Paraplegia
Paraplegia
PENDAHULUAN
1.1. Tujuan
1.1.1. Tujuan Umum
Menjelaskan tentang paraplegi.
1.1.2. Tujuan Khusus
Menjelaskan pemeriksaan yang dilakukan pada pasien dengan
paraplegia.
1.3. Manfaat
Meningkatkan pengetahuan dokter umum mengenai Paraplegi beserta
pemeriksaannya.
BAB II
PARAPLEGIA
2.1. Definisi
1
Kondisi dimana bagian bawah tubuh (ekstremitas bawah)
mengalami kelumpuhan atau paralisis akibat lesi bilateral/ transversal di
medulla spinalis di bawah tingkat cervical (pada segmen thoracal, lumbal
atau sakral pada medulla spinalis).
2.2. Klasifikasi
2
b. Hiperfleksia
d. Refleks patologik
e. Disuse Atrofi
3
akibat otot tidak aktif digerakkan. Atrofi karena hal tersebut
dikenal sebagai Disuse Atrophy.
i. Kompresif
4
dengan kompresif myelitis). Penyakit yang dapat
menyebabkan penekanan seperti :
- Neoplasma
- Abses Epidural
- Hemorrhagic Epidural
- Herniated Disk
Intramedullary
Ekstramedullary
5
- Infeksi
- Vaskular
- Metabolik
Defisiensi B12
- Herediter
6
d. Atrofi otot cepat terjadi. Musnahnya motor neuron berikut
dengan aksonnya, berarti pula bahwa kesatuan motoriknya
runtuh, sehingga atrofi cepat terjadi.
a. Neurogenik
b. Miogenik
PARAPLEGI
UMN LMN
Siringomelia
Hematomyelia
Ekstra dural : Intra dural :
Glioma
Disc lesion Meningioma
7
Astrocytoma
Lesi vertebra Neurofibroma
Arachnoiditis
e
2.3. Patofisiologi
8
Lesi yang memotong melintang (transversal) medulla spinalis pada
tingkat thorakal atau tingkat lumbal atas, akan mengakibatkan kelumpuhan
UMN pada otot-otot tubuh yang berada di bawah lesi. Lesi transversal
yang merusak segmen tersebut akan memutuskan jaras kortikospinal
lateral dan memotong seluruh lintasan ascendens dan descendens lainnya.
9
Gambar 2.1. Tingkat lesi yang dapat menyebabkan paraplegi
Sistem saraf pusat terdiri atas otak, (cerebrum dan cerebellum) dan
medulla spinalis. Otak merupakan pusat dan pikiran dan interpretasi
terhadap lingkungan eksternal, sedangkan medulla spinalis merupakan
kumpulan saraf-saraf yang menghubungkan otak dengan organ tubuh dan
sebaliknya. Medulla spinalis dilindungi dari bagian dalam menuju luar
10
oleh cairan cerebrospinal, selaput otak dan tulang vertebrat. Medulla
spinalis tersusun atas segmen-segmen yang sama dengan tulang vertebra,
namun karena pertumbuhan maka segmen medulla spinalis semakin
kebawah semakin menjauhi segmen tulang vertebra yang sesuai, segmen-
segmen itu adalah:
11
mempunyai koneksi menuju otot kaki dan tungkai bawah.
Peta itu, dikenal sebagai humankulusmotorik.
12
b. Susunan Ekstrapiramidal
Berbeda dengan uraian sederhana tentang susunan
pyramidal, susunan ekstrapyramidal terdiri atas komponen-
13
komponen, yakni : korpus striatum, globus pallidus, inti
thalamik, nukleus subthalamikus, substantia nigra, komotio
reticularis batang otak, cerebellum dan korteks motorik
tambahan, yaitu area 4, 6 dan 8. Komponen-komponen
tersebut dihubungkan satu dengan yang lain oleh akson
masing-masing komponen itu. Dengan demikian terdapat
lintasan yang melingkar, yang dikenal sebagai sirkuit.
2. Lower Motor Neuron
Neuron yang menyalurkan impuls motorik pada bagian
perjalanan terakhir keseluruhan otot skeletal dinamakan lower
motorneuron. Lower motorneuron dibedakan menjadi 2 bagian :
a. motorneuron berukuran besar dan menjulurkan akson tebal ke
serabut otot ekstrafusal dan yang lain, b. motor neuron
berukuran kecil, akhirnya halus dan mensarafi serabut otot
intrafusal. Dengan perantaraan kedua macam motorneuron itu,
impuls otorik dapat mengemudikan keseimbangan tonus otot
yang diperlukan untuk mewujudkan setiap gerakan tangkas.
Tiap motorneuron menjulurkan hanya satu akson, tapi pada
ujungnya setiap akson bercabang-cabang, setiap cabang
mensarafi seutas serabut otot, dengan demikian setiap akson
dapat berhubungan dengan sejumlah serabut otot.
Tugas motorneuron hanya menggerakan sel-sel serabut otot.
