungan berisiko
HCV: pemantauan anti-HCV 6 dan 12 bulan
kemudian

Negatif: Positif: Status tidak diketahui:


HBsAg sumber HBsAg sumber positif: mulai HBV: mulai berikan vaksinasi
negatif: mulai berikan berikan vaksinasi serial hepatitis B serial hepatitis B kepada
vaksinasi serial dan HBIG x 1 kepada petugas petugas
hepatitis B kepada Anti-HIV sumber positif: berikan HIV: petugas tidak perlu
petugas PEP HIV dasar atau lanjutan dan diberi PEP atau consider
Anti-HIV sumber pemantauan serologis minimal PEP dasar bila sumber
negatif: petugas tidak selama 6 bulan serta konseling berisiko
perlu diberi PEP, anti- kepada petugas HCV: pemantauan anti-HCV
HIV dipantau minimal Anti-HCV sumber positif: petugas 6 dan 12 bulan
selama 6 bulan pemantauan anti- HCV dan ALT kemudian
Anti-HCV sumber petugas 4 atau 6 bulan kemudian
negatif: tidak perlu selama 1 tahun
penanganan lanjut
pada petugas

Skema 2:Paparan pada petugas yang tidak divaksinasi hepatitis B


Dikutip dan dimodifikasi dari Doebbeling BN

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 115


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

Evaluasi sumber paparan

Sumber paparan diketahui Sumber paparan tidak diketahui

Petugas: tidak perlu Petugas:


penanganan terhadap HBV: tidak perlu penanganan
HBV HIV: tidak perlu PEP atau consider PEP
Sumber: periksa anti- dasar bila terpapar pada lingkungan berisiko
HCV dan anti-HIV HCV: pemantauan anti-HCV 6 dan 12 bulan
kemudian

Negatif: Positif: Status tidak diketahui:


Anti-HIV sumber Anti-HIV sumber positif: HIV: petugas tidak perlu
negatif: petugas tidak berikan PEP HIV dasar atau diberi PEP atau consider
perlu diberi PEP, anti- lanjutan kepada petugas dan PEP dasar bila sumber
HIV dipantau minimal pemantauan serologis berisiko
selama 6 bulan minimal selama 6 bulan HCV: pemantauan anti-
Anti-HCV sumber serta konseling HCV petugas 6 dan 12
negatif: tidak perlu Anti-HCV sumber positif: bulan kemudian
penanganan lanjut pemantauan anti- HCV dan
pada petugas ALT petugas 4 atau 6 bulan
kemudian selama 1 tahun

Skema 3: Paparan pada petugas yang berespon terhadap vaksinasi hepatitis B


Dikutip dan dimodifikasi dari Doebbeling BN

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 116


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

Evaluasi sumber paparan

Sumber paparan diketahui Sumber paparan tidak diketahui

Sumber: periksa HBsAg, Petugas:


anti-HCV dan anti-HIV HBV: jika sumber berisiko tinggi, berikan HBIG x
1 dan vaksinasi serial hepatitis B ulangan atau
HBIG x 2
HIV: tidak perlu PEP atau consider PEP dasar
bila terpapar pada lingkungan berisiko
HCV: pemantauan anti-HCV 6 dan 12 bulan
kemudian

Negatif: Positif:
HBsAg sumber HBsAg sumber positif: berikan Status tidak diketahui:
negatif: petugas tidak kepada petugas HBIG x 1 dan HBV: jika sumber berisiko
perlu penanganan vaksinasi serial hepatitis B tinggi, berikan kepada
Anti-HIV sumber ulangan atau HBIG x 2 petugas HBIG x 1 dan
negatif: petugas tidak Anti-HIV positif: berikan PEP HIV vaksinasi serial hepatitis B
perlu diberi PEP, anti- dasar atau lanjutan kepada ulangan atau HBIG x 2
HIV dipantau minimal petugas dan pemantauan HIV: petugas tidak perlu
selama 6 bulan serologis minimal selama 6 diberi PEP atau consider
Anti-HCV sumber bulan serta konseling PEP dasar bila sumber
negatif: tidak perlu Anti-HCV sumber positif: berisiko
penanganan lanjut pemantauan anti- HCV dan ALT HCV: pemantauan anti-
pada petugas petugas 4 atau 6 bulan HCV petugas 6 dan 12
kemudian selama 1 tahun bulan kemudian

Skema 4: Paparan pada petugas yang tidak berespon terhadap vaksinasi


hepatitis B
Dikutip dan dimodifikasi dari Doebbeling

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 117


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

Evaluasi sumber paparan

Sumber paparan diketahui Sumber paparan tidak diketahui

Sumber: periksa HBsAg, Petugas:


anti-HCV dan anti-HIV HBV: periksa anti-HBs:
- adekuat: tidak perlu pengananan
- tidak adekuat: berikan HBIG x 1 dan booster
HIV: tidak perlu PEP atau consider PEP dasar bila
terpapar pada lingkungan berisiko
HCV: pemantauan anti-HCV 6 dan 12 bulan
kemudian

Negatif: Positif: Status tidak diketahui:


HBsAg sumber HBsAg sumber positif: HBV: periksa anti-HBs
negatif: tidak perlu periksa anti-HBs petugas: petugas:
penanganan pada - adekuat: tidak perlu pengananan - adekuat: tidak perlu
petugas - tidak adekuat: berikan HBIG x 1 pengananan
Anti-HIV sumber dan booster - tidak adekuat:
negatif: petugas tidak Anti-HIV sumber positif: berikan PEP berikan HBIG x 1
perlu diberi PEP, anti- HIV dasar atau lanjutan kepada dan booster
HIV dipantau minimal petugas dan pemantauan serologis HIV: petugas tidak perlu
selama 6 bulan minimal selama 6 bulan serta diberi PEP atau consider
Anti-HCV sumber konseling PEP dasar bila sumber
negatif: tidak perlu Anti-HCV sumber positif: berisiko
penanganan lanjut pemantauan anti-HCV dan ALT HCV: pemantauan anti-
pada petugas petugas 4 atau 6 bulan kemudian HCV petugas 6 dan 12
selama 1 tahun bulan kemudian
Skema 5: Paparan pada petugas yang divaksinasi hepatitis B dan respon tidak
diketahui
Dikutip dan dimodifikasi dari Doebbeling BN

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 118


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

Profilaksis Pasca Pajanan


Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir
Lapor ke dokter penanggung jawab di klinik
Tes HIV baik sumber maupun orang yang terpajan
Obat ARV harus diberikan dalam waktu kurang dari 4 jam
Termasuk didalamnya pajanan terhadap darah, cairan serebrospinal, cairan semen, cairan
vagina, cairan sinovial/pleura/periakardial/peritonial/amnion dari

S T A T U S H I V P A S I E N
Pajanan Tidak diketahui Positif Positif Rejimen
Resiko Tinggi

Tidak perlu Tidak perlu Tidak perlu


Kulit utuh PPP PPP PPP

AZT 300 mg
Mukosa atau Pertimbangkan Berikan Berikan /12 jamx28 hari
kulit yg tidak rejiman 2 obat rejimen 2 obat rejimen 2 obat 3TC 150 mg
utuh /12 jamx28 hari
AZT 300 mg
Tusukan Berikan Berikan Berikan /12 jamx28 hari
(benda tajam rejimen 2 obat rejimen 2 obat rejimen 3 obat
solid) 3TC 150 mg
Tusukan /12 jamx28 hari
(benda tajam Berikan Berikan Berikan
berongga) Lop/r 400/100 mg
rejimen 2 obat rejimen 3 obat rejimen 3 obat /12 jamx28 hari
Resiko Monitoring
Faktor yang meningkatkan resiko serokonversi : Profilaksis harus diberikan selama 28 hari
Pajanan darah atau cairan tubuh dalam Dibutuhkan dukungan psikososial
jumlah besar, ditandai dengan : Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk
- Luka yang dalam mengetahui infeksi HIV dan untuk
- Terlihat jelas darah memonitor toksisitas obat
- Prosedur medis yang menggunakan Tes HIV diulang setelah 6 minggu, 3 bulan
jarum dan 6 bulan
Sumber pajanan adalah pasien stadium Nama Nomor yang bisa dihubungi
AIDS

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 119


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

VI. REFERENSI

1. Pedoman Pelaksaan KEWASPADAAN UNIVERSAL di Pelayanan Kesehatan.


Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Dir-Jen Pemberantasan Penyakit
Menular dan Penyehatan Lingkungan, 2003.
2. Pedoman Nasional Perawatan, Dukungan dan Pengobatan Bagi ODHA.
Buku Pedoman untuk Petugas Kesehatan dan Pertugas Lainnya.
Dir-Jen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2003.
3. Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan.
Cetakan II. Departemen Kesehatan RI, 2005
4. CDC ALTANTA WEBSITE
5. Ayliffe GAJ, Babb JR, Taylor LJ. Hospital-acquired infection. Principles and
prevention. 3rd ed. Oxford: Butterworth-Heinemann, 1999: p. 35-47, 83-94.
6. Rotter ML. Hand washing and hand disinfection. In: Mayhall CG,ed. Hospital
epidemiology and infection control. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins, 1999: p. 1339-55.
7. Rotter ML. Hand washing, hand disinfection and skin disinfection. In: Wenzel
RP,ed. Prevention and control of nosocomial infections. 3rd ed. Baltimore:
Williams & Wilkins, 1997: p. 691-709.
8. National Health and Medical Research Council & Australian National Council on
AIDS. Infection control in health care setting. 1996.
9. Ducel G, Haxhe JJ, Tanner F, Zumofen M. Practical guide to the prevention of
hospital acquired infections. WHO/BAC/79.1 Rev. 1.
10. Rosenstock L. NIOSH: science and public health issues that pertain to
needlestick injuries among health care. June 22, 2002. Available at:
www.cdc.gov/niosh/ndletest.html
11. Chemical Safety and Disposal Guide. Available at:
www.fpm.wisc.edu/chemsafety/Guide2/chapter9adobepdf
12. Occupational Safety and Healthy Administration Directorate of Technical Support
Office of Occupational health Nursing. Safer needle devices protecting health
care workers. October 1997. Available at:
www.osha.gov/pls/oshaweb/owadisp.show_document?p_table=SLTC_STATIC&
p_id=35506&p_search_type=CLOBTEXTPOLICY&p_search_str=safer+needle&
p_text_version=FALSE
13. Ayliffe GAJ, Babb JR, Taylor LJ. Hospital-acquired infection: principles and
prevention.3rd ed.Oxford: Butterworth Heinemann; 1999.p.35-47.
14. Beltrami EM. The risk and prevention of occupational human immunodeficiency
virus infection. Seminars in infection control: prevention of infection by
bloodborne pathogens 2001 March;1(1):1-18.
15. Doebbeling BN. Protecting the healthcare worker from infection and injury. In:
Wenzel RP, ed. Prevention and control of nosocomial infections. 3rd ed.
Baltimore: Williams and Wilkins; 1997.p.397-409.
16. Beltrami EM, Alvarado-Rarny F, Critchley SA, Panlilio AL, Cardo DM. Updated
U.S. public health service guidelines for the management of occupational

