I. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah mengisolasi dan menentukan kadar
kafein dalam kopi.
II. Prinsip Percobaan
Adapun prinsipnya berdasarkan proses pengiolasian tumbuhan kopi (bubuk
kopi) dengan menggunakan pelarut seperti air dan kloroform sebagai pengekstrak
untuk memperoleh kristak kafein dari kopi.
III. Landasan Teori
Kafein adalah suatu senyawa organik yang mempunyai nama lain yaitu
kafein, tein, atau 1,3,7-trimetilxantin. Kristal kafein dalam air berupa jarum-jarum
bercahaya. Bila tidak mengandung air, kafein melelh pada suhu 234 239 oC dan
menyublin pada suhu yang lebih rendah. Kafein mudah larut dalam air panas dan
Secara alamiah selain dalam biji kopi, kafein juga terdapat dalam daun the,
daun mete, biji kola dan coklat (theobromin). Kafein bersifat sebagai basa lemah
Kafein merupakan senyawa bahan alam yang tersebar luas dan tergolong dalam
memiliki pH 6,9. Satu gram kafein akan larut dalam 46 mL air (suhu kamar); 5,5
mL air (80 oC); 1,5 mL air (100 oC); 6,6 mL alkohol (suhu kamar); 22 mL alkohol
(60 oC); 50 mL aseton; 5,5 mL kloroform; 530 mL ether; 100 mL benzena; dan 22
O H3C
H3C
CH
O N
CH3
O H3C
H3C
CH
O N
CH3
O H3C
H3C
CH
O N
CH3
Dan ditemukan dalam daun teh, daun mete, biji kola, biji coklat, serta dalam buah
dari 63 spesies tumbuhan yang tumbuh diseluruh dunia (M de Man, 1997). Kafein
ini banyak ditemukan dalam minuman seperti the, kopi, minuman ringan yang
mengandung kola, minuman energi/suplemen, coklat, kakao, obat-obatan, dan
makanan. Kandungan kafein pada teh relatif lebih besar daripada yang terdapat
dalam kopi, namun pemakaian the dalam minuman ringan maupun minuman
suplemen juga lebih encer bila dibanding kopi (Winarno,1997).
Kafein yang merupakan derivat xantin memiliki efek utama yaitu dalam hal:
(1) perangsangan sistem saraf pusat, terutama pusat nafas; (2) meningkatkan
diuresis; (3) merangsang otot jantung; (4) relaksasi otot polos (Munaf dan
Sjamsuir,1994). Selain itu, kafein mempunyai pengaruh yang baik pada sakit
kepala dan migren karena menyimpitkan pembuluh darah otak (Schunack,1990).
Diperkirakan bahwa konsumsi kafein harian di Amerika Serikat sebanyak 206
mg per orang (Robert dan Barone,1983). Kafein menunjukkan sebagian efek
fisiologi (Van Borstel, 1983) dan akibatnya status peraturan ditinjau kembali
(Miles, 1983). Laporan terbaru dari kongres European Society of Cardiology
menyebutkan kafein sebagai penyebab pengerasan pembuluh darah yang bisa
memicu serangan jantung dan stroke. Gejala ini berlansung selama dua jam
setelah kopi diminum. Perigatan terutama ditujukan pada penderita tekanan darah
5 10 mmHg. Jika diikuti pengerasan pembuluh darah, resiko pasien darah tinggi
terkena serangan jantung dan stroke menjadi lebih besar bila dibandingkan
manusia normal. Kematian akibat keracunan kafein jarang terjadi. Gejala yang
meninjol pada penggunaan kafein dosis berlebihan adalah muntah dan kejang
(Munaf dan Sjamsuir, 1994).
Penggunaan kafein dalam dunia obat-obatan telah dikenal sejak lama,
terutama dipakai sebagai central nervous system stimulant, cardiac stimulant,
respiratory stimulant, disamping dipakai juga sebagai bahan baku pembuatan
rehophylline dan sebagainya. Kafein merupakan senyawa organik kelompok
alkaloida dengan rumus molekul C8H10N4O2 dan berat molekul 194,19. Kafein
dikenal juga dengan berbagai nama lain seperti 3,7 dihydro; 1,3,7 trimetil 1-N
purine; 2,6 dione; 1,3,7-trimetil-2,6 dioksopurine; kafein; tehnin; guanin.
