Anda di halaman 1dari 148

DAFTAR ISI

URAIAN MATERI
PENATALAKSANAAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL
untuk dokter dan perawat/bidan

MD 1 Kebijakan dan Strategi


MD 2 Informasi Dasar IMS, HIV dan AIDS
MD 3 Seksualitas dan Kesehatan Seksual
MI 1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan
MI 2 Peran Petugas dalam Layanan IMS Menggunakan Laboratorium
Sederhana
MI 3 Pengenalan Penatalaksanaan IMS
MI 4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan sampel, Diagnosis dan
Pengobatan
MI 5 Edukasi, Konseling dan Penatalaksanaan pasangan Seksual
MI 6 Pencatatan dan Pelaporan
MATERI DASAR 1

Kebijakan dan Strategi


MATERI DASAR 2

Informasi Dasar IMS,


HIV dan AIDS
MATERI DASAR 3

Seksualitas dan
Kesehatan Seksual
MATERI INTI 1

Layanan Komprehensif IMS di


Sarana Pelayanan Kesehatan
MATERI INTI 2

Peran Petugas dalam


Laboratorium Sederhana
IMS dan HIV
DOKTER/PARAMEDIS

MATERI INTI 3
Pengenalan
Penatalaksanaan IMS
DOKTER/PARAMEDIS

MATERI INTI 4
Anamnesis, Pemeriksaan Fisik,
Pengambilan sampel,Diagnosis
Dan Pengobatan
DOKTER/PARAMEDIS

MATERI INTI 5
Edukasi, Konseling dan
Penatalaksanaan
pasangan Seksual
MD.1 Kebijakan dan Strategi

MATERI DASAR - 1
KEBIJAKAN DAN STRATEGI

I. POKOK BAHASAN

Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan berikut:


Pokok Bahasan 1. Epidemiologi IMS dan HIV&AIDS
a. Global
b. Nasional
c. Propinsi
Pokok Bahasan 2. Kebijakan nasional dalam upaya pengendalian IMS
a. Kebijakan
b. Sasaran
c. Strategi
Pokok Bahasan 3. Indikator-indikator dalam pengendalian IMS
a. Indikator pencegahan
b. Indikator pelayanan
c. Indikator surveilans
d. Indikator Manajemen

II. URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1.
EPIDEMIOLOGI IMS dan HIV&AIDS

Keadaan Situasi Epidemi IMS dan HIV-AIDS di Dunia


Infeksi Menular Seksual (IMS) dan Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) merupakan satu di
antara penyebab penyakit utama di dunia dan telah memberikan dampak luas pada
masalah kesehatan berupa kesakitan dan kematian, masalah sosial dan ekonomi di
banyak negara, termasuk Indonesia.

Secara global, setiap hari terjadi sekitar satu juta kasus IMS/ISR yang dapat diobati,
namun masih lebih banyak lagi kasus IMS lain yang tak dapat diobati. Separuh dari
kasus tersebut terjadi di Asia. Bahkan, wilayah regional Asia Selatan - Tenggara
(termasuk Indonesia) tercatat sebagai wilayah terberat kedua yang menderita akibat
beban penyakit tersebut.

Estimasi WHO didunia pada tahun 1999 terdapat 340 juta kasus baru dari IMS yang
dapat disembuhkan.

Gambar 1 pada halaman berikut menggambarkan penyebaran kasus baru pada orang
dewasa didunia. Terlihat bahwa jumlah terbesar dari kasus baru terjadi di Asia Selatan
dan Asia Tenggara, diikuti oleh sub-Saharan Africa, Amerika Latin dan Karibia.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 1


MD.1 Kebijakan dan Strategi

Gambar 1: Estimasi kasus baru IMS yang dapat diobati pada orang dewasa, 1999

Gambar 2: Estimasi prevalensi IMS yang dapat diobati pada orang dewasa, 1999

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 2


MD.1 Kebijakan dan Strategi

Baik prevalens maupun insidens IMS lebih tinggi dinegara berkembang dari pada
negara maju.

"Penyakit menular seksual (PMS) yang disebabkan oleh bakteri, jamur dan protozoa
terus berlanjut sebagai masalah kesehatan masyarakat baik dinegara maju maupun
berkembang. Penurunan terjadi dibanyak negara maju dengan rendahnya kasus tetapi
masih terus berlanjut. Sebaliknya penurunan yang terjadi dibanyak negara
berkembang disertai dengan tingginya endemi penyakit lainnya. Endemi yang tinggi
banyak terjadi di negara berkembang dan PMS termasuk dalam lima penyakit utama
dimana orang dewasa membutuhkan layanan kesehatan dalam beberapa dekade."
Sexually transmitted diseases: policies and principles for prevention and care. UNAIDS/WHO, 1999.

Sedangkan pandemi HIV masih merupakan masalah dan tantangan serius terhadap
kesehatan masarakat di dunia baik yang berkembang di negara maju maupun
berkembang dan daerah yang terbelakang. Pada Tahun 2007 jumlah ODHA diseluruh
dunia diperkirakan mencapai 33,2 juta ( 30,6 36,1 juta ). Setiap hari lebih 6800 orang
terenfeksi HIV dan lebih 5700 meninggal karena AIDS, yang disebabkan terutama
karena kurangnya akses terhadap pelayanan, pengobatan dan pencegahan
HIV.Percepatan pembangunan infra struktur yang cenderung lebih lambat bila
dibandingkan dengan perjalanan Epidemi HIV-AIDS itu sendiri merupakan tantangan
tersendiri dalam upaya penanggulangan tersebut

Perkiraan kematian akibat AIDS di seluruh dunia pada 2007 sekitar 2,1 juta, dimana
76% kematian tersebut terjadi sub sahara afrika. Penurunan telah terjadi dalam 2 tahun
terakhir sebagian disebabkan oleh perluasan pelayanan pengobatan ARV

Keadaan Situasi Epidemi IMS dan HIV-AIDS di Indonesia

IMS merupakan masalah kesehatan di dunia maupun di Indonesia. Yang paling banyak
dikenal adalah gonore, sifilis dan Human Immunodeficiency Virus (HIV), meskipun
masih ada lebih dari 20 macam IMS lainnya. Umumnya IMS dapat sembuh dengan
pengobatan yang efektif, tetapi masih terus menjadi masalah kesehatan masyarakat
baik dinegara maju maupun di negara berkembang. Menurut estimasi WHO, terdapat
340 juta kasus baru sifilis, gonore, klamidia dan trikomoniasis setiap tahun pada laki-laki
dan perempuan usia 15 49 tahun.

Di Indonesia, dari survei tahun 2005 didapatkan bahwa di kalangan wanita pekerja seks
(WPS) angka kesakitan (prevalensi) IMS/ISR ulseratif (sifilis 6 22%), non-ulseratif
(gonore 12 44%), klamidiasis 35 56%

Hasil Survei Terpadu Biologi dan Perilaku (STBP) tahun 2007, Prevalensi Gonore dan
atau infeksi Klamidia tertinggi dari kelompok berisiko yang disurvei ada pada WPS
Langsung (49 persen), diikuti oleh Waria (46 persen), WPS Tak Langsung (35 persen),
LSL (35 persen), Penasun (6 persen) dan Pelanggan (5 persen).

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 3


MD.1 Kebijakan dan Strategi

Gonore dan Klamidia serta beberapa penyakit kelamin lain dapat menyebabkan limfosit
CD 4 (limfosit T Helper) berkumpul di daerah lokasi terinfeksi untuk melawan infeksi.
Sedangkan CD 4 adalah sasaran utama HIV, itu yang menyebabkan orang berpenyakit
Gonore dan klamidia lebih mudah tertular HIV.

Sedangkan prevalensi HIV tertinggi hasil Survei Terpadu Biologi dan Perilaku (STBP)
tahun 2007 ada pada populasi Penasun (52.4 persen) diikuti oleh Waria (24.4 persen),
WPS Langsung (10.4 persen), LSL (5.2 persen), WPS Tak Langsung (4.6 persen) dan
yang terendah adalah Pelanggan Penjaja Seks (0.8 persen).

Sementara itu prevalensi Sifilis tertinggi ada pada Waria (26.8 persen), diikuti oleh WPS
Langsung (14.6 persen), Pelanggan Penjaja Seks (6.2 persen), WPS Tak Langsung (6
persen), LSL (4.3 persen) dan yang terendah Penasun hanya 1.2 persen.

Prevalensi HIV dan Sifilis pada populasi berisiko yang dilihat secara bersamaan juga
dapat menggambarkan model penularan HIV, dimana hanya pada populasi Penasun
prevalensi HIV dan Sifilisnya berbeda cukup jauh. Hal ini menggambarkan bahwa pada
Penasun penularan HIV tidak melalui hubungan seks berisiko tetapi melalui pertukaran
jarum suntik.

Orang yang mengidap sifilis akan lebih mudah tertular HIV karena ada perlukaan
(infeksi) di penis yang bisa menjadi jalan masuk HIV ke dalam aliran darah. Penularan
sifilis lebih mudah daripada HIV. Gejala sifilis ada gejalanya, tapi infeksi HIV tidak ada
gejalanya sebelum masa AIDS (antara 510 tahun setelah tertular HIV) sehingga
banyak orang yang tidak menyadari dirinya sudah tertular HIV. Tapi, walaupun tidak
ada gejala seseorang yang HIV Positif sudah bisa menularkan HIV kepada orang lain
melalui (1) hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah, (2) transfusi
darah, (3) jarum suntik, jarum tindik, jarum tato atau alat alat kesehatan, dan (4) dari
seorang perempuan yang HIV Positif kepada bayinya terutama pada saat persalinan
dan menyusui dengan air susu ibu (ASI).

Keberadaan virus Human Immunodeficiency (HIV) dan the Acquired immunodefiency


sindrome (AIDS) telah menarik perhatian dunia terhadap penanggulangan dan
pemberantasan IMS. Terdapat kaitan erat antara penyebaran IMS dengan penularan
HIV, baik IMS yang ulseratif maupun yang non-ulseratif, telah terbukti meningkatkan
risiko penyebaran HIV melalui hubungan seksual.

Meningkatnya infeksi- HIV menyebabkan semakin rumitnya penatalaksanaan dan


penanggulangan beberapa IMS lainnya. Misalnya, pengobatan chancroid menjadi
semakin sulit di daerah dengan prevalens infeksi- HIV yang tinggi, oleh karena
penurunan kekebalan tubuh akibat infeksi- HIV.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 4


MD.1 Kebijakan dan Strategi

Hasil pilot proyek Skrining sifilis pada ibu hamil (bumil) di Jawa Barat, Kalimantan Barat
dan DKI Jakarta menemukan 2.5% sero-positif sifilis dengan menggunakan rapid tes
treponema, prevalensi tertinggi ditemukan di Kalimantan Barat dengan 4.1%.

Keadaan Situasi Epidemi IMS di Propinsi


Propinsi menyampaikan tentang situasi dan kondisi epidemiologi IMS, HIV-AIDS terkini
di propinsi masing-masing.

Pokok Bahasan 2
KEBIJAKAN NASIONAL DALAM UPAYA PENGENDALIAN IMS

Penyusunan kebijakan nasional pengendalian IMS di dalam lingkungan sektor


kesehatan diselenggarakan oleh Ditjen PP & PL (Dit PPML) dan Ditjen Binkesmas (Dit
Bina Kesehatan Ibu) dengan mengikutsertakan semua pihak terkait pada sektor
kesehatan tingkat pusat dan daerah sesuai sistem yang ada.
Selama tahun 2003 2007 kegiatan pengendalian IMS/ISR memiliki cakupan yang
masih rendah, baik secara kewilayahan (propinsi, kabupaten/kota) maupun jangkauan
populasi sasaran.

Tujuan
Tujuan Umum :
Program ini bertujuan menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat Infeksi
Menular Seksual dan Infeksi Saluran Reproduksi

Tujuan Khusus :
1. Terselenggaranya upaya pencegahan IMS dan ISR pada kelompok berperilaku
risiko tinggi (WPS, waria, LSL, pelanggan dan pasangannya), dan kelompok
berperilaku risiko rendah (remaja, klien KIA/KB dan ibu hamil).
2. Tersedianya dan terjangkaunya pelayanan IMS dan ISR (pengobatan) bagi
kelompok berperilaku risiko tinggi (WPS, waria, LSL, pelanggan dan
pasangannya), dan kelompok berperilaku risiko rendah (remaja, klien KIA/KB
dan ibu hamil)
3. Tersedianya data prevalensi IMS dan ISR serta perilaku masyarakat pada
kelompok berperilaku risiko tinggi dan kelompok berperilaku risiko rendah.
4. Tersedianya sumber daya manusia terlatih untuk melaksanakan program dan
pelayanan pengendalian IMS dan ISR di berbagai tingkat dan dan lintas
program/sektor terkait,
5. Tersedianya sarana logistik (obat, reagen, sarana laboratorium) untuk pelayanan
pengendalian IMS/ISR.
6. Tersedianya sumber dana yang cukup untuk mendukung pelaksanaan program
dan pelayanan.
7. Terpadunya manajemen program terkait

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 5


MD.1 Kebijakan dan Strategi

Sasaran & Indikator


a. Prevalensi gonore pada populasi berisiko tinggi (penjaja seks dan pelanggannya)
menurun hingga < 10%, dan pada populasi berisiko rendah hingga < 1%.
b. Prevalensi Sifilis pada populasi berisiko tinggi menurun hingga < 1% dan pada
populasi berisiko rendah hingga < 0.1%
c. Eliminasi kasus Chancroid dan Sifilis Kongengital
d. Tersedianya dan tersosialisasikannya kebijakan dan pedoman serta hukum
kesehatan penunjang program yang terdistribusi hingga unit pelaksana terendah
e. Terselenggaranya sistem surveilans IMS

Kebijakan
1) Penanggulangan IMS dan ISR dilakukan bersama oleh pemerintah, masarakat,
sektor swasta dan LSM dengan organisasi intrnasional, termasuk LSM
merupakan pelaku utama dalam pelaksanaan penanggulangan
Pemerintah wajib memberdayakan masarakat, serta memberikan arahan,
bimbingan dan menciptakan suasana yang kondusif
2) Penyusunan kebijaksanaan nasional mengendalikan IMS dan ISR secara lintas
sektoral (terhadap departemen pemerintah, swasta, BNN dan lain sebagainya)
dengan memperhatikan keadilan dan kesetaraan jender
3) Penyusunan kebijaksanaan pengendalian IMS dan ISR dalam lingkungan sektor
kesehatan diselenggarakan bersama terutama oleh Ditjen PP dan PL ( Dit
PPML) dan Ditjen Binkesmas (Dit Bina Kesehatan Ibu) dengan mengikutsertakan
semua pihak yang terkait pada sektor kesehatan timgkat pusat dan daerah
sesuai sistim yang ada
4) Pengelolan program pengendalian IMS dan ISR pada sektor kesehatan didaerah
dilakukan secra DESENTRALISASI dengan melimpahkan pengelolaan
komponen program kepada dinas kesehatan provensi dan kabupaten atau kota
sesuai azaz otonomi daerah
5) Pengelolaan program pengendalian IMS dan ISR dinas kesehatan provensi dan
Kab/Kota dilakukan sesuai rencana aksi pengendalin IMS/ISR Depkes tahun
2008/2012 ini. Penjabaran pengelolaan program selanjutnya dinyatakan dalam
bentuk rencana tahunan pengendalian IMS/ISR (RTP/IMS/ISR) yang mengacu
pada rencana aksi.
6) Dinas Kesehatan Provinsi dan Kab/Kota berkewajiban menunjuk pengelola
program pengendalian IMS/ISR untuk menyiapkan rencana tahunan, mengatur
penggunaan tenaga, sarana dan anggaran, mengatur pelayanan. Pelayanan
(pencegahan dan pengobatan) dilakukan melalui puskesmas, sarana swasta dan
Rumah Sakit Umum.Pengelola program mengawasi mutu pelayanan dan
pelaksanaan program, memberi bimbingan tehnis (supervisi) dan menyampaikan
laporan kegiatan sesuai format yang ada di Puskesmas, sarana swasta dan RS
7) Pengelolaan program pengendalian IMS/ISR untuk kegiatan di Kab/Kota dan
provinsi dibiayai oleh APBD setempat, untuk kegiatan Depkes pusat oleh APBN:
dan semuanya dapat dibantu oleh sumber dana lain yang tersedia

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 6


MD.1 Kebijakan dan Strategi

8) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Provinsi melaporkan pelaksanaan


kegiatan rencana tahunan secara berjenjang ketingkat pusat sesuai format yang
ada
9) Depkes (pusat) berkewajiban untuk memberi bantuan dana dan sarana
(termasuk obat dan reagen) pelatihan tenaga dan bimbingan teknis (supervisi)

Kebijakan Pelaksanaan
a. Pengendalian IMS diarahkan untuk mendorong peran, membangun komitmen,
dan menjadi bagian integral pembangunan kesehatan dalam mewujudkan
manusia Indonesia yang sehat dan produktif terutama bagi populasi berisiko
tinggi
b. Pengendalian IMS diselenggarakan melalui penatalaksanaan kasus secara
cepat dan tepat, penyedian layanan yang mudah diakses dan berkualitas,
peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat, serta pengendalian faktor risiko
baik pada populasi berisiko tinggi maupun rendah.
c. Pengendalian IMS diarahkan untuk mengembangkan dan memperkuat jejaring
surveilans epidemiologi dengan fokus pemantauan wilayah yang banyak
populasi berisiko tingginya.
d. Pengendalian IMS diarahkan untuk memantapkan jejaring lintas program, lintas
sektor, serta kemitraan dengan masyarakat termasuk swasta untuk percepatan
program melalui pertukaran informasi, pelatihan, pemanfaatan teknologi tepat
guna, dan pemanfaatan sumberdaya lainnya.
e. Memberikan perhatian dengan intensitas tinggi untuk penyediaan layanan IMS
komprehensif di wilayah dengan prevalensi IMS dan HIV tinggi pada populasi
Penjaja Seks seperti WPS di Kota Sorong, Papua Barat dan Waria di Jakarta
dan Surabaya.

Kegiatan pokok dan kegiatan indikatif dari program ini meliputi


a. Melakukan penyusunan, review, revitalisasi, adopsi, adaptasi, dan implementasi
kebijakan, peraturan, standar, dan juklak/juknis pencegahan dan pengendalian
faktor risiko IMS.
b. Advokasi dan sosialisasi kebijakan, peraturan, standar, dan juklak/juknis
pencegahan dan pengendalian faktor risiko IMS kepada pemangku kepentingan
secara berjenjang.
c. Membangun/memantapkan jejaring kerja pencegahan, pengendalian faktor risiko
dan pengobatan IMS serta melakukan koordinasi secara berjenjang dan
berkesinambungan mulai dari pusat hingga ke kabupaten/kota termasuk
kerjasama dengan luar negeri
d. Melakukan pemantauan, penilaian, pencatatan, pelaporan, bimbingan teknis,
dan monitoring pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan faktor risiko
secara berjenjang
e. Memfasilitasi pendidikan dan pelatihan petugas meliputi aspek teknis,
manajemen, dan administrasi yang sifatnya TOT atau sangat spesifik/teknis
pencegahan dan pengendalian faktor risiko melalui kerjasama dengan institusi

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 7


MD.1 Kebijakan dan Strategi

terkait untuk mendorong dan menyiapkan kemampuan petugas dan komunitas


siaga di populasi berisiko secara berjenjang
f. Melakukan penyusunan perencanaan dan penganggaran untuk kebutuhan
pencegahan dan penanggulangan faktor risiko hingga tercapai kondisi kesiapan
masyarakat.
g. Meningkatkan dukungan administrasi dan operasional pencegahan dan
pengendalian faktor risiko, termasuk melakukan kegiatan-kegiatan inovasi sesuai
dengan ketentuan yang berlaku

Strategi
Bagian ini menguraikan tentang sistem pelayanan dan kegiatan pokok sesuai kebijakan
yang ada dalam menerapkan pengendalian IMS/ISR untuk mencapai tujuan.
a. Sistem pelayanan
Pelayanan IMS diselenggarakan secara berjenjang dalam bentuk
Pelayanan kesehatan dasar, di Puskesmas dengan pelayanan IMS/ISR
(puskesmas program) dan sarana swasta dengan pelayanan IMS/ISR
(praktek swasta dengan program);
Pelayanan kesehatan rujukan, di RS kabupaten, RS Provinsi, dan RSU
Pusat Nasional sebagai pusat rujukan nasional.
Pengelola program berperan sebagai koordinator dan penyelaras
pengendalian IMS/ISR di tempat masing-masing.

b. Kegiatan pengendalian IMS/ISR


Kegiatan dalam Pengendalian IMS/ISR meliputi kegiatan pencegahan, pelayanan
pengobatan, surveilans, dan manajemen penunjang program.
b.1. Pencegahan
Pencegahan penyakit merupakan prioritas upaya pengendalian IMS/ISR. Upaya ini
diselenggarakan melalui
(a) Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang IMS/ISR untuk perubahan
perilaku bagi kelompok berperilaku risiko tinggi dan kelompok berperilaku
risiko rendah;
(b) Advokasi untuk mendapat dukungan bagi pejabat pemerintah, tokoh
masyarakat pembuat keputusan dan pemilik atau pengelola sarana
hiburan/lokalisasi;
(c) Promosi penggunaan kondom dan penyaluran kondom, serta
(d) Vaksinasi sebagai cara pencegahan lain.

Pencegahan diutamakan terhadap IMS/ISR berprevalensi tinggi (gonore, klamidiasis


dan sifilis) dan IMS yang menjadi sasaran pemberantasan global (chancroid dan sifilis
kongenital).

b.2. Pelayanan Pengobatan


Dalam melakukan pelayanan pengobatan, kegiatan pokok adalah (a) penemuan kasus
dan penetapan diagnosis, (b) pengobatan, (c) rujukan kasus, dan (d) pelaporan
Pelayanan dikoordinasi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemerintah
berkewajiban memberi kemudahan agar pelayanan penemuan kasus dan pengobatan

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 8


MD.1 Kebijakan dan Strategi

IMS/ISR dapat dijangkau oleh kelompok berisiko tinggi dan mengintegrasikannya dalam
sistem kesehatan yang tersedia.
Pelayanan diutamakan terhadap IMS/ISR yang berprevalensi tinggi (gonore, klamidiasis
dan sifilis) dan IMS terkait

b.3. Surveilans
Dalam melakukan surveilans kegiatan pokok adalah (a) Pelaporan kasus dari
Puskesmas dan Puskesmas Sentinel serta, RSU dan RSU sentinel, untuk kasus IMS
dari semua pengunjung dan Ibu Hamil, (b) Surveilans core sentinel; dan (c) Survei
prevalensi IMS/ISR.

c. Manajemen penunjang program


Manajemen Pengendalian IMS/ISR membutuhkan adanya (a) Pengadaan Sarana dan
Bahan Logistik; (b) Pelatihan tenaga untuk tatalaksana kegiatan; (c) Dana untuk
pelaksanaan program; (d) Supervisi; dan (e) Penyusunan Rencana Tahunan

Empat pilar penting dalam upaya pengendalian IMS adalah :


Perubahan perilaku berisiko menjadi tidak berisiko
Strategi ini dilaksanakan melalui pendekatan Intervensi Perubahan Perilaku
(IPP) yang memusatkan perubahan perilaku di tingkat individu, kelompok dan
masyarakat untuk meningkatkan keberhasilan perubahan perilaku yang
diharapkan. Intervensi yang dilakukan di tingkat individu antara lain melalui
penjangkauan (outreach), hot line, dan penilaian risiko individu. Di tingkat
kelompok dilakukan melalui penjangkauan (outreach), penilaian risiko kelompok,
kelompok dampingan sebaya. Di tingkat masyarakat dilakukan melalui intervensi
mobilisasi komunitas dan pemasaran sosial kondom.

Promosi penggunaan kondom secara terus menerus


Pemasaran sosial bertujuan untuk menjawab permasalahan sosial tidak hanya
untuk keuntungan komersial. Pemasaran sosial kondom pada intinya adalah
agar setiap orang dengan perilaku berisiko menggunakan kondom secara
konsisten.

Keterlibatan sektor terkait untuk menciptakan lingkungan yang kondusif


Keterlibatan sektor terkait di tingkat wilayah sangat penting dalam terciptanya
lingkungan kondusif untuk perubahan perilaku. Hal ini menjadi salah satu syarat
agar perubahan perilaku tidak hanya fokus pada individu, namun juga
mengusahakan transformasi lingkungan sosial dimana perubahan perilaku akan
dilakukan. Keterlibatan pemangku kepentingan diharapkan dalam setiap
tahapan, dimulai dari menyadari adanya masalah kesehatan di wilayahnya
sampai pada keterlibatan dan bertanggung jawab mengelola program di lokasi
secara bekelanjutan.

Layanan IMS (dan HIV&AIDS) yang memadai, baik untuk kelompok berperilaku
risiko tinggi maupun non-risiko tinggi.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 9


MD.1 Kebijakan dan Strategi

Layanan IMS harus dapat diterima, mudah diakses, terjangkau, dan berkualitas.
Layanan yang dapat diterima artinya pelayanan yang tidak menstigma dan sikap
yang tidak menghakimi dan merendahkan moral, privasi dan kerahasiaan
terjamin, waktu pelayanan tidak terlalu lama, peralatan dan bahan yang
memadai, pengadaan obat dan kondom yang terjamin, kemampuan, komptensi
dan profesionalisme tenaga, pengobatan yang efektif dan efisien. Mudah di
akses artinya lokasi yang mudah dijangkau dan waktu layanan yang sesuai
dengan aktivitas pasien. Terjangkau menunjukkan biaya yang dapat dijangkau
oleh pasien. Berkualitas menunjukkan layanan yang diberikan harus menjamin
antara lain efektivitas, keamanan, kenyamanan, keselamatan, dan kepuasan
pasien.

Pokok Bahasan 3
INDIKATOR DALAM PROGRAM PENGENDALIAN IMS

1) Indikator Pencegahan
Terselenggaranya upaya pencegahan IMS dan ISR pada kelompok berperilaku risiko
tinggi (WPS, waria, LSL, pelanggan dan pasangannya), dan kelompok berperilaku
risiko rendah (remaja, klien KIA/KB dan ibu hamil).

2) Indikator Pelayanan
Tersedianya dan terjangkaunya pelayanan IMS dan ISR (pengobatan) bagi kelompok
berperilaku risiko tinggi (WPS, waria, LSL, pelanggan dan pasangannya), dan
kelompok berperilaku risiko rendah (remaja, klien KIA/KB dan ibu hamil).

3) Indikator Surveilans
Tersedianya data prevalensi IMS melalui layanan yang ada dan data survelens
perilaku dan Biologis masyarakat pada kelompok berperilaku risiko tinggi dan
kelompok berperilaku risiko rendah.

4) Indikator Manajemen
- Tersedianya sumber daya manusia terlatih untuk melaksanakan program dan
pelayanan pengendalian IMS di berbagai tingkat dan dan lintas program/sektor
terkait.
- Tersedianya sarana logistic (obat, reagen, sarana laboratorium) untuk pelayanan
pengendalian IMS.
- Tersedianya sumber dana yang cukup untuk mendukung pelaksanaan program
dan pelayanan.
- Terpadunya manajemen program terkait

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 10


MD.1 Kebijakan dan Strategi

III. REFERENSI

1. Training Modules for the Syndromic Management of Sexually Transmitted


Infection, 2nd Edition, WHO, 2007

2. Rencana Aksi Pengendalian HIV dan AIDS Sektor Kesehatan 2009 2014
Depkes 2009

3. Rencana Aksi Pengendalian Infeksi Menular Seksual - Infeksi Saluran


Reproduksi Sebagai Strategi Nasional 2008 2012 Depkes 2007

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 11


MD.1 Kebijakan dan Strategi

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 12


MD.2 Informasi Dasar IMS, HIV dan AIDS

MATERI DASAR 2
INFORMASI DASAR IMS, HIV DAN AIDS

I. POKOK BAHASAN

Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan berikut:


Pokok Bahasan 1. Pengertian IMS, HIV&AIDS.
a. IMS
b. HIV dan AIDS
c. Hubungan IMS dengan HIV
d. Perjalanan Penyakit
Pokok Bahasan 2. Pengendalian IMS dan HIV
a. Penularan IMS dan HIV
- Perilaku berisiko terjadinya penularan
b. Pencegahan IMS dan HIV
- Hubungan seksual
- Pertukaran darah dan cairan
- Dari ibu kepada janin
c. Cara mendeteksi IMS dan HIV
d. Pengobatan IMS, HIV dan AIDS

II. URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1.
PENGERTIAN IMS, HIV dan AIDS.

a. IMS
1) Definisi IMS
Infeksi menular seksual adalah infeksi yang salah satu penularannya melalui
hubungan seksual. Hubungan seksual tidak terbatas pada genito ginital tetapi
juga ano genital.

2) Mikro organisme penyebab IMS


Bermacam-macam bisa dari
jamur : Candida albican
Parasit : Trichomonas vaginalis
bakteri : Neisseria gonorhoea, Chlamydia trachomatis, Treponema pallidum
(sifilis), Bakterial vaginosis, Hemophylus ducreii (Ulkus molle)
Virus : Herpes simplex (Herpes genitalis), Human papilloma virus (Kondiloma
akuminata), HIV (HIV dan AIDS).

b. HIV dan AIDS


1) Definisi HIV dan AIDS

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 13


MD.2 Informasi Dasar IMS, HIV dan AIDS

HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency virus. Virus ini jika
menginfeksi manusia menyebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh karena
penurunan CD4 sehingga tubuh menjadi jauh lebih rentan terhadap infeksi-infeksi
yang pada orang normal tidak sampai menimbulkan gejala.

AIDS (Aquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala yang


timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh HIV yang didapat.

2) Strategi pencegahan HIV


a) Tidak melakukan hubungan seksual
b) Bersikap saling setia pada pasangan
c) Bila berisiko gunakan kondom
d) Tidak menggunakan Narkoba suntik

3) Perjalanan infeksi HIV


HIV menyerang limfosit yang disebut sel T-4 atau sel T-penolong (T-helper),
atau disebut juga sel CD-4. HIV tergolong kelompok retrovirus yang memiliki
kemampuan untuk mengkopi-cetak. Maksudnya, virus HIV menggunakan sel T-4
untuk mereplikasi/memperbanyak dirinya.

T
HIV

Ada saatnya di mana kadar antibody tubuh belum bisa terdeteksi, yang disebut
window period (periode jendela). Seiring dengan makin bertambahnya jumlah
virus, jumlah sel CD 4 menjadi berkurang dan penyakit menjadi progresif.
Kerusakan progresif pada sistem kekebalan tubuh menyebabkan pengidap HIV
(ODHA) amat rentan dan mudah terjangkit macam-macam penyakit sehingga kita
menyebutnya AIDS.

AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome):


Merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh
oleh virus HIV yang didapat.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 14


MD.2 Informasi Dasar IMS, HIV dan AIDS

c. Hubungan IMS dengan HIV


IMS merupakan ko-faktor penularan HIV
Penderita IMS lebih rentan terhadap HIV
Penderita IMS serta HIV akan lebih mudah menularkan ke orang lain
Pengidap HIV menjadi rentan terhadap berbagai penyakit termasuk IMS
Pengidap HIV yang juga IMS akan lebih cepat menjadi AIDS

Secara sederhana, skema berikut menggambarkan hubungan penularan IMS


dengan HIV :

AIDS
MELEMAHKAN TUBUH

IMS & HIV


MEMPERCEPAT
IMS HIV

PERILAKU SEKSUAL BERISIKO

d. Perjalanan Penyakit
Perjalanan infeksi HIV ada beberapa tahap :
Stadium 1
Stadium 2
Stadium 3
Stadium 4

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 15


MD.2 Informasi Dasar IMS, HIV dan AIDS

Pokok Bahasan 2.
PENGENDALIAN IMS DAN HIV

Empat (4) Pilar Pengendalian IMS adalah :

Perubahan perilaku berisiko manjadi tidak berisiko


Promosi penggunaan kondom secara terus menerus
Keterlibatan sektor terkait untuk menciptakan lingkungan yang kondusif
Layanan IMS (dan HIV-AIDS) yang memadai, baik untuk kelompok berperilaku risti
maupun non-risti.

a. Penularan IMS dan HIV


- Perilaku berisiko terjadinya penularan
Perilaku berisiko diantaranya: penjaja seks wanita ataupun pria yang
melakukannya tidak sehat, narkoba dengan pola hidup tidak sehat dan faktor yang
mendukung pola hidup tidak sehat.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 16


MD.2 Informasi Dasar IMS, HIV dan AIDS

- Beberapa perilaku yang mempermudah penularan IMS :


1) Berhubungan seks yang tidak aman dengan penderita IMS (tanpa
menggunakan pelindung / kondom)
2) Memiliki pasangan seksual lebih dari satu
3) Melakukan hubungan seks secara anal, karena hubungan ini lebih mudah
menimbulkan luka/ lecet karena pada anus tidak ada pelumasnya

Penularan HIV/AIDS
Bagaimana cara penularan HIV?
Melalui hubungan seksual dengan seseorang yang sudah terinfeksi HIV
Melalui pertukaran darah: transfusi, IDUs dan kegiatan medis dengan alat tusuk
dan iris tercemar HIV
Dari Ibu ke janin/bayi-nya selama kehamilan, persalinan atau menyusui

b. Pencegahan IMS dan HIV


1) Hubungan seksual
- Abstinensia (tidak melakukan hubungan seksual)
- Melakukan hubungan seksual dengan cara yang aman (misalnya dengan
penggunaan kondom)
- Promosi kondom
- Mengobati pasangan seksual
2) Pertukaran darah dan cairan
- Penggunaan jarum suntik yang streil
- Penggunaan kondom
- Menghindari terkenanya darah dan cairan pasien HIV pada bagian tubuh yang
ada luka (bagi petugas kesehatan)

3) Dari ibu kepada janin


- Dengan pemberian profilaksis ARV melalui program pencegahan dari ibu ke
anak

c. Cara mendeteksi IMS dan HIV


Cara mendeteksi IMS dan HIV pada tahap awal adalah dengan menentukan apakah
orang tersebut termasuk risiko tinggi tertular IMS dan HIV (misalnya waria, penjaja
seks, LSL). Selanjutnya dijajaki tentang perilaku seksualnya. Setiap orang yang
terdeteksi harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan lanjutan untuk menentukan
diagnosis.