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 120


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

exposures to HBV, HCV, and HIV and recommendations for postexposure


prophylaxis. MMWR 2001;50 (RR-11):1-52.
17. Birkhead GS, Maki GJ. Guidelines for the use of antiretroviral medications;
2002.p.6.1-6.17.
18. Chiarello LA, Bartley J. Prevention of blood exposure in healthcare
personnel..Seminars in infection control: prevention of infection by bloodborne
pathogens 2001 March:1(1):30-43.
19. Cardo MD, Culver DH, Ciesielski CA, Srivastava PU, Marcus R, Abiteboul D, et
al. A case-control study of HIV seroconvertion in health care workers after
percutaneous exposure. N Engl J Med 1997;337:1485-90.
20. Bower WA, Alter MJ. Risks and prevention of occupational hepatitis B virus and
hepatitis C virus infections. Seminars in infection control: prevention of infection
by bloodborne pathogens 2001 March:1(1):19-29.
21. National Hemophilia Foundation. MASAC recommendations regarding hepatitis
B, hepatitis C and HIV postexposure chemoprophylaxis. Available at:
www.hemophilia.org/programs/masac/masac/masac123.htm
22. Stepp CA, Woods MA. Laboratory procedures for medical office personnel.
Philadelphia: WB Saunders company; 1998.p.9-21.
23. Donowitz LG. Infection control for the healthcare worker. 2nd ed. Baltimore:
Williams and Wilkins; 1997.p.5-12.
24. Marcus R, CDC cooperative needlestick surveillance group. Surveillance of
health care workers exposed to blood from patient infected with the human
immunodeficiency virus. N Engl J Med 1988;319:1118-23.
25. MUSC occupational bloodborne pathogen protocol off campus procedure packet.
Available at: www.musc.edu/fanda/risk/oshp/remoteclb1.pdf
26. National Digestive Disease Information Clearinghouse. Vaccination for hepatitis
A and B. Available at: www.niddk.nih.gov/digest/pubs/vacc4hep/vacc4hep.htm
27. Hospital Hill Health Service Corporation. Bloodborne pathogens self-learning
module. May 2001. Available at:
http://research.med.umkc.edu/pdfs/BloodbornePathogens.pdf

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 121


MI-4 Lab Kewaspadaan Universal dan PPP (Profilaksis Paska Pajanan)

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 122


MI-5 lab Pemeriksaan Sifilis

MATERI INTI 5
PEMERIKSAAN SIFILIS

I. POKOK BAHASAN

Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan berikut:


Pokok Bahasan 1. Pengertian Sifilis
Pokok Bahasan 2. Tehnik tehnik Pemeriksaan Sifilis
Pokok Bahasan 3. Cara Pengambilan dan Pengelolaan Darah Vena
a. Tatalaksana Pengambilan Darah Vena
b. Pengelolaan sampel darah
- Cara Pengolahan Darah Vena
- Cara Penyimpanan Darah Vena
Pokok Bahasan 4. Pemeriksaan RPR & RPR Titer
Pokok Bahasan 5. Pemeriksaan Treponema Pallidum Rapid

II. URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1.
PENGERTIAN SIFILIS

Sifilis yang disebut juga Lues Venerea atau Raja Singa disebabkan oleh bakteri Gram
negatif Treponema pallidum yang ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman pada tahun
1905. Sifilis merupakan penyakit khronis dan sistemik, dapat menyerang seluruh organ
tubuh dan pada masa laten tanpa manifestasi lesi tubuh. Masa tunas biasanya 2 4
minggu dengan gejala klinis pada stadium primer berupa ulkus atau lesi/tukak pada alat
genital yang tidak menimbulkan rasa sakit dan hilang dengan sendirinya walaupun
kuman penyebabnya masih berada dalam tubuh. Penyakit ini dapat ditularkan pada
janin dalam kandungan serta mempunyai masa inkubasi penyakit ini 2mg 3 bln.

Morfologi
Treponema pallidum
Berbentuk spiral teratur, dengan panjang rata-rata 11 um (6 -20 um) dan diameter 0.09
0.18 um. Pada umumnya dijumpai 8 24 lekukan dengan panjang gelombang sekirar
1 um.

Gejala klinis dari penyakit sifilis adalah:


a. Ulkus soliter, bulat/lonjong. Dasar bersih dgn indurasi tidak nyeri
b. Pembesaran kel getah bening, umumnya bilateral,kenyal, tidak nyeri, eritema
c. Tidak ada gejala sistemik

Perjalanan penyakitnya sebagai berikut:


a. Primer : muncul ulkus 1-4mg, menghilang

Pelatihan IMS 125


MI-5 lab Pemeriksaan Sifilis

b. Sekunder : erupsi timbul 2mg kemudian, kondilomalata, lesi mukosa mulut,


kerongkongan, servix
c. Laten dini : primer dan sekunder < 1th, menular
d. Tertier/ laten lanjut : ber-tahun2, kelainan ssp & kardiovaskuler tidak menular

Pokok Bahasan 2.
TEHNIK TEHNIK PEMERIKSAAN SIFILIS

a. Pemeriksaan lapangan gelap dengan bahan pemeriksaan dari serum lesi.


Ruam sifilis primer, dibersihkan dengan larutan NaCl fisiologis. Serum diperoleh
dari bagian dasar/dalam lesi dengan cara menekan lesi dan serum akan keluar.
Diperiksa dengan mikroskop lapangan gelap menggunakan minyak imersi. T.
pallidum berbentuk ramping, gerakan lambat dan angulasi. Pemeriksaan ini tidak
dapat membedakan T. pallidum dengan Treponema lainnya seperti T. pertenue
yang penyebabkan frambusia, T. carateunum penyebab pinta ataupun Treponema
komensal yang banyak dijumpai didalam mulut, maka bahan pemeriksaan dari
rongga mulut tidak dapat digunakan.

Pemeriksaan dilakukan dengan pemeriksaan langsung T.Pallidum dari serum pada


lesi kulit primer untuk dilihat bentuk dan pergerakannya dengan menggunakan
mikroskop lapangan gelap pada pembesaran obyektif 100x. Pemeriksaan dilakukan
berturut turut selama 3 (tiga) hari dan bakteri berwarna putih, bentuk ramping dan
gerakan lambat

b. Pemeriksaan menggunakan mikroskop fluoresensi dengan bahan


pemeriksaan dari serum lesi.
Cara Pemeriksaan :
Lesi dioleskan pada gelas objek, fiksasi dengan aseton, diberi antibodi sfesifik
yang dilabel fluoresen
Kurang sfesifik dibanding pemeriksaan lapangan gelap

c. Penentuan antibodi dalam serum


Pemeriksaan serologi untuk mendeteksi antibodi yang terbentuk setelah infeksi
Treponema dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan antigen yang dipakai
1) Non-treponemal antigen
Menggunakan antigen tidak spesifik (kardiolipin yang dikombinasikan dengan
lesitin dan kolesterol) sehingga dapat memberi hasil positif semu biologik (Akut
dan Kronis) ataupun negatif semu (Reaksi prozon)

Prinsip reaksinya: Reagin (antibodi terhadap Treponema) dapat bersatu dengan


suspensi ekstrak lipid dari binatang atau tumbuhan, menggumpal membentuk
massa yg dapat dilihat pada tes flokuasi.

Contoh Tes : VDRL (Venereal Disease Research Laboratory) dan


RPR (Rapid Plasma Reagin)

Pelatihan IMS 126


MI-5 lab Pemeriksaan Sifilis

2) Treponemal antigen
Menggunakan antigen spesifik (Treponema atau eksraknya)
Tes Imobilisasi :
TPI (Treponema Pallidum Inhibition test), jarang digunakan krn memerlukan
TP (Treponema Pallidum) yang masih hidup & sulit diperoleh
Tes Imunofluoresen:
FTA-Abs (Fluorescein Treponemal Ab Absorption) IgM & IgG
Tes Hemaglutinasi :
Pemeriksaan TPHA (Treponema Pallidum Hema Aglutination) bisa terjadi
positif palsu pada Frambusia (Patek)/Treponema lain
Tes Treponema Pallidum Rapid
Pemeriksaan Treponema Pallidum Rapid yang menggunakan reagensia yang
saat ini beredar di Indonesia yaitu Determine Sifilis, SD Bioline Sifilis,
Advanced Sifilis, banyak digunakan karena waktu pemeriksaan yang cepat
dan mudah dalam interpretasi hasil.