Di alam kafein banyak terdapat dalam biji kopi, daun the, biji-biji cola dan
sebagainya, dengan kandungan kafein dalam baku tersebut berkisar antara: 1,5
3,5%. Adapun sifat dan karekteristik kafein adalah:
1. Titik leleh 235 237,5 oC.
2. Kristal berwarna putih.
3. Pada tekanan 1 atm tersublimasi tanpa dekomposisi pada temperatur 176 oC.
4. Tidak berbau, dan memiliki rasa pahit.
5. Kelarutan: larut baik dalam kloroform, air mendidih dan alkohol, sedikit larut
dalam air dingin dan eter.
6. Efektif dosis: 0,15 0,25 gram/sekali.
(Arniah,1998).
IV. Metodologi Praktikum
1. Alat dan Bahan
No Nama Alat Ukuran (mL) Jumlah
1. Labu alas bulat 500 1 buah
2. Gelas timbang 50 1 buah
3. Gelas kimia 600 & 800 1 buah
4. Gelas ukur 100 1 buah
5. Corong buchner - 1 buah
6. Batang pengaduk - 1 buah
7. Corong pisah 100 1 buah
8. Cawan penguap - 1 buah
9. Corong kaca - 1 buah
10. Botol semprot - 1 buah
11. Gelas ukur 50 1 buah
12. Pipet tetes - 1 buah
Bahan
1. Kopi 4. Aquades
2. Timbal asetat padat 5. Larutan CHCl3
3. HNO3 encer 6. Ammonium hidroksida
2. Prosedur Kerja
20 g kopi halus
Ampas Filtrat
- di+ larutan timbal asetat
endapan filtart
- di+ 25 mL CHCl3
- dikocok lalu didiamkan
1,41 gram
= 20 gram
x 100%
= 7,05%
VI. Pembahasan
Kafein yang merupakan senyawa alam, itu banyak terdapat di dalam biji kopi,
daun teh, biji-biji cola dan sebagainya. Untuk percobaan ini sampel yang akan
dihitung kadar kafeinnya itu yang berasal dari kopi. Kafein merupakan suatu
turunan dari N-metil xantin yang memiliki rumus struktur
O H3C
H3C
CH
O N
CH3
Kafein (1,3,7-trimetilxantin)
Kafein ini juga tergolong dalam senyawa alkaloid yang mempunyai rumus
molekul C6H10N4O2. Adapun sifat karekteristik dari kafein itu sendiri mempunyai
titik lelh berkisar 235-237,5 oC dimana pada tekanan 1 atm akan tersublimasi
tanpa dekomposisi pada temperatur 176 oC, tidak berbau dan memiliki rasa yang
pahit serta kristal yang dihasilkan itu berwarna putih.
Dalam penentuan kadar kafein yang berasal dari kopi ini, tahapnya
ditambahkan aquades untuk tujuan agar kopi itu dapat larut yang selanjutnya
dilakukan proses pengrefluksan agar larutan kopi tersebut homogen. Proses
isolasi kafein dari biji kopi secara laboratoris dilakukan dengan cara pendidihan
dengan menggunakan air tadi yang berlangsung selama 25 menit dihitung mulai
ketika larutan kopi tersebut mendidih. Air sebagai pelarut mempunyai banyak
keuntungan, selain murah juga mudah didapat dan selama proses isolasi tidak
merusak kafein walaupun, pada suhu yang tinggi seperti pada proses pemanasan
tadi. Selanjutnya setelah proses refluks campuran tersebut disaring pada kadaan
panas dengan maksud agar kafein yang ada dalam kopi itu ikut dengan filtratnya
tidak lagi berada pada endapannya, sebab dikhawatirkan ketika dingin kafein
tidak dapat terambil secara keseluruhan. Proses penyaringan ini dibantu dengan
menggunakan corong buchner untuk mempercepat proses penyaringan tersebut.
Seperti yang diketahui bahwa kafein merupakan derivat xantin yang dapat
memberikan efek utama dalam hal merangsang sistem saraf pusat terutama pada
pusat nafas, merangsang otot jantung, relaksasi otot polos dan dapat
meningkatkan diuresis, selain itu dapat menyempitkan pembuluh darah otak yang
baik pada sakit kepala dan migran. Perlu diketahui bahwa pengkonsumsian kafein
yang terlalu banyak menyebabkan pengerasan pembuluh darah yang dapat
memicu serangan jantung dan stroke, sehingga perlu berhati-hati dan tidak
berlebihan dalam mengkonsumsinya.
