Anda di halaman 1dari 43

PENENTUAN KADAR KAFEIN DALAM KOPI

I. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah mengisolasi dan menentukan kadar
kafein dalam kopi.
II. Prinsip Percobaan
Adapun prinsipnya berdasarkan proses pengiolasian tumbuhan kopi (bubuk
kopi) dengan menggunakan pelarut seperti air dan kloroform sebagai pengekstrak
untuk memperoleh kristak kafein dari kopi.
III. Landasan Teori
Kafein adalah suatu senyawa organik yang mempunyai nama lain yaitu

kafein, tein, atau 1,3,7-trimetilxantin. Kristal kafein dalam air berupa jarum-jarum

bercahaya. Bila tidak mengandung air, kafein melelh pada suhu 234 239 oC dan

menyublin pada suhu yang lebih rendah. Kafein mudah larut dalam air panas dan

kloroform, tetapi sedikit larut dalam air dingin dan alkohol.

Secara alamiah selain dalam biji kopi, kafein juga terdapat dalam daun the,

daun mete, biji kola dan coklat (theobromin). Kafein bersifat sebagai basa lemah

dan hanya membentuk garam dengan basa kuat (Abraham, 2007:11).

Kafein merupakan senyawa bahan alam yang tersebar luas dan tergolong dalam

senyawa dengan rumus molekul C8H10N4O2, bersifat basa lemah, berbentuk

serbuk putih yaitu kristal-kristal panjang, rasanya pahit (http://www. Chagjaya-

abdi.com/kafeina.htm), memiliki titik leleh sebesar 234 -239 oC serta menyublim

pada temperatur 180 200 oC (Reynolds, 1982).


Kafein memiliki berat molekul 194,19 g/mol. Larutan kafein 1% dalam air

memiliki pH 6,9. Satu gram kafein akan larut dalam 46 mL air (suhu kamar); 5,5

mL air (80 oC); 1,5 mL air (100 oC); 6,6 mL alkohol (suhu kamar); 22 mL alkohol

(60 oC); 50 mL aseton; 5,5 mL kloroform; 530 mL ether; 100 mL benzena; dan 22

mL benzena mendidih (Sudarmadji,1984).

Kafein merupakan turunan N-metrilxantin (Schunack dkk;1990). Turunan N-

metilxantin ini terdiri dari:

1. Kafein (1,3,7-trimetilxantin) dengan struktur:

O H3C
H3C
CH
O N

CH3

2. Teofilin (1,3-dimetilxantin) dengan struktur:

O H3C
H3C
CH
O N

CH3

3. Teobromin (3,7-dimetilxantin) dengan struktur:

O H3C
H3C
CH
O N

CH3
Dan ditemukan dalam daun teh, daun mete, biji kola, biji coklat, serta dalam buah
dari 63 spesies tumbuhan yang tumbuh diseluruh dunia (M de Man, 1997). Kafein
ini banyak ditemukan dalam minuman seperti the, kopi, minuman ringan yang
mengandung kola, minuman energi/suplemen, coklat, kakao, obat-obatan, dan
makanan. Kandungan kafein pada teh relatif lebih besar daripada yang terdapat
dalam kopi, namun pemakaian the dalam minuman ringan maupun minuman
suplemen juga lebih encer bila dibanding kopi (Winarno,1997).
Kafein yang merupakan derivat xantin memiliki efek utama yaitu dalam hal:
(1) perangsangan sistem saraf pusat, terutama pusat nafas; (2) meningkatkan
diuresis; (3) merangsang otot jantung; (4) relaksasi otot polos (Munaf dan
Sjamsuir,1994). Selain itu, kafein mempunyai pengaruh yang baik pada sakit
kepala dan migren karena menyimpitkan pembuluh darah otak (Schunack,1990).
Diperkirakan bahwa konsumsi kafein harian di Amerika Serikat sebanyak 206
mg per orang (Robert dan Barone,1983). Kafein menunjukkan sebagian efek
fisiologi (Van Borstel, 1983) dan akibatnya status peraturan ditinjau kembali
(Miles, 1983). Laporan terbaru dari kongres European Society of Cardiology
menyebutkan kafein sebagai penyebab pengerasan pembuluh darah yang bisa
memicu serangan jantung dan stroke. Gejala ini berlansung selama dua jam
setelah kopi diminum. Perigatan terutama ditujukan pada penderita tekanan darah
5 10 mmHg. Jika diikuti pengerasan pembuluh darah, resiko pasien darah tinggi
terkena serangan jantung dan stroke menjadi lebih besar bila dibandingkan
manusia normal. Kematian akibat keracunan kafein jarang terjadi. Gejala yang
meninjol pada penggunaan kafein dosis berlebihan adalah muntah dan kejang
(Munaf dan Sjamsuir, 1994).
Penggunaan kafein dalam dunia obat-obatan telah dikenal sejak lama,
terutama dipakai sebagai central nervous system stimulant, cardiac stimulant,
respiratory stimulant, disamping dipakai juga sebagai bahan baku pembuatan
rehophylline dan sebagainya. Kafein merupakan senyawa organik kelompok
alkaloida dengan rumus molekul C8H10N4O2 dan berat molekul 194,19. Kafein
dikenal juga dengan berbagai nama lain seperti 3,7 dihydro; 1,3,7 trimetil 1-N
purine; 2,6 dione; 1,3,7-trimetil-2,6 dioksopurine; kafein; tehnin; guanin.
Di alam kafein banyak terdapat dalam biji kopi, daun the, biji-biji cola dan
sebagainya, dengan kandungan kafein dalam baku tersebut berkisar antara: 1,5
3,5%. Adapun sifat dan karekteristik kafein adalah:
1. Titik leleh 235 237,5 oC.
2. Kristal berwarna putih.
3. Pada tekanan 1 atm tersublimasi tanpa dekomposisi pada temperatur 176 oC.
4. Tidak berbau, dan memiliki rasa pahit.
5. Kelarutan: larut baik dalam kloroform, air mendidih dan alkohol, sedikit larut
dalam air dingin dan eter.
6. Efektif dosis: 0,15 0,25 gram/sekali.
(Arniah,1998).
IV. Metodologi Praktikum
1. Alat dan Bahan
No Nama Alat Ukuran (mL) Jumlah
1. Labu alas bulat 500 1 buah
2. Gelas timbang 50 1 buah
3. Gelas kimia 600 & 800 1 buah
4. Gelas ukur 100 1 buah
5. Corong buchner - 1 buah
6. Batang pengaduk - 1 buah
7. Corong pisah 100 1 buah
8. Cawan penguap - 1 buah
9. Corong kaca - 1 buah
10. Botol semprot - 1 buah
11. Gelas ukur 50 1 buah
12. Pipet tetes - 1 buah
Bahan
1. Kopi 4. Aquades
2. Timbal asetat padat 5. Larutan CHCl3
3. HNO3 encer 6. Ammonium hidroksida
2. Prosedur Kerja

20 g kopi halus

- di+ 350 mL aquades


- direfluks

Ampas Filtrat
- di+ larutan timbal asetat

endapan filtart
- di+ 25 mL CHCl3
- dikocok lalu didiamkan

lap bawah lap atas


- dimasukkan
cawan penguapan
- disublimasi
kristal kafein Hitung kadarnya
V. Hasil Pengamatan
Dik : Berat kopi yang digunakan = 20 gram
Berat kertas saring + berat kristal kafein = 1,41 gram
Dit : Rendemen = ..?
Peny:
Berat kristal kafein
Rendemen = Berat kopi
x 100%

1,41 gram
= 20 gram
x 100%

= 7,05%
VI. Pembahasan
Kafein yang merupakan senyawa alam, itu banyak terdapat di dalam biji kopi,
daun teh, biji-biji cola dan sebagainya. Untuk percobaan ini sampel yang akan
dihitung kadar kafeinnya itu yang berasal dari kopi. Kafein merupakan suatu
turunan dari N-metil xantin yang memiliki rumus struktur
O H3C
H3C
CH
O N