Pelatihan IMS 127


MI-5 lab Pemeriksaan Sifilis

Pokok Bahasan 3.
PENGAMBILAN DAN PENGELOLAAN DARAH VENA

a. Tatalaksana Pengambilan Darah Vena


Teknis pengambilan darah vena sebenarnya mudah, tetapi bahaya yang dapat
terjadi bila tidak dikerjakan dengan hati hati dan seksama jauh lebih besar dari
pengambilan darah kapiler.

1) Lokasi Pengambilan
Pada umumnya semua vena yang cukup besar dan letaknya superficial dan
digunakan untuk pengambilan darah. Tetapi pada prakteknya yang sering
digunakan adalah vena difossa cubiti. Pada kanak kanak yang kecil atau pada
bayi bila perlu dapat diambil dari vena jugularis externa, vena femoralis bahkan
sinus sagitalis superior.

2) Peralatan yang diperlukan


1. Jarum vacuntainer
2. Tabung vacuntainer Serum Clot Activator (SST)
3. Alkohol swab 70%
4. Kasa steril
5. Torniquet
6. Handiplast
7. Holder
8. Sharp Bin Container
9. Sarung tangan
10. Rak tabung

3) Hal hal yang harus diperhatikan ketika pengambilan darah


a) Pada umumnya vena yang baik untuk pengambilan darah ialah vena yang
cukup besar, letaknya superficial dan terfiksasi.
b) Pada orang yang gemuk, vena yang letaknya agak dalam tempatnya dapat
ditentukan dengan palpasi.
c) Vena vena kecil yang terlihat sebagai garis garis biru biasanya sukar
diambil.
d) Untuk memudahkan penusukan, tekanan darah dalam vena ini dapat dinaikkan
dengan mengadakan pembendungan pada bagian proximal dari vena tersebut
dan bila diambil dari vena cubiti, hal ini dapat dibantu pula dengan menyuruh
penderita mengepal dan membuka tangan berulang ulang.
e) Pembendungan vena tak boleh dilakukan terlalu lama karena hal ini dapat
mengakibatkan terjadinya hemokonsentrasi setempat.
f) Bila letak vena tidak dapat ditentukan karena letaknya yang agak dalam, usaha
untuk mengambil darah dengan coba coba adalah perbuatan terlarang.
g) Penderita yang takut akan penusukan vena ini harus ditenangkan seperti pada
pengambilan darah kapiler.
h) Bila menggunakan tabung darah yang berisi anti koagulan, tabung darah harus
dikocok kocok perlahan untuk menghindari pembekuan.

Pelatihan IMS 128


MI-5 lab Pemeriksaan Sifilis

4) Prosedur Kerja :
a) Siapkan tabung vacuntainer SST dan beri kode sesuai nomor ID.
b) Siapkan jarum dan beri tahu pasien yang akan diambil darah sebelum
membuka jarum bahwa jarum baru dan steril.
c) Pasang jarum pada holder, taruh tutup diatas meja pengambilan darah.
d) Letakan lengan pasien lurus diatas meja dengan telapak tangan menghadap ke
atas.
e) Torniquet dipasang 10 cm diatas lipat siku pada bagian atas dari vena yang
akan diambil (jangan terlalu kencang).
f) Pasien disuruh mengepal dan menekuk tangan beberapa kali untuk mengisi
pembuluh darah.
g) Dengan tangan pasien masih mengepal, ujung telunjuk kiri memeriksa/mencari
lokasi pembuluh darah yang akan ditusuk.
h) Bersihkan lokasi dengan kapas alkohol 70 % dan biarkan sampai kering, kulit
yang telah dibersihkan jangan dipegang lagi.
i) Pegang holder dengan tangan kanan dan ujung telunjuk pada pangkal jarum.
j) Vena ditusuk pelan-pelan dengan sudut 30-45.
k) Bila jarum berhasil masuk vena, tekan tabung sehingga vakumnya bekerja dan
darah terisap kedalam tabung. Bila terlalu dalam, tarik sedikit atau sebaliknya)
l) Bila darah sudah masuk buka kepalan tangan.
m)Isi tabung vacuntainer sampai volume 3 ml.
Setelah cukup darah yang diambil, torniquet dilepas. Keluarkan tabung dan
keluarkan jarum perlahan-lahan.
n) Pasien diminta untuk menekan bekas tusukan dengan kapas alkohol selama 1 -
2 menit.
o) Tutup bekas tusukan dengan plester.
p) Buang bekas jarum kedalam wadah tahan tusukan (Sharp bin Biohazard).
q) Homogenkan darah dengan cara membolak balikan secara perlahan.

Pelatihan IMS 129


MI-5 lab Pemeriksaan Sifilis

Perhatian:
Untuk pengambilan bahan pemeriksaan laboratorium tertentu yang berasal dari manusia
antara lain:
a. Darah vena/darah kapiler
b. Pus vagina
c. Apus Urethra
d. Apus Dubur
e. Urin dengan kateter
Dilakukan di klinik Puskesmas oleh tenaga perawat/bidan

Sumber:
1. UU No.23 Pasal 50 tahun 1992 tentang Kesehatan
2. Departemen Kesehatan RI : Pedoman Kerja Puskesmas Jilid IV, hal S-14, 1991/1992

Pelatihan IMS 130


MI-5 lab Pemeriksaan Sifilis

Vena Puncture
Bila menggunakan Tabung vacutainer
Selalu gunakan tindakan kewaspadaan universal

1. Siapkan peralatan. 2. Tulis identitas klien pada tabung. 3. Pasang tourniquet pada lengan
sekitar t 3-4cm diatas daerah yang
akan ditusuk.

4. Minta klien untuk 5. Setelah meraba jalur vena, bersihkan 6. Pasang jarum ke vacuum tube
mengepalkan jarinya sehingga daerah yang akan ditusuk dengan holder dengan cara memutar
vena terlihat jelas. kapas alcohol melingkar keluar.
BIarkan kering.

7. Pasang tabung ke holder 8. Buka tutup jarum. 9. Gunakan ibu jari anda dan tarik 1 2
sampai tabung mencapai cm dibawah daerah yang akan
jarum. ditusuk. Tahan kulit dengan ibu jari
lanjutkan ke langkah 10.

10. Masukkan jarum dengan 11. Tekan tabung vacuntainer ke jarum. 12. Lepaskan tourniquet.
posisi tusukan keatas dan Darah akan langsung mengalir ke
sudut 30-45, masuk ke vena. tabung.

13. Isi tabung sampai penuh atau 14. Setelah membuka lengan klien, 15. Tahan kasa secara lembut dan tarik
sampai vacuum tidak bekerja tenpatkan kasha kering diatas daerah jarum perlahan lahan.
lagi. yang ditusuk.

16. Tutup dengan band-aid atau lakukan 17. Buang semua yang terkontaminasi
penekanan halus sampai darah berhenti ke dalam wadah limbah yang layak.

Use of trade names and commercial sources is for identification only and
does not imply endorsement by WHO, the Public Health Service, or by the
U.S. Department of Health and Human Services (2005).

Pelatihan IMS 131


MI-5 lab Pemeriksaan Sifilis

b. Pengelolaan Sampel Darah

a. Cara Pengolahan Darah Vena

BAHAN & PERALATAN :


1. Sentrifus
2. Rak tabung

PROSEDUR KERJA :
1. Sebelum memutar darah siapkan tabung penyeimbang.
2. Letakkan tabung dengan posisi seimbang.
3. Putar tombol waktu selama 3 menit.
4. Putar kecepatan perlahan lahan sampai 3000 rpm.
5. Hentikan segera bila beban tidak seimbang atau terdengar suara aneh.
6. Jangan membuka tutup sentrifus sebelum sentrifus benar benar berhenti.
7. Ambil tabung bila sentrifus sudah benar benar berhenti.
8. Lihat pemisahan darah dengan serum, bila sudah sempurna sampel darah siap
dilakukan pemeriksaan.

b. Cara Penyimpanan Darah Vena

Darah vena dapat disimpan selama 24 jam pada suhu 2-8C sebelum dipisahkan,
namun bila sudah dipisahkan serum/plasma dapat disimpan selama 7 hari pada
suhu 2-8C dan dapat disimpan lebih lama pada suhu -20C.

Pokok Bahasan 4.
PEMERIKSAAN RPR & RPR TITER

Pemeriksaan tapisan pertama menggunakan reagensia RPR, bila didapatkan hasil


yang positif dilanjutkan dengan pemeriksaan pengenceran RPR dan Determine.

PENATALAKSANAAN SIFILIS DENGAN TES SEROLOGI SIFILIS

RPR

(+) (-)
Anggap Negatip

TPHA

(+) (-)

RPR titer Ulangi Tes RPR & TPHA (1 minggu kemudian)

RPR (+) RPR (+) RPR (-)


TPHA (+) TPHA (-) TPHA (-)

Positip semu Negatip

Pelatihan IMS 132


MI-5 lab Pemeriksaan Sifilis

Metoda : Flokulasi

PERALATAN :
1. Rotator
2. Sentrifus
3. Mikropipet 5 50 ul.
4. Tip Kuning
5. Semua peralatan sudah tersedia didalam kit (Pipet, Stirer, dispenser & jarum
antigen, Test card, Kontrol Negatip, Kontrol Positip).
6. Sarung tangan

REAGEN :
1. RPR Shield @ 500 test yang dilengkapi dengan control negative, control positif
2. NaCl 0,9 %
3. Hipocloride 0.05%

BAHAN PEMERIKSAAN :
Serum, Plasma (tidak boleh lisis dan terkontaminasi bakteri) dan cairan CSF

PROSEDUR KERJA :
I. PERSIAPAN
1. Biarkan reagensia pada suhu kamar 30 menit sebelum digunakan
2. Pemeriksaan tapisan pertama menggunakan reagensia RPR, bila didapatkan
hasil yang positif dilanjutkan dengan pemeriksaan pengenceran RPR dan
Determine.
3. Lakukan pemeriksaan sesuai alur pemeriksaan serologi sifilis.

