Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari
perawat selalu berinteraksi dengan pasien dan bahaya-bahaya di rumah sakit,
hal tersebut membuat perawat beresiko terkena Healthcare-associated
Infection (HAIs). HAIs merupakan infeksi yang terjadi selama dalam proses
asuhan keperawatan ataupun selama bekerja di rumah sakit atau di fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya (WHO, 2009).
Pekerjaan yang dilakukan perawat mempunyai potensi yang tinggi
dalam penyebaran infeksi, seperti pembersihan cairan tubuh,
injeksi/pengambilan darah, pemasangan kateter, perawatan luka dan lain-lain.
Apabila tindakan tersebut tidak dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan akan berpotensi menularkan penyakit infeksi, baik bagi pasien
(yang lain) atau bahkan pada petugas kesehatan (Nursalam, 2011; Akib et al,
2008).
Prevalensi HAIs di negara-negara berkembang berkisar antara 5,7-
19,1%, sementara di negara-negara berkembang berkisar antara 3,5-12%
(WHO, 2014). Sedangkan prevalensi kejadian HAIs di Indonesia sebesar
7,1% (Wikansari, Hestiningsih & Raharjo, 2012). Data International Labour
Organization (ILO) tahun 2012 mencatat angka Penyakit Akibat Kerja (PAK)
secara global menurut data WHO dari 35 juta pekerja kesehatan, 3 juta
terpajan patogen darah (2 juta terpajan virus HBV; 0,9 juta terpajan virus
HBC; dan 170,000 terpajan virus HIV/AIDS. Data di USA per tahun 5000 2
petugas kesehatan terinfeksi Hepatitis B, 47 positif HIV (KEMENKES,
2010). Selain itu, berdasarkan data yang dilaporkan WHO (2002), setiap
tahunnya diperkirakan sekitar 3 juta kasus tertusuk jarum atau perlukaan lain
oleh benda tajam yang terkontaminasi pada tenaga kesehatan diseluruh dunia.
Penggunaan APD merupakan bagian dari usaha perawat dalam
menciptakan lingkungan yang terhindar dari infeksi dan sebagai upaya
perlindungan diri serta pasien terhadap penularan penyakit (Potter & Perry,
2005). Penggunaan APD salah satu program Pengendalian dan Pencegahan
Infeksi (PPI) yang termasuk dalam kewaspadaan isolasi yang disusun oleh
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Kewaspadaan isolasi
dibagi menjadi pilar yaitu Kewaspadaan Standar (Standard/Universal
Precautions) dan kewaspadaan berdasarkan cara transmisi (Transmission
based Precautions. Kewaspadaan standar yaitu pencegahan dan pengendalian
infeksi diterapkan kepada semua pasien yang berprinsip bahwa darah dan
cairan tubuh pasien berpotensi menularkan penyakit. Sedangkan,
kewaspadaan berdasarkan transmisi merupakan tambahan untuk kewaspadaan
standar yaitu tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang dilakukan
setelah jenis infeksi sudah diketahui (Akib et al, 2008; Nursalam, 2007).
Kewaspadaan berdasarkan transmisi ini diterapkan kepada pasien
yang memang sudah terinfeksi kuman tertentu yang bisa ditransmisikan
melalui kontak, udara, dan droplet. Penggunaan APD akan disesuaikan
dengan transmisi yang mungkin terjadi, penggunaan APD yang tidak sesuai
dengan transmisi, kemungkinan dapat akan menyebabkan penyebaran infeksi
tersebut.
Misalnya saat pemeriksaan fisik yang tidak ada kontak dengan darah
atau cairan pasien menggunakan sarung tangan lalu perawat akan melakukan
tindakan kepada pasien lain, apabila perawat tidak mengganti sarung tangan
akan menyebakan perpindahan mikroorganisme dari pasien ke pasien lain dan
apabila perawat selalu mengganti sarung tangan setiap tindakan yang tidak
ada kemungkinan kontak dengan darah atau cairan pasien akan terjadi
pemborosan sarung tangan sedangkan kontaminasi yang mungkin terjadi
dapat dicegah dengan melakukan cuci tangan dengan benar (WHO, 2009).
B. Tujuan
Untuk mengetahui ketepatan dan kepatuhan penggunaan alat
pelindung diri perawat di Bangsal Ar-Royan RS PKU Muhammadiyah
Gamping. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui ketepatan penggunaan APD
perawat (sarung tangan, penutup kepala, Barak Scort) berdasarkan
kemungkinan transmisi.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Alat Pelindung Diri