Untuk tahap selanjutnya filtrat yang diperoleh ditambahkan dengan timbal
asetat yang dapat mengendapkan zat pengotor seperti albumin, asam-asam, tanin,
garam-garam dan lain-lain. Pemberiannya dilakukan setetes demi setetes
menghindari timbal asetat yang ada pada larutan tersebut berlebih untuk
menghindari rusaknya kafein yang ada pada filtrat tersebut, karena kelebihan
timbal asetat yang terlalu banyak dikhawatirkan juga dapat mengendapkan kafein
yang ada. Selanjutnya filtar tersebut disaring agar kotoran yang telah mengendap
setelah penambahan timbal asetat tadi dapat tertinggal. Kafein mudah larut dalam
pelarut non polar sehingga diekstrak dengan kloroform. Penambahan kloroform
pada ekstraksi ini bertujuan untuk melarutkan kafein dalam filtart sehingga
diperoleh kafein yang larut dalam kloroform. Proses ekstraksi ini berlangsung
atau terjadi proses kesetimbangan setelah dilakukan proses penggocokan, sebab
larutan baru dapat dipisahkan setelah larutan tersebut berada dalam keadaan diam.
Dalam hal ini corong pisah yang kita gunakan harus diguncang dengan kuat agar
kedua larutan terdistribusi dalam dua fase polar dan non polar sehingga pada suhu
dan tekanan yang tetap terjadi kesetimbangan kimia. Proses penenangan yang
dilakukan dimaksudkan untuk menstabilkan molekul-molekul yang terganggu
pada saat dilakukan proses penggocangan atau biasa disebut pengaturan diri
sehingga tercapai kesetimbangan kimia, maka terbentuklah dua fasa. Lapisan atas
merupakan campuran kopi dengan air sedangkan pada lapisan bawah merupakan
larutan kloroform terdapat kafein yang larut didalamnya, sehingga pada lapisan
bawah yang diambil dan ditampung pada cawan penguapan. Untuk menghindari
adanya kafein yang masih tertinggal pada lapisan atas, maka kembali
ditambahkan kloroform yang selanjutnya diekstraksi kembali. Hasilnya kembali
ditampung pada cawan penguapan. Larutan CHCl3 yang ada dalam cawan
penguapan tadi diuapkan sehingga yang tertinggal adalah kristal kafeinnya,
setelah diperoleh kristalnya dan dihitung kadarnya dan diperoleh sebesar 7,05%.
VII Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah proses
pengisolasiannya diawali dengan menggunakan suatu pelarut yang kemudian
direfluks yang selanjutnya diekstraksi dengan kloroform yang hasilnya diuapkan
untuk memperolek kristal kafein dari kopi tersebut. Dari hasil perhitungan
diperoleh kadar kafein sebesar 7,05%.
DAFTAR PUSTAKA
I. Tujuan Percobaan
Suatu pendekatan untuk mengetahui golongan kelompok senyawa (alkaloid,
triterpenoid, steroid, saponin, flavonoid, tannin, polifenol dan kuinon) yang
terkandung pada bagian-bagian tumbuhan (akar, batang, ranting, daun, bunga, biji
dan buah).
II. Prinsip Percobaan
Adapun prinsip dari percobaan ini berdasarkan komposisi kandungan
tumbuhan yang dimiliki oleh senyawa target (daun mengkudu) tersebut dengan
ditandai terjadinya warna yang ditimbulkan serta munculnya busa pada uji
saponin.
III. Landasan Teori
Mengkudu memiliki nama latin Morinda citrifolia. Marga (genus) Morinda
meliputi sekitar 50 hingga 80 spesies. Corolus Linnaeus, seorang ahli klasifikasi
tanaman mengklasifikasikan mengkudu dalam jenis/spesies Morinda Citrifolia L.
Berdasarka hasil penenlitian oleh beberapa ahli dapat teridentifikasi beberapa
zat aktif yang lebih berperan dibanding zat lainnya di dalam buah mengkudu. Zat-
zat aktif tersebut meliputi: polisakarida, ascorbic acid, -carotene dan l-arginine.
Hirazumi dan Furusawa dari bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Burns
John A Universitas di Hawaii berhasil melakukan penelitian pada jus mengkudu
yang mengandung substansi-substansi kaya polisakarida yang merupakan suatu
senyawa polimer serta memiliki luas permukaan yang besar, melalui aktivitas
anti tumor dalam model LCC ternyata dapat menenkan pertumbuhan tumor
melalui aktivasi sistem kekebalan tubuh (Sjabana, 2002).