II. PEMERIKSAAN RPR KUALITATIF


1. Keluarkan reagensia RPR dari kotak penyimpanan dan biarkan pada suhu
ruangan selama 30 menit
2. Siapkan Test Card.
3. Beri nomor dan tuliskan pada test card.
4. Isi antigen kedalam botol penetesnya dengan cara menghisapnya langsung dari
botol antigen, lalu pasang tutup/jarum dispensernya
5. Ambil sampel 1 tetes dengan menggunakan pipet yang tersedia dalam kit.
6. Dengan menggunakan stirer, lebarkan sample memenuhi seluruh lingkaran.
7. Kocok kocok antigen teteskan antigen (1 tetes) dengan menggunakan
dispenser & jarum diatas sampel (posisi vertikal). Tidak perlu mengocok antigen
dengan sampel.
8. Letakkan diatas rotator kemudian putar rotator selama 8 menit dengan
kecepatan 100 2 rpm.
9. Sertakan kontrol negatip dan kontrol positip setiap kali pemeriksaan dan
perlakuan kontrol sama dengan sampel.

Pelatihan IMS 133


MI-5 lab Pemeriksaan Sifilis

10. Baca hasilnya dan tuliskan pada formulir hasil dan lembar hasil pemeriksaan
laboratorium. Bila positip lakukan pengenceran RPR dan pemeriksaan TPHA

III. PEMERIKSAAN PENGENCERAN RPR


1. Lakukan serial dilution.
2. Pipet kedalam 6 lingkaran pada kartu pemeriksaan RPR masing-masing 50 ul Na
Cl 0.9% dengan mikropipet mulai kolom 2 sampai dengan 7
3. Pipet 50 ul serum spesimen pada kolom 1 dan 2
4. Campurkan dengan Na Cl 0.9% pada lingkaran kedua dengan cara menghisap
dan mengeluarkannya 5 10x didalam lingkaran pertama kartu pemeriksaan
5. Kemudian pipet 50 ul campuran pada lingkaran kedua, campurkan dengan Na Cl
0.9% pada lingkaran ketiga dengan cara menghisap dan mengeluarkannya 5
10 x didalam lingkaran ketiga kartu pemeriksaan
6. Lakukan seterusnya sampai dengan lingkaran ketujuh dan buang 50 ul
campuran pada lingkaran ketujuh
7. Ratakan dengan batang pengaduk mulai dari pengenceran tertinggi (lingkaran
ke-tujuh)
8. Kocok kocok antigen teteskan antigen (1 tetes) dengan menggunakan
dispenser & jarum diatas sampel (posisi vertikal).
9. Tidak perlu mengocok antigen dengan sampel.
10. Letakan diatas rotator kemudian putar rotator selama 8 menit dengan kecepatan
100 2 rpm
11. Baca hasilnya dan tuliskan pada formulir hasil/catatan medis dan lembar hasil
pemeriksaan IMS
12. Hasil titer untuk RPR Positif harus dituliskan pada catatan medis dan register
laboratorium.

Lingkaran I II III IV V VI VII


Pengenceran 1/2 1/8 1/16 1/32 1/64
Nacl 0.9% 50 ul 50 ul 50 ul 50 ul 50 ul 50 ul
Serum 50 ul 50 ul

50 ul 50 ul 50 ul 50 ul 50 ul buang 50ul

Antigen 1 tetes 1 tetes 1 tetes 1 tetes 1 tetes 1 tetes 1 tetes

INTERPRETASI HASIL :

Pelatihan IMS 134


MI-5 lab Pemeriksaan Sifilis

Pokok Bahasan 5.
PEMERIKSAAN TREPONEMA PALLIDUM RAPID

Ada beberapa macam reagensia Sifilis Rapid yang beredar di Indonesia, diantaranya
adalah : Determine Sifilis, Advanced Intec Syphilis, SD Bioline Syphilis.

Berikut adalah salah satu contoh prosedur kerjanya :


a. Determine Sifilis
- Metoda : Immunochromatography
- Reagensia : Determine Sifilis.
- Peralatan : Adjustable Mikropipet ukuran 5 50 ul.
- Bahan Pemeriksaan : serum,plasma dan whole blood
- (untuk whole blood menggunakan anti koagulan EDTA).
- Persiapan Reagensia: Biarkan semua reagensia pada suhu kamar.

Cara Kerja:
Untuk Serum / Plasma:
1. Buka strip test dari penutup.
2. Dengan menggunakan mikropipet, ambil 50 ul sampel dan teteskan pada bantalan
sampel (lihat panah).
3. Tunggu sekurang kurangnya 15 menit (s/d 24 jam).
4. Baca hasil.

Untuk Sample Whole Blood:


1. Buka strip test dari penutup.
2. Dengan menggunakan mikropipet, ambil 50 ul sampel dan teteskan pada bantalan
sampel (lihat panah).
3. Tunggu 1 menit.
4. Tambahkan 1 tetes chase buffer pada bantalan sampel.
5. Tunggu sekurang kurangnya 15 menit (s/d 24 jam).
6. Baca hasil.

Untuk Sampel Whole Blood (dari darah perifer) :


1. Buka strip test dari penutup.
2. Teteskan 50 ul sampel (dengan menggunakan capillary tube yang mengandung
EDTA) pada bantalan sampel (lihat panah).
3. Tunggu sampai sampel terabsorb dan tambahkan 1 tetes chase buffer
4. Tunggu sekurang kurangnya 15 menit (s/d 24 jam).
5. Baca Hasil.

Pelatihan IMS 135


MI-5 lab Pemeriksaan Sifilis

Interpretasi Hasil :
Positip = terdapat 2 garis merah pada garis kontrol dan garis pasien.
Negatip = terdapat 1 garis merah pada garis kontrol.
Invalid = tidak ada garis merah baik garis kontrol dan garis pasien.

POSITIP (+) NEGATIP (-) INVALID

b. SD Bioline Syphilis 3.0


Metoda : Rapid Test
Reagensia : SD Syphilis 3.0
Bahan Pemeriksaan : Serum / plasma/darah lengkap
Peralatan : Adjustable Mikropipet ukuran 5 50 l.

Cara kerja :
1. Biarkan reagen pada suhu kamar.
2. Buka kemasan lalu beri identitas sampel pada membrane.
3. Gunakan Mikropipet ukuran 5 50 l.
4. Ambil serum/ plasma dengan menggunakan Mikropipet sebanyak 10 l., dan bila
menggunakan whole blood ambil sebanyak 20 l lalu teteskan ke lubang sampel.
5. Tunggu dan biarkan menyerap.
6. Lalu teteskan 4 tetes buffer ( 110 l)
7. Baca Hasil dalam waktu 5 20 menit (jangan melebihi 30 menit).
8. Catat hasil pada formulir dan lembar hasil pemeriksaan laboratorium

Pelatihan IMS 136


MI-5 lab Pemeriksaan Sifilis

Interpretasi hasil :

POSITIF NEGATIP INVALID

C T S C T S C T S

C T S

c. One Step Anti Treponema Pallidum/Syphilis Test


Metoda : Rapid Test
Reagensia : One Step Anti Treponema Pallidum/Syphilis Test
Bahan Pemeriksaan : Serum / plasma

Cara kerja :
1. Biarkan reagen pada suhu kamar.
2. Siapkan sampel dalam tabung minimal 100 l
3. Buka kemasan lalu beri identitas sampel pada strip.
4. Celupkan strip kedalam tabung yang berisi serum selama 10 detik
5. Angkat strip dan letakkan di atas tissue
6. Baca Hasil dalam waktu 15 menit (jangan melebihi 20 menit).
7. Catat hasil pada formulir dan lembar hasil pemeriksaan laboratorium

Interpretasi hasil :

POSITIF NEGATIP INVALID

C T S C T S C T S

C T S

Pelatihan IMS 137


MI-5 lab Pemeriksaan Sifilis

PETUNJUK LATIHAN 1
PRAKTEK PENGAMBILAN DARAH VENA

Tujuan :
Peserta mampu melakukan pengambilan darah vena serta cara pengolahannya

Persiapan :
1. Fasilitator
- Siapkan alat dan bahan untuk simulasi & praktek pengambilan darah vena terdiri
dari :
1. Jarum vacuntainer
2. Tabung vacuntainer Serum Clot Activator (SST)
3. Alkohol swab 70%
4. Kasa steril
5. Torniquet
6. Handiplast
7. Holder
8. Sharp Bin Container
9. Sarung tangan
10. Rak tabung

Penugasan :
Langkah 1 : 10 menit
- Tampilkan slide presentasi tentang cara pengambilan darah vena dan cara
pengolahannya.
-
Langkah 2 : 5 menit
- Fasilitator melakukan demostrasi cara pengambilan darah
- Fasilitator memperlihatkan cara pengolahan darah (melakukan sentrifugasi) .

Langkah 3 : 30 menit
- Masing masing peserta melakukan pengambilan darah antar masing masing
teman.
- Fasilitator mengamati masing masing peserta ketika pengambilan darah.
- Beritahu peserta bila proses pengambilan darah tidak sesuai.

Langkah 4 : 20 menit
- Lakukan demostrasi cara pemutaran darah
- Masing masing peserta melakukan pemutaran darah
- Lihat hasil sampel pemutaran darahnya.

Pelatihan IMS 138


MI-5 lab Pemeriksaan Sifilis

LAMPIRAN 1
PENGAMBILAN SAMPEL DARAH

Vena Puncture
Bila menggunakan Tabung vacutainer
Selalu gunakan tindakan kewaspadaan universal

1. Siapkan peralatan. 2. Tulis identitas klien pada tabung. 3. Pasang tourniquet pada lengan
sekitar t 3-4cm diatas daerah yang
akan ditusuk.

