Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

TERAPI PALIATIF DAN


TERAPI SUPORTIF

Oleh :
Miradz Hudaya

Pembimbing :
dr. Maman Abdurahman, SpB(K)Onk

SUB BAGIAN BEDAH ONKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN
BANDUNG
2013

Referat Sub Bagian Bedah Onkologi


Bagian/SMF Ilmu bedah FKUP/RSHS Bandung
Oleh : Miradz Hudaya

TERAPI PALIATIF DAN TERAPI SUPORTIF

PENDAHULUAN
Tuhan telah menganugerahkan kepada kita naluri untuk menolong
atau membantu meringankan penderitaan sesama. Naluri ini sudah nampak
sejak awal kehidupan di dunia. Kemudian manusia berupaya mencari masalahmasalah dan penyakit-penyakit yang menyebabkan penderitaan itu. Upaya ini
masih diteruskan untuk mencari cara pengobatan penyakit itu, baik dengan
pemberian obat-obatan ataupun dengan cara pembedahan di masa itu.
Kita masih ingat nama Hippocrates, seorang Yunani yang hidup pada abad
ke lima sebelum Masehi (460-360BC). Beliau dikenal sebagai penyembuh
yang pandai pada zamannya. Beliau pula yang menganjurkan pengobatan
empiema dengan menusukkan sebilah pisau diantara dua tulang rusuk. Beliau
telah diakui sebagai model dokter yang ideal dan sebagai Father of
Medicine. Sumpah Hipocrates masih menjadi dasardari lafal sumpah/janji
jabatan dokter di Indonesia.
Upaya manusia untuk mencari cara pengobatan penyakit ini terus menerus
dilanjutkan, bahkan makin hari makin dipergunakan metode-metode penelitian
yang lebih sahih dengan mempergunakan teknologi yang makin maju. Banyak
sekali penelitian-penelitian yang telah dilakukan dan tidak sedikit penemuanpenemuan yang diperoleh, sehingga terjadilah kemajuan-kemajuan di bidang
diagnostik maupun terapi. Akhirnya terjadilah perkembangan ilmu kedokteran
sedemikian rupa sehingga tidak mungkin lagi dapat dikuasai oleh seseorang.
Maka lahirlah spesialisasi-spesialisasi bahkan subspesialisasi yang mendalami
ilmu kedokteran dalam bidang yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
Namun demikian sampai sekarang kita masih dihadapkan kepada suatu
kenyataan bahwa masih belum semua penyakit dapat disembuhkan. Katena itu

benarlah kiranya dalam penanganan suatu penyakit dikatakan To cure


sometimes, to relief often, to comfort always.

DEFINISI TERAPI PALIATIF


Definisi terapi paliatif adalah sistem perawatan terpadu yang bertujuan
meningkatkan kualitas hidup, dengan cara meringankan nyeri dan penderitaan
lain, memberikan dukungan spiritual dan psikososial mulai saat diagnosa
ditegakkan sampai akhir hayat dan dukungan terhadap keluarga yang
kehilangan/berduka.
Fase paliatif terminal biasanya dimulai dengan berita buruk, jika tidak ada
lagi kemungkinan untuk pemberian terapi lain. Seringkali berita buruk ini sulit
untuk diterima oleh keluarga dibandingkan pemberitahuan sebelumnya tentang
penyakit kanker yag diderita pasien. Saat itu masih ada gambaran untuk menjalani
berbagai terapi tetapi saat ini sudah tidak ada lagi dan yang dihadapi adalah
kematian.
Tujuan terapi paliatif adalah :
1. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian adalah proses
yang normal
2. Tidak mempercepat atau menunda kematian
3. Menghilangkan rasa nyeri dan keluhan lain yang mengganggu
4. Menjaga keseimbangan dalam aspek psikologis dan aspek spiritual
5. Berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya
6. Berusaha memberikan dukungan kepada keluarga yang berduka
Bantuan rohani (dukungan moril) dapat memberikan arti kepada
kehidupan sehari-hari. Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan yaitu, rasa
keterasingan dari lingkungannya, kecemasan, rasa berdosa atau kehilangan
harapan.
Prosedur kerja terapi paliatif sama dengan terapi kuratif yaitu dengan
operasi, radioterapi dan kemoterapi ditambah dengan hormon terapi hanya saja
prosedurnya jauh lebih sederhana dan lebih kecil serta proporsi penggunaannya

