Anda di halaman 1dari 24

BAB I

LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA


(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN

Nama : Michael Laban Tanda Tangan


NIM : 11.2015.158
.......................
Dr. Pembimbing/Penguji : dr. Dyah Asih Lestari, Sp.B

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 17 Oktober 1952 Umur : 64 tahun
Status Perkawinan : Menikah Suku Bangsa : Jawa
Pekerjaan : Wiraswasta Agama : Islam
Alamat : Bendungan Jago RT 13/01 Pendidikan : SD

A. ANAMNESIS
Diambil dari: Autoanamnesis Tanggal 04 Desember 2016, jam 22.30
Keluhan utama :
Sesak napas sejak 4 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang :

OS dirujuk ke RSUD Tarakan dari RS Islam Cempaka Putih dengan keluhan sesak napas
sejak 4 hari yang lalu. Sesak napas terus menerus dan dirasa memburuk hingga mengganggu
aktivitas. Sesak tidak disertai nyeri di dada kiri atau bengkak pada kedua tangan atau kaki. Sesak
tidak membaik bila posisi diubah dari tidur ke duduk. Sesak tidak disertai napas yang berbunyi.
Tidak ada riwayat tertusuk atau benturan di bagian dada. Sesak napas disertai dengan batuk sejak
2 bulan yang lalu. Batuk awalnya kering lalu berdahak, dahak sulit dikeluarkan. Batuk tidak
disertai pilek atau demam. Batuk disertai keringat pada malam hari, ada penurunan berat badan.
1
OS sudah berobat ke puskesmas dan telah dipasang selang yang terhubung ke paru. OS memiliki
riwayat TBC paru 4 tahun lalu dan sudah berobat ke puskesmas selama 6 bulan dan dinyatakan
pengobatan selesai dan sembuh. OS perokok berat sudah 44 tahun, jumlah 1 bungkus per hari.
OS tidak bekerja di pabrik kapas atau penambangan logam.

Penyakit Dahulu
(-) Wasir/hemorroid (-) Appendisitis (-) Penyakit jantung bawaan
(-) Batu Ginjal / Saluran Kemih (-) Tumor (-) Perdarahan Otak
(-) Burut (Hernia) (-) Penyakit prostat (-) Gastritis
(-) Typhoid (-) Diare Kronis (-) Hipertensi
(-) Batu Empedu (-) Diabetes mellitus (-) Penyakit pembuluh darah
(-) Tifus Abdominalis (-) Penyakit Kongenital (-) ISK
(-) Ulkus Ventrikuli (-) Colitis (-) Volvulus
(+) Tuberkulosis (-) Tetanus (-) Abses Hati
(-) Invaginasi (-) Hepatitis (-) Patah tulang
(-) Penyakit degeneratif (-) Fistel
(-) Luka bakar (-) Struma, tiroid

Lain Lain: (-) Operasi (-) Kecelakaan

Riwayat Keluarga

Umur
Hubungan Jenis Kelamin Keadaan Kesehatan Penyebab Meninggal
(Tahun)

Kakek (ayah) - Laki-laki Sudah Meninggal Usia


Nenek (ayah) - Perempuan Sudah Meninggal Usia
Kakek (ibu) - Laki-laki Sudah Meninggal Usia
Nenek (ibu) - Perempuan Sudah Meninggal Usia
Ayah - Laki-laki Sudah Meninggal Usia
Ibu - Perempuan Sudah Meninggal Tifoid
Anak anak 42 Laki-laki Sehat -
40 Perempuan Sehat -
38 Laki-laki Sehat -
29 Laki-laki Sehat -

Adakah Kerabat yang Menderita ?

Penyakit Ya Tidak Hubungan


Alergi - -

2
Asma - -
Tuberkulosis - -
Artritis - -
Rematisme - -
Hipertensi - -
Jantung - -
Ginjal - -
Lambung - -

ANAMNESIS SISTEM
Kulit
(-) Bisul (-) Rambut (+) Keringat Malam (-) Lain-lain
(-) Kuku (-) Kuning/Ikterus (-) Sianosis
Kepala
(-) Trauma (-) Sakit Kepala
(-) Sinkop (-) Nyeri pada Sinus
Mata
(-) Nyeri (-) Radang
(-) Sekret (-) Gangguan Penglihatan
(-) Kuning/Ikterus (-) Ketajaman Penglihatan menurun
(-) Anemis
Telinga
(-) Nyeri (-) Gangguan Pendengaran
(-) Sekret (-) Kehilangan Pendengaran
(-) Tinitus

Hidung
(-) Trauma (-) Gejala Penyumbatan
(-) Nyeri (-) Gangguan Penciuman
(-) Sekret (-) Pilek
(-) Epistaksis
Mulut