Pelindung barrier, yang disebut secara umum disebut sebagai alat
pelindung diri (APD), telah digunakan selama bertahun-tahun untuk
melindungi pasien dari mikroorganisme yang ada pada petugas kesehatan.
Namun dengan munculya AIDS dengan Hepatitis C, serta meningkatkan
kembali Tuberkulosis di banyak Negara, pemakaian APD menjadi juga sangat
penting untuk melindungi petugas. Dengan munculnya infeksi baru seperti flu
burung, SARS dan infeksi lainnya (Emerging Infectious Diseases), pemakaian
APD yang tepat dan benar menjadi semakin penting.
Agar menjadi lebih efektif, APD harus digunakan secara benar.
Misalnya gaun dan duk lobang telah tebukti dapat mencegah infeksi luka bila
hanya dalam keadaan kering. Sedangkan dalam keadaan basah, kain beraksi
sebagai spons yang menarik dari kulit atau peralatan melalui bahan kain
sehingga dapat mengkontaminasi luka operasi. Sebagai konsekuensinya,
pengolahan Rumah Sakit, penyelia dan para petugas kesehatan harus
mengetahui tidak hanya kegunaan dan keterbatasan dari APD tertentu, tetapi
peran APD sesungguhnya dalam mencegah penyakit infeksi sehingga dapat
digunakan secara efektif dan efisien.
Alat pelindung diri mencakup sarung tangan, masker, alat pelindung
mata (pelindung wajah dan kaca mata), topi, gaun apron dan pelindung lainnya.
Di banyak Negara lain, topi, masker, gaun dan duk sering terbuat dari kain atau
kertas, namun pelindung yang paling baik adalah yang terbuat dari bahan yang
telah diolah atau bahan sinetik yang tidak tembus air atau cairan lain
(darah atau cairan tubuh). Bahan yang tahan air ini tidak banyak
tersedia karena harganya yang mahal. Di banyak Negara, kain katun ringan
(dengan jumlah benang 140/inci2) adalah bahan yang paling umum digunakan
untuk pamakaian bedah (masket, topi dan gaun) serta duk. Sayangnya, katun
yang ringan tersebut tidak merupakan penghalang yang efektif, karena cairan
dapat tembus dengan mudah sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi.
Denim, kanvas dan bahan berat lainnya, disisi lain, terlalu tebal untuk ditembus
oleh uap pada waktu pengukusan sehingga tidak dapat di sterilkan, sulit dicuci
dan memerlukan waktu yang terlalu lama untuk kering. Sebaliknya bahan kain
yang digunakan berwarna putih atau terang kotoran dan kotaminasi dapat
terlihat dengan mudah. Topi atau masker yang terbuat dari kertas tidak boleh
digunakan ulang karena tidak ada cara untuk membersihkannya dengan baik.
Jika tidak dapat dicuci jangan digunakan lagi. (Depertemen Kesehatan, 2009).

B. Pedoman umum alat pelindung diri


1) Tangan harus selalu bersih walaupun mengunakan APD.
2) Lepas atau ganti bila perlu segala perlengkapan APD yang dapat digunakan
kembali yang sudah rusak atau sobek segera setalah anda mengetahui APD
tersebut tidak berfugsi optimal.
3) Lepaskan semua APD sesegera mungkin setelah selesai memberikan
pelayanan dan hindari kontaminasi : lingkungan di luar ruang isolasi, para
pasien atau pekerja lain, dan diri anda sendiri.
4) Buang semua perlengkapan APD dengan hati-hati dan segera bersihkan
tangan.
a) Perkiraan resiko terpajan cairan tubuh atau area terkontaminasi sebelum
melakukan kegiatan perawatan kesehatan.
b) Pilih APD sesuai dengan perkiraan resiko terjadinya pajanan.
c) Menyediakan sarana APD bila emergensi dibutuhkan untuk dipakai
(Depertemen Kesehatan, 2009).