Tujuan Testing HIV


a) Skrining
Wajib dilakukan pada semua produk darah donor untuk menjamin keamanan
pada penerima produk darah.
b) Surveilans
Untuk mengetahui besaran masalah disuatu daerah pada suatu populasi
tertentu dan pada waktu tertentu.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 17


MD.2 Informasi Dasar IMS, HIV dan AIDS

c) Diagnostik
Untuk mengetahui seseorang terinfeksi HIV atau tidak dan harus melalui
prosedur konseling dengan tidak melupakan kerahasiaan dan persetujuan
(Inform consent).

d. Pengobatan IMS, HIV dan AIDS


Pengobatan dilakukan oleh dokter berdasarkan hasil diagnosis. Setiap pasien
mendapatkan pengobatan sesuai dengan jenis IMS yang dideritanya. Untuk pasien
HIV pengobatan dilakukan setelah jelas pasien dinyatakan HIV positif dan memenuhi
kriteria pengobatan. Jenis obat yang diberikan adalah Anti Retroviral Virus (ARV) dan
obat obat untuk penyakit penyertanya yang dapat diperoleh di Rumah Sakit rujukan
HIV dan AIDS serta Puskesmas satelit rujukan.

Setiap petugas kesehatan harus bisa meyakinkan pasien tentang tatacara dan
kepatuhan pengobatan IMS, HIV dan AIDS.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 18


MD.2 Informasi Dasar IMS, HIV dan AIDS

III. REFERENSI

1. Pedoman Perawatan, Dukungan dan Pengobatan ODHA, Departemen


Kesehatan RI, 2006
2. Pedoman Nasional Kebijakan Kolaborasi TB-HIV, Departemen Kesehatan RI,
Edisi Pertama, 2007 (dalam proses pencetakan).
3. Pedoman Manajemen Kolaborasi TB-HIV, Departemen Kesehatan RI, Edisi
Pertama, 2008 (dalam proses pencetakan).
4. Interim policy in collaborative TB-HIV activities, World Health Organization, 2004.
5. Guidelines for Implementing Collaborative TB and HIV Programmes Activities
Stop TB Partnership Working Group on TB-HIV, World Health Organization,
2004.
6. Pedoman Penatalaksanaan IMS,Dirjen PP dan PL 2006
7. Rencana aksi Pengendalin IMS termasu ISR 2008-20012 , 2007
8. Buku Pedoman Interktive, Penata Laksanaan Penderita IMS dengan Pendekatan
Sindroma Dirjen PPM dan PLP,Edisi 2, th 2005

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 19


MD.2 Informasi Dasar IMS, HIV dan AIDS

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 20


MD-3 Seksualitas dan Kesehatan Seksual

MATERI DASAR 3
SEKSUALITAS dan KESEHATAN SEKSUAL

I. POKOK BAHASAN

Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan berikut:


Pokok Bahasan 1. Seksualitas dan kesehatan seksualitas
a. Pengertian
b. Tujuan
c. Komponen
Pokok Bahasan 2. Perbedaan terminologi: seks, gender, orientasi seksual, dan
perilaku seksual
Pokok Bahasan 3. Hubungan seksualitas dengan IMS dan HIV-AIDS
Pokok Bahasan 4. Hubungan pilihan seksualitas dengan kesehatan seksualitas
Pokok Bahasan 5. Peran petugas kesehatan sehubungan dengan definisi kesehatan
seksual
Pokok Bahasan 6. Pentingnya penggalian riwayat seksual dalam menangani
permasalahan IMS dan HIV-AIDS
Pokok Bahasan 7. Cara menggali riwayat seksual klien
Pokok Bahasan 8. Cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan dalam penggalian
riwayat seksual

II. URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1.
SEKSUALITAS DAN KESEHATAN SEKSUALITAS

a. Pengertian:
Seksualitas adalah pengalaman sensasi seksual dari seluruh tubuh bukan hanya
alat genital.
Seksualitas adalah ekspressi total sebagai manusia yang berhubungan dengan
sensualitas, keintiman, identitas seksual, kesehatan reproduksi, kesehatan seksual
dan seksualisasi. Pengalaman sensasi seksual ini bukan hanya dari genital tetapi
dari seluruh tubuh. Seksualitas dimulai dari kita sebelum lahir , sesudah lahir , waktu
yang sudah lalu dan akan berlangsung sepanjang hidup. Ekspressi seksual
dipengaruhi oleh nilai etika , spiritual,budaya,faktor moral, dan hal yang
berhubungan dengan memberi dan menerima kepuasan seksual termasuk
reproduksi.
Kesehatan seksual adalah keadaaan sehat untuk berekspresi seksual yang bebas
dari IMS, kehamilan yang tidak dikehendaki, perkosaan, dan diskriminasi.

b. Tujuan:

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 21


MD-3 Seksualitas dan Kesehatan Seksual

Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pemahaman tentang


seksualitas, karena seksualitas mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam
pengendalian IMS, oleh karena itu seksualitas adalah bagian integral dari aspek
penatalaksanaan IMS dan HIV/AIDS.
Dalam perkembangan pelayanan kesehatan, walaupun hubungan antara
seksualitas dan penatalaksanaan IMS dan Keluarga Berencana secara nyata sangat
berhubungan, namun dalam sejarahnya antara seksualitas dan pelayanan IMS
seolah tidak ada hubungan.

c. Komponen:
Dibawah ini adalah gambaran komponen yang menyangkut seluruh aspek
seksualitas.

Pokok Bahasan 2

PERBEDAAN TERMINOLOGI:
SEKS, GENDER, ORIENTASI SEKSUAL, DAN PERILAKU SEKSUAL

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 22


MD-3 Seksualitas dan Kesehatan Seksual

a. Seks adalah karakteristik biologis, anatomis seperti jantan/male ( penis, testis ) dan
betina/female ( vagina, payudara) dan berhubungan dengan fisiologis ( menstruasi
dan spermatogenesis ) dan secara genetic ( XX dan XY ).

b. Gender adalah peran atau fungsi seseorang: maskulin, feminin dan androgin.
Tercipta berdasarkan pendapat dari masyarakat yang dapat berubah sesuai jaman.
Contoh: memasak identik dengan peran seorang perempuan yang feminin. Keadaan
saat ini peran memasak tidak didominasi lagi oleh perempuan sehingga pria yang
menyukai memasak dikatakan peran/ gendernya feminin tanpa meninggalkan jenis
kelaminnya yang pria.

c. Orientasi seksual adalah keadaan ketertarikan secara romantis dan erotis


kepada siapa seseorang ingin melakukan hubungan ekspressi secara seksual (
heteroseks, homoseks , biseksual dan selibat ).
d. Perilaku seksual adalah aksi ( sentuhan, ciuman, dan hal lain yang sifatnya
merangsang tubuh secara seksual atau apa saja yang dilakukan seseorang untuk
melampiaskan seksual nya baik pada diri sendiri atau dengan orang lain.

Teknik perilaku seksual


Disamping hubungan seks dengan genito-genital atau antara penis dengan vagina
ada teknik lain yang perlu kita ketahui seperti :
1) Teknik masturbasi dapat dilakukan sendiri maupun dengan pasangan seks nya,
teknik nya adalah dengan menggesek dengan tangan, menggesek di sela-sela
paha, ataupun di badan pasangan nya. Teknik ini sangat sering dilakukan dan
relative aman untuk tidak tertular penyakit. Hal yang harus diperhatikan sebagai
akibat dari kontak kulit yang lama maka kemungkinan terinfeksi jamur dan
scabies pada kelamin bisa saja terjadi.
2) Oral seks : lebih dari 90 % gay melakukan oral seks setiap berhubungan seks ,
lebih sering dilakukan dibandingkan dengan anal seks.Hal yang sering terjadi
adalah gangguan pada otot pengunyah gagging dan juga bila oral seks
dilakukan dalam keadaan terpaksa dimana bisa terjadi trauma gigi,lidah dan
tenggorokan, serta kemungkinan terinfeksi penyakit yang tergolong IMS seperti
Gonorhoe, Sifilis, Chlamidya,Herpes simpleks, Condyloma.
3) Anal seks:
Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa 35% kalangan heteroseksual pernah
melakukan anal seks, dan 50% kalangan gay melakukan anal seks secara
rutin.
Di kalangan gay, kegiatan anal seks dikenal beberapa istilah : menempong (
incertive anal intercourse;giving,fucking,top), yang ditempong ( receptive anal
intercourse, receiving; being fucked,bottom ), tempong-tempongan ( artinya dua-
dua nya saling bergantian ). Seorang pria yang melakukan anal seks dengan
istrinya bukan berarti yang bersangkutan adalah homoseks.

Pokok Bahasan 3:
HUBUNGAN SEKSUALITAS, IMS dan HIV/AIDS

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 23


MD-3 Seksualitas dan Kesehatan Seksual

Walaupun istilah IMS menunjukkan bahwa infeksi terutama ditularkan melalui hubungan
seksual, namun cara penularan lain juga berperan dalam penularan IMS, antara lain
adalah dari ibu ke janinnya, atau lewat kontak darah.

Beberapa perilaku yang mempermudah penularan IMS :


a. Berhubungan seks yang tidak aman dengan penderita IMS (tanpa menggunakan
pelindung / kondom)
b. Memiliki pasangan seksual lebih dari satu
c. Melakukan hubungan seks secara anal, karena hubungan ini lebih mudah
menimbulkan luka/ lecet karena pada anus tidak ada pelumasnya

Seksualitas, HIV dan AIDS


Walaupun transmisi HIV melalui narkoba suntik meningkat tajam, namun secara
keseluruhan masih didominasi lewat hubungan seks. Epidemi HIV yang saat ini kita
hadapi, sangat membutuhkan pemahaman kita mengenai seksualitas. Kita sadari
bersama bahwa hingga saat ini, transmisi HIV masih didominasi oleh penularan melalui
hubungan seks. Dengan adanya permasalahan HIV dan AIDS, petugas kesehatan
dihadapkan pada kenyataan untuk memahami seksualitas dari para pasien. Hal ini
harus kita pahami jelas bahwa permasalahan IMS seperti halnya HIV tidak dapat kita
atasi secara efektif tanpa pemahaman seksualitas secara mendalam dan benar. Jadi
harap kita perhatikan, bahwa seksualitas sangat mempengaruhi penatalaksanaan IMS
termasuk HIV dan AIDS.

Pokok Bahasan 4:
HUBUNGAN PILIHAN SEKSUALITAS DENGAN KESEHATAN SEKSUALITAS

Sehubungan dengan penanganan IMS, HIV dan AIDS serta kesehatan reproduksi ,
klien harus membuat pilihan untuk seksualitas dan praktek seks yang mereka lakukan.
Pilihan seksual dan kesehatan reproduksi seperti kapan menikah, kapan mempunyai
anak, mengapa bekerja sebagai pekerja seks,mengapa melakukan seks yang beresiko,
hal ini dipengaruhi oleh faktor social dan personal termasuk seksualitas dan gender.
Suatu hal yang sering mempengaruhi dalam membuat pilihan seksualitas adalah hal
hal yang berpengaruh dalam hubungan seks dan kepuasan seks masing-masing.
Pengaruh keseimbangan gender juga harus dipikirkan ,sebagai contoh seorang wanita
(baik PS atau tidak) melakukan tindakan pencegahan IMS dan HIV oleh karena
perilakunya sendiri atau perilaku suami / partner hidupnya , mungkin dia tidak
mempunyai kekuatan untuk menekan pasangan seksualnya agar melakukan
pencegahan atau malah takut membicarakannya. Mungkin dia takut identitas
seksualnya akan diketahui, takut dengan kekerasan yang akan timbul,takut kehilangan
pasangannya , takut kehilangan pelanggannya yang berpengaruh pada kelangsungan
ekonomi dan hidupnya.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 24


MD-3 Seksualitas dan Kesehatan Seksual

Sebagai bahan acuan untuk bekerja dalam lingkup kesehatan seksual , penting kita
pahami dan renungkan apa yang kita lakukan , yakni meningkatkan kesehatan seksual.
Defenisi kesehatan seksual adalah : keadaan bahwa seseorang berekspressi secara
seksual yang bebas dari resiko tertular infeksi menular seksual ( IMS), kehamilan yang
tidak direncanakan, paksaan, kekerasan, dan diskriminasi. Artinya adalah seseorang
harus ada persetujuan untuk melakukan hubungan seks, menikmatinya, dan hidup
dengan seks yang aman, didukung oleh pendekatan yang saling menguntungkan untuk
mendapatkan kepuasan dalam hubungan seks.

Menurut WHO , kesehatan seksual didefinisikan sebagai : integrasi dari fisik, emosi,
intelektualitas dan aspek social dari seksual. Setiap orang berhak untuk memperoleh
informasi seksual yang berhubungan dengan hubungan seksual untuk kenikmatan dan
juga untuk rekreasi ( WHO Technical Report Series # 572 ).

Pokok Bahasan 5:
PERAN PETUGAS KESEHATAN
SEHUBUNGAN DENGAN DEFINISI KESEHATAN SEKSUAL

Dengan adanya pemahaman yang baik akan nilai dari seksualitas , petugas kehatan
akan memberikan pelayanan yang lebih baik . Dengan penelusuran yang baik akan
seluk beluk seksualitas , sehubungan dengan permasalahan IMS dan HIV , maka
petugas kesehatan diharapkan mampu memberikan pertolongan kepada pasien
berupa :
a. Membantu pasien untuk mengutarakan secara jelas , realistic, dan membuat
keputusan untuk hidup sehat secara seksual.
b. Membantu pasien berkomunikasi dengan pasangan seksualnya untuk bernegosiasi
agar dapat melakukan hubungan seksual yang aman
c. Membantu pasien untuk memahami risiko dari perilaku seksual atau benda lain yang
dipakai saat berhubungan seks.
d. Membantu pasien dalam memahami resiko yang mereka hadapi serta hal-hal yang
berhubungan dengan kebutuhan mereka sehubungan dengan orientasi seksualnya.

Pokok Bahasan 6:
PENTINGNYA PENGGALIAN RIWAYAT SEKSUAL DALAM MENANGANI
PERMASALAHAN IMS DAN HIV-AIDS

Menggali Riwayat Seksual


Salah satu faktor untuk menunjang keberhasilan dalam menangani permasalahan IMS,
HIV dan AIDS adalah bagaimana kita menggali riwayat seksual klien . Pertanyaannya
adalah :

1. Mengapa kita harus menanyakan hal tersebut ?

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 25


MD-3 Seksualitas dan Kesehatan Seksual

Dengan melakukan wawancara yang mendalam kepada pasien akan riwayat


seksual , data yang kita dapat akan membantu kita dalam mengidentifikasi perilaku
berisiko dari pasien, membantu penegakkan diagnosis sehubungan dengan hasil
test laboratorium dan pemeriksaan fisik yang dilakukan, mendapatkan gambaran
psikososial , untuk tujuan edukasi dan konseling . Juga dapat membantu pasien
dalam memahami perilaku mereka , memahami pemeriksaan dan pengobatan serta
membantu pasien agar merasa nyaman berinteraksi dengan petugas kesehatan.

2. Apa saja yang harus kita tanya ?

Dalam anamnesis riwayat seksual ini perlu kita tanyakan beberapa informasi yang
berhubungan dengan penatalaksanaan IMS seperti : data demografi ( usia, alamat ,
dan pekerjaan, status perkawinan, jenis kelamin pasangan tetap ), orientasi seksual
dan perilaku seksual (aktivitas seksual, teknik seksual ), penggunaan NAPZA
termasuk (intravenous drug user), merokok, alcohol. Jenis pekerjaan pelanggan,
pemakaian kondom , hubungan seks pertama kali, kapan pertama kali bekerja
sebagai PS. Sebelum bekerja di kota ini , dimana saja pernah bekerja sebagai PS,
berapa orang pelanggan perhari, apakah ada permintaan pelanggan yang agak
beda pelayanannya, masalah yang dihadapi dalam penggunaan kondom, riwayat
IMS yang dialami, dan pemeriksaan sebelumnya.

Pokok Bahasan 7:
CARA MENGGALI RIWAYAT SEKSUAL KLIEN

Suatu hal yang harus diperhatikan adalah kenyamanan, buatlah senyaman mungkin
untuk bicara seksualitas , jangan berasumsi bahwa pasien tidak malu untuk bicara
tentang seksual. Yakinkan bahwa pertanyaan yang disampaikan sangat penting dalam
pengobatan, harus disadari bahwa pasien datang ke tempat layanan kesehatan anda
dengan memberikan kepercayaan penuh bahwa anda adalah orang yang tepat untuk
menolong menyelesaikan permasalahan penyakit yang dideritanya. Sehingga apapun
informasi yang anda dapat dalam wawancara , adalah bersifat rahasia , tidak ada orang
yang boleh tahu selain anda sendiri dengan pasien.
Untuk komunitas tertentu seperti waria, gay, pekerja seks baik perempuan dan pria ,
umumnya memakai bahasa tersendiri di kalangan mereka , untuk itu pelajari dan
gunakanlah bahasa yang sering mereka pakai. Jika pasien tidak nyaman dengan
memakai bahasa resmi , anjurkan untuk memakai bahasa gaulnya, dan jangan lupa
untuk menanyakan arti bahasa tersebut jika anda tidak mengerti.

Sebagai ringkasan langkah- langkah dalam menggali riwayat seksual pasien, adalah:
a. Jelaskan alasan mengapa menanyakan riwayat seksualnya
b. Ciptakan situasi yang privasi, kerahasiaan terjamin dan tmenumbuhkan
kepercayaan pasien
c. Pakailah bahasa yang dapat dimengerti oleh pasien

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 26


MD-3 Seksualitas dan Kesehatan Seksual

Pokok Bahasan 8:
CARA MENGAJUKAN PERTANYAAN-PERTANYAAN DALAM PENGGALIAN
RIWAYAT SEKSUAL

1. Gunakan bahasa netral dalam menanyakan status gender ; seperti dalam


menanyakan teman hidup.
2. Hindari membuat asumsi mengenai perilaku : ketika melihat pasiennya berjenis
kelamin pria maka asumsi petugas terhadap pria itu pasti cara berhubungan
seksualnya adalah penis dengan vaginal. Asumsi tersebut menyebabkan petugas
akan memeriksa bagian penis dari pasien, sementara pasien adalah seorang
homoseksual yang berperan reseptif dalam melakukan hubungan seksual dengan
pasangannya. Akibat adanya asumsi tersebut maka petugas tidak dapat
menemukan infeksi pada pasien tersebut karena kemungkinan infeksi tersebut
berada di anus nya bukan di penis sebagaimana asumsinya.
3. Hindari kalimat dan sikap yang menghakimi serta heran : ketika seorang WPS
terinfeksi IMS lagi akibat tidak memakai kondom dalam melakukan hubungan
seksual yang birisiko, petugas mengatakan bahwa itu akibat kesalahannya tetap
menjadi WPS dan menjadi seorang pendosa.
4. Pada saat bertanya gunakan pertanyaan : bagaimana, dimana,apa, dan kapan
Hindari penggunaan kata tanya mengapa.( mengapa kamu bekerja jadi WPS,
mengapa kamu tidak berhenti saja jadi PS , mengapa tadi malam masih menerima
tamu.. hal ini tidak akan menyelesaikan permasalahan dan tidak ada relevansinya
dalam pengobatan. )
5. Mulailah bertanya dengan pertanyaan terbuka dan diikuti dengan pertanyaan
tertutup untuk rechecking.Pertanyaan terbuka memungkinkan petugas mendapatkan
informasi yang memadai untuk penegakan diagnosis dan konseling. Selanjutnya
pertanyaan tertutup yang jawabannya ya atau tidak sebagai upaya menyamakan
persepsi.

Setelah semua pertanyaan yang diperlukan diajukan oleh petugas dan semua informasi
dicatat rapi maka selanjutnya adalah pemeriksaan fisik.

Suatu hal yang sering kita abaikan adalah kesadaran bahwa orang yang datang ke
tempat layanan kesehatan untuk berobat adalah manusia , kadang- kadang kita kurang
memperhatikan hak-hak pasien untuk mengetahui hasil pemeriksaan dan pemeriksaan
apa saja yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis .
Menghormati pasien adalah salah satu bagian implementasi dari hak azasi manusia,
oleh karena itu sebelum melanjutkan pemeriksaan fisik, sebaiknya memberikan
informasi mengenai pemeriksaan tsb dan memohon ijin untuk melakukannya.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 27


MD-3 Seksualitas dan Kesehatan Seksual

VI. REFERENSI

1. Engenderhealth, Sexuality and Sexual Health Minicourse 2001


2. Julia Suryakusuma; Diskursus Seksualitas ; Konstruksi seksualitas manusia
Majalah Prisma 1989
3. Alliance ; Between Men Key Population Series STI,HIV prevention among
MSM ,August,2003
4. WHO,Skills for Health; WHO Document No.9 Pan American , 2001
5. Mamoto.G, Hendy S dkk, Mapping aktivitas seksual MSM di Jakarta 2001
6. The Dilli STI Study, FHI and Ministerio de Saude 2003

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 28


MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan

MATERI INTI 1
LAYANAN KOMPREHENSIF IMS DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN

I. POKOK BAHASAN

Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan berikut:


Pokok Bahasan 1. Layanan komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan
a. Pengertian Layanan komprehensif
b. Tujuan Layanan komprehensif
c. Konsep layanan IMS
d. Standar Pelayanan Minimal IMS
Pokok Bahasan 2. Strategi Layanan Komprehensif
a. Persiapan
b. Peningkatan kemampuan SDM
c. Sosialisasi dan promosi
d. Pelayanan
e. Penguatan jaringan pendukung
f. Monitoring dan evaluasi
Pokok Bahasan 3. Kerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat
a. Melakukan Pemetaan
b. Peran LSM sebagai motivator perubahan perilaku
Pokok Bahasan 4. Penerapan Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan
Kesehatan
a. Alur Layanan
b. Sistim Rujukan

II. URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1.
LAYANAN KOMPREHENSIF IMS DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN

a. Pengertian Layanan Komprehensif


Layanan IMS yang Komprehensif, artinya pelayanan IMS yang efektif dan efisien
bagi kelompok berperilaku risiko tinggi (WPS, waria, LSL, pelanggan dan
pasangannya), dan kelompok berperilaku risiko rendah (remaja, klien KIA/KB dan ibu
hamil) yang lengkap dan memadai dibawah satu atap dan terintegrasi dengan
layanan lain yang dibutuhkan mulai dari:
Anamnesis
Pemeriksaan fisik dan pengambilan sampel
Pemeriksaan laboratorium
Diagnosis dan pengobatan yang tepat dan benar
Konseling tentang penyakit IMS dan pengobatannya
Demonstrasi cara pemakaian kondom dan melepasnya

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 31


MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan

Pencatatan dan pelaporan

Layanan IMS yang disediakan harus berfungsi sebagai preventif, kuratif, dan
promotif.

Pada kelompok berperilaku risiko tinggi terutama pada pekerja seks wanita dan waria
sebaiknya dilakukan penapisan IMS secara rutin karena mereka merupakan sumber
penularan jika tidak menggunakan kondom pada hubungan seksual berisiko.

Dari hasil kegiatan layanan tersebut dapat memberikan data rutin IMS, prevalensi
IMS pada kelompok berperilaku risiko tinggi dan kelompok berperilaku risiko rendah
yang dapat digunakan sebagai dasar dalam perencanaan dan pengembangan
program

b. Tujuan Layanan komprehensif


- Tujuan Umum
Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat IMS beserta
komplikasinya dan mengurangi laju pertambahan infeksi HIV.

- Tujuan khusus
Menurunkan angka prevalensi IMS, khususnya gonore dan klamidia dibawah 10%
dan sifilis dibawah 1 %.

Konsep layanan IMS


Untuk mendirikan layanan IMS ada beberapa prasyarat yang perlu diperhatikan agar
layanan dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien dan dimanfaatkan oleh semua
pihak yang membutuhkan dan berorientasi pada kepentingan dan kepuasan
pelanggan.

Adapun prasyarat mendirikan layanan IMS tersebut adalah:


1) Terjangkau dan mudah diakses
a) Lokasi klinik yang terjangkau dan ada akses, mudah ditempuh, dekat dengan
lokasi populasi berisiko
b) Waktu layanan, ada informasi jelas tentang waktu layanan yang disesuaikan
dengan waktu populasi berisiko dapat datang ke layanan, misalnya tidak terlalu
pagi karena mereka biasanya masih bangun tidur dan yang tepat diatas jam 11
dan dibawah jam 4 karena jika setelah jam 4 sore mereka siap-siap untuk
bekerja
c) Biaya, terjangkau oleh pasien yang membutuhkan
2) Mudah diterima
a) Pelayanan yang tidak menstigma dan berorientasi pada pasien
b) Sikap tidak menghakimi dan merendahkan moral
c) Privasi/kenyamanan dan kerahasiaan terjamin
d) Waktu layanan yang tidak terlalu lama
e) Peralatan dan bahan yang memadai
f) Terjaminnya ketersediaan obat dan kondom

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 32


MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan

g) Kemampuan, kompetensi dan profesionalisme tenaga


h) Pengobatan yang efektif dan efisien
3) Layanan satu hari selesai
Layanan dilakukan mulai dari pendaftaran-pemeriksaan-diagnosa sampai dengan
pengobatan dilakukan satu hari selesai.
d. Standar Pelayanan Minimal IMS
Untuk dapat melaksanakan layanan IMS yang komprehensif dan memadai
dibutuhkan persyaratan minimal yang harus disiapkan sebelum klinik beroperasi
yaitu adanya:
1) ruangan yang memadai,
2) petugas yang terlatih
3) tersedia alat yang diperlukan untuk pemeriksaan dan pengambilan sampel
4) bahan habis pakai untuk pemeriksaan dan laboratorium
5) reagensia untuk pemeriksaan IMS
6) obat IMS yang efektif

Ruangan yang memadai yang dimaksud adalah tersedianya tempat/ruang yang


berfungsi sebagai:
a) ruang registrasi yang datanya tersimpan dengan rapi sehingga kerahasian
terjamin
b) ruang pemeriksaan fisik dan pengambilan sampel yang tertutup dengan
pintu jika perlu agar pasien merasa nyaman dan tidak takut/was-was ketika
diperiksa dan diambil sampelnya
c) ruang laboratorium
d) ruang konseling dan pengobatan IMS yang tertutup dengan pintu agar pasien
merasa nyaman kerahasiannya terjamin
Masing-masing ruang sebaiknya dilengkapi dengan petunjuk teknis (SOP) dan
uraian tugas orang yang bertanggung jawab di ruang tersebut sehingga jika
penanggung jawab ruangan tidak ada di tempat karena berhalangan,
penggantinya dapat melakukan fungsi dan tugas dengan standard yang sama

Petugas yang akan melaksanakan layanan IMS adalah petugas yang sudah
terlatih sehingga dapat memberikan layanan yang benar dan tepat. Adapun
petugas yang minimal dibutuhkan berdasarkan fungsinya adalah:
a) Dokter, yang bertanggunjawab untuk diagnosis dan pengobatan
b) Bidan atau perawat, bertanggungjawab untuk pemeriksaan fisik dan
pengambilan sampel
c) Petugas laboratorium, bertanggungjawab untuk melakukan pemeriksaan IMS
dan hasilnya berdasarkan sampel yang diambil
d) Petugas Administrasi, bertanggung jawab untuk anamnesis informasi umum,
memasukkan data ke database sehingga menghasilkan data rekapitulasi
bulanan IMS
Masing-masing petugas penanggung jawab harus dilengkapi dengan uraian
tugas yang jelas dan sudah mendapat pelatihan penatalaksanaan IMS.
Fungsi dokter dan perawat/bidan bisa saling menggantikan sehingga semua dapat
melakukan pemeriksaan fisik, pengambilan sampel, melakukan diagnosis, dan

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 33


MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan

memberikan pengobatan sesuai petunjuk dokter, konseling cara minum obat dan
cara memakai kondom agar tidak tertular dan menularkan IMS.
Peralatan yang harus disiapkan untuk layanan IMS disesuaikan dengan
kebutuhan masing-masing ruang layanan. Pada topik bahasan ini hanya dibahas
kebutuhan alat medis dan non medis yang minimal harus ada sbb:
a) Medis
(1) Ruang pemeriksaan
- Meja ginekologi
- Lampu pemeriksaan
- Spekulum (wanita), anuskopi (waria, LSL)
- Meja instrumen
(2) Ruang laboratorium
- Mikroskop
- Lemari es
- Centrifuge
- Rotator
- Mikropipet
b) Non medis
(1) Mebeler
(2) Tempat sampah
(3) Alat peraga (dildo, kondom)
(4) Media KIE

Secara rinci kebutuhan peralatan masing-masing ruang dapat dilihat pada


lampiran 1 (Lampiran 1: Daftar peralatan medis dan non medis, bahan habis
pakai, obat masing-masing ruang layanan).