3
(-) Bibir kering (-) Lidah kotor
(-) Gangguan pengecapan (-) Gusi berdarah
(-) Selaput (-) Stomatitis
Tenggorokan
(-) Nyeri Tenggorokan (-) Perubahan Suara
Leher
(-) Benjolan (-) Nyeri Leher
Dada ( Jantung / Paru paru )
(-) Nyeri dada (-) Sesak Napas
(-) Berdebar (-) Batuk Darah
(-) Ortopnoe (-) Batuk
Abdomen ( Lambung Usus )
(-) Rasa Kembung (-) Perut Membesar
(-) Mual (-) Wasir
(-) Muntah (-) Mencret
(-) Muntah Darah (-) Tinja Darah
(-) Sukar Menelan (-) Tinja Berwarna Dempul
(-) Nyeri Perut (-) Tinja Berwarna Ter
Saluran Kemih / Alat Kelamin
(-) Disuria (-) Kencing Nanah
(-) Stranguri (-) Kolik
(-) Poliuria (-) Oliguria
(-) Polakisuria (-) Anuria
(-) Hematuria (-) Retensi Urin
(-) Kencing Batu (-) Kencing Menetes
(-) Ngompol (-) Penyakit Prostat

Saraf dan Otot


(-) Anestesi (-) Sukar Mengingat
(-) Parestesi (-) Ataksia
(-) Otot Lemah (-) Hipo / Hiper-esthesi
(-) Kejang (-) Pingsan
(-) Afasia (-) Kedutan (tick)
(-) Amnesia (-) Pusing (Vertigo)

4
(-) Gangguan bicara (Disartri)
Ekstremitas
(-) Bengkak (-) Deformitas
(-) Nyeri (-) Sianosis
Berat Badan :
Berat badan rata rata (kg) : 56.0 Kg
Berat tertinggi kapan (kg) : 58.0 Kg
Berat badan sekarang : 52.0 Kg
() Tetap (+) Turun () Naik

RIWAYAT HIDUP

Riwayat Kelahiran
Tempat Lahir : (+) di rumah () Rumah Bersalin ( ) R.S Bersalin
Ditolong oleh : ( ) Dokter () Bidan (+) Dukun ( ) lain - lain

Riwayat Imunisasi (Pasien tidak tahu)


() Hepatitis () BCG () Campak () DPT () Polio () Tetanus

Riwayat Makanan
Frekuensi / Hari : 3 kali/sehari
Jumlah / kali : Cukup
Variasi / hari : Bervariasi
Nafsu makan : Normal

Pendidikan
(+) SD ( ) SLTP ( ) SLTA () Sekolah Kejuruan
( ) Akademi ( ) Universitas ( ) Kursus ( ) Tidak sekolah

Kesulitan
Keuangan : Tidak ada
Pekerjaan : Tidak ada

5
Keluarga : Tidak ada
Lain-lain :-

B. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tinggi Badan : 174.0 cm
Berat Badan : 52.0 Kg
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Nadi : 89 kali/menit
Suhu : 36.50 C
Pernafasaan : 17 kali/menit
Keadaan gizi : 17.2 kg/m2 (Berat badan kurang)
Sianosis : Tidak ada
Udema umum : Tidak ada
Habitus : Astenikus
Cara berjalan : Tegak
Mobilitas ( aktif / pasif ) : Aktif
Umur menurut taksiran pemeriksa : Sesuai dengan umur

Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku : wajar
Alam Perasaan : biasa
Proses Pikir : wajar

Kulit
Warna : Sawo matang
Effloresensi : Tidak ada
Jaringan Parut : Tidak ada
Pigmentasi : Tidak ada
Pertumbuhan rambut : Merata, berwarna hitam
Lembab/Kering : Lembab
Suhu Raba : Hangat

6
Pembuluh darah : Tidak ada pelebaran Pembuluh Darah
Keringat : Umum (+)
Turgor : Baik
Ikterus : Tidak ada
Lapisan Lemak : Merata
Oedem : Tidak ada

Kelenjar Getah Bening


Submandibula : Tidak teraba adanya pembesaran
Leher : Tidak teraba adanya pembesaran
Supraklavikula : Tidak teraba adanya pembesaran
Ketiak : Tidak teraba adanya pembesaran
Lipat paha : Tidak teraba adanya pembesaran

Kepala
Ekspresi wajah : Tenang
Simetri muka : Simetris
Rambut : Hitam, merata
Pembuluh darah temporal : Pulsasi (+)

Mata
Exophthalamus : Tidak ada
Enopthalamus : Tidak ada
Kelopak : Edema (-)
Lensa : Jernih
Konjungtiva : Anemis (-)
Visus : Normal
Sklera : Ikterik (-)
Gerakan Mata : Normal, Aktif
Lapangan penglihatan : Normal
Tekanan bola mata : Normal
Nistagmus : Tidak ada

7
Telinga
Tuli : Tidak tuli
Selaput pendengaran : Intak (+), warna seperti mutiara.
Lubang : Lapang
Penyumbatan : Tidak ada
Serumen : Tidak ada
Pendarahan : Tidak ada
Cairan : Tidak ada

Mulut
Bibir : Normal.
Tonsil : T1-T1, tampak tenang
Langit-langit : Terbentuk sempurna
Bau pernapasan : Normal
Gigi geligi : Lengkap, caries dentis (-)
Trismus : Tidak ada
Faring : Tidak hiperemis
Selaput lendir : Normal
Lidah : Normal

Leher
Tekanan Vena Jugularis (JVP) : 5-2 cmH2O
Kelenjar Tiroid : Tidak membesar.
Kelenjar Limfe : Tidak membesar.
Trakea : Tidak ada deviasi.