CH3
Kafein (1,3,7-trimetilxantin)
Kafein ini juga tergolong dalam senyawa alkaloid yang mempunyai rumus
molekul C6H10N4O2. Adapun sifat karekteristik dari kafein itu sendiri mempunyai
titik lelh berkisar 235-237,5 oC dimana pada tekanan 1 atm akan tersublimasi
tanpa dekomposisi pada temperatur 176 oC, tidak berbau dan memiliki rasa yang
pahit serta kristal yang dihasilkan itu berwarna putih.
Dalam penentuan kadar kafein yang berasal dari kopi ini, tahapnya
ditambahkan aquades untuk tujuan agar kopi itu dapat larut yang selanjutnya
dilakukan proses pengrefluksan agar larutan kopi tersebut homogen. Proses
isolasi kafein dari biji kopi secara laboratoris dilakukan dengan cara pendidihan
dengan menggunakan air tadi yang berlangsung selama 25 menit dihitung mulai
ketika larutan kopi tersebut mendidih. Air sebagai pelarut mempunyai banyak
keuntungan, selain murah juga mudah didapat dan selama proses isolasi tidak
merusak kafein walaupun, pada suhu yang tinggi seperti pada proses pemanasan
tadi. Selanjutnya setelah proses refluks campuran tersebut disaring pada kadaan
panas dengan maksud agar kafein yang ada dalam kopi itu ikut dengan filtratnya
tidak lagi berada pada endapannya, sebab dikhawatirkan ketika dingin kafein
tidak dapat terambil secara keseluruhan. Proses penyaringan ini dibantu dengan
menggunakan corong buchner untuk mempercepat proses penyaringan tersebut.
Seperti yang diketahui bahwa kafein merupakan derivat xantin yang dapat
memberikan efek utama dalam hal merangsang sistem saraf pusat terutama pada
pusat nafas, merangsang otot jantung, relaksasi otot polos dan dapat
meningkatkan diuresis, selain itu dapat menyempitkan pembuluh darah otak yang
baik pada sakit kepala dan migran. Perlu diketahui bahwa pengkonsumsian kafein
yang terlalu banyak menyebabkan pengerasan pembuluh darah yang dapat
memicu serangan jantung dan stroke, sehingga perlu berhati-hati dan tidak
berlebihan dalam mengkonsumsinya.
Untuk tahap selanjutnya filtrat yang diperoleh ditambahkan dengan timbal
asetat yang dapat mengendapkan zat pengotor seperti albumin, asam-asam, tanin,
garam-garam dan lain-lain. Pemberiannya dilakukan setetes demi setetes
menghindari timbal asetat yang ada pada larutan tersebut berlebih untuk
menghindari rusaknya kafein yang ada pada filtrat tersebut, karena kelebihan
timbal asetat yang terlalu banyak dikhawatirkan juga dapat mengendapkan kafein
yang ada. Selanjutnya filtar tersebut disaring agar kotoran yang telah mengendap
setelah penambahan timbal asetat tadi dapat tertinggal. Kafein mudah larut dalam
pelarut non polar sehingga diekstrak dengan kloroform. Penambahan kloroform
pada ekstraksi ini bertujuan untuk melarutkan kafein dalam filtart sehingga
diperoleh kafein yang larut dalam kloroform. Proses ekstraksi ini berlangsung
atau terjadi proses kesetimbangan setelah dilakukan proses penggocokan, sebab
larutan baru dapat dipisahkan setelah larutan tersebut berada dalam keadaan diam.
Dalam hal ini corong pisah yang kita gunakan harus diguncang dengan kuat agar
kedua larutan terdistribusi dalam dua fase polar dan non polar sehingga pada suhu
dan tekanan yang tetap terjadi kesetimbangan kimia. Proses penenangan yang
dilakukan dimaksudkan untuk menstabilkan molekul-molekul yang terganggu
pada saat dilakukan proses penggocangan atau biasa disebut pengaturan diri
sehingga tercapai kesetimbangan kimia, maka terbentuklah dua fasa. Lapisan atas
merupakan campuran kopi dengan air sedangkan pada lapisan bawah merupakan
larutan kloroform terdapat kafein yang larut didalamnya, sehingga pada lapisan
bawah yang diambil dan ditampung pada cawan penguapan. Untuk menghindari
adanya kafein yang masih tertinggal pada lapisan atas, maka kembali
ditambahkan kloroform yang selanjutnya diekstraksi kembali. Hasilnya kembali
ditampung pada cawan penguapan. Larutan CHCl3 yang ada dalam cawan
penguapan tadi diuapkan sehingga yang tertinggal adalah kristal kafeinnya,
setelah diperoleh kristalnya dan dihitung kadarnya dan diperoleh sebesar 7,05%.
VII Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah proses
pengisolasiannya diawali dengan menggunakan suatu pelarut yang kemudian
direfluks yang selanjutnya diekstraksi dengan kloroform yang hasilnya diuapkan
untuk memperolek kristal kafein dari kopi tersebut. Dari hasil perhitungan
diperoleh kadar kafein sebesar 7,05%.
DAFTAR PUSTAKA

Abraham. 2007. Penunutun Praktikum Kimia Organik. Unibersitas Haluoleo. Kendari


Arniah dan Dali, Nasriadi. 1998. Paradigma Majalah Sains dan MM Vol II Nomor 1.
Universitas Haluoleo. Kendari.
http://www. Changjaya-abadi. Com/kafein 022. htm. (2001).
M. de Man, J. 1997. Kimia Makanan Edisi Kedua. ITB. Bandung.
Munaf, ST dan Sjamsuir. 1994. Farmakologi Bagian II. EGC. Palembang.
Reynolds, James E.F. 1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia Twenty Eighth
Edition. The Pharmaceautical Press. London.
Robert, H.R and Barone, J.J. 1983. Biological Effects of Caffeine. History and Use.
Food Technol., 37(9), 32-39.
Schunack. 1990. Senyawa obat (Buku Pelajaran Kimia Farmasi) Edisi Kedua.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisa Untuk Bahan
Makanan dan Pertanian Edisi Ketiga. Liberty. Jakarta.
Von Borstel, R.W. 1983. Biological Effect of Caffeine Metabolism, Food Technol.,
37(9), 40-47.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
UJI FITOKIMIA