4. Minta klien untuk 5. Setelah meraba jalur vena, bersihkan 6. Pasang jarum ke vacuum tube
mengepalkan jarinya sehingga daerah yang akan ditusuk dengan holder dengan cara memutar
vena terlihat jelas. kapas alcohol melingkar keluar.
BIarkan kering.

7. Pasang tabung ke holder 8. Buka tutup jarum. 9. Gunakan ibu jari anda dan tarik 1 2
sampai tabung mencapai cm dibawah daerah yang akan
jarum. ditusuk. Tahan kulit dengan ibu jari
lanjutkan ke langkah 10.

10. Masukkan jarum dengan 11. Tekan tabung vacuntainer ke jarum. 12. Lepaskan tourniquet.
posisi tusukan keatas dan Darah akan langsung mengalir ke
sudut 30-45, masuk ke vena. tabung.

13. Isi tabung sampai penuh atau 14. Setelah membuka lengan klien, 15. Tahan kasa secara lembut dan tarik
sampai vacuum tidak bekerja tenpatkan kasha kering diatas daerah jarum perlahan lahan.
lagi. yang ditusuk.

16. Tutup dengan band-aid atau lakukan 17. Buang semua yang terkontaminasi
penekanan halus sampai darah berhenti ke dalam wadah limbah yang layak.

Use of trade names and commercial sources is for identification only and
does not imply endorsement by WHO, the Public Health Service, or by the
U.S. Department of Health and Human Services (2005).

Pelatihan IMS 139


MI-5 lab Pemeriksaan Sifilis

PETUNJUK LATIHAN 2
PRAKTEK PEMERIKSAAN SIFILIS

Tujuan :
Peserta mampu melakukan pemeriksaan sifilis

Persiapan :
1. Fasilitator
- Siapkan alat dan bahan untuk praktek pemeriksaan terdiri dari :
1. Rotator
2. Sentrifus
3. Mikropipet 5 50 ul.
4. Tip Kuning
5. Semua peralatan sudah tersedia didalam kit (Pipet, Stirer, dispenser & jarum
antigen, Test card, Kontrol Negatip, Kontrol Positip).
6. Sarung tangan

REAGEN :
7. RPR Shield @ 500 test yang dilengkapi dengan control negative, control positif
8. Determine Syphilis
9. NaCl 0,9 %
10. Hipocloride 0.05%

Penugasan :
Langkah 1 : 10 menit
- Tampilkan slide presentasi tentang cara pemeriksaan sifilis mulai dari
screening/penyaringan sampai dengan penentuan diagnosis.
-
Langkah 2 : 5 menit
- Fasilitator melakukan demostrasi cara pemeriksaan RPR.
- Untuk hasil yang positif, fasilitator mendemonstrasikan cara pemeriksaan syphilis
Rapid, yang dilanjutkan dengan titer RPR.

Langkah 3 : 30 menit
- Masing masing peserta mendapatkan 2 buah sampel (1 negatif dan 1 positif).
- Selanjutnya peserta melakukan pemeriksaan sifilis sesuai dengan alur mulai drai
RPR, Syphilis Rapid sampai dengan RPR titer.
- Fasilitator mengamati masing masing peserta ketika melakukan pemeriksaan.
- Beritahu peserta bila proses pemeriksaan tidak sesuai.

Pelatihan IMS 140


MI-5 lab Pemeriksaan Sifilis

LEMBAR PENUGASAN 1
PEMERIKSAAN SIFILIS

Nama Peserta :

Petugas PKM :

PEMERIKSAAN SIFILIS
RPR Determine HASIL
Kontrol Hasil Titer Kontrol Hasil AKHIR
No Tanggal Nomor Register (Validitas) (Validitas)

Pelatihan IMS 141


MI-5 lab Pemeriksaan Sifilis

III. REFERENSI

1. SOP Manajemen Klinik IMS, FHI


2. Pelatihan Managemen Klinik Infeksi Menular Seksual untuk Analis
Laboratorium, FHI
3. Training Modules for the Syndromic Management of Sexually Transmitted
Infection, 2nd Edition, WHO, 2007
4. Pedoman Pelaksanaan Infeksi Menular Seksual, Depkes.RI, 2006
5. The Use Of Rapid Syphilis Test. WHO/TDR, 2006

Pelatihan IMS 142


MI-6 Lab Cara Perawatan Mikroskop

MATERI INTI 6
CARA PERAWATAN MIKROSKOP

I. POKOK BAHASAN

Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan berikut:


Pokok Bahasan 1. Bagian-bagian mikroskop
Pokok Bahasan 2. Cara menggunakan mikroskop
Pokok Bahasan 3. Cara membersihkan mikroskop mencakup lensa obyektif dan lensa
okuler
Pokok Bahasan 4. Cara mengganti bohlam/ lampu mikroskop
Pokok Bahasan 5. Cara penyimpanan mikroskop dengan baik
Pokok Bahasan 6. Cara memecahkan permasalahan yang umum terjadi dengan
pengunaan mikroskop

II. URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1.
BAGIAN-BAGIAN MIKROSKOP

Mikroskop adalah alat optik yang terdiri dari gabungan lensa yang membuat objek kecil
yang tidak terlihat dengan mata biasa men-jadi terlihat lebih besar.

Ada dua macam mikroskop yang sering dipakai :


a. Mikroskop monokuler : mempunyai 1 okuler.
b. Mikroskop binokuler : mempunyai 2 okuler.

a. Mikroskop monokuler.
1) Lensa okuler/lensa mata
Ada 3 macam pembesaran yang umum dipakai, yaitu pembesaran 5x, 10x, 15x.
2) Badan/tubus
Bagian yang menghubungkan lensa objektif dengan lensa okuler.
3) Revolver
Tempat kedudukan lensa objektif yang mempunyai beberapa lubang dan dapat
diputar sesuai dengan kebutuhan.
4) Lensa objektif/lensa benda
Lensa yang berhubungan dengan objek yang akan diperiksa. Ada 3 macam
pembesaran yang umum dipakai: pembesaran l0x, 40x, l00x.Untuk pembesaran
l00x harus memakai minyak imersi.
5) Meja benda
Tempat meletakkan objek yang akan diperiksa, mempunyai lubang di tengah
untuk jalannya cahaya dari sumber cahaya sampai ke objek. Terdapat
klip/penjepit yang gunanya untuk menjepit kaca objek sehingga kaca objek dapat
digerakkan ke kiri ke kanan, ke depan ke belakang dengan memakai pemutar.
6) Kondensor

Pelatihan IMS 143


MI-6 Lab Cara Perawatan Mikroskop

Terletak di antara meja spesimen dan sumber cahaya. Dapat


dinaikkan/diturunkan untuk mengatur fokus su-paya cabaya jatuh tepat keobjek.
7) Diafragma
Terletak di bawah kondensor. Berguna untuk mengatur banyaknya cahaya yang
diperlukan dengan memakai iris. Dapat diputar ke kiri atau ke kanan.
8) Filter
Letaknya di bawab diafragma. Digunakan untuk mengurangi cahaya yang terlalu
kuat.
9) Sumber cahaya
Ada 2 macam :
a) Sinar matahari tidak langsung.
Direfleksikan melalui cermin yang terletak di kaki mikroskop.
b) Lampu listrik.
Lampu yang dipakai adalah jenis DOF dengan kekuatan 60 watt, terletak 20
cm di depan mikroskop.

10) Cermin, mempunyai 2 sisi :


a) Sisi datar
Dipakai bila sumber cahaya adalah sinar matahari tidak langsung/sinar yang
terang.
b) Sisi cekung
Dipakai untuk sumber cahaya yang berasal dari sinar lampu (bila cahaya
redup).
11) Sekrup kasar.
Gunanya untuk menaikkan atau menurunka objektif atau meja benda.
12) Sekrup halus
Gunanya untuk memperjelas gambar objek yang didapat.
13) Pegangan
Bagian mikroskop yang seharusnya dipegang pada waktu mengangkat dan
memindahkan mikroskop.
14) Kaki
Bagian dasar dari mikroskop, berguna untuk menyangga mikroskop agar dapat
berdiri tegak.

b. Mikroskop binokuler
Hampir sama dengan mikroskop monokuler hanya disini terdapat 2 buah tubuh
dengan 2 lensa okuler sehingga si pemeriksa dapat melihat dengan kedua belah
mata. Biasanya pada tubus sebelah kiri terdapat cincin fokus.

Cara memfokuskan mata kiri dan kanan :


- Gunakan objektif 40 x.
- Jika cincin fokus ada di sebelah kiri, tutup mata kiri dan fokuskan
penglihatan/bayangan pada tubus sebelah kanan.
- Kemudian tutup mata kanan dan lihat melalui tubus sebelah kiri.

Pelatihan IMS 144


MI-6 Lab Cara Perawatan Mikroskop

- Bila gambar/bayangan sudah jelas tidak perlu distel lagi tetapi bila
gambar/bayangan terlihat kabur, maka fokuskan lagi dengan cara memutar
cincin fokus.