Diantara berbagai jenis metode pemisahan, ekstraksi pelarut atau disebut juga
ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik dan sangat populer.
Alasan utamanya adalah bahwa pemisahan ini dapat dilakukan baik dalam tingkat
makro maupun mikro. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut
dengan perbandingan tertentu dengan dua pelarut yang tidak saling bercampur,
seperti benzena, karbon tetraklorida atau kloroform. Batasannya adalah zat
terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase pelarut.
Tehnik ini dapat dilakukan untuk kegunaan preparatif, pemurnian, pemisahan
serta analisis pada semua skala kerja (Khopkar, 1990).
Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat kaya akan
keanekaragaman hayati dan sumber daya alam dengan berbagai jenis spesies
tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber obat-obatan dan insektisida.
Sumber daya alam hayati bisa berasal dari flora, fauna dan mikroorganisme. Salah
satu sumbagan penting dari kekayaan flora Indonesia adalah tersediannya
senyawa-senyawa bioaktif. Metode yang dapat dipergunakan untuk mencari dan
menemukan senyawa bioaktif adalah pendekatan fitofarmakologi
(Phytopharmacologic approaches) dan pendekatan skrining fitokimia
(Phytopharmacologic screening approaches) (Linskens,1963).
Menurut Harbone (1987) fitokimia adalah suatu teknik analisis kandungan
kimia di dalam tumbuhan. Analisis ini bersifat kualitatif sehingga data yang
dihasilkan adalah data kualitatif. Oleh karena itu dengan metode fitokimia dapat
diketahui secra kualitatif kandungan kimia dalam suatu jenis tumbuhan. Secara
umum kandungan kimia tumbuhan dapat dikelompokkan dalam golongan
senyawa alkaloid, triterpenoid, steroid, saponin, flavonoid, tannin, polifenol dan
kuinon. Senyawa-senyawa tersebut tersebut tersebar luas di dalam tumbuhan.
Untuk menentukan senyawa-senyawa tersebut digunakan pereaksi-pereaksi
khusus dan spesifik, misalnya pereaksi Dragendrof, Meyer, Wagner, asam pikrat
dan pereaksi asam tannat untuk alkaloid. Pereaksi Liebermenn-Burchard untuk
terpenoid, FeCl2 untuk mengidentifikasi flavanoid dan larutan gelatin untuk
senyawa tannin.
Selama dasawarsa terakhir penelitian mengenai kandungan kimia semakin
pesat sehingga manfaat uji fitokimia semakin sangat dibutuhkan dan memberi
sumbangan yang sangat bermakna (Abraham, 2007).
Menurut Harbone (1996) senyawa metabolit sekunder umumnya terdapat
pada tanaman terdiri atas:
a. Alkaloid
Alkaloid pertama kali diungkapkan Meisner (1818) untuk menyebut senyawa-
senyawa yang mirip dengan alkali (basa)
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa yang tersebar luas hampir pada
semua jenis tumbuhan yang merupakan senyawa turunan yang mengandung
unsur nitrogen (umumnya dalam cincin) yang terdapat pada mahluk hidup
(Raphael, 1991). Alkaloid mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang
biasanya bersifat basa dan membentuk cincin heterosiklik (Harbone,1996)
N N N:
H H
Alkaloid dapat ditemukan pada biji, daun, ranting dan kulit kayu dari tumbuh-
tumbuhan. Kadar alkaloid dari tumbuhan dapat mencapai 10-15%. Alkaloid
kebanyakan bersifat racun, tetapi ada pula yang berguna di dalam pengobatan.
Alkaloid merupakan senyawa tanpa warna, seringkali bersifat optik aktif,
kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan
misalnya nikotin pada suhu kamar (Sabirin,dkk;1994).
Sumber: Alkaloid disentisis oleh tumbuhan dari asam amino
H
- CO2
Asam amino - NH2 Aldehid R-N-C-R Alkaloid
- CO2
R1 H
Setiap metabolit sekunder yang mengandung nitrogen termasuk golongan
alkaloid (Leonard, 1994).
