Anda di halaman 1dari 104

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

By Ns. Antonio Domingos Moreira, S.Kep.

1. I. PROSES KEPERAWATAN

Ilmu keperawatan di dasarkan pada suatu teori yang sanga luas.

Proses Keperawatan

Metode

Dimana suatu konsep diterapkan dalam praktik Keperawatan

Bisa di sebut sebagai suatu pendekatan Problem Solving yang memerlukan ilmu, teknik dan
ketrampilan interpersonal dan di tujukan untuk memenuhi kebutuhan Klien dan Keluarga.

Proses Keperawatan terdiri dari ; 5 tahap yang berhubungan :

1. Pengkajian
2. Diagnosis
3. Perencanaan
4. Pelaksanaan
5. Dan Evaluasi

Tahap tersebut berintegrasi terhadap fungsi Intelektual Problem - Solving dalam


mendefinisikan suatu tindakan Perawatan.

Proses Keperawatan merupakan lima tahap proses konsisten sesuai dengan perkembangan
profesi keperawatan ( pertama kali oleh Hall, 1955 ).

Proses Keperawatan telah dianggap sebagai suatu dasar hukum praktik Keperawatan , ( ANA,
1973 ).

Dasar pengembangan standard praktik keperawatan

Dan juga sebagai kriteria dalam progrsmsertifikasi


Standar legal praktik keperawatan

Masuk dalam program pendidikan Keperawatan ( Kurikulum D-III Kep. & S1 Keperawatan ).

1. II. Tujuan

Proses Keperawatan secara umum adalah untuk membuat suatu kerangka konsep
berdasarkan kebutuhan individu dari klien, keluarga, dan masyarakat dapat terpenuhi.
Tindakan yang di tujukan untuk memenuhi tujuan keperawatan

1. III. Organisasi

Ke 5 tahap proses keperawatan tersebut sebagai suatu organisasi yang mengatur pelaksanaan
asuhan Keperawatan berdasarkan suatu rangkaian pengelolaan yang sistematis dlm memeberikan
asuhan keperawatan kepada klien.

1. IV. Karakterisitk

Proses Keperawatan mempunyai 6 karateristik :

1. 1. Tujuan

Proses Keperawatan mempunyai tujuan yang jelas melalui suatu tahapan dalam meninmgkatkan
kualitas asuhan Keperawatan kepada klien

1. 2. Sistematika

Menggunakan suatu pendekatan yang terorganisir untuk mencapai suatu tujuan.


Menghindari masalah yang bertentangan dengan tujuan intuisi pelayanan
kesehatan/Keperawatan.
PK ditujukan pada suatu perubahan respon klien yang diidentifikasi melalui hubungan
antara perawat dengan klien.

1. 3. Dinamik

PK ditujukan dalam mengatasi masalah masalah kesehatan klien yang di laksanakan secara
berkesinambungan.

1. 4. Interaktif
Adanya hubungan timbale balik antar perawat, Klien, Keluarga dan tenaga lainnya.

1. 5. Fleksibel

Proses yang di lihat dari 2 konteks :

Dapat diadopsi pada praktik keperawatan dalam situasi apapun, spesialisasi yang
berhubungan dengan individu, kelompok, atau masyarakat
Tahapannya bisa digunakan secara berurutan dan dengan persetujuan kedua belah pihak.

1. 6. Teoritis

Setiap langkah dalam proses keperawatan selalu di dasarkan pada suatu ilmu yang luas,
khususnya ilmu dan model Keperawatan yang berlandaskan pada Filosofi keperawatan bahwa
asuhan keperawatan kepada klien harus menekankan pada 3 aspek :

Humanistik

Memandang dan memperlakukan klien sebagai manusia

Holistik

Intervensi keperawatan Harus dapat memenuhi kebutuhan dasar manusia secara utuh ( bio
psiko sosio spiritual ).

Care

Asuhan Keperawatan yang diberikan harus berlandaskan pada standard praktik keperawatan dan
etika keperawatan.

1. V. IMPLIKASI KEPERAWATAN

Penerapan proses Keperawatan mempunyai implikasi atau dampak terhadap:

1. 1. Profesi Keperawatan

Secara profesional proses keperawatan menyajikan suatu lingkup praktik keperawatan.


Melalui 5 langkah proses keperawatan
Di Timor Leste masih adopsi dari standard keperawatan Indonesia dan ANA ( American
Nurses Association ), 1973.
Undang undang Kesehatan 57

1. 2. Klien

Penggunaan proses Keperawatan sangat bermanfaat bagi klien dan Keluarga


Klien dan Keluarga berpartisipasi secara aktif dalam keperawatan dengan melibatkan ke
dalam 5 langka proses keperawatan

1. 3. Perawat

Proses Keperawatan akan meninmgkatkan kepuasan dalam bekerja dan meningkatkan


perkembangan profesionalisme.
Mningkatkan hubungan antara perawat denga klien dapat di lakukan melalui penerapan
proses keperawatan
PK meningkatkan suatu pengembangan dan kretifitas dalam penjelasan masalah klien

1. VI. Teori teori yang mendasari Proses Keperawatan :


1. 1. Teori system, terdiri dari :

Kerangka kerja yang berhubungan dan keseluruhan social, manusia, struktur dan masalah
masalah organisasi.
Perubahan internal dan lingkungan sekitarnya
Sistem tersebut terdiri dari :
o Tujuan

o Proses

o Isi

1. Tujuan :

sesuatu yang harus dilaksanakan


Arah sistem

1. Proses

Berfungsi dalam memenuhi tujuan yang hendak di capai

1. Isi
Terdiri dari bagian yang membentuk system
Feedback ( umpan balik )
Dapat dievaluasi
Memjelaskan hasil dari tindakan yg telah dilaksanakan
Antara teori system dan Proses keperawatan dapat dijelaskan :
Input merupakan suatu kumpulan data hasil pengkajian beserta permasalahan Susun
suatu rencana dan tindakan keperawatan yang tepat.
Output Untuk menjelaskan hasil dari tindakan yang telah dilaksanakan

1. 2. Teori Kebutuhan Dasar Manusia

Berintegrasi satu sama lain (motivasinya)


Memenuhi kebutuhan dasar :
o Fisiologis

o Keamanan

o Kasih sayang

o Harga diri

o Aktualisasi diri

o Kebutuhan dasar manusia terpenuhinya tingkat kepuasaan agar manusia bisa


mempertahankan hidupnya.
o Peran pereawatn memenuhi kebutuhan dasar manusia

o Tanggungjawab :

Memberikan dukungan
Menfasilitasi
Berkomunikasi kepada klien sehat dan sakit

1. 3. Teori persepsi

Perubahan dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia sangat di pengaruhi oleh persepsi
individu.
Interaksi
1. VII. Teori informasi dan Komunikasi

Tujuan asuhan keperawatan adalah untuk mengindentifikasi masalah Klien ( apakah


keadaan sehat atau sakit ).

Proses Keperawatan sbg salah satu pendekatan utama dalam pemberian asuhan keperawatan.

Proses keperawatan merupakan suatu siklus, karena memerlukan suatu modifikasi


penhkajian ulang, perencanaan ulang, memperbaharui tindakan dan mengevaluasi ulang.
Langka dalam proses keperawatan diperlukan suatu informasi yang akurat apabila
perawat mampu menjalin komunikasi dengan baik :

Umpan balik

Pengirim ...................Pesan ............................Penerimaan

1. VIII. Prinsip prinsip Etik Keperawatan yang menjadi pertimbangan dalam


pelaksanaan asuhan keperawatan sebagai berikut :
1. 1. Justice ( Asasa Keadilan )

Setiap prioritas tindakan yang diberikan harus berdasarkan kondisi klien.


Tidak ada diskriminasi

1. 2. Autonomy (Asas menghormati otomoni )

Setiap manusia mempunyai hak untuk menentukan tindakan terhadap dirinya sendiri.
1. 3. Benefience ( Asas manfaat )

Setiap tindakan yang di berikan kepada klien harus bermanfaat bagi klien dan
menghindarkan dari kecacatan

1. 4. Veracity ( Asas Kejujuran )

Perawat dalam berkomunikasi harus mengatakan yang benar dan jujur kepada klien.

1. 5. Fidelity ( Asas komitmen )

Apa yangh di laksanakan oleh perawat harus di dasarkan pada tanggung jawab moral dan
profesi

1. IX. MASALAH MASALAH ETIK KEPERAWATAN DI TIMOR


LESTE
1. Wadah organisasi Profesi tidak memerjuangkan profesi Perawat, tetapi organisasi
profesi di Politisasi, Kepentingan Kelompok, Tidak memiliki standard
competency.
2. Landasan moral dan etika yang paling kuat dan mendasar adalah Agama.
3. Perkembangan ilmu, penelitian dan teknologi kedokteran serta Keperawatan
berkembang secara global tetapi tidak adanya perhatian dari pemerintah terutama
Ministerio da Sade.
4. Tersedianya tenaga perawat tetapi tidak di perdayakan gunakan untuk kepentingan
Masyarakat.

1. HUBUNGAN ANTARA TAHAP PROSES KEPERAWATAN ( Alfaro, 1998 ).


2. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses Keperawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengindentifikasi status kesehatan klien ( Lyer etal, 1996 ).
Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
kebutuhan individu. Oleh karena itu pengkajian yang akurat, lengkap, sesuai dengan kenyataan,
kebenaran data sangat penting dalam merumuskan suatu diagnose keperawatan dan memberikan
pelayanan keperawatan sesuai dengan respon individu.

1. 1. Standar praktik Keperawatan dari ANA

PENGKAJIAN

DIAGNOSIS
PERENCANAAN
PELAKSANAAN

EVALUASI

1. 2. Data dasar dan Fokus

1. Pengkajian Keperawatan
data dasar yang komprehensif adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status
Kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan keperawatannya
terhadap dirinya sendiri, dan hasil konsultasi media ( terapis ) atau profesi kesehatan
lainnya.
Data focus Keperawatan adalah data tentang perubahan perubahan atau respon klien
terhadap kesehatan dan masalah kesehatannya serta hal hal yang mencakup tindakan
yang di lalsanakan kepada klien.

1. Fokus pengkajian Keperawatan

Dalam menyusun pengkajian keperawatan tidak sama dengan pengkajian medis.


Pengkajian focus suatu pemilihan data spesifik yang ditentukan oleh perawat , klien
dan keluarga berdasarkan keadaan klien.

1. 3. Pengumpulan data ( Pulta )


2. Tipe data

Ada 2 tipe data pada pengkajian :

1. Data subyektif

Data yang di dapatkan dari klien sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian.
Informasi tersebut tidak dapat ditentukan oleh perawat secara independen tetapi melalui suatu
interaksi atau komunikasi.

Data subyektif sering didapatkan, dari riwayat keperawatan termasuk persepsi klien, perasaan,
dan ide tentang status kesehatannya.

Ex : penjelasan klien tentang nyeri, lemah, Frustasi, mual.

Informasi yang diberikan sumber lain, ex husi familia, konsoleiro, husi team saude seluk

1. Data obyektif

Data yang dapat diobservasi dan diukur .

Ex; data obyektif : frekuensi pernafasan, Tekanan darah, edema dan berat badan no seluk seluk
tan.

1. 4. Karakteristik data
2. Lengkap
3. Akurat dan nyata
4. Relevan
5. 5. Sumber data
6. Klien sumber utama data ( primer )
7. Orang terdekat : orang tua, suami, istri, anak atau teman klien
8. Catatan Klien : di tulis oleh anggota tim kesehatan dapat digunakan sumber informasi di
dalam riwayat keperawatan
9. Riwayat penyakit :

Pemeriksaan fisik
Catatan perkembangan

1. Konsultasi :

anggota tim kesehatan spesialis


Menentukan diagnose medis dan keperawatan
Melakukan tindakan medis

1. Hasil pemeriksaan diagnostic

Hasil pemeriksaan Laboratorium


Tes diagnostic
Hasil pemeriksaan diagnostic

1. Catatan medis dan anggota tim kesehatan lainnya

Para Personil yang berhubungan dengan klien dan memberikan tindakan, mengevaluasi,
dan mencatat hasil pada status klien
Catatan kesehatan terdahulu sebagai informasi

1. Perawat lain

Jika klien di rujuk dari pelayanan kesehatan lain

1. Kepustakaan

Membaca literature yang berhubungan dengan masalah klien

1. 6. Metode pengumpulan data

Ada 3 metode yang digunakan dalam pemgumpulan data pada tahap pengkajian :
1. Komunikasi yang efektif
2. Observasi
3. Pemeriksaan fisik

Teknik tersebut sangat bermanfaat bagi perawat dalam pendekatan kepada klien secara rasional,
sistematik dalam mengumpulkan data, merumuskan diagnose keperawatan, merencanakannya.

II. DIAGNOSE KEPERAWATAN

1. a. Pengertian

Diagnose Keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia


( status kesehatan atau resiko perubahan pola ) dari individu kelompok diamana perawat
secara akontabilitas dapat mengindentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti
untuk untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah
( Carpenito 2000 ).
Gordon, 1976 : DK masalah kesehatan actual dan potensial dimana berdasarkan
pendidikan dan pengalamannya.
NANDA Kepeutusan klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang
masalah kesehatan actual dan potensial

1. b. Tujuan diagnose Keperawatan

Untuk mengindentifikasi masalah adanya respon kliennterhadap status kesehatan atau


penyakit
Faktor factor yang menunjang atau menyebabkan suatu masalah ( etilologies )
Mengindentifikasi kemampuan klien untuk mencegah atau menyelesaikan masalah

1. c. Langkah langkah menentukan DK :

Klasifikasi dan analisa data


Interpretasi data
Validasi data
Perumusan diagnose Keperawatan

1. d. Merumuskan DK ( Carpeneto, 2000 ) dapat dibedakan :

Aktual : Menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai dengan data klinik yang di temukan :

Syarat : Menegakkan diagnose keperawatan actual harus ada unsure PES.


Misal : data , muntah, diare, dan turgor jelek selama 3 hari

DK : Kekurangan volume cairan tubuh b/kehilangan cairan secara abnormal

Resiko : Menjelaskan masalah kesehatan yang nyata akan terjadi jika tidak di lakukan
intervensi.

Syarat : Menegakkan resiko DK adanya unsure PE ( Problem & Etiologi )

Penggunaan istilah resiko dan resiko tinggi tergantung dari tinbgkat keparahan/kerentanan
terhadap masalah.

Misal : Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan diare yang terus menerus.

Kemungkinan ( potensial ): Menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan untuk


memastikan masalah keperawatan kemungkinan.

Syarat : Menegakkan kemungkinan diagnose kep. Adanya unsur respon dan factor yang
mungkin dapat menimbulkan masalah tetapi belum ada.

DK : Kemungkinan g3 konsep diri : rendah diri/teroisolasi b/d diare.


III. PERENCANAAN

1. A. PENGANTAR

Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi atau


mengoreksi masalah masalah yang diidentifikasi pada diagnose keperawatan . Secara
tradsional, rencana keperawatan diartikan sebagai suatu dokumen tulisan tangan dalam
menyelesaikan masalah, tujuan dan intervensi.

Jadi Rencana Keperawatan merupakan metode komunikasi tentang asuhan keperawatan kepada
klien. Setiap klien yang memerlukan asuhan keperawatan perlu suatu perencanaan yang baik.
Sehingga semua tindakan keperawatan harus di standarisasi, dan standard tindakan tersebut dapat
di baca.

1. B. TUJUAN PERENCANAAN

Tujuan rencana tindakan keperawatan dapat di bagi menjadi :

1. Tujuan Administratif
1. Untuk mengidentifikasi focus keperawatan kepada klien atau kelompok
2. Untuk membedakan tanggungjawab perawat dengan profesi kesehatan lainnya
3. Untuk menyediakan suatu kriteria guna pengulangan dan evaluasi keperawatan
4. Untuk menyediakan kriteria klasifikasi klien
5. Tujuan Klinik
1. Menyediakan suatu pedoman dalam penulisan
2. Mengkomunikasikan dengan staf perawat apa yang diajarkan, apa yang
diobservasi, dan apa yang dilaksanakan
3. Menyediakan kriteria hasil ( outcomes ) sebagai pengulangan dan evaluasi
keperawatan
4. Rencana tindakan yang spesifik secara langsung bagi individu, Keluarga,
dan tenaga kesehatan lainnya untuk melaksanakan tindakan.
5. C. LANGKAH LANGKAH PERENCANAAN

Untuk mengevaluasi rencana tindakan keperawatan, maka ada beberapa komponen yang perlu
diperhatikan :

1. Menentukan prioritas masalah

Melalui pengkajian, perawat akan mampu mengidentifikasi respon klien yang actual atau
potensial yang memerlukan suatu tindakan. Dalam menentukan perencanaan perlu menyusun
suatu system untuk menentukan diagnose yangn akan diambil tindakan pertama kali. Salah satu
system yang bisa digunakan adalah hirarki Kebutuhan manusia.

1. Menentukan kriteria hasil ( outcomes )


Tujuan klien dan tujuan keperawatan adalah standar atau ukuran yang digunakan untuk
mengevaluasi kemajuan klien atau ketrampilan perawat.

Tujuan klien :

merupakan pernyataan yang menjelaskan suatu perilaku klien, keluarga, atau kelompok yang
dapat diukur setelah intervensi keperawatan di berikan.

Tujuan Keperawatan :

Adalah pernyataan yang menjelaskan suatu tindakan yang dapat diukur berdasarkan kemampuan
dan kewenangan perawat.

Pedoman penulisan kriteria hasil berdasarkan SMART :

S = Spesifik ( tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda )

M = Measurable ( tujuan keperawatan harus dapat diukur, khususnya tentang

Perilaku klien; dapat di lihat, didengar, diraba, dirasakan dan dibau )

A = Achievable ( tujuan harus di capai )

R = Reasonable ( Tujuan harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah )

T = Time ( Tujuan keperawatan )

1. Menentukan rencana tindakan

Rencana tindakan adalah desain spesifik intervensi untuk membantu klien dalam mencapai
kriteria hasil. Rencana tindakan dilaksanakan berdasarkan komponen penyebab dari diagnose
keperawatan.

Intervensi keperawatan adalah suatu tindakan langsung kepada klien yang dilaksanakan oleh
perawat,

1. Dokumentasi
1. Definisi
Rencana tindakan keperawatan adalah suatu proses informasi, penerimaan, pengiriman, dan
evaluasi pusat rencana yang dilaksanakan oleh seorang perawat profesional.

1. Tujuan

Rencana tindakan keperawatan di tulis dalam suatu bentuk yang bervariasi guna
mempromosikan perawatan yang meliputi :

1. Perawatan individu
2. Perawatan yang kontinyu
3. Komunikasi
4. Evaluasii
5. Karakterisik
1. Di tulis oleh perawat
2. Dilaksanakan setelah kontak pertama kali dengan klien
3. Diletakkan ditempat yang strategis ( mudah didapatkan )
4. Informasi yang baru.

IV. PELAKSANAAN

1. Pelaksanaan

Adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik ( Lyer,1996 ). Tahap
pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang
spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi factor factor yang mempengaruhi masalah kesehatan
klien.

1. Tujuan

Tujjuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan,
yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan
memfasilitasi koping. Perencanaan tindakan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik.

1. Tahap tindakan Perawatan

Ada 3 tahap dalam keperawatan :

1. Persiapan

Persiapan tersebut meliputi kegaiatan kegiatan :

1. Review tindakan keperawatan yang didentifikasi pada tahap perencanaan


2. Menganalisa pengetahuan dan ketrampilan keperawatan yang diperlukan
3. Mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin timbul
4. Menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan
5. Mempersiapkan lingkungan yang kondusif sesuai dengan tindakan yang akan
dilaksanakan
6. Mengindentifikasi aspek hokum dan etik terhadap resiko dari potensial tindakan
7. Intervensi

Pelaksanaan tindakan perawatan adalah kegiatan pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk
kebutuhan fisik dan emosional.

Pendekatan tindakan keperawatan meliputi tindakan ;

Independen
o Suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dari
dokter atau tenaga kesehatan lain.
o Dilakasanakan perawat secara independen berdasarkan Diagnose Keperawatan

o Merupakan suatu respon dimana perawat mempunyai kewenangan untuk


melakukan tindakan keperawatan secara pasti berdasarkan pendidikan dan
penagalamannya.
o Kaji klien dan keluarga melalui riwayat keperawatan dan pemeriksaan fisik untuk
status kesehatan klien.
o Merumuskan diagnose keperawatan

o Merujuk klien ke tenaga kesehatan lain terhadap tindakan keperawatan dan Medis

o Evaluasi respon klien

o Dependen

Tindakan dependen berehubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis

Interdependen

Tindakan keperawatan menjelaskan suatu kegaiatan yang memerlukan suatu kerjasama dengan
tenaga kesehatan lainnya.

1. Dokumentasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan akurat
terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.