Dada
Bentuk : Simetris, retraksi sela iga (-), lesi (-), benjolan (-).
Pembuluh darah : Spider Nevi (-)

Paru-paru

8
Inspeksi: Simetris, tipe pernapasan torakoabdominal, pernapasan simetris saat statis dan
dinamis, tidak ada retraksi sela iga, tidak ada lesi dan tidak ada benjolan. Terpasang mini
WSD pada hemithorax kiri
Palpasi: Fremitus taktil simetris, tidak ada nyeri tekan.
Perkusi: Sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi: Suara nafas vesikuler kanan > kiri, tidak ada wheezing, tidak ada ronki.

Jantung
Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak.
Palpasi: Ictus cordis teraba di ICS IV linea midclavicularis sinistra, kuat angkat, dengan
ukuran 1 cm kali 1 cm.
Perkusi: Batas kanan : ICS IV linea sternalis kanan
Batas atas : ICS II linea sternalis kiri
Batas pinggang : ICS III linea parasternalis kiri
Batas kiri : ICS V 2 cm medial linea axilaris anterior kiri
Auskultasi: BJ I-II murni reguler, tidak ada murmur, tidak ada gallop.

Pembuluh Darah
Arteri Temporalis : Pulsasi (+)
Arteri Karotis : Pulsasi (+)
Arteri Brakhialis : Pulsasi (+)
Arteri Radialis : Pulsasi (+)
Arteri Femoralis : Pulsasi (+)
Arteri Poplitea : Pulsasi (+)
Arteri Tibialis Posterior : Pulsasi (+)
Arteri Dorsalis Pedis : Pulsasi (+)

Abdomen
Inspeksi : Simetris, tampak membuncit, lesi (-), benjolan (-), pembuluh darah (-).
Palpasi :
Dinding perut : Supel, nyeri tekan (-)
Hati : tidak teraba.
Limpa : tidak teraba.
Ginjal : Ballotement (-), Nyeri ketok CVA (-).
Lain-lain : Tidak ada.
9
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus 8 kali/menit

Alat Kelamin (atas indikasi): Tidak ada indikasi

Anggota Gerak

Lengan Kanan Kiri


Tonus: Normotonus
Massa: Normal
Sendi: Tidak ada kelainan
Kekuatan: +5 +5 Sensori: + +

+5 +5 + +

Edema: - - Sianosis: - -

- - - -

Tungkai dan Kaki Kanan Kiri


Tonus: Normotonus
Massa: Normal
Sendi: Tidak ada kelainan
Kekuatan: +5 +5 Sensori: + +

+5 +5 + +

Edema: - - Sianosis: - -

- - - -

Reflex
Kanan Kiri
Refleks Tendon
Bisep + +
10
Trisep + +
Patela + +
Achiles + +
Kremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks Kulit Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks Patologis - -

C. STATUS LOKALIS

Inspeksi: Bentuk toraks normal, simetris


saat statis dan dinamis, retraksi (-),
terpasang mini WSD pada hemitoraks kiri

Terpasang mini WSD

Palpasi: fremitus taktil simetris, nyeri tekan


(-)

D. LABORATORIUM & PEMERIKSAAN PENUNJANG LAINNYA


Pemeriksaan Laboratorium. Tanggal 6 Desember 2015 Jam 19.22 di IGD RSUD Tarakan
a. Hemoglobin : 17.6 g/dL (11.0-16.5)
b. Hematokrit : 47.6 % (35.0-45.0)
c. Eritrosit : 5.43 Juta (4-5)
d. Leukosit : 12.730 sel/uL (4.00-10.00)
e. Trombosit : 196.400 sel/uL (150.000-450.000)
f. Laju Endap Darah : 48 mm/jam (0-15)
g. Elektrolit
i. Natrium : 142 mEq/L (135-150)
ii. Kalium : 4.3 mEq/L (3.6-5.5)
iii. Klorida : 98 mEq/L (94-111)
11
h. Ureum : 60.0 mg/dL (15-50)
i. Kreatinin : 1.31 mg/dL (0.6-1.3)
j. Gula Darah Sewaktu : 262 mg/dL (<140)
k. AST (SGOT) : 16 U/L (<32)
l. ALT (SGPT) : 18 U/L (<33)

2. Pemeriksaan Rontgen Foto Thorax tanggal 4 Desember 2016

Cor : tidak tampak membesar, arkus aorta sulit dinilai


Pulmo : trakea tidak deviasi, hilus sulit dinilai
Tampak infiltrat perihiler dan parakardial di paru kanan
Tampak pleural line kiri dan gambaran radiolusen di lateralnya
Corakan bronkovaskuler paru kanan tidak meningkat, paru kiri sulit
dinilai
sinus dan diafragma tak tampak kelainan
tulang dan jaringan lunak tak tampak kelainan
Kesan : bronkopneumonia dd proses spesifik + pneumotoraks sinistra