Kesulitan-kesulitan yang ditemukan pada waktu pemeriksaan sediaan dengan


mempergunakan mikroskop adalah sebagai berikut :
1) Objek tidak kelihatan atau tidak jelas dengan memakai lensa objektif 10 x/40 x
sebagaimana mestinya disebabkan oleh :
a) Adanya minyak pada lensa.
b) Adanya lapisan debu pada lensa objektif sebelah alas.
c) Lensa objektif retak atau pecah.
2) Objek tidak kelihatan atau tidakjelas dengan memakai lensa objektif pembesaran
100 x, disebabkan oleh
a) Sediaan terbalik
b) Adanya buih pada minyak immersi
c) Lensa objektif kotor
d) Sediaan terlalu tebal
e) Minyak immersi terlalu tebal
3) Sinar kurang atau lapangan pandang gelap disebabkan oleh :
a) Posisi cermin tidak tepat
b) Kondensor terlalu rendah
c) Iris diafragma tertutup
4) Terdapat bayangan gelap bila lensa okuler diputar disebabkan oleh :
a) Permukaan lensa okuler bergaris
b) Okuler kotor

Pelatihan IMS 145


MI-6 Lab Cara Perawatan Mikroskop

Pokok Bahasan 2.
CARA PENGGUNAAN MIKROSKOP

a. Mengatur posisi mikroskop :


Mikroskop diletakkan di tempat yang datar menghadap ke jendela bila perlu diberi
alas dari bahan yang tidak licin supaya mikroskop tidak mudah tergeser dan posisi
meja benda harus tetap datar.
b. Mengatur cahaya :
1) Pemilihan sumber cahaya Sebaiknya dipakai sumber cahaya dari sinar matahari,
bila cahayanya sangat kurang dapat dipakai lampu listrik sebagai sumber
cabaya. Bila cahaya kurang, dipakai cermin dengan sisi cekung sedangkan bila
cabaya cukup/terang dipakai cermin dengan sisi datar. Bila cabaya terlalu
terang, dipakai filter.
2) Mengatur cahaya : Aturlah posisi cermin sedemikian rupa hingga cahaya masuk
ke kondensor, bila iris diafragma sampai maksimal, naikkan kondensor, letakkan
secarik kertas putih di antara lensa bagian atas kondensor sehingga bayang
pada kertas putih yang terlihat adalah bola lampu yang dikelilingi oleh lingkaran
dari cahaya.
c. Mengatur kondensor :
1) Untuk perbesaran objektif 10 X
Turunkan kondensor sampai bawah
2) Untuk perbesaran objektif 40 X
Naikkan kondensor sampai setengah
3) Untuk perbesaran objektif 100 X
Naikkan kondensor sampai penuh
d. Cara mengatur diafragma :
1) Untuk perbesaran objektif 10 X
Diafragma ditutup sampai penuh
2) Untuk perbesaran objektif 40 X
Buka diafragma sampai setengah
3) Untuk perbesaran objektif 100 X
Buka diafragma sampai penuh
e. Cara mengatur lensa okuler :
Pilih lensa okuler pembesaran 5x atau 6x akan memberikan hasil yang lebih baik
besaran yang lebib besar dan di atas akan menghasilkan gambar yang tidak jelas,
sinar akan yang hilang/lolos.
f. Cara memfokuskan objek :
1) Memakai pembesaran objektif 10 x atau 40 x.
a) Aturlah lensa objek sedekat mungkin dengan objek.
b) Naikkan lensa objektif atau turunk: benda secara berangsur dengan
menggunakan sekrup kasar sampai bayangan jelas pada okuler.
c) Atur dengan sekrup balus sampai gambar yang jelas.
d) Jarak antara lensa objektif dengi objek :
- Pembesaran 10x: 5-6 mm
- Pembesaran 40x : 0,5-1,5 mm

Pelatihan IMS 146


MI-6 Lab Cara Perawatan Mikroskop

2) Memakai pembesaran 100 x.


a) Kaca objek yang dipergunakan harus kering.
b) Letakkan 1 tetes minyak immersi pada kaca objek tersebut.
c) Turunkan lensa objektif sampai mengenai minyak imrnersi atau anisol,
usahakan
tidak menyetuh kaca objek (bisa pecah).
d) Lihat melalui lensa okuler dan atur skrup : halus sampai terlibat gambar
dengan jelas.
e) Jarak antara lensa objektif pembesaran 100 x dengan kaca objek : 0,15 -0,20
mm

Pokok Bahasan 3.
CARA MEMBERSIHKAN MIKROSKOP
MENCAKUP LENSA OBYEKTIF DAN LENSA OKULER

Posedur dibawah ini dimaksudkan untuk membantu perawatan rutin dan sederhana
pada bagian optikal dan mekanikal mikroskop cahaya. Prosedur ini tidak dimaksudkan
untuk menggantikan petunjuk perawatan yang telah ada pada setiap model mikroskop.
Perawatan rutin mikroskop sangat disarankan untuk menjaga kinerja dan mengurangi
kemungkinan kerusakan pada mikroskop. Secara umum dalam keaadaan normal
Mikroskop cahaya dapat bekerja secara optimal selama 200 jam penggunaan.

a. Persiapan
1) Pilihlah tempat yang cukup luas dan datar sehingga alat, buku petunjuk, dan
bagian mikroskop yang dibersihkan dapat diletakan secara sistematik dan
terjangkau.
2) Bersihkan tempat tersebut dari bahan yang dapat mengganggu atau merusak
mikroskop
3) Cawan petri adalah tempat yang ideal untuk meletakan bagian - bagian kecil dari
mikroskop yang akan dibersihkan
4) Baca dengan teliti buku petunjuk dan pastikan alat-alat yang dibutuhkan telah
tersedia.
5) Sebagian mikroskop memiliki bagian mekanikal yang cukup rumit sehingga
apabila tidak yakin dapat melakukan perawatannya cukup lakukan untuk bagian
optikalnya saja.

b. Perawatan dasar
1) Langkah yang paling penting dalam perawatan mikroskop adalah mencegah
kerusakan. Dimana prosedur yang baik mengenai membawa, menangani,
menggunakan dan menyimpannya adalah yang terpenting untuk menghindari
kerusakan pada mikroskop.
2) Jaga mikroskop agar selalu tertutup dengan plastik penutup bila tidak digunakan
walaupun disimpan didalam lemari tertutup.
3) Jangan pernah menyimpan mikroskop tanpa lensa okuler atau penutup tabung
okuler

Pelatihan IMS 147


MI-6 Lab Cara Perawatan Mikroskop

4) Setelah selesai menggunakannya dengan lampu listrik, padamkan lampu dan


diamkan beberapa menit dengan tetap tersambung pada saluran listrik untuk
proses cooling down yang bermanfaat untuk mengoptimalkan penggunaan
lampu mikroskop.
5) Apabila menggunakan minyak emersi, bersihkan lensa obyektif sebelum
penyimpanan
6) Jangan simpan mikroskop didekat zat kimia yang bersifat korosif

c. Perawatan Bagian Optikal


Membesihkan lensa:
- Permukaan semua lensa terbuat dari kaca lunak dan sangat mudah tergores
- Jangan gunakan benda tajam dan keras atau zat abrasive untuk membersihkan
lensa
d. Permukaan lensa okuler dan obyektif :
1) Gunakan sikat halus dan aspirator untuk membersihkan debu dan kotoran
2) Bersihkan permukaan lensa dengan kertas lensa/kain halus yang sudah diberi
cairan khusus dengan gerakan memutar lalu keringkan menggunakan kain halus
kering dengan gerakan memutar
3) Selalu bersihkan segera minyak emersi dari permukaan lensa obyektif setelah
digunakan
4) Apabila ada sisa minyak emersi yang mengering bersihkan menggunakan kertas
lensa yang diolesi Xylene lalu dengan kertas lensa yang diolesi alkohol
5) Untuk menentukan lensa mana yang perlu dibersihkan, cari lapangan pandang
pada sebuah kaca obyek yang bersih, lalu putar lensa okuler atau obyektif satu
per satu, apabila kotoran yang terlihat ikut berputar maka kotoran itu berada
dilensa tersebut

e. Lensa Obyektif:
1) Selalu gunakan kertas lensa/kain halus
2) Lepaskan obyektif dari bagian hidung mikroskop bila masih terlihat kotoran
setelah permukaan obyektif dibersihkan.
3) Bersihkan bagian dalam lensa dengan cara yang sama seperti membersihkan
bagian permukaannya. Membuka bagian tengah lensa obyektif hanya boleh
dilakukan oleh teknisi yang sudah terlatih dan memilik ijin.

f. Proses Pembersihan Mikroskop:


1) Membersihkan Eyepieces ( lensa okuler )
a) Tiup dengan perlahan guna menghilangkankan debu sebelum menyeka lensa
b) Bersihkan lensa mata/lensa okuler dengan cotton swab yang telah dibasahi
dengan larutan pembersih lensa
c) Bersihkan dengan gerakan memutar
d) Seka lensa okuler dengan kertas lensa (lens paper)
e) Jika diperlukan ulangi pembersihan cara kering

2) Membersihkan Lensa Objektif


a) Melembabkan lens paper dengan larutan pembersih

Pelatihan IMS 148


MI-6 Lab Cara Perawatan Mikroskop

b) Menyeka dengan lemah-lembut dengan gerakan melingkar dari dalam ke luar


c) Menyeka dengan tisu kering atau dengan lens paper
Note: Jangan pernah memindahkan lensa objektif dari nosepiece.