V. EVALUASI

a. Pendahuluan

Adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan


seberapa Jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah
berhasil dicapai.
Evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan , dan perbandingan yang sistermatik pada
status kesehatan klien, ( Griffith, 1986 ).
Tahap Evaluasi di letakkan pada akhir proses keperawatan, Evaluasi merupakan bagian
integral pada setiap tahap proses keperawatan.

b.Tujuan Evaluasi

Untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan

Mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan


keperawatan yang diberikan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan :

Mengakhiri rencana tindakan keperawatan ( klien telah mencapai tujuan yang


ditetapkan
Memodifikasi rencana tindakan keperawatan ( klien mengalami kesulitan untuk
mencapai tujuan ).
Meneruskan rencana tindakan keperawatan ( klien memerlukan waktu yang lebih lama
untuk mencapai tujuan )

c. Proses Evaluasi terdiri dari :

* Mengukur pencapaian tujuan klien

* Membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan

1. Hak dan Kewajiban klien


1. Klien berhak untuk :
1. Mendapat informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di
Rumah Sakit
2. Mendapatkan pelayanan yang manusiawi, adil, jujur dan bijaksana
3. Memperoleh asuhan keperawatan yang bermutu berdasarkan standard
profesi keperawatan
4. Memilih perawat atau dokter yang di kehendaki sesuai peraturan
operasional di Rumah sakit
5. Meminta konsultasi kepada dokter atau perawat lain yang terdaftar di
Rumah Sakit
6. Mendapatkan privacy dan kesehatan dari tindakan keperawatan yang
diberikan
7. Memperolehy informasi tentang penyakit yang diderita, tindakan yang
akan dilakukan,kemungkinan penyakit dan tindakan untuk mengatasinya ;
alternatif terapi lainnya, prognose, dan estimasi biaya perawatan
8. Menyetujui dan atau menolak tindakan yang akan dilakukan terhadap
dirinya
9. Mendapatkan kebebasan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama
dan kepercayaan selama tidak menggangu klien lain.
10. Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap
dirinya.
11. Kewajiban Klien
1. Mentaati segala peraturan dan tata tertib di Rumah Sakit
2. Mematuhi segala instruksi dokter atau perawat dalam
pengobatannya
3. Memberikan informasi dengan jujur dan lengkap tentang penyakit
yang diderita kepada dokter atau perawat yang merawatnya
4. Melunasi semua imbalan atas jasa pelayanan Rumah Sakit atau
Dokter
5. Memenuhi hal hal yang telah disepakti atau perjanjian yang telah
dibuatnya.
6. Hak dan Kewajiban Perawat dan Dokter
1. Hak Perawat atau Dokter
1. Mendapatkan perlindungan Hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
2. Mengembangkan diri melalui kemampunnya
spesialisasi sesuai latar belakang pendidikannya
3. Menolak keinginan pasien yang bertentangan
dengan peraturan perundang undang serta
standard profesi dank ode Etik profesi
4. Mendapatkan informasi lengkap dari klien Yang
tidak puas terhadap pelayanannya
5. Meningkatkan pengetahuan berdasarkan
perkembangan IPTEK dalam bidang keperawatan
secara terus menerus
6. Diperlakukan adil dan jujur oleh Rumah Sakit
maupun klien dan atau keluarganya
7. Mendapatkan jaminan perlindungan terhadap resiko
kerja yang berkaitan dengan tugasnya
8. Diikutsertakan dalam penyusunan atau penetapan
kebijaksanan pelayanan kesehatan di Rumag Sakit
9. Diperhatikan privacynya dan berhak menuntut
apabila nama baiknya telah dicemarkan oleh klien
atau keluarganya
10. Menolak pihak lain untuk melakukan tindakan yang
bertentangan dengan perundang undangan,
standard profesi dan etika profesi
11. Mendapatkan imbalan yang layak dari jasa
profesinya sesuai dengan peraturan/ketentuan yang
berlaku.
12. Perawat dan Dokter berhak memperoleh
penghargaan atas jasa dan pengabdian berdasarkan
Ilmu dan Skill ( Reward system )
13. Memperoleh kesempatan mengembangkan karir
sesuai bidang profesinya
14. Kerawjiban Perawat dan Dokter
1. Mematuhi semua peraturan Rumah Sakit
dengan hubungan hokum antara perawat
dengan pihak Rumah Sakit
2. Mengadakan perjanjian tertulis denga pihak
Rumah Sakit
3. Memenuhi hal hal yang telah disepakati
dan dibuatnya
4. Memberikan asuhan Keperawatan sesuai
standar profesi dan otonominya
5. Menghormati hak hak pasien
6. Merujuk klien kepada perawat lain/tenaga
kesehatan lainnya yang mempunyai keahlian
yang sesuai dengan masalah klien
7. Memberikan kesempatan kepada klien agar
senantiasa dapat berhubungan dengan
keluarganya dan dapat menjalankan ibadah
sesuai dengan agama/kepercayaan sepanjang
tidak bertentangan dengan Rumah Sakit
8. Memberikan informasi yang adekuat tentang
tindakan keperawatan kepada klien/keluarga
sesuai batas kewenangannya
9. Membuat dokumentasi asuhan keperawatan
secara akurat dan berkesinambungan
10. Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
sesuai dengan standar profesi keperawatan
dan kepuasaan kerja
11. Mengikuti perkembangan IPTEK
keperawatan secara terus menerus
12. Melakukan pertolongan darurat sebagai
tugas perikemanusiaan sesuai batas
kewenangannya
13. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahui
tentang klien, kecuali diminta keterangan
oleh pihak yang berwenang

TEORI MODEL KEPERAWATAN


Teori dan model Keperawatan

Profesi keperawatan adalah profesi yang unik dan kompleks. Dalam melaksanakan
prakteknya, perawat harus mengacu pada model konsep dan teori keperawatan yang sudah
dimunculkan. Konsep adalah suatu ide dimana terdapat suatu kesan yang abstrak yang dapat
diorganisir dengan smbol-simbol yang nyata, sedangkan konsep keperawatan merupakan ide untuk
menyusun suatu kerangka konseptual atau model keperawatan.
Teori adalah sekelompok konsep yang membentuk sebuah pola yang nyata atau suatu
pernyataan yang menjelaskan suatu proses, peristiwa atau kejadian yang didasari fakta-fakta yang
telah di observasi tetapi kurang absolut atau bukti secara langsung.Yang dimaksud teori
keperawatan adalah usaha-usaha untuk menguraikan atau menjelaskan fenomena mengenai
keperawatan. Teori keperawatan digunakan sebagai dasar dalam menyusun suatu model konsep
dalam keperawatan,dan model konsep keperawatan digunakan dalam menentukan model praktek
keperawatan. Berikut ini adalah ringkasan beberapa teori keperawatan yang perlu diketahui oleh
para perawat profesional sehingga mampu mengaplikasikan praktek keperawatan yang didasarkan
pada keyakinan dan nilai dasar keperawatan.
1. Penyusun Teori: Nightingale (1860)
Keperawatan adalah suatu proses menempatkan pasien dalam kondisi paling baik untuk
beraktivitas yaitu lingkungan yang sehat dan udara yang bersih
fokus Keperawatan: Untuk memfasilitasi proses penyembuhan tubuh dengan
memanipulasi lingkungan klien (Torres, 1986). Kerangka Kerja Praktik: Lingkungan klien
dimanipulasi untuk mendapatkan ketenangan, nutrisi, kebersihan, cahaya, kenyamanan, sosialiasi,
dan harapan yang sesuai

2. Penyusun Teori: Peplau (1952)


Keperawatan adalah suatu hasil proses kerja sama manusia dengan manusia
lainnya supaya menjadi sehat atau tetap sehat (hubungan antar manusia) Pendidikan
atau pematangan tujuan yang dimaksud untuk meningkatkan gerakan yang progresif
dan kepribadian seseorang dalam berkreasi, membangun, menghasilkan pribadi dan
cara hidup bermasyarakat.Hubungan interpersonal yang merupakan factor utama.

Fokus Keperawatan: Untuk mengembangkan interaksi antara perawat dan klien


Kerangka Kerja Praktik: Keperawatan adalah proses yang penting, terapeutik, dan interpersonal
(1952) Keperawatan berpartisipasi dalam menyusun struktur sistem asuhan kesehatan untuk
memfasilitasi kondisi yang alami dari kecenderungan manusia untuk mengembangkan hubungan
interpersonal (Marriner-Torney, 1994)

3. Penyusun Teori: Henderson (1955)


Keperawatan adalah suatu fungsi yang unik dari perawat untuk menolong klien yang sakit
atau sehat dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan meningkatkan kemampuan, kekuatan,
pengetahuan dan kemandirian pasien secara rasional, sehingga pasien dapat sembuh atau
meninggal dengan tenang.Definisi ini merupakan awal terpisahnya ilmu keperawatan dan medik
dasar.
Fokus Keperawatan: Untuk bekerja secara mandiri dengan tenaga pemberi pelayanan
kesehatan (Marriner-Torney, 1994), membantu klien untuk mendapatkan kembali kemandiriannya
secepat mungkin. Kerangka Kerja Praktik: Praktik keperawatan membentuk klien untuk melakukan
14 kebutuhan dasar Henderson (Henderson, 1966)

4. Penyusun Teori: Abdellah (1960)


Keperawatan adalah seni ilmu dalam memberikan pelayanan kepada individu,
keluarga dan masyarakat.
Untuk membentuk sikap dalam meningkatkan kemampuandan keterampilan setiap
individu perawat untuk mencapai tujuan membantu manusia yang sakit maupun sehat,
menanggulangi atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan kesehatannya.

Fokus Keperawatan: Untuk memberikan kepada individu, keluarga, dan masyarakat. Untuk
menjadi perawat yang baik dan berpengertian, juga mempunyai kemampuan intelegensia yang
tinggi, kompeten dan memiliki keterampilan yang baik dalam memberikan pelayanan keperawatan
(Marriner-Torney, 1994)Kerangka Kerja Praktik: Teori ini melingkupi 21 masalah keperawatan
Abdellah (Abdellah et al 1960)

5. Penyusun Teori: Orlando (1961)


Keperawatan berlandaskan teori hubungan interpersonal yang menitikberatkan
pada sifat unik individu atau klien dalam ekspresi verbal yang mengisyaratkan adanya
kebutuhan dan cara-cara memenuhi kebutuhan.

Fokus Keperawatan: Untuk berespons terhadap perilaku klien dalam memenuhi kebutuhan
klien dengan segera. Untuk berinteraksi dengan klien untuk memenuhi kebutuhan klien secepat
mungkin dengan mengidentifikasi perilaku klien, reaksi perawat, dan tindakan keperawatan yang
dilakukan (Tores, 1986; Chinn dan Jacobs, 1995). Kerangka Kerja Praktik: Tiga elemen seperti
perilaku klien, reaksi perawat, dan tindakan perawat membentuk situasi keperawatan (Orlando,
1961)

6. Penyusun Teori: Hall (1962)


Fokus Keperawatan: Untuk memberikan asuhan dan kenyamanan bagi klien selama proses
penyakit (Torres, 1986). Kerangka Kerja Praktik: Seorang klien dibentuk oleh bagian-bagian berikut
yang saling tumpang-tindih, yaitu: manusia (inti), status patologis, dan pengobatan (penyembuhan)
dan tubuh (perawatan). Perawat sebagai pemberi perawatan (Mariner-Torney, 1994; Chinn dan
Jacobs, 1995)

7. Penyusun Teori: Wiedenbach (1964)


Fokus Keperawatan: Untuk membantu individual dalam mengatasi masalah yang berkaitan
dengan kemampuan untuk memenuhi tekanan atau kebutuhan yang dihasil dari suatu kondisi,
lingkungan, situasi atau waktu (Torres, 1986). Kerangka Kerja Praktik: Praktik keperawatan
berhubungan dengan individu yang memerlukan bantuan karena stimulasi perilaku. Keperawatan
klinik memiliki komponen seperti filosofi, tujuan, praktik, dan seni (Chinn dan Jacobs, 1995)

8. Penyusun Teori: Levine (1966)


Keperawatan adalah bagian budaya yang direfleksikan dengan ide-ide dan nilai-
nilai , dimana perawat memandang manusia itu sama, merupakan suatu rangkaian
disiplin dalam menguasai organisasi atau kumpulan yang dimiliki individu dalam
menjalin hubungan manusia sekitarnya.
Cara Cepat Menghitung Tetesan Infus

Hak Cipta Gambar: Michaelberry

Jika kita sedang berjaga, baik di IGD atau di ruangan, terkadang pasien datang bak air bah. Kita butuh
me-manage pasien dengan cepat dan segera. Terutama yang paling penting adalah menjaga sirkulasi
tetap baik. Dalam keadaan hectic tersebut kita sudah tidak bisa lagi menghitung manual kebutuhan
cairan dan lain sebagainya. Kita dibutuhkan menghitung cepat diluar kepala. Oleh karena itu saya
membuat rangkuman singkat ini agar mempermudah teman sejawat dalam me-manage pasien.

Rumus
Untuk memahami lebih lanjut, kita harus mengetahui rumus dasar menghitung tetes cairan dalam
satuan jam dan dalam satuan menit:

Rumus Dasar (dalam satuan jam)

Rumus Dasar (dalam satuan menit)

Dewasa (Makro Drip)


Infus set makro drip memiliki banyak jenis berdasarkan faktor tetesnya. Infus set yang paling sering
digunakan di instalasi kesehatan Indonesia hanya 2 jenis saja. Berdasarkan merek dan faktor tetesnya:

Merek Otsuka, faktor tetes ---- 1 ml (cc) = 15 tetes / menit


Merek Terumo, faktor tetes --- 1 ml (cc) = 20 tetes / menit

Infus Blood set untuk tranfusi memiliki faktor tetes yang sama dengan merek otsuka, 15 tetes / menit.

Untuk Infus set dengan faktor tetes 10 tetes / menit jarang ditemui di Indonesia. Biasanya hanya
terdapat di rumah sakit rujukan pusat atau rumah sakit pendidikan.

Berikut ini adalah rumus cepat hasil penurunan dari rumus dasar (dalam satuan jam), untuk pasien
dewasa:

o) Merek Otsuka

o) Merek Terumo

Contoh soal 1

Seorang pasien dengan berat 65 kg datang ke klinik dan membutuhkan 2.400 ml cairan RL. Berapa tetes
infus yang dibutuhkan jika kebutuhan cairan pasien mesti dicapai dalam waktu 12 jam? Di klinik tersedia
infus set merek Otsuka.
Diketahui:
Cairan = 2.400 ml (cc)
Waktu = 12 jam
Faktor tetes otsuka = 15 tetes

Jawab:

Jadi pasien tersebut membutuhkan 50 tetes infus untuk menghabiskan cairan 2400 ml dalam waktu 12
jam, dengan menggunakan infus set Otsuka.

Contoh soal 2
Seorang pasien datang ke RSUD dan membutuhkan 500 ml cairan RL. Berapa tetes infus yang dibutuhkan
jika kebutuhan cairan pasien mesti dicapai dalam waktu 100 menit? Di RSUD tersedia infus set merek
Terumo.

Diketahui:
Cairan = 500 ml (cc)
Waktu = 100 menit
Faktor tetes Terumo = 20 tetes

Jawab:
Jadi pasien tersebut membutuhkan 100 tetes infus untuk menghabiskan cairan 500 ml dalam waktu 100
menit, dengan menggunakan infus set Terumo.

Anak (Micro Drip)


Lain halnya dengan dewasa, anak dengan berat kurang dari 7 Kg membutuhkan infus set dengan faktor
tetes yang berbeda.

Mikro drip, faktor tetes: --------------1cc = 60 tetes / menit

Berikut ini adalah rumus cepat hasil penurunan dari rumus dasar (dalam satuan jam), untuk pasien anak:

Menghitung Lebih Cepat Dengan Aplikasi Android

Ingin menghitung tetesan infus lebih cepat dan praktis? Bisa. Dengan kemajuan teknologi, menghitung
tetesan infus dapat dilakukan dengan aplikasi sederhana dari smartphone Android. Berikut ini link
mengenai aplikasi-aplikasi gratis Android untuk tenaga kesehatan, termasuk menghitung tetesan infus:

Home
Ilmu Pengetahuan

o Fisika

o Biologi
o Kimia

Info

o Info dan Tips

o Info Menarik

o Info Perkuliahan

Teknologi

o Komputer

o Antariksa

o Game Online

o Elektronika

Matematika

Cara

Blog

Daftar Isi

Home Cara-cara kesehatan Menghitung tetesan infus Rumus Menghitung Tetesan Infus

Rumus Menghitung Tetesan Infus


Cara-cara, kesehatan, Menghitung tetesan infus

Rumus Menghitung Tetesan Infus Dalam dunia kedokteran ataupun dunia kesehatan penting
bagi kita untuk mengetahui apa-apa takaran yang pas dalam menggunakan suatu alat dalam
dunia kedokteran tersebut, sperti misalnya berapa cc yang harus disuntiukkan atau berapa banyak
teteasan infus yang digunakan, nah berikut ini cara menghitung tetsan infus dengan rumus yang
tepat.

Rumus Menghitung Tetesan Infus

Menghitungnya langsung saja dengan contoh soal berikut ini


Pasien bernaa Rahdan akan diberikan cairan 2000ml dalam selang waktu 24 jam, infus set yang
akan digunakan adalah infus set makro dengan Faktor Tetesan sebesar 20 tetes/ml.
Pertanyaannya, tentaukan berapakah kecepatan tetesan infus untuk Pak Rahdan tersebut?

Jawaban Menghitung Tetesan Infus

Diketahui :
cairan yang akan diberikan = 2000 ml
Faktor tetesan/drip = 20
Lama pemberian dalam jam adalah sebesar = 24 jam

2000 ml x 20 tetes
24 x 60 menit

40000 tetes
240 menit

= 27.78
= dibulatkan menjadi 28 tetes/menit

Jika asih kebingunan juga gunakan alat ini untuk menghitung tetesan infus

Rumus Menghitung Tetesan Infus

Rumus Kecepatan Tetesan Infus (tetes/menit):

Jumlah cairan yang akan diberikan x Faktor tetesan


Lama pemberian (jam) x 60
Jumlah cairan yang akan diberikan (ml) :

Lama pemberian (jam) :

Faktor tetesan :

Kecepatan tetesan infus :

tetes/menit.

Semoga bermanfaat yah Rumus Menghitung Tetesan Infus ini jika ada yang perlu ditanyakan
silahkan ditanyakan di kotak komentar di bawah ini.

Cara mudah menghitung cairan infus - artikel sebelumnya kita sudah membahas mengenai 10 kesalahan
saat melakukan pemasangan infus kali ini kita akan membahas bagai mana cara menghitung cairan infus
tersebut.

Tujuan penggunan rumus mudah:


Menyederhanakan rumus
Mempermudah menghitung

Mempersingkat waktu, Sehingga dalam hitungan detik perawat langsung tahu berapa banyak
tetes infus yang harus diatur:

Misalnya :

(soal 1) kebutuhan cairan Nacl sebanyak 90ml dalam 1 jam (Makrodrip 20 gtt/menit) = jawabnya
langsung 30 gtt/ menit

(soal 2) kebutuhan cairan RL sebanyak 45 ml dalam 1 jam (Makrodrip 20 gtt/menit) = jawabnya


langsung 15 gtt/ menit
(soal 3 ) kebutuhan darah Nacl sebanyak 100 ml dalam 1 jam (infus set 15 gtt/menit)= jawabnya
langsung 25 gtt/ menit

(soal 4) kebutuhan cairan Nacl sebanyak 40 ml dalam 1 jam (Makrodrip 15 gtt/menit)= jawabnya
langsung 10 gtt/ menit

(soal 5) kebutuhan cairan Nacl sebanyak 50 ml dalam 1 jam (Mikrodrip 60 gtt/menit) = jawabnya
langsung 50 gtt/ menit

(soal 6) kebutuhan cairan Nacl sebanyak 37 ml dalam 1 jam (Mikrodrip 60 gtt/menit) = jawabnya
langsung 37 gtt/ menit

(soal 7) kebutuhan cairan Nacl sebanyak 36 ml dalam 1 jam (Mikrodrip 60 gtt/menit) = jawabnya
langsung 36 gtt/ menit

Jawab :

90 ml/jam x 1/3 = 30 gtt/menit


45 ml/jam x 1/3 = 15 gtt/menit
100 ml/jam x = 25 gtt/menit
40 ml/jam x = 10 gtt/menit
50 ml/ jam x 1/1 = 50 gtt/menit
37 ml /jam x 1/1= 37 gtt/menit
36 ml/jam x 1/1 = 36 gtt/ menit

RUMUS II

Rumus yang ini juga bisa anda coba

RUMUS
1 cc = 20 tetes makro = 60 tetes mikro

contoh soal :

1. infus 500 cc diberikan kepada seorang pasien 20 tetes makro/ menit habis dalam berapa jam? jika
dalam micro?
jawab : 1 cc = 20 tetes makro --> berarti pasien diberikan 1 cc/ menit
infus yang tersedia 500 cc --> = akan habis dalam 500 dibagi 60 menit = 8,333 jam
kalo dalam micro tinggal di kali 3 aja. jadinya = 24,99 jam.
2. Berapa tetes macro per menit tetesan 500 cc infus RL harus diberikan agar habis dalam 4 jam?
jawab : 500 cc dibagi 4 jam = 125 cc --> ini jumlah cc RL yang harus diberikan per jamnya
125 cc dibagi 60 = 2,083 cc / menit. ini jumlah cc RL yang harus diberikan per menitnya.
1 cc = 20 tetes makro = 60 tetes mikro jadi 2,083 cc = (2,083 x 20) 41,66 tetes makro = (2,083 x 60)
124,98 tetes mikro. mudah kan?
selamat mencoba!