yang berbeda. Pada terapi kuratif lebih kearah tindakan operasi, sedangkan terapi
paliatif lebih kearah radioterapi dan kemoterapi.1,2
Inti dari perawatan paliatif difokuskan pada perawatan dan rasa solidaritas.
Ada beberapa titik perhatian dalam melaksanakan terapi. Dalam hal ini harus
dinilai seberapa penting dialog memenuhi kebutuhan hidup penderita dan
dilaksanakan secara dua arah.
Perawatan paliatif dapat dilangsungkan di rumah penderita sendiri, di
rumah penampungan atau di rumah sakit tergantung pada kemauan penderita dan
keluarganya. Biasanya yang terbaik adalah perawatan dirumah karena pada
umumnya penderita merasa tenang di dekat keluarganya. Dalam fase akhir
kehidupan ini harus diberikan kesempatan kepada penderita untuk bersama
dengan keluarga sampai akhir hayatnya.

TERAPI BEDAH PALIATIF


Tindakan bedah yang dilakukan untuk mengurangi nyeri atau abnormalitas
fungsi antara lain adalah reseksi. Pembedahan pada keadaan ini dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien kanker. Operasi paliatif meliputi eksisi tumor
paliatif dan reseksi simtomatolitik. Reseksi tumor paliatif adalah reseksi yang
tidak tuntas (secara visual tidak bersih atau secara patologis masih ada tumor)
namun tidak dapat dilakukan operasi radikal terhadap lesi primer ataupun
metastasisnya. Reseksi simtomatolitik sama sekali tidak mereseksi lesi tetapi
hanya melakukan operasi untuk membebaskan gejala terkait tumor. Tujuan
operasi paliatif adalah untuk dipadukan dengan radioterapi, kemoterapi, dan terapi
kombinasi lainnya atau hanya untuk mengurangi gejala, meningkatkan kualitas
hidup, misalnya mengurangi nyeri, perdarahan, mengatasi sesak napas, dan lainlain. Operasi paliatif yang sering digunakan: 3
1. Eksisi seluruh atau sebagian organ
Misalnya operasi debulking pada kanker ovarium, sisa dari tumor
dilakukan dengan metode terapi lain untuk mengendalikan sel kanker
residif.

2. Anastomosis drainase
Misalnya pada tumor gastrointestinal yang menyebabkan obstruksi,
dilakukan gastrojejunostomi, koledokosistojejunostomi, jejunokolostomi,
dan lain-lain.
3. Fistulasi
Misalnya fistulasi gaster, jejunum, kolon, vesica fellea, vesica urinaria,
dan lain-lain
4. Ligasi vaskular
Bila tumor mengalami perdarahan massif yang sulit dikendalikan, sering
perlu dilakukan ligasi arteri yang memasok lokasi lesi untuk hemostasis.

NYERI
Definisi dari nyeri adalah pengalaman sensoris dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan yang sedang atau
potensial akan terjadi (International Association for Study of Pain). Karena nyeri
adalah keluhan subyektif, maka tidak terdapat cara definitif untuk membedakan
nyeri yang terjadi akibat kerusakan jaringan dan yang terjadi tanpa kerusakan
jaringan. Nyeri sebagai delusi somatik atau depresi terselubung jarang terjadi pada
pasien kanker; adanya nyeri biasanya menunjukkan adanya proses patologis.2,4
1. Penyebab Nyeri Viseral, Somatik, Neuropatik, dan Psikogenik1,2

Nyeri viseral
Awalnya nyeri viseral ditimbulkan dari stimulasi langsung pada saraf

aferen yang disebabkan karena infiltrasi tumor pada jaringan ikat atau viseral.
Peregangan, distensi atau iskemia dari viseral dapat menyebabkan nyeri dan
cenderung sulit untuk dilokalisir. Nyeri dirasakan dalam, sangat hebat atau dapat
pula berupa nyeri kolik. Pada pasien kanker, nyeri viseral tidak hanya bisa
disebabkan infiltrasi tumor langsung, namun juga oleh bermacam kondisi seperti
konstipasi, radiasi, atau kemoterapi.

