Anda di halaman 1dari 42

RUMAH SAKIT ASTRINI

Jalan Brig. Jend. Katamso, Kaliancar, Selogiri


Telp. (0273) 322864, Fax. (0273) 5328948
WONOGIRI

SURAT KEPUTUSAN
RUMAH SAKIT ASTRINI WONOGIRI
Nomor : :
Tentang

KOMITE PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


RUMAH SAKIT ASTRINI WONOGIRI

Direktur Rumah Sakit ASTRINI dengan senantiasa memohon bimbingan, lindungan dan
ridhlo Allah SWT :

MENIMBANG 1. Bahwa rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang
: memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, memiliki peran
yang penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
2. Bahwa pada akhir-akhir ini banyak berbagai macam penyakit baik
emgerging, new emerging maupun re-emerging disease yang
memerlukan pencegahan dan pengendalian baik secara kualitas maupun
kuantitas.
3. Bahwa dalam rangka mendukung pelaksanaan pelayanan kesehatan
yang bermutu dan profesionalisme khususnya pencegahan dan
pengendalian infeksi di rumah sakit, maka perlu dibentuk Komite
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit ASTRINI

MENGINGAT 1. Undang undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


: 2. Undang undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
3. Undang undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perlindungan
Konsumen
4. Undang undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
159b/Menkes/Per/II/1998 Tentang Rumah Sakit.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1333/Menkes/SK/XII/1998 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit

MEMUTUSKAN :

MENETAPKAN :

0
KESATU Membentuk Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
ASTRINI dengan susunan terlampir.
KEDUA Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (KPPI) bertugas membantu
Direksi Rumah Sakit ASTRINI untuk :
2.1 Membuat dan mengevaluasi kebijakan Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi (PPI)
2.2 Melaksanakan sosialisasi kebijakan Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi Rumah Sakit (KPPIRS), agar kebijakan dapat di pahami dan
dilaksanakan oleh petugas kesehatan rumah sakit
2.3 Membuat Standar Operating Prosedure (SOP) Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI)
2.4 Menyusun dan mengevaluasi pelaksanaan program Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI) dan program pelatihan dan pendidikan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
2.5 Bekerjasama dengan tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
dalam melakukan investigasi masalah kejadian luar biasa infeksi
nosokomial
2.6 Memberikan usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan cara
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
2.7 Memberikan konsultasi pada petugas kesehatan rumah sakit dan
fasilitas pelayanan kesehatan lain dalam Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI)
2.8 Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) dan aman bagi yang
menggunakan
2.9 Mengidentifikasi temuan di lapangan dan mengusulkan pelatihan
untuk meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM)
rumah sakit dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
2.10 Melakukan pertemuan berkala, termasuk evaluasi kebijakan
2.11 Menerima laporan dari tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(PPI) dan membuat laporan kepada Direktur
2.12 Berkoordinasi dengan unit terkait lain
2.13 Memberikan usulan kepada Direktur untuk pemakaian antibiotika
yang rasional di rumah sakit berdasarkan hasil pentauan kuman dan
resistensinya terhadap antibiotika dan menyebarluaskan data
resistensi antibiotika
2.14 Menyusun kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja (K3)
2.15 Turut menyusun kebijakan clinical governance dan patient safety.
2.16 Mengembangkan, mengimplementasikan dan secara periodic
mengkaji kembali rencana manajemen Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi (PPI) apakah telah sesuai kebijakan manajemen rumah sakit
2.17 Memberikan masukan yang menyangkut konstruksi bangunan dan
pengaadaan alat dan bahan kesehatan, renovasi ruangan, cara
pemrosesan alat, penyimpanan alat dan linen sesuai dengan prinsip
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
2.18 Menentukan sikap penutupan ruangan rawat bila diperlukan karena
potensial menyeberkan infeksi

1
2.19 Melakukan pengawasan terhadap tindakan-tindakan yang
menyimpang dari standar prosedur / monitoring surveilans proses
2.20 Melakukan investigasi, menetapkan dan melaksanakan
penanggulangan infeksi bila ada kejadian luar biasa di rumah sakit
dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

KEEMPAT Surat Keputusan ini berlaku selama 3 (tiga) tahun sejak tanggal diterbitkan
dan akan dilakukan evaluasi minimal 1 (satu) tahun sekali.