I. Tujuan Percobaan
Suatu pendekatan untuk mengetahui golongan kelompok senyawa (alkaloid,
triterpenoid, steroid, saponin, flavonoid, tannin, polifenol dan kuinon) yang
terkandung pada bagian-bagian tumbuhan (akar, batang, ranting, daun, bunga, biji
dan buah).
II. Prinsip Percobaan
Adapun prinsip dari percobaan ini berdasarkan komposisi kandungan
tumbuhan yang dimiliki oleh senyawa target (daun mengkudu) tersebut dengan
ditandai terjadinya warna yang ditimbulkan serta munculnya busa pada uji
saponin.
III. Landasan Teori
Mengkudu memiliki nama latin Morinda citrifolia. Marga (genus) Morinda
meliputi sekitar 50 hingga 80 spesies. Corolus Linnaeus, seorang ahli klasifikasi
tanaman mengklasifikasikan mengkudu dalam jenis/spesies Morinda Citrifolia L.
Berdasarka hasil penenlitian oleh beberapa ahli dapat teridentifikasi beberapa
zat aktif yang lebih berperan dibanding zat lainnya di dalam buah mengkudu. Zat-
zat aktif tersebut meliputi: polisakarida, ascorbic acid, -carotene dan l-arginine.
Hirazumi dan Furusawa dari bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Burns
John A Universitas di Hawaii berhasil melakukan penelitian pada jus mengkudu
yang mengandung substansi-substansi kaya polisakarida yang merupakan suatu
senyawa polimer serta memiliki luas permukaan yang besar, melalui aktivitas
anti tumor dalam model LCC ternyata dapat menenkan pertumbuhan tumor
melalui aktivasi sistem kekebalan tubuh (Sjabana, 2002).
Diantara berbagai jenis metode pemisahan, ekstraksi pelarut atau disebut juga
ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik dan sangat populer.
Alasan utamanya adalah bahwa pemisahan ini dapat dilakukan baik dalam tingkat
makro maupun mikro. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut
dengan perbandingan tertentu dengan dua pelarut yang tidak saling bercampur,
seperti benzena, karbon tetraklorida atau kloroform. Batasannya adalah zat
terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase pelarut.
Tehnik ini dapat dilakukan untuk kegunaan preparatif, pemurnian, pemisahan
serta analisis pada semua skala kerja (Khopkar, 1990).
Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat kaya akan
keanekaragaman hayati dan sumber daya alam dengan berbagai jenis spesies
tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber obat-obatan dan insektisida.
Sumber daya alam hayati bisa berasal dari flora, fauna dan mikroorganisme. Salah
satu sumbagan penting dari kekayaan flora Indonesia adalah tersediannya
senyawa-senyawa bioaktif. Metode yang dapat dipergunakan untuk mencari dan
menemukan senyawa bioaktif adalah pendekatan fitofarmakologi
(Phytopharmacologic approaches) dan pendekatan skrining fitokimia
(Phytopharmacologic screening approaches) (Linskens,1963).
Menurut Harbone (1987) fitokimia adalah suatu teknik analisis kandungan
kimia di dalam tumbuhan. Analisis ini bersifat kualitatif sehingga data yang
dihasilkan adalah data kualitatif. Oleh karena itu dengan metode fitokimia dapat
diketahui secra kualitatif kandungan kimia dalam suatu jenis tumbuhan. Secara
umum kandungan kimia tumbuhan dapat dikelompokkan dalam golongan
senyawa alkaloid, triterpenoid, steroid, saponin, flavonoid, tannin, polifenol dan
kuinon. Senyawa-senyawa tersebut tersebut tersebar luas di dalam tumbuhan.
Untuk menentukan senyawa-senyawa tersebut digunakan pereaksi-pereaksi
khusus dan spesifik, misalnya pereaksi Dragendrof, Meyer, Wagner, asam pikrat
dan pereaksi asam tannat untuk alkaloid. Pereaksi Liebermenn-Burchard untuk
terpenoid, FeCl2 untuk mengidentifikasi flavanoid dan larutan gelatin untuk
senyawa tannin.
Selama dasawarsa terakhir penelitian mengenai kandungan kimia semakin
pesat sehingga manfaat uji fitokimia semakin sangat dibutuhkan dan memberi
sumbangan yang sangat bermakna (Abraham, 2007).
Menurut Harbone (1996) senyawa metabolit sekunder umumnya terdapat
pada tanaman terdiri atas:
a. Alkaloid
Alkaloid pertama kali diungkapkan Meisner (1818) untuk menyebut senyawa-
senyawa yang mirip dengan alkali (basa)
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa yang tersebar luas hampir pada
semua jenis tumbuhan yang merupakan senyawa turunan yang mengandung
unsur nitrogen (umumnya dalam cincin) yang terdapat pada mahluk hidup
(Raphael, 1991). Alkaloid mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang
biasanya bersifat basa dan membentuk cincin heterosiklik (Harbone,1996)

N N N:
H H

pirolidin piperidin isoquinolin

Alkaloid dapat ditemukan pada biji, daun, ranting dan kulit kayu dari tumbuh-
tumbuhan. Kadar alkaloid dari tumbuhan dapat mencapai 10-15%. Alkaloid
kebanyakan bersifat racun, tetapi ada pula yang berguna di dalam pengobatan.
Alkaloid merupakan senyawa tanpa warna, seringkali bersifat optik aktif,
kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan
misalnya nikotin pada suhu kamar (Sabirin,dkk;1994).
Sumber: Alkaloid disentisis oleh tumbuhan dari asam amino
H
- CO2
Asam amino - NH2 Aldehid R-N-C-R Alkaloid
- CO2
R1 H
Setiap metabolit sekunder yang mengandung nitrogen termasuk golongan
alkaloid (Leonard, 1994).
Penyebarannya alkaloid dalam tumbuhan:
Sebagian besar alkaloid terdapat pada tumbuhan berbunga, angiospermae,
tidak atau jarang ditemukan dalam gymnospermae, paku-pakuan, lumut dan
tumbuhan rendah (Robinson, 1995).
Alkaloid tersebar pada akar, biji dan kulit batang.
Deteksi Alkaloid
Dalam sampel alkaloid dapat dideteksi dengan cara pengendapan, biasanya
menggunakan pereaksi yang mengandung logam pengompleks seperti
pereaksi Meyer, Wagner, Dragendrof. Bisa juga menggunakan pereaksi
pewarna yang biasanya mengandung unsur pengoksidasi atau pendehidrasi.
Sifatnya
- basa mudah mengalami dekomposisi (dipanaskan) (kimia)
- Senyawa padat kristal, tidak berwarna (sedikit yang berupa cairan) (fisika)
(Cordell, 1981).
Fungsi Alkaloid adalah sebagai bahan baku sintesis protein, senyawa
pelindung tumbuhan dari gangguan serangga, dan sebagai hormon pengatur
(Raphael, 1991).
b. Flavanoid
Flavanoid adalah kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam
terutama pada jaringan tumbuhan tinggi. Senyawa ini merupakan produk
metabolit sekunder yang terjadi dari sel dan terakumulasi dalam tubuh
tumbuhan sebagai zat racun, karena tumbuhan tidak mempunyai kelenjar
pembuangan sehingga zat-zat racun tersebut tersebar pada seluruh bagian
tumbuhan yaitu daun, bunga, akar, kulit dan biji (Robinson, 1991). Senyawa
ini merupakan senyawa yang mengandung 15 atom karbon yang membentuk
susunan C6 C3 C6 yang terdiri atas dua cincin benzen yang dihubungkan
oleh rantai propan seperti yang terlihat pada gambar (Harbone, 1996).
Sumbernya : dalam tumbuhan disintesis dari tiga unit asetat malonat (cincin 4)
dan fenil propanoid (cincin B dan C)

A C C C B

Gambar struktur Dasar Senyawa Flavanoid


Sifat kimianya polar dan semipolar, larut dalam metanol, etanol, n-butanol,
air, eter, kloroform. Sifat fisikanya padat (kristal), tidak berbau, tidak
berwarna).
Dapat dideteksi dengan NaOH, H2SO4 pekat, Mg-HCl, Na amalgam-HCl,
yang berdasarkan warna (Markham, 1998).
H
H O HO H
O OH H
H H OH
O
O
H H H H CH2
H

O H
H H
H OH
OH
O OH
CHH3

4-(6-O--L-Thamnopyrahosyl)--D-glukopiranosid
(Putrajaya, 2005).
c. Terpenoid
Harbone (1996), menyatakan bahwa terpenoid merupakan salah satu
kelompok metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tumbuhan, mikroba, dan
biota laut. Molekul terpenoid tersusun oleh molekul isoprenoid yang terdiri
atas lima atom karbon (C5) yaitu CH2 = C(CH3) CH = CH2. Senyawa-
senyawa golongan terpenoid biasanya mengandung atom karbon yang
jumlahnya kelipatan dari lima atom karbon yang dihubungkan dua atau lebih
satuan C5. Terpenoid dapat dengan mudah dikenal karena rasanya yang pahit.
Terpenoid dapat dipilah menjadi golongan senyawa triterpen, saponin, dan
steroid (Robinson,1991).
1) Triterpenoid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isopren dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C 30
asiklik.
Sumber: berasal dari hidrokarbon C30 asiklik yaitu skualen.
Sifatnya: tidak berwarna, padat (kristal), titik leleh tinggi dan optikaktif
(fisika) dapat dideteksi dengan pereaksi LB
2) Saponin
Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat sepeti sabun,
serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa
(Harbone, 1984).
O
H
COOH
H O
HO CH2OH
HO o OHOH
H
OH OH
N H
OH OH

glikosid aglikon (sapogenin)