Nyeri somatik
Pada pasien kanker umumnya disebabkan karena peradangan jaringan

lunak atau metastase ke tulang. Nyeri tulang diperkirakan akibat stimulasi


langsung pada nosiseptor di periosteum, pelepasan mediator inflamasi atau
peningkatan tekanan interoseal. Tipe nyeri ini biasanya dapat dilokalisir dengan
baik dan digambarkan nyerinya tajam. Pasien biasanya dapat menunjuk langsung
pada lesi metastase.

Nyeri neuropatik
Secara umum digambarkan sebagai rasa panas atau terbakar. Tipe nyeri ini

disebabkan karena cedera pada saraf baik itu karena pengobatan atau invasi
tumor. Sebagai contoh, cisplatin, vincristine dan procarbazine dapat menimbulkan
kerusakan pada saraf. Nyeri neuropatik tidak selalu responsif terhadap terapi
opioid. Pasien dengan nyeri neuropatik sering mengeluhkan rasa tidak enak yang
disebabkan karena stimulus yang secara normal tidak menyebabkan nyeri, seperti
sentuhan ringan.

Nyeri psikogenik
Merupakan nyeri kejiwaan akibat adanya stress, depresi, marah, atau

cemas.
Pada kanker nyeri ini dapat disebabkan oleh :
-

Kehilangan pekerjaan, kedudukan, peran dalam masyarakat

Tidak mempunyai harapan

Ketidakpastian

Perubahan penampilan fisik

Etiologi Nyeri
Respon nyeri pada penderita kanker antara lain dapat disebabkan oleh :
1. Kanker itu sendiri
Nyeri karena kanker itu sendiri diperkirakan sebanyak 70 %. Nyeri itu
dapat karena :
a. kanker, terutama pada saraf otak, saraf atau tulang
b. infiltrasi kanker ke saraf, tulang atau kanker lanjut
c. metastase kanker, antara lain di tulang, organ, otak

d. Komplikasi kanker :
Fisik : Obstruksi, Fraktur, Nekrose
Psikis : Depresi,Cemas.
2. Komplikasi pengobatan kanker
Nyeri karena komplikasi pengobatan kanker diperkirakan sebanyak 1020% karena :
a. Komplikasi bedah :
- Infeksi
- Fibrosis
- Hematom
- Oedema
b. Komplikasi radioterapi :
- Radio-nekrosis
- Fibrosis
- Dermatitis
c. Komplikasi kemoterapi :
- Neuritis
- Mukositis
- Myositis

Nyeri dapat dibagi menjadi 3 intensitas, yaitu :


a. Ringan
Nyeri yang tidak mengganggu penderita bekerja
b. Sedang
Nyeri yang menganggu bekerja, tetapi masih dapat ditahan
c. Berat
Nyeri yang menyebabkan penderita tidak dapat bekerja dan atau nyeri itu
tidak dapat ditahan oleh penderita.

Intensitas nyeri dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti :


a. Beratnya penyakit
Pada umumnya kanker stadium dini tidak nyeri. Nyeri timbul pada kanker
stadium lanjut. Sering juga terjadi tidak ada korelasi antara beratnya penyakit dan
rasa nyeri yang timbul.
b. Kepribadian
seperti emosi, kecemasan, keadaan lingkungan.
Klasifikasi Pasien dengan Nyeri Kanker :2
Grup I

: Nyeri Kanker Akut

Grup IA : Nyeri yang berhubungan dengan tumor


Grup IB : Nyeri yang berhubungan dengan terapi kanker
Grup II

: Nyeri Kanker Kronik

Grup IIA : Nyeri kronis disebabkan progresivitas tumor


Grup IIB : Nyeri kronis yang berhubungan dengan terapi kanker
Grup III : Nyeri kronis yang sudah ada sebelumnya dan terdapat nyeri kanker
Grup IV : Pasien dengan riwayat adiksi zat dan riwayat nyeri.
Grup V