C. Jenis-jenis alat pelindung diri


1) Sarung tangan : melindungi tangan dari bahan yang dapat menularakan
penyakit dan melindungi pasien dari mikroorganisme yan berada ditangan
petugas kesehatan. Sarung tangan merupakan penghalang (barrier) fisik
paling penting untuk mencegah penyebaran infeksi. Sarung tangan harus
diganti antara setiap kontak dengan satu pasien dengan pasien lainnya,
untuk menghidari kontaminasi silang.
Tujuan
1. Mengurangi resiko petugas terkena infeksi bakterial dari klien
2. Mencegah penularan flora kulit petugas pada klien
3. Mengurangi kontaminasi tangan petugas dengan mikroorganisme yang
dapat berpindah dari klien satu ke klien yang lainnya

Persiapan alat
1. Handscon steril (bila digunakan untuk prosedur steril)
2. Wastafel/air mengalir untuk cuci tangan
3. Handuk bersih
4. Sabun
5. Bedak untuk ditaburkan ke tangan
6. Bengkok (tempat barang barang kotor)
7. Korentang
8. Tromol

Prosedur
1. Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan
2. Lepaskan cincin, jam tangan dan gelang
3. Cuci tangan sesuai prosedur cuci tangan
4. Keringkan tangan hingga betul-betul kering
5. Taburkan bedak ke tangan (apabila diperlukan sebelum memasang
handscon)
6. Pemasangan handscoon steril
a. Buka pembungkus kemasan bagian luar dengan hati-hati
menyibakkannya ke samping
b. Pegang kemasan bagian dalam dan taruh pada permukaan datar
yang bersih tepat diatas ketinggian pergelangan tangan.
c. Buka kemasan, pertahankan sarung tangan pada permukaan dalam
pembungkus.
d. Identifikasi sarung tangan kanan dan kiri.
e. Pegang tepi sarung tangan dan masukkan jari tangan yang sesuai,
pastikan ibu jari dan jari-jari lain tepat pada posisinya (sentuh
hanya pada permukaan dalam sarung tangan).
f. Tarik handscoon, lebarkan manset, pastikan manset tidak
menggulung pada tangan
g. Ulangi pada tangan kiri
7. Pemasangan handscoon steril di dalam tromol
a. Buka tutup tromol dengan meletakkan tutup disamping tromol
dalam keadaan menghadap ke atas.
b. Ambil handscoon pada tromol menggunakan korentang dan ambil
tepi sarung tangan
c. Pegang tepi handscoon dan masukkan jari tangan yang sesuai,
pastikan ibu jari dan jari-jari lain tepat pada posisinya
d. Kembalikan korentang ke tempatnya menggunakan tangan yang
belum mengenakan handscoon
h. Pegang tepi sarung tangan (menggunakan tangan yang sudah
mengenakan handscoon) dan masukkan jari tangan yang sesuai,
pastikan ibu jari dan jari-jari lain tepat pada posisinya (sentuh
hanya pada permukaan dalam handscoon).
8. Setelah terpasang, kedua tangan saling ditelungkupkan
9. Melepas handscoon
a. Dengan menggunakan tangan yang dominan, ambil ujung
handscone dan lepaskan dengan cara menarik handscoon hingga
terlepas dari tangan.
b. Genggam handscone yang telah terlepas menggunakan tangan
yang masih mengenakan handscoon.
c. Pegang dan tarik bagian dalam handscoon menggunakan tangan
yang tidak mengenakan handscoon hingga terlepas.
d. Letakkan handscoon pada bengkok / tempat sampah
e. Cuci tangan kembali sesuai prosedur cuci tangan (menggunakan
air mengalir)