Sumber : triterpen
Fungsi dalam tumbuhan sebagai anti jamur. Dalam industri sebagai bahan
dasar pereduksi hormon seks.
Sifat kimianya polar, larut dalam air, dapat menurunkan tegangan
permukaan suatu larutan menyebabkan pembentukan buih yang stabil.
Sifat fisika titik lelehnya tinggi dan tidak berwarna.
Dapat dideteksi dengan pereaksi LB.
3) Steroid
Steroid adalah triterpenoid yang dimodifikasi mengandung cincin
tetrasiklik atau pentasiklik (Dewick, 2002).
Sumbernya berasal dari triterpen.
Steroid ditemukan pada semua bagian tumbuhan, terdistribusi secara pada
tumbuhan tinggi.
Sifatnya: padat (kristal), tidak berbau, sedikit yang berupa cairan (fisika)
serta pada umumnya bersifat basa dan non polar atau semipolar (kimia).
Steroid dapat dideteksi dengan pereaksi kompleks (pewarna) misalnya LB.
Fungsinya yaitu sebagai suplemen pembangun tubuh, hormon seks dan
anabalik.
Contoh:

C D

A B

Struktur Dasar Senyawa Steroid


d. Tanin
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan yang berpembuluh, dalam angiospermae
dan terdapat khusus dalam jaringan kayu. Sebagian besar tumbuhan yang
mengandung banyak tanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena
rasanya yang sepat (Harbone, 1996).
V. Metodologi Praktikum
1. Alat dan Bahan
No Nama Alat Ukuran (mL) Jumlah
1. Tabung reaksi - 10 buah
2. Gelas kimia 100 2 buah
3. Corong pisah 100 1 buah
4. Corong gelas - 1 buah
5. Lumpang - 1 buah
6. Gegep - 1 buah
7. Botol semprot - 1 buah
8. Cawan penguapan - 1 buah
9. Batang pengaduk - 1 buah
10. Pipet tetes - 4 buah
Bahan
- Aquades - n heksan
- eti asetat - metanol
- asam sulfat - Kloroform
- eter - amoniak 10%
- Pereaksi LB - Pereaksi Dragendrof
- Pereaksi Meyer

2. Prosedur Kerja
Tanin dan polifenol

Sampel

- dihaluskan
- diekstraksi dengan air dibantu pemanasa

Ampas Filtrat

Tb rx I Tb rx II

FeCl3 Gelatin 10%

Biru hitam endapan putih


(+) tanin/ (+) tanin
polifenol

Uji Alkaloid

Sampel
- dihaluskan
- diekstraksi dengan CHCl3 amoniakal

Ampas Filtrat

- di+ 10 mL H2SO4 2%
- dikocok lalu didiamkan

Lap CHCl3 Lap atas

Prx Meyer Prx Dragendrof

Endapan putih endapan coklat


(+) alkaloid kemerahan (+)
alkaloid
Uji Flavanoid

Sampel

- dihaluskan
- diekstraksi dengan metanol

Ampas Filtrat

- diuapkan
- diekstraksi n-heksana

residu n- heksan

- di+ 10 mL etanol 80%


- 0,5 gram logam Cu

Tb rx I Tb rx II
- di+ HCl pekat

Merah muda/ungu
(+) flavanoid

Uji steroid, triterpenoid dan saponin

Sampel

- dihaluskan
- diekstraksi dengan etanol panas

Ampas Filtrat

- diuapkan
Filtrat pekat

- diekstraksi dgn eter

Residu Filtrat

- di+ air - uji dgn prx LB


- dikocok - 3-4 tetes HCl + 2-3 tetes
H2SO4 pekat
Busa yg stabil larutan biru/hijau (+) saponin
(+) saponin larutan ungu/merah (+) triterterpenoid

- di+ HCl 2 N

Ampas Filtrat

Prx LB

Biru/hijau saponin dari sterid

Residu
Ungu/merah saponin dari triterpen

V. Hasil Pengamatan

Uji Alkaloid

Sampel
- digerus + CHCl3 amoniakal
- disaring
Ekstrak
CHCl3
- di+ H2SO4/ terjadi 2 bagian

Lap asam Lap CHCl3

- di+ prx Meyer


Tdk ada
endapan
(-) Alkaloid

Uji Steriod, Triterpenoid dan Saponin

Sampel

- digerus + etanol panas


- disaring
Ekstrak
n-Heksan
- di+ HCl/ terjadi 2 bagian

Lap alkohol Lap n-heksan


- di+ air - di+ prx LB
Tdk ada Warna
busa hijau/merah
(-) saponin (+) steroid dan triterpenoid
Uji Flavanoid

Sampel

- digerus + metanol
- disaring
Ekstrak
n-Heksan
- di+ 0,5 g logam Cu/terjadi 2 bagian

Lap HCl Lap HCl

- di+ 2-3 tetes

Warna kuning
sebagai kontrol
diduga (+) flavanoid
Uji Tanin dan Polifenol

Sampel
- digerus
- didihkan
- disaring
- di+ larutan FeCl3
Tdk ada warna
Biru/hitam
(-) tanin/polifenol

VI. Pembahasan

1. Alkaloid
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa yang tersebar luas hampir pada
semua jenis tumbuhan yang merupakan senyawa turunan yang mengandung
unsur nitrogen (umumnya dalam cincin) yang terdapat pada mahluk hidup.
Pada uji ini sampel yang akan kita lihat kandungannya terlebih dahulu
digerus. Proses penggerusan ini bertujuan untuk menghancurkan dinding sel
yang sifatnya kaku sehingga senyawa target (metabolit sekunder) yang berada
dalam vakuola mudah untuk diambil. Setelah itu ditambahkan dengan
kloroform yang bertujuan untuk mengambil atau melarutkan senyawa yang
ada di dalam daun mengkudu tersebut dan kemudian diekstraksi dengan
kloroform amoniakal. Proses ekstraksi dengan kloroform amoniakal ini
bertujuan untuk memutuskan ikatan antara asam tanin dan alkaloid yang
terikat secara ionik dimana atom N dari alkaloid berikatan silang stabil dengan
gugus hidroksifenolik dari asam tanin tersebut. Dengan terputusnya ikatan
tersebut alkaloid akan bebas sedangkan asam tanin akan terikat pada
kloroform amoniakal. Setelah itu disaring dan filtratnya dimasukkan ke dalam
corong pisah dan ditambahkan asam sulfat 2 N yang bertujuan untuk mengikat
kembali alkaloid menjadi garam alkaloid agar dapat bereaksi dengan pereaksi-
pereaksi logam yang spesifik untuk alkaloid yang menghasilkan kompleks
garam anorganik yang tidak larut sehingga terpisah dengan metabolit
sekunder lainnya. Penambahan asam sulfat 2 N ini mengakibatkan larutan
terbentuk menjadi 2 fase karena adanya perbedaan tingkat kepolaran antara
fase aquades yang polar dan kloroform yang relatif kurang polar. Garam
alkaloid akan larut pada lapisan atas (fasa aquades), sedangkan lapisan
kloroform berada pada lapisan bawah karena memiliki massa jenis yang lebih
besar. Proses pengadukan disini dimaksudkan untuk melarutkan senyawa-
senyawa pada tiap-tiap lapisan secara cepat dan sempurna. Setelah terbentuk 2
lapisan hanya pada lapisan asam sulfat yang diambil yang dimaksudkan dalam
tabung reaksi dan ditambahkan pereaksi meyer (K[Hg(I 4)]) yang bertujuan
untuk mendeteksi alkaloid, dimana pereaksi ini akan berikatan dengan
alkaloid melalui ikatan koordinasi antara atom N alkaloid dengan Hg pereaksi
meyer sehingga menghasilkan senyawa kompleks merkuri yang non polar
yang mengendap berwarna putih kekuningan. Reaksinya sebagai berikut