3) Membersihkan Stage Mikroskop


a) Menyeka stage mikroskop menggunakan larutan pembersih yang dibasahi
pada kain halus
b) Keringkan stage secara menyeluruh
c) Ulangi langkah-langkah diatas, jika diperlukan

4) Membersihkan Badan Mikroskop


a) Lepaskan steker mikroskop dari sumber tegangan
b) Basahi kapas penyeka dengan larutan pembersih
c) Seka badan mikroskop guna memindahkan debu, kotoran, dan minyak
d) Ulangi langkah 13, jika diperlukan
5) Membersihkan Kondensor
a) Melepas steker mikroskop dari sumber tegangan
b) Bersihkan kondensor dan lensa auxiliary dengan menggunakan lint-free
cotton swabs yang terlebih dahulu dilembabkan dengan larutan pembersih
lensa.
c) Seka dengan kain penyeka kering

Pokok Bahasan 3.
CARA MENGGANTI BOHLAM/ LAMPU MIKROSKOP

a. Perawatan Bagian Mekanikal


1) Sebagian besar mikroskop memiliki petunjuk khusus sendiri untuk perawatan
rutin sederhana bagian mekanikalnya.
2) Bagian mekanikal mikroskop biasanya terbuat dari kuningan atau logam lunak
lainnya yang mudah rusak.
3) Penyesuaian Nosepiece, Knob fokus dan penggerak kaca obyek sebagai bagian
penting darimekanikal mikroskop akan diperlukan bila bagian tersebut menjadi
terlalu longgar atau terlalu kencang. Lakukanlah sesuai dengan petunjuk yang
ada pada setiap mikroskop.
4) Lampu pada mikroskop cahaya umumnya dapat digunakan secara optimal
selama 100 jam penggunaan.
5) Lampu harus dalam keadaan dingin sebelum diganti.
6) Jangan sentuh lampu yang baru dengan tangan langsung karena akan
mengurangi kualitas dan masa penggunaannya

b. Penggantian Lampu mikroskop


1) Lepaskan steker mikroskop dari sumber tegangan
2) Temukan penempatan bohlam
3) Ikuti petunjuk pabrik untuk penggantian bohlam

Pelatihan IMS 149


MI-6 Lab Cara Perawatan Mikroskop

4) Gunakan tissue guna menutupi bohlam atau suatu alat untuk memindahkan
bohlam dari mikroskop
5) Cek nomor model bohlam untuk memastikan penggunaan bohlam pada waktu
penggantian benar.
6) Untuk Penggantian bohlam lindungi dengan kertas lensa atau dengan alat yang
sesuai.
7) Jangan pernah menyentuh bohlam dengan jari .

Pokok Bahasan 4.
CARA PENYIMPANAN MIKROSKOP DENGAN BAIK

a. Cara Penyimpanan
Mikroskop disimpan dalam lemari tertutup yang dihangatkan dengan lampu listrik 10
watt agar suhu dalam lemari lebih tinggi 5o C daripada suhu kamar. Lemari yang
dapat menyimpan 1-4 mikroskop cukup diberi 1 buah lampu saja.

b. Pemeliharaan Sehari-Hari
1) Jumlah maksimum kekuatan penerangan
2) Kebersihan
3) Bola lampu
4) Minyak emersi
5) Kabel
6) Pastikan terlindungi

c. Professional Service
1) Minimum untuk sekali dalam setahun jika mungkin
2) Masalah yang tidak bisa memperbaiki/ terlalu rumit.

d. Perbaikan Mikroskop
1) Jangan pernah membongkar mikroskop
Bagian optikal : Lensa mata/ okuler dan objektif
Mekanikal : Stage dan knob fokus
2) Perbaikan item diatas memerlukan tekhisi

Pelatihan IMS 150


MI-6 Lab Cara Perawatan Mikroskop

Pokok Bahasan 5.
CARA MEMECAHKAN PERMASALAHAN YANG UMUM TERJADI
DENGAN PENGUNAAN MIKROSKOP

a. Troubleshooting Problems
1) Banyak permasalahan mikroskop umum dapat dicegah atau diperbaiki oleh
pembersihan secara rutin, penyesuaian, dan pemeliharaan
2) Mencari tenaga profesional untuk permasalahan yang lebih rumit

b. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan


1) Jangan membersihkan lensa (objektif dan okuler) dengan kertas biasa/kapas
terutama bagian dalam sebab dapat merusak lapisan antirefleksinya. Jagalah
agar lensa tetap bersih dan kering.
2) Jangan membersihkan/merendam lensa objektif/okuler dengan alkohol atau
sejenisnya karena akan melarutkan perekat/semennya sehingga lensa lepas dari
rumahnya.
3) Jangan menyentuh lensa objektif dengan jari.
4) Jangan membersihkan bagian-bagian pendukung/meja benda dan kaki
mikroskop dengan xylol, bersihkanlah dengan kertas tissue yang diberi sedikit
vaselin.
5) Jangan meletakkan kaca objek yang basah pada meja benda.
6) Jangan membiarkan mikroskop tanpa lensa okuler atau lensa objektif karena
kotoran akan mudah masuk. Bila lensa objektif dibuka, tutup dengan penutup
yang tersedia.
7) Silica gel yang sudah tidak berfungsi lagi dapat diaktifkan dengan memanaskan
dalam wadah di atas api kecil lang-sung. Ciri-ciri silica gel yang masih baik yaitu
berwarna biru atau putih mengkilap.
8) Botol minyak immersi harus selalu tertutup.
Minyak immersi yang sudah mengental tidak boleh digunakan lagi.

Pelatihan IMS 151


MI-6 Lab Cara Perawatan Mikroskop

III. REFERENSI

1. Microscopic TB Training, CDC Atlanta.


2. Pelatihan Perawatan Mikroskop, Olympus
3. Training Modules for the Syndromic Management of Sexually Transmitted
Infection, 2nd Edition, WHO, 2007
4. Pedoman Pelaksanaan Infeksi Menular Seksual, Depkes.RI, 2006

Pelatihan IMS 152


MI-7 Lab Pencatatan dan Pelaporan

MATERI INTI 7
PENCATATAN dan PELAPORAN

I. POKOK BAHASAN

Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan berikut:


Pokok Bahasan 1. Cara pengisian catatan medis penderita berkaitan dengan
pemeriksaan
laboratorium
Pokok Bahasan 2. Cara mengisi register laboratorium
Pokok Bahasan 3. Cara Perhitungan kebutuhan laboratorium ditambahkan dengan
pengisian stok reagen.

II. URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1.
CARA PENGISIAN CATATAN MEDIS PENDERITA BERKAITAN DENGAN
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Catatan medis yang digunakan sesuai dengan format yang tersedia pada modul admin.
Petugas laboratorium mengisi sesuai dengan pemeriksaan yang dilakukan.

Isi hasil pemeriksaan dengan melingkari angka 1 bila positif, dan angka 2 bila negatif,
untuk pemeriksaan RPR Titer harus dituliskan angka pengenceran terakhir yang masih
memberikan hasil positif.

Berikut adalah bagian dari catatan medis yang harus diisi oleh petugas laboratorium :

Rujuk Laboratorium 1. Ya 2. Tidak 1 2 1 2 1 2 1 2


PEMERIKSAAN
LABORATORIUM
PMN Uretra/Serviks 1. + 2. - 1 2 1 2 1 2 1 2
Diplokokus Intrasel 1. + 2. - 1 2 1 2 1 2 1 2
Uretra/Serviks
PMN Anus (khusus Waria) 1. + 2. - 1 2 1 2 1 2 1 2
Diplokokus Intrasel Anus 1. + 2. - 1 2 1 2 1 2 1 2
(khusus Waria)
T. vaginalis 1. + 2. - 1 2 1 2 1 2 1 2
Kandida 1. + 2. - 1 2 1 2 1 2 1 2
pH 1. + ,______ 2. -,______ 1,_____ 2,____ 1,_____ 2,____ 1,____ 2,____ 1,____ 2,____
Sniff Test 1. + 2. - 1 2 1 2 1 2 1 2
Clue Cells 1. + 2. - 1 2 1 2 1 2 1 2
RPR/VDRL Titer
TPHA/TPPA 1. + 2. - 1 2 1 2 1 2 1 2
Hasil Pemeriksaan
Laboratorium Lainnya

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 153


MI-7 Lab Pencatatan dan Pelaporan

HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DI-ISI OLEH PETUGAS LABORATORIUM

PMN (Leukosit PoliMorfoNuklear)


PMN uretra/serviks
Lingkari tanda "+" Apabila ditemukan > 30 PMN/lapangan pandang
besar (lpb) untuk bahan pemeriksaan hapusan serviks dan
>5 PMN/lpb untuk hapusan urethra laki-laki
Lingkari tanda "-" Apabila tidak ditemukan atau ditemukan < 30
PMN/lpb (Serviks) atau < 5 PMN/lpb (Urethra)
PMN Anus
Lingkari tanda "+" Apabila ditemukan > 5 PMN/lapangan pandang besar
(lpb) untuk bahan pemeriksaan hapusan anus
Lingkari tanda "-" Apabila tidak ditemukan atau ditemukan < 5 PMN/lpb
(Anus)
Diplokokus intrasel
Diplokokus intrasel uretra/serviks
Lingkari tanda "+" Apabila ditemukan diplokokus intrasel dari sediaan
langsung dengan pewarnaan sederhana dari servik untuk
wanita atau uretra untuk laki-laki
Lingkari tanda "-" Apabila tidak ditemukan diplokokus intrasel dari
sediaan langsung dengan pewarnaan sederhana dari
serviks atau uretra laki-laki
Diplokokus intrasel anus
Lingkari tanda "+" Apabila ditemukan diplokokus intrasel dari sediaan
langsung dengan pewarnaan sederhana dari anus
waria/MSM (resertif)
Lingkari tanda "-" Apabila tidak ditemukan diplokokus intrasel dari
sediaan langsung dengan pewarnaan sederhana dari anus
waria/MSM (resertif)
T. vaginalis (Khusus WPS)
Lingkari tanda "+" Apabila ditemukan Trichomonas vaginalis dari
sediaan basah dengan NaCl 0.9% (khusus WPS)
Lingkari tanda "-" Apabila tidak ditemukan Trichomonas vaginalis dari
sediaan basah dengan NaCl 0.9%
Kandida (Khusus WPS)
Lingkari tanda "+" Apabila ditemukan bentuk kandida dari sediaan
basah KOH 10%/NaCl 0.9% atau pewarnaan sederhana
(Khusus WPS)
Lingkari tanda "-" Apabila tidak ditemukan bentuk kandida dari sediaan
basah KOH 10%/NaCl 0.9% atau pewarnaan sederhana
pH (Khusus WPS)
Lingkari tanda "+" Apabila pH > 4.5
Lingkari tanda "-" Apabila pH < atau = 4.5
Sniff Test/Odor (Khusus WPS)
Lingkari tanda "+" Apabila didapat bau amis ketika sediaan basah
ditetesi dengan KOH 10% (Khusus WPS)