Bahan habis pakai yang disediakan disesuaikan dengan kebutuhan masing-


masing ruang dan minimal yang harus tersedia adalah sbb:
a) Ruang administrasi
- Formulir rekam medis
b) Ruang pemeriksaan dan pengambilan sampel
(1) Sarung tangan
(2) Lidi kapas steril
(3) Tissue
(4) Plastik sampah infeksius
(5) Cairan sabun dan klorin dalam ember untuk spekulum bekas pakai
c) Ruang laboratorium
(1) Sarung tangan
(2) Slide dan coverslip
(3) Clorin dan sabun
(4) Tissue
(5) Plastik sampah infeksius dan tempat tahan tusuk
d) Ruang konseling dna pengobatan IMS
(1) Plastik obat
(2) Tissue

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 34


MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan

(3) Kondom
(4) Plastik tempat sampah

Reagensia yang disediakan untuk layanan IMS dengan laboratorium sederhana


adalah:
a) Pemeriksaan IMS dibutuhkan reagensia
(1) Sifilis
(2) Trikomonas
(3) Diplokokkus dan pmn

b) Pemeriksaan ISR
(1) Kandida
(2) Bakterial vaginosis

Obat minimal yang harus ada untuk memberikan layanan IMS yang efektif dan
benar adalah
a) IMS
(1) Benzatin penicillin 2,4 Juta IU
(2) Cefiksim 400 mg dan Azitromisin 1 gr
(3) Metronidazol
(4) Asiklovir

b) ISR
(1) Nistatin/Flukonazol
(2) Metronidasol

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 35


MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan

Pokok Bahasan 2.
STRATEGI LAYANAN KOMPREHENSIF

Intervensi yang tepat untuk strategi pengendalian IMS dapat dilihat pada gambar
dibawah ini:
Error! Objects cannot be created from editing field codes.
Menurunkan kemungkinan terkena infeksi, jika terpajan dengan cara
Menurunkan efisiensi penularan perpajanan dengan penapisan
rutin
C Menurunkan pajanan dari orang yang terpajan dengan cara
Pemakaian kondom
Intervensi perubahan perilaku
D Menurunkan durasi infektifitas (memotong rantai penularan dan
mencegah
komplikasi) dengan cara
Deteksi dini (pencarian kasus)
Pengobatan yang efektif dan benar

Operasional Model layanan kesehatan untuk tatalaksana IMS dapat digambarkan pada
gambar dibawah :

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 36


MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan

BCI
Intervesi IMS & Komunikasi:
- Pengenalan gejala
Strategi Pencegahan: - Perilaku mencari pengobatan
IMS
Layanan yg terjangkau,dite
rima dan efektif
Populasi dengan IMS
Infeksi tanpa gejala
Gejala abnormal yg dikenali Pengobatan psg
Skrining
Mencari perawatan Presumptive/mass
M treatment
& Dignosis yg tepat
Penatalaksanaan klinis IMS
E Protap/panduan
Pengobatan yg benar
Pelatihan/supervisi
Suplai yg adekuat
Pengobatan yg lengkap (obat & lab)
Single dose therapy
Terobati/Sembuh Adherence counseling

Pasangan yg diobati

Fransen L. After Waaler HT, Piot MA.Bull WHO 1969;41(1):75-93

Untuk layanan IMS yang tepat dan dapat dimanfaatkan oleh orang yang membutuhkan
sebaiknya melaksanakan 6 strategi yang dapat diuraikan dibawah:

a. Persiapan di sini adalah segala sesuatu yang harus disiapkan untuk memulai
layanan IMS mulai dari persiapan untuk menyiapkan lokasi layanan, ruang tempat
layanan, sumber daya manusia yang akan melaksanakan layanan, alat dan bahan
yang dibutuhkan agar layanan IMS dapat dilaksanakan, yang semuanya sudah
dijelaskan secara detail pada pokok bahasan sebelumnya.

b. Peningkatan kemampuan SDM yang dimaksud adalah kompetensi sumber daya


manusia atau petugas yang akan memberikan layanan IMS yang didapat melalui
pelatihan penatalaksanaan IMS dengan pendekatan sindrom dan labortaorium
sederhana seperti yang dilakukan saat sekarang ini. Untuk peningkatan mutu
layanan dan mengetahui adanya perbaikan yang dibutuhkan perlu adanya umpan
balik dari stakeholder yang menggunakan jasa layanan yang dapat dilakukan melalui
pertemuan rutin.

c. Sosialisasi dan promosi perlu dilakukan pada stakeholder terkait seperti mucikari,
pemilik bar/karaoke, populasi risiko tinggi (pekerja seks wanita, waria, laki-laki),
masyarakat umum, dan layanan kesehatan lain tentang informasi layanan yang

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 37


MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan

dapat dilakukan di klinik sehubungan dengan IMS, termasuk jam layanan, jenis
pemeriksaan IMS yang terjamin kerahasiaan dan kenyamanannya, biaya, cara
pemeriksaan sehingga juga merupakan ajang promosi agar diketahui dengan benar
oleh stakeholder dan calon pengguna layanan IMS.

d. Pelayanan IMS yang diberikan harus jelas jam bukanya, jenis layanan IMS yang
dapat diberikan dan selesai dalam satu hari sehingga pasien cepat tertangani tidak
menularkan ke orang lain dan juga tidak harus pulang pergi untuk mendapatkan
hasil, layanan yang berorientasi pada kepentingan pasien, kerahasiaan terjamin, ada
alur layanan pasien yang jelas, dan menerangkan pada pasien untuk setiap tindakan
yang akan dilakukan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti pasien.
Pelayanan IMS yang diberikan dapat berupa layanan rutin dengan penapisan berkala
dan pengobatan presumtif berkala (PPB).
- Skrining/penapisan IMS merupakan proses pelaksanaan pemeriksaan atau tes
laboratorium, untuk mendeteksi penyakit, pada orang yang bergejala ataupun
tidak mengeluhkan gejala penyakit IMS (khususnya populasi berisiko tinggi ).
Penapisan secara rutin yang disertai dengan pengobatan yang efektif akan
memutuskan rantai penularan IMS mengingat sebagian IMS tidak bergejala, dan
dapat ditemukan ketika dilakukan pemeriksaan IMS.
Jarak waktu untuk penapisan rutin bervariasi bergantung pada beberapa faktor
yaitu, interval/waktu terinfeksi kembali, kesediaan pasien untuk sering
mendapatkan tes, dan kemampuan puskesmas/klinik layanan untuk melakukan
penapisan.

- Pengobatan Presumtif Berkala adalah memberikan obat secara berkala


(biasanya setiap 3 bulan) untuk gonore dan klamidia pada populasi risiko tinggi
dengan menganggapnya memiliki infeksi tersebut. Pada PPB, digunakan obat
dosis tunggal cefixime 400 mg dan azitromisin 1 gr yang diminum di depan
petugas. PPB dilakukan sebagai terapi massal sehingga diperlukan untuk
mencapai cakupan 100% populasi pada suatu waktu tertentu untuk dapat
memberikan hasil yang baik. Dengan PPB prevalensi IMS dapat turun dengan
cepat, namun demikian, perlu dipertahankan tetap rendah dengan upaya
peningkatan penggunaan kondom dan dengan layanan penapisan IMS berkala.

e. Penguatan jaringan pendukung diperlukan untuk membantu promosi, sosialisasi,


dan meningkatkan mutu layanan melalui pertemuan rutin antara petugas klinik dan
stakeholder yang termasuk dalam jaringan pendukung seperti petugas lapangan dari
LSM yang bekerja untuk populasi risiko tinggi, pendidik sebaya (peer educator).

f. Monitoring dan evaluasi perlu dilakukan untuk menilai apakah pelaksanaan


program sudah sesuai dengan rencana dan juga sebagai alat untuk kendali mutu.

Pokok Bahasan 3.
KERJASAMA DENGAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 38


MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan

a. Melakukan Pemetaan
Pemetaan adalah proses penggambaran karakter fisik dan sosial suatu lokasi
menggunakan metode tertentu sehingga didapatkan hasil berupa peta fisik maupun
peta sosial berbentuk gambar (peta) dan narasi. Lokasi dalam konteks ini bisa
merupakan lokasi mejeng/kerja, lokasi tinggal, lokasi mejeng dan tinggal sekaligus,
baik permanen, semi permanen maupun tidak permanen dari populasi kunci yang
akan disasar.

Metode yang umumnya digunakan adalah observasi langsung dan wawancara.


Obsevasi langsung digunakan untuk memvisualkan peta fisik sementara wawancara
digunakan untuk menggambarkan peta sosial.

Beberapa hal yang termasuk penting divisualkan dalam peta fisik adalah:
Letak geografis, persebaran, jumlah dan nama-nama lokasi.
Bentuk atau tata ruang bangunan (rumah, wisma, barak, tempat mejeng, tempat
kost, pinggir jalan, taman, rumah bordil dll).
Sarana dan prasarana yang ada dan berguna bagi pelaksanaan program nantinya
(sarana pertemuan, kesehatan, outlet kondom, warung dll).
Cara mengakses lokasi ini
Beberapa hal kunci yang perlu digambarkan dalam petas sosial adalah:
Karakter sosial-demografi kelompok dampingan.
Estimasi jumlah (tinggi, rendah dan rata-rata).
Jumlah, nama dan peran para pemangku kepentingan yang ada.
Kebiasaan yang dilakukan pada waktu senggang
Perilaku seks dan perilaku pencarian kesehatan
Gambaran pengetahuan kelompok dampingan terkait IMS, HIV dan AIDS
Hubungan dan jaringan sosial yang ada diantara orang-orang dalam lokasi

Tujuan
Mengidentifikasi dan memilih lokasi yang akan menjadi lokasi pelaksanaan PPB.
Mengidentifikasi pemangku kepentingan yang berpengaruh di lokasi intervensi.
Mengidentifikasi sumber-sumber perolehan kondom dan pelicin dan cara-cara
distribusi/pemasaran yang efektif di sekitar lokasi.
Mengidentifikasi layanan IMS yang telah tersedia atau sebaiknya digunakan.

Pelaksana
Pelaksana pemetaan adalah pelaksana program IPP dan PPB (LSM, Puskesmas,
Dinkes dll). Secara khusus biasanya dilakukan oleh LSM pelaksana intervensi
perubahan perilaku khususnya Koordinator Lapangan (KL) dan Petugas Lapangan
(PL).

Sarana
Form daftar tilik (check list) pemetaan fisik
Form wawancara pemetaan sosial
Peta

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 39


MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan

Form laporan hasil pemetaan

Peran LSM sebagai motivator perubahan perilaku


Karena layanan IMS bersifat pasif maka diperlukan kerjasama dengan pihak lain
misalnya LSM yang bekerja langsung pada populasi risiko tiinggi maupun risiko
rendah sehingga layanan IMS yang komprehensif dapat dimanfaatkan dengan efektif
dan efisien. Fungsi mereka mengingatkan pada populasi risiko tinggi untuk perilaku
pengobatan yang benar dengan datang ke klinik IMS untuk pemeriksaan rutin mapun
mendapatkan PPB bagi WPS baru atapun yang ada gejala IMS.

Pokok Bahasan 4
PENERAPAN LAYANAN KOMPREHENSIF IMS
DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN
a. Alur Layanan

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 40


MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan

ALUR PASIEN KEGIATAN PETUGAS

Pencatatanidentitasdengan
Ruang jaminankonfidensialitas
Pendaftarandan PemberiannomorRegister PetugasAdministrasi
RuangTunggu Penyiapanformulir
pemeriksaan

MelengkapiFormulir Anamnesisdan
Pemeriksaan pemeriksaanfisik
RuangKonsultasi Pemeriksaanfisikoleh
danPemeriksaan olehdokter
dokter Sediaanlabdantes
Pengambilanspesimen Whiffoleh
perawata/bidan

Pengirimanspecimenke
Perawat/Bidan
petugaslab

Pengambilandarah
Pemeriksaanlabbasah
Laboratorium PengecatanGram/ Perawat/Bidan
MethylenBlue,RPR&TPHA
Hasildiserahkankedokter

RuangTunggu

PenyampaianHasil
RuangKonsultasi pemeriksaanLab Dokter danperawat/
danPemeriksaan KIE Bidan

KonselingdanEdukasi
tentangHIVdantesdengan
4C(counseling,consent,
RuangKonseling confidential&condom) Konselor
PemberianbrosurKIE
Perjanjiankunjunganyang
akandatang

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 41


MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan

b. Sistim Rujukan
Kegiatan layanan IMS dapat berjalan dengan baik jika ada kerjasama dari LSM yang
bekerja di populasi kunci, Puskesmas/klinik yang memberikan layanan IMS, dan RS
yang menerima kasus yang tidak dapat ditangani di Puskesmas/klinik sehingga
dibutuhkan sistem rujukan yang jelas dari ketiga komponen yang sudah disebutkan
tersebut. Untuk lebih jelas gambarannya adalah sebagai berikut:

LSM Puskesmas/klinik RS Puskesmas/klinik LSM

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 42


MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan

VI. REFERENSI

1. Buku Pedoman Interktive,Penata Laksanaan Penderita IMS dengan Pendekatan


Sindroma Dirjen PPM dan PLP,Edisi 2, th 2005
2. Pedoman Perawatan, Dukungan dan Pengobatan ODHA, Departemen Kesehatan
RI, 2006
3. Pedoman Penatalaksanaan IMS,Dirjen PP dan PL 2006
4. Rencana aksi Pengendalin IMS termasu ISR 2008-20012 , 2007

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 43


MI-1 Layanan Komprehensif IMS di Sarana Pelayanan Kesehatan

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 44


MI-2 Peran Petugas dalam Layanan IMS Menggunakan Laboratorium Sederhana

MATERI INTI 2
PERAN PETUGAS DALAM LAYANAN IMS
MENGGUNAKAN LABORATORIUM SEDERHANA

I. POKOK BAHASAN

Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan berikut:


Pokok Bahasan 1. Pengertian Laboratorium Sederhana
Pokok Bahasan 2. Penatalaksanaan IMS dengan Laboratorium Sederhana
Pokok Bahasan 3. Program Pemantapan Mutu
a. Internal
b. Eksternal
Pokok Bahasan 4. Peran Petugas dalam layanan IMS dengan menggunakan
pemeriksaan laboratorium sederhana

II. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

Pada sesi materi ini, peserta akan mempelajari 3 (tiga) pokok bahasan. Berikut ini
merupakan pedoman bagi fasilitator dan peserta dalam melaksanakan pembelajaran.

Langkah 1
Kegiatan fasilitator:
Agar substansi ini dapat dipahami sepenuhnya oleh peserta ciptakan suasana belajar
yang rileks dan menyenangkan serta suasana yang dapat memotivasi peserta untuk
mengikuti sesi ini. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada sesi ini
dan menggali pengetahuan peserta tentang peran setiap petugas dalam layanan IMS
menggunakan laboratorium sederhana.

Langkah 2
Pokok bahasan 1
Untuk pokok bahasan definisi dan tujuan Laboratorium Sederhana fasilitator melakukan
metode brain storming dan menuliskan apa yang telah diketahui peserta. Selanjutnya
fasilitator menjelaskan bagaimana membangun laboratorium sederhana dan
pemeriksaan apa saja yang dapat dilakukan di laboratorium sederhana.

Langkah 3
Pokok bahasan 2
Fasilitator menggali pendapat peserta tentang penatalaksanaan IMS dengan
Laboratorium Sederhana yaitu meliputi pendekatan etiologi/penyebab, klinis dan
sindrom. Beri kesempatan peserta untuk tanya jawab.

Langkah 4
Pokok bahasan 3

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 45


MI-2 Peran Petugas dalam Layanan IMS Menggunakan Laboratorium Sederhana

Fasilitator menggali pendapat peserta tentang Program Pemantapan Mutu, selanjutnya


fasilitator menyampaikan penjelasan tentang : program pemantapan mutu meliputi L
pengendalian mutu internal dan eksternal.
Beri kesempatan peserta untuk tanya jawab.

Langkah 5
Pokok bahasan 4
Fasilitator menggali pendapat peserta tentang kerjasama tim dalam pemeriksaan
laboratorium sederhana selanjutnya fasilitator menjelaskan tentang bagaimana
kerjasama tim dalam laboratorium sederhana.

Langkah 6
Penugasan Simulasi Kerjasama Tim

Langkah 7
Penutup

Kemudian fasilitator menutup sesi dengan memberikan ulasan tentang hal-hal yang
perlu mendapat perhatian khusus dalam melakukan pemeriksaan di laboratorium
sederhana ini.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 46


MI-2 Peran Petugas dalam Layanan IMS Menggunakan Laboratorium Sederhana

III. URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1.
LABORATORIUM SEDERHANA

a. Definisi
Sebuah laboratorium sederhana dalam klinik Infeksi Menular Seksual (IMS) menurut
Guidelines for STD prevention dari CDC, adalah laboratorium yang minimal mampu
melaksanakan beberapa pemeriksaan seperti:
1) Pewarnaan Gram
Untuk mendeteksi intraseluler Diplokokus Negatif Gram (DNG) dan ada tidaknya
lekosit polimorfonuklear (PMN) untuk mengetahui penyebab servisitis atau
uretritis.
2) Sediaan basah dengan saline (NaCl 0.9%)
Digunakan untuk pemeriksaan Trichomonas vaginalis dan Clue cells yang
merupakan bagian dari deteksi bakterial vaginosis
3) Sediaan basah dengan KOH 10%
untuk identifikasi yeast dan Whiff tes.
4) Tes serologi sifilis (TSS)
untuk mendeteksi antibodi, baik dengan antigen non Treponemal seperti
RPR/VDRL maupun dengan antigen Treponemal seperti TPHA atau
pemeriksaan langsung dengan darkfield mikroskop

Sedangkan menurut KemKes RI, yang dimaksud dengan laboratorium sederhana


pada klinik IMS adalah laboratorium yang melakukan pemeriksaan dengan alat
bantu utama mikroskop saja. Sehingga pemeriksaan yang dapat dilaksanakan pada
laboratorium sederhana menurut KemKes RI adalah:
1) Pewarnaan Gram
2) Sediaan basah dengan saline (NaCl 0.9%)
3) Sediaan basah dengan KOH 10%

b. Tujuan
Laboratorium sederhana dalam sebuah klinik Infeksi Menular Seksual (IMS)
disiapkan untuk melakukan pemeriksaan yang cepat, tepat dan murah untuk
membantu menegakan diagnosis IMS.

Memberikan hasil pemeriksaan laboratorium dalam waktu sesegera mungkin


sehingga pasien dapat didiagnosa dan diobati dengan cepat dan tepat.

c. Membangun laboratorium sederhana


Dalam membangun laboratorium sederhana hal-hal yang harus diperhatikan adalah:
1) Mempersiapkan tenaga laboratorium
a) Mampu melakukan pemeriksaan minimal yang dianjurkan
b) Memiliki sikap yang profesional dan sensitivitas mengenai kerahasiaan

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 47


MI-2 Peran Petugas dalam Layanan IMS Menggunakan Laboratorium Sederhana

c) Mengetahui konsep dasar universal precaution, prosedur keselamatan dan


kesehatan kerja dan prosedur kendali mutu
2) Menyediakan peralatan dan infrastruktur
3) Membuat sistem pemantapan mutu
4) Membangun jaringan rujukan ke laboratorium yang lebih lengkap

d. Pemeriksaan pada Laboratorium Sederhana Klinik IMS


1) Pemeriksaan sediaan basah
a) Prinsip Pemeriksaan
Sekret vagina atau eksudat dapat langsung diperiksa untuk mengetahui ada
tidaknya yeast, trichomonas vaginalis atau clue cells dengan menggunakan
sediaan basah saline (Stamm, 1988). Sedangkan preparat KOH digunakan
untuk melarutkan mukus dan jaringan dari bahan pemeriksaan untuk
mempermudah pemeriksaan yeast atau elemen dari jamur/candida. Sebagai
tambahan, bau amine dapat diobservasi untuk pasien dengan bakterial
vaginosis dan T. vaginalis ketika sediaan ditetesi dengan KOH 10%. pH
vagina lebih dari 4.5 juga mengindikasikan adanya bakterial vaginosis dan T.
vaginalis.

b) Bahan Pemeriksaan
Sekret vagina atau bahan lainnya yang sesuai diambil dengan kapas
sengkelit. Jika kemudian kapas sengkelit tersebut dimasukan kedalam 1 mL
saline dalam sebuah tabung kecil, maka saline tersebut dapat digunakan
untuk sediaan basah saline dan KOH. Untuk pemeriksaan pH vagina, oleskan
kertas pH pada dinding vagina atau duh tubuh vagina pada spekulum. Hindari
kontak dengan mukus di serviks karena memiliki pH tinggi.

c) Cara kerja
(1) Lidi kapas dicelupkan kedalam 1 mL garam fisiologis kemudian campur
bahan pemeriksaan dengan cara memutar kapas lidi pada dasar tabung
kecil yang berisi saline untuk membuat suspensi yang pekat
(2) Teteskan bahan pemeriksaan tersebut pada kaca objek dan tutup dengan
kaca penutup secara hati-hati agar tidak menimbulkan gelembung udara
(3) Periksa sediaan sesegera mungkin untuk mengetahui adanya yeast,
Trichomonas, atau clue cels. Periksa dengan mikroskop menggunakan
pembesaran rendah dengan cahaya lemah, Trichomonas lebih sering
ditemukan dengan pembesaran rendah. Gunakan pembesaran tinggi
untuk memeriksa adanya yeast, pseudohyphae, clue cells atau
Trichomonas
(4) Preparat KOH dibuat dengan meletakan bahan pemeriksaan pada sebuah
kaca objek, teteskan KOH 10% dan campurkan dengan menggunakan
lidi, tutup dengan kaca penutup (hindari gelembung udara). Identifikasi
adanya bau amis
(5) Periksa dibawah mikroskop dengan pembesaran tinggi

Atau

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 48


MI-2 Peran Petugas dalam Layanan IMS Menggunakan Laboratorium Sederhana

(1) Satu tetes saline (KOH 10% untuk pemeriksaan Kandida) diteteskan pada
gelas objek
(2) Spesimen pada ujung lidi kapas dicampurkan pada tetesan tersebut
(3) Tutup dengan kaca penutup
(4) Lewatkan pada hawa api untuk meningkatkan pergerakan T. vaginalis
(5) Periksa dibawah mikroskop

d) Interpretasi hasil
(1) Trichomonas hanya terlihat pada sediaan basah saline (hancur dengan
KOH). Berbentuk amoboid (umumnya oval), lebih besar dari lekosit PMN
dan dalam sediaan segar dapat dikenali dari gerakannya yang
menghentak-hentak. Diagnosa ditegakkan dengan ditemukannya
Trichomonas walaupun hanya satu.
(2) Beberapa Clue cells dan sedikit atau tidak adanya PMN adalah indikasi
bakterial vaginosis. Clue cells adalah sel epitel vagina yang ditutupi oleh
berbagai bakteri vagina sehingga memberikan gambaran granular dengan
batas sel yang kabur karena melekatnya bakteri batang atau kokus yang
kecil. Clue cells hanya terlihat pada sediaan basah saline.

Bakterial Vaginosis (BV) didiagnosis dari kriteria berikut :


1. DTV (Duh Tubuh Vagina)
2. Clue Cells
3. Odor/Whiff tes
4. pH > 4.5
BV Positif jika 3 dari 4 kriteria diatas positif.

(3) Yeast mungkin tertutupi oleh epitel pada preparat saline oleh karena itu
penambahan KOH 10% sangat membantu dalam menemukan pseudo
hyphae dan yeast pada preparat basah

e) Faktor kesalahan
Kesalahan tehnik yang dapat menurunkan sensitivitas pemeriksaan sediaan
basah diantaranya adalah:
(1) Bahan pemeriksaan dari endoserviks
(2) Menggunakan saline yang dingin
(3) Menunda pembacaan sediaan
(4) Kontaminasi sediaan saline oleh KOH
(5) Terlalu banyak salide pada kaca objek
(6) Sediaan terlalu tebal
(7) Lapangan pandang terlalu terang akibat penggunaan kondensor yang
tidak sesuai
(8) Hanya memeriksa sebagian kecil sediaan

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 49


MI-2 Peran Petugas dalam Layanan IMS Menggunakan Laboratorium Sederhana

2) Pewarnaan Gram/Metilen Biru


Dalam beberapa keadaan tidak diperlukan pulasan Gram atau Ziehl-Neelsen,
yaitu jika hanya menghendaki menyatakan adanya jasad renik saja. Dalam hal
itu, pulasan yang cepat dan tepat adalah memakai larutan metilen biru menurut
Loeffler

a) Bahan Pemeriksaan
(1) Hapusan Uretral
Pasien sebaiknya tidak buang air kecil dalam 2 jam sebelum pengambilan
bahan pemeriksaan
(2) Hapusan Servikal
Bersihkan serviks sebelum pengambilan bahan pemeriksaan untuk
mengurangi jumlah bakteri vagina dan sel pada sediaan
(3) Hapusan Rektal
Gunakan anuskopi untuk pengambilan bahan pemeriksaan

b) Bahan
(1) Larutan metilen biru 1% atau
(2) Buat larutan metilen biru menurut Loeffler. Metilen biru 0.3gr; alkohol 95%
30 mL; larutan KOH 10% 0.1 ml; aquadest 100 mL. Metilen biru digerus
dalam mortir dengan alkohol, pindahkan kedalam sebuah botol,
tambahlah larutan KOH kedalam isi botol itu, kemudian pakailah isi botol
untuk berkali-kali mencuci mortir, yang dimasukan kembali kedalam botol,
biarkan 24 jam dan lalu saringlah

c) Cara Kerja
(1) Rekatkan sediaan yang sudah kering pada udara dengan hawa api.
(2) Pulaslah dengan metilen biru selam - 3 menit.
(3) Cuci dengan aquadest, keringkan dan periksa dengan objektif 100x dan
minyak imersi.
d) Faktor Kesalahan
(1) Menggosok bukan memutar kapas lidi yang berisi bahan pemeriksaan
pada kaca objek akan merusak morfologi sel
(2) Preparat yang tidak difiksasi sehingga dapat menyebabkan sediaan lepas
dari kaca objek ketika pencucian
(3) Fiksasi yang terlalu panas akan menyebakan timbulnya artifacts

3) Ringkasan Cara Kerja


a) Pemeriksaan pH
- Oleskan duh vagina pada kertas pH secukupnya dan ratakan dengan
menggunakan kapas lidi.
- Bandingkan warna yang terbentuk pada skala warna yang ada
- pH normal vagina adalah 3.8 4.2
- pH > 4.5 sering kali diikuti dengan adanya trichomonas.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 50


MI-2 Peran Petugas dalam Layanan IMS Menggunakan Laboratorium Sederhana

- Hal-hal yang dapat mempengaruhi adalah NaCl, pelumas spekulum dan


menstrual secretions.
- Tuliskan hasil pada formulir hasil berupa < 4.5 atau > 4.5

b) Pemeriksaan sediaan basah


- Oleskan duh vagina secukupnya di 2 tempat terpisah pada 1 kaca obyek.
- Teteskan Nacl 0.9% secukupnya pada 1 olesan dan KOH 10% pada
olesan lainnya (lakukan whiff tes secara bersamaan).
- Tutup dengan kaca penutup. Periksa dengan mikroskop

o Menggunakan pembesaran obyektif 10x


- Organisme berbentuk seperti buah pear, bergerak dan adanya lekosit
menandakan Trichomonas.
- Yeast dan pseudohyphae dapat terlihat (bening). Yeast akan terlihat
lebih tinggi dalam sediaan KOH 10% dibandingkan dalam NaCl 0.9%
- Tuliskan hasil dalam formulir berupa Trichomonas/Candida didapat
atau tidak didapat

o Menggunakan pembesaran obyektif 40x


- Clue cells, adalah sel epitel yang bersisik dengan bakteri menempel
permukaannya sehingga terlihat bintik-bintik hitam terlihat pada
bacterial vaginosis.
- Bakteri berbentuk lactobacilli normal didapat
- Lekosit mengindikasikan trichomonas atau cervicitis.
- Tuliskan hasil berupa clue cells didapat atau tidak didapat

c) Whiff Tes
- Pada saat penambahan KOH 10% cium ada atau tidaknya bau yang
keluar dari sediaan
- Bau amis yang sangat kuat karena adanya pelepasan amine dari bakteri
yang tumbuh diatas ambang normal
- Tuliskan hasil berupa Whiff / Amine tes positip atau negatip

d) Pemeriksaan gonokokkus
- Oleskan duh tubuh pada kaca obyek dengan gerakan memutar
- Rekatkan sediaan yang sudah kering pada hawa udara dengan api
- Pulaslah dengan metilen biru selama - 3 menit
- Cuci dengan air, keringkan dan periksa dengan pembesaran obyektif 100x

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 51


MI-2 Peran Petugas dalam Layanan IMS Menggunakan Laboratorium Sederhana

Pokok Bahasan 2.
PENATALAKSANAAN IMS DENGAN LABORATORIUM SEDERHANA

Secara umum ada 3 cara yang dapat digunakan dalam menegakkan diagnosis IMS
yang biasa dilakukan petugas kesehatan dengan masing-masing keuntungan dan
kerugiannya.

a. Pendekatan Etiologi/Penyebab
Pendekatan ini dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan laboratorium untuk
menentukan kuman penyebab penyakit.
Keuntungan dari cara ini ialah:
- Diagnosa dapat dilakukan dengan tepat karena berdasarkan penyebab penyakit
- Pengobatan tepat karena didasarkan atas diagnosa yang tepat
- Dapat mendiagnosa IMS asimtomatik
- Mencegah terjadinya pengobatan yang berlebihan (over treatment)
- Mencegah komplikasi dan resistensi karena diagnosa yang kurang tepat dan
kegagalan pengobatan

Cara ini adalah yang paling baik dalam melakukan penentuan diagnosis IMS tetapi
bukanlah yang paling ideal karena kekurangannya adalah:
- Membutuhkan fasilitas laboratorium
- Petugas harus cukup trampil
- Membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga pengobatan dapat terlambat
- Biaya yang relatif mahal

b. Pendekatan Klinis
Pendekatan ini dilakukan dengan menggunakan gejala dan keluhan yang spesifik
untuk menentukan IMS.
Keuntungan cara ini adalah:
- Diagnosa dapat dilakukan dengan cepat
- Biaya yang lebih murah
Kekurangannya adalah:
- Memerlukan pengalaman untuk melakukannya
- Tidak dapat membedakan penyebab infeksi campuran
- Komplikasi karena kegagalan pengobatan

c. Pendekatan sindrom
Pendekatan sindrom dilakukan dengan:
- Mengelompokkan kuman penyebab utama melalui sindrom klinis yang
ditimbulkannya
- Menggunakan bagan alur akan membantu petugas kesehatan menentukan
penyebab setiap sindrom.
- Mengobati penderita untuk semua penyebab utama yang berdampak timbulnya
sindrom
- Menjamin pasangan dari penderita harus diobati, dianjurkan untuk patuh
berobat, dianjurkan memakai kondom untuk menurunkan resiko penularan

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 52


MI-2 Peran Petugas dalam Layanan IMS Menggunakan Laboratorium Sederhana

Keuntungan cara ini adalah:


- Cepat
- Terapi diberikan hari yang sama
- Mengobati kuman penyebab utama
- Memutus rantai penularan
Kekurangannya adalah:
- Penegakkan diagnosis dan pengobatan yang berlebihan (over-diagnosis & over-
treatment)

Pokok Bahasan 3.
PROGRAM PEMANTAPAN MUTU

Untuk mencapai hasil pemeriksaan yang dapat dipertanggungjawabkan maka mutu


hasil pemeriksaan harus selalu dipantau dengan sistem kendali mutu yang baik.

Lima faktor yang mempengaruhi mutu hasil pemeriksaan yang harus diperhatikan
adalah:
- Peralatan yang baik dan tervalidasi
- Metode pemeriksaan yang memenuhi kriteria diagnosa dini
- Reagensia atau bahan kimia untuk menganalisa yang bermutu
- Petugas Laboratorium yang profesional dan bertanggung jawab
- Manajemen laboratorium yang berorientasi pada mutu hasil pemeriksaan

Pemilihan peralatan, metode pemeriksaan dan reagensia harus didasarkan suatu uji
evaluasi yang telah dilakukan.

Mutu reagensia yang digunakan sebagai bahan dasar pemeriksaan sangat


berpengaruh pada mutu hasil pemeriksaan. Untuk itu, pengawasan penggunaan
reagensia terutama pemantauan reagensia yang kadaluarsa harus diperhatikan.

Manajemen Pengendalian Mutu dibedakan menjadi :


a. Internal
Program Pengendalian Mutu Internal, meliputi 3 area, yaitu :
a) Tahap pre-analitik
Pengendalian mutu pre-analitik mencakup semua tahapan sebelum pemeriksaan
laboratorium dilakukan yaitu persiapan pasien dan pengambilan atau penanganan
spesimen (bahan pemeriksaan).

b) Tahap analitik
Program pengendalian dan pemantapan mutu meliputi semua upaya yang
dilakukan oleh Dinas Kesehatan yang bekerja sama dengan Lembaga
independen untuk menjamin agar mutu hasil pemeriksaan yang dikeluarkan oleh
Laboratorium sederhana klinik IMS dapat dipertanggungjawabkan.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 53


MI-2 Peran Petugas dalam Layanan IMS Menggunakan Laboratorium Sederhana

Upaya ini mencakup 3 aspek utama, yaitu :


1) Mutu reagen dan alat yang digunakan.
Upaya yang dilakukan meliputi pembuktian terhadap reagensia, pengecekan
dan pemeliharaan alat/instrumen secara terjadwal untuk meyakinkan bahwa
reagen dan alat/instrumen yang digunakan memenuhi syarat.

2) Ketelitian dan ketepatan pemeriksaan


Upaya yang dilakukan yaitu mengirimkan paling tidak 10% dari bahan
pemeriksaan beserta hasilnya yang dipilih secara acak kepada Lembaga/Balai
labkes/ PKM Rujukan secara rutin setiap bulannya untuk diperiksa ulang.

3) Mutu antar Laboratorium sederhana.


Walaupun jenis peralatan yang digunakan oleh setiap Laboratorium berbeda-
beda, namun mutu hasil yang dikeluarkan haruslah sama. Konsultan
Teknis/Quality Control (TQC) yang ditunjuk Dinas Kesehatan akan melakukan
Blind Testing yaitu dengan cara setiap bulan mengirimkan bahan pemeriksaan
yang telah diketahui hasilnya ke seluruh Laboratorium. Semua Laboratorium
mengerjakan bahan kontrol ini bersama-sama dengan pengerjaan untuk
sampel pasien, kemudian melaporkan hasilnya kembali ke konsultan TQC yang
ditunjuk Dinas Kesehatan.

c) Tahap post analitik


Upaya yang dilakukan yaitu dengan menyeragamkan penulisan hasil pemeriksaan
agar lebih mudah diartikan dalam menunjang diagnosa dan mengevaluasi serta
meningkatkan kecepatan serta ketepatan pemeriksaan yang dilakukan dengan
pelatihan dan kunjungan langsung serta menyebarkan angket kepada petugas
klinik lainnya

b. Eksternal
Mutu yang terjamin adalah suatu keyakinan yang diberikan oleh penyedia jasa
layanan kepada pelanggannya. Agar kegiatan yang dilaksanakan memenuhi kriteria
standar mutu termasuk layanan laboratorium diperlukan upaya pemantapan mutu
yang berbasis bukti yang dapat terukur.