Penyebarannya alkaloid dalam tumbuhan:
Sebagian besar alkaloid terdapat pada tumbuhan berbunga, angiospermae,
tidak atau jarang ditemukan dalam gymnospermae, paku-pakuan, lumut dan
tumbuhan rendah (Robinson, 1995).
Alkaloid tersebar pada akar, biji dan kulit batang.
Deteksi Alkaloid
Dalam sampel alkaloid dapat dideteksi dengan cara pengendapan, biasanya
menggunakan pereaksi yang mengandung logam pengompleks seperti
pereaksi Meyer, Wagner, Dragendrof. Bisa juga menggunakan pereaksi
pewarna yang biasanya mengandung unsur pengoksidasi atau pendehidrasi.
Sifatnya
- basa mudah mengalami dekomposisi (dipanaskan) (kimia)
- Senyawa padat kristal, tidak berwarna (sedikit yang berupa cairan) (fisika)
(Cordell, 1981).
Fungsi Alkaloid adalah sebagai bahan baku sintesis protein, senyawa
pelindung tumbuhan dari gangguan serangga, dan sebagai hormon pengatur
(Raphael, 1991).
b. Flavanoid
Flavanoid adalah kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam
terutama pada jaringan tumbuhan tinggi. Senyawa ini merupakan produk
metabolit sekunder yang terjadi dari sel dan terakumulasi dalam tubuh
tumbuhan sebagai zat racun, karena tumbuhan tidak mempunyai kelenjar
pembuangan sehingga zat-zat racun tersebut tersebar pada seluruh bagian
tumbuhan yaitu daun, bunga, akar, kulit dan biji (Robinson, 1991). Senyawa
ini merupakan senyawa yang mengandung 15 atom karbon yang membentuk
susunan C6 C3 C6 yang terdiri atas dua cincin benzen yang dihubungkan
oleh rantai propan seperti yang terlihat pada gambar (Harbone, 1996).
Sumbernya : dalam tumbuhan disintesis dari tiga unit asetat malonat (cincin 4)
dan fenil propanoid (cincin B dan C)
A C C C B
O H
H H
H OH
OH
O OH
CHH3
4-(6-O--L-Thamnopyrahosyl)--D-glukopiranosid
(Putrajaya, 2005).
c. Terpenoid
Harbone (1996), menyatakan bahwa terpenoid merupakan salah satu
kelompok metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tumbuhan, mikroba, dan
biota laut. Molekul terpenoid tersusun oleh molekul isoprenoid yang terdiri
atas lima atom karbon (C5) yaitu CH2 = C(CH3) CH = CH2. Senyawa-
senyawa golongan terpenoid biasanya mengandung atom karbon yang
jumlahnya kelipatan dari lima atom karbon yang dihubungkan dua atau lebih
satuan C5. Terpenoid dapat dengan mudah dikenal karena rasanya yang pahit.
Terpenoid dapat dipilah menjadi golongan senyawa triterpen, saponin, dan
steroid (Robinson,1991).
1) Triterpenoid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isopren dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C 30
asiklik.
Sumber: berasal dari hidrokarbon C30 asiklik yaitu skualen.
Sifatnya: tidak berwarna, padat (kristal), titik leleh tinggi dan optikaktif
(fisika) dapat dideteksi dengan pereaksi LB
2) Saponin
Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat sepeti sabun,
serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa
(Harbone, 1984).
O
H
COOH
H O
HO CH2OH
HO o OHOH
H
OH OH
N H
OH OH
C D
A B
2. Prosedur Kerja
Tanin dan polifenol
Sampel
- dihaluskan
- diekstraksi dengan air dibantu pemanasa
Ampas Filtrat
Tb rx I Tb rx II
Uji Alkaloid
Sampel
- dihaluskan
- diekstraksi dengan CHCl3 amoniakal
Ampas Filtrat
- di+ 10 mL H2SO4 2%
- dikocok lalu didiamkan
Sampel
- dihaluskan
- diekstraksi dengan metanol
Ampas Filtrat
- diuapkan
- diekstraksi n-heksana
residu n- heksan
Tb rx I Tb rx II
- di+ HCl pekat
Merah muda/ungu
(+) flavanoid
Sampel
- dihaluskan
- diekstraksi dengan etanol panas
Ampas Filtrat
- diuapkan
Filtrat pekat
Residu Filtrat
- di+ HCl 2 N
Ampas Filtrat
Prx LB
Residu
Ungu/merah saponin dari triterpen
V. Hasil Pengamatan
Uji Alkaloid
Sampel
- digerus + CHCl3 amoniakal
- disaring
Ekstrak
CHCl3
- di+ H2SO4/ terjadi 2 bagian
Sampel
Sampel
- digerus + metanol
- disaring
Ekstrak
n-Heksan
- di+ 0,5 g logam Cu/terjadi 2 bagian
Warna kuning
sebagai kontrol
diduga (+) flavanoid
Uji Tanin dan Polifenol
Sampel
- digerus
- didihkan
- disaring
- di+ larutan FeCl3
Tdk ada warna
Biru/hitam
(-) tanin/polifenol
VI. Pembahasan
1. Alkaloid
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa yang tersebar luas hampir pada
semua jenis tumbuhan yang merupakan senyawa turunan yang mengandung
unsur nitrogen (umumnya dalam cincin) yang terdapat pada mahluk hidup.