E. RINGKASAN (RESUME)
Anamnesis
Laki-laki 64 tahun datang ke IGD RSUD Tarakan dengan keluhan sesak napas yang
memburuk sejak 4 hari yang lalu. Sesak napas disertai dengan batuk berdahak sejak 2 bulan yang
lalu. Keringat malam (+), penurunan berat badan (+). OS sudah berobat ke puskesmas dan telah
dipasang mini WSD. Riwayat TBC paru 4 tahun lalu dinyatakan pengobatan selesai dan sembuh.
OS perokok berat sudah 44 tahun, jumlah 1 bungkus per hari.

12
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya penurunan berat badan, TD 140/80 mmHg,
nadi 89 kali/menit, suhu 36.50 C, pernafasaan 17 kali/menit. Pada inspeksi didapatkan toraks
simetris, tidak ada retraksi, terpasang mini WSD pada toraks kiri. Pada auskultasi suara napas
paru kanan > kiri.
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan peningkatan LED dan hiperglikemia.
Pada pemeriksaan rontgen toraks didapatkan kesan bronkopneumonia dd/proses spesifik dan
pneumotoraks sinistra.

F. DIAGNOSIS KERJA
1. Pneumotoraks Spontan Sekunder Sinistra
Dasar Diagnosis:
Pada anamnesis didapatkan keluhan sesak napas memburuk sejak 4 hari yang
lalu. Sesak napas disertai batuk berdahak 2 bulan, keringat malam, dan penurunan
berat badan. Gejala ini mendukung adanya penyakit paru dasar yaitu TBC. Pasien
pernah berobat ke puskesmas karena TBC dan dinyatakan sembuh, artinya
kemungkinan TBC paru relaps kembali. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
penurunan berat badan, terpasang mini WSD, suara napas paru kanan > kiri. Pada
pemeriksaan rontgen toraks didapatkan kesan pneumotoraks sinistra. Hal ini
mendukung diagnosis pneumotoraks sinistra yang didasari TB paru.

G. DIAGNOSIS BANDING
1. Pneumotoraks Spontan Primer
2. Emfisema Bullosa
3. Efusi Pleura
4. Chylothorax
5. Hemotoraks

H. PENATALAKSANAAN
Rencana diagnostik:
- Pemeriksaan CT scan toraks untuk membedakan antara pneumotoraks dan
emfisema bullosa

13
- Foto toraks ulang sebelum dan setelah repair WSD untuk memastikan tube
ada di ruang pleura
- Cek BT CT untuk persiapan repair WSD
Rencana pengobatan:
- Bed rest
- Ceftriaxon 1 x 2 gr IV
- IVFD Ringer Laktat/12 jam
- Diet TKTP
Rencana edukasi:
- Dijelaskan mengapa perlu pemeriksaan rontgen toraks ulang
- Dijelaskan mengapa perlu repair WSD

I. PROGNOSIS
PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam

J. CATATAN PERKEMBANGAN
Repair WSD tanggal 5 Desember 2016
Tanggal 5 9 Desember 2016 WSD undulasi + bubble +
Tanggal 10 Desember 2016 WSD undulasi + bubble - , diinstruksikan untuk klem chest
tube
Tanggal 12 Desember 2016 klem dilepas dan foto rontgen thorax. Hasilnya paru belum
mengembang sempurna. Setelah klem dilepas WSD undulasi + bubble +
Tanggal 13 24 Desember 2016 undulasi + bubble +, direncanakan foto rontgen toraks
ulang tanggal 26 Desember 2016

14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan

Pleura secara anatomis merupakan satu lapis sel mesotelial, ditunjang oleh jaringan ikat,
pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening. Rongga pleura dibatasi oleh dua lapisan
tipis sel mesotelial, terdiri atas pleura parietalis dan pleura viseralis. Pleura parietalis melapisi
otot-otot dinding dada, tulang dan kartilago, diafragma, dan mediastinum, sangat sensitif
terhadap nyeri. Pleura viseralis melapisi paru dan menyusup ke dalam semua fisura dan tidak
sensitive terhadap nyeri. Rongga pleura individu sehat terisi cairan (10-20 ml) dan berfungsi
sebagai pelumas diantara kedua lapisan pleura.1

Pneumotoraks

Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Pada keadaan
normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga
dada. Pneumotoraks dapat terjadi secara spontan atau traumatik. Pneumotoraks spontan dibagi
menjadi primer dan sekunder, primer jika penyebabnya tidak diketahui, sedangkan sekunder jika
terdapat latar belakang penyakit paru. Pneumotoraks traumatik dibagi menjadi pneumotoraks
traumatik iatrogenik dan bukan iatrogenik. Seaton dkk, melaporkan bahwa pasien tuberkulosis
aktif mengalami komplikasi pneumotoraks sekitar 1,4% dan jika terdapat kavitas paru
komplikasi pneumotoraks meningkat lebih dari 90%.1