Peningkatan mutu pemeriksaan laboratorium dilaksanakan melalui berbagai upaya,


antara lain peningkatan kemampuan manajemen dan kemampuan teknis tenaga
laboratorium, peningkatan teknologi laboratorium, peningkatan rujukan dan
peningkatan kegiatan pemantapan mutu.

Pemantapan mutu laboratorium ditujukan untuk menjamin ketelitian dan ketepatan


hasil pemeriksaan laboratorium dan untuk mendeteksi adanya penyimpangan.

Pemantapan Mutu Eksternal (PME) adalah kegiatan pemantapan mutu yang


diselenggaralan secara periodik oleh pihak lain di luar laboratorium yang
bersangkutan untuk memantau dan menilai penampilan suatu laboratorium di bidang
pemeriksaan tertentu. Penyelenggaraan PME dilaksanakan oleh pihak pemerintah,

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 54


MI-2 Peran Petugas dalam Layanan IMS Menggunakan Laboratorium Sederhana

swasta atau internasional dan diikuti oleh semua laboratorium, baik milik pemerintah
maupun swasta dan dikaitkan dengan akreditasi laboratorium kesehatan serta
perizinan laboratorium kesehatan swasta.
PME harus dilaksanakan sebagaimana kegiatan pemeriksaan yang biasa dilakukan
oleh petugas yang biasa melakukan pemeriksaan dengan reagen/peralatan/metode
yang biasa digunakan sehingga benar-benar dapat mencerminkan penampilan
laboratorium tersebut yang sebenarnya. Setiap nilai yang diperoleh dari
penyelenggara harus dicatat dan dievaluasi untuk mempertahankan mutu
pemeriksaan atau perbaikan-perbaikan yang diperlukan untuk peningkatan mutu
pemeriksaan.

Untuk menjaga mutu layanan, Puskesmas/Klinik harus proaktif berpartisipasi dalam


Pemantapan Mutu Eksternal yang dilaksanakan secara periodic satu tahun sekali
oleh Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik, berupa pengiriman blind sample
berupa serum/sample untuk diperiksa Sifilis dan atau HIV dan kemudian hasilnya di
evaluasi.

Kegiatan PME ini dapat dikoordinir oleh Dinas Kesehatan setempat untuk
selanjutnya bekerjasama dengan Balai Laboratorium Kesehatan Daerah/Provinsi
untuk penyelenggaraan PME untuk pemeriksaan sifilis dan HIV.

Pokok Bahasan 4.
PERAN PETUGAS DALAM LAYANAN IMS MENGGUNAKAN LABORATORIUM
SEDERHANA

Kerjasama tim dalam pemeriksaan laboratorium sederhana dimulai dari petugas


administrasi yaitu dengan menuliskan kode pada tabung darah, dan kaca obyek.
Petugas administrasi membawa tabung darah dan kaca obyek dan mengantarkan
pasien ke ruang periksa, beserta rekam medisnya.
Di ruang periksa dokter/perawat/bidan mengambil spesimen vagina dan servik untuk
pasien perempuan, dan anus/uretra untuk pasien laki-laki dan waria. Petugas di
ruang periksa membuat sediaan basah dan kering untuk diserahkan ke laboratotium,
beserta rekam medisnya. Pengambilan darah dapat dilakukan oleh petugas di ruang
periksa atau di laboratorium.
Petugas laboratorium segera melakukan pemeriksaan sesuai dengan sampel yang
diterima. Selesai melakukan pemeriksaan hasil dituliskan ke rekam medis untuk
diserahkan ke dokter di ruang terapi dan konseling.

R. Pendaftaran R. Pemeriksaan R. Laboratorium R. Terapi & Konseling

Rekam medis selalu menyertai pasien atau sampel di setiap ruangan sebagimana alur
tersebut di atas.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 55


MI-2 Peran Petugas dalam Layanan IMS Menggunakan Laboratorium Sederhana

IV. REFERENSI

1. Pelatihan Managemen Klinik Infeksi Menular Seksual untuk Analis Laboratorium,


FHI
2. Training Modules for the Syndromic Management of Sexually Transmitted
Infection, 2nd Edition, WHO, 2007
3. Pedoman Pelaksanaan Infeksi Menular Seksual, KemKes.RI, 2006
4. Penyakit Menular Seksual FKUI

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 56


MI.3 Pengenalan Penatalaksanaan IMS

MATERI INTI 3
PENGENALAN PENATALAKSANAAN IMS

I. POKOK BAHASAN

Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan berikut:


Pokok Bahasan 1. Pendekatan dalam penatalaksanaan IMS
Pokok Bahasan 2. Bagan alur dalam pendekatan sindrom
- Arti kotak-kotak dalam bagan alur
Pokok Bahasan 3. Sembilan Langkah penatalaksanaan IMS
- Langkah langkah penatalaksanaan IMS dengan
pendekatan sindrom.

LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

Pada sesi materi ini, peserta akan mempelajari 3 (tiga) pokok bahasan. Berikut ini
merupakan pedoman bagi fasilitator dan peserta dalam melaksanakan
pembelajaran.

Langkah 1
Agar substansi ini dapat dipahami sepenuhnya oleh peserta ciptakan suasana
belajar yang rileks dan menyenangkan serta suasana yang dapat memotivasi
peserta untuk mengikuti sesi ini. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai pada sesi ini dan menggali pengetahuan peserta tentang Penatalaksanaan
IMS dengan Pendekatan sindrom dan Laboratorium Sederhana.

Langkah 2
Pokok Bahasan 1.

Fasilitator menggali pengetahuan peserta mengenai pendekatan etiologis, klinis


dan sindrom. Selanjutnya fasilitator memandu pembahasan tentang Pendekatan
dalam penatalaksanaan IMS, menggunakan lembar kegiatan 1.

Langkah 3
Pokok Bahasan 2

Fasilitator mengajak peserta untuk memahami tentang bagan Alur dalam


Pendekatan Sindrom, serta arti setiap kotak dalam bagan alur tersebut. Lakukan
secara interaktif dan beri kesempatan peserta untuk tanya jawab.

Langkah 4
Pokok Bahasan 3

Fasilitator menggali pengetahuan peserta tentang sembilan (9) langkah


penatalaksanaan IMS . Selanjutnya fasilitator menjelaskan secara interaktif

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 57


MI.3 Pengenalan Penatalaksanaan IMS

tentang sembilan langkah penatalaksanaan IMS, sesuai dengan hasil penggantian


pendapat peserta. Fasilitator memberi kesempatan peserta untuk tanya jawab.

Langkah 4
Penutup

Fasilitator merangkum materi yang telah disampaikan dan menekankan langkah-


langkah penatalaksanaan IMS yang harus diambil sesuai dengan delapan (8)
bagan alur.

II. URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1.
PENDEKATAN DALAM PENATALAKSANAAN IMS

a. Tujuan penatalaksanaan IMS adalah :


1) Agar dapat dilakukan secara efektif di semua tingkat layanan kesehatan
2) Meningkatkan cakupan layanan IMS
3) Mengurangi penyebaran IMS
4) Mengurangi laju pertambahan infeksi HIV

Pada umumnya petugas layanan kesehatan akan menggunakan dua cara


pendekatan untuk mendiagnosis IMS, yaitu dengan:
Diagnosis etiologi (menentukan penyebab) menggunakan pemeriksaan
laboratorium dalam menentukan penyebab penyakitnya.

Diagnosis klinis (menggunakan pengenalan gejala klinis) untuk meneliti gejala


dan keluhan yang terjadi yang dianggap spesifik untuk IMS sesuai dengan yang
dirasakan oleh penderita dan dilihat oleh petugas kesehatan.

Diagnosis etiologis (penyebab) sering dianggap merupakan pendekatan yang paling


ideal dalam dunia kedokteran. Karena hal tersebut memungkinkan petugas
kesehatan untuk menegakkan diagnosis yang tepat kemudian memberikan
pengobatan secara tepat pula.

Namun demikian, dalam pelaksanaan diagnosis dan pengobatan IMS, dengan


menggunakan kedua cara tersebut yaitu berdasarkan etiologi & klinis, tetap saja
dihadapkan pada berbagai masalah dan hambatan.

WHO telah mengembangkan suatu bagan alur untuk penatalaksanaan kasus IMS
dengan pendekatan sindrom yang efektifitasnya 75%. Syndrom menurut terminologi
berarti kumpulan gejala dan tanda. Pengetahuan adanya sindrom yang berkaitan
dengan IMS dari seorang dengan kecurigaan IMS diperoleh dari hasil anamnesis
serta hasil pemeriksaan baik fisik maupun laboratorium. Dari kumpulan gejala yang

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 58


MI.3 Pengenalan Penatalaksanaan IMS

ditemukan tersebut dapat ditentukan IMS yang diderita, kemungkinan penyebabnya


serta penatalaksanaan selanjutnya (termasuk pengobatan, penatalaksanaan
pasangan seks dst).

Diagnosis dalam penatalaksanaan kasus IMS dilakukan dengan menggunakan


bagan alur. Informasi yang diperoleh dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik serta
hasil pemeriksaan laboratorium (bila tersedia) akan menjadi penuntun dalam
penegakan diagnosis IMS yang tepat.

b. Hubungan diagnosis, sindrom dan lab sederhana


Diagnosis etiologi IMS merupakan suatu masalah yang terjadi di banyak tempat.
Misalnya berkaitan dengan kendala waktu, ketersediaan sumber daya, pembiayaan
dan keterjangkauan pengobatan. Hal lainnya adalah beragamnya tingkat sensitivitas
dan spesifitas hasil tes laboratorium.

DIAGNOSIS ETIOLOGI KLINIS SINDROM dg


LAB.
SEDERHANA
SDM **** **** **
FASILITAS ***** ** ***
BIAYA/DANA ***** *** ***
WAKTU *** ** **
THERAPI ***** ** ***
Pendekatan yang ketiga untuk diagnosis IMS yang dikenal dengan sebutan
pendekatan sindrom dalam penatalaksanaan kasus IMS .

c. Pendekatan sindrom dalam penata-laksanaan kasus IMS, yaitu:


1) Mengelompokkan gejala dan tanda klinis yang ditimbulkan atas dasar kuman
penyebab utamanya.
2) Penggunaan bagan alur akan membantu petugas kesehatan dalam menentukan
penyebab dari setiap sindrom.
3) Memberikan pengobatan terhadap penderita IMS untuk semua penyebab utama
timbulnya sindrom tersebut.
4) Menjamin bahwa pasangan seksual dari penderita juga harus diobati, sedangkan
kepada setiap penderita dianjurkan untuk patuh berobat, dan menurunkan risiko
penularan, serta memberikan anjuran untuk menggunakan kondom.

d. Identifikasi Sindrom IMS


Meskipun IMS dapat disebabkan oleh berbagai mikro-organisme, namun setiap
mikro-organisme hanya terbatas menimbulkan beberapa sindrom tertentu saja.
Dalam definisi operasional: Sindrom adalah kumpulan keluhan dan gejala/tanda
khas yang ditemukan pada saat pemeriksaan penderita.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 59


MI.3 Pengenalan Penatalaksanaan IMS

Tabel di bawah ini, akan menjelaskan kepada kita, keluhan, gejala/tanda dari suatu
sindrom IMS dan penyebabnya.

Keluhan Gejala /Tanda


No. Sindrom (symptom) (sign) Penyakit

1 Duh tubuh Keputihan Duh tubuh VAGINITIS


vagina Gatal pada alat vagina Trikomoniasis
kelamin Kandidiasis
Nyeri saat kencing Bakterial
Nyeri saat vaginosis
bersetubuh SERVISITIS
Gonore
Non gonore
(Klamidiosis)

2 Duh tubuh Kencing nanah Duh tubuh uretra URETRITIS


uretra Nyeri / panas saat ( bila Gonore
kencing diperlukan Non gonore
tanyakan pada (Klamidiosis)
penderita
adanya
kencing
berwarna putih
susu/ nanah )

3 Ulkus genital Luka/koreng pada Ulkus pada Sifilis


alat kelamin kelamin Chancroid
Pembesaran Herpes genital
kelenjar getah
bening inguinal

4 Nyeri perut Nyeri perut bagian Duh tubuh Penyakit radang


bagian bawah bawah vagina panggul :
pada Nyeri saat Nyeri tekan pada (Penyebab utama:
perempuan bersetubuh perut N.gonorrhoea,
bagian bawah C.tracho-matis,
bakteri an aerob)

5 Pembengkakan Nyeri dan Pembengkakan Epididimitis :


skrotum pembengkakan skrotum (Penyebab utama:
skrotum N.gonorrhoea,
C.tracho-matis)

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 60


MI.3 Pengenalan Penatalaksanaan IMS

6 Bubo Inguinal Nyeri karena Pembengkakan Bubo :


pembengkakan kelenjar getah LGV
kelenjar getah bening inguinal Chancroid
bening inguinal

7 Konjungtivitis Pembengkakan Sembab pada Konjungtivitis :


neonatorum pada kelopak kelopak mata (Penyebab utama:
mata Duh tubuh mata N.gonorrhoea,
Duh tubuh mata C.tracho-matis)
Bayi tidak dapat
membuka mata

8 Tumbuhan/ Kutil/ daging Kutil seperti Kondiloma


vegetasi tumbuh pada alat jengger ayam akuminata
genital kelamin (penyebab: Human
papilloma virus)

Tujuan pendekatan sindrom dalam penatalaksanaan IMS adalah untuk


mengidentifikasi satu dari delapan sindrom yang ada kemudian menanganinya
sesuai dengan sindrom tersebut.

e. Penggunaan bagan alur sindrom IMS.


Kedelapan sindrom tersebut secara mudah dapat dikenali, sehingga memungkinkan
untuk mengikuti bagan alur dari setiap sindrom. Di setiap bagan alur yang ada, akan
menuntun dan mengarahkan kita secara cermat untuk menentukan dan
memutuskan apa yang harus kita lakukan dalam penatalaksanaan kasus IMS.
Melalui pelatihan, petugas pelayanan kesehatan tersebut akan dapat memahami
bahwa bagan alur tersebut mudah digunakan, sehingga hal ini memungkinkan
petugas pelayanan kesehatan yang tidak mempunyai keahlian dalam
penatalaksanaan IMS dapat menangani setiap kasus IMS dengan baik.

f. Manfaat penggunaan bagan alur IMS


1) Pengobatan dapat dilakukan secara cepat, sebab penderita IMS dapat
dilayani pada setiap sarana pelayanan kesehatan dasar, sehingga penderita
dapat segera diobati pada kunjungan pertama.

2) Jangkauan pengobatan menjadi lebih luas, sebab pengobatan dapat


dilakukan di banyak sarana pelayanan kesehatan dasar, sehingga dapat
meningkatkan jangkauan pelayanan.

3) Memberikan kesempatan kepada setiap penderita untuk mengenal upaya


peningkatan pelayanan, pengetahuan dan pencegahan penularan IMS, misalnya
melalui upaya edukasi, konseling dan promosi penggunaan kondom.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 61


MI.3 Pengenalan Penatalaksanaan IMS

Pokok Bahasan 2:
BAGAN ALUR DALAM PENDEKATAN SINDROM

a. Apa yang dimaksudkan dengan bagan alur ?


Bagan alur adalah kerangka alur cara pengambilan keputusan untuk melakukan
tindakan pengobatan. Dengan cara ini akan memandu petugas untuk mengambil
keputusan dan melakukan tindakan yang diperlukan. Untuk menetapkan keputusan
dari setiap langkah kegiatan ditempatkan dalam satu kotak yang mempunyai satu
atau dua jalur yang mengarahkan tindak lanjut ke kotak selanjutnya.

Didalam mempelajari setiap keluhan penderita, petugas kesehatan agar selalu


mengacu ke bagan alur yang sesuai, kemudian ditindak lanjuti/ dilaksanakan sesuai
pilihan dalam bagan alur yang dianjurkan.

Pada setiap bagan alur yang tersedia, selalu terdiri dari 3 langkah, yaitu:
1) Masalah klinis (selalu gunakan bagan alur yang sesuai dengan keluhan yang
dikemukakan penderita)
2) Keputusan yang perlu diambil.
3) Tindakan yang perlu dikerjakan.

b. Arti kotak-kotak dalam bagan alur

Kotak segi empat dengan sudut tumpul:


merupakan kotak masalah yang memberikan KOTAK MASALAH:
keterangan tentang keluhan dan gejala, dan KELUHAN & GEJALA
merupakan awal dari setiap bagan alur.

Kotak segi enam: merupakan kotak keputusan


yang selalu mempunyai dua alur keluar yang
mengarah ke kotak tindakan. Kedua alur itu KOTAK KEPUTUSAN
adalah alur ya dan alur tidak. YA ATAU TIDAK

Kotak segi empat dgn tepi tajam: merupakan


kotak tindakan. Kotak ini menunjukkan
KOTAK TINDAKAN
penatalaksanaan yang harus dilakukan.
/PENATALAKSANAAN

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 62


MI.3 Pengenalan Penatalaksanaan IMS

Pokok Bahasan 3:
SEMBILAN LANGKAH PENATALAKSANAAN IMS

a. Langkah-langkah penatalaksanaan IMS dengan pendekatan sindrom yaitu:


1) Anamnesis
2) Pemeriksaan fisik, pengambilan sampel dan pemeriksaan penunjang
3) Diagnosis dengan bagan alur (delapan )
4) Terapi
5) Edukasi dan konseling berkaitan dengan perilaku seksual
6) Promosi dan atau penyediaan kondom
7) Penatalaksanaan pasangan seksual
8) Pencatatan dan pelaporan
9) Tindaklanjut klinis

b. Penerapan dari penatalaksanaan IMS dengan pendekatan sindrom memakai


bagan alur adalah sebagai berikut:
1) Pertama, tanyakan keluhan IMS penderita
2) Kemudian pilih dan gunakan bagan alur yang sesuai dengan kotak masalah
klinis yang didasarkan pada Keluhan penderita: ........................
3) Kotak masalah klinis merupakan dasar atau awal dari kotak kegiatan yang
langkah berikutnya petugas diminta untuk melakukan pemeriksaan terhadap
penderita dan atau menanyakan tentang riwayat kejadian penyakit. Kerjakanlah
sesuai dengan yang dianjurkan dalam kotak.
4) Setelah melakukan anamnesis dan memeriksa penderita, petugas harus
mencari informasi lebih lanjut sebelum menetapkan pilihan ya atau tidak (mana
lebih tepat). Kemudian lanjutkan ke kotak keputusan.
5) Langkah selanjutnya tergantung kepada apa yang sudah anda putuskan, apakah
memilih kotak keputusan atau kotak kegiatan. Putuskan dengan tenang langkah
yang akan diambil, jangan sampai bingung dengan bagan alur yang rumit,
karena setiap tahap atau langkah anda hanya akan bekerja dengan satu kotak.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 63


MI.3 Pengenalan Penatalaksanaan IMS

Contoh :

Kotak Masalah Klinis


menyebutkan gejala. Kotak Keputusan selalu
mempunyai alur yang
Merupakan judul bagan alur mengarah ke kotak
Tindakan selanjutnya

Pasien dengan keluhan tumbuhan (vegetasi) genital

Anamnesis dan pemeriksaan genital

Setiap alur keluar akan menuju


ke Kotak Tindakan
Ada tumbuhan (vegetasi) Kotak ini menunjukkan
verukosa? bagaimana
penatalaksanaan kasus
Ya

o Obati sebagai kondiloma akuminata setiap minggu, dapat sampai 6


minggu
o Suluh pasien (KIE)
o Sediakan dan anjurkan pemakaian kondom
o Periksa mitra seksualnya
o Anjurkan konseling dan tes HIV bila fasilitas tersedia

tidak
Ada perbaikan?
Rujuk

ya

Teruskan pengobatan sampai sembuh

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 64


MI.3 Pengenalan Penatalaksanaan IMS

VI. REFERENSI

1. Pelayanan PMS Komprehensip Berkala pada Kelompok Wanita Berpreilaku Resti,


Depkes,2004
2. Buku Panduan Prosedur Operasional Buku Diagnostik Laboratorium Infeksi HIV
dan Oportunistik, Depkes RI Dirjen Bina Pelayanan Medik 2005
3. Pedoman Pelaksanaan Infeksi Menular Seksual, Depkes.RI, 2006
4. Training Modules for the Syndromic Management of Sexually Transmitted
Infection, 2nd Edition, WHO, 2007
5. Penyakit Menular Seksual FKUI
6. Modu Pelatihan Konseling dan Tes Sukarela HIV, Dirjen Pelayanan Medik dan
Direktorat Jendaral P2M dan PL
7. Laporan Hasil Survei Prevalensi ISR pada wanita penjaja Sek di Kupang,
Samarinda, Pontianank, Yogjakarta, Makassar dan Tangerang, Litbang Biomedis
dan Farmasi, Badan Penelian dan Pengembangan, Depkes 2009.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 65


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

MATERI INTI 4
ANAMNESIS, PEMERIKSAAN FISIK, PENGAMBILAN SAMPEL,
DIAGNOSIS, DAN PENGOBATAN

I. POKOK BAHASAN

Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan berikut:


Pokok Bahasan 1 : Anamnesis untuk penyakit IMS
Pokok Bahasan 2 : Pemeriksaan fisik dan pengambilan sampel untuk IMS
Pokok Bahasan 3 : Peran dan fungsi masing-masing tenaga dalam proses
penegakkan diagnosis dan penetapan pengobatan di layanan
IMS
Pokok Bahasan 4 : Diagnosis dan pengobatan IMS dengan pendekatan Sindrom dan
Laboratorium Sederhana

II. URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1.
ANAMNESIS

a. Tujuan Melakukan anamnesis


Anamnesis dilakukan untuk :
1) Membantu dalam penegakan diagnosis
2) Membantu menemukan faktor risiko pasien
3) Membantu mengidentifikasi pasangan seksual pasien tersebut

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka kita perlu memiliki keterampilan melakukan
komunikasi verbal; yaitu cara mengajukan pertanyaan pada pasien dan komunikasi
non verbal, yaitu keterampilan bahasa tubuh untuk menghadapi pasien. Tujuan
utama memiliki keterampilan tersebut adalah untuk membantu penderita merasa
dilayani dengan baik sehingga dapat tercipta suasana yang nyaman dan
menumbuhkan kepercayaan sehingga semua keterangan yang dibutuhkan untuk
penegakan diagnosis yang benar dapat diperoleh.

Kemampuan komunikasi yang digunakan pada anamnesis


Komunikasi Verbal
1) Pertanyaan terbuka, adalah suatu bentuk pertanyaan yang memungkinkan
penderita memberikan jawaban yang lebih panjang.
Contoh : Apa yang anda rasakan ?
Obat apa saja yang anda minum ?
2) Pertanyaan tertutup, adalah suatu bentuk pertanyaan yang jawabannya singkat
hanya satu kata, sering dengan kata ya atau tidak.
Contoh : Apakah pembengkakan itu sakit ?

Beberapa persyaratan dalam melakukan bentuk komunikasi verbal :


1) Kata-kata yang sopan

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 66


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

2) Kata-kata yang mudah dipahami


3) Ajukan setiap kali satu pertanyaan, jangan dua sekaligus
4) Hindari pertanyaan yang menghakimi

Dalam melaksanakan komunikasi verbal, pelajarilah kapan saat yang tepat untuk
mengajukan pertanyaan terbuka yang memungkinkan pasien memberikan jawaban
yang lebih panjang; dan kapan mengajukan pertanyaan tertutup.

Bentuk komunikasi verbal yang diajukan pada prinsipnya bermanfaat untuk:


1) memfasilitasi
2) mengarahkan
3) mengecek dan menyimpulkan
4) mengekspresikan empati
5) meyakinkan, serta
6) menyiratkan kemitraan.
Sementara bentuk komunikasi non verbal pada prinsipnya adalah bagaimana kita
menggunakan bahasa tubuh dalam menghadapi pasien.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum dan saat melakukan anamnesis
adalah :
- Lakukan anamnesis di tempat tenang dan jauh dari gangguan.
- Ciptakan suasana pribadi dengan mengutamakan kerahasiaan.
- Lakukan anamnesis dengan sopan
- Tunjukkan ketertarikan dan perhatian atas hal-hal yang dikatakan pasien.
- Jangan memutus pembicaraan.
- Sedapat mungkin gunakan keterampilan baik verbal maupun non verbal. Untuk
komunikasi verbal mulailah rangkaian anamnesis dengan pertanyaan terbuka;
dan akhiri dengan pertanyaan tertutup.

Berikut adalah informasi yang harus anda peroleh melalui anamnesis berkaitan
dengan IMS :
- Informasi umum, seperti : nama, umur, alamat, pekerjaan, status, jumlah anak,
pendidikan
- Keluhan utama
- Keluhan tambahan
- Riwayat perjalanan penyakit
- Riwayat seksual
- Kontak seksual tersangka dengan laki-laki/perempuan penjaja seks, teman,
pacar, suami/istri.
- Jenis kelamin pasangan seksual,
- Cara hubungan seksual dilakukan (genito genital, oro genital, ano genital,
oral ano - genital),
- Konsistensi Penggunaan kondom,
- Riwayat pengobatan

Untuk menggali adanya faktor risiko perlu ditanyakan pula hal-hal sebagai berikut:

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 67


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

1) Untuk laki-laki, Apakah :


- Pasangan seksual lebih dari satu dalam sebulan terakhir
- Berhubungan seksual dengan penjaja seks dalam 1 bulan terakhir
- Mengalami satu atau lebih episode IMS dalam 1 bulan terakhir
- Perilaku istri/pasangan seksual berisiko tinggi.
2) Untuk perempuan, Apakah :
- suami/pasangan seksual menderita IMS
- suami/pasangan seksual pasien sendiri mempunyai pasangan seksual lebih
dari satu dalam 1 bulan terakhir.
- Mempunyai pasangan seksual baru dalam 3 bulan terakhir,
- Mengalami satu atau lebih episode IMS dalam 1 bulan terakhir,
- Perilaku suami / pasangan seksual berisiko tinggi.

Berdasarkan penelitian faktor risiko oleh WHO, pasien dianggap berperilaku berisiko
tinggi bila terdapat jawaban ya untuk satu atau lebih pertanyaan di atas.
Pokok Bahasan 2:
PEMERIKSAAN FISIK dan PENGAMBILAN SAMPEL

Pemeriksaan fisik dan pengambilan sampel dilakukan setelah melakukan anamnesis


secara lengkap. Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk memperoleh tanda-tanda yang
berhubungan dengan IMS. Pengambilan sampel dilakukan untuk mendapatkan
spesimen guna pemeriksaan laboratorium. Kedua hal tersebut membantu penegakan
diagnosis yang tepat.

Pemeriksaan fisik dan pengambilan sampel harus dilakukan di ruang periksa yang
terjaga kenyamanan dan kerahasiaannya.

Berikut adalah beberapa persyaratan sebelum melakukan pemeriksaan fisik terhadap


pasien dengan risiko IMS:
a. Pemeriksaan yang berkaitan dengan IMS umumnya dilakukan di daerah genitalia,
sebaiknya pemeriksa didampingi oleh seorang tenaga kesehatan lain. (Bila
pemeriksaan dilakukan terhadap pasien perempuan, pemeriksa didampingi oleh
tenaga kesehatan perempuan; dan terhadap pasien laki-laki, pemeriksa dapat
didampingi baik oleh tenaga kesehatan laki-laki maupun perempuan).
b. Pasien harus membuka pakaian dalamnya agar pemeriksaan lebih menyeluruh.
c. Bila Pasien adalah perempuan, agar berbaring pada meja ginekologi dengan posisi
lithotomi.
d. Bila pasiennya adalah laki-laki pemeriksaan dapat dilakukan baik dalam keadaan
duduk maupun berdiri.
e. Lakukan prosedur pemeriksaan seperti pada umumnya, mulailah dengan inspeksi,
kemudian palpasi.
f. Gunakan selalu sarung tangan.

Bilamana tersedia fasilitas laboratorium, pada saat pemeriksaan fisik dilakukan dapat
sekaligus dilakukan pengambilan sampel untuk bahan pemeriksaan laboratorium.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 68


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

Berikut adalah prosedur dalam melaksanakan pemeriksaan (sekaligus) pengambilan


spesimen (sampel) :
a. Pemeriksaan fisik pada perempuan
1. Kenalkan diri pada pasien dan jelaskan posisi Anda di klinik IMS
2. Menganamnesis keluhan pasien dan mengisi CM.
3. Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan, adalah:
a. Menaiki meja pemeriksaan
b. Pasien membuka pakaian dalamnya
c. Pemeriksaan fisik
d. Tujuan pengambilan sediaan
e. Cara pengambilan sediaan
f. Berapa lama harus menunggu hasil
4. Setelah membuka pakaian dalam, minta pasien untuk naik ke meja pemeriksaan,
bimbing pasien untuk mendapatkan posisi yang baik dalam melakukan
pemeriksaan
5. Tutupi bagian bawah tubuh pasien dengan selimut atau kain untuk membuat
pasien lebih nyaman
6. Tenangkan pasien, beri dukungan, minta pasien untuk rileks dan petugas
memulai pemeriksaan fisik.
7. Lakukan pemeriksaan bagian mulut dan kelenjar getah bening yang terkait,
telapak tangan dan telapak kaki
8. Inspeksi dan palpasi perut bagian bawah, amati ekspresi pasien apakah tampak
kesakitan
9. Inspeksi dan palpasi kelenjar inguinal, apakah ada pembesaran dan atau tanda
radang
10. Inspeksi genitalia eksterna, amati adanya kelainan atau gangguan (misal: ada
kutu, luka /ulkus, benjolan dan duh tubuh)
11. Lakukan pemeriksaan dengan spekulum.
12. Ambil sediaan sampel vagina dengan cotton aplicator untuk pemeriksaan
sediaan basah NaCl & KOH
a. Ambil lidi kapas steril yang pertama
b. Bersihkan sekitar mulut serviks/rahim dengan lidi kapas steril kemudian ke
fornix posterior dan dinding vagina.
c. Slide diletakkan di meja jika tidak ada asisten, jika ada asisten pembuatan
preparat dapat dilakukan oleh asisten.
d. Dari lidi kapas pertama ini buatlah apusan berupa dua lingkaran kecil
pada sisi kanan dan kiri slide untuk pemeriksaan sediaan basah, olesan
jangan terlalu tebal atau tipis.
e. Lakukan pemeriksaan keasaman vagina dengan menempelkan lidi kapas
yang telah digunakan untuk mengambil sediaan dari forniks dan dinding
vagina pada kertas pH
f. Buang lidi kapas yang sudah digunakan ke dalam tempat sampah
infeksius

Sediaan dari Fornik


posterior & dinding vagina

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 69


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

13. Keluarkan spekulum dan teteskah KOH ke cairan yang ada di bagian ujung
spekulum
14. Segera identifikasi apakah ada bau amis yang keluar
15. Masukan speculum bekas ke dalam ember yang berisi larutan chlorin 0,5%
16. Lakukan vaginal toucher, rasakan adanya kelainan atau gangguan, catat apakah
ada nyeri goyang serviks.
17. Catatan: perlakuan sebelum dan sesudah pemeriksaan, seperti cuci tangan dll.
18. Minta pasien untuk memakai pakaiannya kembali
19. Minta pasien untuk menunggu hasil
20. Catat semua hasil pemeriksaan dan asal spesimen (lingkari vagina) pada CM,
21. Bawa ke ruang laboratorium bersama slide dan pastikan semua sudah ada kode
yang sama dengan kode CM pasien

Catatan: tidak dilakukan pengambilan sampel vagina jika pasien sedang menstruasi

b. Pemeriksaan fisik pada laki-laki dan waria


1. Point 1 3 perlakuan sama seperti pada pasien perempuan
2. Pasien minta duduk di tepi tempat tidur agar merasa rileks kemudian petugas
melakukan pemeriksaan fisik
3. Lakukan pemeriksaan bagian mulut dan kelenjar getah bening yang terkait,
inspeksi telapak tangan dan telapak kaki
4. Pasien diminta membuka celana termasuk celana dalamnya sampai lutut dan
mulai melakukan pemeriksaan fisik genital
5. Inspeksi dan palpasi kelenjar inguinal, apakah ada pembesaran dan atau tanda
radang
6. Inspeksi genitalia eksterna, amati adanya kelainan atau gangguan (misal: ada
kutu, luka /ulkus, benjolan dan duh tubuh)
7. Laki-laki yang melakukan teknik seksual genito-genital dan anogenital yang
insertif akan dilakukan pengambilan sampel pada uretra
8. Ambil sediaan sampel uretra untuk pemeriksaan sediaan kering Metilen Blue
atau Gram
a. Sebelum ambil sampel uretra diminta pasien untuk melakukan milking
dengan cara mengurut penis 3 5 kali mulai dari pangkal sampai ujung
untuk mendapatkan sejumlah cairan dari uretra, kemudian arahkan posisi
penis tegak ke atas dengan dipegang oleh pasien
b. Pakai sarung tangan
c. Ambil lidi kapas steril yang pertama
d. Masukkan ke dalam lubang uretra posisi tegak sesuai arah penis, pelan-
pelan, kemudian putar serah jarum jam 2 3 kali untuk mendapatkan
sampel yang cukup
e. Slide diletakkan di meja jika tidak ada asisten, jika ada asisten pembuatan
preparat dapat dilakukan oleh asisten.
f. Dari lidi kapas pertama ini buatlah apusan sekali jadi dari kiri ke kanan
jangan terlalu tebal atau tipis. Dan tuliskan u = uretra pada label slide

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 70


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

g. Buang lidi kapas yang sudah digunakan ke dalam tempat sampah


infeksius

Sediaan dari uretra

9. Jika laki-laki yang melakukan teknis seksual anogenital tipe receptif akan
dilakakukan pengambilan sampel pada anus dengan anuskopi
10. Lakukan inspeksi daerah anus, catat bila ada duh, luka, tumbuhan/vegetasi
anus, dan kelainan lain
11. Ambil sediaan sampel anus dengan sebelumnya pasien sudah buang air
besar untuk pemeriksaan sediaan kering Metilen Blue atau Gram
a. Pasien diminta tidur dengan posisi simp atau miring ke kiri
b. Pakai sarung tangan ambil anuskopi dengan posisi trochard di dalamnya
dan olesi dengan lubrikan mulai dari pangkal sampai ujung
c. Sekitar anus pasien juga diolesi dengan lubrikan
d. Tangan kanan pasien diminta untuk membantu menarik pantat ke atas
dan tangan kiri petugas kesehatan membantu menarik pantat ke bawah
sehingga anus terlihat dengan jelas dan memudahkan untuk masuknya
anuskopi
e. Masukkan anuskopi yang terkunci perlahan-lahan ke arah pusar pasien
sampai pangkal
f. Keluarkan trochardnya dan masukkan dalam ember yang sudah di-isi
larutan klrorin 0,5%
g. Lihat dinding anus dengan senter, catat bila ada keputihan, darah,
benjolan, atau kelainan lain di catatan medis
h. Ambil lidi kapas kedua dan masukan ke dalam anus
i. Ambil sample anus dengan cara putar kapas lidi sebanyak 3 5 putaran
j. Kemudian tarik kapas lidi perlahan-lahan
k. Slide diletakkan di meja jika tidak ada asisten, jika ada asisten pembuatan
preparat dapat dilakukan oleh asisten.
l. Dari lidi kapas kedua ini buatlah apusan sekali jadi dari kiri ke kanan
jangan terlalu tebal atau tipis, dan tuliskan a = anus pada label slide
m. Buang lidi kapas yang sudah digunakan ke dalam tempat sampah
infeksius
n. Keluarkan anuskopi pelahan-lahan sambil melihat jika ada kelainan pada
dinding anus dan catat pada catatan medis
o. Masukkan anuskopi bekas pakai dalam ember yang sudah di-isi larutan
klrorin 0,5%

Sediaan dari anus


anusanusendoserviks

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 71


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

12. Lakukan rectal toucher, rasakan adanya kelainan atau pembesaran prostat,
konsistensi dan catat di catatan medis jika ditemukan adanya kelainan.
13. Catatan: perlakuan sebelum dan sesudah pemeriksaan, seperti cuci tangan dll.
14. Minta pasien untuk memakai celana/pakaiannya kembali
15. Minta pasien untuk menunggu hasil
16. Catat semua hasil pemeriksaan dan asal spesimen (lingkari uretra/anus) pada
CM,
17. Bawa ke ruang laboratorium bersama slide dan pastikan semua sudah ada kode
yang sama dengan kode CM pasien

Terapkan kewaspadaan universal pada setiap kegiatan termasuk pada pemeriksaan


fisik dan pengambilan sampel.