Perawat Harus Dapat Menghitung Kebutuhan Cairan Infus

Pernahkan kita mendengarkan percakapan seperti ini...?.

Dokter : "Mas/Mbak, tolong infuskan Tn.x.


Gunakan cairan RL"

Perawat : "Berapa tetes dokter..?"

Dokter : "Maintenance aja 20 tetes/menit.."

Perawat : " Ok...!"

Mungkin kita sering mendengarkan atau mendapatkan advice seperti di atas, namun apakah kita
pernah memikirkan, kenapa klien harus mendapatkan carian RL..? Padahal carian kristaloid selain RL juga
ada NS.. Kenapa 20 tetes/menit...? apakah pemberian cairan rumatan (Maintenace) selalu 20
tetes/menit (Sebagian besar tenaga kesehatan memahami bahwa pemberian cairan rumatan
(maintenance) adalah 20 tpm). Eitss... tunggu dulu.. Pemberian Cairan rumatan tidak selalu 20 tpm.. :)
Kebanyakan kita sebagai perawat hanya manut saja dengan apa yang di advicekan dokter, mau
tanya kenapa seperti ini..? kenapa ndak seperti itu..? takut nanti kalau ditanya balik sama dokternya..
malah ndak bisa jawab karena ndak punya dasar kenapa mempertanyakan advice dokter...

Naahh... oleh karena itu kali ini kami akan mengulas sedikit mengenai dasar pengambilan
keputusan dalam pemberian cairan pada klien. Biar nanti kalau ada advice dari dokter kita tahu mengapa
dokter mengambil keputusan itu dan kita dapat mengingatkan apabila kita anggap tidak sesuai dengan
kebutuhan klien...

Inilah Pentingnya Kolaborasi...

;)

Rekan-rekan sekalian Jumlah kebutuhan cairan klien adalah salah satu dasar pengambilan
keputusan untuk memberikan cairan tambahan dari luar. Rumusnya adalah sebagai berikut :

(O) Kebutuhan Cairan

Dewasa : 50cc/Kg BB/24 jam

Anak : 10Kg I --- 100cc/Kg BB/24 jam


10Kg II --- 50cc /Kg BB/24 jam
selebihnya --- 20cc /Kg BB/24 jam

(O) Kebutuhan Natrium (Na+)

3-5 mEq/Kg BB/24 jam

RL memiliki kandungan Na+ sebesar 130 meq/L (1 flash = 65 meq)

Ns memiliki kandungan Na+ sebesar 154 meq/L (1 flash = 77 meq)


* 1L(liter) = 1.000 cc, 1Flash = 500 cc
(O) Tetesan/ Menit

faktor tetes Otsuka --- 1cc = 15 tetes


faktor tetes Terumo --- 1 cc = 20 tetes

(Kebutuhan cairan x faktor tetes) = Jumlah tetesan/menit


(jumlah jam x 60menit)

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
+

CONTOH KASUS

Berikan cairan maintenance pada klien laki-laki usia 25 tahun dengna berat badan 50Kg

(O) Kebutuhan cairan

= 50cc/Kg BB/24 Jam

= 50cc x 50 /24 jam

= 2.500 cc / 24 jam

(Jadi kebutuhan cairan klien adalah 2.500 cc dalam sehari/24 jam)

(O) Kebutuhan Natrium

= 3-5 mEq/Kg BB/24 jam

= 3-5 mEq x 50 / 24 jam

= 150-250 mEq / 24 jam

(Jadi kebutuhan Natrium klien berada antara rentang 150-250 mEq dalam 24 jam)

(O) Tetes/menit

(Kebutuhan cairan x Faktor tetes) = jumlah tetesan/menit

(Jumlah jam x 60 menit)


Infus set Otsuka (2.500 x 15) = 37.500 = 26 tetes/menit

(24 x 60) 1.440

Infus set Terumo (2.500 x 20) = 50.000 = 35 tetes/menit

(24 x 60) 1.440

Cara dan pilihan pemberian cairan

- RL memiliki kandungan Na+ (65 meq)/flash

- Jika kita berikan 3 flash RL maka kebutuhan Na+ klien terpenuhi

3 x 65 = 195 meq (kebutuhan klien antara 150-250 meq)

- jika kita memberikan 3 flash RL maka jumlah cairan yang kita berikan hanya 1.500 cc

3 flash x 500 cc (jumlah cairan 1 flash) = 1.500cc

Padahal kebutuhan cairan klien adalah 2.500 cc, maka klien membutuhkan 1.000 cc

tambahan cairan

- Kekurangan cairan kita tutupi dengan cairan non-elektrolit seperti Dekstrosa (D5%)

sebanyak 2 flash (1.000 cc)

Jadi, komposisi cairan maintenance yang kita berikan (sesuai dengan kebutuhan klien) adalah 3 flash RL
ditambah 2 flash D5%, dengan tetesan 26 tpm (infus set otsuka), 35 tpm (Infus set terumo) InsyaAllah
semuanya akan habis dalam 24 jam. ^_^

Nah... itu tadi sedikit ilmu yang bisa kami bagikan, semoga rekan-rekan sekalian dapat semakin
kritis dalam menanggapi advice yang diberikan dokter, karena kita adalah mitra... yang bekerja sama dan
saling mengingatkan semata-mata demi pelayanan terbaik bagi klien...
Semoga bermanfaat...

Sukses selalu

Menghitung tetesan infus dan dosis obat

Selamat membaca bagi adik-adik dan teman sejawat yang ingin tahu bagaimana menghitung
tetesan infus per menitnya ?????????

Sebelum kita masuk pada pengaplikasian perhitungan kita haru tahu perbedaan antara infus
makro dan juga infus mikro

Perhitungan Tetesan infuss

Perbandingannya adalah

20 tetes/menit infus makro= 1cc=1ml


60 tetes/menit infus mikro=1 cc=1ml
Jadi perbandingan makro:mikro adalah 20:60=1:3 artinya satu tetes makro sama dengan tiga
tetes mikro

Kemudian bagaimana faktor tetes untuk dewasa dan anak-anak

Faktor tetes dewasa= 20 tetes/menit


Faktor tetes anak-anak=60 tetes/menit

Bagaimana rumusnya??????

Jumlah tetesan per menit = (jumlah cairan (kolf) x Faktor tetes) : (lamanya waktu x 60)

Contoh soal:

Seorang Pasien menghabiskan 500 cc IVFD RL dalam waktu 8 jam.


1. Berapakah jumlah tetesan permenitnya ?
2. Berapakah jumlah tetesan perdetiknya ?
3. Hitung untuk pasien dewasa dan juga anak anak ?

Jawab:
1. Mencari jumlah tetesan/ menit
Pasien dewasa
Jumlah tetesan permenit= (jumlah cairan (kolf) x Faktor tetes) : (lamanya waktu x 60)
=(500 x 20 ) : (8 x 60 )
=10.000 : 480
= 20,833 tetes/menit ( kalian bisa bulatkan menjadi 21 tetes permenit )
Pasien anak-anak=(jumlah cairan (kolf) x Faktor tetes) : (lamanya waktu x 60)
=(500 x 60 ) : (8 x 60)
=10.000 : 480
=20,833 tetes/menit (kalian bisa bulatkan menjadi 21 tetes per menit )

Untuk pembulatan jika diatas 5 kalian bisa bulatkan menjadi 1 misal 0,5=1

2. Mencari jumlah tetesan/ detik

Jika soal diatas menyatakan bahwa tetesan per/ menit= 21 tetes/menit maka tetesan per detiknya
adalah
1 menit= 60 detik
Jadi jika 21 tetes dalam waktu 60 detik maka hitungan perdetiknya adalah

60/21= 2,857 ( kalian bulatkan menjadi 3 ) jadi artinya dalam waktu 3 detik itu ada 1 tetes

Mudah dan gampang kan adik-adik ????????????/

Sekarang kita belajar mencari lamanya waktu infus akan habis ya


Saya kasih tahu rumus cepatnya

Untuk yang makro


1.20 tetes/menit=1cc = 60 cc/jam
Lamanya habis= 500 cc/60= 8,3 =8 jam (bulatkan )
2.15 tetes/menit= 11 jam
3.10 tetes permenit=17 jam artinya dalam waktu 1 jam=30 cc
4. 5 tetes permenit= 33 jam
6. 30 tetes/ menit= 6 jam
7. 40 tetes/menit= 4 jam
8. 60 tetes/menit= 3 jam

jadi rumus untuk menghitung lamanya waktu=

(Jumlah cairan infus x faktor tetes ) : ( Jumlah tetesan per menit x 60 )

Untuk mikro silahkan anda cari sesuai dengan rumus di atas ???????

Perhitungan dosis obat

Sekarang kita menghitung dosis obat ??????

Yang harus anda lakukan adalah


1. mengetahui dosis obat dalam vial/ ampul

Contoh soal Cefotaxime 1 g


Dokter menganjurkan dosisi pasien A adalah sebanyak 200 mg berapa ml yang anda berikan ?
1 g=1000 mg
Jika kalain mendelute cefotaxime dengan 5 cc aquades maka kandungan cefotaxime sekarang
adalah 1000 mg/ 5 ml
Cari dosis per ml= 1000/5= 200 mg/ml
Jadi jika dosis yang diminta 200 mg maka hanya butuh 1 ml=1cc

Contoh Gentamicine 8 mg/2ml


Dosis dokter = 4 mg pada pasien A dan 2 mg pada pasien B
kandungan/ml= 4 mg/ml
4 mg= 1 ml= 1cc
2 mg= 0,5 cc= 5

Cara Menghitung Tetes Infus

Rumus Mengitung Tetes Infus 1


Keterangan:
1. gtt (guttae) = tetes
2. ml (mililiter) = cc
3. menit
1 jam = 60 menit, 1 menit = 60 detik
4. Faktor tetes = tetes/ml
Fungsi faktor tetes ini untuk mengukur jumlah berapa kali infus harus menetes
untuk menghasilkan 1mililiter (ml)

- Infus makrodrip = 20 gtt/ml (20 kali infus menetes = 1ml)


Tergantung keterangan di label kemasan ada juga makrodrip yg 10 gtt/ml atau
15gtt/ml
- Infus mikrodrip/minidrip = 60 gtt/ ml (60 kali infus menetes = 1ml)
- Tranfusi set = 15 gtt/ ml (15 kali infus menetes = 1ml)

Atau menggunakan rumus yang ini:

Rumus Menghitung Tetes Infus 2

Contoh:

A. Tn. Matahari , 85 tahun, datang ke RS dengan kehilangan cairan 6% dari


total berat badannya akibat gastroenteritis. Tekanan Darah 102/80 mmHg,
kecepatan nadi 96X/menit, dan Kecepatan nafas 14 x/menit. Pada pemeriksaan
fisik menunjukan penurunan turgor di sekitar sternum, kulit kering, bibir pecah-
pecah, dan kekuatan nadi lemah. Dokter memberikan intruksi untuk memulai
terapi cairan 5% dextrose dan 0,45% Natrium klorida sebanyak 100 ml per jam.
Jadi pertanyaanya, bagaimana kita mengatur klem tetes infus (keceptan infusan)
untuk memasukan oderan cairan sebanyak 100ml/jam?

Jawab:
1. Langkah pertama apa yg harus dicari bila menemukan kasus orderan cairan
untuk terapi IV? Dan apa satuan yang harus dicari? Berarti fokus ke kecepatan
infusan; gtt/menit (tetes/menit). Jangan terbalik dengan satuan faktor tetes yaitu
gtt/ml (tetes/ ml)!
2. Terus tentukan komponen lainnya untuk dimasukan kedalam rumus, (pastikan
satuannya sdh tepat)
a. Tentukan kebutuhan cairan. Untuk kebutuhan cairan bila dalam satuan Liter
(L) ubah dulu ke miliLiter (ml). 1 liter = 1000 ml. Di soal sudah dalam ml yaitu
100 ml.
b. Tentukan waktu . Untuk waktu bila dalam jam ubah dulu kemenit. 1 jam = 60
menit. Di soal dalam 1 jam berarti 1 x 60 menit.
c. Tentukan faktor tetes. Apakah menggunakan makrodrip (10,15,20 gtt/menit)
atau mikrodrip (60 gtt/menit), dan baca pada kemasan produk berapa faktor
tetesnya. Ingat satuan faktor tetes adalah tetes (gtt)/ ml. Sesuai dengan
pengertiannya faktor tetes adalah banyak tetes infus untuk menghasilkan 1 ml
cairan infus. Di soal karena pasien dewasa dan butuh penggantian cairan maka
menggunakan makrodrip, karena kondisinya tidak begitu parah menggunakan
produk makrodrip dengan faktor tetes 20 gtt/ml.

100 ml . x 20 gtt/ml = 33.3 gtt/menit


1 jam x 60 menit

Atau

100 ml x 20 gtt/ml x 20 gtt = 33.3 gtt/menit


1 jam x 60 menit x 1ml

Jadi, klem infus harus diatur agar menetes sebanyak 33-34 kali dalam 1 menit.
Bagaimana cara mengaturnya?

Menghitung Dosis Obat


Kebanyakan intruksi dan label obat ditulis dalam sitem pengukuran metrik. Jika jumlah obat spesifik yang
dibutuhkan sama dengan jumlah obat yang tertera dalam label obat, tidak diperlukan perhitungan dosis obat, dan
obat dapat disiapkan dengan cara yang sederhana. Sebagai contoh, jika kebutuhan dosis ibuprofen 400 mg PO dan
di kemasan obat tertulis ibuprofen 400 mg pertablet ini jelas berarti 1 tablet yang akan diberi. Tetapi bagaimana
jika obat yang dibutuhkan dengan dosis 400 mg, dan obat yang tersedia tablet dengan dosis 200 mg ? pertanyaannya
adalah berapa banyak 200 mg tablet yang diberikan untuk memenuhi dosis 400 mg? Pada kasus ini dapat dihitung
mudah yaitu 2 tablet. Contoh tersebut merupakan contoh sedrhana untuk mengilustrasikan perhitungan matematika
pada obat. Masalah tersebut dapat dipecahkan oleh beberapa metode.

Rumus:

D = desired dose dosis yang dinginkan (dosis yang dipesan, biasanya dalam milligrams)
H = on-hand dosis ditangan atau available dose dosis yang tersedia (dosis yang tercantum
dalam label kemasan biasanya ditulis dalam tablet, kapsul, atau mililiter)
X = unknown (jumlah obat yang belum diketahui)
V = unit atau satuan (bisa dalam tablet,per mililiter atau cc, dll)

Apa yang terjadi jika permintaan obat dan label obat ditulis dalam unit (satuan) berbeda? Sebagai
contoh, intruksi pemberian obat Amoxicillin 0.5 g dan pada label kemesan tertulis amoxcilin
500 mg/ kapsul untuk menghitunh jumlah kapsul yang sesuai dengan kebutuhan dosis, langkah
pertama adalah merubah 0.5 g ke satuan miligram. Atau merubah 500 mg ke satuan gram. Dosis
yang dinginkan (yang diperintahkan) dan dosis yang tersedia (atau yang tertulis dalam kemasan)
harus dalam satuan ukur yang sama.

Langkah 1: kita rubah dari gram (g) ke miligram (mg)-> kembali ke pelajaran SD

Langkah 2: kita hitung menggunakan rumus.

Cara dan rumus yang sama dapat digunakan untuk menghitung dosis obat dalam bentuk kapsul
atau cair. Contohnya sebagai berikut.
Baca Juga "Menghitung Obat Ruang ICU"

Sumber text book : Anne Collins Abrams, RN, MSN. 2005. Clinical Drug Therapy.

Menghitung Balance Cairan

Posted by Nur " RETTA " Kayat.

Data 24 jam yang dipakai!


Rumus Balance Cairan

Inteake / cairan masuk = Output / cairan keluar + IWL (Insensible Water Loss)
Intake / Cairan Masuk : mulai dari cairan infus, minum, kandungan cairan dalam makanan
pasien, volume obat-obatan, termasuk obat suntik, obat yang di drip, albumin dll.

Output / Cairan keluar : urine dalam 24 jam, jika pasien dipasang kateter maka hitung dalam
ukuran di urobag, jka tidak terpasang maka pasien harus menampung urinenya sendiri, biasanya
ditampung di botol air mineral dengan ukuran 1,5 liter, kemudian feses.

IWL (insensible water loss(IWL) : jumlah cairan keluarnya tidak disadari dan sulit diitung,
yaitu jumlah keringat, uap hawa nafa.

RUMUS IWL

IWL = (15 x BB )

24 jam

Cth: Tn.A BB 60kg dengan suhu tubuh 37C (suhu normal)

IWL = (15 x 60 ) = 37,5 cc/jam

24 jam

*kalo dlm 24 jam -> 37,5 x 24 = 900cc/24 jam

*Rumus IWL Kenaikan Suhu

[(10% x CM)x jumlah kenaikan suhu] + IWL normal


24 jam

Cth: Tn.A BB 60kg, suhu= 39C, CM= 200cc

IWL = [(10%x200)x(39C-37C)] + 37,5cc

24 jam

= (202) + 37,5cc

24

= 1,7 + 37,5 = 39cc/jam

*CM : Cairan Masuk

Menghitung balance cairan seseorang harus diperhatikan berbagai faktor, diantaranya Berat
Badan dan Umur..karena penghitungannya antara usia anak dengan dewasa berbeda.
Menghitung balance cairanpun harus diperhatikan mana yang termasuk kelompok Intake cairan
dan mana yang output cairan. Berdasarkan kutipan dari Iwasa M. Kogoshi S (1995) Fluid
Therapy do (PT. Otsuka Indonesia) penghitungan wajib per 24 jam bukan pershift.

PENGHITUNGAN BALANCE CAIRAN UNTUK DEWASA


Input cairan: Air (makan+Minum) = cc
Cairan Infus = cc
Therapi injeksi = cc
Air Metabolisme = cc (Hitung AM= 5 cc/kgBB/hari)

Output cairan: Urine = cc


Feses = ..cc (kondisi normal 1 BAB feses = 100 cc)
Muntah/perdarahan
cairan drainage luka/
cairan NGT terbuka = ..cc
IWL = ..cc (hitung IWL= 15 cc/kgBB/hari)
(Insensible Water Loss)
Contoh Kasus:

Tn Y (35 tahun) , BB 60 Kg; dirawat dengan post op Laparatomi hari kedua..akibat appendix
perforasi, Keadaan umum masih lemah, kesadaran composmentis..Vital sign TD: 110/70 mmHg;
HR 88 x/menit; RR 20 x/menit, T 37 C: masih dipuasakan, saat ini terpasang NGT terbuka
cairan berwarna kuning kehijauan sebanyak 200 cc; pada daerah luka incici operasi terpasang
drainage berwarna merah sebanyak 100 cc, Infus terpasang Dextrose 5% drip Antrain 1 ampul
/kolf : 2000 cc/24 jam., terpasang catheter urine dengan jumlah urine 1700 cc, dan mendapat
tranfusi WB 300 cc; mendapat antibiotik Cefat 2 x 1 gram yg didripkan dalam NaCl 50 cc setiap
kali pemberian, Hitung balance cairan Tn Y!

Input Cairan: Infus = 2000 cc

Tranfusi WB = 300 cc

Obat injeksi = 100 cc

AM = 300 cc (5 cc x 60 kg) +

2700 cc

Output cairan: Drainage = 100 cc

NGT = 200 cc
Urine = 1700 cc
IWL = 900 cc (15 cc x 60 kg) +
-
2900 cc
Jadi Balance cairan Tn Y dalam 24 jam : Intake cairan output cairan
2700 cc 2900 cc
200 cc.