N + KHgI4 Hg - N
putih kekuningan

Atom N menyumbangkan pasangan elektron bebas pada atom Hg sehingga


membentuk senyawa kompleks yang mengandung atom N sebagai ligannya
Pereaksi Dragendorf K[Bi(I4)]

N + KBiI4 Bi - N
coklat kemerahan

Setelah ditambahkan dengan pereaksi tersebut diketahui bahwa pada daun


mengkudu tidak terdapat kandungan alkaloid.
2. Uji Steroid, Triterpenoid dan Saponin
Seperti halnya pada uji alkaloid uji steroid, triterpenoid dan saponin daun
mengkudu tadi digerus terlebih dahulu yang bertujuan untuk menghancurkan
dinding sel yang sifatnya kaku sehingga senyawa target (metabolit sekunder)
yang berada dalam vakuola mudah untuk diambil. Kemudian diekstraksi
dengan menggunakan etanol panas. Digunakannya etanol panas ini karena
kepolaran dari etanol panas itu relatif sama dengan kepolaran dari ketiga
senyawa target (steroid, triterpenoid dan saponin) tersebut sehingga etanol
panas dapat melarutkan ketiga senyawa tersebut. Etanol dapat melarutkan
ketiga senyawa berbeda-beda dilihat tingkat kepolarannya dimana saponin
dan steroid bersifat relatif polar serta triterpenoid relatif non polar karena
etanol memiliki gugus polar yang terikat pada gugus non polar
H3C CH2 OH

gugus non polar gugus polar


Setelah diekstraksi dilakukan proses penyaringan yang bertujuan untuk
memisahkan filtrat dari pelarut dan kemudian filtart yang diperoleh tersebut
diuapkan dengan maksud untuk memurnikan sehingga filtrat yang diperoleh
menjadi pekat, setelah itu diekstraksi dengan eter untuk memisahkan
komponen non polar yaitu steroid dan triterpenoid tersebut. Hasil ekstraksi
diuji dengan pereaksi LB untuk uji steroid dan triterpenoid.

O O Senyawa kompleks
+ + H2SO4 berwarna biru (steroid) dan
HO ungu/merah triterpenoid

Warna yang terjadi setelah penambahan pereaksi LB karena adanya gugus


kromofor pada steroid/triterpenoid. Gugus kromofor ini menyebabkan
terjadinya transisi elektron dari n ke n/ ke sehingga terjadi pergeserapan
serapan cahaya ke arah daerah sinar tampak. Transisi elektron ini terjadi
setelah penambahan H2SO4 pekat. Deportonasi ini menyebabkan pergeseran
serapan gelombang ke panjang gelombang yang lebih besar
Ungu/merah muda : 400 424 nm/647 700 nm
Biru/hijau : 435 480 nm/500 560 nm
Dari hasil ini diketahui bahwa pada daun mengkudu ini positif steroid dan
triterpenoid.
Pada pengujian saponin dibuktikan dengan terbentuknya busa yang stabil
selama 30 menit setelah penggocokan. Busa yang stabil ini disebabkan karena
saponin merupakan senyawa aktif permukaan yang mempunyai dua bagian
yaitu kepala dan ekor yang berbeda sifat kepolarannya. Pada bagian kepala
bersifat hidrofil (suka air) dan bagian ekor bersifat hidrofob (anti air). Bagian
hidrofilnya akan tertarik ke permukaan air sedangkan bagian hidrofobnya
akan berada di atas permukaan air, bagian hidrofob ini akan saling berikatan
dengan menjebak udara sehingga akan membentuk gelembung busa yang
stabil. Proses penambahan HCl pada hidrolisis saponin ini menyebabkan akan
terikat dengan steroid atau triterpenoid dalam bentuk ikatan glikosida. Proses
hidrolisis ini menyebabkan ikatan glikosida tadi terputus sehingga steroid dan
triterpenoid terdistribusi dalam fraksi eter dan gula terpisah pada fraksi air.
Fraksi eter ini kemudian disaring dan mengendap yang kemudian diuji dengan
pereaksi LB. Setelah dilakukan pengujian diketahui bahwa pada daun
mengkudu ini tidak terdapat saponin.
3. Flavanoid
Flavanoid adalah kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di
alam terutama pada jaringan tumbuhan tinggi. Senyawa ini merupakan produk
metabolit sekunder yang terjadi dari sel dan terakumulasi dalam tubuh
tumbuhan sebagai zat racun, karena tumbuhan tidak mempunyai kelenjar
pembuangan sehingga zat-zat racun tersebut tersebar pada seluruh bagian
tumbuhan yaitu daun, bunga, akar, kulit dan biji. Pada proses ini daun
mengkudu tersebut digerus yang tujuannya telah dijelaskan pada uji fitokimia
sebelumnya. Setelah itu diekstraksi dengan metanol karena flavanoid ini
relatif polar sehingga dapat larut dalam metanol dan disaring kemudian
filtratnya diuapkan yang bertujuan agar filtrat yang diperoleh betul-betul
murni/pekat dan kembali diekstraksi dengan n-heksan untuk mengambil
senyawa-senyawa yang non polar, sedangkan untuk residunya diekstraksi
dengan etanol untuk melarutkan flavanoid dan ditambahkan dengan 0,5 g Mg.
Penambahan logam Mg + HCl untuk mendeteksi adanya senyawa flavanoid
dimana flavanoid akan bereaksi dengan Mg setelah penambahan asam klorida
pekat dengan terjadinya perubahan warna merah muda/ungu sebab flavanoid
mengalami perubahan serapan cahaya ke arah panjang gelombang yang lebih
besar, tetapi karena logam Mg tidak ada, maka diganti dengan Cu dan terjadi
perubahan warna, maka dapat diduga bahwa pada daun mengkudu tersebut
terdapat kandungan flavanoid.

4. Tanin dan Polifenol


Seperti halnya pada uji lainnya daun mengkudu terlebih dahulu digerus
dengan tujuan untuk menghancurkan dinding sel yang sifatnya kaku sehingga
senyawa target (metabolit sekunder) yang berada dalam vakuola mudah untuk
diambil. Penggerusan ini dilakukan dengan air karena dapat melarutkan tanin
dan polifenol yang kemudian didihkan. Proses pemanasan ini bertujuan agar
tanin dan polifenol tersebut itu dapat larut kemudian disaring dan dibagi
menjadi 2 bagian. Tabung pertama diteteskan dengan FeCl3 dan diperoleh
bahwa pada daun mengkudu tidak terdapat tanin/polifenol karena tidak
menimbulkan warna biru hingga hitam yang menandakan bahwa sampel
tersebut memiliki tanin/polifenol, sedangkan untuk tabung kedua ditambahkan
gelatin tidak dilakukan yang apabila timbul endapan putih, maka positif
adanya tannin.
VI. Kesimpulan
Dari hasil percobaan ini dapat ditarik kesimpulan antara lain:
Pada daun mengkudu tidak mengandung alkaloid dan tannin/polifenol.
Untuk uji saponin tidak ditemukan sedangkan pada uji steroid dan
triterpenoid terkandung di dalam daun mengkudu tersebut.
Untuk uji flavanoid diduga bahwa terkandung di dalam daun
mengkudu tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Abraham. 2006. Penuntun Praktikum Kimia Organik II. Universitas Haluoleo.