Klasifikasi

Pneumotoraks dapat terjadi secara spontan atau traumatik dan klasifikasi pneumotoraks
berdasarkan penyebabnya adalah sebagai berikut:

15
Pneumotoraks Spontan adalah setiap pneumotoraks yang terjadi tiba-tiba tanpa adanya suatu
penyebab (trauma ataupun iatrogenik), ada 2 jenis yaitu:

1. Pneumotoraks Spontan Primer (PSP) adalah suatu pneumotoraks yang terjadi tanpa ada
riwayat penyakit paru yang mendasari sebelumnya, umumnya pada individu sehat,
dewasa muda, tidak berhubungan dengan aktivitas fisik yang berat tetapi justru terjadi
pada saat istirahat dan sampai sekarang belum diketahui penyebabnya.

2. Pneumotoraks Spontan Sekunder (PSS) adalah suatu pneumotoraks yang terjadi karena
penyakit paru yang mendasarinya (tuberkulosis paru, PPOK, asma bronkial, pneumonia,
tumor paru, dan sebagainya). Pasien PSS bilateral dengan reseksi torakoskopi dijumpai
adanya metastase paru yang primernya berasal dar sarkoma jaringan lunak di luar paru.

Pneumotoraks Traumatik adalah pneumotoraks yang terjadi akibat suatu trauma, baik truma
penetrasi maupun bukan yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru.
Pneumotoraks traumatik diperkirakan 40% dari semua kasus pneumotoraks. pneumotoraks
traumatik tidak harus disertai dengan fraktur iga maupun luka penetrasi yang terbuka. Trauma
tumpul atau kontusio pada dinding dada juga dapat menimbulkan pneumotoraks. Beberapa
penyebab trauma penetrasi pada dinding dada adalah luka tusuk, luka temabk, akibat tusukan
jarum maupun pada saat dilakukan kanulasi vena sentral. Berdasarkan kejadiannya
pneumotoraks traumatik dibagi 2 jenis yaitu:

1. Pneumotoraks Traumatik Bukan Iatrogenik adalah pneumotoraks yang terjadi karena


jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada baik terbuka maupun tertutup,
barotrauma.

2. Pneumotoraks Traumatik Iatrogenik adalah pneumotoraks yang terjadi akibat komplikasi


dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih dibedakan menjadi 2, yaitu:

Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental, adalah pneumotoraks yang terjadi


akibat tindakan medis karena kesalahan/komplikasi tindakan tersebut, misalnya
pada tindakan parasentesis dada, biopsi pleura, biopsi transbronkial,
biopsi/aspirasi paru perkutaneus, kanulasi vena sentral, barotrauma (ventilasi
mekanik).

Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate), adalah pneumotoraks


yang sengaja dilakukan dengan cara mengisi udara ke dalam rongga pleura

16
melalui jarum dengan suatu alat Maxwell box. Biasanya untuk terapi tuberkulosis
(sebelum era antibiotik), atau untuk menilai permukaan paru.

Berdasarkan jenis fistulanya pneumotoraks dapat dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Pneumotoraks tertutup (simple pneumothorax) yaitu suatu pneumotoraks dengan tekanan


udara di rongga pleura yang sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan pleura pada sisi
hemitoraks kontralateral tetapi tekanannya masih lebih rendah dari tekanan atmosfir.
Pada jenis ini tidak didapatkan defek atau luka terbuka dari dinding dada.
2. Pneumotoraks terbuka (open pneumothorax) terjadi karena luka terbuka pada dinding
dada sehingga pada saat inspirasi udara dapat keluar melalui luka tersebut. Pada saat
inspirasi, mediastinum dalam keadaan normal tetapi pada saat ekspirasi mediastinum
bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking wound).
3. Tension pneumothorax terjadi karena mekanisme check valve yaitu pada saat inspirasi
udara masuk ke dalam rongga pleura, tetapi pada saat ekspirasi udara dari rongga pleura
tidak dapat keluar. Semakin lama tekanan udara di dalam rongga pleura akan meningkat
dan melebihi tekanan atmosfir. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat
menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas. Pneumotoraks ini juga sering
disebut pneumotoraks ventil.1,2

Patofisiologi

Pneumotoraks spontan primer terjadi karena robeknya suatu kantung udara dekat pleura viseralis.
Penelitian secara patologis membuktikan bahwa pasien pneumotoraks spontan yang parunya
direseksi tampak adanya satu atau dua ruang berisi udara dalam bentuk bleb dan bulla. Bulla
merupakan suatu kantong yang dibatasi sebagian oleh pleura fibrotik yang menebal, sebagian
oleh jaringan fibrosa paru sendiri dan sebagian lagi oleh jaringan paru emfisematous. Bleb
terbentuk dari suatu alveoli yang pecah melalui jaringan interstisial kedalam lapisan fibrosa tipis
pleura viseralis yang kemudian berkumpul dalam bentuk kista. Observasi klinis yang dilakukan
pada pasien pneumotoraks spontan primer ternyata angka kejadiannya lebih banyak dijumpai
pada pasien pria yang berbadan tinggi dan kurus. Pecahnya alveoli berhubungan dengan
obstruksi check-valve pada saluran napas kecil sehingga timbul ruang udara di bagian distalnya.
Obstruksi jalan napas bisa diakibatkan oleh penumpukan mukus dalam bronkioli baik oleh
karena infeksi atau bukan infeksi.1