Kewaspadaan universal merupakan upaya pengendalian infeksi yang harus diterapkan


dalam pelayanan kesehatan kepada semua pasien, setiap waktu, untuk mengurangi
risiko infeksi yang ditularkan melalui darah.

Bagian dari kewaspadaan universal untuk layanan IMS, petugas harus melakukan
sterilisasi spekulum dan anuskopi dengan klorin, dan berikut cara membuat larutan
klorin 0,5 %, larutan ini dibuat baru setiap harinya untuk di ruang pemeriksaan :

Alat dan Bahan:


- chlorin
- air
- ember
- botol takar/wadah takar

Cara Membuat Larutan chlorin 0,5% :


1. Siapkan alat dan bahan: ember, chlorin 5% (Bayclin), dan air.
2. Campurkan 1 bagian chlorine dengan 9 bagian air; (contoh: 1 botol chlorine
dengan 9 botol air; botol harus sama).
3. Ganti larutan chlorine ketika larutan sudah terlihat kotor.
4. Setiap hari buatlah larutan chlorine yang baru.

Berikut adalah beberapa hal yang menyangkut kewaspadaan universal :


a. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum dan sesudah melakukan
tindakan (pemeriksaan/perawatan)
b. Penggunaan alat pelindung yang sesuai untuk setiap tindakan , di layanan IMS
dapat berupa : sarung tangan, celemek (optional), untuk setiap kontak dengan darah
atau cairan tubuh lain.
c. Pengelolaan dan pembuangan alat tajam dengan hati-hati.
d. Pengelolaan limbah yang tercemar oleh darah atau cairan tubuh dengan aman
e. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai dengan melakukan dekontaminasi,
desinfeksi dan sterilisasi dengan benar
f. Pengelolaan linen yang tercemar dengan benar.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 72


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

Pokok Bahasan 3.
PERAN DAN FUNGSI MASING-MASING TENAGA DALAM PROSES PENEGAKKAN
DIAGNOSIS DAN PENETAPAN PENGOBATAN DI LAYANAN IMS

Untuk menjalankan layanan klinik IMS minimal dibutuhkan 4 tenaga yang terdiri dari :
a. Dokter yang berperan sebagai klinisi dapat berfungsi dalam melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pengambilan sampel, menegakkan diagnosis, memberikan
konseling dan pengobatan.
b. Perawat/bidan berfungsi dalam melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pengambilan sampel. Dapat menentukan diagnosis, merujuk kepada dokter untuk
memberikan pengobatan sesuai petunjuk dokter dan melakukan konseling.
c. Petugas laboratorium sebagai tenaga pemeriksa laboratorium berfungsi dalam
memeriksa IMS dari sampel darah, vagina, penis, dan anus.
d. Admin sebagai tenaga administrasi berfungsi melakukan anamnesis umum,
melakukan penyimpanan dan kompilasi data.

Dalam situasi dan kondisi tertentu, dapat dilakukan pendelegasian peran dan fungsi
tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pokok Bahasan 4.
DIAGNOSIS IMS DENGAN PENDEKATAN SINDROM & LABORATORIUM
SEDERHANA

Ada 8 (delapan) bagan alur diagnosis IMS dengan pendekatan sindrom yaitu:
a. Duh tubuh urethra
b. Duh tubuh vagina
c. Ulkus genitalia
d. Penyakit radang panggul
e. Pembengkakan skrotum
f. Bubo inguinal
g. Konjungtivitis neonatorum
h. Vegetasi genital

a. Duh tubuh uretra


Contoh kasus:
Seorang laki-laki datang ke klinik dengan keluhan keluarnya cairan abnormal dari
penisnya.

Gunakan bagan untuk duh tubuh uretra berikut ini:

Bagan alur 1: Duh Tubuh Uretra Pria

Penderita dgn keluhan duh tubuh


uretra atau nyeri pd saat kencing

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 73


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

Lakukan anamnesis, tanyakan faktor risiko


dan pemeriksaan fisik

urut uretra bila perlu (milking) Suluh penderita (KIE)


Sediakan dan anjurkan
pemakaian kondom
t
tidak tidak Tawarkan konseling &
Tampak duh tubuh Tampak ulkus ? test HIV bila fasilitas
tersedia
uretra?
Anjurkan untuk
kembali bila sesudah 7
ya hari gejala menetap
ya

Obati sebagai uretritis gonore


bersamaan dengan uretritis non-
gonore (klamidiosis)
Suluh penderita (KIE)
Penatalaksaan seperti ulkus
Sediakan dan anjurkan pemakaian
kondom
Tawarkan konseling & test HIV bila
fasilitias tersedia
Obati mitra seksual sebagai ureteritis Risiko (+) bila mempunyai
gonore dan non- gonore satu atau lebih faktor risiko
di bawah ini.
Anjurkan untuk kembali bila sesudah
1. Mitra seksual > 1
7 hari gejala menetap.
dalam 1 bulan terakhir
2. Berhubungan seksual
dengan penjaja seks
tidak dalam 1 bulan terakhir
Rujuk
Perbaikan dalam 7 hari? 3. Mengalami 1/ lebih
episode IMS dalam 1
bulan terakhir.
ya 4. Perilaku isteri/ mitra
seksual berisiko
Pengobatan selesai tinggi.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 74


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

Bagan alur 2: Duh Tubuh Uretra pada Pria dengan Pemeriksaan Mikroskop

Penderita dgn keluhan duh tubuh uretra atau


nyeri pd saat kencing Suluh penderita (KIE)
Sediakan dan anjurkan
kondom
Konseling & tes HIV
Lakukan anamnesis tanyakan, faktor risiko dan STS bila fasilitas
dan pemeriksaan genital, urut uretra bila perlu (milking) DAN tersedia
pewarnaan GRAM dari duh tubuh uretra Anjurkan untuk
kembali bila sesudah 7
hari gejala menetap
dengan menahan
tidak tidak
Ada PMN > 5/ kencing 3 jam sebelum
Ada diplokokus Gram lpb pd duh tubuh pemeriksaan.
negatif intrasel? uretra ?
ya
ya
Obati sebagai uretritis gonore Obati sebagai uretritis non-gonore
bersamaan dengan uretritis non- (klamidiosis)
gonore (klamidiosis)

Suluh penderita (KIE) Risiko (+) bila mempunyai


Sediakan dan anjurkan pemakaian kondom satu atau lebih faktor risiko
Tawarkan konseling & test HIV bila fasilitas tersedia di bawah ini.
Obati mitra seksual sama dengan penderita 1. Mitra seksual > 1 dalam
1 bulan terakhir
2. Berhubungan seksual
dengan penjaja seks
dalam 1 bulan terakhir.
tidak 3. Mengalami 1/ lebih
Perbaikan dalam 7 episode IMS dalam 1
Rujuk
hari? bulan terakhir.
4. Perilaku isteri/ mitra
ya seksual berisiko tinggi.

Pengobatan selesai

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 75


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

Bagan alur 3: Duh Tubuh Uretra pada Pria dengan Pemeriksaan Mikroskop dan
Laboratorium Khusus

Penderita dgn keluhan duh tubuh


uretra atau nyeri pd saat kencing

Lakukan anamnesis tanyakan, faktor risiko Suluh penderita


dan pemeriksaan genital, urut uretra bila perlu (milking) DAN (KIE)
pewarnaan Gram dari duh uretra Sediakan dan
anjurkan kondom
Konseling & tes
HIV dan STS bila
tidak tidak fasilitas tersedia
Ada diplokokus GRAM Ada PMN > 5/ lpb Anjurkan penderita
negative intra-sel ? untuk kembali bila
gejala menetap
ya ya dengan menahan
kencing 3 jam
Obati sebagai ureteritis non- sebelum
Obati sebagai ureteritis gonore gonore (klamidiosis) pemeriksaan.
bersamaan dengan uretritis
non-gonore (klamidiosis) Suluh penderita (KIE)
Sediakan dan anjurkan
Lakukan biakan kuman/ tes kondom
sensitivitas Tawarkan konseling & test
Suluh penderita (KIE) HIV bila fasilitias tersedia
Sediakan dan anjurkan Obati mitra seksual sama
kondom dengan penderita
Tawarkan konseling & test
HIV bila fasilitias tersedia
Obati mitra seksual sama
dengan penderita

Ada PMN > 5/ lpb tidak


tidak dalam duh tubuh Pengobat
Ada diplokokus GRAM Pengobat uretra pd pada an selesai
negatif intrasel pada an selesai hari ke 7 ?
hari ke 7 ?

ya ya

Obati sesuai hasil Rujuk / pemeriksaan dengan ELISA


biakan/ tes/ sensitivitas klamidia atau mikroplas

Risiko (+) bila mempunyai satu atau lebih faktor risiko di bawah
ini.
1. Mitra seksual > 1 dalam 1 bulan terakhir
2. Berhubungan seksual dengan wanita penjaja seks dalam 1 bulan
terakhir
3. Mengalami 1/ lebih episode IMS dalam 1 bulan terakhir.
4. Perilaku isteri/ mitra seksual berisiko tinggi.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 76


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

Pengobatan ureteritis gonore Pengobatan ureteritis non- gonore

Pilihlah salah satu dari beberapa cara pengobatan yang dianjurkan di bawah ini

Sefiksim 400 mg per oral, dosis tunggal atau Azitromisin 1 g per oral, dosis tunggal atau
Levofloksasin *) 250 mg per oral dosis tunggal
)
Doksisiklin * 100 mg per oral, 2 kali sehari selama 7 hari

Pilihan pengobatan lain

Kanamisin 2 gr intra muskular dosis tunggal atau Tetrasiklin *) 500 mg per oral, 4 kali sehari selama 7 hari,
Spektinomisin 2gr intra muskular dosis tunggal atau atau
Tiamfenikol *) 3,5 gr per oral dosis tunggal Eritromisin 500 mg per oral, 4 kali sehari selama 7 hari
(Bila ada kontra indikasi tetrasiklin **))

Pengobatan Trichomonas vaginalis

Pengobatan yang dianjurkan Pilihan pengobatan lain

Metronidazol, 2 g per oral, dosis tunggal, Metronidazol, 400 atau 500 mg per oral, 2 kali sehari,
atau selama 7 hari, atau
Tinidazol, 2 g per oral, dosis tunggal. Tinidazol, 500 mg per oral, 2 kali sehari, selama 5 hari

*) Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui, anak di bawah 12 tahun .

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 77


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

b. Duh tubuh vagina


Dalam keadaan normal umumnya perempuan akan mengeluarkan sedikit cairan
vagina, yang merupakan keadaan fisiologis. Sekresi vagina ini dapat meningkat
selama fase tertentu siklus haid, selama dan sesudah melakukan hubungan seksual
dan selama kehamilan serta menyusui. Biasanya seorang perempuan mengeluh
adanya cairan vagina hanya jika dirasakan tidak seperti biasanya atau jika
menimbulkan gatal atau rasa tidak nyaman. Pada umumnya mereka tidak akan
mencari pengobatan untuk keadaan yang fisiologis.

Pengobatan sindrom duh tubuh vagina karena infeksi serviks yang dianjurkan:

Pengobatan untuk gonore tanpa komplikasi


DITAMBAH

Pengobatan untuk klamidiosis

Pengobatan sindrom duh tubuh vagina karena vaginitis yang dianjurkan:

Pengobatan untuk vaginosis bakterial


DITAMBAH,

Pengobatan untuk Trichomonas vaginalis


DAN, BILA ADA INDIKASI,

Pengobatan untuk Candida albicans

Pengobatan sindrom duh tubuh vagina karena servisitis

Pengobatan servisitis gonore Pengobatan servisitis non- gonore

Pilihlah salah satu dari beberapa cara pengobatan yang dianjurkan di bawah ini

Sefiksim 400 mg per oral, dosis tunggal atau Azitromisin 1 g per oral, dosis tunggal atau
Levofloksasin *) 250 mg per oral dosis tunggal
)
Doksisiklin * 100 mg per oral, 2 kali sehari selama 7 hari

Pilihan pengobatan lain

Kanamisin 2 gr intra muskular dosis tunggal atau Tetrasiklin *) 500 mg per oral, 4 kali sehari selama 7 hari,
Spektinomisin 2gr intra muskular dosis tunggal atau atau
Tiamfenikol *) 3,5 gr per oral dosis tunggal Eritromisin 500 mg per oral, 4 kali sehari selama 7 hari
(Bila ada kontra indikasi tetrasiklin **))

*) Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui, anak di bawah 12 tahun

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 78


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

Pengobatan sindrom duh tubuh vagina karena vaginitis

Trichomonas vaginalis Vaginosis bakterial (bukan IMS) Candida albicans (bukan IMS)

Pilihlah salah satu dari beberapa cara pengobatan yang dianjurkan di bawah ini

Metronidazol, 2 g per oral, dosis tunggal Metronidazol, 400 atau 500 mg, 2 kali sehari, Mikonazol atau klotrimazol, 200 mg, intra
selama 7 hari. vagina, setiap hari, selama 3 hari, ATAU
ATAU Klotrimazol, 500 mg, intra vagina, dosis tunggal,
ATAU
Tinidazol, 2 g, per oral, dosis tunggal Flukonazol, 150 mg, per oral, dosis tunggal,
ATAU
Itrakonazol, 200 mg, per oral, 2 kali sehari, dosis
tunggal

Pilihan pengobatan lain

Metronidazol, 400 atau 500 mg per oral, 2 kali Metronidazol, 2 g, per oral, dosis tunggal, Nistatin, 100.000 IU, intra vagina, setiap hari,
sehari, selama 7 hari, ATAU selama 14 hari
ATAU Klindamisin, 300 mg, per oral, 2 kali sehari
Tinidazol, 500 mg, per oral, 2 kali sehari, selama selama 7 hari,
5 hari. ATAU
Metronidazol gel 0,75%, 5 g, 2 kali sehari intra
vagina, selama 5 hari ***)
Klindamisin krim vagina 2%, 5 g, intra vaginal
sebelum tidur, selama 7 hari ***)

***) Belum tersedia di Indonesia

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 79


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

Bagan alur 4: Duh Tubuh Vagina (pemeriksaan dengan cara sindrom)

Penderita dengan keluhan duh tubuh vagina atau gatal/rasa terbakar pd

Anamnesis: riwayat penyakit, pasangan menderita IMS, pemeriksaan palpasi.

Ya
Gunakan bagan alur nyeri perut
Pemeriksaan : Ada nyeri
perut bagian bawah? bagian bawah

tidak
tidak Obati sebagai vaginitis : vaginitis
Ada faktor risiko?
bakterial dan kandidiasis

Ya Suluh penderita (KIE)


Sediakan dan anjurkan pemakaian kondom
Obati sebagai servisitis gonore, klamidiosis Anjurkan konseling dan tes STS& HIV bila fasilitas
dan trikomoniasis tersedia.

Suluh penderita (KIE)


Sediakan dan anjurkan pemakaian
kondom
Obati pasangan sebagai gonore dan
klamidiosis.
Anjurkan konseling dan tes HIV bila
fasilitas tersedia.

Hilangnya tidak Hilangnya tidak


keluhan pd keluhan pd Obati penderita sebagai
hari ke 7 ? Rujuk hari ke 7? servisitis gonore,
klamidiosis dan

tidak
Hilangnya
Ya Ya keluhan
pd hari ke

Ya Rujuk

Pengobatan selesai

Risiko (+) bila memiliki satu atau lebih faktor risiko dibawah ini.
1. Suami/ mitra seksual menderita IMS.
2. Suami/ mitra seksual/ penderita sendiri mempunyai pasangan >1 dalam I bulan
terakhir
3. Mempunyai pasangan baru dalam 3 bulan terakhir.
4. Mengalami 1/ lebih episode IMS dalam 1 tahun terakhir.
5. Pekerjaan suami/ mitra seksual berisiko tinggi.

*) seperti susu basi atau santan pecah


Faktor risiko perlu memperhatikan kondisi sosial, kebiasaan dan epidemiologi penyakit setempat.

Untuk pengobatan lihat halaman sebelumnya.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 80


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

Bagan alur 5: Duh Tubuh Vagina (pemeriksaan menggunakan spekulum)

Penderita dengan keluhan duh tubuh vagina atau gatal/rasa terbakar pd

Anamnesis: riwayat penyakit, pemeriksaan dengan spekulum & bimanual.

Pemeriksaan: Ada nyeri Ya


perut bagian bawah? Gunakan bagan alur nyeri perut
bagian bawah

tidak
tidak
Suluh penderita (KIE)
Spekulum: Ada duh tubuh Sediakan dan anjurkan pemakaian kondom
serviks atau vaginal? Anjurkan konseling dan tes STS& HIV bila fasilitas
tersedia.

Ya
tidak
Ada duh tubuh serviks
yang mukopurulen?
Obati sebagai vaginitis: vaginitis
bakterial dan kandidiasis
Suluh penderita (KIE)
Sediakan dan anjurkan pemakaian kondom
Ya Anjurkan konseling dan tes HIV bila fasilitas tersedia.

Obati sebagai servisitis gonore, klamidiosis


dan trikomoniasis

Suluh penderita (KIE)


Sediakan dan anjurkan pemakaian
kondom
Obati pasangan sebagai gonore dan
klamidiosis.
Anjurkan konseling dan tes HIV bila
fasilitas tersedia.

Hilangnya
tidak tidak Obati penderita sebagai
Hilangnya
keluhan pd Rujuk servisitis gonore,
keluhan pd
hari ke 7 ? klamidiosis dan
hari ke 7?

Hilangnya
Ya Ya keluhan tidak
pd hari ke

Ya Rujuk
Pengobatan selesai

Untuk pengobatan lihat halaman sebelumnya.

Spekulum menggantikan fungsi anamnesis untuk mencari faktor risiko untuk membedakan
servisitis dan vaginitis

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 81


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

Bagan alur 6: Duh Tubuh Vagina (pemeriksaan menggunakan spekulum dan mikroskop)

Penderita dengan keluhan duh tubuh vagina atau gatal/rasa terbakar pd

Anamnesis: riwayat penyakit, pemeriksaan dengan spekulum, bimanual dan mikroskop.

Ya
Gunakan bagan alur nyeri
Pemeriksaan: Ada nyeri
perut bagian bawah? perut bagian bawah

tidak
tidak Suluh penderita (KIE)
Sediakan dan anjurkan pemakaian kondom
Spekulum: Ada duh tubuh
Anjurkan konseling dan tes STS& HIV bila fasilitas
serviks atau vaginal?
tersedia.

Ya

Buat sediaan basah dari cairan forniks posterior, sediaan Gram dari serviks dan vagina

Ada diplokok Ada gerakan Ada clue cells Ada sel ragi atau
negatif Gram pada pemeriksaan pseudohifa pd
Trichomonas
intrasel pada Gram cairan
vaginalis pada pemeriksaan
pemeriksaan
vagina? Gram cairan
Gram mukopus
sediaan basah
pH > 4.5
serviks? cairan forniks vagina?
tes amine(+ ) ?
posterior?
tidak tidak tidak
Ya Ya
Ya Ya tidak

Obati sebagai Obati sebagai Obati sebagai Obati sebagai


gonore dan trikomoniasis vaginosis kandiidasis
klamidiosis bakterial

Suluh penderita (KIE)


Sediakan dan anjurkan pemakaian kondom
Anjurkan konseling dan tes HIV bila fasilitas tersedia
Konsul ulang bila perlu

Hilangnya tidak Hilangnya tidak Obati sebagai servisitis


keluhan pd keluhan pd
Rujuk gonore, & klamidiosis
hari ke 7 ? hari ke 7 ?

Ya Ya Hilangnya tidak Rujuk


keluhan pd
hari ke 7?

Ya
Pengobatan selesai

Untuk pengobatan lihat halaman sebelumnya.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 82


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

Perbedaan antara vaginitis dan servisitis

VAGINITIS SERVISITIS
Disebabkan oleh trikomoniasis, Disebabkan oleh gonore dan klamidiosis
kandidiasis dan vaginosis bakterial.
Paling sering sebagai penyebab duh Jarang sebagai penyebab duh tubuh
tubuh vagina vagina
Mudah didiagnosis Sulit didiagnosis

Tak ada komplikasi Banyak komplikasi

Tak perlu mengobati mitra seksual Mitra perlu diobati

Namun sangat disayangkan bahwa tidak mudah untuk membedakan antara vaginitis
dan servisitis, terutama dalam situasi yang tidak memungkinkan untuk melakukan
pemeriksaan dalam. Sampai saat ini dalam skala internasional berbagai upaya
sedang dilakukan untuk mengembangkan tes sederhana yang dapat mendeteksi
apakah seorang perempuan mendapat servisitis atau tidak. Saat ini cara yang baik
untuk mengenal servisitis adalah dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan
tertentu kepada penderita.

FAKTOR RISIKO

Kami ingatkan : Bahwa semua faktor risiko yang diformulasikan di atas hanya
diterapkan di negaranegara Afrika. Untuk negara- negara lainnya perlu untuk
disesuaikan dengan keadaan setempat. Bila perlu, pelatih atau supervisor anda akan
menjelaskan faktor risiko tersebut sesuai dengan kondisi setempat

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 83


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

c. Ulkus genitalia
Contoh kasus:
Seorang penderita datang ke klinik anda dengan keluhan bahwa dia merasakan
adanya luka pada alat genitalnya.

Selanjutnya perhatikan dan gunakan bagan alur sindrom penyakit ulkus genital.

Kotak di bawah ini menunjukkan rincian pengobatan ulkus genitalis, lebih rinci lihat bab 3.4.- 3.7.

Pilihlah salah satu dari beberapa cara


pengobatan yang dianjurkan di bawah Pilihan pengobatan lain Alergi penisilindan tidak hamil
ini

Sifilis Benzatin- benzilpenisilin, 2,4 juta IU, intra Prokain- benzilpenisilin, 0,6 juta IU per Doksisiklin **), 100 mg, per oral, 2 kali
stadium muskuler, dosis tunggal. hari, intra muskuler, selama 10 hari sehari selama 30 hari.
dini berturut- turut. Tetrasiklin **), 500 mg, per oral, 4 kali
sehari, selama 30 hari.

Sifilis Benzatin- benzilpenisilin, 2,4 juta IU, intra Prokain- benzilpenisilin, 0,6 juta IU per Doksisiklin **) 100 mg, per oral, 2 kali
stadium muskuler, sekali seminggu selama 3 hari, intra muskuler, selama 3 minggu sehari selama > 30 hari.
lanjut minggu berturut- turut. berturut- turut. Tetrasiklin **), 500 mg, per oral, 4 kali
sehari, selama > 30 hari.

chancroid Siprofloksasin, 500 mg, per oral, 2 kali Seftriakson 250 mg, intra muskuler, dosis
sehari, selama 3 hari tunggal
Eritromisin base, 500 mg, per oral, 4 kali
sehari, selama 7 hari.
Azitromisin 1 g, per oral, dosis tunggal

herpes Asiklovir , 200 mg, per oral, 5 kali sehari


genitalis, selama 7 hari, ATAU
episode Valasiklovir , 500 mg, per oral, 2 kali
klinis sehari selama 7 hari,
pertama

herpes Asiklovir , 200 mg, per oral, 5 kali sehari


genitalis, selama 5 hari, ATAU
episode Valasiklovir, 500 mg, per oral, 2 kali
kambuhan sehari, selama 5 hari, ATAU
Pada keadaan yang ringan dapat digunakan
krim asiklovir

LGV Doksisiklin **), 100 mg, per oral, 2 kali Tetrasiklin **), 500 mg, per oral, 4 kali
sehari, selama 14 hari, ATAU sehari, selama 14 hari
Eritromisin base 500 mg, per oral, 4 kali
sehari, selama 14 hari

**) Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui dan anak di bawah 12 tahun.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 84


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

Penatalaksanaan ulkus genital

Penatalaksanaan ulkus bukan herpes genitalis Penatalaksanaan herpes genitalis

Obati sebagai sifilis, chancroid atau lymphogranuloma venereum, Anjurkan untuk melakukan perawatan dasar terhadap lesi (dijaga agar
tergantung dari pola epidemiologi IMS setempat, tetap bersih dan kering),
Lakukan aspirasi dari kulit yang sehat bila ada kelenjar yang berfluktuasi Lakukan penyuluhan dan konseling agar penderita mematuhi cara- cara
(hindari untuk melakukan insisi), untuk mengurangi risiko,
Lakukan penyuluhan dan konseling untuk mengurangi risiko Anjurkan tes serologi untuk sifilis dan HIV bilamana tersedia fasilitas
Anjurkan tes serologi untuk sifilis dan HIV bilamana tersedia fasilitas pemeriksaan yang memadai dan tersedia fasilitas konseling,
pemeriksaan yang memadai dan tersedia fasilitas konseling, Promosi dan penyediaan kondom,
Lakukan peninjauan ulang (review) bila lesi tidak sembuh total. Ingatkan untuk kembali dalam 7 hari bila lesi tidak sembuh total atau
sesegera mungkin bila keadaan memburuk; bila demikian, obati juga
penyebab lain dari ulkus genital sesuai petunjuk.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 85


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

Bagan alur 7: Ulkus Genital

Penderita dgn keluhan luka atau ulkus pada alat genital

Anamnesis: tanya faktor risiko dan pemeriksaan genital

Suluh penderita
Tampak adanya: (KIE).
1. Lesi/ luka kecil multi tidak 1. Ulkus tanpa tidak 1. Ulkus traumatik tidak Sediakan dan
pel, dangkal, berke- vesikel kelainan anjurkan pemakaian
lompok, nyeri atau dermatologik kondom
atau 2. Tidak ada riwayat 2. Risiko negatif Anjurkan konseling
2. Vesikel kecil berke- vesikel sebelumnya & test HIV bila
lompok. fasilitas tersedia.
3. Riwayat rekurensi.

ya ya ya

Obati sebagai herpes Obati sebagai sifilis dan chancroid Beri pengobatan yang sesuai atau
genitalis dirujuk

Suluh penderita (KIE). Suluh penderita (KIE).


Sediakan dan anjurkan Sediakan dan anjurkan pemakaian
pemakaian kondom kondom
Obati pasangannya sesuai penyakit
Suluh penderita (KIE) penderita
Sediakan dan anjurkan Suluh penderita (KIE)
pemakaian kondom Sediakan dan anjurkan pemakaian

Risiko (+) bila mempunyai satu atau lebih faktor


risiko dibawah ini.
tidak 1. Mitra seksual > 1 dalam 1 bulan terakhir
Perbaikan 2. Berhubungan seksual dengan wanita
Rujuk
pada hari penjaja seks dalam 1 bulan terakhir
ke 7? 3. Mengalami 1/ lebih episode IMS dalam 1
bulan terakhir.
4. Perilaku isteri/ mitra seksual berisiko
tinggi.
ya

Amati sampai ulkus menutup

Perlu disesuaikan dengan situasi epidemiologi IMS setempat

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 86


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

Bagan alur 8: Ulkus Genital (Bagan alur khusus untuk tenaga medis)

Penderita dgn keluhan luka atau ulkus pada alat genital


Suluh penderita (KIE).
Sediakan dan anjurkan
pemakaian kondom
Konseling & tes HIV dan STS
Anamnesis: tanya faktor risiko dan pemeriksaan genital bila fasilitias tersedia.

tidak

Tampak adanya: Ulkus multipel, Ulkus keras Ulkus


1. Lesi/ luka kecil Ulkus
nyeri, lunak, biasanya dengan tanda traumatik
multi pel, dangkal, tidak dasar kotor dan tidak tunggal, tidak campuran tidak Atau
berke-lompok, tepi tidak tidak nyeri, kotak 2
nyeri Dermatolo
teratur dasar bersih, dan 3 gik
2. atau tepi rata.
3. Vesikel kecil
berke- lompok.
4. Riwayat rekurensi.

ya ya ya ya ya

Obati sebagai Obati sebagai Obati sebagai Obati sebagai sifilis Beri pengobatan yang
herpes genitalis Chancroid sifilis dan chancroid sesuai atau dirujuk

Suluh penderita (KIE).


Sediakan dan anjurkan pemakaian kondom
Obati pasangannya sesuai dengan penyakit penderita
Suluh penderita (KIE)
Sediakan dan anjurkan pemakaian kondom

tidak
Perbaikan
Rujuk
pada hari
ke 7?

Risiko (+) bila mempunyai satu atau lebih faktor


ya risiko dibawah ini.
1. Mitra seksual > 1 dalam 1 bulan terakhir
2. Berhubungan seksual dengan penjaja seks
Amati sampai ulkus menutup dalam 1 bulan terakhir
3. Mengalami 1/ lebih episode IMS dalam 1
bulan terakhir.
4. Perilaku isteri/ mitra seksual berisiko tinggi.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 87


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

Bagan alur 9: Ulkus Genital ( bagan alur khusus bila tersedia laboratorium)

Penderita dgn keluhan luka atau ulkus pada alat kelamin

Suluh penderita (KIE).