Kendari.
Cordell. G. A. 1981. Introduction to Alkaloid a Priegenetic Approach, John Wiley and
Sons, New York.
Dewick, P.M. 2002. Medical Natural Product A Biosyntetic Approach. Second
Edition John Wiley & Sons, Ltd. England.
Harbone, J.B. 1996. Metode Fitokimia. ITB. Bandung.
Khokar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press. Jakarta.
Markham, K.R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavanoid. ITB. Bandung.
Putra Jaya. 2005. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavanoid dari Anti Bakteri Akar
Pakis Tangkur Thesis. UNPAD. Bandung.
Robinson. 1991. The Organic Constituens of Hiher Plants. 6th Edition. Department of
Biochemistry. University of Massachusetts.
Robinson. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. ITB. Bandung.
Sabirin, M., Hardjono S., dan Respati S. 1994. Pengantar Praktikum Kimia Organik
II. Dikti UGM. Yogyakarta.
Sjabana. 2002. Mengkudu. Salemba Medika. Jakarta.
ISOLASI ASAM MIRISTAT DALAM BIJI PALA

I. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengisolasi asam miristat
dalam biji pala.
II. Prinsip Percobaan
Adapun prinsipnya berdasarkan proses pengiolasian asam miristat dengan
menggunakan biji pala dengan menggunakan pelarut yang sesuai dan selanjutnya
kristal yang dihasilkan dihidrolisis menghasilkan asam miristat dan gliserol serta
dikristalisasi.
III. Landasan Teori
Hasil analisis Collin dan Hilditch menunjukkan bahwa biji pala mengandung
73% gliserida jenuh yang terdiri atas komponen-komponen asam lemak dengan
persentase asam miristat sekitar 86,6% dari keseluruhan asam lemak. Sehingga
mereka menyimpulkan bahwa senyawa gliseria, dalam hal ini trimiristin terdapat
dalam jumlah atau proporsi yang sama dengan asam miristat.
Trimiristin adalah suatu gliserida, yakni ester yang terbentuk dari gliserol dan
asam miristat. Trimiristin atau disebut juga gliserol trimiristat, merupakan suatu
kristal polimorf dengan rumus molekul:
H2C OCO (CH2)12CH3

H2C OCO (CH2)12CH3

H2C OCO (CH2)12CH3

Larut dalam benzena, kloroform, etanol, dan terutama dalam eter


Nama lain dari asam miristat adalah tetradekanoat, wujudnya berupa kristal
putih agak berminyak dengan rumus molekul : CH 3(CH2)12COOH. Titik leleh 54,4
o
C. Sifat kelarutannya tersebut dimanfaatkan untuk mengkristalkan asam miristat
dari hasil hidrolisis trimiristin. Asam miristat dapat digunakan sebagai bahan baku
sabun, kosmetik, parfum dan untuk ester sintesis untuk obat bius dan aditif bahan
makanan.
Isolasi asam miristat diawali dengan ekstraksi trimiristin dengan biji pala
dengan menggunakan pelarut yang sesuai, setelah didapatkan kristal trimiristin
yang murni tahap selanjutnya kristal tersebut dihidrolisis dalam suasana basa
menghasilkan asam miristat dan gliserol yang kemudian dikristalisasi hingga
diperoleh kristal asam miristat. Reaksi hidrolisis yang terjadi sebagai berikut:
H2C OCO (CH2)12CH3 H2C OH
H2C OCO (CH2)12CH3+ H 2O CH3(CH2)12COOH + H2C OH

H2C OCO (CH2)12CH3 H2C OH


Pengertian hidrolisis adalah penguraian senyawa oleh pengaruh air. Minyak
atsiri sering mengandung senyawa ester. Ester oleh adanya air dan terutama pada
suhu tinggi dapat bereaksi dengan menghasilkan asam karboksilat dan senyawa
alkohol. Pada peristiwa hidrolisis ini ternyata hanya sebagian senyawa ester yang
bereaksi dengan air, hingga bila keseimbangan tercapai maka terjadi suatu
campuran yang terdiri atas ester yang tersisa, asam karboksilat dan senyawa
alkohol yang dihasilkan. Pada penyulingan uap dan air, ternyata pengaruh
hidrolisis sangat kecil bila dibandingkan dengan penyulingan air. Kerugian lain
pada penyulingan air adalah karena kontak antara air dan minyak atsiri cukup
lama hingga hidrolisis dapat terjadi dalam waktu yang lama. Bila hidrolisis
terhadap ester terjadi, maka akan mempengaruhi kualitas minyak atsiri yang
dihasilkan. Senyawa ester lazim memiliki bau harum yang khas (Sastrohamidjojo,
2004).
Prosedur klasik untuk memproleh kandungan senyawa organik dari jaringan
tumbuhan kering (galih, biji kering, akar, daun) ialah dengan mengekstraksi-
sinambung serbuk bahan dengan alat soxlet dengan menggunakan sederetan
pelarut secara berganti-ganti, mulai dengan eter, lalu eter minyak bumi, dan
kloroform (untuk memisahkan lipid dan terpenoid). Kemudian digunakan alkohol
dan etil asetat (untuk senyawa yang lebih polar). Metode ini berguna bila kita
bekerja dengan skala gram. Tetapi jarang sekali kita mencapai pemisahan
kandungan dengan sempurna dan senyawa yang sama mungkin saja terdapat
(dalam perbandingan yang berbeda) dalam beberapa fraksi (Harbone, 1987).
Pada ekstraksi padat cair, satu atau beberapa komponen yang dapat larut
dipisahkan dari bahan padat dengan bantuan pelarut. Proses ini digunakan secara
teknis dalam skala besar terutama di bidang industri bahan alami dan makanan,
misalnya untuk memperoleh:
Bahan-bahan aktif dari tumbuhan atau organ-organ binatang untuk keperluan
farmasi.
Gula dari umbi
Minyak dari bijibijian
Kopi dari biji kopi
(Bernasconi, 1995).
Senyawa dapat dipisahkan dari padatannya dengan menggunakan ekstraksi
pelarut dan dipanaskan yang dikenal dengan ekstraksi soxlet. Kesempurnaan
ekstraksi tergantung pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan dengan proses
kontinu (soxlet extraction), prinsip kerja dari ekstraksi soxlet adalah sampel
melarut, pelarutannya berkurang karena terjadi penguapan dan uap tersebut jatuh
kembali (proses berulang) hingga ekstrak berwarna sama dengan pelarut yang
digunakan (Tranggono, 1990).
Lipid (Yunani, lipos = lemak) adalah segolongan besar senyawa tak larut air
yang terdapat di alam. Lipid cenderung larut dalam pelarut organik seperti eter
dan kloroform. Sifat inilah yang membedakannya dari karbohidrat, protein, asam
nukleat, dan kebanyakan molkul hayati lainnya. Struktur molekul lipid sangat
beragam sehingga kita harus meninjau banyak gugus fungsi (Wilbraham, 1992).
Lemak pala adalah campuran dari minyak atsiri yang diperoleh dari
pemanasan. Panas biji pala (yang telah dihilangkan selaput dan kulit bijinya)
dengan minyak lemak. Dengan demikian minyak tersebut bagaikan lemak tidak
homogen, lemak pala berwarna kuning kemerah-merahan atau kuning berwarna
coklat dengan bercak-bercak putih, bau dan rasanya tidak berbeda dengan bau dan
rasa buah pala. Lemak pala mengandung zat-zat sebagai berikut:
a. gliserida trimiristin (sekitar 75%) tultolent
b. gliserida asam seventrict, asam asetat
c. miristin (sekitar 8,5%) meskipun zat yang tersebarkan
d. Minyak atsiri (sekitar 6-12,5%) terkandung pigmen kafein, dipentin, tripineol.
Dengan kandungan zat-zat tersebut lemak pala digunakan untuk stimulansia luar
ataupun sebagai obat gosok (Mulyadi, 1990).
Tanaman pala (Myristica ftagrans) merupakan salah satu tanaman rempah-
rempah yang banyak terdapat di Indonesia. Tanaman ini berasal dari kepulauan
Maluku dan kini telah terdapat banyak diberbagai tempat di luar kepulauan
Maluku.
Hasil utama tanaman ini adalah buah pala yang terdiri dari daging, buah, biji
dan fuli. Biji pala dan fuli kebanyakan digunakan sebagai rempah-rempah dan
merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Di samping itu biji dan fuli
pala juga biasa disuling untuk diambil minyaknya. Biji pala kering mengandung
5-15% minyak. Daging buah biasa dibuat manisan pala, yelly pala dan sirup
pala.
Minyak pala termasuk minyak atsiri dan banyak digunakan sebagai bahan
baku membuat/menambah cita rasa. Juga dalam bidang industri kosmetik, sabun
dan obat-obatan.
Penilaian mutu minyak atsiri umumnya dilakukan dengan menentukan sifat-
sifat kimia, sifat khusus suatu minyak dan beberapa macam pengujian pemalsuan
secara kualitatif. Sifat fisika kimia minyak pala sangat bervariasi dan tergantung
pada asal daerah, jenis, umur dan mutu biji pala serta cara pengolahannya.
Sampai saat ini penelitian mengenai minyak pala berkisar pada minyak yang
dihasilkan dari penyulingan biji dan fulinya saja, sedangkan penelitian mengenai
daun pala yang juga mengandung minyak belum pernah dilakukan. Berdasarkan
hasil percobaan berorientasi, ternyata sifat minyak daun pala tidak jauh berbeda
dengan sifat minyak biji dan fuli pala (Rusli, 1988).
Penentuan kadar minyak atau lemak suatu bahan dapat dilakukan dengan
menggunakan soxlet apparatus. Cara ini dapat juga digunakan untuk ekstraksi
minyak dari suatu bahan yang mengandung minyak. Ekstraksi dengan alat soxlet
apparatus merupakan cara ekstraksi yang efisien karena dengan alat ini pelarut
yang dipergunakan dapat diperoleh kembali. Bahan padat yang umumnya
membutukhkan pelarut yang lebih banyak.
Dalam penentuan kadar minyak atau lemak, sampel yang diuji harus cukup
kering dan biasanya digunakan sampel dari bekas penentuan air. Jika sampel
masih basa, maka selain memperlambat proses ekstraksi air dapat turun ke dalam
labu suling (labu lemak) sehingga akan mempersulit penentuan berat tetap dari
labu suling (Ketaren, 1986).
IV. Metodologi Praktikum
1. Alat dan bahan