17
Pneumotoraks spontan sekunder terjadi karena pecahnya bleb viseralis atau bulla subpleura dan
sering berhubungan dengan penyakit paru yang mendasarinya. Patogenesis pneumotoraks
spontan sekunder multifaktorial, umumnya terjadi akibat komplikasi penyakit PPOK, asma,
fibrosis kistik, tuberkulosis paru, penyakit-penyakit paru infiltratif kronik lainnya (misalnya
pneumonia supuratif dan termasuk pneumonia p.carinii). Pneumotoraks spontan sekunder
umumnya lebih serius keadaannya daripada primer, karena terdapat penyakit paru yang
mendasarinya. Pneumotoraks katamenial (endometriosis pada pleura) adalah bentuk lain dari
pneumotoraks spontan sekunder yang timbulnya berhubungan dengan menstruasi pada wanita
dan sering berulang. Arthritis rheumatoid juga dapat menyebabkan pneumotoraks spontan karena
terbentuknya nodul rheumatoid pada paru.1

Pada tuberkulosis, pneumotoraks spontan dapat terjadi karena hasil dari (1) ulserasi kedalam
ruang pleura dari lesi progresif, (2) robeknya pleura akibat tarikan dari adhesi antara paru dan
dinding dada, (3) ruptur vesikel subpleura yang mungkin disebabkan penyembuhan dari lesi
tuberkulosis lokal. Pneumotoraks spontan juga dapat terjadi pada penderita TBC oleh
mekanisme non-tuberkulosis, yaitu ruptur bleb emfisema atau adhesi yang robek. Terkadang lesi
tuberkulosis endobronkial mirip katup dapat menyebabkan atelektasis obstruktif pada seluruh
paru; udara bebas keluar dari paru tetapi sulit, mengalir pelan, atau sama sekali tidak dapat
masuk kedalam paru.3

Gejala

Gejala klinis pneumotoraks spontan bergantung pada ada tidaknya pneumotoraks desak serta
berat ringannya pneumotoraks. Pasien secara spontan mengeluh nyeri dan sesak napas yang
muncul tiba-tiba. Pada pemeriksaan fisik, dada dapat tampak asimetris, fremitus menurun atau
hilang, perkusi timpani, dan bising napas menurun atau menghilang. Bila ada pneumotoraks
desak, akan timbul sianosis, takipnea, dan tanda hipoksia lain.2

Berdasarkan anamnesis, gejala-gejala yang sering muncul adalah:

Sesak napas, yang didapatkan pada 80-100% pasien

Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien

Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien

18
Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat sekitar 5-10% dan biasanya pada
pneumotoraks spontan primer

Hasil pemeriksaaan fisik suara napas melemah sampai menghilang, fremitus melemah sampai
menghilang, resonansi perkusi dapat normal atau meningkat/hipersonor. Pneumotoraks ukuran
kecil biasanya hanya menimbulkan takikardia ringan dan gejala yang tidak khas. Pada
pneumotoraks ukuran besar biasanya didapatkan suara napas yang melemah bahkan sampai
menghilang pada auskultasi, fremitus raba menurun dan perkusi hipersonor.1

Gejala dan tanda fisik akan berbeda pada setiap tahap tuberkulosis paru. Onsetnya tiba-tiba
dengan nyeri sedang hingga berat pada satu sisi dada, punggung, atau bahu, dengan ansietas,
sesak napas, takikardia, tanda-tanda syok, pucat, sianosis, kulit lembab, penurunan suhu dan
tekanan darah. Tanda fisik mulai dari paru yang kolaps, emfisema interstisial, peninggian
tekanan intrapleura, dan perubahan posisi organ mediastinum. Tanda fisik pneumotoraks spontan
karena TBC dasarnya sama dengan pneumotoraks non-TBC. Pada sebagian kecil pasien, infeksi
pleura tidak berat, perforasi kecil dan sembuh dengan cepat. Gejala yang awalnya berat
menghilang, terjadi efusi pada sisi yang terkena, udara pada ruang pleura diabsorpsi. Seiring
waktu cairan pada pleura diabsorpsi dan paru mengembang kembali sebagian atau seluruhnya.3

Pemeriksaan Penunjang

Pneumotoraks primer paru kiri sering menimbulkan perubahan aksis QRS dan gelombang T
prekordial pada rekaman EKG dan dapat ditafsirkan sebagai infark miokard akut. Pemeriksaan
foto dada garis pleura viseralis tampak putih, lurus, atau cembung terhadap dinding dada dan
terpisah dari garis pleura parietalis. Celah antara kedua garis pleura tersebut tampak lusens
karena berisi kumpulan udara dan tidak didapatkan corakan vaskular pada daerah tersebut.
Pemeriksaan CT scan mungkin diperlukan apabila dengan pemeriksaan foto dada diagnosis
belum dapat ditegakkan. Pemeriksaan ini lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema
bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner serta
untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder. Sensitivitas pemeriksaan
CT scan untuk mendiagnosis emfisema subpleura yang bisa menimbulkan pneumotoraks spontan
primer antara 80-90%.1