Sediakan dan sedia kan
kondom
Konseling & tes HIV dan
Anamnesis, tanya faktor risiko, pemeriksaan genital dan STS bila fasilitas
pemeriksaan laboratorium **) tersedia.
tidak

Tampak adanya: Ulkus keras Ulkus dengan Ulkus


1. Lesi/ luka kecil multi tidak Ulkus multipel, tidak biasanya tidak tanda tidak traumatik
pel, dangkal, berke- nyeri, lunak, tunggal, tidak campuran Atau
lompok, nyeri dasar kotor dan nyeri, dasar kotak 2 dan 3 Dermatologik
atau tepi tidak teratur bersih, tepi UD (+), LG UD (-), LG (-),
2. Vesikel kecil berke- UD (+), LG (-), rata, (+), TSS (+)/ (- TSS (-)
lompok. TSS (-) UD (-), LG (+) )
3. Riwayat rekurensi. TSS (+)/ (-)

ya ya ya ya ya

Obati sebagai Obati sebagai Obati sebagai Obati sebagai sifilis Beri penobatan yang
herpes genitalis chancroid sifilis dan chancroid sesuai atau dirujuk

Suluh penderita (KIE).


Sediakan dan anjurkan pemakaian kondom
Obati mitra seksualnya sesuai penyakit penderita Keterangan:
Suluh penderita (KIE) Pemeriksaan laboratorium**
Sediakan dan anjurkan pemakaian kondom 1. Unna Ducreyi (UD)
2. Lapangan Gelap (LG) bila perlu
3 hari berturut turut
Perbaikan tidak Pemeriksaan UD dengan
pada hari pewarnaan GRAM
Rujuk Pemeriksaan TSS yaitu : VDRL
ke 7?
kuantitatif atau TPHA kualitatif

ya Catatan : Tekhnik pemeriksaan UD dan


LG sulit, sehingga kadang kadang
hasilnya negatif
Amati sampai ulkus menutup Pe,eriksaan laboratorium **) 1. Unna
Ducreyi (UD), 2. Lapangan gelap

Risiko (+) bila mempunyai satu atau lebih faktor risiko dibawah ini.
1. Mitra seksual > 1 dalam 1 bulan terakhir
2. Berhubungan seksual dengan penjaja seks dalam 1 bulan terakhir
3. Mengalami 1/ lebih episode IMS dalam 1 bulan terakhir.
4. Perilaku isteri/ mitra seksual berisiko tinggi.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 88


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

d. Nyeri Perut Bagian Bawah Pada Perempuan

Istilah penyakit radang panggul (PRP) mencakup infeksi saluran genital perempuan
bagian atas. Hal ini terjadi sebagai akibat infeksi yang menjalar ke atas dari serviks
dan disebabkan oleh N. gonorhoeae, C. trachomatis atau bakteri anaerob.

Penyakit Radang Panggul meliputi endometritis, salpingitis, abses tuba-ovaria dan


peritonitis pelvik. Hal tersebut dapat menimbulkan peritonitis menyeluruh pada
rongga perut, suatu keadaan yang dapat menimbulkan kematian.

Selain itu, salpingitis dapat menyebabkan tersumbatnya tuba fallopii yang


mengakibatkan menurunnya tingkat kesuburan atau, jika kedua tubanya terinfeksi
dapat menimbulkan infertilitas. Dapat juga menyebabkan sumbatan tuba sebagian,
yang akan membiarkan spermatozoa yang sangat kecil tersebut dapat
memasukinya, namun ovum yang telah dibuahi tidak dapat melewatinya. Akibat
keadaan tersebut terjadi kehamilan tuba yang akan mudah pecah dan menyebabkan
perdarahan masif intra abdominal sehingga dapat menyebabkan kematian.

Perempuan dengan Penyakit Radang Panggul biasanya mengeluh adanya nyeri


perut bagian bawah disertai duh tubuh vagina. Jadi jika keluhan perempuan tersebut
adalah nyeri perut bagian bawah, gunakan bagan alur tersebut di bawah ini.

Pengobatan sindrom nyeri perut bagian bawah yang dianjurkan:

o Pengobatan gonore dengan komplikasi

DITAMBAH

o Pengobatan klamidiosis

o Pengobatan bakteri anaerob.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 89


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

Pengobatan pasien rawat jalan

Pengobatan nyeri perut bagian bawah karena Pengobatan nyeri perut bagian bawah karena klamidiosis
gonore dengan komplikasi

Pilihlah salah satu dari beberapa cara pengobatan yang dianjurkan di bawah ini

Lama pengobatan per oral 5 hari, dan per injeksi 3 hari: Azitromisin 1 g per oral, dosis tunggal atau
)
Sefiksim 400 mg per oral, dosis tunggal atau Doksisiklin * 100 mg per oral, 2 kali sehari selama 7 hari
Levofloksasin *) 250 mg per oral dosis tunggal

Pilihan pengobatan lain

Lama pengobatan per oral 5 hari, dan per injeksi 3 hari: Tetrasiklin *) 500 mg per oral, 4 kali sehari selama 7 hari,
atau
Kanamisin 2 gr intra muskular dosis tunggal atau Eritromisin 500 mg per oral, 4 kali sehari selama 7 hari
Spektinomisin 2gr intra muskular dosis tunggal atau (Bila ada kontra indikasi tetrasiklin **))
Tiamfenikol *) 3,5 gr per oral dosis tunggal

Pengobatan bakteri anaerob

Metronidazol, 400- 500 mg, per oral, 2 kali sehari selama 14 hari berturut- turut ****)

*) Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui, anak di bawah 12 tahun .
****) Pasien dalam pengobatan metronidazol dianjurkan untuk menghindari alkohol

Anjuran tambahan:
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim/ Intra Uterine Device (AKDR/ IUD) agar diangkat.

IUD merupakan faktor risiko PRP. Walaupun effek sesungguhnya dari pengangkatan IUD
terhadap dampak pengobatan salfingitis akut dengan antimikroba dan pada risiko kambuhnya
kembali salfingitis sampai saat ini belum diketahui dengan jelas. Pengangkatan IUD dianjurkan
untuk dilakukan segera sesudah pengobatan dengan antimikroba dimulai. Bilamana IUD sudah
diangkat maka konseling perihal kontrasepsi cara lain perlu diberikan.

Tindak lanjut pasien PRP dengan rawat jalan dilakukan sesudah 72 jam dan lakukan rawat inap bila pasien tidak menunjukkan
perbaikan

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 90


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

Pengobatan pasien rawat inap:

Pengobatan nyeri perut bagian bawah karena Pengobatan nyeri perut bagian bawah karena klamidiosis
gonore dengan komplikasi

Pilihlah salah satu dari beberapa cara pengobatan yang dianjurkan di bawah ini

Lama pengobatan per oral 5 hari, dan per injeksi 3 hari: Azitromisin 1 g per oral, dosis tunggal atau

Sefiksim 400 mg per oral, dosis tunggal atau Doksisiklin *) 100 mg per oral, 2 kali sehari selama 7 hari
Levofloksasin *) 250 mg per oral dosis tunggal

Pilihan pengobatan lain

Lama pengobatan per oral 5 hari, dan per injeksi 3 hari: Tetrasiklin *) 500 mg per oral, 4 kali sehari selama 7 hari,
atau
Kanamisin 2 gr intra muskular dosis tunggal atau Eritromisin 500 mg per oral, 4 kali sehari selama 7 hari
Spektinomisin 2gr intra muskular dosis tunggal atau (Bila ada kontra indikasi tetrasiklin **))
Tiamfenikol *) 3,5 gr per oral dosis tunggal

Pengobatan bakteri anaerob dan Gram negatif

Pi;ihan 1: Metronidazol****), 400- 500 mg, per oral atau intra vena, 2 kali sehari selama 14 hari berturut- turut **), atau
Chloramfenicol, 500 mg, per oral, atau intra vena, 4 kali sehari
atau
Pilihan 2: Klindamisin, 900 mg intra muskuler, setiap 8 jam, atau ) tanpa pengobatan terhadap gonore dan
Gentamisin, 1,5 mg/ kg BB, intra vena, setiap 8 jam. ) klamidiosis tsb. di atas

*) Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui, anak di bawah 12 tahun
****) Pasien dalam pengobatan metronidazol dianjurkan untuk menghindari alkohol

Untuk cara pengobatan tersebut di atas pengobatan dilakukan sampai sekurang kurangnya 2 hari sesudah menunjukkan
adanya perbaikan, dan kemudian dilanjutkan dengan salah satu obat di bawah ini:

Doksisiklin **), 100 mg per oral 2 kali sehari, selama 14 hari,


atau
Tetrasiklin **), 500 mg per oral, 4 kali sehari selama 14 hari;

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 91


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

Bagan alur 10 : Nyeri Perut bagian Bawah pada Wanita

Penderita dengan keluhan nyeri perut bagian bawah.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Suhu > 380 C, atau


pada pemerisaan
Apakah ditemukan hal- hal sbb? bimanual: tidak
tidak Ada mukopus dari
o Terlambat haid, atau serviks,
o Pasca partus/ abortus, atau Nyeri goyang pd
o Nyeri lepas abdominal, atau serviks.
o Perdarahan vaginal yang
abnormal, atau
o Terdapat massa abdomen,atau
o Akseptor AKDR (alat kontrasepsi Ya
dalam rahim)
Obati sebagai PRP (penyakit radang
panggul) Kunjungan ulang
hari ke 3 atau lebih
Suluh penderita (KIE) cepat bila perlu
Sediakan dan anjurkan pemakaian
Ya kondom
Obati pasangannya sesuai penyakit
penderita.
Sebelum dirujuk siapkan infus dan oksigen bila Anjurkan konseling dan test HIV bila
fasilitas tersedia.
memungkinkan
Rujuk penderita untuk penilaian/ pertimbangan
tindakan pembedahan atau ginekologis
tidak
Perbaikan ?

Ya
Rujuk

Lanjutkan pengobatan dan


amati sampai nyeri hilang

Untuk pengobatan lihat halaman sebelumnya.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 92


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

Beberapa catatan untuk nyeri perut bagian bawah:

Semua perempuan usia seksual aktif dengan keluhan nyeri perut bagian bawah perlu
dievaluasi terhadap kemungkinan salfingitis dan atau endometritis atau penyakit radang
panggul (PRP). Sebagai tambahan, pemeriksaan abdominal dan bimanual rutin agar
dilakukan terhadap semua perempuan dengan dugaan IMS karena biasanya
perempuan dengan PRP atau endometritis pada awalnya tidak akan memberikan
keluhan nyeri perut bagian bawah. Perempuan dengan endometritis akan mengeluhkan
duh tubuh vagina dan atau perdarahan pervaginam dan atau nyeri pada uterus pada
saat pemeriksaan dalam. Gejala- gejala yang mengarah kepada PRP antara lain adalah
nyeri perut, nyeri pada saat bersanggama (dispareunia), duh tubuh vagina,
menometrorrhagia, disuria, nyeri yang berhubungan dengan menstruasi, demam dan
kadang-kadang disertai dengan mual dan muntah.

PRP sulit untuk didiagnosis, sebab manifestasi klinisnya dapat bermacam- macam.
Kemungkinan PRP sangat besar bila ditemukan salah satu atau beberapa simptom
tersebut di atas disertai dengan nyeri pada adneksa, infeksi saluran genital bagian
bawah dan nyeri goyang serviks. Pembesaran salah satu atau kedua tuba falopii,
terdapat massa nyeri di dalam panggul yang disertai nyeri spontan atau nyeri lepas
pada perut bagian bawah dapat pula ditemukan. Suhu tubuh pasien dapat meningkat,
namun pada beberapa kasus dapat tetap normal. Umumnya, para klinisi sering keliru
dalam menegakkan diagnosis, sehingga terjadi over diagnosis dan over treatment.

Rawat inap pasien dengan PRP perlu dipertimbangkan dengan sungguh- sungguh
bilamana:
Diagnosis tidak dapat dipastikan,
Ada indikasi bedah darurat; misalnya radang usus buntu (apendisitis), atau
kehamilan ektopik terganggu,
Dugaan abses pada rongga panggul,
Menghindari kemungkinan penyakit akan semakin parah bila dilakukan rawat
jalan,
Pasien sedang hamil,
Pasien tidak mau atau tidak mematuhi rejimen pengobatan bila dilakukan rawat
jalan, atau
Pasien telah gagal dalam pengobatan rawat jalan.

Para ahli menganjurkan agar semua pasien dengan PRP harus dirawat inap untuk
mendapatkan pengobatan yang lebih baik

Kuman penyebab PRP meliputi N.gonorrhoeae, C.trachomatis, dan bakteri anaerob,


(seperti Bacteroides spesies, dan Coccus Gram positif). Kuman berbentuk batang Gram
negatif dan Mycoplasma hominis dapat juga menjadi penyebab PRP. Secara klinis
penyebab tersebut mustahil untuk dibedakan, dan pemeriksaan mikroskopik juga sulit
dilakukan, oleh karena itu cara pengobatan yang diberikan harus efektif dan memiliki
spektrum yang luas terhadap semua kuman penyebab tersebut. Rejimen yang
dianjurkan di bawah ini didasarkan pada prinsip tersebut.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 93


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

e. Pembengkakan Skrotum
Infeksi testis merupakan komplikasi yang berbahaya dari urethritis gonokokus dan
urethritis Chlamydia. Jika mengalami infeksi, testis akan membengkak, teraba panas
dan hangat. Jika pengobatan efektif tidak diberikan secara dini, proses infeksi akan
mereda namun pada penyembuhan akan membentuk jaringan parut yang bersifat
fibrous dan merusak jaringan testikuler tersebut. Hal ini akan mengurangi kesuburan
penderita.

Penderita yang mengeluh bengkak atau nyeri pada skrotum dapat ditangani dengan
bagan alur berikut:

Pengobatan sindrom pembengkakan skrotum yang dianjurkan:

Pengobatan untuk gonore dengan komplikasi


DITAMBAH DENGAN
Pengobatan untuk klamidiosis

Pengobatan pembengkakan skrotum karena gonore Pengobatan pembengkakan skrotum karena klamidiosis

Pilihlah salah satu dari beberapa cara pengobatan yang dianjurkan di bawah ini

Lama pengobatan per oral 5 hari, dan per injeksi 3 hari: Azitromisin 1 g per oral, dosis tunggal atau

Sefiksim 400 mg per oral, dosis tunggal atau Doksisiklin *) 100 mg per oral, 2 kali sehari selama 7 hari
Levofloksasin *) 250 mg per oral dosis tunggal

Pilihan pengobatan lain

Lama pengobatan per oral 5 hari, dan per injeksi 3 hari: Tetrasiklin *) 500 mg per oral, 4 kali sehari selama 7 hari,
atau
Kanamisin 2 gr intra muskular dosis tunggal atau Eritromisin 500 mg per oral, 4 kali sehari selama 7 hari
Spektinomisin 2gr intra muskular dosis tunggal atau (Bila ada kontra indikasi tetrasiklin **))
Tiamfenikol *) 3,5 gr per oral dosis tunggal

*) Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui, anak di bawah 12 tahun
Tambahan perawatan: Bed rest (tirah baring) dan menyangga skrotum sampai radang dapat dilokalisir dan deman hilang.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 94


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

Bagan alur 11: Pembengkakan Skrotum

Penderita dengan keluhan nyeri dan pembengkakan skrotum.

Anamnesis: tanya faktor risiko dan pemeriksaan genitalia.

tidak
Cari penyebabnya: tidak
Rotasi testis, atau
Elevasi testis. atau Risiko ?
Ada riwayat kecelakaan, atau
Penyakit virus, parotitis epidemika Ya
Hernia skrotalis
Tumor testis
Obati sebagai gonore dan
non- gonore/ klamidiosis
dengan komplikasi
Ya

Rujuk

o Suluh penderita (KIE),


o Sediakan dan anjurkan tidak
Risiko (+) bila mempunyai satu atau lebih faktor pemakaian kondom, Perbaikan
risiko dibawah ini. o Obati pasangannya sebagai pada hari ke
1. Mitra seksual > 1 dalam 1 bulan terakhir gonore dan non- gonore/ 7 atau lebih
2. Berhubungan seksual dengan wanita klamidiosis cepat
penjaja seks dalam 1 bulan terakhir o Konseling dan tes HIV dan STS
3. Mengalami 1/ lebih episode IMS dalam 1 bila fasilitas tersedia
bulan terakhir. Rujuk
4. Perilaku isteri/ mitra seksual berisiko
tinggi.
Ya

Amati sampai tenang

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 95


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

f. Bubo Inguinal
Penyakit ini adalah merupakan pembengkakan kelenjar getah bening di daerah lipat
paha yang terasa nyeri dan pada palpasi sering berfluktuasi. Bubo biasanya akibat
dari chancroid atau limfogranuloma venerum (LGV).

Jika disebabkan oleh LGV, biasanya tidak disertai ulkus. Pada keadaan lain, suatu
bubo dan ulkus akan mengesankan bahwa penderita menderita chancroid, sehingga
anda harus merujuk ke bagan alur ulkus genital dan mengobati dengan cara
tersebut.

Jika penderita mengeluh adanya pembengkakan di daerah lipat paha dan terasa
nyeri (bubo), gunakanlah bagan alur berikut:

Pengobatan sindrom bubo inguinal yang dianjurkan:

o Pengobatan ditujukan kepada chancroid atau LGV

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 96


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

Bagan alur 12: Bubo Inguinal

Penderita dengan keluhan sakit dan bengkak


pada lipat paha.

Anamnesis, pemeriksaan genitalia dan lipat paha.

tidak
Adanya ulkus? Obati sebagai
limfogranuloma venereum

Ya Aspirasi bubo yang berfluktuasi

Obati sebagai
chancroid Suluh penderita (KIE)
Sediakan dan anjurkan pemakaian
kondom
Obati mitra seksualnya sesuai dng
penyakit penderita.
Konseling dan tes HIV dan STS bila
fasilitas tersedia.

ttidak
Perbaikan pada
Bubo yang berfluktuasi sebaiknya di aspirasi melalui
kulit yang sehat di dekatnya dengan memakai jarum hari ke 7 ? Rujuk
yang cukup besar.
Bubo tidak boleh diinsisi untuk drainage,karena
lukanya akan lama sembuh
Ya

Amati sampai tenang.

Pengobatan chancroid Pengobatan LGV

Pilihlah salah satu dari beberapa cara pengobatan yang dianjurkan di bawah ini

Siprofloksasin *) 500 mg per oral, 2 kali sehari, selama 3 hari, Doksisiklin **) 100 mg per oral 2 kali sehari, selama 14 hari,
ATAU ATAU
Eritromisin 500 mg per oral, 4 kali sehari selama 7 hari, Eritromisin, 500 mg per oral, 4 kali sehari, selama 14 hari
ATAU
Asitromisin*) 1 g per oral, dosis tunggal,

Pilihan pengobatan lain

Seftriakson 250 mg intra muskuler, dosis tunggal, Tetrasiklin **) 500 mg per oral, 4 kali sehari, selama 14 hari

*) Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui, anak di bawah 12 tahun dan remaja.
**) Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui dan anak di bawah 12 tahun.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 97


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

g. Konjungtivitis Neonatorum

Penanganan konjungitivitis neonatorum.


Jika seorang bayi yang berusia 1 bulan matanya bengkak dan terdapat pus (nanah),
gunakanlah bagan alur sebagai berikut :

Pengobatan sindrom konjungtivitis neonatorum yang dianjurkan:

Pengobatan bayi:

o Terlebih dahulu dilakukan pengobatan terhadap gonore


DIIKUTI
o dengan pengobatan klamidiosis bila pada hari ke 3 tidak ada perubahan
(lebih rinci, lihat bagian 5.2.3.)

Pengobatan ibu:

Pengobatan untuk gonore tanpa komplikasi


DITAMBAH
Pengobatan untuk klamidiosis

Pengobatan bayi

Pengobatan konjungtivitis gonore Pengobatan konjungtivitis non gonore/ klamidiosis

Pilihlah salah satu dari beberapa cara pengobatan yang dianjurkan di bawah ini

Seftriakson 50- 100 mg/ kg BB i.m, dosis tunggal, Sirop eritromisin basa, 50 mg/ kg BB/ hari per oral, 4 kali sehari
atau selama 14 hari, atau.
Kanamisin 25 mg/ kg BB (maks 75 mg) i.m, dosis Trimetroprim Sulfametoksasol 40 200 mg per oral 2 kali sehari
tunggal, atau selama 14 hari.
Spektinomisin 25 mg/ kg BB (maks 75 mg), i.m, dosis
tunggal

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 98


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

Pengobatan ibu

Pilihlah salah satu dari beberapa cara pengobatan yang dianjurkan di bawah ini

Pengobatan sertivitis gonore Pengobatan sertivitis non-gonore, karena klamidiasis

Sefiksim 400 mg per oral, dosis tunggal atau Azitromisin 1 g per oral, dosis tunggal atau
Levofloksasin *) 250 mg per oral dosis tunggal
Doksisiklin *) 100 mg per oral, 2 kali sehari selama 7 hari

Pilihan pengobatan lain

Kanamisin 2 gr intra muskular dosis tunggal atau Tetrasiklin *) 500 mg per oral, 4 kali sehari selama 7 hari,
Spektinomisin 2gr intra muskular dosis tunggal atau atau
Tiamfenikol *) 3,5 gr per oral dosis tunggal Eritromisin 500 mg per oral, 4 kali sehari selama 7 hari
(Bila ada kontra indikasi tetrasiklin **))

*) Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui, anak di bawah 12 tahun

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 99


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

Bagan alur 13: Konjungtivitis Neonatorum

Neonatus dengan duh pada mata

Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik

tidak Perbaikan tidak


Mata sembab, kemerahan
uni/ bilateral yg disertai dgn setelah Rujuk
Tenangkan Ibu
duh tubuh bernanah ? 3 hari?

ya ya

Pengobatan selesai
Obati sebagai gonore

Obati ibu & mitra seksualnya untuk gonore &


klamidiosis
Suluh Ibu (KIE),
Anjurkan konseling dan test HIV bila fasilitas tersedia.
Sarankan kembali sesudah 3 hari

Perbaikan setelah tidak tidak


3 hari? Perbaikan
Obati sebagai klamidiosis setelah Rujuk
3 hari?

ya ya

Tenangkan Ibu Teruskan pengobatan

h. Vegetasi Genital
Tumbuhan (vegetasi) genital pada umumnya berupa kutil kelamin yaitu suatu
tonjolan mukosa dengan permukaan yang runcing dan berwarna seperti warna kulit.

Pengobatan sindrom tumbuhan (vegetasi) genital yang dianjurkan:

o Pengobatan dengan bahan kimia


o Pengobatan secara fisik

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 100


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

Pilihlah salah satu dari beberapa cara pengobatan yang dianjurkan di bawah ini

Pengobatan dengan bahan kimia

Pemakaian oleh pasien Pemakaian oleh petugas kesehatan

Podofiloks 0,5 %, larutan atau gel, 2 kali sehari, selama 3 hari, Podofilin 10- 25% dalam tingtur benzoin, hindari jaringan yang sehat,
dilanjutkan dengan masa tanpa pengobatan selama 4 hari, dan cara bersihkan kembali setelah 1- 4 jam.
pengobatan ini bisa diulang sampai 4 kali. ATAU
ATAU Podofilotoksin, 0,5%
Krim imikuimod 5 %, malam sebelum tidur, biarkan sampai pagi, cuci ATAU
pada pagi hari, 3 kali seminggu selama 16 minggu Trichlor acetic acid (TCA), 80- 90%

Pengobatan secara fisik

o Krioterapi dengan nitrogen cair


o Krioterapi dengan CO2 padat
o Cryoprobe
o Bedah listrik
o Pembedahan

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 101


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

Bagan alur 14: Tumbuhan (vegetasi) Genital

Pasien dengan keluhan tumbuhan (vegetasi) genital

Anamnesis dan pemeriksaan genital

Ada tumbuhan
(vegetasi) verukosa?

Ya

o Obati sebagai kondiloma akuminata setiap minggu, dapat sampai 6


minggu
o Suluh pasien (KIE)
o Sediakan dan anjurkan pemakaian kondom
o Periksa mitra seksualnya
o Anjurkan konseling dan tes HIV bila fasilitas tersedia

tidak
Ada perbaikan?
Rujuk

ya

Teruskan pengobatan sampai sembuh

Untuk pengobatan lihat halaman sebelumnya.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 102


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

PROFILAKSIS PASKA PAJANAN ( PPP )


Risiko penularan pada pajanan kecelakaan kerja didasarkan pada keyakinan bahwa
darah dan cairan tubuh sangat potensial menularkan penyakit baik yang berasal dari
pasien maupun petugas kesehatan, untuk itu perlu perlunya cuci tangan dan memakai
alat pelindung.

Prosedur pada kejadian pajanan kecelakaan kerja


Pada kasus-kasus paska pajanan ada yang spesifik dalam hal penanganannya, tidak
cukup dengan mencuci tangan dengan air dan pemberian antiseptik tetapi juga harus
mengikuti prosedur meminum obat profilaksis dengan dosis dan periode waktu sesuai
dengan prosedur yang berlaku.

Contoh :
Bila tenaga kesehatan mengalami kecelakaan kerja, jari tangannya tertusuk jarum
bekas pakai pasien sifilis/HIV.

Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah :


mencuci tangan dengan sabun pada air mengalir,
tidak boleh memijit jari yang terluka untuk mengeluarkan darah,
lakukan pemeriksaan sifilis/HIV untuk memastikan tertular atau tidak
Jika sifilis positif, obati dengan benzatin penicilin 2,4 juta unit IM
Jika HIV positif, rujuk ke Rumah Sakit Rujukan ARV terdekat, tidak lebih dari 3x24
jam untuk mendapatkan profilaksis ART dan laporkan kejadiannya ke Dinas
Kesehatan setempat.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 103


MI.4 Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pengambilan Sampel, Diagnosis dan Pengobatan

REFERENSI
1. Pelayanan PMS Komprehensip Berkala pada Kelompok Perempuan Berpreilaku
Resti, KemKes,2004
2. Buku Panduan Prosedur Operasional Buku Diagnostik Laboratorium Infeksi HIV
dan Oportunistik, KemKes RI Dirjen Bina Pelayanan Medik 2005
3. Pedoman Pelaksanaan Infeksi Menular Seksual, KemKes.RI, 2006
4. Training Modules for the Syndromic Management of Sexually Transmitted
Infection, 2nd Edition, WHO, 2007
5. Penyakit Menular Seksual FKUI
6. Modu Pelatihan Konseling dan Tes Sukarela HIV, Dirjen Pelayanan Medik dan
Direktorat Jendaral P2M dan PL
7. Laporan Hasil Survei Prevalensi ISR pada perempuan penjaja Sek di Kupang,
Samarinda, Pontianank, Yogjakarta, Makassar dan Tangerang, Litbang
Biomedis dan Farmasi, Badan Penelian dan Pengembangan, KemKes 2009.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 104


MI.5 Edukasi, Konseling dan Penatalaksanaan Pasangan Seksual

MATERI INTI 5
EDUKASI, KONSELING DAN PENATALAKSANAAN PASANGAN SEKSUAL

I. POKOK BAHASAN

Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan berikut:


Pokok Bahasan 1: Edukasi dan konseling tentang IMS
a. Definisi dan tujuan edukasi dan konseling
b. Pentingnya edukasi dan konseling pada penatalaksanaan kasus
IMS
c. Dasar-dasar ketrampilan komunikasi dan teknik konseling serta
faktor-faktor yang mempengaruhi konseling
d. Informasi yang disampaikan pada saat edukasi dan konseling
- Informasi umum tentang IMS yang sesuai dengan diagnosis
- Perilaku seksual yang aman
- Promosi kondom
- Manfaat, cara memakai kondom yang benar dan cara
melepas kondom yang aman

Pokok Bahasan 2: Penatalaksanaan terhadap Pasangan seksual pasien IMS.


a. Tujuan dari penatalaksanaan Pasangan Seksual pasien IMS
b. Pendekatan dalam penatalaksanaan Pasangan Seksual
c. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan (mempengaruhi)
penatalaksanaan terhadap Pasangan Seksual pasien IMS
d. Prinsip-prinsip yang dilakukan dalam penatalaksanaan
Pasangan Seksual
e. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan strategi
pengobatan Pasangan Seksual
f. strategi pengobatan Pasangan Seksual
g. Hal-hal yang perlu dibahas oleh petugas kesehatan dengan
pasien berkaitan dengan tata laksana terhadap Pasangan
Seksual
h. Isi pesan yang harus disampaikan (nasehat yang sesuai
/penyuluhan) pada Pasangan Seksual pasien IMS
i. Cara Merujuk Pasien dengan Tepat
j. Tujuan pembuatan surat rujukan pencatatan Pasangan Seksual
k. Cara membuat kartu rujukan untuk Pasangan Seksual pasien
IMS

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 105


MI.5 Edukasi, Konseling dan Penatalaksanaan Pasangan Seksual

II. URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1.
EDUKASI DAN KONSELING
YANG BERKAITAN DENGAN IMS KE PASIEN.

a. Definisi dan tujuan edukasi dan konseling


Edukasi adalah memberikan informasi yang benar sehingga seseorang memperoleh
pengetahuan mengenai sesuatu dan membuat keputusan.

Tujuan edukasi adalah membuat pasien mendapatkan informasi sehingga dia dapat
membuat pilihan yang tepat mengenai perilaku seks dan kegiatannya.

Konseling adalah interaksi dua arah antara pasien dengan petugas. Dua orang
tersebut melakukan proses komunikasi yang dinamis sesuai dengan kesepakatan
yang telah dibuat antara pasien dan petugas konseling yang sudah dilatih, terikat
dengan kode etik dan ketrampilan. Petugas konseling yang memiliki empati,
ketulusan dan mengabaikan nilai moral atau norma- norma pribadi.

Maksud dari konseling adalah mendorong hidup sehat dan mengajak pasien untuk
menggali masalah penting pada dirinya serta mengidentifikasi kebiasaan hidupnya,
apakah itu ketika terinfeksi atau kehilangan/ kematian. Hal ini dilakukan bukan untuk
memberikan saran atau petunjuk, tetapi untuk mengajak berteman.

Proses konseling di dalam kasus IMS berdasarkan dari kebutuhan pasien agar
dapat mengatasi stres atau kekhawatiran yang disebabkan oleh diagnosis IMS nya.
Karena itu di dalam proses konseling perlu dibahas mengenai faktor risiko penularan
IMS dan menggali kemungkinan perilaku pencegahan untuk masa yang akan
datang.

Jadi, konseling membantu pasien memahami dirinya sendiri dengan baik, menggali
perasaan, sikap, nilai dan kepercayaannya. Berdasarkan pengetahuan yang benar,
pasien diharapkan mengubah perilakunya sebagai hasil dari konseling.

b. Pentingnya edukasi dan konseling pada penatalaksanaan kasus IMS


Pendidikan dan konseling penting pada penatalaksanaan kasus IMS karena:
1) Pasien akan lebih mematuhi aturan pengobatannya jika mereka mengerti
mengapa penting melakukannya.
2) Pasien IMS mudah terjadi reinfeksi
3) Pencegahan reinfeksi memerlukan perubahan perilaku yang berkesinambungan.
Pasien sering membutuhkan pendidikan dan konseling untuk memungkinkan
mereka mengubah perilakunya dan melakukan seks yang aman

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 106


MI.5 Edukasi, Konseling dan Penatalaksanaan Pasangan Seksual

c. Dasar-dasar ketrampilan komunikasi dan teknik konseling serta faktor-faktor


yang mempengaruhi konseling

Dasar-dasar komunikasi
Konseling merupakan proses dengan tiga tujuan umum:
1) Menyediakan dukungan psikologis
2) Pencegahan penularan, prilaku berisiko
3) Memastikan rujukan tindak lanjut

Untuk kelancaran proses konseling diperlukan ketrampilan mikrokonseling yang


merupakan komponen komunikasi efektif yaitu:
1) Mendengar dengan perhatian dan empati
2) Refleksi: membantu pasien untuk mengerti mengenai perasaannya sendiri
3) Mengajukan pertanyaan dapat membantu petugas mengerti keadaan pasien
dan minilai kondisi klinis. Terdapat tiga jenis pertanyaan :
- Tertutup: apabila pasien menjawab dengan satu kata saja (ya atau tidak)
- Terbuka: apabila pasien menjawab dengan lebih dari satu kata . Pertanyaan
biasanya dimulai dengan apa, dimana, bagaimana
- Pertanyaan mengarahkan: petugas menuntun pasien memberikan jawaban
yang mereka inginkan. Biasanya pertanyaan ini besifat menghakimi.
Misalnya: anda melakukan seks aman, bukan?
4) Mengulang ungkapan: petugas mengulang ungkapan informasi dan dari pasien
untuk menyamakan persepsi
5) Penafsiran: petugas mengartikan dan menyamakan persepsi informasi dan
perasaan yang muncul dari pasien

Selain itu diperlukan ketrampilan dalam menyuluh dan memotivasi, sbb:


1) Petunjuk dan memberikan Penjelasan
2) Pemberian contoh (Modeling)
3) Meningkatkan kemampuan yang ada pada pasien
4) Membantu pasien untuk menentukan pilihan
5) Melatih apa yang harus dilakukan pasien
6) Memastikan keputusan pasien.