No Nama Alat Ukuran (mL) Jumlah


1. Gelas ukur 50 & 100 1 buah
2. Gelas kimia 800 2 buah
3. Soxlet - 1 buah
4. Erlemeyer 250 2 buah
5. Corong kaca - 1 buah
6. Mortar - 1 buah
7. Termometer - 1 buah
8. Pipet tetes - 1 buah
9. Botol semprot - 1 buah
10. Alat refluks - 1 buah
11. Pemanas - 1 buah

Bahan
- Biji pala - Benzena
- eter - aseton
2. Prosedur Kerja

10 g serbuk pala

- di+ 150 mL benzena


- disoxlet 2-3 jam

Ekstrak

- di+ 50 mL aseton
- dimasukkan ke erlemeyer
- didinginkan 1 jam pada suhu kamar
- didinginkan 30 menit dengan es

Kristal Filtrat
trimiristin

- ditimbang o,5 mg
- di+ NaOH 6 M dengan etanol
- direfluks 1 jam

Campuran

- dimasukkan ke dlm 150 mL air


- di+ 20 mL HCl

Kristal dicuci dengan 10 mL air


Asam miristat dan dikeringkan lalu di
hitung rendemennya

VI. Hasil Pengamatan


Dik : Berat kristal trimiristin = 0,21 gram
Berat kristal asam miristat = 0,19 gram
Dit : Rendemen = ..?
Peny:
Berat kristal asam miristat
Rendemen = Berat kristal trimiristin
x 100 %

0,19 g
= 0,21 g x 100 %

= 90,5 %
Reaksi:
O O

H2C O C (CH2)12CH3 O C (CH2)12CH3


H2C
O O
lambat
HC O C (CH2)12CH3 + 3OH- HC O C (CH2)12CH3
O O

H2C O C (CH2)12CH3 H2C O C (CH2)12CH3

H2C O-
O O
cepat H2C OH
- (CH2)12CH3
HC O + 3C H2C OH + 3 C (CH2)12CH3

H2C OH
-
H2C O OH O
O OH
H+ H2O
CH3(CH2)12 C + CH3(CH2) - OH CH3(CH2)12 C - O(CH2)12CH3

OH
O-H O O
H+
CH3(CH2)12 C+ CH3(CH2)12 C+ CH3(CH2)12 C - OH
asam miristat
OH O-H
VI. Pembahasan

Trimiristin adalah suatu gliserida, yakni ester yang terbentuk dari gliserol dan
asam miristat. Trimiristin atau disebut juga gliserol trimiristat, merupakan suatu
kristal polimorf dengan rumus molekul:
H2C OCO (CH2)12CH3

H2C OCO (CH2)12CH3

H2C OCO (CH2)12CH3

Trimiristin terdapat dalam jumlah atau proporsi yang sama dengan asam
miristat. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis Collin dan Hilditch yang
menunjukkan bahwa biji pala mengandung 73 % gliserida jenuh yang terdiri atas
komponen-komponen asam lemak dengan persentase asam miristat sekitar 86,6 %
dari keseluruhan asam lemak.
Isolasi asam miristat dalam biji pala diawali dengan ekstraksi soxlet trimiristin
memakai biji pala dengan menggunakan benzena sebagai pelarut. Digunakan
benzena sebagai pelarut sebab asam miristat bersifat non polar sehingga mudah
larut dalam pelarut non polar yaitu benzena. Menurut Ketaren kelarutan minyak
atau lemak dalam suatu pelarut ditentukan oleh sifat polaritas asam lemaknya,
asam lemak yang bersifat polar cenderung larut dalam pelarut polar, sedangkan
asam lemak non polar larut dalam pelarut non polar
Trimiristin dan benzena diekstraksi dengan alat soxlet selama 2-3 jam.
Ekstraksi dengan alat soxlet ini merupakan cara ekstraksi yang efisien karena
dengan alat ini pelarut yang dipergunakan dapat diperoleh kembali. Bahan padat
umumnya membutuhkan waktu ekstraksi yang lebih lama, karena itu dibutuhkan
pelarut yang lebih banyak.
Larutan ekstrak yang dihasilkan berupa minyak kemudian ditambahkan
dengan aseton (sambil tetap dipanaskan) agar reaksi yang berlangsung itu lebih
cepat pada keadaan panas. Penambahan aseton ini berfungsi untuk memisahkan
benzena dan trimiristin yang dapat membentuk gugus ester atau ikatan ester yang
membentuk kristal trimiristat.
Pada tahap hidrolisis trimiristat bertujuan agar kristal trimiristat berada dalam
suasana basa, sebab kristal trimiristat harus berada dalam suasana basa sehingga
menghasilkan asam miristat dan gliserol kemudian ditambahkan dengan NaOH
dan aseton. Penambahan aseton ini untuk mencegah terjadinya reaksi penyabunan
karena ketika ditambahkan dengan NaOH akan bereaksi dengan trimiristin
membentuk sabun. Reaksi penyabunan ini merupakan suatu hidrolisis alkali dari
lemak menghasilkan gliserol dan garam dari asam-asam lemak (asam karboksilat)
yang disebut sabun. Penyabunan disebut juga dengan saponifikasi. Sabun adalah
garam logam alkali dan asam-asam lemak yang mengandung garam C 16 dan C18
namun juga dapat mengandung beberapa karboksilat dengan bobot atom lebih
rendah. Suatu karbon mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ujung
ion. Bagian hidrokarbon dari molekul ini bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-
zat non polar sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena
adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun tidaklah benar-benar larut
dalam air namun sabun mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel
yakni segerombolan molekul sabun yang rantai karbonnya mengelompok dan
ujung-ujung ionnya menghadap ke air. Selanjutnya direfluks dengan tujuan agar
terjadi penambahan energi aktivasi sehingga mekanisme pembentukan kristal
miristat tersebut itu dapat berjalan. Penambahan air dan HCl setelah proses refliks
ini untuk mendapatkan kristal asam miristat yang berupa zat padat berwarna
putih. Setelah diperoleh kristalnya, maka dihitung rendemennya dan diperoleh
sebesar 90,5 %.
VII. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini bahwa isolasi asam
miristat dengan menggunakan biji pala diawali dengan ekstraksi trimiristin yang
kemudian dihidrolisis dalam suasana basa menghasilkan asam miristat dan
dikristalisasi sehingga diperoleh kristal asam miristat dan diperoleh rendemen
sebesar 90,5 %.
DAFTAR PUSTAKA