Bagaimana jika ada kenaikan suhu? maka untuk menghitung output terutama IWL gunakan
rumus :
IWL + 200 (suhu tinggi 36,8 .C), nilai 36,8 C adalah konstanta
Andaikan suhu Tn Y adalah 38,5 C, berapakah Balance cairannya?

berarti nilai IWl Tn Y= 900 + 200 (38,5 C 36,8 .C)


= 900 + 200 (1,7)
= 900 + 340 cc
= 1240 cc
Masukkan nilai IWL kondisi suhu tinggi dalam penjumlahan kelompok Output :
Drainage = 100 cc
NGT = 200 cc
Urine = 1700 cc
IWL = 1240 cc +

3240 cc
Jadi Balance cairannya dalam kondisi suhu febris pada Tn Y adalah : 2700 cc 3240 cc = -540
cc

Menghitung Balance cairan anak tergantung tahap umur, untuk menentukan Air Metabolisme,
menurut Iwasa M, Kogoshi S dalam Fluid Tehrapy Bunko do (1995) dari PT. Otsuka
Indonesia yaitu:

Usia Balita (1 3 tahun) : 8 cc/kgBB/hari

Usia 5 7 tahun : 8 8,5 cc/kgBB/hari

Usia 7 11 tahun : 6 7 cc/kgBB/hari

Usia 12 14 tahun : 5 6 cc/kgBB/hari

Untuk IWL (Insensible Water Loss) pada anak = (30 usia anak dalam tahun) x
cc/kgBB/hari

Jika anak mengompol menghitung urine 0,5 cc 1 cc/kgBB/hari

CONTOH :

An X (3 tahun) BB 14 Kg, dirawata hari ke dua dengan DBD, keluhan pasien menurut ibunya:
rewel, tidak nafsu makan; malas minum, badannya masih hangat; gusinya tadi malam berdarah
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapat data: Keadaan umum terlihat lemah, kesadaran
composmentis, TTV: HR 100 x/menit; T 37,3 C; petechie di kedua tungkai kaki, Makan /24
jam hanya 6 sendok makan, Minum/24 jam 1000 cc; BAK/24 jam : 1000 cc, mendapat Infus
Asering 1000 cc/24 jam. Hasil pemeriksaan lab Tr terakhir: 50.000. Hitunglah balance cairan
anak ini!
Input cairan: Minum : 1000 cc

Infus : 1000 cc

AM : 112 cc + (8 cc x 14 kg)

2112 cc

Out put cairan: Muntah : 100 cc

Urin : 1000 cc

IWL : 378 cc + (30-3 tahun) x 14 kg

1478 cc

Balance cairan = Intake cairan Output Cairam

2112 cc 1478 cc

+ 634 cc

Sekarang hitung balance cairannya jika suhu An x 39,8 C !

yang perlu diperhatikan adalah penghitungan IWL pada kenaikan suhu gunakan rumus:

IWL + 200 ( Suhu Tinggi 36,8 C) 36,8 C adalah konstanta.

IWL An X = 378 + 200 (39,8 C 36,8 C)

378 + 200 (3)

378 + 600

978 cc
Maka output cairan An X = Muntah : 100 cc

Urin : 1000 cc

IWL : 978 cc +

2078 cc

Jadi Balance cairannya = 2112 cc 2078 cc

+ 34 cc.

Faktor yang Berpengaruh pada Keseimbangan Cairan dan Elektrolit

Faktor-faktor yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh antara
lain :
a.Umur :
Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia akan berpengaruh pada luas
permukaan tubuh, metabolisme, dan berat badan. Infant dan anak-anak lebih mudah mengalami
gangguan keseimbangan cairan dibanding usia dewasa. Pada usia lanjut sering terjadi gangguan
keseimbangan cairan dikarenakan gangguan fungsi ginjal atau jantung.

b.Iklim :
Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembaban udaranya rendah
memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit melalui keringat. Sedangkan
seseorang yang beraktifitas di lingkungan yang panas dapat kehilangan cairan sampai dengan 5 L
per hari.
c.Diet :
Diet seseorag berpengaruh terhadap intake cairan dan elktrolit. Ketika intake nutrisi tidak
adekuat maka tubuh akan membakar protein dan lemak sehingga akan serum albumin dan
cadangan protein akan menurun padahal keduanya sangat diperlukan dalam proses
keseimbangan cairan sehingga hal ini akan menyebabkan edema.

d.Stress :
Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan pemecahan glykogen otot.
Mrekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan retensi air sehingga bila berkepanjangan dapat
meningkatkan volume darah.
e.Kondisi Sakit :
Kondisi sakit sangat b3erpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
Misalnya :
Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui IWL.
Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses regulator
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami gangguan pemenuhan intake
cairan karena kehilangan kemampuan untuk memenuhinya secara mandiri.

f.Tindakan Medis :
Banyak tindakan medis yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
seperti : suction, nasogastric tube dan lain-lain.

g.Pengobatgan :
Pengobatan seperti pemberian deuretik, laksative dapat berpengaruh pada kondisi cairan dan
elektrolit tubuh.
h.Pembedahan :
Pasien dengan tindakan pembedahan memiliki resiko tinggi mengalami gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit tubuh, dikarenakan kehilangan darah selama pembedahan.

masalah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh

Gangguan Keseimbangan Cairan dan eletrolit tubuh

1. Dehidrasi

2. Syok hipovolemik

Gangguan Keseimbangan Elektrolit

1. Hiponatremia

Definisi : kadar Na+ serum di bawah normal (<>

Causa : CHF, gangguan ginjal dan sindroma nefrotik, hipotiroid, penyakit Addison

Tanda dan Gejala :

Jika Na plasma turun 10 mEq/L dalam beberapa jam, pasien mungkin mual, muntah, sakit kepala
dan keram otot.
Jika Na plasma turun 10 mEq/L dalam satu jam, bisa terjadi sakit kepala hebat, letargi, kejang,
disorientasi dan koma.

Mungkin pasien memiliki tanda-tanda penyakit dasar (seperti gagal jantung, penyakit Addison).
Jika hiponatremia terjadi sekunder akibat kehilangan cairan, mungkin ada tanda-tanda syok
seperti hipotensi dan takikardi.

2. Hipernatremia

Definisi : Na+ serum di atas normal (>145 mEq/L)

Causa : Kehilangan Na+ melalui ginjal misalnya pada terapi diuretik, diuresis osmotik, diabetes
insipidus, sekrosis tubulus akut, uropati pasca obstruksi, nefropati hiperkalsemik; atau karena
hiperalimentasi dan pemberian cairan hipertonik lain.

Tanda dan Gejala : iritabilitas otot, bingung, ataksia, tremor, kejang dan koma yang sekunder
terhadap hipernatremia.

3. Hipokalemia

Definisi : kadar K+ serum di bawah normal (<>

Etiologi

Kehilangan K+ melalui saluran cerna (misalnya pada muntah-muntah, sedot nasogastrik, diare,
sindrom malabsorpsi, penyalahgunaan pencahar)
Diuretik

Asupan K+ yang tidak cukup dari diet

Ekskresi berlebihan melalui ginjal

Maldistribusi K+

Hiperaldosteron

Tanda dan Gejala : Lemah (terutama otot-otot proksimal), mungkin arefleksia, hipotensi
ortostatik, penurunan motilitas saluran cerna yang menyebabkan ileus. Hiperpolarisasi myokard
terjadi pada hipokalemia dan dapat menyebabkan denyut ektopik ventrikel, reentry phenomena,
dan kelainan konduksi. EKG sering memperlihatkan gelombang T datar, gelombang U, dan
depresi segmen ST.

4. Hiperkalemia

Definisi : kadar K+ serum di atas normal (> 5,5 mEq/L)

Etiologi :

Ekskresi renal tidak adekuat; misalnya pada gagal ginjal akut atau kronik, diuretik hemat kalium,
penghambat ACE.
beban kalium dari nekrosis sel yang masif yang disebabkan trauma (crush injuries), pembedahan
mayor, luka bakar, emboli arteri akut, hemolisis, perdarahan saluran cerna atau rhabdomyolisis.
Sumber eksogen meliputi suplementasi kalium dan pengganti garam, transfusi darah dan
penisilin dosis tinggi juga harus dipikirkan.

Perpindahan dari intra ke ekstraseluler; misalnya pada asidosis, digitalisasi, defisiensi insulin atau
peningkatan cepat dari osmolalitas darah.

Insufisiensi adrenal

Pseudohiperkalemia. Sekunder terhadap hemolisis sampel darah atau pemasangan torniket


terlalu lama

Hipoaldosteron

Tanda dan Gejala : Efek terpenting adalah perubahan eksitabilitas jantung. EKG memperlihatkan
perubahan-perubahan sekuensial seiring dengan peninggian kalium serum. Pada permulaan,
terlihat gelombang T runcing (K+ > 6,5 mEq/L). Ini disusul dengan interval PR memanjang,
amplitudo gelombang P mengecil, kompleks QRS melebar (K+ = 7 sampai 8 mEq/L). Akhirnya
interval QT memanjang dan menjurus ke pola sine-wave. Fibrilasi ventrikel dan asistole
cenderung terjadi pada K+ > 10 mEq/L. Temuan-temuan lain meliputi parestesi, kelemahan,
arefleksia dan paralisis ascenden.

Penanganan Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit

TERAPI CAIRAN

Definisi

Terapi cairan adalah tindakan untuk memelihara, mengganti milieu interiur dalam batas-batas
fisiologis.

Indikasi, antara lain:

Kehilangan cairan tubuh akut


Kehilangan darah

Anoreksia

Kelainan saluran cerna

Rumus Menghitung IWL



Rumus Menghitung IWL ( Insensible Water Loss)

*Rumus menghitung balance cairan



CM CK IWL

Ket:
CM : Cairan Masuk
CK : Cairan Keluar

*Rumus IWL

IWL = (15 x BB )
24 jam
Cth: Tn.A BB 60kg dengan suhu tubuh 37C

IWL = (15 x 60 ) = 37,5 cc/jam


24 jam

*kalo dlm 24 jam ----> 37,5 x 24 = 900cc

*Rumus IWL Kenaikan Suhu

[(10% x CM)x jumlah kenaikan suhu] + IWL normal


24 jam

Cth: Tn.A BB 60kg, suhu= 39C, CM= 200cc

IWL = [(10%x200)x(39C-37C)] + 37,5cc


24 jam
= (20x2) + 37,5cc
24
= 1,7 + 37,5 = 39cc/jam

Tehnik Menghitung Balance Cairan (Anak)


Menghitung Balance cairan anak tergantung tahap umur, untuk menentukan Air
Metabolisme, menurut Iwasa M, Kogoshi S dalam Fluid Tehrapy Bunko do (1995)
dari PT. Otsuka Indonesia yaitu:
Usia Balita (1 - 3 tahun) : 8 cc/kgBB/hari
Usia 5 - 7 tahun : 8 - 8,5 cc/kgBB/hari
Usia 7 - 11 tahun : 6 - 7 cc/kgBB/hari
Usia 12 - 14 tahun : 5 - 6 cc/kgBB/hari

Untuk IWL (Insensible Water Loss) pada anak = (30 - usia anak dalam tahun) x
cc/kgBB/hari
Jika anak mengompol menghitung urine 0,5 cc - 1 cc/kgBB/hari

CONTOH :
An X (3 tahun) BB 14 Kg, dirawata hari ke dua dengan DBD, keluhan pasien menurut
ibunya: "rewel, tidak nafsu makan; malas minum, badannya masih hangat; gusinya tadi
malam berdarah" Berdasarkan pemeriksaan fisik didapat data: Keadaan umum terlihat
lemah, kesadaran composmentis, TTV: HR 100 x/menit; T 37,3 C; petechie di kedua
tungkai kaki, Makan /24 jam hanya 6 sendok makan, Minum/24 jam 1000 cc; BAK/24
jam : 1000 cc, mendapat Infus Asering 1000 cc/24 jam. Hasil pemeriksaan lab Tr
terakhir: 50.000. Hitunglah balance cairan anak ini!

Input cairan: Minum : 1000 cc


Infus : 1000 cc
AM : 112 cc + (8 cc x 14 kg)
-------------------------
2112 cc

Out put cairan: Muntah : 100 cc


Urin : 1000 cc
IWL : 378 cc + (30-3 tahun) x 14 kg
-----------------------------
1478 cc
Balance cairan = Intake cairan - Output Cairam
2112 cc - 1478 cc
+ 634 cc

Sekarang hitung balance cairannya jika suhu An x 39,8 C !


yang perlu diperhatikan adalah penghitungan IWL pada kenaikan suhu gunakan rumus:
IWL + 200 ( Suhu Tinggi - 36,8 C) 36,8 C adalah konstanta.

IWL An X = 378 + 200 (39,8 C - 36,8 C)


378 + 200 (3)
378 + 600
978 cc
Maka output cairan An X = Muntah : 100 cc
Urin : 1000 cc
IWL : 978 cc +
-------------------------
2078 cc
Jadi Balance cairannya = 2112 cc - 2078 cc
+ 34 cc.

Ingat menghitung Balnce cairan harus kumpulan data/24 jam!!!!!!


Tehnik menghitung Balance Cairan (Dewasa)
Menghitung balance cairan seseorang harus diperhatikan berbagai faktor, diantaranya
Berat Badan dan Umur..karena penghitungannya antara usia anak dengan dewasa
berbeda.
Menghitung balance cairanpun harus diperhatikan mana yang termasuk kelompok Intake
cairan dan mana yang output cairan. Berdasarkan kutipan dari Iwasa M. Kogoshi S
(1995) Fluid Therapy do (PT. Otsuka Indonesia) penghitungan wajib per 24 jam bukan
pershift.
PENGHITUNGAN BALANCE CAIRAN UNTUK DEWASA
Input cairan: Air (makan+Minum) = ......cc
Cairan Infus = ......cc
Therapi injeksi = ......cc
Air Metabolisme = ......cc (Hitung AM= 5 cc/kgBB/hari)

Output cairan: Urine = ......cc


Feses = .....cc (kondisi normal 1 BAB feses = 100 cc)
Muntah/perdarahan
cairan drainage luka/
cairan NGT terbuka = .....cc
IWL = .....cc (hitung IWL= 15 cc/kgBB/hari)
(Insensible Water Loss)

Contoh Kasus:
Tn Y (35 tahun) , BB 60 Kg; dirawat dengan post op Laparatomi hari kedua..akibat
appendix perforasi, Keadaan umum masih lemah, kesadaran composmentis..Vital sign
TD: 110/70 mmHg; HR 88 x/menit; RR 20 x/menit, T 37 C: masih dipuasakan, saat ini
terpasang NGT terbuka cairan berwarna kuning kehijauan sebanyak 200 cc; pada daerah
luka incici operasi terpasang drainage berwarna merah sebanyak 100 cc, Infus terpasang
Dextrose 5% drip Antrain 1 ampul /kolf : 2000 cc/24 jam., terpasang catheter urine
dengan jumlah urine 1700 cc, dan mendapat tranfusi WB 300 cc; mendapat antibiotik
Cefat 2 x 1 gram yg didripkan dalam NaCl 50 cc setiap kali pemberian, Hitung balance
cairan Tn Y!

Input Cairan: Infus = 2000 cc


Tranfusi WB = 300 cc
Obat injeksi = 100 cc
AM = 300 cc (5 cc x 60 kg) +
---------------------------------------------
2700 cc

Output cairan: Drainage = 100 cc


NGT = 200 cc
Urine = 1700 cc
IWL = 900 cc (15 cc x 60 kg) +
----------------------------------------------
2900 cc
Jadi Balance cairan Tn Y dalam 24 jam : Intake cairan - output cairan
2700 cc - 2900 cc
- 200 cc.

Bagaimana jika ada kenaikan suhu? maka untuk menghitung output terutama IWL
gunakan rumus :
IWL + 200 (suhu tinggi - 36,8 .C), nilai 36,8 C adalah konstanta
Andaikan suhu Tn Y adalah 38,5 C, berapakah Balance cairannya?

berarti nilai IWl Tn Y= 900 + 200 (38,5 C - 36,8 .C)


= 900 + 200 (1,7)
= 900 + 340 cc
= 1240 cc
Masukkan nilai IWL kondisi suhu tinggi dalam penjumlahan kelompok Output :
Drainage = 100 cc
NGT = 200 cc
Urine = 1700 cc
IWL = 1240 cc +
--------------------------
3240 cc
Jadi Balance cairannya dalam kondisi suhu febris pada Tn Y adalah : 2700 cc - 3240 cc =
-540 cc

KONSEP DASAR TRIAGE INSTALASI GAWAT DARURAT

KONSEP DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


1. Pasien Gawat Darurat
Pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya
dan atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapatkan pertolongan secepatnya.
Bisanya di lambangkan dengan label merah. Misalnya AMI (Acut Miocart Infac).
2. Pasien Gawat Tidak Darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat. Bisanya di
lambangkan dengan label Biru. Misalnya pasien dengan Ca stadium akhir.
3. Pasien Darurat Tidak Gawat
Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota
badannya. Bisanya di lambangkan dengan label kuning. Misalnya : pasien Vulnus Lateratum
tanpa pendarahan.
4. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat
Pasien yang tidak mengalami kegawatan dan kedaruratan. Bisanya di lambangkan dengan label
hijau. Misalnya : pasien batuk, pilek.
5. Pasien Meninggal
Label hitam ( Pasien sudah meninggal, merupakan prioritas terakhir. Adapun petugas triage di
lakukan oleh dokter atau perawat senior yang berpengalaman dan petugas triage juga
bertanggung jawab dalam operasi,pengawasan penerimaan pasien dan daerah ruang tunggu.
Selain dari penjelasan di atas di butuhkan pemahaman dampak atau psikologis pada saat
keadaan gawat darurat.
6. Aspek Psikologis Pada Situasi Gawat Darurat
Cemas
cemas sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan tersebut ditandai oleh rasa
ketakutan yang difius, tidak menyenangkan, seringkali disertai oleh gejala otonomik, seperti
nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, gelisah, dan sebagainya. Kumpulan gejala tertentu yang
ditemui selama kecemasan cenderung bervaniasi, pada setiap orang tidak sama.
Histeris
Dalam penggunaan sehari-hari nya histeria menjelaskan ekses emosi yang tidak terkendali.
Orang yang "histeris" sering kehilangan kontrol diri karena ketakutan yang luar biasa karena
suatu kejadian atau suatu kondisi
Mudah marah
Hal ini terjadi apabila seseorang dalam kondisi gelisah dan tidak tahu apa yang harus di perbuat