: Pasien yang sekarat dengan nyeri

PENATALAKSANAAN NYERI PADA KANKER


Terapi ini dapat berupa :
1. Terapi Spesifik terhadap kanker
Pada umumnya nyeri itu akan hilang setelah diberikan terapi spesifik
untuk kanker tersebut seperti misalnya :
- Eksisi tumor-ulkus-nekrose
- Radioterapi
- Kemoterapi
- Hormon terapi
Perlu diperhatikan juga bahwa komplikasi pengobatan kanker juga dapat
menimbulkan nyeri. Dengan cara pengobatan yang baik nyeri karena komplikasi
pengobatan dapat ditekan sampai minimum. Untuk itu salah satu faktor yang perlu

diperhatikan ialah komunikasi dengan penderita sehingga ia mengerti persoalan


yang dihadapinya dengan baik.

2. Terapi Spesifik terhadap Nyeri


Strategi farmakologis untuk pengobatan nyeri kanker berdasarkan pada
penggunaan bertahap nonopioid, opioid, atau terapi adjuvant. Obat diberikan
tunggal atau kombinasi berdasarkan tipe dan intensitas nyeri lebih diutamakan
dari pada prognosa pasien.

Teknik medikamentosa
Terapi medikamentosa masih merupakan terapi yang terpenting untuk
menangani nyeri, karena terapi ini masih dapat diterapkan oleh semua dokter,
sifatnya reversibel dan dapat ditoleransi oleh penderita.
Dianjurkan untuk permulaan pemberian tidak memberikan dosis yang
terlau rendah. Dengan ini akan diperoleh kepercayaan dari penderita terhadap
pengobatan yang diberikan. Pengobatan yang diberikan harus juga diberikan pada
waktu-waktu yang tetap berdasarkan anamnesis nyeri dan sifat farmako kimia dari
obat. Dengan cara ini dapat diatur kadar obat didalam darah yang cukup dan
mengindarkan penderita dari keterlambatan efek karena analgesinya.

Tabel 1. Dosis analgetik.

WHO merekomendasikan bahwa untuk meredakan nyeri kanker,


pengobatan diberikan sesuai dengan pola sebagai berikut :
By mouth : pemberian oral merupakan metoda efektif dan tidak mahal untuk
mengobati pasien dan harus diberikan jika memungkinkan. Pengobatan ini mudah
dititrasi dan merupakan metoda pemberian obat terpilih.

By the Clock : Pasien mendapatkan obat nyeri secara rutin dan teratur setiap
harinya atau dengan sediaan sustained release. Hal ini membuat nyeri reda secara
berkesinambungan dan memperkecil episode nyeri pasien yang biasa mengeluh
nyeri selama 24 jam. Tujuannya yaitu mencegah nyeri lebih baik daripada
bereaksi terhadap nyeri.
By the Ladder : Tipe pengobatan nyeri harus berubah tergantung parahnya nyeri.
Tahap pertama yang diberikan adalah yang non opioid, jika hal ini tidak
meredakan rasa nyerinya, harus ditambahkan opioid untuk nyeri ringan sampai
sedang, kemudian nyeri masih tidak dapat diredakan maka diganti dengan opioid
untuk sedang sampai berat.hanya satu obat yang boleh digunakan pada saat yang
sama pada masing-masing kelompok. Jika suatu obat tidak manjur, jangan diganti
dengan

obat

yang

sama

kemanjurannya

(misalnya

dari

kodein

ke

dektiopropoksifen). Tetapi berikanlah obat yang betul-betul lebih kuat, contoh


morfin.
On an Individual Basis : Setiap pasien harus diobati secara individual. Setiap
pasien membutuhkan dosis dan / atau intervensi yang berbeda untuk meredakan
nyerinya.
With Attention to Detail : Pasien perlu dimonitor ketat untuk efektifitas intervensi
dan timbulnya efek samping selama terapi. Pola pemberian obat harus dituliskan
secara lengkap untuk digunakan oleh penderita dan keluarganya, termasuk nama
obat, alasan penggunaan,dosis dan berapa kali seharinya. 5

10

Gambar 1. Tangga analgetika berjenjang tiga.