Abraham. 2006. Penuntun Praktikum Kimia Organik II. Universitas Haluoleo.


Kendari.
Bernasconi, G. 1995. Teknologi Kimia. PT Pradya Paramita. Jakarta.
Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia. ITB. Bandung.
Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press. Jakarta.
Sutejo, Mulyadi. 1990. Penyulingan Minyak Pala. Rineka Cipta. Jakarta.
Sastrohamidjojo, Hardjono. 2004. Kimia Minyak Atsiri. UGM. Yogyakarta.
Sofyan, Rusli. 1988. Lembaga Penelitian Tanaman Industri. Bogor. Indonesia.
Tranggono. 1990. Petunjuk Laboratorium Analisis Lipida. Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi, Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi. UGM. Yogyakarta.
Wilbraham, Anthony C dan Matta, Michael S. 1992. Pengantar Kimia Organik dan
Hayati. ITB. Bandung.
Tugas Setelah Praktiukum
1. Apakah kegunaan kloroform pada percobaan ini ? Dan mengapa pada langkah 6
dari cara kerja di atas ditambahkan lagi kloroform!
2. Bagaimanakah bentuk kafein yang diperoleh, tuliskan rumus strukturnya!
Jawab:
1. Penambahan kloroform untuk melarutkan kafein dalam filtrat sehingga diperoleh
kafein yang larut dalam kloroform, sedangkan pada langkah ke 6 ditambahkan
lagi kloroform berfungsi untuk menghindari adanya kafein yang tertinggal pada
lapisan atas setelah proses ekstraksi sehingga penambahan ini perlu dilakukan.
2. Kafein yang diperoleh itu agak berwarna agak kecoklatan yang rumus strukturnya
adalah
O H3C
H3C
CH
O N

CH3

Kafein (1,3,7-trimetilxantin)
Tugas Setelah Praktikum
1. Sebutkan sifat asam miristat!
2. Berbentuk apakah kristal trimiristin yang diperoleh dan berapa kadarnya!
3. Tuliskan tahapan-tahapan reaksi hidrolisis trimiristin!
Jawab:
1. a. wujudnya berupa kristal putih agak berminyak
b. mempunyai rumus molekul CH3(CH2)12COOH
c. memiliki titik leleh 54,4 oC
d. memiliki titik didih 326,2 oC
e. sangat larut dalam alkohol dan eter, tetapi tidak larut dalam air
2. Bentuk kristalnya adalah berbentuk polimorf padatan dan strukturnya halus dan
kadarnya 90,5 %
Dik : Berat kristal trimiristin = 0,21 gram
Berat kristal asam miristat = 0,19 gram
Dit : Rendemen = ..?
Peny:
Berat kristal asam miristat
Rendemen = Berat kristal trimiristin
x 100 %

0,19 g
= 0,21 g x 100 %

= 90,5 %
3. 1. Katalis trimiristin oleh basa
O O

H2C O C (CH2)12CH3 O C (CH2)12CH3


H2C
O O
lambat
HC O C (CH2)12CH3 + 3OH- HC O C (CH2)12CH3
O O

H2C O C (CH2)12CH3 H2C O C (CH2)12CH3


H2C O-
O O
cepat H2C OH
- (CH2)12CH3
HC O + 3C H2C OH + 3 C (CH2)12CH3

H2C OH
-
H2C O OH O
2. Reaksi esterifikasi
O O

CH3(CH2)12 C + CH3(CH2) - OH CH3(CH2)12 C - O(CH2)12CH3 OH-


+

O-

3. Hidrolisis trimiristin
O OH
H+ H2O
CH3(CH2)12 C + CH3(CH2) - OH CH3(CH2)12 C - O(CH2)12CH3
OH O
H+
CH3(CH2)12 C - O(CH2)12CH3 CH3CH2O C - (CH2)12CH3

OH
OH
O OH OH
H+ H+
CH3(CH2)12 C - OH CH3(CH2)12 C - O(CH2)12CH3 CH3(CH2)12 C

OH
OH
Tugas Setelah Praktikum
1. Tuliskan reaksi umum yang terjadi pada:
a. Uji alkaloid
b. Uji steroid
c. Uji flavonoid
d. Uji tannin dan polifenol
2. Pada uji alkaloid, kesimpilan yang akan saudara berikan (+) atau (-). Jika uji
dengan pereaksi meyer (+) sementara uji dengan dragendorf (-) ?
Jawab:
1. a. Reaksi umum pada uji alkaloid
K2HgI4 2K+ + HgI42-

O H3C H3C H3C O


O

CH3 CH3 CH3


N N N
+ HgI42- HgI4
N N N
O N O N N O
terbentuk endapan putih
H3C H3C H3C
kafein

b. Reaksi umum pada steroid


KBiI4 K+ + BiI4-

O H3C H3C H3C O


O

CH3 CH3 CH3


N N N
+ BiI4- BiI 4
N N N
O N O N N O
terbentuk endapan coklat
H3C H3C kemerahan H3C
kafein

c. Uji Flavanoid

C2H5OH + Mg Mg(OH)2 + C2H5 Mg(OH)2 + CH3 - CH2 + HCl


OH o OH o
OH OH + CH3 - CH2 + HCl
+ CH3 - CH2

HO O HO O
terbentuk warna ungu
flavonon

d. Uji tannin dan polifenol


FeCl3 Fe3+ + 3Cl-

HO

OH OH
3+
+ Fe + Fe(OH)3
OH OH

HO
warna hitam
HO
HO HO

2. Pada uji alkaloid dengan menggunakan uji pereaksi meyer (kalium tetraiodo
merkurat) dan pereaksi gragendorf (kalium tetraiodo bismulat).
a. Pada uji pereaksi meyer dihasilkan (+) alkaloid, apabila terbentuk endapan
putih. Dimana pereaksi meyer bersifat elektrofilik (Hg2+), mengadisi atom C
no 2, dimana terlebuh dahulu K2HgI4 terlarut dalam air secara reversibel
dengan mensorvasi asam iodida + KI + HgO. Hg 2+ dari HgO membentuk
kompleks dengan dua molekul kolid sebagai endapan putih.
b. Menggunakan pereaksi dragendrof (kalium tertaiodo bismutat) hasilnya (+)
alkaloid apabila terbentuk endapan hijau atau hitam.

Anda mungkin juga menyukai