Tatalaksana STEMI
Tatalaksana STEMI
1. Waktu dari kontak medis pertama hingga perekaman EKG pertama 10 menit
a. Pemberian Oksigen
b. Nitrogliserin
c. Analgesik
Morfin sulfat (2-4 mg intravena dan dapat diulang dengan kenaikan dosis 2
8 mg IV dengan interval waktu 5 sampai 15 menit) merupakan pilihan utama
untuk manajemen nyeri yang disebabkan STEMI. Efek samping yang perlu
diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar
melalui penurunan simpatis sehingga terjadi pooling vena yang akan
mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat
diatasi dengan elevasi tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan
penambahan cairan IV dan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek
vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi,
terutama pasien dengan infark posterior. Efek samping ini biasanya dapat
diatasi dengan pemberian atropine 0,5 mg.
d. Aspirin
Aspirin kunyah harus diberikan pada pasien yang belum pernah mendapatkan
aspirin pada kasus STEMI. Dosis awal yang diberikan 162 mg sampai 325 mg.
Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
e. Beta Bloker
Terapi beta bloker oral dianjurkan pada pasien yang tidak memiliki
kontraindikasi terutama bila ditemukan adanya hipertensi dan takiaritmia.
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta
IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa digunakan addalah
metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total3 dosis, dengan syarat
frekuensi jantung > 60 menit, tekanan darah sistolik > 100 mmHg, interval
PR < 0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas
menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan
dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam dan dilanjutkan 100mg tiap 12 jam.
f. Clopidogrel
Terapi reperfusi bertujuan membatasi luasnya daerah infark miokard, hal yang
sangat menentukan prognosis pasien. Bila STEMI terjadi dalam waktu 12 jam setelah
awitan simptom, maka reperfusi perlu dilakukan secepatnya. Tetapi bila STEMI sudah
melampaui 12 jam dari awitan symptom, tidak ada lagi jaringan yang bisa
diselamatkan, infark miokard telah komplit dan keluhan pasien hilang. Terapi
reperfusi hanya diberikan kalau masih ada tanda-tanda iskemia berupa nyeri dada,
elevasi segmen ST, atau terjadi left bundle branch block baru. Ada dua jenis strategi
reperfusi, pertama dengan intervensi koroner perkutan primer (primary PCI) dan
kedua secara medikamentosa dengan obat fibrinolitik (dapus buku 5 langkah)
1. Aspirin
2. Penyekat P2Y12/ ADP (prasugrel 40 mg, ticagrelor 180 mg atau Clopidogrel
600 mg).
3. GPIIb/IIa hanya digunakan sebagai bail out bila saat tindakan memperlihatkan
beban trombus yang tinggi.
Terapi antikoagulan
1. Terapi fibrinolisis untuk semua tanpa kontraindikasi yang datang < 12 jam.
2. Pada pasien yang datang dalam waktu 2 jam dengan infark miokard luas dan
risiko perdarahan yang rendah, bila prediksi waktu yang dibutuhkan hingga
tiba di meja katerisasi >90 menit.
2. Heparin tidak terfraksi diberikan secara bolus intravena sesuai berat badan dan
infus selama 3 hari yaitu 60 U/kgBB (maksimal 4000 U) (Kelas I-C).
Kontrandikasi pemberian obat ini adalah pada pasien yang sedang mengalami
perdarahan misalnya pasien hemofili, perdarahan intracranial, hipertensi berat
dan syok.
3. Penyekat Beta harus dimulai pada semua pasien tanpa kontraindikasi yang
datang dengan STEMI dalam 24 jam pertama dan pada kebanyakan kasus
dilanjutkan seumur hidup. Sebaiknya dimulai dengan obat kerja pendek seperti
Lopresor; ketika dosis optimum tercapai berdasarkan laju nadi dan tekanan
darah yang diinginkan, obat kerja panjang sekali sehari dapat diberikan. Pada
pasien dengan disfungsi LV, dapat diberikan carvedilol 3,25 mg dua kali sehari
untuk dititrasi bila dapat ditoleransi. Beta bloker harus dihindari pada pasien
dengan STEMI Killip II, III, atau IV atau dengan hipotensi, bradikardia, atau
syok.
4. ACE inhibitors harus dimulai dalam 24 jam pertama. Sebaiknya dimulai
dengan obat kerja pendek (captopril) pada 24 jam pertama sampai dosis
maksimum tercapai. Setelah pasien dapat mentoleransi dosis ini, obat kerja
panjang sekali sehari dapat diberikan misalnya lisinopril. Inisiasi ACE
inhibitor harus dilanjutkan seumur hidup pada pasien dengan fraksi ejeksi
<40% dan paling sedikit 1 bulan pada semua pasien. Inisiasi ACE inhibitor
dihubungkan dengan peningkatan awal kreatinin, namun pada banyak kasus
merupakan transien. Pertimbangkan ARB bila terdapat kontraindikasi ACE
inhibitor.
5. Terapi insulin direkomendasikan untuk kontrol gula darah pada semua pasien
yang dirawat di CVCU, berikan insulin-drip bila kadar gula darah >200
mg/dL. Hindari penggunaan glucophage pada pre dan post-PCI karena obat ini
berhubungan dengan asidosis laktat.
6. Statin harus dimulai pasca reperfusi setelah hemodinamik pasien stabil. Dapat
diberikan atorvastatin 80 mg/hari. Low density lipoprotein cholesterol (LDL-
C) harus dikurangi sampai 60-70 mg/dL pada semua pasien dengan STEMI.
Namun ada beberapa bukti bahwa terapi statin dosis tinggi memiliki efek
pleiotropic diluar level LDC-C.
Tindakan bedah CABG tidak lazim dilakukan untuk revaskularisasi awal dan
segera pada STEMI tanpa komplikasi. Namun, setelah upaya awal dengan PCI atau
reperfusi fibrinolitik telah dilakukan, nyeri dada menetap/berulang, atau anatomi
koroner risiko tinggi (stenosis left-main atau triple vessel pada diabetes) atau terjadi
komplikasi mekanis (rupture septum ventrikel, rupture muskulus papilaris) intervensi
bedah patut dipertimbangkan. Pada kondisi seperti ini, sebaiknya menunggu paling
sedikit 24 jam setelah STEMI dan setelah hemodinamik stabil. Topangan mekanik
dengan intra-aortic ballon pump (IABP) dibutuhkan sebagai jembatan untuk
pembedahan pada kasus nyeri dada menetap, aritmia, dan hemodinamik tidak stabil .
PROGNOSIS
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II
Terdapat beberapa sistem yang ada dalam menentukan prognosis pasca IMA:
I >2,2 <18 3
II >2,2 >18 9
IV <2,2 >18 51
3. TIMI risk score adalah sistem prognostik paling akhir yang menggabungkan
anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisik yang dinilai pada pasien STEMI yang
mendapat terapi fibrinolitik.