Metode pemberian analgetik
Berbagai cara pengelolaan nyeri kanker dengan pemberian analgetik antara
lain :
1. Berupa analgetika non opioid
Misalnya adalah salisilat, mengurangi sensitifitas nosireseptor dengan
menghambat sintesa prostaglandin. NSAID dapat juga meringankan efek
nyeri pada kanker.
2. Analgetik non opioid dikombinasikan dengan dengan kodein
Cara kerja kedua obat ini harus dapat menguatkan efek. Contohnya adalah
Tramadol, yang merupakan opioid lemah dengan efek adrenergik
3. Pemberian analgetika opioid dalam bentuk pemberian oral
Contohnya adalah pemberian morfin dan metadon tablet. Karena kedua
obat ini memiliki waktu paruh yang panjang, maka dalam pelaksanaanya
harus berhati-hati. Disini juga harus diwaspadai kemungkinan adanya
akumulasi.

11

Untuk penambahan nyeri jangka pendek yang timbul secara periodik dapat
dipergunakan opiat yang bekerja singkat disamping pengobatan rumatan.
Contohnya Thalmonal. (droperidol + fentanil)
4. Pemberian morfin yang secara epidural atau spinal

Dapat juga dengan pemberian ko analgetik


Merupakan obat-obatan yang bukan analgetik tetapi kombinasinya dengan
analgetik mempunyai efek aditif
Untuk menghilangkan nyeri invasif dapat dicapai dengan berbagai jalur :
1. Pemberian analgetika secara sistemik
Jalur pemberian analgetika dapat melalui subkutan maupun intravena.
Daerah yang cocok ada pada daerah infraklavikular dan hipokondrium.
Jarum melalui pipa plastik perpanjangan dihubungkan dengan pompa infus
(portabel). Jarum dapat tinggal selama 1 minggu yang kemudian dapat
dipindahkan ke sisi lainnya
Dapat pula diberikan secara spinal (epidural atau intratekal).
Indikasinya diberikan pada pemberantasan nyeri yang tidak memadai
dengan pemberian obat oral yang tidak memadai. Pada infus spinal ini
pemberian obat diberikan langsung kepada medulla spinalisnya sehingga
efek analgesiknya akan lebih baik. Efek sampingnya adalah terjadinya
fibrosis pada ruangan epidural
2. Tindakan blokade saraf
Pada blokade saraf neurolitik dibuat lesi seefektif mungkin pada
sisterna afektif nosireceptif. Dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan
suntikan zat neurolitik seperti fenol dan alkohol atau melalui pembuatan lesi
panas dengan arus bolak balik frekuensi tinggi (lesi RF atau lesi
radiofrekuen)

12

Tabel 2. Daftar ko analgetik.

13

Pendekatan Psikologis
Kurang lebih sepertiga pasien dengan kanker dilaporkan menderita
anxietas atau depresi yang membutuhkan penatalaksanaan psikiatrik.
Depresi jelas merupakan gejala psikiatri yang paling sering pada pasien
kanker. Depresi pada pasien kanker disebabkan oleh :
1. Stres yang berhubungan dengan diagnosis dan penatalaksanaan.
2. Pengobatan
3. Keadaan umum pasien
4. Berulangnya depresi.
Obat-obatan yang dapat menyebabkan depresi dalam hal ini adalah
glukokortikoid, narkotik, barbiturat dan antikonvulsan lain, beberapa zat
kemoterapi seperti vincristine, vinblastine, procabazine dan L-Asparaginase.
Terapi yang sering digunakan untuk depresi dapat berupa antidepresan,
psikostimulan, mood stabilizer, terapi elektrokonvulsif.
Anxietas atau kecemasan merupakan suatu reaksi normal terhadap stres
secara emosional menghadapi kanker yang diderita seseorang. Kanker dapat
memaksa seseorang berubah dalam peran sosial, mengganggu hubungan
interpersonal, gangguan tubuh dan perubahan penampilan selain itu seseorang
dihadapkan pada kematian atau umur yang terkesan kian memendek.
Benzodiazepin (lorazepam, alprazolam dan clonazepam) merupakan obat pilihan
utuk status anxietas akut.
Delirium biasa diakibatkan oleh keterlibatan tumor pada sistem saraf
pusat, dan efek tidak langsung dari sekuele toksik metabolik dari penyakit dan
pengobatan. Delirium ditandai oleh gangguan kesadaran, seringkali disertai oleh
gangguan kognitif global, abnormalitas mood, tingkah laku dan persepsi.
Prevalensi delirium pada pasien kanker sekitar 5% sampai 25% pada berbagai
penelitian. Beberapa zat antineoplastik dan imunoterapi dapat menyebabkan
delirium dan perubahan pada status mental. Penatalaksanaan delirium termasuk
identifikasi dan koreksi penyebabnya sambil mengobati gejala dan pemberian
terapi suportif.