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 154


MI-7 Lab Pencatatan dan Pelaporan

Lingkari tanda "-" Apabila tidak didapat bau amis ketika sediaan basah
ditetesi dengan KOH 10%
Clue Cell (Khusus WPS)
Lingkari tanda "+" Apabila ditemukan Clue cell dari sediaan basah
dengan NaCl 0.9% dan atau sediaan langsung dengan
pewarnaan sederhana (Khusus WPS)
Lingkari tanda "-" Apabila tidak ditemukan Clue cell dari sediaan basah
dengan NaCl 0.9% dan atau sediaan langsung dengan
pewarnaan sederhana
RPR/VDRL Titer
Tuliskan hasil titrasi pemeriksaan RPR/VDR apabila hasil tes serologi
RPR/VDRL positip
Tulis tanda "-" Apabila hasil tes serologi RPR/VDRL negatip
TPHA/TPPA/TP Rapid
Lingkari tanda "+" Apabila hasil tes serologi TPHA positip
Lingkari tanda "-" Apabila hasil tes serologi TPHA negatip

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 155


MI-7 Lab Pencatatan dan Pelaporan

Pokok Bahasan 2.
CARA MENGISI REGISTER
LABORATORIUM

LEMBAR HASIL PEMERIKSAAN


LABORATORIUM IMS
NAMA
KLINIK :
BULAN :

Nomor T.
No Tanggal Register PMN Diplo Vaginalis Kandida pH Odor Clue Duh BV PEMERIKSAAN SIFILIS KET
kokus Cell Tubuh RPR Determine HASIL
Kontrol Hasil Titer Kontrol Hasil AKHIR
(Validitas) (Validitas)
1 Tgl/bln/th MERI781203

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 156


MI-7 Lab Pencatatan dan Pelaporan

Tanggal Tanggal hari ini (hari pemeriksaan dilakukan)


No Nomor urut dari bahan pemeriksaan yang diperiksa setiap harinya
No. Register Nomor register pasien yang diberikan oleh bagian administrasi
PMN Leukosit PoliMorfoNuklear
Tuliskan hasil berupa + Apabila ditemukan > 30 PMN/lapangan pandang besar (lpb) untuk bahan pemeriksaan hapusan serviks & anus
dan > 5 PMN/lpb untuk hapusan urethra
Tuliskan hasil berupa - Apabila tidak ditemukan atau ditemukan < 30 PMN/lpb (Serviks) atau < 5 PMN/lpb (Urethra)
Diplokokus Tuliskan hasil berupa + Apabila ditemukan diplokokus dari sediaan langsung dengan pewarnaan sederhana
Tuliskan hasil berupa - Apabila tidak ditemukan diplokokus dari sediaan langsung dengan pewarnaan sederhana
T. vaginalis Tuliskan hasil berupa + Apabila ditemukan Trichomonas vaginalis dari sediaan basah dengan NaCl 0.9%
Tuliskan hasil berupa - Apabila tidak ditemukan Trichomonas vaginalis dari sediaan basah dengan NaCl 0.9%
Kandida Tuliskan hasil berupa + Apabila ditemukan bentuk kandida dari sediaan basah KOH 10%/NaCl 0.9% atau pewarnaan sederhana
Tuliskan hasil berupa - Apabila tidak ditemukan bentuk kandida dari sediaan basah KOH 10%/NaCl 0.9% atau pewarnaan sederhana
pH Tuliskan hasil berupa + dan angka Apabila pH > 4.5
Tuliskan hasil berupa - dan angka Apabila pH < atau = 4.5
Odor Tuliskan hasil berupa + Apabila didapat bau amis ketika sediaan basah ditetesi dengan KOH 10%
Tuliskan hasil berupa - Apabila tidak didapat bau amis ketika sediaan basah ditetesi dengan KOH 10%
Clue Cell Tuliskan hasil berupa + Apabila ditemukan Clue cell dari sediaan basah dengan NaCl 0.9% dan atau sediaan langsung dengan
pewarnaan sederhana
Tuliskan hasil berupa - Apabila tidak ditemukan Clue cell dari sediaan basah dengan NaCl 0.9% dan atau sediaan langsung dengan
pewarnaan sederhana
BV Tuliskan hasil berupa + Apabila 3 dari 4 item ini (+) DTV, Clue Cell, Sniff test, pH
Tuliskan hasil berupa - Apabila pH, Odor dan Clue Cell (-) dan atau hanya pH (+), ataupun hanya Odor saja yang (+)
RPR Tuliskan hasil berupa Neg Apabila hasil RPR negatip
Tuliskan hasil berupa Pos dan angka titer Apabila hasil RPR positip dan nilai titernya
DETERMINE Tuliskan hasil berupa Neg Apabila hasil negatip
Tuliskan hasil berupa Pos Apabila hasil positip
Keterangan Tuliskan bahan pemeriksaan dan atau pemeriksaan yang dirujuk atau keterangan lain spt mobile klinik

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 157


MI-7 Lab Pencatatan dan Pelaporan

Pokok Bahasan 3.
Pengelolaan Bahan Habis Pakai, Reagensia, dan Alat

Berikut adalah contoh rincian bahan habis pakai dan alat yang digunakan di layanan
IMS, harga yang ditampilkan hanya merupakan perkiraan.

Reagensia berikut dapat disimpan pada suhu kamar seperti :


1. KOH 10 %
2. Nacl 0.9 %
Disimpan dalam botol gelap dan bertutup

Sedangkan Reagensia berikut dapat disimpan pada suhu 2 8C seperti :


1. RPR
2. Syphilis Rapid

Contoh yang diberikan adalah bila layanan IMS melayani 300 WPS/ bulan dan untuk
kebutuhan selama 1 (satu) tahun dengan kegiatan pengambilan darah sifilis dilakukan
1 (satu) tahun sebanyak 2 kali.
Nama Klinik
Target Group

FSW 300 12.0 3600


-
MSM 2.0 0

Client 1 0

VCT 300 2.0 600


Supply Cost Qty Times Total Cost

1 Object Glass (box of 72 pcs) 277.78 20,000 100 1 2,000,000

2 Cover Glass (box of 100 pcs) 250 25,000 72 1 1,800,000

3 NaCl 0.9% (btl of 500 ml) 30 15,000 1 1 21,600

4 KOH 10% (btl of 100 ml) 400 40,000 7 1 288,000

5 Methylen Blue 0.3% (btl of 100 ml) 400 40,000 72 1 2,880,000

6 pH Paper (pack of 100 pcs) 2000 200,000 36 1 7,200,000

7 Cotton Applicators Sterile (box of 200 pcs) 525 105,000 36 1 3,780,000

8 Hand Gloves (box of 100 pcs) 500 50,000 108 1 5,400,600

9 Immersion Oil (btl of 100 ml) 3500 350,000 1 1 350,000

10 Methylated Spirit (btl of 1 L) 20 20,000 1 1 20,000


11 Lens Paper (Pack of 100 pcs) 500 4 1 180,000

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 120


MI-7 Lab Pencatatan dan Pelaporan

50,000

12 Roll Paper 2500 2,500 36 1 90,000

13 Hipochloride 1% (btl of 500 ml) 20 10,000 36 1 360,000


14 Liquid Soap (btl of 500 ml) 20 10,000 14 1 144,000
15 Syringe 5 mL (box of 100 pcs) 1500 150,000 2 1 270,000
16 Needle 18 G (box of 100 pcs) 1500 150,000 4 1 540,000
17 Insul 1 ml (box of 100 pcs) 1250 125,000 2 1 225,000
Flash back vacuntainer Needle (box of 50
18 pcs) 1700 85,000 18 1 1,530,000
19 Alcohol Swab (box of 100 pcs) 250 25,000 9 1 225,000
20 SST Vacutainer Tube (box of 100 pcs) 1750 175,000 9 1 1,575,000
21 Micropipette tips (pack of 250 pcs) 300 75,000 4 1 270,000
22 Drug plastic bags (pack of 100 pcs) 75 7,500 108 1 810,000
23 Kantong plastik limbah (pack of 25 pcs) 1200 30,000 15 1 450,000
24 KY Jelly (tube of 30ml) 1000 30,000 0 1 0

19268 29,959,200
Maintenance Cost Qty Times Total Cost
1
1 Routine microscope service 150,000 2 300,000
Equipment Cost Qty Times Total Cost
1 Microscope Olympus CX-21 10,000,000 1 1 10,000,000
2 Micropipette 5 - 50l 1,700,000 1 1 1,700,000
3 Rotator (w/ timer & rpm) 2,000,000 1 1 2,000,000
4 Centrifuge (w/ timer & rpm) 2,000,000 1 1 2,000,000
5 Refrigerator (w/ termometer) 1,000,000 1 1 1,000,000
6 Spekulum 50,000 30 1 1,500,000
7 Anuscopy 375,000 5 1 1,875,000
8 Methylated spirit lamp 20,000 1 1 20,000
9 Holder vacuntainer pronto 25,000 5 1 125,000
10 Sharp Bin Container 30,000 12 2 720,000
11 Object Glass Box 5 250,000

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 121


MI-7 Lab Pencatatan dan Pelaporan

50,000 1

12 Torniquet 50,000 2 1 100,000


13 Cool box container 350,000 2 1 700,000

Selain itu peserta juga diberikan lampiran kebutuhan untuk layanan IMS

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 122


MI-7 Lab Pencatatan dan Pelaporan

VI. REFERENSI

1. Register laboratorium IMS, FHI


2. Training Modules for the Syndromic Management of Sexually Transmitted
Infection, 2nd Edition, WHO, 2007
3. Pedoman Pelaksanaan Infeksi Menular Seksual, Depkes.RI, 2006

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 123


MI-7 Lab Pencatatan dan Pelaporan

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 124

Anda mungkin juga menyukai