2) Masker : harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah
dagu, dan rambut pada wajah (jenggot). Masker digunakan untuk menahan
cipratan yang sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara,
batuk atau bersin serta untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh
lainnya memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan. Bila masker tidak
terbuat dari bahan yang tahan dari cairan, maka masker tersebut tidak
efektif untuk mencegah kedua hal tersebut.
3) Alat pelindung mata : melindungi petugas dari percikan darah atau cairan
tubuh lainnya dengan cara melindungi mata. Pelindung mata mencakup
kacamata (goggles) plastik bening, kacamata pengaman, pelindung wajah
dan visor. Kacamata koreksi atau kacamata dengan lensa polos juga dapat
digunakan, tetapi hanya jika ditambahkan pelindung pada bagian sisi mata.
Petugas kesehatan harus menggunakan masker dan pelindung mata atau
pelindung wajah, jika melakukan tugas yang memungkinkan adanya
percikan cairan secara tidak sengaja kearah wajah. Bila tidak tersedia
pelindung wajah, petugas kesehatan dapat menggunakan
kacamata pelindung atau kacamata biasa serta masker.
4) Topi : digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan
kulit dan rambut tidak masuk kedalam luka selama pembedahan. Topi harus
cukup besar untuk menutup semua rambut. Meski pun topi dapat
memberikan sejumlah perlindungan pada pasien, tetapi tujuan utamanya
adalah untuk melindungi pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang
terpercik atau menyemprot.
5) Gaun pelindung : digunakan untuk menutupi atau mengganti pakai biasa
atau seragam lain, pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai
menderita penyakit menular melalui droplet/airbone. Pemakain gaun
pelindung terutama adalah untuk melindungi baju dan kulit petugas
kesehatan dari sekresi respirasi. Ketika merawat pasien yang diketahui atau
dicurigai menderita penyakit menular tersebut, petugas kesehatan harus
menggunakan gaun pelindung setiap masuk ruangan untuk merawat pasien
karena ada kemungkinan percikan atau semprotan darah cairan
tubuh, sekresi atau eksresi. Pangkal sarung tangan harus menutupi ujung
lengan gaun sepenuhnya. Lepaskan gaun sebelum meninggalkan area
pasien. Setelah gaun dilepas pastikan bahwa pakaian dan kulit tidak kontak
dengan bagian potensial tercemar, lalu cuci tangan segera untuk
berpindahnya organisme.
6) Kontaminasi pada pakaian yang dipakai saat bekerja dapat diturunkan 20-
100 kali dengan memakai gaun pelindung. Perawat yang menggunakan
apron plastik saat merawat pasien bedah abdomen dapat menurunkan
transmisi S. Aureus 30 kali dibandingkan dengan perawat yang memakai
baju seragam dan ganti tiap hari.
7) Apron : yang terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan
air untuk sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petuagas
kesehatan harus mengunakan apron dibawah gaun penutup ketika
melakukan perawatan langsung pada pasien, membersihkan pasien, atau
melakukan prosedur dimana ada resiko tumpahan darah, cairan tubuh atau
sekresi. Hal ini sangat penting bila gaun pelindung tidak tahan air apron
akan mencegah cairan tubuh pasien mengenai baju dan kulit petugas
kesehatan.
8) Pelindung kaki : digunakan untuk melindung kaki dari cedera akibat benda
tajam atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak segaja ke atas kaki.
Oleh karena itu, sadal, sandal jepit atau sepatu yang terbuat dari bahan
lunak (kain) tidak boleh dikenakan. Sepatu boot karet atau sepatu kulit
tertutup memberikan lebih banyak perlindungan, tetapi harus dijaga tetap
bersih dan bebas kontaminasi darah atau tumpahan cairan tubuh lain.
Penutup sepatu tidak diperlukan jika sepatu bersih. Sepatu yang tahan
terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia di kamar bedah, sebuah
penelitian menyatakan bahwa penutup sepatu dari kain atau kertas dapat
meningkatkan kontaminasi karena memungkinkan darah merembes melalui
sepatu dan sering kali digunakan sampai diruang operasi. Kemudian di
lepas tanpa sarung tangan sehingga terjadi pencemaran (Summers at al.
1992).

D. Faktor Faktor Penting Yang Harus Diperhatikan Pada Pemakaian Alat


Pelindung Diri
1) Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum
memasuki ruangan.
2) Gunakan dengan hati-hati jangan menyebarkan kontaminasi.
3) Lepas dan buang secara hati-hati jangan menyebarkan kontaminasi.
4) Lepas danbuang secara hati-hati ketempat limbah infeksius yang telah
disediakan di ruangan ganti khusus. Lepas masker di luar ruangan.
5) Segera lakukan pembersihan tangan dengan langkah-langkah
membersihkan tangan sesuai pedoman.