Teknik konseling
Ada beberapa tahap konseling:
1) Tahap 1 : membangun hubungan baik dan meningkatkan kepercayaan
pasien
Tahap ini sangat penting untuk menumbuhkan kepercayaan pasien sehingga
pasien akan memberikan informasi yang benar dengan terus terang kepada
pasien sehubungan dengan perilaku dan keluhannya. Bermula dengan
mengucapkan salam dan saling memperkenalkan diri, kemudian:
Meyakinkan kerahasiaan dan mendiskusikan batas kerahasiaan
Mengizinkan ventilasi
Mengizinkan ekspresi perasaan pasien
Menggali masalah, meminta pasien menceritakan kisah mereka

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 107


MI.5 Edukasi, Konseling dan Penatalaksanaan Pasangan Seksual

Memperjelas harapan pasien untuk konseling


Menjelaskan apa yang dapat petugas tawarkan dan cara kerjanya
Pernyataan dari petugas tentang komitmen mereka untuk bekerja bersama
pasien
2) Tahap 2 : definisi dan pemahaman peran, batasan dan kebutuhannya
Mengemukakan peran dan batas dari hubungan dalam konseling
Memapankan dan mengklarifikasi tujuan dan kebutuhan pasien
Membantu mengurutkan prioritas tujuan dan kebutuhan pasien
Melakukan pengambilan riwayat rinci- menceritakan riwayat dalam detail
spesifik
Menggali keyakinan, pengetahuan dan perhatian pasien
3) Tahap 3 : proses konseling dukungan tindak lanjut
Melanjutkan ekspresi pikiran dan perasaan
Mengenali berbagai alternatif
Mengenali ketrampilan penyesuaian diri yang sudah ada
Mengembangkan ketrampilan penyesuaian diri lebih lanjut
Mengevaluasi alternatif pemecahan masalah dan dampaknya
Memungkinkan perubahan perilaku
Mendukung dan mempertahankan bekerja dengan masalah pasien
Memonitor perjalanan kemajuan menuju tujuan
Rencana alternatif yang dibutuhkan
Rujukan sesuai kebutuhan
4) Tahap 4 : menutup atau mengahiri relasi
Pasien bertindak sesuai rencana
Pasien menatalaksana dan menyesuaikan diri dengan fungsi sehari- hari
Sistem dukungan yang tersedia yang dapat diakses
Kenali strategi untuk memelihara perubahan yang sudah terjadi
Interval perjanjian diperpanjang
Sumber dan rujukan yang tersedia dan diketahui serta dapat di akses
Meyakinkan pasien tentang pilihan untuk kembali mengikuti konseling sesuai
kebutuhan

Faktor-faktor yang mempengaruhi konseling IMS


1) Kultur: karena kultur mempengaruhi perasaan dan kepercayaan atau pola fikir
seseorang terhadap kesehatan dan penyakit, kematian dan kehilangan, saling
memperhatikan sesama.
2) Gender
3) Seksualitas
4) Bahasa atau cara berkomunikasi

Memberikan nasihat-nasihat pada pasien IMS-ISR


Memberikan edukasi dan konseling pada pasien
Tujuannya adalah:
1) Membantu pasien untuk mengatasi infeksinya saat ini
2) Mencegah infeksi untuk waktu yang akan datang
3) Memastikan bahwa Pasangan Seksualnya diobati dan diberikan edukasi

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 108


MI.5 Edukasi, Konseling dan Penatalaksanaan Pasangan Seksual

Isi nasihat, komunikasi, informasi, edukasi dan konseling:


1) Pengertian tentang IMS dan pengobatannya, serta bagaimana pengertian dan
sikap dari pasien terhadap hal ini
2) Mensikapi efek samping yang umumnya terjadi dari pengobatan yang dilakukan
3) Mendorong pasien agar patuh didalam pengobatan
4) Mengubah perilaku seksual dari risiko tinggi ke risiko lebih rendah
5) Pemakaian kondom pada hubungan seksual berisiko dan informasikan metode
lain yang ada seperti : spermisides, microbisides, vaksin Hepatitis B.
6) Tingkat risiko berhubungan seksual secara genito genital, oro genital dan ano
genital
7) Budaya dan kebiasaan yang dilakukan sehubungan dengan higiene pribadi: cuci
vagina yang umumnya dilakukan untuk kebersihan vagina. Namun hal ini adalah
persepsi yang salah karena cuci vagina membunuh bakteri yang melindungi
makin meningkatkan risiko untuk mendapatkan IMS.
Mencuci vagina bagian luar dengan sabun dan air dapat mencegah koloni
parasit seperti : kutu pubis dan scabies.

d. Informasi yang disampaikan pada saat edukasi dan konseling


- Informasi umum tentang IMS yang sesuai dengan diagnosis pada Pasien
1) Memberikan informasi mengenai diagnosis IMS pada pasien
Hal ini penting dilakukan untuk pasien agar pasien dapat ikut bertanggung
jawab dan dapat melihat peluang agar tidak terinfeksi lagi. Adapun informasi
yang diberikan, adalah:
a) Perjalanan penyakit IMS dengan implikasinya
b) Pengobatan IMS dan pentingnya melakukan pengobatan dengan patuh
c) Ada beberapa efek samping dari pengobatan yang dapat terjadi dan perlu di
evaluasi
d) Pengetahuan pasien tentang tingkat risiko perilakunya dan pencegahan dari
infeksi yang akan datang
e) Perlunya mengobati Pasangan Seksual
f) Untuk pasien perempuan hamil perlu informasi tambahan pentingnya
melindungi bayi yang dikandungnya

Perjalanan penyakit, konsekuensi, penurunan risiko untuk mencegah penularan


kepada yg lain dan infeksi di masa yang akan datang.

2) Memberikan informasi pada pasien akan bahaya-bahaya penyakit bila tidak


diobati dengan tepat. Infeksi Menular Seksual akan menimbulkan bahaya dan
komplikasi apabila tidak diobati dengan tepat. Sebagaimana kita ketahui
cervisitis dapat menyebabkan komplikasi Penyakit Radang Panggul yang akan
berakibat kemandulan, kehamilan ektopik terganggu, membahayakan nyawa
pasien dan janin yang dikandungnya. Sifilis dapat menularkan ke janinnya
sehingga terjadi congenital sifilis. Untuk pasien itu sendiri bisa menyebabkan
neuro sifilis.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 109


MI.5 Edukasi, Konseling dan Penatalaksanaan Pasangan Seksual

Untuk pria kasus urethritis dapat komplikasi menjadi pembengkakan scrotum


karena adanya Neisherria gonorrhoea dan Chlamydia trachomatis

3) Pentingnya memakai kondom, agar tidak menular ke pasangan lain.


Pemakaian kondom yang tepat dan konsisten mencegah terjadinya penularan
IMS karena kondom mencegah terjadinya pertukaran dan kontak cairan vagina
dan sperma.

- Perilaku seksual yang aman


Melakukan hubungan sek yang sehat,tidak saling menularkan penyakit.
Penjabaran dari perilaku tersebut, adalah:
1) Memakai pengaman (kondom) ketika melakukan hubungan seksual yang
berisiko
2) Mencari pengobatan yang benar apabila terinfeksi IMS melalui pemeriksaan
rutin di tempat pelayanan kesehatan yang tersedia.
3) Tidak meminum antibiotika ataupun obat lain sebagai pencegahan penularan
IMS

- Promosi kondom
Melakukan KIE Promosi kondom, manfaat penggunaannya dan bagaimana
menyimpan dan membuangnya.

Sebagaimana diketahui, kondom membantu pencegahan kontak langsung antara


cairan vagina dan cairan semen. Pemakaian kondom khususnya penting apabila
pasien memiliki Pasangan Seksual lebih dari satu atau Pasangan Seksualnya
mempunyai mitra lain atau mempunyai Pasangan Seksual baru.

Banyak orang menolak pemakaian kondom bukan karena malu atau harganya,
tetapi lebih karena adanya miskonsepsi dan mitos tentangnya. Contohnya: mereka
berfikiran bahwa dengan memakai kondom maka hubungan seks menjadi tidak
nyaman. Adanya pemikiran bahwa kondom erat kaitannya dengan hubungan
seks yang melanggar hukum daripada hubungan seks dengan Pasangan yang
sah

- Manfaat, cara memakai kondom yang benar dan cara melepas kondom yang
aman
Manfaat kondom :
1) Mencegah penularan IMS, termasuk HIV
2) Mencegah kehamilan
3) Mengurangi risiko penularan IMS jika pasien melakukan hubungan seksual
sebelum pengobatan IMS selesai, tetapi petugas kesehatan harus
mendorong pasien agar menunggu pengobatan selesai
4) Perempuan merasa lebih kering di dalam vaginanya
5) Pasien merasa lebih aman, mengurangi kekhawatiran
6) Beberapa pria dapat lebih lama dalam melakukan hubungan seksual

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 110


MI.5 Edukasi, Konseling dan Penatalaksanaan Pasangan Seksual

7) Sprei tidak harus sering berganti

Ingatkan pasien :
Apabila memakai pelumas pakailah yang berbahan dasar air, jangan
memakai pelumas berbahan dasar minyak
Pemakaian kondom harus higienis
Kondom hanya untuk sekali pakai

Cara memakai kondom yang benar dan cara melepas kondom yang aman
Demonstrasi pemakaian kondom:
1) lihatlah tanggal kadaluwarsa pada bungkus kondom
2) bukalah bungkus kondom pada tempat menyobeknya
3) tunjukkan sisi yang benar dari kondom agar dapat terbuka gulungannya
dengan benar pula
4) tekanlah ujung kondom agar tidak ada udaranya dan mulailah memasangkan
kondom ketika penis ereksi
5) pastikan kodom terpasang sampai dengan pangkal penis
6) Jelaskan bahwa kondom harus dilepas ketika penis baru saja ejakulasi dan
tidak sampai lemas. Pasien harus hati- hati melepas dari pangkalnya.
7) ikatlah kondom yang sudah dilepas agar tidak tercecer cairannya dan buang
ditempat yang aman.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 111


MI.5 Edukasi, Konseling dan Penatalaksanaan Pasangan Seksual

Pokok Bahasan 2:
PENATALAKSANAAN TERHADAP PASANGAN SEKSUAL PASIEN IMS

a. Tujuan dari penatalaksanaan Pasangan Seksual pasien IMS adalah memutus rantai
penularan IMS dengan mengobati, edukasi dan konseling pada pasien dan
Pasangan Seksualnya. Dalam hal ini semua Pasangan Seksualnya akan diobati
dengan pengobatan yang sama yang telah diberikan kepada pasien IMS tsb.
Pasangan Seksual ini akan diobati baik dengan atau pun tanpa gejala.

b. Pendekatan dalam penatalaksanaan Pasangan Seksual


Agar dalam penatalaksanaan pasangan Seksual dapat sebanyak mungkin pasangan
Seksual diobati, maka diperlukan pendekatan untuk menghubungi pasangan Seksual
tersebut. Ada dua pendekatan:
1) Pendekatan oleh pasien: dinamakan rujukan pasien
Dalam hal ini pasien lah yang memberitahu pasangan Seksualnya untuk datang
memeriksakan diri ke tempat layanan kesehatan
2) Pendekatan oleh petugas: dinamakan rujukan petugas
Pasien memberikan daftar pasangan Seksualnya kepada petugas kemudian
petugas menghubungi pasangan Seksualnya dan menyarankan agar datang
memeriksakan diri ke tempat layanan kesehatan.
Dua hal yang patut dipertimbangkan dalam memilih jenis pendekatan ini, yaitu: ke
sukarelaan dan kerahasiaan.

c. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan (mempengaruhi) penatalaksanaan


terhadap pasangan Seksual pasien IMS
1) Informasi yang diberikan kepada pasangan Seksual bahwa pasien/ Pasangannya
menderita IMS akan menyebakan mereka mencari sumber dari IMS tsb.
Sebagaimana diketahui jarang dapat diketahui kemungkinan sumber infeksinya.
2) Pada beberapa situasi dapat menyebabkan rusaknya rumah tangga, perceraian,
kehilangan rumah atau kehidupannya, bahkan sampai ditolak oleh kelompok
masyarakat tertentu

d. Prinsip-prinsip yang dilakukan dalam penatalaksanaan Pasangan Seksual


Penatalaksanaan Pasangan Seksual harus mematuhi prinsip kerahasiaan dan
sukarela. Pasien tidak boleh dipaksa untuk memberitahukan identitas Pasangan
Seksualnya dan identitas Pasangan Seksual tersebut harus dijaga kerahasiaannya
dalam tim petugas.

Pada dasarnya tidak ada seorang pun yang dapat memaksa pasien dan Pasangan
Seksualnya untuk melakukan sesuatu yang tidak diinginkan oleh mereka.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 112


MI.5 Edukasi, Konseling dan Penatalaksanaan Pasangan Seksual

e. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan strategi pengobatan Pasangan Seksual


adalah:
1) Faktor risiko infeksi
2) Tingkat keparahan penyakit,
3) Efektifitas tes diagnosis yang tersedia,
4) Kemungkinan seseorang kembali untuk melakukan tindak lanjut.
5) Ketersediaan pengobatan yang efektif.
6) Kemungkinan penyebaran bila pengobatan secara epidemiologis tidak dilakukan.
7) Ketersediaan infra struktur untuk melaksanakan tindak lanjut pasien.

f. Strategi pengobatan pasangan Seksual


1) Tawarkan pengobatan langsung secara epidemiologis (pengobatan berdasarkan
hasil diagnosis pasien sebagai kasus indeks) tanpa dilakukan pemeriksaan
laboratorium.
2) Tawarkan pengobatan langsung secara epidemiologis, namun harus diikuti
dengan konfirmasi laboratorium.
3) Pengobatan ditunda sampai hasil tes laboratorium diperoleh.

g. Hal-hal yang perlu dibahas oleh petugas kesehatan dengan pasien berkaitan dengan
tata laksana terhadap pasangan Seksual
1) Mengapa penting untuk mengobati semua pasangan Seksualnya
2) Mengingatkan bagaimana caranya agar terhindar dari reinfeksi
3) Membantu pasien bagaimana cara berkomunikasi dengan pasangan Seksualnya
4) Mendapatkan identitas pasangan Seksualnya jika memungkinkan

h. Isi pesan yang harus disampaikan pada pasangan Seksual pasien IMS
Edukasi yang disampaikan kepada Pasangan Seksual pada dasarnya sama dengan
edukasi kepada pasien IMS itu sendiri, yaitu:
1) Berhubungan seksual tidak memakai pelindung dengan Pasangan Seksual pasien
yang menderita IMS maka kemungkinan akan terinfeksi jenis IMS yang sama
2) Pasangan Seksual mungkin terinfeksi walaupun tidak menunjukan gejala
3) Pasangan Seksual akan berisiko menularkan IMS nya kepada orang lain apabila
tidak diobati (termasuk risiko reinfeksi pada pasien itu sendiri)
4) Perempuan mempunyai risiko komplikasi serius jika IMS nya tidak diobati

i. Cara Merujuk Pasien dengan Tepat


Pasien bersedia untuk dirujuk ke layanan kesehatan tergantung dari:
Apa dan bagaimana yang dikatakan oleh petugas kesehatan serta bagaimana
petugas kesehatan mendengarkan dengan aktif respon dari pasien.

Penyiapan fasilitas pelayanan yang terjangkau dapat diterima dan efektif merupakan
syarat utama kesediaan pasien untuk mengakses layananan kesehatan dan dalam
pemberantasan dan penanggulangan IMS. Di negara maju maupun di negara
berkembang, setiap pasien IMS diberi kesempatan untuk memilih unit pelayanan
kesehatan untuk perawatan IMSnya. Kemungkinan ada tiga pilihan yang bisa
dilakukan, yaitu: pengobatan oleh klinik pemerintah, klinik swasta atau sektor

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 113


MI.5 Edukasi, Konseling dan Penatalaksanaan Pasangan Seksual

informal. Dalam menjamin keterjangkauan program IMS perlu diketahui bahwa para
pasien IMS akan mencari kombinasi dari ke tiga fasilitas tersebut di atas. Di banyak
negara hampir semua tempat pengobatan pasien IMS dilakukan di luar sektor
pemerintah. Dalam perencanaan program yang paripurna perlu dipertimbangkan
untuk meningkatkan kemampuan seluruh petugas kesehatan agar mampu
memberikan pelayanan IMS yang baik.

Secara umum ada pendapat bahwa perawatan IMS yang berkualitas tinggi hanya
dapat diberikan oleh para spesialis Kulit dan kelamin yang bekerja di klinik IMS,
namun berdasarkan aspek keterjangkauan, ketidak kesesuaian pelayanan seperti
yang diinginkan, dan sumber daya manusia yang diperlukan maupun aspek
pembiayaan, maka cara pelayanan spesialistik tersebut menjadi tidak praktis.

Walaupun demikian dianjurkan, agar pelayanan rutin terhadap pasien IMS


diintegrasikan ke dalam pelayanan kesehatan dasar, sedangkan klinik yang
mengkhususkan diri pada pelayanan IMS (yang kadang- kadang dikatagorikan
sebagai klinik) mungkin akan bermanfaat diperuntukkan sebagai pelayanan
kesehatan dasar di daerah perkotaan untuk kelompok khusus seperti penjaja seks
beserta para pelanggannya, pekerja migran, pengemudi truk jarak jauh, dan
kelompok lain yang sulit terjangkau oleh pelayanan kesehatan. Sebagai tambahan,
berkaitan dengan konsentrasi para ahli IMS yang berpengalaman, klinik tersebut
dapat dijadikan sebagai tempat pelayanan rujukan untuk pelayanan kesehatan
dasar, termasuk unit rawat jalan rumah sakit, praktek pribadi dsb. Beberapa klinik
spesialis dapat ditingkatkan sebagai pusat rujukan untuk tempat pelatihan petugas
pelaksana pelayanan IMS, dan menyediakan/ memperoleh informasi epidemiologi
(misalnya prevalens kuman penyebab pada setiap sindrom dan kerentanan
antimikroba), dan riset operasional (misalnya studi kelayakan, dan studi validitas
setiap bagan alur).

Setelah pasien bersedia untuk dirujuk dan kemudian ditangani diperlukan sistem
yang mendukung dan memastikan agar pasien dapat terpantau dan mendapatkan
penanganan tindak lanjut. Untuk itu diperlukan pihak- pihak di luar rumah sakit yang
dapat membantu kelancaran penanganan pasca rujukan sehingga komprehensif dan
berkesinambungan.

j. Tujuan pembuatan surat rujukan pencatatan Pasangan Seksual


Kartu rujukan dibuat untuk membantu petugas mengetahui pengobatan yang sesuai
pada Pasangan Seksual dengan pendekatan rujukan oleh pasien IMS. Di dalam
kartu rujukan dapat dicantumkan informasi yang diperlukan dengan mengingat
masalah kerahasiaan dan adanya risiko ter stigma.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 114


MI.5 Edukasi, Konseling dan Penatalaksanaan Pasangan Seksual

k. Cara membuat kartu rujukan untuk Pasangan Seksual pasien IMS


Terdapat dua contoh pembuatan kartu rujukan sebagaimana tertulis di bawah.
1) Kartu satu terdiri dari dua bagian yang akan disobek menjadi dua. Sebelah kiri
adalah kartu yang akan disimpan di tempat layanan kesehatan dan sisi kanan
adalah kartu yang akan diberikan kepada Pasangan Seksual melalui pasien
2) Kartu dua lebih sederhana. Diagnosis pasien memakai kode dan dapat digunakan
di tempat layanan kesehatan yang berbeda secara umum. Kode diagnosis di
semua tempat layanan kesehatan di wilayah tersebut harus sama.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 115


MI.5 Edukasi, Konseling dan Penatalaksanaan Pasangan Seksual

LEMBAR KEGIATAN 1
PENGARUH LATAR BELAKANG NORMA SOSIAL DAN BUDAYA PETUGAS
TERHADAP PROSES KONSELING

1. Peserta dibagi 2 (dua) kelompok, berdiri melingkar dan masing- masing


didampingi oleh seorang fasilitator
2. Masing- masing peserta diberi selembar kertas yang masing- masing bertuliskan:
Hal yang dapat saya terima
Hal yang tidak dapat saya terima
Perselingkuhan
Homoseksual
Heteroseksual
Masturbasi
Keluarga Berencana
Perkawinan
Pertemanan antara lawan jenis yang masing- masing sudah menikah
Oral seks
Anal seks
Genito genital

3. Kertas bertuliskan Hal yang dapat saya terima diletakan di atas lantai pada
bagian ter atas dan Hal yang tidak dapat saya terima diletakan di atas lantai
pada bagian lebih bawah dari Hal yang dapat saya terima.
4. Peserta membuka kertas masing- masing dan meletakan kertas tersebut pada
kelompok hal yang dapat saya terima apabila dapat menerima hal yang tertulis
di kertasnya. Demikian pula apabila ternyata tulisan di kertas tersebut adalah hal
yang menurut peserta tidak dapat diterima maka dikelompokan pada hal yang
tidak dapat saya terima.
5. Setelah semua peserta meletakan kertasnya dimulailah diskusi mengenai alasan
pendapat dan pilihan peserta. Apabila ada yang berbeda pendapat maka kertas
dapat dipindahkan dari kelompok hal yang dapat saya terima menjadi hal yang
tidak dapat saya terima dan sebaliknya.
6. Ketika terjadi perbedaan pendapat amatilah dan tanyakan pada peserta yang
pilihannya diubah oleh peserta yang lain bagaimanakah perasaannya.
7. Fasilitator menanyakan apakah maksud dari permainan tersebut di atas kepada
peserta.
8. Selanjutnya dijelaskan tujuan dari permainan ini, bahwa:
Masing- masing peserta memiliki latar belakang norma sosial dan budaya
yang berbeda yang akan mempengaruhi penilaian dan pengambilan
keputusan khususnya dalam lingkup materi sensitive yaitu seksualitas
Di dalam proses komunikasi penting kiranya menghargai pendapat orang
lain yang berbeda sekalipun sehingga ketika melakukan konseling akan
dapat menggali permasalahan dengan tepat
Latar belakang masing- masing petugas akan mempengaruhi dan
menghasilkan sikap yang mendukung atau tidak mendukung dari petugas
konseling di dalam proses konseling

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 116


MI.5 Edukasi, Konseling dan Penatalaksanaan Pasangan Seksual

LEMBAR KEGIATAN 2
EDUKASI, KONSELING dan PENATALAKSANAAN MITRA SEKSUAL

Tahap 1- Bermain peran edukasi dan konseling kepada pasien


1. Satu orang peserta dipilih sebagai petugas kesehatan
2. satu orang peserta dipilih sebagai pasien
3. Peserta lain sebagai observer
4. Petugas kesehatan dan pasien duduk di depan kelas dan melakukan kegiatan
edukasi dan konseling dihadapan peserta lain sesuai dengan skenario yang ada
(15 menit)
5. Skenario tersebut dibagikan kepada semua peserta dan Pemeran pasien
6. Pemeran petugas kesehatan tidak mendapat skenario karena petugas tsb harus
menggali informasi dari pasien untuk mengidentifikasi permasalahannya dengan
teknik komunikasi didalam edukasi dan konseling
7. Peserta yang menjadi observer mengamati jalannya proses
8. Setelah proses selesai fasilitator memandu diskusi dan menayangkan
skenarionya.
9. Fasilitator menanyakan bagaimana pendapat dari pasien dengan layanan
edukasi dan konseling yang diberikan oleh petugas kesehatan
10. Kemudian fasilitator menanyakan pendapat dari para observer mengenai proses
edukasi dan konseling yang telah diperankan
11. Fasilitator selanjutnya menanyakan pendapat dan perasaan dari petugas
kesehatan ketika melakukan edukasi dan konseling dengan isue sensitiv
seksualitas
12. Terakhir, fasilitator merangkum hasil dari proses edukasi dan konseling serta
menekankan untuk hal- hal yang penting

SKENARIO

1. Setelah dilakukan pemeriksaan ternyata Fernando (PS laki-laki) menderita


Urethritis. Dia melakukan hubungan seksual dengan wanita dan pria. Dengan
pacar prianya dia selalu melakukan anal seks dan tidak memakai kondom,
demikian pula kadang-kadang dengan teman wanitanya. Dengan kejadian ini dia
khawatir terkena HIV

2. Thalia (pelayan bar) di diagnosa cervisitis menurut hasil pemeriksaan. Dia


memiliki empat orang pasangan seksual dalam satu bulan ini. Dua minggu yang
lalu mereka melakukan pesta seks bersama-sama. Mereka melakukan
hubungan seksual baik melalui anal, dengan oral maupun genito genital.
Dilakukan tanpa memakai kondom. Satu hari yang lalu dia mendengar bahwa
salah satu pasangannya mengidap HIV

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 117


MI.5 Edukasi, Konseling dan Penatalaksanaan Pasangan Seksual

Tahap 2- Bermain peran penatalaksanaan mitra seksual


1. Pemilihan pemeran petugas kesehatan, dapat petugas yang sama atau peserta
lain.
2. Satu orang pertama dipilih sebagai mitra seksual.
3. Satu orang peserta lain dipilih sebagai pasien/klien.
4. Pemeran petugas kesehatan melakukan edukasi/memotivasi pasien untuk
mengajak pasangan/mitra seksualbya dengan mempertimbangkan prinsip
prinsip dalam penatalaksanaan pasangan/mitra seksual.
5. Setelah petugas berhasil memotivasi pasien, petugas kesehatan melanjutkan
dengan melakukan edukasi dan konseling kepada pasangan/mitra seksual.
6. Pemeran petugas kesehatan tidak mendapat skenario karena petugas tsb harus
menggali informasi dari pasien untuk mengidentifikasi permasalahannya dengan
teknik komunikasi didalam edukasi dan konseling
7. Peserta yang menjadi observer mengamati jalannya proses
8. Setelah proses selesai fasilitator memandu diskusi dan menayangkan
skenarionya.
9. Fasilitator menanyakan bagaimana pendapat dari pasien dengan layanan
edukasi dan konseling yang diberikan oleh petugas kesehatan
10. Kemudian fasilitator menanyakan pendapat dari para observer mengenai proses
edukasi dan konseling yang telah diperankan
11. Fasilitator selanjutnya menanyakan pendapat dan perasaan dari petugas
kesehatan ketika melakukan edukasi dan konseling dengan isue sensitiv
seksualitas
Terakhir, fasilitator merangkum hasil dari proses edukasi dan konseling serta
menekankan untuk hal- hal yang penting

III. REFERENSI
1. Training Modules for the Syndromic Management of Sexually Transmitted
Infection, 2nd Edition, WHO, 2007
2. Pedoman Penatalaksanaan Infeksi Menular Seksual, Depkes.RI, 2006
3. Penyakit Menular Seksual FKUI
4. Guidelines for Implementing Collaborative TB and HIV Programmes Activities
Stop TB Partnership Working Group on TB-HIV, World Health Organization,
2004.
5. Pedoman Penatalaksanaan IMS,Dirjen PP dan PL 2006
6. Rencana aksi Pengendalin IMS termasu ISR 2008-20012 , 2007
7. Buku Pedoman Interktive,Penata Laksanaan Pasien IMS dengan Pendekatan
Sindroma Dirjen PPM dan PLP,Edisi 2, th 2005
8. Modul Pelatihan Konseling dan Tes Sukarela HIV, Dirjen Pelayanan Medik dan
Dirjen P2M dan PL 2004

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 118


MI 6. Pencatatan dan Pelaporan6

MATERI INTI 6
PENCATATAN dan PELAPORAN

I. POKOK BAHASAN

Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan berikut:


Pokok Bahasan 1. Alur pencatatan dan pelaporan
Pokok Bahasan 2. Rekam medis dan catatan lainnya
a. Status kerahasiaan rekam medik dan catatan lainnya
b. Cara pengisian catatan medik penderita termasuk hasil
pemeriksaan laboratorium
Pokok Bahasan 3. Sistem pelaporan IMS

II. URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1.
ALUR PENCATATAN DAN PELAPORAN

Pencatatan dan pelaporan mengikuti alur berikut :

Pelatihan Penatalaksanaan IMS


119
MI 6. Pencatatan dan Pelaporan6

ALUR PASIEN KEGIATAN PETUGAS

Pencatatanidentitasdengan
Ruang jaminankonfidensialitas
Pendaftarandan PemberiannomorRegister PetugasAdministrasi
RuangTunggu Penyiapanformulir
pemeriksaan

MelengkapiFormulir Anamnesisdan
Pemeriksaan pemeriksaanfisik
RuangKonsultasi Pemeriksaanfisikoleh
danPemeriksaan olehdokter
dokter Sediaanlabdantes
Pengambilanspesimen Whiffoleh
perawata/bidan

Pengirimanspecimenke
Perawat/Bidan
petugaslab

Pengambilandarah
Pemeriksaanlabbasah
Laboratorium PengecatanGram/ Perawat/Bidan
MethylenBlue,RPR&TPHA
Hasildiserahkankedokter

RuangTunggu

PenyampaianHasil
RuangKonsultasi pemeriksaanLab Dokterdanperawat/
danPemeriksaan KIE Bidan

KonselingdanEdukasi
tentangHIVdantesdengan
4C(counseling,consent,
RuangKonseling confidential&condom) Konselor
PemberianbrosurKIE
Perjanjiankunjunganyang
akandatang

Petugas administrasi mengisi catatan medik dari nomor register sampai


dengan pertanyaan cuci vagina 1 (satu) minggu terakhir. Setelah melakukan
pengisian catatan medik, petugas administrasi menyiapkan tabung darah, kaca
objek yang sudah diberi nomor register ke ruang pemeriksaan dan
menyerahkannya ke dokter, perawat/bidan.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS


120
MI 6. Pencatatan dan Pelaporan6

Di ruang pemeriksaan dokter, perawat/bidan melakukan anamnesa dan


pemeriksaan fisik serta mengisi ke catatan medik hasil anamnesa, tanda klinis
IMS, dan hasil pemeriksaan fisik lainnya. Dan melingkari rujuk ke laboratorium
bila sampel dikirim ke laboratorium.

Petugas laboratorium menerima sampel dan catatan medik dari ruang


pemeriksaan serta mengisi hasilnya ke catatan medik sesuai dengan
pemeriksaan yang dilakukan sampai dengan hasil pemeriksaan laboratorium
lainnya. Selesai melakukan pemeriksaan, petugas laboratorium menyerahkan
catatan medik ke dokter, perawat/bidan.

Di ruang pengobatan dan konseling, dokter, perawat/bidan mengisi diagnosa


dan melakukan pengobatan dan konseling, serta mengisi catatan medik
sampai dengan kolom di rujuk ke VCT, sebelum diserahkan ke administrasi
untuk di-entri datanya, dokter, perawat/bidan harus membubuhkan
tandatangan dan menuliskan namanya.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS


121
MI 6. Pencatatan dan Pelaporan6

Pokok Bahasan 2.
REKAM MEDIS DAN CATATAN LAINNYA

a. Status kerahasiaan rekam medik dan catatan lainnya


Pasien adalah orang yang mempunyai isi dari rekam medik, sehingga semua
informasi yang ada dalam rekam medik mempunyai kerahasiaan (konfidensialitas).
Asas konfidensialitas ini dijamin oleh UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan:
Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah
dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.

Konfidensialitas berasal dari Bahasa Inggris confidentiality yang mempunyai arti


kerahasiaan. Suatu rahasia adalah praktik pertukaran informasi antara sekelompok
orang, bisa hanya sebanyak satu orang, dan menyembunyikannya terhadap orang
lain yang bukan anggota kelompok tersebut. Konfidensialitas dapat juga diartikan
sebagai privacy. Sumber lain mengatakan bahwa confidentiality adalah usaha untuk
menjaga informasi dari orang yang tidak berhak mengakses.

Dalam UU tersebut juga diatur bahwa hak tersebut tidak berlaku dalam hal:
perintah undang-undang;
perintah pengadilan;
izin yang bersangkutan;
kepentingan masyarakat; atau
kepentingan orang tersebut.