Otot lumpuh ringan (paresis) atau lumpuh mutlak (paralisis)
bergantung pada jumlah motorneuron yang rusak. Oleh karena
motorneuron dengan sejumlah serabut otot yang dipersarafinya
merupakan satu kesatuan, maka kerusakan motorneuron
membangkitkan keruntuhan pada serabut otot yang termasuk
unit motorinya, lalu otot yang terkena akan atrofi atau mengecil.
Di samping itu, dapat terlihat juga adanya kegiatan abnormal
pada serabut otot sehat yang tersisa, yang disebut fasikulasi.
14
3. Motor End Plate
Akson menghubungkan sel serabut otot melalui sinaps,
sebagaimana neuron berhubungan dengan neuron lain. Bagian
otot yang bersinaps itu dikenal sebagai motor end plate. Inilah
alat perhubungan antara neuron dan otot.
2.4. Gejala
Akut
Ditandai dengan adanya gejala dislokasi atau fraktur pada tulang
belakang akibat suatu trauma atau karena lesi vaskuler berupa
trombosis, trombosis pada arteri spinalis, hematomielia, aneurisma
aorta disektans.
Sub akut
Keadaan ini disebabkan karena adanya gangguan imunologi
dengan gejala myelitis postvaccinalis atau postinfeksiosa dan
myelopati nekrotikans
Sub Kronis
Dengan manifestasi seperti spondilitis TBC, tumor spinal dan abses
epidural. Sedangkan pada anak anak terdapat gejala cerebral
palsy. Manifestasi penyakit herediter yang menyertai
keterbelakangan mental seperti deficit sensorik pada permukaan
anggota gerak kedua sisi yang terletak di bawah lesi. Sebagian
besar kasus paraplegia kelompok ini dilengkapi dengan gangguan
15
miksi dan defekasi. Bahkan, tidak jarang retensi urin mendahului
manifestasi kelumpuhan anggota gerak kedua sisi.
Kronik
Terjadi gejala ALS ( Amiotropic Lateral Sclerosis ), gangguan
miksi, defekasi, retensi urine yang mendahului kelumpuhan
anggota gerak kedua sisi.
2.5. Diagnosa
2.5.1. Anamnesa
Mulai kapan ?
16
tenaga dengan menahan nafas seperti kalau mengangkat
barang berat atau mendorong kereta yang mogok di jalan,
terasa timbul perasaan nyeri tajam di belakang tubuh yang
serentak disusul dengan gejala shock dan paraplegia.
17
tumor spinal, mempunyai equivalensia pada spondilitis
tuberkulosa dalam bentuk nyeri radikular yang timbul pada
waktu batuk, bersin atau thoraks bergerak. Perjalanan dan
perkembangan penyakit kira-kira sama dengan tumor spinal
Inspeksi
Palpasi
Sistem motorik
o Tonus Otot
o Klonus Otot
18
Gambar 2.2. Pemeriksaan Klonus otot
o Reflek Fisiologis
19
menghilang pada lesi di segmen L1-L2, juga
pada usia lanjut.
- Reflek Gluteal
20
Refleks tendon lutut (L2-3-4, N. Femoralis)
Sikap : Pasien duduk dengan kedua kakinya
digantung, Pasien duduk dengan kedua kakinya
ditapakkan diatas lantai, Pasien berbaring
terlentang dengan tungkainya difleksikan di
sendi lutut.
Stimulasi : Ketukan pada tendon patella
Respons : tungkai bawah berekstensi.
21
o Reflek Patologis
22
Gambar 2.5. Pemeriksaan Chaddok
23
Schaffer : memencet tendon achilles secara
keras. Respon seperti babinski.
Sistem Sensorik
24
Rasa raba : Dengan menggunakan kapas, raba
kulit pasien dengan ujung kapas, bandingkan
kanan dan kiri.
Untuk mengetahui segmen medulla spinalis yang
mengalami lesi dengan dapat digunakan bantuan
susunan sebagai berikut :
1. Laboratorium
- Darah : tidak spesifik
- Urine : ada infeksi, leukosit dan eritrosit meningkat, bila
sudah berlangsung lama
- Liquor : bila etiologinya infeksi dapat ditemukan sel-sel
leukosit
2. Foto
- Plain : bila dicurigai ada riwayat trauma yang
menyebabkan fraktur vertebrae.
25
Gambar 2.9. Foto X-Ray
2.6. Penatalaksanaan
2.6.1. Medikamentosa
26
2.6.2. Non Medikamentosa
a. Fisioterapi
27
Gambar 2.12. Fisioterapi dengan ROM (Range Of Motion)
b. Operasi
28
b. Cedera terbuka dengan benda asing atau tulang
dengan canalis spinalis.
c. Lesi parsial medulla spinalis dengan
Hematmielia yang progresif.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
29
sistem motorik seperti reflek fisiologis (reflek superficial dan reflek tendo
profunda), reflek patologis (Babinsky, Chaddok, Openheim, Gordon,
Schaffer, Gonda, Stransky, Rossolimo, Mendel), tonus otot, dan klonus
otot serta sistem sensorik seperti pemeriksaan suhu, raba, dan nyeri. untuk
membantu menegakkan diagnosa, foto thorax dapat dilakukan bila
dicurigai adanya riwayat trauma.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.gigermd.com.
http://www.drmunirel.com.
30