Cara untuk menentukan luas atau persentase pneumotoraks adalah dengan menjumlahkan jarak
terjauh antara celah pleura pada garis vertikal ditambah dengan jarak terjauh celah pleura pada
19
garis horizontal ditambah dengan jarak terdekat celah pleura pada garis horizontal, kemudian
dibagi 3 dan dikalikan 10.1

Penatalaksanaan

Tindakan pengobatan pneumotoraks tergantung dari luasnya pneumotoraks. Tujuan dari


penatalaksanaan tersebut yaitu untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan
kecenderungan untuk kambuh lagi. Tindakan dekompresi dapat dilakukan dengan cara: 1)
memasukkan jarum melalui dinding dada sampai masuk rongga pleura, sehingga tekanan udara
positif akan keluar melalui jarum tersebut. 2) membuat hubungan dengan udara luar melalui
saluran kontra ventil, yaitu dengan:

Jarum infus set ditusukkan ke ditusukkan ke dinding dada sampai masuk rongga pleura,
kemudian ujung pipa plastik di pangkal saringan tetesan dipotong dan dimasukkan ke
dalam botol berisi air kemudian klem dibuka, maka akan timbul gelembung-gelembung
udara di dalam botol.

Jarum abbocath no. 14 ditusukkan ke rongga pleura dan setelah mandarin dicabut,
dihubungkan dengan pipa infus set, selanjutnya dikerjakan seperti poin diatas

Water Sealed Drainage (WSD): pipa khusus yang steril dimasukkan ke rongga pleura
dengan perantaraan trokar atau klem penjepit. Sebelum trokar dimasukkan ke rongga
pleura, terlebih dahulu dilakukan insisi kulit pada ruang antar iga ke enam pada linea
aksilaris media. Insisi kulit juga bisa dilakukan pada ruang antar iga kedua pada linea
mid-klavikula. Setelah trokar masuk ke dalam rongga pleura, pipa khusus segera
dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian trokar dicabut sehingga hanya pipa khusus
tersebut yang masih tertinggal di ruang pleura. Pemasukan pipa khusus tersebut
diarahkan ke atas apabila insisi di ruang antar iga keenam dan kebawah bila di ruang
antar iga kedua. Pipa khusus tersebut kemudian dihubungkan dengan pipa yang lebih
panjang dan terakhir dengan pipa kaca yang dimasukkan ke dalam air dalam botol.
Masuknya pipa kaca kedalam air sebaiknya 2 cm dari permukaan air supaya gelembung
udara mudah keluar. Apabila tekanan rongga pleura masih tetap positif, perlu dilakukan
penghisapan udara secara aktif (continuous suction) dengan memberikan tekanan -10
sampai -20 cmH2O agar paru cepat mengembang. Apabila paru sudah mengembang
penuh dan tekanan pleura negatif sebelum dicabut dilakukan ujicoba dengan mengklem
20
pipa selama 1-3 hari. Tindakan selanjutnya adalah melakukan evaluasi dengan foto dada.
Pencabutan WSD dilakukan waktu pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal.1

Water Sealed Drainage (WSD)

Indikasi pemasangan drain dapat ditemukan dari kombinasi dari konteks (patologi, mekanisme),
pemeriksaan klinis, dan gambaran radiologi.

Pneumotoraks

Tidak semua pneumotoraks memerlukan pemasangan chest drain. Pneumotoraks spontan


primer biasanya diterapi dengan aspirasi. Pasien dengan dasar penyakit paru dan
pneumotoraks traumatik memerlukan chest drainage

Pneumotoraks rekuren setelah aspirasi

Tension pneumotoraks harus selalu dipasang chest drain setelah penusukan awal dengan
jarum

Pasien dengan ventilator yang mengalami pneumotoraks

Pneumotoraks spontan sekunder berat pada pasien diatas 50 tahun

Cairan pada pleura

Efusi pleura berat

Efusi pleura ringan pada pasien dengan ventilator

Empyema

Hemopneumotoraks

Perioperatif misal torakotomi, operasi esophagus, operasi kardiotoraks

Pasien perlu diposisikan sesuai alasan pemasangan chest drain dan keadaan klinis pasien. Posisi
yang paling sering digunakan adalah pasien berbaring 45 dengan tangannya diangkat dibelakang
kepala untuk memaparkan area aksila, atau posisi bertumpu kedepan. Prosedur juga dapat
dilakukan dengan pasien berbaring ke satu sisi dengan sisi yang sakit diatas. Pada situasi trauma
pemasangan drain emergensi biasanya dilakukan dengan pasien posisi tegak.