Pada uji ini sampel yang akan kita lihat kandungannya terlebih dahulu
digerus. Proses penggerusan ini bertujuan untuk menghancurkan dinding sel
yang sifatnya kaku sehingga senyawa target (metabolit sekunder) yang berada
dalam vakuola mudah untuk diambil. Setelah itu ditambahkan dengan
kloroform yang bertujuan untuk mengambil atau melarutkan senyawa yang
ada di dalam daun mengkudu tersebut dan kemudian diekstraksi dengan
kloroform amoniakal. Proses ekstraksi dengan kloroform amoniakal ini
bertujuan untuk memutuskan ikatan antara asam tanin dan alkaloid yang
terikat secara ionik dimana atom N dari alkaloid berikatan silang stabil dengan
gugus hidroksifenolik dari asam tanin tersebut. Dengan terputusnya ikatan
tersebut alkaloid akan bebas sedangkan asam tanin akan terikat pada
kloroform amoniakal. Setelah itu disaring dan filtratnya dimasukkan ke dalam
corong pisah dan ditambahkan asam sulfat 2 N yang bertujuan untuk mengikat
kembali alkaloid menjadi garam alkaloid agar dapat bereaksi dengan pereaksi-
pereaksi logam yang spesifik untuk alkaloid yang menghasilkan kompleks
garam anorganik yang tidak larut sehingga terpisah dengan metabolit
sekunder lainnya. Penambahan asam sulfat 2 N ini mengakibatkan larutan
terbentuk menjadi 2 fase karena adanya perbedaan tingkat kepolaran antara
fase aquades yang polar dan kloroform yang relatif kurang polar. Garam
alkaloid akan larut pada lapisan atas (fasa aquades), sedangkan lapisan
kloroform berada pada lapisan bawah karena memiliki massa jenis yang lebih
besar. Proses pengadukan disini dimaksudkan untuk melarutkan senyawa-
senyawa pada tiap-tiap lapisan secara cepat dan sempurna. Setelah terbentuk 2
lapisan hanya pada lapisan asam sulfat yang diambil yang dimaksudkan dalam
tabung reaksi dan ditambahkan pereaksi meyer (K[Hg(I 4)]) yang bertujuan
untuk mendeteksi alkaloid, dimana pereaksi ini akan berikatan dengan
alkaloid melalui ikatan koordinasi antara atom N alkaloid dengan Hg pereaksi
meyer sehingga menghasilkan senyawa kompleks merkuri yang non polar
yang mengendap berwarna putih kekuningan. Reaksinya sebagai berikut
N + KHgI4 Hg - N
putih kekuningan
N + KBiI4 Bi - N
coklat kemerahan
O O Senyawa kompleks
+ + H2SO4 berwarna biru (steroid) dan
HO ungu/merah triterpenoid
I. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengisolasi asam miristat
dalam biji pala.
II. Prinsip Percobaan
Adapun prinsipnya berdasarkan proses pengiolasian asam miristat dengan
menggunakan biji pala dengan menggunakan pelarut yang sesuai dan selanjutnya
kristal yang dihasilkan dihidrolisis menghasilkan asam miristat dan gliserol serta
dikristalisasi.
III. Landasan Teori
Hasil analisis Collin dan Hilditch menunjukkan bahwa biji pala mengandung
73% gliserida jenuh yang terdiri atas komponen-komponen asam lemak dengan
persentase asam miristat sekitar 86,6% dari keseluruhan asam lemak. Sehingga
mereka menyimpulkan bahwa senyawa gliseria, dalam hal ini trimiristin terdapat
dalam jumlah atau proporsi yang sama dengan asam miristat.