Berdasarkan kerahasiaan inilah, petugas kesehatan wajib menjaga kerahasiaan


dengan melakukan penyimpanan yang baik terhadap rekam medis. Rekam medis
harus disimpan dan dijaga kerahasiaan oleh dokter, dokter gigi dan pimpinan sarana
kesehatan.

Penyimpanan dan pemusnahan rekam medis


Batas waktu lama penyimpanan menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 269
tahun 2008, adalah 2 tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat. Setelah
batas waktu tersebut dapat dimusnahkan untuk fasilitas layanan Non Rumah Sakit,
sedangkan untuk Rumah Sakit berkewajiban menyimpan selama 5 tahun terhitung
tanggal terakhir pasien berobat. Kemudian Rumah Sakit berkewajiban menyimpan
resume penyakit selama 25 tahun, sedangkan berkas rekam medis lainnya boleh
dimusnahkan. Setelah itu Rumah Sakit baru boleh memusnahkan resume penyakit.
Rekam medis tersebut tidak diperbolehkan untuk diperjualbelikan, walaupun sudah
melewati batas waktu tersebut, tetapi harus dimusnahkan.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 122


MI 6. Pencatatan dan Pelaporan6

b. Cara pengisian catatan medik pasien yang harus diisi oleh dokter,
perawat/bidan

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 123


MI 6. Pencatatan dan Pelaporan6

BAGIAN DARI CATATAN MEDIS YANG HARUS DIISI OLEH DOKTER,


PERAWAT/BIDAN

PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Klinis IMS
01: DTV 02: DTS 03: Nyeri Perut 04: Lecet 05: Bintil Sakit 06: Luka/Ulkus 07: Jengger 08: Bubo
10: DTU 11: Pembengkakan Scrotum 12: DTA 13. DTM 98 : Menstruasi 99: Tdk Ada
Hasil Pemeriksaan Fisik Lainnya

Rujuk Laboratorium 1. Ya 2. Tidak 1 2 1 2 1 2 1 2


PEMERIKSAAN
LABORATORIUM
PMN Uretra/Serviks 1. + 2. - 1 2 1 2 1 2 1 2
Diplokokus Intrasel 1. + 2. - 1 2 1 2 1 2 1 2
Uretra/Serviks
PMN Anus (khusus Waria) 1. + 2. - 1 2 1 2 1 2 1 2
Diplokokus Intrasel Anus 1. + 2. - 1 2 1 2 1 2 1 2
(khusus Waria)
T. vaginalis 1. + 2. - 1 2 1 2 1 2 1 2
Kandida 1. + 2. - 1 2 1 2 1 2 1 2
pH 1. + ,____ 2. -,______ 1,___ 2,____ 1,___ 2,____ 1,_ 2,____ 1,____ 2,____
Sniff Test 1. + 2. - 1 2 1 2 1 2 1 2
Clue Cells 1. + 2. - 1 2 1 2 1 2 1 2
RPR/VDRL Titer
TPHA/TPPA (TP Rapid) 1. + 2. - 1 2 1 2 1 2 1 2
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Lainnya

DIAGNOSA
01. Servicitis 02. BV 03. Trichomoniasis 04. Kandidiasis 05. SfilisDini 06.sifilis lanjut 07. DTV 09.
Penyakit Radang Panggul 11. Tumbuhan genital/vegetasi 12. Herpes Genital 14. LGV 16.
Urethritis non GO 17: DTU 18. Pembengkakan Skrotum 19. Proctitis 22. Ulkus Genital 23. Bubo
Inguinal 24. Ulkus Mole 25. Bubo Kondilomata 26. Konjungtivitis Neonatorun 27. Gonore 28.
Suspect Gonore
Diagnosa Lainnya

PENGOBATAN DAN
KONSELING
03: Metronidazole 2grpoSD 04: Nystatin 100rbIU1x1subvag.14hr 05: B.Penisilin 2.4jtIUIMSD 06:
B.Penisilin 2.4jtIUIM3x1int1mg
08: Asiklofir 200mg5x1po7hr 09: Podopilin tingtur 10% 12: Azitromisin 1gr poSD 13: Eritromicin
500mg4x1po7hr 17: Metronidazole 2x500mgpo14hr
18. Eritromicin 500mg4X1po14 hr 22: Cefixime 400mg poSD 23: Cipro 500mg2x1po 3hr 24.
Flukonazol 150mgpoSD
25.Seftriakson 50-100mg/kgBB IMSD 26.Sirup eritromisin basa 50mg/kgBB po4x/hr14hr
Berikan Informasi Perilaku Sex aman(A,B, C) dan Layanan VCT, serta berikan Kartu Rujukan Pasangan
Jumlah Kondom diberikan ............... buah ............... buah ............... buah ............... buah ............... buah
Jumlah Materi KIE diberikan ............... buah ............... buah ............... buah ............... buah ............... buah
Dirujuk ke VCT 1. Ya 2. Tidak 1 2 1 2 1 2 1 2
Tanda Tangan
Nama Pemeriksa

Catatan

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 124


MI 6. Pencatatan dan Pelaporan6

Cara Pengisian Formulir

HASIL PEMERIKSAAN FISIK DI-ISI OLEH DOKTER ATAU PARAMEDIS


1. Tanda Klinis IMS: boleh lebih dari satu
Tulis angka pada kolom yang ada sesuai dengan gejala klinis yang ditemukan saat
pemeriksaan (di DB yang bisa di-entry maksimal 3 dan yang ditulis EDP 3 angka
pertama jika keluhan lebih dari 3). Bila pasien hamil tulis dicatatan
Duh Tubuh Vagina (DTV) : Tulis 01 "DTV" bila pada pemeriksan didapatkan
cairan/duh tubuh dari vagina
Duh Tubuh Serviks (DTS) : Tulis 02 "DTS" bila pada pemeriksan didapatkan
cairan/duh tubuh mukopurulen dari serviks
Nyeri Perut : Tulis 03 "Nyeri Perut" bila pada pemeriksan didapatkan nyeri
tekan abdomen dan nyeri goyang serviks
Lecet : Tulis 04 "Lecet" bila pada pemeriksaan didapatkan adanya
lecet pada alat kelamin
Bintil sakit : Tulis 05 "Bintil Sakit" bila pada pemeriksaan didapatkan ada
bintil yang sakit di kelaminnya,
Luka/ulkus : Tulis 06 "Luka/Ulkus" bila pada pemeriksaan didapatkan ada
luka pada alat kelamin, baik berjumlah satu atau lebih
Jengger : Tulis 07 "Jengger" bila pada pemeriksaan didapatkan adanya
tumbuhan/tumor pada alat kelaminnya,dan lingkari "T" bila
sebaliknya
Bubo : Tulis 08 "Bubo" bila pada pemeriksaan didapatkan adanya
pembengkakan di lipat paha
Duh Tubuh Uretra (DTU) : Tulis 10 "DTU" bila pada pemeriksan didapatkan
cairan/duh tubuh dari uretra
Pembengkakan Scrotum : Tulis 11 "Pembengkakan Skrotum" bila pada
pemeriksan didapatkan pembesaran dari scrotum/kantung
testis
Duh Tubuh Anus (DTA) : Tulis 12 "DTA" bila pada pemeriksan didapatkan
cairan/duh tubuh dari anus
Duh Tubuh Mata (DTM) pada bayi : Tulis 13 bila ditemukan pada bayi berupa
mata sembab, kemerahan uni/bilateral, pembengkakan kelopak mata atau mata
lengket, atau keluarnya duh tubuh dari mata yang bernanah/purulen.
Tidak ada : Tulis 99 "Tidak Ada" bila pada pemeriksaan tidak didapatkan
gejala sehubungan dengan alat kelaminnya
Menstruasi : Tulis 98 "Menstruasi" bila pada pemeriksaan didapatkan
menstruasi

2. Hasil Pemeriksaan Fisik Lainnya


Tuliskan dan jelaskan pada bagian ini jika memang ada hasil pemeriksaan fisik
lainnya

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 125


MI 6. Pencatatan dan Pelaporan6

3. Rujuk Laboratorium : Jelas


Ya : Lingkari angka 1 "Ya" pada kolom yang sesuai jika pasien
dirujuk ke laboratorium
Tidak : Lingkari angka 2 "Tidak" pada kolom yang sesuai jika pasien
tidak dirujuk ke laboratorium
4. PH (Khusus WPS)
Lingkari tanda "+" Apabila pH > 4.5
Lingkari tanda "-" Apabila pH < atau = 4.5

5. Sniff Test/Odor (Khusus WPS)


Lingkari tanda "+" Apabila didapat bau amis ketika sediaan basah
ditetesi dengan KOH 10% (Khusus WPS)
Lingkari tanda "-" Apabila tidak didapat bau amis ketika sediaan basah
ditetesi dengan KOH 10%

DIAGNOSA, PENGOBATAN, DAN KONSELING DI-ISI OLEH DOKTER/ PARAMEDIS


6. Diagnosa: bisa lebih dari satu
Tulis diagnosa dengan angka sesuai dengan hasil pemeriksaan dan laboratorium (di
DB yang bisa di-entry maksimal 5)
Servisitis :Untuk WPS : Tulis "01" pada kolom yang sesuai bila ditemukan satu
dari tiga keadaan yaitu DTS mukopurulen (Tanda klinik 02)
dan atau hasil lab PMN (+) dan atau diplokokkus
intasel/diplokokkus Gram Negatif (+). Pengobatan tulis nomor
12 dan 22.
BV : Tulis "02" bila pada gejala klinis ditemukan 3 dari 4 keadaan
yaitu DTV (01) pos, hasil lab didapatkan pH>4.5, sniff test (+),
clue cell (+). Pengobatan ditulis no.03
Trichomoniasis : Tulis "03" bila ditemukan trichomonas (+) pada hasil lab.
Pengobatan tulis no. 03
Kandidiasis : Tulis "04" bila ditemukan kandida (+) pada hasil lab.
Pengobatan tulis no. 4 atau 24
Sifilis Dini : Tulis "05" bila pada gejala klinis ada luka dan hasil lab titer
RPR/VDRL (+) dengan titer sama dengan atau lebih tinggi 1:8
dan TPHA/TP Rapid (+). Pengobatan tulis no. 5
Sifilis Lanjut : Tulis "06" bila tidak ditemukan gejala klinis dan hasil lab titer
RPR/VDRL (+) dengan titer <1:8 dan TPHA/TP Rapid (+).
Pengobatan tulis no. 6
Uretritis Non Gonore(UNG): Lingkari "16" bila ditemukan PMN (+) dan diplokokus
(-).
Pengobatan tulis no. 12
Proctitis : Lingkari "19" bila ditemukan salah satu dari keadaan berikut
DTA mukopurulen (+), dan atau hasil lab pmn (+) dan atau
diplokokus (+).Pengobatan tulis nomor 12 dan 22.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 126


MI 6. Pencatatan dan Pelaporan6

Bila DTA (+) dan hasil pmn (-), diplokokus (-), lihat
kemungkinan lain seperti perlukaan, abses, trauma, hemoroid,
neoplasia, dll
Ulkus Mole : Tulis "24" bila pada gejala klinis didapatkan luka/ulkus dengan
pemeriksaan lab serta tidak terinfeksi treponema pallidun.
Pengobatan tulis no. 12
Gonore : Tulis No. 27 bila pada pemeriksaan ditemukan hasil (+)
Nisseria Gonore dengan metoda kultur atau PCR
Suspect Gonore (Urethritis) : Tulis No. 28 bila
Pada Pria : bila pada gejala klinis DTU (10) dan hasil lab PMN
(+) dan diplokokkus intrasel/ diplokokkus gram negatif (+) atau
(-). Pengobatan tulis no 12 dan 22.

Diagnosa tanpa laboratorium


DTV : Tulis "07" bila pada gejala klinis dg spekulum didapatkan
duh/cairan dari vagina patologis tanpa pemeriksaan lab.
Pengobatan tulis no. 3 dan 4 atau 3 dan 24
Penyakit Radang Panggul (PRP): Tulis "09" bila pada gejala klinis didapatkan
nyeri goyang serviks (3) atau nyeri perut bagian bawah pada
wanita. Pengobatan tulis no. 12, 17,22.
Tumbuhan Genital/vegetasi : Tulis "11" bila pada gejala klinis didapatkan
tumbuhan bentuk verukosa. Pengobatan tulis no. 9
Herpes Genital : Tulis "12" bila pada gejala klinis didapatkan vesikel/luka kecil
bergerombol, dangkal, nyeri. Pengobatan tulis no. 8
LGV : Tulis "14" bila pada gejala klinis didapatkan sakit dan bengkak
pada lipat paha dan tidak ada luka. Pengobatan tulis 18
Duh Tubuh Uretra (DTU) : Tulis "17" bila pada gejala klinis didapatkan duh/cairan
dari uretra tanpa pemeriksaan lab. Pengobatan tulis nomor 12
dan 22.
Pembengkakan Scrotum : Tulis "18" bila pada gejala klinis didapatkan
pembengkakan/pembesaran scrotum tanpa pemeriksaan lab.
Pengobatan tulis no. 12 dan 22
Ulkus Genital : Tulis "22" bila pada gejala klinis didapatkan luka/ulkus tanpa
pemeriksaan lab, duh tubuh yang tidak normal dari kemaluan .
Bila tampak lesi/vesikel kecil obati sebagai herpes genitalis,
Pengobatan tulis no. 08. bila tampak Ulkus tanpa riwayat
vesikel sebelumnya obati sebagai sifilis dan Chancroid,
Pengobatan tulis no 05 dan 12. Untuk Wanita hamil
Pengobatan tulis no. 05 dan 13
Bubo Inguinal : Tulis "23" bila pada gejala klinis didapatkan sakit dan bengkak
pada lipat paha bisa ada atau tanpa luka. Bila ada luka, ikuti
pengobatan Chancroid. Bila tidak ada ikuti pengobatan LGV.
Bubo Kondilomata : Tulis "25" bila pada gejala klinis didapatkan sakit dan
bengkak pada lipat paha bisa ada atau tanpa luka. Bila ada
luka, ikuti pengobatan Chancroid. Bila tidak ada ikuti
pengobatan LGV.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 127


MI 6. Pencatatan dan Pelaporan6

Konjungtivitis neonatorum : Tulis No.26 bila pada gejala klinik ditemukan No. 13
tanpa pemeriksaan lab Pengobatan ditulis No. 25 dan bila
dalam waktu 3 hari tidak sembuh obati dengan No, 26.

4. Diagnosa lainnya
Tuliskan dan jelaskan jika ada diagnosa lainnya

5. Pengobatan dan Konseling :


Tulis angka pada kolom pengobatan yang ada sesuai dengan diagnosa

6. Jumlah Kondom diberikan :


Tulis berapa jumlah kondom yang diberikan pada pasien dalam satuan/biji di kolom
yang sesuai

7. Jumlah Materi KIE diberikan :


Tulis berapa jumlah materi KIE yang diberikan pada pasien dalam satuan/biji
8. Dirujuk ke VCT :
Lingkari pada kolom yang sesuai
Ya : Lingkari 1 "Ya" pada kolom yang sesuai bila pasien dianjurkan
dirujuk ke tempat pelayanan VCT untuk melakukan
pemeriksaan tes HIV
Tidak : Lingkari 2 "Tidak" pada kolom yang sesuai bila pasien tidak
dirujuk ke tempat pelayanan VCT untuk melakukan
pemeriksaan tes HIV

9. Tanda Tangan :
Bubuhkan tanda tangan staf klinik yang melakukan diagnosa, pengobatan, dan
memberikan konseling

10. Nama Pemeriksa :


Tuliskan nama staf klinik yang melakukan diagnosa, pengobatan, dan memberikan
konseling

11. Catatan
Isilah hal-hal penting yang dibutuhkan pada kolom catatan
Tulis disini bila ditemukan nyeri goyang serviks, waktu untuk kunjungan ulang

Pokok Bahasan 3.
SISTEM PELAPORAN IMS

Sistim pelaporan berjalan dari tingkat layanan IMS, dinas kesehatan kabupaten/kota,
dinas kesehatan propinsi dan departemen kesehatan RI dengan mempertimbangkan
structural organisasi dan desentralisasi.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 128


MI 6. Pencatatan dan Pelaporan6

Bagan Alur Pelaporan:

RS DINKES PROP

RS DINKES
KAB/KOTA

SWASTA PUSKESMAS LAYANAN IMS

Laporan yang harus dikirim ke Dinas Kesehatan setiap bulannya adalah :

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 129


MI 6. Pencatatan dan Pelaporan6

Format Laporan Bulanan IMS tingkat Sarana Pelayanan Kesehatan

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 130


MI 6. Pencatatan dan Pelaporan6

PETUNJUK PENGISIAN
LAPORAN BULANAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS)

No. VARIABEL CARA PENGISIAN


Unit Pelayanan Diisi dengan nama Puskesmas, Rumah Sakit, atau klinik yang memiliki layanan Infeksi Menular
Kesehatan (UPK) Seksual
Kabupaten/Kota Jelas
Provinsi Jelas
Tahun Jelas
Bulan Jelas
Jumlah
1 kunjungan Diisi dengan jumlah kunjungan layanan IMS yang ada di UPK.
layanan IMS
Jumlah yang di
2 Diisi dengan jumlah orang yang dites sifilis
tes sifilis
3 Jumlah kasus Diisi dengan jumlah kasus penyakit IMS yang mendapat pengobatan tepat (sesuai dengan pedoman
IMS yang diobati tatalaksana IMS, Depkes RI). Baik dengan menggunakan pendekatan Sindrom/Klinis atau
Laboratorium.
Jumlah kasus IMS yang diobati bisa lebih banyak dari jumlah pasien IMS yang diobati karena 1 pasien
bisa terinfeksi lebih dari 1 IMS

3a Jumlah pasien Diisi dengan jumlah pasien yang diberi obat (baik sakit maupun tidak sakit) pada kegiatan PPB
yang diobati
dalam PPB
(PPT)
4 Jumlah pasien Diisi jumlah orang dengan IMS yang mendapat pengobatan tepat (sesuai dengan pedoman
IMS yang diobati tatalaksana IMS, RI). Baik dengan menggunakan pendekatan Sindrom/Klinis atau Laboratorium.

5 Jumlah orang Diisi dengan jumlah pasien IMS yang mendapat materi KIE (leaflet, brosur, dsb) dan mendapat
yang diberi KIE informasi memadai tentang IMS.
6 Jumlah orang
yang diberi Diisi dengan jumlah pasien IMS yang diberikan kondom pada saat kunjungan ke UPK
kondom
Jumlah kondom
7 yang Diisi dengan jumlah kondom yang didistribusikan
didisribusikan
8 Jumlah pasien
yang dirujuk ke Diisi dengan jumlah pasien IMS yang mendapat layanan IMS secara lengkap, mulai dari diagnosis yang
klinik VCT tepat, pengobatan yang sesuai, kondom, dan penyuluhan/KIE dan dirujuk ke VCT

Jumlah bumil
9 yang berkunjung Diisi dengan jumlah ibu hamil yang dilakukan ANC di UPK
ke UPK
Jumlah bumil
10 Diisi dengan jumlah ibu hamil yang dites sifilis
yang dites sifilis
Jumlah bumil
11 Diisi jumlah ibu hamil yang sifilis positif
yang sifilis positif
Jumlah bumil
12 sifilis positif yang Diisi dengan jumlah bumil yang sifilis positif dan diobati
diobati
13 Jumlah pasien
Diisi dengan jumlah pasien yang dirujuk ke laboratorium karena UPK tidak mempunyai sarana
yang dirujuk ke
laboratorium
Laboratorium

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 131


MI 6. Pencatatan dan Pelaporan6

PENDEKATAN SNDROMA/KLINIS (Diisi untuk setiap pasien yg didiagnosis berdasarkan Sindom/ gejala klinis.)
1 Duh tubuh Diisi dengan jumlah pasien wanita yang keluar cairan/duh
vagina
2 Duh tubuh uretra Diisi dengan jumlah pasien pria yang keluar cairan/duh
3 Ulkus genital Diisi dengan jumlah IMS dengan gejala terdapatnya luka/ulkus di bagian kemaluannya, tubuh yang
tidak normal dari kemaluan wanita yang di obati sesuai sindrom IMS

4 Bubo inguinal Diisi dengan jumlah pasien yang mengalami pembesaran kelenjar lipat paha
5 Penyakit radang Diisi dengan jumlah pasien ims dengan gejala yang dirasakan nyeri perut bagian bawah pada wanita
panggul
Pembengkakan
6 Diisi jumlah pasien ims dengan gejala pembengkakan buah zakar
skrotum
7 Tumbuhan Diisi dengan jumlah pasien ims dengan gejala terdapatnya tumbuhan/bintil pada alat kelamin
genital/vegetasi
8 Konjuntivitis Diisi dengan jumlah pasien bayi baru lahir (neonatorum ) yang terdapat tanda radang pada mata bayi
neonatorum yang baru lahir karena GO
PENDEKATAN LABORATORIUM (Diisi untuk setiap pasien yg didiagnosis berdasarkan hasil pemeriksaan Laboratorium)
1 Sifilis Diisi dengan total kasus IMS (termasuk juga dengan ibu hamil yang sifilis) yang hasil pemeriksaanya
laboratoriumnya VDRL dan TPHA positif.
2 Gonore Diisi dengan jumlah kasus IMS yang hasil kultur gonore positif atau hasil PCR gonore positif

3 Suspect Gonore Diisi dengan jumlah kasus IMS yang


ditandai dengan keluar cairan abnormal dari kelamin dan hasil pengecatan ditemukan diplokokus gram
(-) negatif, yg kemungkinan disebabkan Gonore.
4 Servicitis/Proctitis Diisi dengan jumlah kasus IMS yang ditandai dengan keluar cairan abnormal dari kelamin dan
dibuktikan terdapat radang pada serviks.
5 Urethritis Non- Diisi dengan infeksi pada uretra pria yang disebabkan oleh bakteri selain N. gonorrhea.
GO
6 Trikomoniasis Diisi dengan jumlah kasus IMS yang pada pemeriksan laboratorium dengan sediaan basah atau kultur
didapat Trikomonas vaginalis.
7 Ulkus Mole Diisi dengan jumlah kasus IMS pada kelamin yang ditandai dengan timbulnya ulkus/ luka dan
dipastikan dengan pemeriksaan serologis, tidak terinfeksi Treponema pallidum.

8 Herpes Genital Diisi dengan jumlah kasus IMS pada kelamin yang ditandai dengan timbulnya uklus/ luka dan
dipastikan dengan pemeriksaan serologis, tidak terinfeksi Treponema pallidum.

9 Kandidiasis Diisi dengan jumlah infeksi saluran reproduksi akibat infeksi kandida
10 Lain-lain Diisi dengan jumlah infeksi saluran reproduksi lain yang tidak termasuk salah satu kategori sebelumnya

Catatan :
Untuk setiap pasien laporan hanya dihitung satu kali dan prioritas penegakan diagnosis didasarkan pada hasil pemeriksaan
Laboratorium.
Diagnosis yang didasarkan Sindrom atau gejala klinis merupakan alternatif lain bila tidak dapat diisi berdasarkan Laboratorium

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 132


MI 6. Pencatatan dan Pelaporan6

Format Laporan Triwulan Bahan dan Alat


LAPORAN TRIWULAN
BAHAN dan ALAT HA-UPK-13
UPK : ..

Kabupaten/Kota : .. Triwulan : ..
Provinsi : .. Tahun : ..

Jumlah Jumlah
Nama / yang yang Jumlah yang Jumlah
Merk Tanggal Stok awal diterima dipakai rusak / akhir
Jenis Barang dagang Kadaluarsa bulan ini bulan ini bulan ini kadaluarsa bulan
A. REAGEN HIV
1
2
3
4
5

B. ALAT dan REAGEN CD4


1
2
3
4
5

C. ALAT dan REAGEN PCR DNA


1
2
3
4
5

D. ALAT dan REAGEN PCR RNA (VIRAL LOAD)


1
2
3
4
5

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 133


MI 6. Pencatatan dan Pelaporan6

Jumlah Jumlah
Nama / yang yang Jumlah yang Jumlah
Merk Tanggal Stok awal diterima dipakai rusak / akhir
Jenis Barang dagang Kadaluarsa bulan ini bulan ini bulan ini kadaluarsa bulan
E. REAGEN IMS
1
2
3
4
5

F. OBAT IMS
1 Cefixime 400g + Azitromisin 1000mg
2 Ciprofloxacin 500 mg
3 Tiamfenikol 500mg
4 Doksisiklin 100mg
5 Metronidazol 500mg
6 Klotrimazol vag tab 500mg
7 Nystatin vag.tab 100.000 u
8 Benzatin penisilin 2,4 jt.u
9 Aciclovir 200 mg
10
11
12
13
14
15

G. OBAT INFEKSI OPORTUNISTIK


1 Cotrimoksasol oral 960 mg
2 Sulfadiazin 500 mg tab
3 Phyriometamine 25 mg tab
4 Folinic Acid 200 mg
5 Amphotericin B 50 mg
6 Fluconazole 200 mg
7 Prednisolone 5 mg
8 Clindamicin 150 mg/4 ml ampul
9 Clindam+B91icin 150 mg
10 Clindamicin 300 mg
11 Amoxicillin+clavulat acid iv 1,2 g

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 134


MI 6. Pencatatan dan Pelaporan6

Jumlah Jumlah
Nama / yang yang Jumlah yang Jumlah
Merk Tanggal Stok awal diterima dipakai rusak / akhir
Jenis Barang dagang Kadaluarsa bulan ini bulan ini bulan ini kadaluarsa bulan
H. KONDOM
1
2
3

I. JENIS SPUIT DAN JARUM SUNTIK


1 Spuit + jarum suntik 0,5 cc
2 Spuit + jarum suntik 2,5 cc
4 Spuit + jarum suntik 5 cc
5 Spuit + jarum suntik 10 cc

J. ALAT PENDUKUNG LAINNYA


1 Vacum tube
2 Cryo tube
3 Hand Gloves
4 Alcohol swab
5 Holder
6 Tourniquet
7 Needle + holder
8 Safety box
9 Automatic micropipet Uk. 60
10 Automatic micropipet Uk. 61

..,
Pimpinan/Kepala/Direktur UPK

Tanda tangan dan cap


NIP/NRPTT.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 135


MI 6. Pencatatan dan Pelaporan6

III. REFERENSI

1. Register laboratorium IMS, FHI


2. Training Modules for the Syndromic Management of Sexually Transmitted
Infection, 2nd Edition, WHO, 2007
3. Pedoman Pelaksanaan Infeksi Menular Seksual, Depkes.RI, 2006

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 136


MI 6. Pencatatan dan Pelaporan6

Latihan Pengisian Rekam Medik

Petunjuk
1. Peserta dibagi menjadi empat kelompok dan masing- masing kelompok akan
mendapat kertas flipchart, spidol, formulir rekam medik
2. Masing-masing kelompok menunjuk satu orang menjadi pemimpin diskusi, penulis
di atas kertas flipchart, yang akan mempresentasikan kasusnya.
3. Berdasarkan studi kasus yang telah dibagikan oleh fasilitator, maka studi kasus no
1 dikerjakan oleh kelompok 1 dan 3, studi kasus nomor dua dikerjakan kelompok 2
dan 4.
4. Diskusikanlah studi kasus tersebut di dalam kelompoknya dan lakukan pengisisan
formulir rekam medik sesuai dengan peran masing-masing.
5. Tentukan diagnosa, terapi, konseling dan tindak lanjutnya. Kemudian kelompok
mempersiapkan peserta yang akan berperan dalam role play konseling
berdasarkan diagnosis, terapi dan tindak lanjut. Waktu pengisian dan persiapan
role play 30 menit.
6. Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Waktu untuk
setiap kelompok 10 menit.
7. Ketika satu kelompok tampil maka kelompok yang lain memperhatikan untuk
memberikan masukan ataupun pujian.
8. Selanjutnya kelompok secara bergantian melakukan permainan peran untuk
masing-masing kasus selama 20 menit, dan 10 menit tanggapan dari kelompok
lain untuk memberikan masukkan ataupun pujian.
9. Pada akhir sesi fasilitator menyampaikan rangkuman.

Kasus 1:
Seorang perempuan berusia 22 tahun dari Indramayu datang ke Jakarta dua
bulan yang lalu karena telah bercerai dengan suaminya 6 bulan yang lalu.
Mereka menikah 5 tahun yang lalu. Ia bekerja sebagai pramusaji di bar Nikmat
untuk melayani tamu yang datang. Biasanya setelah menerima tamu ia
memakai odol untuk mencuci kemaluannya. Selain itu meminum supertetra 2
kapsul untuk mencegah penyakitnya.
Hari ini datang ke klinik untuk yang pertama kali karena diantar oleh petugas
lapangan untuk memeriksakan kesehatannya. Sebelum berangkat ke klinik dia
menerima seorang tamu tanpa memakai kondom.
Dalam 1 minggu ini menerima 15 tamu, 8 diantaranya memakai kondom.
Pelanggan terbanyaknya karyawan perusahaan. Cara hubungan seksualnya
biasa saja, dua tamu minta dilayani lewat mulut.
Ketika ditanya ia merasa tidak ada keluhan & baik2 saja.
Pemeriksaan fisik: ada cairan berwarna putih susu di vulva dan ketika spekulum
dimasukan tampak cairan putih susu keluar dari servik.
Laboratorium sederhana : Dipplokokus +, PMN >30/lpb ; pH 4,8 ; ketika ditetesi
KOH bau amis ; pseudohifa + ; TV + ; RPR + 1:4 ; TPHA +.

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 137


MI 6. Pencatatan dan Pelaporan6

Isikan kasus ini pada rekam medis beserta diagnosa, terapi, konseling dan tindak
lanjutnya. Kemudian dilakukan role play

Kasus 2:
Seorang laki-laki AB dari Maliana berumur 24 tahun baru lulus SMA. Dia
mempunyai pacar bernama Anton yang berasal dari Suai. Mereka berdua sudah
berhubungan intim sejak kurang lebih 1 tahun ini. Sebelumnya AB tidak pernah
berhubungan sek dengan siapapun. Mereka berdua menyatakan dirinya
pasangan dan tinggal serumah sejak 6 bulan ini. Karena sudah selesai sekolah
AB tidak mau pulang ke Marliana karena mau tetap bersama Anton. Jika
malam hari AB bekerja di panti pijat Nirwana di Dili sejak tinggal serumah
dengan Anton. Mereka berdua tidak mau kembali kedaerah asalnya karena malu
jika hubungannya diketahui oleh saudara atau tetangganya.
Jika di panti pijat ada laki-laki yang menawarkan seks AB akan melayani
karena demi uang untuk hidup di Dili dengan Anton. Hal seperti ini sudah
dijalaninya sejak dia bekerja dipanti pijat. Dia berhubungan seks dengan laki-laki
bule yang baru dikenalnya 1 minggu yang lalu secara melalui mulut dan anus
memakai kondom dan KY jelly. Selama ini dia tidak pernah menanyakan
pekerjaan pasangan yang menjadi pelanggannya. Dua hari yang lalu AB
berhubungan seks dengan pacarnya dengan cara kelamin pacar masuk ke
dalam anusnya juga sebaliknya secara bergantian tanpa pakai kondom tetapi
pakai KY jelly.
Hari ini dia datang ke klinik dan mengeluh sakit ketika kencing. Ketika ditanya dia
juga menyatakan selama bulan ini dia hanya berhubungan seks dengan laki-laki
di panti pijat yang baru dikenalnya dan pacarnya saja.
Pemeriksaan fisik: Ada cairan dari uretra. Ada bintil kecil-kecil 3 buah dengan
ukuran 1x2x1 mm di daerah perianal. Setelah dimasukkan anuskopi tampak
nanah di rektum.
Laboratorium sederhana : pmn uretra 6/lpb, pmn anus 7/lpb, diploko intrasel
anus (+), RPR (+), titer 1:32, TPHA (+)

Isikan pada rekam medis termasuk diagnosa, pengobatan, dan konseling yang
akan diberikan pada pasien ini!. Kemudian lakukan role play untuk kasus ini

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 138


MI 6. Pencatatan dan Pelaporan6

Form Rekam Medik

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 139


MI 6. Pencatatan dan Pelaporan6

Soal-soal

1.Apa fungsi RR berkaitan dengan mitra sekual ?


................................................................................
................................................................................
2.Bila kita mencari kepatuhan dalam pakai kondom kita lihat dimana?
..............................................................................................................
..............................................................................................................
3.Condom use terdapat penilaian Sbb
- pakai kondum sek terahir ?
- pakai kondum 1 minggu terahir ?
- pakai kondum 1 bulan terhir ?
Mana yang memberi jaminan !
4.Komprehensip dalam pelayanan apakah termasuk admin ?beri alasan
.................................................................................................................
.................................................................................................................
5.Apa beda kunjungan baru lama ?
..................................................................................................................
..................................................................................................................

Pelatihan Penatalaksanaan IMS 140

Anda mungkin juga menyukai