Tabel 2.1 Pemilihan Alat Pelindung Diri

Pilihan Alat
Jenis Pajanan Contoh
Pelindung Diri
Resiko Redah :
Kontak dengan Kulit Injeksi Sarung tangan
Tidak terpajan darah Perawatan luka ringan esensial
langsung
Resiko Sedang :
Kemungkinana terpajan Pemeriksaan pelvis Sarung tangan
darah namun tidak ada Insersi IUD Mungkin perlu
cipratan Melepas IUD gaun pelindung atau
Pemasangan kateter intra Celemek
vena
Penanganan spesimen
laboratorium
Perawatan luka berat
Ceceran darah

Resiko Tinggi :
Kemungkinan terpajan Tidakan bedah mayor Sarung tangan
darah dan kemungkinan Bedah mulut Celemek
terciprat Persalinan pervagina Kacamata
Perdarahan massif pelindung
Masker

Sumber : Depertemen Kesehatan, 2009


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Alat Pelindung Diri (APD) merupakan seperangkat alat yang digunakan
oleh tenaga kerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya terhadap
kemungkinan adanya potensi bahaya kecelakaan kerja pada area kerja. Klien
yang berada dalam lingkungan perawatan kesehatan dapat beresiko tinggi
mendapatkan infeksi. Infeksi nosokomial diakibatkan oleh pemberian layanan
kesehatan dalam fasilitas perawatan kesehatan. Infeksi entrogen adalah jenis
infeksi nosokomial yang di akibatkan oleh prosedur diagnostik atau terapeutik
(Potter dan Perry., 2005). Untuk melakukan tindakan pencegahan dan
pengendalian infeksi perlu mengetahui rantai penularan. Apabila satu mata
rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan.
Identifikasi faktor resiko pada penjamu dan pengendalian terhadap
infeksi tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya infeksi (HAIs), baik pada
pasien ataupun pada petugas kesehatan. (Depertemen Kesehatan, 2009). Alat
pelindung diri mencakup sarung tangan, masker, alat pelindung mata
(pelindung wajah dan kaca mata), topi, gaun apron dan pelindung lainnya.
Selain itu, perawat harus mengerti tentang pedoman umum alat pelindung diri
dan faktor faktor penting yang harus diperhatikan pada pemakaian alat
pelindung diri untuk mencegah infeksi nasokomial di rumah sakit. Pedoman
umum alat pelindung diri :
1) Tangan harus selalu bersih walaupun mengunakan APD.
2) Lepas atau ganti bila perlu segala perlengkapan APD yang dapat digunakan
kembali yang sudah rusak atau sobek segera setalah anda mengetahui APD
tersebut tidak berfugsi optimal.
3) Lepaskan semua APD sesegera mungkin setelah selesai memberikan
pelayanan dan hindari kontaminasi : lingkungan di luar ruang isolasi, para
pasien atau pekerja lain, dan diri anda sendiri.
4) Buang semua perlengkapan APD dengan hati-hati dan segera bersihkan
tangan.
a) Perkiraan resiko terpajan cairan tubuh atau area terkontaminasi sebelum
melakukan kegiatan perawatan kesehatan.
b) Pilih APD sesuai dengan perkiraan resiko terjadinya pajanan.
c) Menyediakan sarana APD bila emergensi dibutuhkan untuk dipakai
(Depertemen Kesehatan, 2009).

Faktor Faktor Penting Yang Harus Diperhatikan Pada Pemakaian


Alat Pelindung Diri
1) Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum
memasuki ruangan.
2) Gunakan dengan hati-hati jangan menyebarkan kontaminasi.
3) Lepas dan buang secara hati-hati jangan menyebarkan kontaminasi
4) Lepas danbuang secara hati-hati ketempat limbah infeksius yang telah
disediakan di ruangan ganti khusus. Lepas masker di luar ruangan.
5) Segera lakukan pembersihan tangan dengan langkah-langkah
membersihkan tangan sesuai pedoman.

Anda mungkin juga menyukai