I. Pendekatan Pelayanan keperawatan gawat Darurat


Tepat adalah melakukan tindakan dengan betul dan benar, Cermat adalah melakukan tindakan
dengan penuh minat, perhatian, sabar, tanggap terhadap keadaan pasient, penuh ketelitian dan
berhati-hati dalam bertindak serta hemat sesuai dengan kebutuhan sedangkan Cepat adalah
tindakan segera dalam waktu singkat dapat menerima dan menolong pasien, cekatan, tangkas
serta terampil.
Sementara itu urutan prioritas penanganan kegawatan berdasarkan pada 6-B yaitu :
B -1 = Breath system pernafasan
B -2 = Bleed system peredaran darah ( sirkulasi )
B -3 = Brain system saraf pusat
B -4 = Bladder system urogenitalis
B -5 = Bowl system pencernaan
B -6 = Bone system tulang dan persendian
Kegawatan pada system B-1, B-2, B-3, adalah prioritas utama karena kematian dapat terjadi
sangat cepat, rangkin pertolongan ini disebut Live Saving First Aid yang meliputi :
Membebaskan jalan napas dari sumbatan
Memberikan napas buatan
Pijat jantung jika jantung berhenti
Menghentikan pendarahan dengan menekan titik perdarahan dan menggunakan beban
Posisi koma dengan melakukan triple airway menuver, posisi shock dengan tubuh horizontal,
kedua tungkai dinaikan 200 untuk auto tranfusi
Bersikap tenang tapi cekatan dan berfikir sebelum bertindak, jangan panic
Lakukan pengkajian yang cepat terhadap masalah yang mengancam jiwa
Lakukan pengkajian yang siatematik sebelum melakukan tindakan secra menyeluruh.
Berdasarkan urain diatas dapat disimpulkan segera sesuai dengan standar dan fasilitas yang
tersedia karena faktor waktu dan infornasi terbatas untuk mencegah kematian dan mencegah
kecacatan.
II. PENGERTIAN
A. Pasien Gawat Darurat
Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam
nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan
secepatnya.
B. Pasien Gawat Tidak Darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat, misalnya kanker
stadium lanjut.
C. Pasien Darurat Tidak Gawat
Pasien akibat musibah yang datag tiba-tiba, tetapi tidak mngancam nyawa dan anggota
badannya, misanya luka sayat dangkal.
D. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat
Misalnya pasien dengan ulcus tropiurn, TBC kulit, dan sebagainya.
E. Kecelakaan (Accident)
Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai factor yang datangnya mendadak, tidak
dikehendaki sehinga menimbulkan cedera (fisik. mental, sosial)
F. Cedera
Masalah kesehatan yang didapat/dialami sebagai akibat kecelakaan.
G. Bencana
Peristiwa atau rangkaian peritiwa yang disebabkan oleh alam dan atau manusia yang
mengakibatkan korban dan penderitaan manusia. kerugian harta benda, kerusakan Iingkungan,
kerusakan sarana dan prasarana umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan
penghidupan masyarakat dan pembangunan nasional yang memerlukan pertolongar. dan bantuan.
III. PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT (PPGD)
1 Tujuan
a. Mencegah kematian dan cacat (to save life and limb) pada periderita gawat darurat, hingga
dapat hidup dan berfungs kembali dalarn masyarakat sebagaimana mestinya.
b. Merujuk penderita . gawat darurat melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan
yang Iebih memadai.
c. Menanggulangi korban bencana.
2 Prinsip Penanggulangan Penderita Gawat Darurat
Kematian dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau kegagalan dan salah satu
sistem/organ di bawah ini yaitu :
1. Susunan saraf pusat
2. Pernapasan
3. Kardiovaskuler
4. Hati
5. Ginjal
6. Pankreas
Kegagalan (kerusakan) sistem/organ tersebut dapat disebabkan oleh:
1. Trauma/cedera
2. lnfeksi
3. Keracunan (poisoning)
4. Degenerasi (failure)
5. Asfiksi
6. Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar (excessive loss of wafer and electrolit)
7.Dan lain-lain.
Kegagalan sistem susunan saraf pusat, kardiovaskuler, pernapasan dan hipoglikemia dapat
menyebabkan kematian dalam waktu singkat (4-6 menit). sedangkan kegagalan sistem/organ
yang lain dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang lebih lama.
Dengan demikian keberhasilan Penanggulangan Pendenta Gawat Darurat (PPGD) dalam
mencegah kematian dan cacat ditentukan oleh:
1. Kecepatan menemukan penderita gawat darurat
2. Kecepatan meminta pertolongan
3. Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan ditempat kejadian, dalam perjalanan
kerumah sakit, dan pertolongan selanjutnya secara mantap di Puskesmas atau rumah sakit.
IV. SISTEM PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT
1. Tujuan
Tercapainya suatu pelayanan kesehatan yang optimal, terarah dan terpadu bagi setiap anggota
masyarakat yang berada daam keadaan gawat darurat.
Upaya pelayanan kesehatan pada penderita gawat darurat pada dasarnya mencakup suatu
rangkaian kegiatan yang harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu mencegah
kematian atau cacat yang mungkin terjadi.
Cakupan pelayanan kesehatan yang perlu dikembangkan meliputi:
a. Penanggulangan penderita di tempat kejadian
b. Transportasi penderita gawat darurat dan tempat kejadian kesarana kesehatan yang lebih
memadai.
c. Upaya penyediaan sarana komunikasi untuk menunjang kegiatan penanggulangan penderita
gawat darurat.
d. Upaya rujukan ilmu pengetahuan,pasien dan tenaga ahli
e. Upaya penanggulangan penderita gawat darurat di tempat rujukan (Unit Gawat Darurat dan
ICU).
f. Upaya pembiayaan penderita gawat darurat.
2. Pengaturan Penyelenggaraan Pelayanan Gawat Darurat
Ketentuan tentang pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah tegas diatur dalam pasal
51 UU No.29/2004 tentang Praktik Kedokteran, di mana seorang dokter wajib melakukan
pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan. Selanjutnya, walaupun dalam UU No.23/1992
tentang Kesehatan tidak disebutkan istilah pelayanan gawat darurat namun secara tersirat upaya
penyelenggaraan pelayanan tersebut sebenarnya merupakan hak setiap orang untuk memperoleh
derajat kesehatan yang optimal (pasal 4).Selanjutnya pasal 7 mengatur bahwa Pemerintah
bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat
termasuk fakir miskin, orang terlantar dan kurang mampu.6 Tentunya upaya ini menyangkut pula
pelayanan gawat darurat, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat
(swasta). Rumah sakit di Indonesia memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pelayanan
gawat darurat 24 jam sehari sebagai salah satu persyaratan ijin rumah sakit. Dalam pelayanan
gawat darurat tidak diperkenankan untuk meminta uang muka sebagai persyaratan pemberian
pelayanan.Dalam penanggulangan pasien gawat darurat dikenal pelayanan fase pra-rumah sakit
dan fase rumah sakit. Pengaturan pelayanan gawat darurat untuk fase rumah sakit telah terdapat
dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/ 1988 tentang Rumah Sakit, di mana dalam pasal
23 telah disebutkan kewajiban rumah sakit untuk menyelenggarakan pelayanan gawat darurat
selama 24 jam per hari. Untuk fase pra-rumah sakit belum ada pengaturan yang spesifik. Secara
umum ketentuan yang dapat dipakai sebagai landasan hukum adalah pasal 7 UU No.23/1992
tentang Kesehatan, yang harus dilanjutkan dengan pengaturan yang spesifik untuk pelayanan
gawat darurat fase pra-rumah sakit. Bentuk peraturan tersebut seyogyanya adalah peraturan
pemerintah karena menyangkut berbagai instansi di luar sector kesehatan.
3. Masalah Lingkup Kewenangan Personil dalam Pelayanan Gawat Darurat
Hal yang perlu dikemukakan adalah pengertian tenaga kesehatan yang berkaitan dengan lingkup
kewenangan dalam penanganan keadaan gawat darurat. Pengertian tenaga kesehatan diatur
dalam pasal 1 butir 3 UU No.23/1992 tentang Kesehatan sebagai berikut:6 tenaga kesehatan
adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Melihat ketentuan tersebut
nampak bahwa profesi kesehatan memerlukan kompetensi tertentu dan kewenangan khusus
karena tindakan yang dilakukan mengandung risiko yang tidak kecil. Pengaturan tindakan medis
secara umum dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan dapat dilihat dalam pasal 32 ayat (4)
yang menyatakan bahwa pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu
kedokteran dan ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenagakesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan untuk itu. 6 Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk melindungi
masyarakat dari tindakan seseorang yang tidak mempunyai keahlian dan kewenangan untuk
melakukan pengobatan/perawatan, sehingga akibat yang dapat merugikan atau membahayakan
terhadap kesehatan pasien dapat dihindari, khususnya tindakan medis yang mengandung risiko.
Pengaturan kewenangan tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan medik diatur dalam pasal
50 UU No.23/ 1992 tentang Kesehatan yang merumuskan bahwa tenaga kesehatan bertugas
menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau
kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan.6 Pengaturan di atas menyangkut pelayanan
gawat darurat pada fase di rumah sakit, di mana pada dasarnya setiap dokter memiliki
kewenangan untuk melakukan berbagai tindakan medik termasuk tindakan spesifik dalam
keadaan gawat darurat. Dalam hal pertolongan tersebut dilakukan oleh tenaga kesehatan maka
yang bersangkutan harus menerapkan standar profesi sesuai dengan situasi (gawat darurat) saat
itu.6,10 Pelayanan gawat darurat fase pra-rumah sakit umumnya tindakan pertolongan pertama
dilakukan oleh masyarakat awam baik yang tidak terlatih maupu yang terlatih di bidang medis.
Dalam hal itu ketentuan perihal kewenangan untukmelakukan tindakan medis dalam undang-
undang kesehatan seperti di atas tidak akan diterapkan, karena masyarakat melakukan hal itu
dengan sukarela dan dengan itikad yang baik. Selain itu mereka tidak dapat disebut sebagai
tenaga kesehatan karena pekerjaan utamanya bukan di bidang kesehatan. Jika tindakan fase pra-
rumah sakit dilaksanakan oleh tenaga terampil yang telah mendapat pendidikan khusus di bidang
kedokteran gawat darurat dan yang memang tugasnya di bidang ini (misalnya petugas 118),
maka tanggungjawab hukumnya tidak berbeda dengan tenaga kesehatan di rumah sakit.
Penentuan ada tidaknya kelalaian dilakukan dengan membandingkan keterampilan tindakannya
dengan tenaga yang serupa.
4. Masalah Medikolegal pada Penanganan Pasien Gawat Darurat
Hal-hal yang disoroti hukum dalam pelayanan gawat darurat dapat meliputi hubungan hukum
dalam pelayanan gawat darurat dan pembiayaan pelayanan gawat darurat. Karena secara yuridis
keadaan gawat darurat cenderung menimbulkan privilege tertentu bagi tenaga kesehatan maka
perlu ditegaskan pengertian gawat darurat. Menurut The American Hospital Association (AHA)
pengertian gawat darurat adalah: An emergency is any condition that in the opinion of the
patient, his family, or whoever assumes the responsibility of bringing the patient to the hospital-
require immediate medical attention. This condition continuesuntil a determination has been
made by a health care professional that the patients life or well-being is not
threatened.Adakalanya pasien untuk menempatkan dirinya dalam keadaan gawat darurat
walaupun sebenarnya tidak demikian.Sehubungan dengan hal itu perlu dibedakan antara false
emergency dengan true emergency yang pengertiannya adalah: A true emergency is any
condition clinically determined to require immediate medical care. Such conditions range from
those requiring extensive immediate care and admission to the hospital to those that are
diagnostic problems and may or may not require admission after work-up and
observation.Untuk menilai dan menentukan tingkat urgensi masalah kesehatan yang dihadapi
pasien diselenggarakanlah triage. Tenaga yang menangani hal tersebut yang paling ideal adalah
dokter, namun jika tenaga terbatas, di beberapa tempat dikerjakan oleh perawat melalui standing
order yang disusun rumah sakit. Selain itu perlu pula dibedakan antara penanganan kasus gawat
darurat fase pra-rumah sakit dengan fase di rumah sakit.4 Pihak yang terkait pada kedua fase
tersebut dapat berbeda, di mana pada fase pra-rumah sakit selain tenaga kesehatan akan terlibat
pula orang awam, sedangkan pada fase rumah sakit umumnya yang terlibat adalah tenaga
kesehatan, khususnya tenaga medis dan perawat. Kewenangan dan tanggungjawab tenaga
kesehatan dan orang awam tersebut telah dibicarakan di atas. Kecepatan dan ketepatan tindakan
pada fase pra-rumah sakit sangat menentukan survivabilitas pasien.
5. Hubungan Hukum dalam Pelayanan Gawat Darurat
Di USA dikenal penerapan doktrin Good Samaritan dalam peraturan perundang-undangan pada
hampir seluruh negara bagian. Doktrin tersebut terutama diberlakukan dalam fase pra-rumah
sakit untuk melindungi pihak yang secara sukarela beritikad baik menolong seseorang dalam
keadaan gawat darurat.3,5 Dengan demikian seorang pasien dilarang menggugat dokter atau
tenaga kesehatan lain untuk kecederaan yang dialaminya. Dua syarat utama doktrin Good
Samaritan yang harus dipenuhi adalah :
1. Kesukarelaan pihak penolong. Kesukarelaan dibuktikan dengan tidak ada harapan atau
keinginan pihak penolong untuk memperoleh kompensasi dalam bentuk apapun. Bila pihak
penolong menarik biaya pada akhir pertolongannya, maka doktrin tersebut tidak berlaku.
2. Itikad baik pihak penolong. Itikad baik tersebut dapat dinilai dari tindakan yang dilakukan
penolong. Hal yang bertentangan dengan itikad baik misalnya melakukan trakeostomi yang tidak
perlu untuk menambah keterampilan penolong. Dalam hal pertanggungjawaban hukum, bila
pihak pasien menggugat tenaga kesehatan karena diduga terdapatkekeliruan dalam penegakan
diagnosis atau pemberian terapi maka pihak pasien harus membuktikan bahwa hanya kekeliruan
itulah yang menjadi penyebab kerugiannya/cacat (proximate cause).5 Bila tuduhan kelalaian
tersebut dilakukan dalam situasi gawat darurat maka perlu dipertimbangkan faktor kondisi dan
situasi saat peristiwa tersebut terjadi.2 Jadi, tepat atau tidaknya tindakan tenaga kesehatan perlu
dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang berkualifikasi sama, pada pada situasi dan kondisi
yang sama pula. Setiap tindakan medis harus mendapatkan persetujuan dari pasien (informed
consent). Hal itu telah diatur sebagai hak pasien dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan pasal
53 ayat 2 dan Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis.
Dalam keadaan gawat darurat di mana harus segera dilakukan tindakan medis pada pasien yang
tidak sadar dan tidak didampingi pasien, tidak perlu persetujuan dari siapapun (pasal 11
Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989). Dalam hal persetujuan tersbut dapat diperoleh
dalam bentuk tertulis, maka lembar persetujuan tersebut harus disimpan dalam berkas rekam
medis.

TRIASE & KONDISI GAWAT DARURAT PEDIATRI


Kata triase (triage) berarti memilih. Jadi triase adalah proses skrining secara cepat terhadap
semua anak sakit segera setelah tiba di rumah sakit untuk mengidentifikasi ke dalam salah satu
kategori berikut:

Dengan tanda kegawatdaruratan (EMERGENCY SIGNS): memerlukan penanganan


kegawatdaruratan segera.
Dengan tanda prioritas (PRIORITY SIGNS): harus diberikan prioritas dalam antrean
untuk segera mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan tanpa ada keterlambatan.
Tanpa tanda kegawatdaruratan maupun prioritas: merupakan kasus NON-URGENT
sehingga dapat menunggu sesuai gilirannya untuk mendapatkan pemeriksaan dan
pengobatan.

Tanda kegawatdaruratan, konsep ABCD:

Airway. Apakah jalan napas bebas? Sumbatan jalan napas (stridor)


Breathing. Apakah ada kesulitan bernapas? Sesak napas berat (retraksi dinding dada,
merintih, sianosis)?
Circulation. Tanda syok (akral dingin, capillary refill > 3 detik, nadi cepat dan lemah).
Consciousness. Apakah anak dalam keadaan tidak sadar (Coma)? Apakah kejang
(Convulsion) atau gelisah (Confusion)?
Dehydration. Tanda dehidrasi berat pada anak dengan diare (lemah, mata cekung, turgor
menurun).
Anak dengan tanda gawat-darurat memerlukan tindakan kegawatdaruratan segera untuk
menghindari terjadinya kematian.
Tanda prioritas digunakan untuk mengidentifikasi anak dengan risiko kematian tinggi. Anak ini
harus dilakukan penilaian segera.

Periksa tanda kegawatdaruratan dalam 2 tahap:

Tahap 1: Periksa jalan napas dan pernapasan, bila terdapat masalah segera berikan
tindakan untuk memperbaiki jalan napas dan berikan napas bantuan.
Tahap 2: Segera tentukan apakah anak dalam keadaan syok, tidak sadar, kejang, atau
diare dengan dehidrasi berat.

Bila didapatkan tanda kegawatdaruratan:


Panggil tenaga kesehatan profesional terlatih bila memungkinkan, tetapi jangan menunda
penanganan. Tetap tenang dan kerjakan dengan tenaga kesehatan lain yang mungkin
diperlukan untuk membantu memberikan pertolongan, karena pada anak yang sakit berat
seringkali memerlukan beberapa tindakan pada waktu yang bersamaan. Tenaga kesehatan
profesional yang berpengalaman harus melanjutkan penilaian untuk menentukan masalah
yang mendasarinya dan membuat rencana penatalaksanaannya.
Lakukan pemeriksaan laboratorium kegawatdaruratan (darah lengkap, gula darah,
malaria). Kirimkan sampel darah untuk pemeriksaan golongan darah dan cross-match
bila anak mengalami syok, anemia berat, atau perdarahan yang cukup banyak.
Setelah memberikan pertolongan kegawatdaruratan, lanjutkan segera dengan penilaian,
diagnosis dan penatalaksanaan terhadap masalah yang mendasarinya.

Bila tidak didapatkan tanda kegawatdaruratan, periksa tanda prioritas (konsep 4T3PR MOB):
Tiny baby (bayi kecil < 2 bulan)
Temperature (anak sangat panas)

Trauma (trauma atau kondisi yang perlu tindakan bedah segera)


Trismus
Pallor (sangat pucat)
Poisoning (keracunan)
Pain (nyeri hebat)
Respiratory distress (distres pernapasan)
Restless, irritable, or lethargic (gelisah, mudah marah, lemah)
Referral (rujukan segera)
Malnutrition (gizi buruk)
Oedema (edema kedua punggung kaki)
Burns (luka bakar luas)

Anak dengan tanda prioritas harus didahulukan untuk mendapatkan pemeriksaan dan
penanganan lebih lanjut dengan segera (tanpa menunggu giliran). Pindahkan anak ke depan
antrean. Bila ada trauma atau masalah bedah yang lain, segera cari pertolongan bedah.

Catatan Untuk Penilaian Tanda Kegawatdaruratan Dan Prioritas

Menilai jalan napas (airway = A) dan pernapasan (breathing = B)


Apakah pernapasan anak kelihatan tersumbat? Lihat dan dengar apakah ada aliran udara napas
yang tidak adekuat selama bernapas.
Apakah ada gangguan pernapasan yang berat? Pernapasan anak sangat berat, anak
menggunakan otot bantu pernapasan (kepala yang menganggukangguk), apakah pernapasan
terlihat cepat, dan anak kelihatan mudah lelah? Anak tidak bisa makan karena gangguan
pernapasan.
Apakah ada sianosis sentral? Terdapat perubahan warna kebiruan/keunguanpada lidah dan
mukosa mulut.
Menilai sirkulasi (circulation = C) (untuk syok)
Periksa apakah tangan anak teraba dingin? Jika ya:
Periksa apakah capillary refill lebih dari 3 detik. Tekan pada kuku ibu jari tangan atau ibu jari
kaki selama 3 detik sehingga nampak berwarna putih. Tentukan waktu dari saat pelepasan
tekanan hingga kembali ke warna
semula (warna merah jambu).
Jika capillary refill lebih dari 3 detik, periksa denyut nadi anak. Apakah denyut nadi anak
tersebut lemah dan cepat? Jika denyut nadi pergelangan tangan (radius) kuat dan tidak terlalu
cepat, anak tidak mengalami syok. Jika tidak dapat dirasakan adanya denyut nadi radius pada
bayi (kurang dari 1 tahun), rasakan denyut nadi leher, atau jika bayi berbaring rasakan denyut
nadi
femoral. Jika tidak dapat dirasakan denyut nadi radius, cari karotis. Jika ruangan terlalu dingin,
gunakan denyut nadi untuk menentukan apakah anak dalam keadaan syok.
Menilai koma (coma = C) atau kejang (convulsion = C) atau kelainan status mental lainnya
Apakah anak koma? Periksa tingkat kesadaran dengan skala AVPU:

A: sadar (alert)
V: memberikan reaksi pada suara (voice)
P: memberikan reaksi pada rasa sakit (pain)
U: tidak sadar (unconscious)

Jika anak tidak sadar, coba untuk membangunkan anak dengan berbicara atau mengguncangkan
lengan anak. Jika anak tidak sadar, tetapi memberikan reaksi terhadap suara, anak mengalami
letargis. Jika tidak ada reaksi, tanyakan kepada ibunya apakah anak mempunyai kelainan tidur
atau susah untuk dibangunkan. Lihat apakah anak memberikan reaksi terhadap rasa sakit atau
tidak. Jika demikian keadaannya berarti anak berada dalam keadaan koma (tidak sadar) dan
memerlukan pengobatan gawat darurat.
Apakah anak kejang? Apakah ada kejang berulang pada anak yang tidak memberikan reaksi?

Menilai dehidrasi (dehydration = D) berat pada anak diare


Apakah mata anak cekung? Tanyakan kepada ibunya apakah mata anak terlihat lebih cekung
daripada biasanya.
Apakah cubitan kulit perut (turgor) kembali sangat lambat (lebih lama dari 2 detik)? Cubit kulit
dinding perut anak pertengahan antara umbilikus dan dinding perut lateral selama 1 detik,
kemudian lepaskan dan amati.

Menilai Tanda Prioritas


Pada saat melakukan penilaian tanda kegawatdaruratan, catat beberapa tanda prioritas yang ada:

Apakah ada gangguan pernapasan (tidak berat)?


Apakah anak tampak lemah(letargi) atau rewel atau gelisah?

Keadaan ini tercatat pada saat menilai koma.