KELIMA Apabila hasil evaluasi mensyaratkan adanya perubahan dan perbaikan,


maka akan dilakukan perubahan dan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Wonogiri
Pada tanggal :

RS ASTRINI WONOGIRI

Dr.Pajar Sigit Nugroho

Direktur Utama

Tembusan Yth :
1. Ketua Komite Medik
2. Yang bersangkutan
3. Arsip

2
Lampiran 1

Susunan Anggota Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi


Ketua / IPCO : dr. Nurdiana Dwiarti

Sekretaris / IPCN : Sri Suharni, Amk


Anggota : dr. Suryanto,SpA
dr. Dika Ambar Kusuma
Yus Sita Resmi, S.Si, Apt
Bramuda Hermawan,Amd.Rad
Laseha , Amd
Iis Susana,Amd
Tulus
Yeni Prabandari , Amd.Ot
Trimarwanto
Akko Sarwanto
Didik

Susunan Infection Prevention Control Link Nurse


(IPCLN)
1. Yowan Andriyani , Amd.Kep (Peristi & HCU)
2. Lilis Rohani,Amd.Kep. (Arjuna )
3. Desyana Indriati ,Amd.Kep. ( OK )
4. Maya Puspitasari,Amd.Kep ( Bima )
5. Dewi Hastuti , Amd.Kep ( Punta Dewa )
6. Bekti Iriyanti , Amd.Kep ( IGD )
7. Fitri Indriyati , Amd.Keb (VK )
8. Andri Ratnasari, Amd.Keb ( Ponek )
9. M.Ary Rakasiwi, Amd.Kep ( Poliklinik )

3
PEDOMAN PELAYANAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

Jalan Brig. Jend. Katamso, Kaliancar, Selogiri


Telp. (0273) 322864, Fax. (0273) 5328948
WONOGIRI

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi sangat penting untuk dilaksanakan di
Rumah Sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan, disamping sebagai tolak ukur mutu
pelayanan juga untuk melindungi pesien, petugas Rumah Sakit, pengunjung dan
keluarganya pesien dari resiko tertularnya infeksi karena dirawat, bertugas atau
berkunjung di Rumah Sakit.
Rumah Sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang saat ini makin
berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di lain pihak
rumah sakit dihadapi tantangan yang semakin besar. Rumah Sakit dituntut agar dapat
memberikan pelayan kesehatan yang bermutu, akuntabel dan transparan kepada
masyarakat, khususnya bagi jaminan keselamatan pasien.
Untuk hal tersebut Rumah Sakit perlu ditingkatkan pelayanan khususnya dalam
pencegahan dan pengendalian infeksi. Bukan saja untuk para petugas tetapi juga pasien,
keluarga pasien dan lingkungan Rumah Sakit.
Dengan demikian pelayanan kesehatan di Rumah Sakit akan menjadi lebih
profesional, akuntabel dan transparan menuju pelayanan kesehatan yang prima. Dan
diharapkan dapat mengenal cara penularan infeksi yang ditemui petugas sehingga petugas
dapt mencegah dan mengendalikan infeksi dengan baik.

B. Tujuan Pedoman
Adapun tujuan dari Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
ASTRINI adalah :
1. Dapat digunakan dalam rangka meningkatkan layanan Rumah Sakit, meliputi kualitas
pelayanan, manajemen resiko, serta kesehatan dan keselamatan kerja.
2. Menjadi pedoman dalam pelayanan Pencegahan dan Pengendalian di Rumah Sakit
agar sesuai dengan prosedur dengan sumber daya terbatas dapat menerapkannya
sehingga dapat melindungi tenaga kesehatan dan masyarakat dari penularan penyakit
yang mungkin timbul.

5
C. Ruang Lingkup Pelayanan
Pedoman ini memberi panduan bagi petugas di Rumah Sakit dan fasilitas lainnya
dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi pada pelayanan terhadap
semua pasien, pengunjung, petugas dan keluarga pasien.