14

Haloperidol dapat digunakan, dosis yang relatif rendah (1 - 3 mg/hari)


seringkali efektif untuk mengobati agitasi, halusinasi, paranoia, ketakutan dan
kebanyakan pasien kanker merespon terhadap kurang dari 20 mg dalam dosis
terbagi selama 24 jam.

MALNUTRISI PADA PASIEN KANKER


Pada pasien kanker, malnutrisi merupakan keadaan yang perlu mendapat
perhatian serius. Malnutrisi merupakan penyakit yang dapat menurunkan imunitas
tubuh dan menurunkan toleransi pasien terhadap sitostatika, radiasi, dan bedah.
Sebaliknya, pengobatan dengan sitostatika dan radiasi sering menimbulkan efek
samping anoreksia dan muntah, sehingga bila tidak ditanggulangi dengan baik
akan semakin memperburuk keadaan pasien. Selain mempengaruhi hasil
pengobatan, malnutrisi dan kakeksia tidak jarang menjadi penyebab kematian
pada pasien kanker.5
Penyebab kakeksia pada pasien kanker bersifat multifaktorial. Namun
secara garis besar penyebab kakeksia dibagi 3 kelompok, yaitu :
1. Konsumsi bahan nutrisi oleh kanker
Kanker merupakan parasit yang untuk pertumbuhannya mengambil sebagian
energi dari hospes. Karena karakteristik pertumbuhannya yang cepat dan tak
terkendali, massa tumor mengkonsumsi nutrisi dalam jumlah yang jauh lebih
banyak dari tubuh pasien sendiri.
2. Rendahnya nutrisi yang dikonsumsi
Rendahnya nutrisi yang dikonsumsi terutama berkaitan dengan anoreksia.
Pada pasien kanker sering terjadi gangguan pada saluran pencernaan, fungsi
pengecapan, penciuman, terganggunya pusat pengatur lapar di hipotalamus
karena keadaan demam, infeksi dan keadaan patologis lain termasuk
keganasan. Anoreksia akibat efek pengobatan adakalanya menimbulkan
masalah serius. Banyak obat sitostatika yang menimbulkan mual sampai
muntah, antara lain (dengan urutan potensial emetik) : sisplatin, decarbazin,
dactinomisin, siklofosfamid, carmustin, lomustin, doxorubisin, sitarabin,

15

procarazin, etoposid, mitomisin, metotrexat, fluorourasil, hidroksiurea,


bleomisin, vinblastin, vinkristin dan clorambusil.
3. Gangguan metabolisme akibat kanker
Berbagai penelitian melaporkan bahwa berbagai sitokin dan polipeptida yang
terbentuk pada tubuh pasien kanker berperan penting terhadap gangguan
metabolisme. Hal ini menyebabkan malnutrisi pada kanker mempunyai
karakter metabolik yang berbeda dengan malnutrisi akibat kelaparan. Knozz
dkk menemukan bahwa penurunan berat badan tetap terjadi walaupun
metabolisme basalnya normal, penelitian ini didukung oleh Fearon dkk yang
melaporkan bahwa metabolisme protein meningkat 50% pada pasien kanker
walaupun tidak ada perubahan pada pemakaian energi basal.
Berbagai laporan menunjukkan bahwa berbagai sitokin dan polipeptida
yang terbentuk dalam tubuh pasien kanker berperan penting terhadap gangguan
metabolisme yang terjadi, yaitu :
-

anoreksia

stimulasi metabolisme basal

stimulasi konsumsi glukosa

mobilisasi cadangan lemak dan cadangan protein

penurunan aktivitas enzim adiposite lipoprotein

peningkatan pelepasan asam amino otot

peningkatan aktivitas transportasi asam amino hepar.