Trimiristin adalah suatu gliserida, yakni ester yang terbentuk dari gliserol dan
asam miristat. Trimiristin atau disebut juga gliserol trimiristat, merupakan suatu
kristal polimorf dengan rumus molekul:
H2C OCO (CH2)12CH3
Bahan
- Biji pala - Benzena
- eter - aseton
2. Prosedur Kerja
10 g serbuk pala
Ekstrak
- di+ 50 mL aseton
- dimasukkan ke erlemeyer
- didinginkan 1 jam pada suhu kamar
- didinginkan 30 menit dengan es
Kristal Filtrat
trimiristin
- ditimbang o,5 mg
- di+ NaOH 6 M dengan etanol
- direfluks 1 jam
Campuran
0,19 g
= 0,21 g x 100 %
= 90,5 %
Reaksi:
O O
H2C O-
O O
cepat H2C OH
- (CH2)12CH3
HC O + 3C H2C OH + 3 C (CH2)12CH3
H2C OH
-
H2C O OH O
O OH
H+ H2O
CH3(CH2)12 C + CH3(CH2) - OH CH3(CH2)12 C - O(CH2)12CH3
OH
O-H O O
H+
CH3(CH2)12 C+ CH3(CH2)12 C+ CH3(CH2)12 C - OH
asam miristat
OH O-H
VI. Pembahasan
Trimiristin adalah suatu gliserida, yakni ester yang terbentuk dari gliserol dan
asam miristat. Trimiristin atau disebut juga gliserol trimiristat, merupakan suatu
kristal polimorf dengan rumus molekul:
H2C OCO (CH2)12CH3
Trimiristin terdapat dalam jumlah atau proporsi yang sama dengan asam
miristat. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis Collin dan Hilditch yang
menunjukkan bahwa biji pala mengandung 73 % gliserida jenuh yang terdiri atas
komponen-komponen asam lemak dengan persentase asam miristat sekitar 86,6 %
dari keseluruhan asam lemak.
Isolasi asam miristat dalam biji pala diawali dengan ekstraksi soxlet trimiristin
memakai biji pala dengan menggunakan benzena sebagai pelarut. Digunakan
benzena sebagai pelarut sebab asam miristat bersifat non polar sehingga mudah
larut dalam pelarut non polar yaitu benzena. Menurut Ketaren kelarutan minyak
atau lemak dalam suatu pelarut ditentukan oleh sifat polaritas asam lemaknya,
asam lemak yang bersifat polar cenderung larut dalam pelarut polar, sedangkan
asam lemak non polar larut dalam pelarut non polar
Trimiristin dan benzena diekstraksi dengan alat soxlet selama 2-3 jam.
Ekstraksi dengan alat soxlet ini merupakan cara ekstraksi yang efisien karena
dengan alat ini pelarut yang dipergunakan dapat diperoleh kembali. Bahan padat
umumnya membutuhkan waktu ekstraksi yang lebih lama, karena itu dibutuhkan
pelarut yang lebih banyak.
Larutan ekstrak yang dihasilkan berupa minyak kemudian ditambahkan
dengan aseton (sambil tetap dipanaskan) agar reaksi yang berlangsung itu lebih
cepat pada keadaan panas. Penambahan aseton ini berfungsi untuk memisahkan
benzena dan trimiristin yang dapat membentuk gugus ester atau ikatan ester yang
membentuk kristal trimiristat.
Pada tahap hidrolisis trimiristat bertujuan agar kristal trimiristat berada dalam
suasana basa, sebab kristal trimiristat harus berada dalam suasana basa sehingga
menghasilkan asam miristat dan gliserol kemudian ditambahkan dengan NaOH
dan aseton. Penambahan aseton ini untuk mencegah terjadinya reaksi penyabunan
karena ketika ditambahkan dengan NaOH akan bereaksi dengan trimiristin
membentuk sabun. Reaksi penyabunan ini merupakan suatu hidrolisis alkali dari
lemak menghasilkan gliserol dan garam dari asam-asam lemak (asam karboksilat)
yang disebut sabun. Penyabunan disebut juga dengan saponifikasi. Sabun adalah
garam logam alkali dan asam-asam lemak yang mengandung garam C 16 dan C18
namun juga dapat mengandung beberapa karboksilat dengan bobot atom lebih
rendah. Suatu karbon mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ujung
ion. Bagian hidrokarbon dari molekul ini bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-
zat non polar sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena
adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun tidaklah benar-benar larut
dalam air namun sabun mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel
yakni segerombolan molekul sabun yang rantai karbonnya mengelompok dan
ujung-ujung ionnya menghadap ke air. Selanjutnya direfluks dengan tujuan agar
terjadi penambahan energi aktivasi sehingga mekanisme pembentukan kristal
miristat tersebut itu dapat berjalan. Penambahan air dan HCl setelah proses refliks
ini untuk mendapatkan kristal asam miristat yang berupa zat padat berwarna
putih. Setelah diperoleh kristalnya, maka dihitung rendemennya dan diperoleh
sebesar 90,5 %.