21
Pemasangan chest drain dilaporkan sebagai prosedur yang menyakitkan dengan 50% pasien
merasakan nyeri dengan skala 9-10 dari 10 dalam satu studi. Oleh karena itu diperlukan
analgesia. Membersihkan kulit dengan antiseptik dan penggunaan anastesi infiltrasi lokal
(sampai 3 mg/kg Lignocaine) serta memberikan waktu untuk obat bekerja sangatlah penting.

Posisi drain ditentukan lokasi dan jenis zat yang ingin didrainase. Ruang intercostal 5 di garis
midaksila biasanya digunakan pada kebanyakan situasi. Area ini dikenal sebagai segitiga aman
yang dibatasi garis depan lattissimus dorsi, garis lateral pektoralis mayor, garis horizontal diatas
putting dan puncak ketiak. Aspirasi cairan atau udara memastikan operator sudah di ruang pleura
dan aman untuk dilanjutkan. Bila cairan atau udara tidak teraspirasi perlu dibantu dengan
radiologi. Aspirasi tidak diperlukan dengan pemasangan drain secara terbuka. Teknik insisi
terbuka dengan pemotongan jaringan dalam dengan forceps atau dibantu introducer lebih
disukai.

Sistem drainase pasif adalah WSD yang menggunakan tekanan positif ekspirasi dan gravitasi
untuk mendrainase ruang pleura. Selang drainase ditenggelamkan 2 cm dibawah permukaan air
dalam reservoir. Hal ini memastikan resistensi minimal untuk drainase udara dan menjaga tutup
bawah air walaupun pasien inspirasi kuat. Tutup bawah air berfungsi sebagai katup searah yang
dilewati udara dari ruang pleura dan tidak dapat masuk kembali saat inspirasi selanjutnya.
Reservoir harus tetap lebih rendah dari pasien untuk mencegah cairan masuk ke ruang pleura.
Bila selang drainase keluar dari air udara masuk kembali kedalam selang saat inspirasi dan paru
akan kolaps.

Chest drain difiksasi dengan jahitan Silk 1/0 pada kulit dengan teknik ikatan non-slip. Insisi kulit
dapat ditutup pada setiap sisi dengan satu Silk 2/0 setiap sisi. Dressing harus mudah untuk
inspeksi dan koneksi drain tidak tertutup. Cara omental tag menggunakan plester dapat
digunakan untuk menyokong selang dan mencegahnya tertarik keluar.

Cairan dalam selang harusnya undulasi dengan respirasi karena perubahan tekanan intrapleura,
dengan respirasi normal, cairan akan naik pada inspirasi dan turun pada ekspirasi. Hilangnya
undulasi berarti drain tersumbat atau tidak lagi berada di rongga pleura. Gelembung pada air
mengindikasikan adanya kebocoran udara yang sedang berlangsung, dapat kontinu, muncul pada
satu fase ventilasi spontan, atau hanya saat batuk. Gelembung persisten pada seluruh siklus
respirasi berarti ada kebocoran udara bronkopleural. Undulasi dan gelembung keduanya
bergantung pada tutup bawah air dan hanya dapat dilihat bila selang berada dibawah permukaan
air. Keduanya dilihat saat pasien ambil napas dalam dan batuk.

22
Chest tube untuk pneumotoraks tidak boleh diklem, kecuali bila botol drainase perlu diganti atau
saat menguji adanya kebocoran udara. Drain yang masih ada gelembung tidak boleh diklem.
Instruksi perlu diberikan bila setelah diklem pasien sesak, klem harus dilepas secepatnya. Bila
pasien tidak dapat mereinflasi parunya atau kebocoran udara persisten mencegah reinflasi, perlu
digunakan suction toraks volume tinggi bertekanan rendah pada range 3-5kPa (30-50 cmH2O).
Ketika suction tidak lagi diperlukan harus langsung dicabut dari botol drainase.

Bila tidak ada halangan pasien perlu didukung untuk berjalan. Olahraga diperlukan untuk
mencegah komplikasi seperti frozen shoulder atau DVT, olahraga napas juga untuk membantu
re-ekspansi paru. Ketika selang siap untuk dilepas, pasien diminta melakukan manuver Valsalva
(untuk meningkatkan tekanan pleura dan mencegah udara masuk ke ruang pleura) dan selang
ditarik secepatnya. Jahitan yang sebelumnya sudah ada diikat untuk menutup lubang. Foto x-ray
perlu dilakukan setelah pencabutan chest drain untuk memastikan resolusi penyakit.4

23
Daftar Pustaka

1. Hisyam B, Budiono E. Pneumotoraks spontan. Dalam: Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I,


Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Interna
Publishing; 2009. h.2339-46.
2. Sjamsuhidajat. Buku ajar ilmu bedah de jong. Jakarta: EGC; 2010. h. 506-8.
3. Waring JJ. Spontaneous pneumothorax. Washington: National Research Council; 1944.
p. 4-8.
4. Ciacca LD, Neal M, Highcock M, etc. Guidelines for the insertion and management of
chest drains. NHS Foundation Trust: 2008. p. 1-14.

24

Anda mungkin juga menyukai