DUKUNGAN NUTRISI PADA PENDERITA KANKER


Dukungan nutrisi dapat diberikan secara oral, enteral, parenteral atau
kombinasi ketiganya. Cara untuk mengatasi masalah makan peroral bisa diperoleh
dengan memakan makanan sedikit-sedikit tetapi sering, minum-minuman
berkalori tinggi, memakan suplemen kalori dan protein, diet lunak ataupun diet
cair.
Nutrisi parenteral total diberikan pada pasien dengan gangguan saluran
cerna akut atau kronik, dengan kata lain hanya boleh diberikan apabila saluran

16

cernanya tidak bekerja dengan baik. Cara ini selain mahal juga mempunyai efek
samping yang cukup berisiko (infeksi, trombosis, dll.). 6
Terapi medikamentosa seringkali dilakukan pada beberapa pasien namun
banyak perbedaan pendapat dan beberapa diantaranya justru tidak dianjurkan.
Terapi nutrisi lebih bermanfaat karena efek samping yang jauh lebih kecil.
Tujuan terapi diet pada pasien kanker pada umumnya untuk meningkatkan status
gizi dan untuk mempertahankan berat badan supaya proses penyembuhan lebih
baik. Terdapat beberapa kriteria yang dipakai sebagai landasan pengobatan nutrisi
suportif pada pasien kanker, antara lain :
1. Bila pasien tidak mampu mengkonsumsi 1000 kalori/hari
2. Bila terjadi penurunan berat badan lebih dari 10%
3. Kadar albumin serum kurang dari 3,5 g%
4. Kadar transferin serum menurun
5. Ada tanda-tanda penurunan daya tahan tubuh.

Penghitungan kebutuhan kalori didapat dengan menggunakan rumus Harris


Benedict, seperti di bawah ini :
Kebutuhan kalori total sehari = BEE x faktor stress x faktor aktivitas
Faktor stress untuk penyakit kanker : 1,1 - 1,45
Kebutuhan protein 1,2 - 1,5 g/kgbb/hari
Kebutuhan lemak 15 - 20% dari kebutuhan kalori

Pasien kanker masuk ke dalam kategori sedang, sedangkan pasien kanker


yang menjalani operasi dan radiasi/kemoterapi dalam waktu yang berdekatan
masuk dalam kategori berat. Kebutuhan vitamin, mineral dan trace element
tergantung dari umur, gender, berat atau ringan penyakit dan terapi yang dijalani.

17

DAFTAR PUSTAKA

1. R. Sjamsuhidayat & Wim de Jong. edisi revisi. Buku ajar Bedah.1997.p


181 203
2. Sukardja IDG. Onkologi klinik. Edisi 2. Airlangga University Press.
Surabaya.2004. hal. 267 - 277.
3. Abrahm JL. Speciallized care of the terminally ill. in De Vita V.T. Jr.
Hellman S, Rosenberg A.A.: Cancer principles and practice of oncology,
vol 1. 8th ed, Philladelphia. Lippincott Raven Publisher. 2008
4. Foley KM, Abernathy A. Management of cancer pain, in De Vita V.T. Jr.
Hellman S, Rosenberg A.A.: Cancer principles and practice of oncology,
vol 1. 8th ed, Philladelphia. Lippincott Raven Publisher. 2008
5. WHO.Cancer Pain Relief. 2nd Edition. Penerbit ITB 1996. p17 34
6. Laviano A, Meguid RA, Meguid MM. Nutrition support. in De Vita V.T.
Jr. Hellman S, Rosenberg A.A.: Cancer principles and practice of
oncology. vol 1. 8th ed, Philladelphia. Lippincott Raven Publisher. 2008

18

Anda mungkin juga menyukai