TRIAGE DAN MANJEMEN GAWAT DARURAT

TRIAGE

A. Defenisi Triage

Suatu sistem seleksi penderita yang menjamin supaya tidak ada penderita yang
tidak mendapat perawatan (kapukonline.com). Sebuah tindakan pengelompokan pasien
berdasarkan berat ringannya kasus, harapan hidup dan tingkat keberhasilan yang akan
dicapai sesuai dengan standar pelayanan UGD yang dimiliki (kompasiana.com)
Triage is derived from french word, trier, meaning to sort out. It was first used
by the french military during world war I, when victim were sorted and clasified
according to the type and urgency of their condition for the purpose of determining
medical treatment priorities (Grossman, 2003)
Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa . Tujuan
kedua adalah untuk memprioritaskan pasien menurut ke akutannya . Pengkatagorian
mungkin ditentukan sewaktu-waktu. Jika ragu, pilih prioritas yang lebih tinggi untuk
menghindari penurunan triage.
B. Golongan Triage
Dalam triage ada 5 golongan
1. Golongan I (Label Hijau) :
Penderita tidak luka / menderita gangguan jiwa sehingga tidak memerlukan tindakan
bedah.
2. Golongan II (Label Kuning) :
Penderita dengan luka ringan dan memerlukan tindakan bedah minor.
3. Golongan III (Label Merah) :
Penderita keadaan luka berat / syok.
4. Golongan IV (Label Putih) :
Penderita dengan luka berat tetapi sulit ditolong
5. Golongan V (Label Hitam) :
Penderita meninggal dunia

C. Sistem Triage
Sistem triage ada 2 yaitu :
1. Non Disaster
Untuk menyediakan perawatan sebaik mungkin bagi setiap individu pasien
2. Disaster
Untuk menyediakan perawatan yang lebih efektif untuk pasien dalam jumlah banyak

D. Tipe-tipe Triage di Rumah Sakit


1. Type 1 : Traffic Director or Non Nurse
a. Hampir sebagian besar berdasarkan system triage
b. Dilakukan oleh petugas yang tak berijasah
c. Pengkajian minimal terbatas pada keluhan utama dan seberapa sakitnya
d. Tidak ada dokumentasi
e. Tidak menggunakan protocol

2. Type 2 : Cek Triage Cepat


a. Pengkajian cepat dengan melihat yang dilakukan perawat beregristrasi atau dokter
b. Termasuk riwayat kesehatan yang berhubungan dengan keluhan utama
c. Evaluasi terbatas
d. Tujuan untuk meyakinkan bahwa pasien yang lebih serius atau cedera mendapat
perawatan pertama

3. Type 3 : Comprehensive Triage


a. Dilakukan oleh perawat dengan pendidikan yang sesuai dan berpengalaman
b. 4 sampai 5 sistem katagori
c. Sesuai protokol
E. Klasifikasi Triage Berdasarkan Kasus
1. Prioritas 1 Kasus Berat
a. Perdarahan berat
b. Asfiksia, cedera cervical, cedera pada maxilla
c. Trauma kepala dengan koma dan proses shock yang cepat
d. Fraktur terbuka dan fraktur compound
e. Luka bakar > 30 % / Extensive Burn
f. Shock tipe apapun

2. Prioritas 2 Kasus Sedang


a. Trauma thorax non asfiksia
b. Fraktur tertutup pada tulang panjang
c. Luka bakar terbatas
d. Cedera pada bagian / jaringan lunak

3. Prioritas 3 Kasus Ringan


a. Minor injuries
b. Seluruh kasus-kasus ambulant / jalan

4. Prioritas 0 Kasus Meninggal


a. Tidak ada respon pada semua rangsangan
b. Tidak ada respirasi spontan
c. Tidak ada bukti aktivitas jantung
d. Tidak ada respon pupil terhadap cahaya

MANAJEMEN GAWAT DARURAT


A. Defenisi Manajemen Gawat Darurat
Manajemen Gawat Darurat Dalam sebuah pelayanan kesehatan tentunya juga
tidak terlepas dari sebuah unit yang menangani kegawatdaruratan dan di rumah sakit
biasa kita kenal dengan nama dan istilah Unit Gawat Darurat (UGD).

B. Prinsip Manajemen Gawat Darurat


1. Bersikap tenang tapi cekatan dan berpikir sebelum bertindak (jangan panik).
2. Sadar peran perawat dalam menghadapi korban dan wali ataupun saksi.
3. Melakukan pengkajian yang cepat dan cermat terhadap masalah yang mengancam jiwa
(henti napas, nadi tidak teraba, perdarahan hebat, keracunan).
4. Melakukan pengkajian sistematik sebelum melakukan tindakan secara menyeluruh.
Pertahankan korban pada posisi datar atau sesuai (kecuali jika ada ortopnea), lindungi
korban dari kedinginan.
5. Jika korban sadar, jelaskan apa yang terjadi, berikan bantuan untuk menenangkan dan
yakinkan akan ditolong.
6. Hindari mengangkat/memindahkan yang tidak perlu, memindahkan jika hanya ada
kondisi yang membahayakan.
7. Jangan diberi minum jika ada trauma abdomen atau perkiraan kemungkinan tindakan
anastesi umum dalam waktu dekat.
8. Jangan dipindahkan (ditransportasi) sebelum pertolongan pertama selesai dilakukan
dan terdapat alat transportasi yang memadai.

C. Kesiapan Dalam Gawat Darurat


1. Siap mental, dalam arti bahwa emergency can not wait. Setiap unsur yang terkait
termasuk perawat harus menghayati bahwa aritmia dapat membawa kematian dalam 1
2 menit. Apnea atau penyumbatan jalan napas dapat mematikan dalam 3 menit.
2. Siap pengetahuan dan ketrampilan. Perawat harus mempunyai bekal pengetahuan
teoritis dan patofisiologi berbagai penyakit organ tubuh penting. Selain itu juga
keterampilan manual untuk pertolongan pertama.
3. Siap alat dan obat. Pertolongan pasien gawat darurat tidak dapat dipisahkan dari
penyediaan/logistik peralatan dan obat-obatan darurat.

D. Urutan Pertolongan Dalam Keadaan Gawat Darurat


1. Bila mungkin, minta orang lain untuk memanggil dokter/ambulan sementara anda
melakukan pertolongan pertama.
2. Periksa pernafasan. Bila berhenti, segera mulai dengan pernafasan dari (resusitas)
mulut ke mulut. Prioritas utama adalah mengusahakan penderita bernafas kembali
kecuali pada penderita kasus tersedak.
3. Periksa adanya perdarahan hebat. Bila ada, hentikan perdarahan
4. Bila menduga adanya cedera tulang, belakang, jangan merubah posisi penderita.
(Cidera tulang belakang bisa terjadi bila penderita jatuh dari tempat tinggi, kecelakaan
lalu lintas yang serius, atau mengalami rasa kebal/hilang rasa/tidak bisa menggerakkan
anggota tubuh atas ataupun bawah).
5. Bila penderita pingsan tetapi pernafasan normal tanpa cedera tulang belakang,
baringkan dalam posisi istirahat.
6. Jangan meninggalkan penderita sebelum petugas medis datang. Bila anda sendirian
dan tidak mungkin memanggil petugas medis, tetapi tidak ada cedera tulang belakang
dan keadaan penderita cukup stabil, bawa penderita ke Unit gawat darurat di rumah
sakit/Puskesmas terdekat.

KONSEP DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAt

2.1.1 Pasien Gawat Darurat


Pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya
dan atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapatkan pertolongan
secepatnya. Bisanya di lambangkan dengan label merah. Misalnya AMI (Acut Miocart Infac).

2.1.2 Pasien Gawat Tidak Darurat


Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat. Bisanya di
lambangkan dengan label Biru. Misalnya pasien dengan Ca stadium akhir.

2.1.3 Pasien Darurat Tidak Gawat


Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota
badannya. Bisanya di lambangkan dengan label kuning. Misalnya : pasien Vulnus Lateratum
tanpa pendarahan.

2.1.4 Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat


Pasien yang tidak mengalami kegawatan dan kedaruratan. Bisanya di lambangkan dengan
label hijau. Misalnya : pasien batuk, pilek.

2.1.5 Pasien Meninggal


Label hitam ( Pasien sudah meninggal, merupakan prioritas terakhir. Adapun petugas triage
di lakukan oleh dokter atau perawat senior yang berpengalaman dan petugas triage juga
bertanggung jawab dalam operasi,pengawasan penerimaan pasien dan daerah ruang tunggu.
Selain dari penjelasan di atas di butuhkan pemahaman dampak atau psikologis pada saat
keadaan gawat darurat.
2.1.6 Aspek Psikologis Pada Situasi Gawat Darurat
Cemas
cemas sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan tersebut ditandai oleh rasa
ketakutan yang difius, tidak menyenangkan, seringkali disertai oleh gejala otonomik, seperti
nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, gelisah, dan sebagainya. Kumpulan gejala tertentu yang
ditemui selama kecemasan cenderung bervaniasi, pada setiap orang tidak sama.
Histeris
Dalam penggunaan sehari-hari nya histeria menjelaskan ekses emosi yang tidak terkendali.
Orang yang "histeris" sering kehilangan kontrol diri karena ketakutan yang luar biasa
karena suatu kejadian atau suatu kondisi
Mudah marah
Hal ini terjadi apabila seseorang dalam kondisi gelisah dan tidak tahu apa yang harus di
perbuat

I. Pendekatan Pelayanan keperawatan gawat Darurat

Tepat adalah melakukan tindakan dengan betul dan benar, Cermat adalah melakukan
tindakan dengan penuh minat, perhatian, sabar, tanggap terhadap keadaan pasient, penuh
ketelitian dan berhati-hati dalam bertindak serta hemat sesuai dengan kebutuhan
sedangkan Cepat adalah tindakan segera dalam waktu singkat dapat menerima dan menolong
pasien, cekatan, tangkas serta terampil.
Sementara itu urutan prioritas penanganan kegawatan berdasarkan pada 6-B yaitu :
B -1 = Breath system pernafasan
B -2 = Bleed system peredaran darah ( sirkulasi )
B -3 = Brain system saraf pusat
B -4 = Bladder system urogenitalis
B -5 = Bowl system pencernaan
B -6 = Bone system tulang dan persendian

Kegawatan pada system B-1, B-2, B-3, adalah prioritas utama karena kematian dapat
terjadi sangat cepat, rangkin pertolongan ini disebut Live Saving First Aid yang
meliputi :
Membebaskan jalan napas dari sumbatan
Memberikan napas buatan
Pijat jantung jika jantung berhenti
Menghentikan pendarahan dengan menekan titik perdarahan dan menggunakan beban
Posisi koma dengan melakukan triple airway menuver, posisi shock dengan tubuh
horizontal, kedua tungkai dinaikan 200 untuk auto tranfusi
Bersikap tenang tapi cekatan dan berfikir sebelum bertindak, jangan panic
Lakukan pengkajian yang cepat terhadap masalah yang mengancam jiwa
Lakukan pengkajian yang siatematik sebelum melakukan tindakan secra menyeluruh.
Berdasarkan urain diatas dapat disimpulkan segera sesuai dengan standar dan fasilitas yang
tersedia karena faktor waktu dan infornasi terbatas untuk mencegah kematian dan
mencegah kecacatan.

II. PENGERTIAN

A. Pasien Gawat Darurat


Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam
nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan
secepatnya.

B. Pasien Gawat Tidak Darurat


Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat, misalnya
kanker stadium lanjut.

C. Pasien Darurat Tidak Gawat


Pasien akibat musibah yang datag tiba-tiba, tetapi tidak mngancam nyawa dan anggota
badannya, misanya luka sayat dangkal.

D. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat


Misalnya pasien dengan ulcus tropiurn, TBC kulit, dan sebagainya.

E. Kecelakaan (Accident)
Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai factor yang datangnya mendadak, tidak
dikehendaki sehinga menimbulkan cedera (fisik. mental, sosial)
F. Cedera
Masalah kesehatan yang didapat/dialami sebagai akibat kecelakaan.

G. Bencana
Peristiwa atau rangkaian peritiwa yang disebabkan oleh alam dan atau manusia yang
mengakibatkan korban dan penderitaan manusia. kerugian harta benda, kerusakan
Iingkungan, kerusakan sarana dan prasarana umum serta menimbulkan gangguan terhadap
tata kehidupan dan penghidupan masyarakat dan pembangunan nasional yang memerlukan
pertolongar. dan bantuan.

II. PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT (PPGD)

2.1 Tujuan
a. Mencegah kematian dan cacat (to save life and limb) pada periderita gawat darurat,
hingga dapat hidup dan berfungs kembali dalarn masyarakat sebagaimana mestinya.
b. Merujuk penderita . gawat darurat melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan
yang Iebih memadai.
c. Menanggulangi korban bencana.

2.2 Prinsip Penanggulangan Penderita Gawat Darurat


Kematian dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau kegagalan dan salah satu
sistem/organ di bawah ini yaitu :
1. Susunan saraf pusat
2. Pernapasan
3. Kardiovaskuler
4. Hati
5. Ginjal
6. Pankreas
Kegagalan (kerusakan) sistem/organ tersebut dapat disebabkan oleh:
1. Trauma/cedera
2. lnfeksi
3. Keracunan (poisoning)
4. Degenerasi (failure)
5. Asfiksi
6. Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar (excessive loss of wafer and
electrolit)
7.Dan lain-lain.
Kegagalan sistem susunan saraf pusat, kardiovaskuler, pernapasan dan hipoglikemia dapat
menyebabkan kematian dalam waktu singkat (4-6 menit). sedangkan kegagalan sistem/organ
yang lain dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang lebih lama.
Dengan demikian keberhasilan Penanggulangan Pendenta Gawat Darurat (PPGD) dalam
mencegah kematian dan cacat ditentukan oleh:
1. Kecepatan menemukan penderita gawat darurat
2. Kecepatan meminta pertolongan
3. Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan ditempat kejadian, dalam perjalanan
kerumah sakit, dan pertolongan selanjutnya secara mantap di Puskesmas atau rumah sakit.

III. SISTEM PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT

3.1 Tujuan
Tercapainya suatu pelayanan kesehatan yang optimal, terarah dan terpadu bagi setiap
anggota masyarakat yang berada daam keadaan gawat darurat.
Upaya pelayanan kesehatan pada penderita gawat darurat pada dasarnya mencakup suatu
rangkaian kegiatan yang harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu mencegah
kematian atau cacat yang mungkin terjadi.

Cakupan pelayanan kesehatan yang perlu dikembangkan meliputi:


a. Penanggulangan penderita di tempat kejadian
b. Transportasi penderita gawat darurat dan tempat kejadian kesarana kesehatan yang
lebih memadai.
c. Upaya penyediaan sarana komunikasi untuk menunjang kegiatan penanggulangan penderita
gawat darurat.
d. Upaya rujukan ilmu pengetahuan,pasien dan tenaga ahli
e. Upaya penanggulangan penderita gawat darurat di tempat rujukan (Unit Gawat Darurat
dan ICU).
f. Upaya pembiayaan penderita gawat darurat.
2.4.2 Pengaturan Penyelenggaraan Pelayanan Gawat Darurat
Ketentuan tentang pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah tegas diatur dalam
pasal 51 UU No.29/2004 tentang Praktik Kedokteran, di mana seorang dokter wajib
melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan. Selanjutnya, walaupun dalam
UU No.23/1992 tentang Kesehatan tidak disebutkan istilah pelayanan gawat darurat namun
secara tersirat upaya penyelenggaraan pelayanan tersebut sebenarnya merupakan hak
setiap orang untuk memperoleh derajat kesehatan yang optimal (pasal 4).Selanjutnya pasal
7 mengatur bahwa Pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata
dan terjangkau oleh masyarakat termasuk fakir miskin, orang terlantar dan kurang
mampu.6 Tentunya upaya ini menyangkut pula pelayanan gawat darurat, baik yang
diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat (swasta). Rumah sakit di Indonesia
memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pelayanan gawat darurat 24 jam sehari sebagai
salah satu persyaratan ijin rumah sakit. Dalam pelayanan gawat darurat tidak
diperkenankan untuk meminta uang muka sebagai persyaratan pemberian pelayanan.Dalam
penanggulangan pasien gawat darurat dikenal pelayanan fase pra-rumah sakit dan fase
rumah sakit. Pengaturan pelayanan gawat darurat untuk fase rumah sakit telah terdapat
dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/ 1988 tentang Rumah Sakit, di mana dalam
pasal 23 telah disebutkan kewajiban rumah sakit untuk menyelenggarakan pelayanan gawat
darurat selama 24 jam per hari. Untuk fase pra-rumah sakit belum ada pengaturan yang
spesifik. Secara umum ketentuan yang dapat dipakai sebagai landasan hukum adalah pasal 7
UU No.23/1992 tentang Kesehatan, yang harus dilanjutkan dengan pengaturan yang
spesifik untuk pelayanan gawat darurat fase pra-rumah sakit. Bentuk peraturan tersebut
seyogyanya adalah peraturan pemerintah karena menyangkut berbagai instansi di luar
sector kesehatan.

2.4.3 Masalah Lingkup Kewenangan Personil dalam Pelayanan Gawat Darurat


Hal yang perlu dikemukakan adalah pengertian tenaga kesehatan yang berkaitan dengan
lingkup kewenangan dalam penanganan keadaan gawat darurat. Pengertian tenaga kesehatan
diatur dalam pasal 1 butir 3 UU No.23/1992 tentang Kesehatan sebagai berikut:6 tenaga
kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Melihat
ketentuan tersebut nampak bahwa profesi kesehatan memerlukan kompetensi tertentu dan
kewenangan khusus karena tindakan yang dilakukan mengandung risiko yang tidak kecil.
Pengaturan tindakan medis secara umum dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan dapat
dilihat dalam pasal 32 ayat (4) yang menyatakan bahwa pelaksanaan pengobatan dan atau
perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh
tenagakesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. 6 Ketentuan
tersebut dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari tindakan seseorang yang tidak
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk melakukan pengobatan/perawatan, sehingga
akibat yang dapat merugikan atau membahayakan terhadap kesehatan pasien dapat
dihindari, khususnya tindakan medis yang mengandung risiko. Pengaturan kewenangan
tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan medik diatur dalam pasal 50 UU No.23/ 1992
tentang Kesehatan yang merumuskan bahwa tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan
atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangan
tenaga kesehatan yang bersangkutan.6 Pengaturan di atas menyangkut pelayanan gawat
darurat pada fase di rumah sakit, di mana pada dasarnya setiap dokter memiliki
kewenangan untuk melakukan berbagai tindakan medik termasuk tindakan spesifik dalam
keadaan gawat darurat. Dalam hal pertolongan tersebut dilakukan oleh tenaga kesehatan
maka yang bersangkutan harus menerapkan standar profesi sesuai dengan situasi (gawat
darurat) saat itu.6,10 Pelayanan gawat darurat fase pra-rumah sakit umumnya tindakan
pertolongan pertama dilakukan oleh masyarakat awam baik yang tidak terlatih maupu yang
terlatih di bidang medis. Dalam hal itu ketentuan perihal kewenangan untukmelakukan
tindakan medis dalam undang-undang kesehatan seperti di atas tidak akan diterapkan,
karena masyarakat melakukan hal itu dengan sukarela dan dengan itikad yang baik. Selain
itu mereka tidak dapat disebut sebagai tenaga kesehatan karena pekerjaan utamanya bukan
di bidang kesehatan. Jika tindakan fase pra-rumah sakit dilaksanakan oleh tenaga terampil
yang telah mendapat pendidikan khusus di bidang kedokteran gawat darurat dan yang
memang tugasnya di bidang ini (misalnya petugas 118), maka tanggungjawab hukumnya tidak
berbeda dengan tenaga kesehatan di rumah sakit. Penentuan ada tidaknya kelalaian
dilakukan dengan membandingkan keterampilan tindakannya dengan tenaga yang serupa.

2.4.4 Masalah Medikolegal pada Penanganan Pasien Gawat Darurat


Hal-hal yang disoroti hukum dalam pelayanan gawat darurat dapat meliputi hubungan hukum
dalam pelayanan gawat darurat dan pembiayaan pelayanan gawat darurat. Karena secara
yuridis keadaan gawat darurat cenderung menimbulkan privilege tertentu bagi tenaga
kesehatan maka perlu ditegaskan pengertian gawat darurat. Menurut The American
Hospital Association (AHA) pengertian gawat darurat adalah: An emergency is any
condition that in the opinion of the patient, his family, or whoever assumes the
responsibility of bringing the patient to the hospital-require immediate medical attention.
This condition continuesuntil a determination has been made by a health care professional
that the patients life or well-being is not threatened.Adakalanya pasien untuk
menempatkan dirinya dalam keadaan gawat darurat walaupun sebenarnya tidak
demikian.Sehubungan dengan hal itu perlu dibedakan antara false emergency dengan true
emergency yang pengertiannya adalah: A true emergency is any condition clinically
determined to require immediate medical care. Such conditions range from those requiring
extensive immediate care and admission to the hospital to those that are diagnostic
problems and may or may not require admission after work-up and observation.Untuk
menilai dan menentukan tingkat urgensi masalah kesehatan yang dihadapi pasien
diselenggarakanlah triage. Tenaga yang menangani hal tersebut yang paling ideal adalah
dokter, namun jika tenaga terbatas, di beberapa tempat dikerjakan oleh perawat melalui
standing order yang disusun rumah sakit. Selain itu perlu pula dibedakan antara penanganan
kasus gawat darurat fase pra-rumah sakit dengan fase di rumah sakit.4 Pihak yang terkait
pada kedua fase tersebut dapat berbeda, di mana pada fase pra-rumah sakit selain tenaga
kesehatan akan terlibat pula orang awam, sedangkan pada fase rumah sakit umumnya yang
terlibat adalah tenaga kesehatan, khususnya tenaga medis dan perawat. Kewenangan dan
tanggungjawab tenaga kesehatan dan orang awam tersebut telah dibicarakan di atas.
Kecepatan dan ketepatan tindakan pada fase pra-rumah sakit sangat menentukan
survivabilitas pasien.