VII. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini bahwa isolasi asam
miristat dengan menggunakan biji pala diawali dengan ekstraksi trimiristin yang
kemudian dihidrolisis dalam suasana basa menghasilkan asam miristat dan
dikristalisasi sehingga diperoleh kristal asam miristat dan diperoleh rendemen
sebesar 90,5 %.
DAFTAR PUSTAKA
CH3
Kafein (1,3,7-trimetilxantin)
Tugas Setelah Praktikum
1. Sebutkan sifat asam miristat!
2. Berbentuk apakah kristal trimiristin yang diperoleh dan berapa kadarnya!
3. Tuliskan tahapan-tahapan reaksi hidrolisis trimiristin!
Jawab:
1. a. wujudnya berupa kristal putih agak berminyak
b. mempunyai rumus molekul CH3(CH2)12COOH
c. memiliki titik leleh 54,4 oC
d. memiliki titik didih 326,2 oC
e. sangat larut dalam alkohol dan eter, tetapi tidak larut dalam air
2. Bentuk kristalnya adalah berbentuk polimorf padatan dan strukturnya halus dan
kadarnya 90,5 %
Dik : Berat kristal trimiristin = 0,21 gram
Berat kristal asam miristat = 0,19 gram
Dit : Rendemen = ..?
Peny:
Berat kristal asam miristat
Rendemen = Berat kristal trimiristin
x 100 %
0,19 g
= 0,21 g x 100 %
= 90,5 %
3. 1. Katalis trimiristin oleh basa
O O
H2C OH
-
H2C O OH O
2. Reaksi esterifikasi
O O
O-
3. Hidrolisis trimiristin
O OH
H+ H2O
CH3(CH2)12 C + CH3(CH2) - OH CH3(CH2)12 C - O(CH2)12CH3
OH O
H+
CH3(CH2)12 C - O(CH2)12CH3 CH3CH2O C - (CH2)12CH3
OH
OH
O OH OH
H+ H+
CH3(CH2)12 C - OH CH3(CH2)12 C - O(CH2)12CH3 CH3(CH2)12 C
OH
OH
Tugas Setelah Praktikum
1. Tuliskan reaksi umum yang terjadi pada:
a. Uji alkaloid
b. Uji steroid
c. Uji flavonoid
d. Uji tannin dan polifenol
2. Pada uji alkaloid, kesimpilan yang akan saudara berikan (+) atau (-). Jika uji
dengan pereaksi meyer (+) sementara uji dengan dragendorf (-) ?
Jawab:
1. a. Reaksi umum pada uji alkaloid
K2HgI4 2K+ + HgI42-
c. Uji Flavanoid
HO O HO O
terbentuk warna ungu
flavonon
HO
OH OH
3+
+ Fe + Fe(OH)3
OH OH
HO
warna hitam
HO
HO HO
2. Pada uji alkaloid dengan menggunakan uji pereaksi meyer (kalium tetraiodo
merkurat) dan pereaksi gragendorf (kalium tetraiodo bismulat).
a. Pada uji pereaksi meyer dihasilkan (+) alkaloid, apabila terbentuk endapan
putih. Dimana pereaksi meyer bersifat elektrofilik (Hg2+), mengadisi atom C
no 2, dimana terlebuh dahulu K2HgI4 terlarut dalam air secara reversibel
dengan mensorvasi asam iodida + KI + HgO. Hg 2+ dari HgO membentuk
kompleks dengan dua molekul kolid sebagai endapan putih.
b. Menggunakan pereaksi dragendrof (kalium tertaiodo bismutat) hasilnya (+)
alkaloid apabila terbentuk endapan hijau atau hitam.