2.4.5 Hubungan Hukum dalam Pelayanan Gawat Darurat


Di USA dikenal penerapan doktrin Good Samaritan dalam peraturan perundang-undangan
pada hampir seluruh negara bagian. Doktrin tersebut terutama diberlakukan dalam fase
pra-rumah sakit untuk melindungi pihak yang secara sukarela beritikad baik menolong
seseorang dalam keadaan gawat darurat.3,5 Dengan demikian seorang pasien dilarang
menggugat dokter atau tenaga kesehatan lain untuk kecederaan yang dialaminya. Dua syarat
utama doktrin Good Samaritan yang harus dipenuhi adalah :
1. Kesukarelaan pihak penolong. Kesukarelaan dibuktikan dengan tidak ada harapan atau
keinginan pihak penolong untuk memperoleh kompensasi dalam bentuk apapun. Bila pihak
penolong menarik biaya pada akhir pertolongannya, maka doktrin tersebut tidak berlaku.
2. Itikad baik pihak penolong. Itikad baik tersebut dapat dinilai dari tindakan yang
dilakukan penolong. Hal yang bertentangan dengan itikad baik misalnya melakukan
trakeostomi yang tidak perlu untuk menambah keterampilan penolong. Dalam hal
pertanggungjawaban hukum, bila pihak pasien menggugat tenaga kesehatan karena diduga
terdapatkekeliruan dalam penegakan diagnosis atau pemberian terapi maka pihak pasien
harus membuktikan bahwa hanya kekeliruan itulah yang menjadi penyebab
kerugiannya/cacat (proximate cause).5 Bila tuduhan kelalaian tersebut dilakukan dalam
situasi gawat darurat maka perlu dipertimbangkan faktor kondisi dan situasi saat peristiwa
tersebut terjadi.2 Jadi, tepat atau tidaknya tindakan tenaga kesehatan perlu dibandingkan
dengan tenaga kesehatan yang berkualifikasi sama, pada pada situasi dan kondisi yang sama
pula. Setiap tindakan medis harus mendapatkan persetujuan dari pasien (informed consent).
Hal itu telah diatur sebagai hak pasien dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan pasal 53
ayat 2 dan Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan
Medis. Dalam keadaan gawat darurat di mana harus segera dilakukan tindakan medis pada
pasien yang tidak sadar dan tidak didampingi pasien, tidak perlu persetujuan dari siapapun
(pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989). Dalam hal persetujuan tersbut dapat
diperoleh dalam bentuk tertulis, maka lembar persetujuan tersebut harus disimpan dalam
berkas rekam medis.

Kegawatdaruratan gigi

Bab I

Pendahuluan

Definisi

Kegawatdaruratan gigi adalah suatu keadaan dimana terdapat trauma terhadap mulut yang

melibatkan gigi yang tercabut, rahang yang bergeser dan trauma wajah atau fraktur.

Sebagai tambahan adalah perlukaan soft tissue seperti bibir, gusi, atau pipi. Perlukaan pada

mulut sering menimbulkan sakit yang cukup hebat dan harus dirawat oleh dokter gigi

sesegera mungkin.

Latar Belakang

Kegawatdaruratan ini menyangkut rasa sakit, perdarahan, infeksi dan estetika dimana ada

keadaan-keadan tertentu yang irreversible bila tidak ditangani dengan cepat.

Batasan Masalah

Pada makalah ini hanya dibahas mengenai sakit gigi, perdarahan, komplikasi operasi, gigi

yang patah, gigi yang tercabut, trauma pada wajah,


Bab II

Pembahasan

A. Sakit gigi

Nyeri pulpa adalah nyeri yang spontan, kuat, sering berdenyut dan dipicu oleh suhu,

dan masih terasa beberapa saat setelah penyebabnya dihilangkan. Lokalisasinya pada

tempat yang buruk dan nyeri cenderung menjalar ke telinga, pelipis, atau pipi. Nyeri ini

dapat hilang spontan, namun pasien tetap harus diarahkan untuk menemui dokter gigi,

karena dapat terjadi nekrosis pulpa dan dapat terjadi periodontitis apikalis akut (abses

gigi). Perawatan endodontik (perawatan saluran akar) atau pencabutan gigi mungkin

dibutuhkan.

Nyeri periodontitis apikalis berupa nyeri yang spontan dan hebat, berlangsung

selama beberapa jam terlokalisir dengan baik dan ditimbulkan oleh proses pengunyahan.

Gusi dari gigi yang bersangkutan sering teraba lunak. Absesnya dapat berbentuk (gumboil

atau abses subperiosteal pada gusi) kadang dengan pembengkakan wajah, demam dan sakit.

Infeksi pada rongga wajah dapat membahayakan saluran nafas dan harus dikonsulkan ke

spesialis, untungnya hal ini jarang terjadi.

Terapi terbaiknya adalah menginsisi absesnya, memberikan antimikroba (Amoksisilin)

dan analgesik. Situasi yang akut ini biasanya menyembuh tetapi absesnya dapat timbul lagi

apabila pulpa yang nekrotik tersebut terinfeksi kembali, kecuali dilakukan perawatan

endodontik atau pencabutan gigi. Hipersekresi sinus yang asimtomatik dapat merupakan

gejala dari adanya abses kronik. Abses ini jarang terbuka sampai ke kulit.

B. Perdarahan
Perdarahan pada mulut sebagian besar disebabkan oleh gingivitis atau trauma, namun

apabila berkepanjangan perlu dipertimbangkan adanya kecenderungan perdarahan.

Trauma

Setelah sebuah gigi dicabut atau diekstraksi, soket gigi tersebut mengeluarkan darah

secara normal selama beberapa menit, kemudian akan membeku/membentuk clot.

Perawatan darurat untuk perdarahan post ekstraksi adalah menyuruh pasien untuk

menggigit kapas selama 15-30 menit

Perdarahan menetap mungkin memerlukan penutupan soket dengan bahan haemostatic atau

penjahitan. Namun biasanya dilakukan pada pasien kecenderungan perdarahan

Indikasi perawatan gigi yang harus segera dirujuk ke rumah sakit, misalnya:

a. Trauma

- Fraktur wajah bagian sepertiga tengah atas.

- Fraktur mandibula, kecuali jenis yang sederhana atau hanya dislokasi

- Fraktur zigomatis, dimana terdapat bahaya kerusakan bola mata

b. Lesi Inflamasi dan Infeksi

- Infeksi pada leher atau rongga wajah

- Infeksi oral dimana pasien keracunan atau mengalami gangguan imunitas hebat

- Tuberkulosis

- Infeksi virus hebat


- Kelainan vesikobulosa yang hebat (Pemvigus), Sindroma Stevens Johnson, Nekrolisis

Epidermis yang toksis

c. Kehilangan Darah

Perdarahan yang menetap atau hebat (biasanya pada pasien dengan kecenderungan

perdarahan)

d. Lain lain

Diabetes yang tidak terkontrol

C. Komplikasi Bedah

a. Nyeri Pasca Pencabutan Gigi / Post Extraction

Beberapa kasus nyeri dan bengkak setelah ekstraksi gigi adalah biasa terjadi namun

akan hilang setelah beberapa jam. Parasetamol biasanya memberikan efek analgesik yang

cukup. Nyeri dari tindakan ekstraksi yang rumit mungkin bertahan lebih lama dan harus

dikontrol secara teratur dengan analgesik. Jika nyeri menetap atau bertambah pasien harus

kembali ke dokter gigi untuk mencari penyebabnya (seperti dry socket atau fraktur

rahang).

b. Infeksi

Osteitis lokalisata (dry socket) biasanya disebabkan oleh pencabutan gigi, khususnya

ekstraksi molar bawah. Setelah 2 - 4 hari, dapat terjadi nyeri yang meningkat, halitosis,

rasa tidak enak, rongga gigi yang kosong (empty socket), dan terasa lunak. Infeksi ini

dirawat dengan irigasi dengan air garam hangat (50C) atau cairan chlorhexidine, kemudian

menutup socket (dengan campuran yang sudah tersedia) dan berikan analgesik dan

antimikroba (metronidazol). Perawatan ini tidak dapat dilakukan bila ada akar yang

tertinggal, benda asing, fraktur rahang, osteomielitis, atau penyebab lain khususnya bila

ada demam, nyeri yang menetap atau gangguan neurologis lain seperti rasa baal pada bibir.
Nyeri yang terus meningkat bisa menandakan adanya fraktur atau infeksi.

Aktinomikosis merupakan komplikasi jangka panjang yang jarang dari ekstraksi atau

fraktur rahang. Dan biasanya tampak sebagai pembengkakan kronis yang keunguan. Hal ini

mungkin mengindikasikan adanya penggunaan penicillin selama 3 minggu.

c. Komplikasi Antral

Bila terjadi masuknya gigi ke dalam antrum, beri antimikroba dan dekongestan hidung dan

cari gigi tersebut dengan radiografi. Terapi selanjutnya memerlukan tindakan bedah.

d. Fistula Oroantral

Pasien sebaiknya tidak menghembuskan nafas kuat-kuat. Antimikroba dan dekongestan

hidung dapat menolong. Jika didiagnosa lebih awal, dapat dilakukan penutupan secara

primer, namun pada kasus lain perlu dikonsul ke spesialis untuk dilakukan penutupan dengan

flap.
Fistula oroantral terjadi setelah pencabutan gigi molar atas. Dasar antrum sering

berbatasan dengan akar dari molar dan premolar rahang atas.

D. Fraktur Gigi

Trauma pada gigi susu mungkin tidak memerlukan perawatan darurat gigi. Tetapi

cidera yang tampaknya ringan dapat merusak gigi pengganti yang akan menjadi gigi tetap.

30% kerusakan pada gigi permanen terjadi pada usia 15 tahun.

Fraktur pada enamel tidak memerlukan perawatan darurat. Tetapi tetap memerlukan

pengawasan. Kebanyakan cedera berat pada dentin harus dirawat dengan segera karena

dapat menimbulkan infeksi pulpa. Perawatan darurat seperti menambal dengan material

khusus pada dentin yang patah dan perawatan secara cepat oleh dokter gigi harus dilakukan

pada waktu yang bersaman atau paling lambat pada keesokan harinya.

E. Gigi Avulsi

Avulsi pada gigi tetap anterior dapat ditanam kembali pada anak-anak, khususnya

apabila apex pada akar belum terbentuk dengan sempurna (dibawah 16 Tahun). Avulsi pada

gigi susu tidak perlu ditanam kembali. Semakin muda usia anak, maka penanaman kembali

semakin cepat yaitu 15 menit dan lebih baik yaitu 98% dapat kembali normal dengan

perawatan berkala.

Fraktur gigi pada kecelakaan olahraga

Penanaman yang segera memberikan hasil yang terbaik. Jika gigi tersebut

terkontaminasi, cucilah dengan larutan air garam steril, dan apabila soket terisi bekuan

darah, hilangkan dengan irigasi larutan garam. Tanam kembali gigi dengan benar sesuai
permukaannya (pastikan bagian labial (cembung) menghadap kedepan) dan secara manual

tekan soketnya dan balut giginya. Anak tersebut harus menemui dokter gigi dalam waktu 72

jam setelah kejadian.

Jika penanaman kembali tidak dapat dilakukan segera, taruh gigi pada larutan

isotonic seperti susu segar dingin yang terpasteurisasi, larutan garam atau larutan lensa

kontak. Atau bila anak cukup kooperatif, letakkan gigi pada sulcus buccalis dan bawa ke

dokter gigi dalam waktu 30 menit. Cairan yang tidak sesuai dan merusak adalah air (terjadi

karena pemaparan yang lama dan mengakibatkan kerusakan keseimbangan isotonis),

desinfektan, pemutih, dan jus buah. Penggunaan larutan minyak doxycilin sebelum

penanaman kembali oleh dokter gigi dapat membantu pencegahan resorpsi akar di kemudian

hari.

Balut gigi selama 7-10 hari, tidak boleh menggigit pada gigi yang dibalut., diet harus lunak

dan lakukan perawatan kebersihan mulut yang baik

F. Trauma Maxillofacial

a. Dislokasi atau subluksasi pada mandibula.

Ini biasanya disebabkan oleh pembukaan rahang yang terlalu lebar. Condylus bergeser ke

depan atas, anterior dari eminensia dan mulut pasien terbuka terus.

Proses pengembalian posisi dapat dilakukan dengan menghadap wajah pasien dan

meletakkan ibu jari tangan kanan dan kiri yang sudah dibalut perban pada gigi molar bawah

dan lakukan tekanan ke arah bawah secara bersaman dengan jari lainnya dibawah dagu,

dorong dari bawah ke atas.

Apabila otot-otot mengalami spasme, dapat diberikan midazolam i.v. Apabila posisi rahang

sudah kembali, hindari pembukaan rahang yang lebar. Dislokasi yang berulang dapat

menunjukkan adanya sindrom Ehlers-Danlos dan Sindroma Marfan

b. Fraktur Rahang
Umumnya terjadi karena trauma dengan kecepatan tinggi seperti kecelakaan

lalulintas dan kecelakaan lainnya. Tindakan yang terutama adalah membebaskan jalan nafas.

Bebaskan semua trauma pada pasien sepanjang jalan nafas dengan pedoman ATLS. Masalah

lain yang mengancam kehidupan seperti pendarahan intracranial, pendarahan hebat dari

organ lain dan kerusakan tulang leher harus segera ditangani. Dalam pengamatan

selanjutnya, perhatikan robekan pada kepala dan adanya kebocoran cairan serebrospinal.

Oklusi yang tampak bertingkat mengarah akan adanya fraktur mandibula

Pendarahan yang berhubungan dengan fraktur rahang dapat mempengaruhi jalan

nafas. Fraktur rahang sendiri jarang menyebabkan pendarahan yang hebat, kecuali

berhubungan dengan palatum yang terpisah atau luka tembak.

Pendarahan dari pecahnya arteri inferior gigi biasanya berhenti dengan sendirinya.

Tetapi timbul kembali pada traksi mandibula. Pendarahan maxillofacial yang hebat dapat

ditamponade dengan fiksasi craniofacial,. Pendarahan dapat timbul dari fraktur tulang

hidung, dimana dibutuhkan fiksasi pada hidung. Jika pendarahan berulang, pembuluh darah

yang rusak harus dijahit.

Penatalaksanaan fraktur, walaupun terjadi kerusakan wajah yang parah, bukan

merupakan prioritas yang utama. Namun serpihan seperti gigi yang patah, darah, atau air

liur harus dibersihkan dari mulut. Dan diperlukan pembebasan jalan nafas orofaringeal.

Intubasi mungkin diperlukan pada cedera kepala, cricotiroidotomy dapat dilakukan

apabila intubasi tidak dapat dilakukan, atau keadaan kontraindikasi dari intubasi

nasotrakheal. Diagnosa frakturnya dari anamnesa yaitu nyeri, bengkak, memar, pendarahan

(biasanya dalam mulut), adanya fragmen yang bergeser (adanya krepitasi), oklusi yang tidak

rata, paresthesia dan anesthesia dari saraf yang bersangkutan dan tanda-tanda fraktur

pada radiografi.

c. Fraktur Mandibula
Hal ini biasanya tidak berhubungan dengan luka atau pendarahan lain yang serius. Jika

sympysis mengalami remuk, lidah dapat terdorong ke belakang dan menyumbat jalan nafas,

dan ini perlu dicegah. Fraktur sederhana yang tidak bergeser dapat dirawat secara

konservatif dengan diet lunak apabila gigi tidak rusak. Jika fragmen bergeser, nyeri

cenderung terjadi dan fiksasi dini merupakan penatalaksanaan terbaik. Umumnya fraktur

dapat ditangani dengan pembedahan dan fiksasi dengan mini plate.

d. Fraktur tengkorak bagian sepertiga tengah atas.

Ini biasanya ditimbulkan oleh trauma yang parah. Biasanya kecelakaan lalu lintas dan

diklasifikasikan menurut garis fraktur Le Fort (Fraktur horizontal pada bilateral maksila).

Klasifikasi Fraktur Le Fort :

Le Fort I bagian bawah dasar hidung segmentasi / horizontal dari processus

alveolaris (pembengkakan bibir bagian bawah)

Le Fort II unilateral atau bilateral maksila (subzygomaticus), menyebabkan

pembengkakan wajah yang masif (ballooning) dan (Panda Facies)

Le Fort III Seluruh maksila (suprazygomatic) dan satu atau lebih tulang wajah

terpisah dari kerangka craniofacial (terjadi pembengkakan wajah masif

dan kebocoran cairan serebrospinal melalui hidung).


Klasifikasi fraktur Le Fort

(Scully et al. Oxford Handbook of Dental


Patient Care. Oxford University Press, 1998)

Mungkin terdapat pula penyumbatan jalan nafas, cedera kepala, cedera dada,

robekan organ visceralis, fraktur tulang belakang dan tulang panjang. Sebagian besar

fraktur sepertiga tengah dirawat dengan pembedahan dan fiksasi dengan mini plate.

e. Fraktur Zygomatic (Malar)

Sering mengenai organ-organ orbital termasuk depresi pada pipi, pendarahan

subkonjungtiva lateralis, deformitas wajah, pergerakan mata yang terbatas, perubahan

daya penglihatan, variasi besar dan reaksi pupil serta enophthalmus atau exophthalmus.

Fraktur yang tidak bergeser dan tidak mengalami komplikasi tidak perlu dirawat, tetapi

harus diamati kembali dalam waktu 2 minggu.

Prioritas utama penanganan pasien dengan fraktur maxillofacial adalah

membebaskan jalan nafasnya.

Bab III

Penutup

Kesimpulan

Pada umumnya, kegawatdaruratan gigi berhubungan dengan nyeri, pendarahan, trauma pada

orofacial, dan harus ditangani oleh dokter gigi. Namun bila tidak terdapat dokter gigi,

dokter umum pun harus dapat menangani kedaruratannya dan pasien harus segera diarahkan

untuk menemui dokter gigi.


Saran

1. Setiap calon dokter umum harus diajarkan mengenai kegawatdaruratan gigi dan cara

pertolongan pertamanya.

2. Sediakan selalu peralatan kegawatdaruratan gigi seperti :

a. Nomor telepon dokter gigi terdekat (rumah dan kantor).

b. Larutan garam steril

c. Bulatan kapas/ gauze

d. kain dan kassa steril

e. Analgesik dan anti inflamasi seperti :

Ibuprofen Anti inflamasi yang mempunyai efek analgesik (Hindarkan pemberian

Aspirin, karena Aspirin juga mempunyai efek antikoagulan, dimana

dapat memperparah pendarahan.

3. Setelah dilakukan pertolongan pertama, segera rujuk ke dokter gigi atau rumah sakit

terdekat.

Bab IV

Daftar Pustaka

1. Andreasen JO, Andreasen FM. Textbook and colour atlas of traumatic injuries to the teeth .

Copenhagen: Munksgaard, 1994.

2. Bishop BG, Donnelly JC. Proposed criteria for classifying potential dental emergencies in

Department of Defence military personnel. Mil Med 1997;162:130-5.


3. Gilthorpe MS, Wilson RC, Moles DR, Bedi R. Variations in admissions to hospital for head

injury and assault to the head. Part 1: Age and gender. Br J Oral Maxillofac Surg

1999;37:294-300.

4. Nelson LP, Shusterman S. Emergency management of oral trauma in children. Curr Opin

Pediatr 1997;9:242-5.

5. Roberts G, Longhurst P. Oral and dental trauma in children and adolescents . Oxford:

Oxford University Press, 1996.

Kegawatdaruratan Medis di Bidang Kedokteran Gigi Anak

Kegawatdaruratan di bidang kedokteran gigi anak adalah kasus-kasus kegawatdaruratan


yang terjadi pada anak saat dilakukan perawatan gigi. Kejadian kegawatdaruratan
merupakan kasus yang jarang terjadi di tempat praktek namun kejadian ini sangat tidak
diharapkan terjadi. Beberapa kasus kegawatdaruratan terjadi pada dewasa namun ternyata
dapat pula terjadi pada anak-anak (Riyanti, 2008).

Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Committee for the Prevention of Systematic
Complications During Dental Treatment of The Japanesse Dental Society antara tahun
1980-1984 di Jepang menunjukkan sekitar 19-44% dokter gigi mendapatkan kasus
kegawatdaruratan setiap tahun. Sekitar 90% merupakan kasus ringan namun sekitar 8%
merupakan kasus yang cukup berat (Haas, 2006). Kasus kegawatdaruratan paling sering
didapatkan adalah saat dan setelah dilakukan anestesi lokal, dimana lebih dari 60% adalah
kasus sinkop dan 7% disertai hiperventilasi (Melamed, 2003).

Kegawatdaruratan pasien anak merupakan hal yang jarang dalam perawatan kedokteran gigi
tetapi jika hal ini terjadi maka dapat mengancam nyawa. Kegawatdaruratan dapat terjadi
sehubungan dengan berbagai penyebab (Melamed, 2003). Dokter gigi secara umum harus
siap untuk menangani secara menyeluruh dan efektif jika kegawatdaruratan ini terjadi.

Penanganan Dasar pada Kegawadaruratan

Di dalam merawat pasien, dokter gigi akan berhadapan dengan pasien dengan populasi dan
variasi status kesehatan pasien yang berbeda-beda. Oleh karena itu, persiapan dalam
menghadapi pasien-pasien dengan status kesehatan medically compromised patient
merupakan hal utama yang harus dilakukan. Anamnesa lengkap sebelum tindakan harus
dilakukan oleh setiap dokter gigi. Anamnesa tidak hanya mengenai gigi yang menjadi keluhan
utama, namun kesehatan umum dan riwayat perawatan gigi terdahulu juga merupakan hal
yang perlu mendapat perhatian khusus. Orang tua kadang tidak menyadari kelainan sistemik
yang dialami oleh anaknya, oleh karena itu dokter gigi harus dapat mengarahkan pertanyaan
yang diberikan agar segala kelainan sistemik yang dialami anak dapat terungkap saat
perawatan gigi akan dilakukan (Riyanti, 2008).

Beberapa pertanyaan awal di bawah ini sangat membantu saat akan merawat pasien yaitu,
apakah ada efek samping dan jika ada bagaimana perawatan umumnya, apakah efek
perawatan gigi akan menyebabkan penyakit secara umum, dan bagaimana reaksi obat yang
akan timbul serta interaksinya dan bagaimana mengantisipasinya. Tindakan yang dilakukan
seorang dokter gigi harus mengacu pula pada clinical risk management yaitu proses
sistematik untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengontrol kejadian ataupun reaksi
yang akan muncul setelah tindakan medis (Field & Longman, 2004).

Sebagai seorang dokter gigi, kita harus memiliki ilmu dan keterampilan dalam menghadapi
keadaan gawat darurat tersebut. Pada pasien anak, keadaan kegawatdruratan yang paling
umum terjadi adalah biasanya sehubungan dengan pemberian obat-obatan, yang paling
sering adalah anestesi lokal dan/atau penggunaan depresan sistem saraf pusat sebagai
sedasi, selain itu juga disebabkan oleh adanya riwayat penyakit sistemik dari anak tersebut.
Sebelum melakukan perawatan, maka seorang dokter gigi harus bias mendapatkan informasi
riwayat kesehatan pasien tersebut, sehingga dokter gigi dapat memberikan perawatan yang
sesuai dan bertindak hati-hati terhadap adanya kemungkinan dari kondisi sistemik pasien
tersebut.

Tindakan yang cepat dan benar merupakan kunci utama penatalaksanaan kegawatdaruratan.
Kecekatan operator di dalam mengambil tindakan harus dilatih dengan benar, agar
kesalahan pengambilan keputusan dapat dihindari. Perlu pula ditentukan apakah pasien
dalam keadaan sadar atau tidak, bila pasien tidak sadar maka tidak ada respons terhadap
stimulasi. Penatalaksanaan dasar dalam kegawatdaruratan yaitu position, airway, breathing,
circulation, dan definitive care (pada basic life support biasa disebut dengan defibrillation)
(Gambar 1) (Melamed, 2003; Frush et al., 2008).

Peran Perawat Gigi Dalam Kegawatdaruratan di Praktek Dokter Gigi


Kedokteran gawat darurat

Mencakup diagnosis dan tindakan terhadap semua pasien yang memerlukan perawatan yang tidak
direncanakan dan mendadak

Pelaksana kegawatdaruratan adalah dokter dan perawat yang telah mendapat pelatihan di pusat-
pusat pelatihan kegawatdaruratan

Tingkatan kesadaran

Ada 5 yaitu :

1. Compos mentis : pasien dengan kesadaran penuh.

2. Delirium : pasien mulai agak mengantuk, tapi bisa diajak bicara.

3. Somnolen : pasien mengantuk,dan bereaksi bila diberi rangsang

4. Sopour : pasien mengantuk lebih dalam, dan baru bereaksi bila diberi rangsang nyeri

5. Comatous : pasien tertidur, dan tidak bereaksi terhadap rangsang nyeri

Tanda tanda klinis syok

Gangguan perfusi perifer

Raba telapak tangan Hangat, kering merah : Normal

Dingin, basah, pucat : Syok

Tekan ujung kuku/ telapak tangan kembali < 2 s : Normal

> 2 s : Syok

Tanda tanda klinis syok

Nadi meningkat

raba nadi radialis Nadi < 100/mnt : Normal

Nadi > 100/mnt : Syok

Tekanan darah menurun


Sistolik > 100 mmhg : Normal

Sistolik < 100 mmhg : Syok

Tata laksana mengatasi perdarahan hebat

Airway

Breathing

Circulation and kontrol perdarahan

(posisi syok, mengganti kehilangan darah dan menghentikan/mengurangi proses perdarahan)

Minta bantuan

Basic Life Support

Airway : Chin lift and head tilt

tehnik Head tilt chin lift

a. Letakkan tangan pada dahi pasien/korban

b. Tekan dahi sedikit mengarah ke depan dengan telapak tangan penolong.

c. Letakkan ujung jari tangan lainnya dibawah bagian ujung tulang rahang pasien/korban

d. Tengadahkan kepala dan tahan/tekan dahi pasien/korban secara bersamaan sampai kepala
pasien/korban pada posisi ekstensi

Basic Life Support

Breathing : Look, Listen and Feel

Circulation

Place the heel of hand in the centre of the chest

Place other hand on top

Interlock the finger

Compres the chest


Chest Compression

If a carotis pulse (-)

At the centre of the chest

Rescue breaths

Pinch the nose

Take a normal breath

Place lips over mouth

Blow until the chest rises

Take about 1 s

Allow chest to fall

Gambar 1. Diagram penatalaksanaan kegawadaruratan medis. Sumber: Melamed, 2008

Pada saat terjadi kegawadaruratan media pasien anak di dalam ruang praktek, maka
tindakan penanganannya adalah mengacu pada penatalaksanaan dasar dalam
kegawatdaruratan yaitu position, airway, breathing, circulation, dan definitive care.

Position

Penyebab utama hilangnya kesadaran adalah hipotensi. Segera letakkan pasien tidak sadar
pada tempat yang rata dengan posisi supine dimana kaki lebih tinggi daripada badan. Posisi
ini akan menghasilkan peningkatan aliran darah di daerah kepala dengan sedikit hambatan
dalam sistem respirasi. Pada pasien dengan penyebab acute respiratory distress seperti
acute asthmatic bronchospasm maka posisi yang paling nyaman adalah tegak lurus agar
ventilasi dapat meningkat (Melamed, 2003; Melamed 2007; Frush et al., 2008).

Airway and Breathing

Tindakan airway dan breathing pada pasien sadar dilakukan dengan heimlich maneuver dan
pasien tidak sadar dilakukan dengan menerapkan posisi tilt-chin lift maneuver (Gambar 2)
kemudian diikuti dengan pemeriksaan ventilasi melalui look, listen, feel. Perhatikan dan
pastikan apakah penderita dapat bernafas spontan ataukah penderita mencoba untuk dapat
bernafas. Cara ini dilakukan dengan mendengarkan dan merasakan pertukaran udara yang
keluar melalui mulut ataupun hidung. Apabila tidak ada usaha respirasi spontan yang
ditandai dengan tidak ada pergerakan pundak maka kontrol ventilasi harus menggunakan
bantuan nafas (Melamed, 2003; Melamed 2007).

Gambar 2. Teknik chin lift-head tilt (kiri). Mouth-to-mask ventilation (kanan). Sumber:
Melamed, 2003

Penggunaan full face mask dan positive pressure oxygen bagi pasien di atas usia delapan
tahun yaitu dengan memberikan ventilasi kira-kira satu hembusan nafas untuk setiap lima
detik, dan satu kali nafas tiap tiga detik untuk bayi dan anak (Frush et al., 2008). Apabila
ventilasi spontan sudah terjadi yaitu ditandai dengan adanya gerakan spontan pada dada
maka tindakan ventilasi harus dihentikan oleh karena dapat mengakibatkan gastric
distension dan regurgitation (Melamed, 2003; Melamed 2007).

Definitive Care

Tindakan definitive care dilakukan sesuai dengan diagnosis yang telah ditegakkan. Tentukan
dengan benar diagnosis penyebab terjadinya kegawatdaruratan agar tindakan definitive
care bisa berhasil (Melamed, 2003; Melamed 2007).

Pertolongan Pertama pada Gawat Darurat (PPGD)

PertolonganPertama pada Gawat Darurat (PPGD)

Latar Belakang

Pertolongan Pertama Pada Gawat Darurat (PPGD) adalah serangkaian usaha-usaha pertama
yang dapat dilakukan pada kondisi gawat darurat dalam rangka menyelamatkan pasien dari
kematian.

Prinsip Utama
Prinsip Utama PPGD adalah menyelamatkan pasien dari kematian pada kondisi gawat darurat.
Kemudian filosofi dalam PPGD adalah Time Saving is Life Saving, dalam artian bahwa seluruh
tindakan yang dilakukan pada saat kondisi gawat darurat haruslah benar- benar efektif dan
efisien, karena pada kondisi tersebut pasien dapat kehilangan nyawa dalam hitungan menit saja
( henti nafas selama 2-3 menit dapat mengakibatkan kematian)

Langkah-langkah Dasar
Langkah-langkah dasar dalam PPGD dikenal dengan singkatan A-B-C-D ( Airway -
Breathing Circulation Disability ). Keempat poin tersebut adalah poin-poin yang harus
sangat diperhatikan dalam penanggulangan pasien dalam kondisi gawat darurat

Algortima Dasar PPGD


1. Ada pasien tidak sadar
2. Pastikan kondisi tempat pertolongan aman bagi pasien dan penolong
3. Beritahukan kepada lingkungan kalau anda akan berusaha menolong
4. Cek kesadaran pasien
a. Lakukan dengan metode AVPU
b. A > Alert : Korban sadar jika tidak sadar lanjut ke poin V
c. V > Verbal : Cobalah memanggil-manggil korban dengan berbicara keras di telinga korban
( pada tahap ini jangan sertakan dengan menggoyang atau menyentuh pasien ), jika tidak
merespon lanjut ke P
d. P > Pain : Cobalah beri rangsang nyeri pada pasien, yang paling mudah adalah menekan bagian
putih dari kuku tangan (di pangkal kuku), selain itu dapat juga dengan menekan bagian tengah
tulang dada (sternum) dan juga areal diatas mata (supra orbital)
e. U > Unresponsive : Setelah diberi rangsang nyeri tapi pasien masih tidak bereaksi maka pasien
berada dalam keadaan unresponsive
5. Call for Help, mintalah bantuan kepada masyarakat di sekitar untuk menelpon ambulans dengan
memberitahukan :
a. Jumlah korban
b. Kesadaran korban (sadar atau tidak sadar)
c. Perkiraan usia dan jenis kelamin ( ex: lelaki muda atau ibu tua)
d. Tempat terjadi kegawatan ( alamat yang lengkap)
6. Bebaskan lah korban dari pakaian di daerah dada ( buka kancing baju bagian atas agar dada
terlihat)
7. Posisikan diri di sebelah korban, usahakan posisi kaki yang mendekati kepala sejajar dengan
bahu pasien
8. Cek apakah ada tanda-tanda berikut :
a. Luka-luka dari bagian bawah bahu ke atas (supra clavicula)
b. Pasien mengalami tumbukan di berbagai tempat (misal : terjatuh dari sepeda motor)
c. Berdasarkan saksi pasien mengalami cedera di tulang belakang bagian leher
9. Tanda-tanda tersebut adalah tanda-tanda kemungkinan terjadinya cedera pada tulang belakang
bagian leher (cervical), cedera pada bagian ini sangat berbahaya karena disini tedapat syaraf-
syaraf yg mengatur fungsi vital manusia (bernapas, denyut jantung)
a. Jika tidak ada tanda-tanda tersebut maka lakukanlah Head Tilt and Chin Lift.
Chin lift dilakukan dengan cara menggunakan dua jari lalu mengangkat tulang dagu (bagian
dagu yang keras) ke atas. Ini disertai dengan melakukan Head tilt yaitu menahan kepala dan
mempertahankan posisi seperti figure berikut. Ini dilakukan untuk membebaskan jalan napas
korban.
b. Jika ada tanda-tanda tersebut, maka beralihlah ke bagian atas pasien, jepit kepala pasien dengan
paha, usahakan agar kepalanya tidak bergerak-gerak lagi (imobilisasi) dan lakukanlah Jaw Thrust
Gerakan ini dilakukan untuk menghindari adanya cedera lebih lanjut pada tulang belakang
bagian leher pasien.
10. Sambil melakukan a atau b di atas, lakukan lah pemeriksaan kondisi Airway (jalan napas) dan
Breathing (Pernapasan) pasien.
11. Metode pengecekan menggunakan metode Look, Listen, and Feel
Look : Lihat apakah ada gerakan dada (gerakan bernapas), apakah gerakan tersebut simetris ?
Listen : Dengarkan apakah ada suara nafas normal, dan apakah ada suara nafas tambahan yang
abnormal (bisa timbul karena ada hambatan sebagian)
Jenis-jenis suara nafas tambahan karena hambatan sebagian jalan nafas :
a. Snoring : suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan jalan napas bagian
atas oleh benda padat, jika terdengar suara ini maka lakukanlah pengecekan langsung dengan
cara cross-finger untuk membuka mulut (menggunakan 2 jari, yaitu ibu jari dan jari telunjuk
tangan yang digunakan untuk chin lift tadi, ibu jari mendorong rahang atas ke atas, telunjuk
menekan rahang bawah ke bawah). Lihatlah apakah ada benda yang menyangkut di tenggorokan
korban (eg: gigi palsu dll). Pindahkan benda tersebut
b. Gargling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan yang disebabkan
oleh cairan (eg: darah), maka lakukanlah cross-finger(seperti di atas), lalu lakukanlah finger-
sweep (sesuai namanya, menggunakan 2 jari yang sudah dibalut dengan kain untuk menyapu
rongga mulut dari cairan-cairan).
c. Crowing : suara dengan nada tinggi, biasanya disebakan karena pembengkakan (edema) pada
trakea, untuk pertolongan pertama tetap lakukan maneuver head tilt and chin lift atau jaw thrust
saja. Jika suara napas tidak terdengar karena ada hambatan total pada jalan napas, maka dapat
dilakukan :
1. Back Blow sebanyak 5 kali, yaitu dengan memukul menggunakan telapak tangan
daerah diantara tulang scapula di punggung
2. Heimlich Maneuver, dengan cara memposisikan diri seperti gambar, lalu menarik
tangan ke arah belakang atas.
3. Chest Thrust, dilakukan pada ibu hamil, bayi atau obesitas dengan cara
memposisikan diri seperti gambar lalu mendorong tangan kearah dalam atas.
Feel : Rasakan dengan pipi pemeriksa apakah ada hawa napas dari korban ?
12. Jika ternyata pasien masih bernafas, maka hitunglah berapa frekuensi pernapasan pasien itu
dalam 1 menit (Pernapasan normal adalah 12 -20 kali permenit)
13. Jika frekuensi nafas normal, pantau terus kondisi pasien dengan tetap melakukan Look Listen
and Feel
14. Jika frekuensi nafas <>
15. Jika pasien mengalami henti nafas berikan nafas buatan (detail tentang nafas buatan dibawah)
16. Setelah diberikan nafas buatan maka lakukanlah pengecekan nadi carotis yang terletak di leher
(ceklah dengan 2 jari, letakkan jari di tonjolan di tengah tenggorokan, lalu gerakkan lah jari ke
samping, sampai terhambat oleh otot leher (sternocleidomastoideus), rasakanlah denyut nadi
carotis selama 10 detik.
17. Jika tidak ada denyut nadi maka lakukanlah Pijat Jantung(figure D dan E , figure F pada bayi),
diikuti dengan nafas buatan(figure A,B dan C),ulang sampai 6 kali siklus pijat jantung-napas
buatan, yang diakhiri dengan pijat jantung
18. Cek lagi nadi karotis (dengan metode seperti diatas) selama 10 detik, jika teraba lakukan Look
Listen and Feel (kembali ke poin 11) lagi. jika tidak teraba ulangi poin nomer 17.
19. Pijat jantung dan nafas buatan dihentikan jika
a. Penolong kelelahan dan sudah tidak kuat lagi
b. Pasien sudah menunjukkan tanda-tanda kematian (kaku mayat)
c. Bantuan sudah datang
d. Teraba denyut nadi karotis
20. Setelah berhasil mengamankan kondisi diatas periksalah tanda-tanda shock pada pasien :
a. Denyut nadi >100 kali per menit
b. Telapak tangan basah dingin dan pucat
c. Capilarry Refill Time > 2 detik ( CRT dapat diperiksa dengan cara menekan ujung kuku pasien
dg kuku pemeriksa selama 5 detik, lalu lepaskan, cek berapa lama waktu yg dibutuhkan agar
warna ujung kuku merah lagi)
21. Jika pasien shock, lakukan Shock Position pada pasien, yaitu dengan mengangkat kaki pasien
setinggi 45 derajat dengan harapan sirkulasi darah akan lebih banyak ke jantung
22. Pertahankan posisi shock sampai bantuan datang atau tanda-tanda shock menghilang
23. Jika ada pendarahan pada pasien, coba lah hentikan perdarahan dengan cara menekan atau
membebat luka (membebat jangan terlalu erat karena dapat mengakibatkan jaringan yg dibebat
mati)
24. Setelah kondisi pasien stabil, tetap monitor selalu kondisi pasien dengan Look Listen and Feel,
karena pasien sewaktu-waktu dapat memburuk secara tiba-tiba.

Nafas Bantuan
Nafas Bantuan adalah nafas yang diberikan kepada pasien untuk menormalkan frekuensi nafas
pasien yang di bawah normal. Misal frekuensi napas : 6 kali per menit, maka harus diberi nafas
bantuan di sela setiap nafas spontan dia sehingga total nafas permenitnya menjadi normal (12
kali).
Prosedurnya :
1. Posisikan diri di samping pasien
2. Jangan lakukan pernapasan mouth to mouth langsung, tapi gunakan lah kain sebagai pembatas
antara mulut anda dan pasien untuk mencegah penularan penyakit2
3. Sambil tetap melakukan chin lift, gunakan tangan yg tadi digunakan untuk head tilt untuk
menutup hidung pasien (agar udara yg diberikan tidak terbuang lewat hidung).
4. Mata memperhatikan dada pasien
5. Tutupilah seluruh mulut korban dengan mulut penolong
6. Hembuskanlah nafas satu kali ( tanda jika nafas yg diberikan masuk adalah dada pasien
mengembang)
7. Lepaskan penutup hidung dan jauhkan mulut sesaat untuk membiarkan pasien menghembuskan
nafas keluar (ekspirasi)
8. Lakukan lagi pemberian nafas sesuai dengan perhitungan agar nafas kembali normal

Nafas Buatan
Cara melakukan nafas buatan sama dengan nafas bantuan, bedanya nafas buatan diberikan pada
pasien yang mengalami henti napas. Diberikan 2 kali efektif (dada mengembang )

Pijat Jantung
Pijat jantung adalah usaha untuk memaksa jantung memompakan darah ke seluruh tubuh, pijat
jantung dilakukan pada korban dengan nadi karotis yang tidak teraba. Pijat jantung biasanya
dipasangkan dengan nafas buatan (seperti dijelaskan pada algortima di atas)

Prosedur pijat jantung :


1. Posisikan diri di samping pasien
2. Posisikan tangan seperti gambar di center of the chest ( tepat ditengah-tengah dada)
3. Posisikan tangan tegak lurus korban
4. Tekanlah dada korban menggunakan tenaga yang diperoleh dari sendi panggul (hip joint)
5. Tekanlah dada kira-kira sedalam 4-5 cm
6. Setelah menekan, tarik sedikit tangan ke atas agar posisi dada kembali normal
7. Satu set pijat jantung dilakukan sejumlah 30 kali tekanan, untuk memudahkan menghitung dapat
dihitung dengan cara menghitung sebagai berikut :
Satu Dua Tiga Empat SATU
Satu Dua Tiga Empat DUA
Satu Dua Tiga Empat TIGA
Satu Dua Tiga Empat EMPAT
Satu Dua Tiga Empat LIMA
Satu Dua Tiga Empat ENAM
8. Prinsip pijat jantung adalah : Push deep, Push hard, Push fast, Maximum recoil (berikan waktu
jantung relaksasi), Minimum interruption (pada saat melakukan prosedur ini penolong tidak
boleh diinterupsi)

Perlindungan Diri Penolong


Dalam melakukan pertolongan pada kondisi gawat darurat, penolong tetap harus senantiasa
memastikan keselamatan dirinya sendiri, baik dari bahaya yang disebabkan karena lingkungan,
maupun karena bahaya yang disebabkan karena pemberian pertolongan.
Poin-poin penting dalam perlindungan diri penolong :
1. Pastikan kondisi tempat memberi pertolongan tidak akan membahayakan penolong dan pasien
2. Minimasi kontak langsung dengan pasien, itulah mengapa dalam memberikan napas bantuan
sedapat mungkin digunakan sapu tangan atau kain lainnya untuk melindungi penolong dari
penyakit yang mungkin dapat ditularkan oleh korban
3. Selalu perhatikan kesehatan diri penolong, sebab pemberian pertolongan pertama adalah
tindakan yang sangat memakan energi. Jika dilakukan dengan kondisi tidak fit, justru akan
membahayakan penolong sendiri.

Read more:http://www.ceptt094.blogspot.com Chief's: Pertolongan Pertama pada Gawat Darurat


(PPGD) http://ceptt094.blogspot.com/2013/02/pertolongan-pertama-pada-gawat-
darurat.html#ixzz3BgqVUAYc
http://www.ceptt094.blogspot.com
Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial

Anda mungkin juga menyukai