D. Batasan Operasional
1. Beberapa Batasan / Definisi
a. Kolonisasi : merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi,
dimana organisme tersebut hidup, tumbuh dan berkembang biak, tetapi tanpa
disertai adanya respon imun atau gejala klinik. Pada kolonisasi, tubuh pejamu
tidak dalam keadaan suseptibel. Pasien atau petugas kesehatan bisa mengalami
kolonisasi dengan kuman patogen tanpa menderita sakit, tetapi dapat menularkan
kuman tersebut ke orang lain. Pasien atau petugas kesehatan tersebut dapat
bertindak sebagai Carrier.
b. Infeksi : merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi
(organisme), dimana terdapat respon imun, tetapi tidak disertai gejala klinik.
c. Penyakit infeksi : merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen
infeksi (organisme) yang disertai adanya respon imun dan gejala klinik
d. Penyakit menular atau infeksius : adalah penyakit (infeksi) tertentu yang dapat
berpindah dari satu orang ke orang lain, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
e. Inflamasi (radang atau perdangan lokal) : merupakan bentuk respon tubuh
terhadap suatu agen (tidak hanya infeksi, dapat berupa trauma, pembedahan atau
luka bakar),yang ditandai dengan adanya sakit/nyeri (dolor), panas (calor),
kemerahan (rubor),pembengkakan (tumor) dan gangguan fungsi.
f. Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) : sekumpulan gejala klinik
atau kelainan laboratorium yang merupakan respon tubuh (inflamasi) yang bersifat
sistemik. Kriteria SIRS bila ditemukan 2 atau lebih dari keadaan berikut : (1)
hipertermi atau hipotermi atau suhu tubuh yang tidak stabil, (2) takikardi (sesuai
usia), (3) takipnoe(sesuai usia), serta (4) leukositosis atau leukopenia (sesuai usia)
atau pada hitung jenis leukosit jumlah sel muda (batang) lebih dari 10%. SIRS
dapat disebabkan karena infeksi atau non-infeksi seperti trauma, pembedahan, luka

6
bakar, pankreatitis atau gangguan metabolik. SIRS yang disebabkan infeksi
disebut Sepsis.
g. Healthcare-associated infections (HAIs) : An infection occurring in a patient
during the process of care in a hospital or other healthcare facility which was
not present or incubating at the time of admission. This includes infections
acquired in the hospital but appearing after discharge, and also occupational
infections among staff of the facility. ( PERDALIN 2008 )

2. Rantai Penularan
Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu mengetahui
rantai penularan. Apabila satu mata rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat
dicegah atau dihentikan. Komponen yang diperlukan sehingga terjadi penularan
tersebut adalah:
a. Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan
infeksi. Pada manusia, agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur
dan parasit. Ada tiga faktor pada agen penyebab yang mempengaruhi terjadinya
infeksi yaitu : patogenitas, virulensi dan jumlah (dosis, atau load).
b. Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak
dan siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang paling umum adalah manusia,
binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan organik lainnya. Pada
orang sehat, permukaan kulit, selaput lendir saluran napas atas, usus dan vagina
merupakan reservoir yang umum.
c. Pintu keluar (portal of exit) adalah jalan darimana agen infeksi meninggalkan
reservoir. Pintu keluar meliputi saluran pernapasan, pencernaan, saluran kemih dan
kelamin, kulit dan membrana mukosa, transplasenta dan darah serta cairan tubuh
lain.

E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen (Lembaran
Negara Nomor 42 Tahun 1999)
3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran (Lembaran
Negara Nomor 4431 Tahun 2004)

7
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 159b/Menkes/Per/II/1988
tentang Rumah Sakit
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 986/Menkes/Per/XI/1992
tentang persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/2005 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Departemen Kesehatan

8
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

Kualifikasi Nama Jumlah


Dokter/ IPCO 1. Dr.Nurdiana Dwiarti 1 Orang

Perawat IPCN 1. Sri Suharni, Amd.Kep 1 Orang

Perawat IPCLN 1. YowanAndriyan.Amd.Kep (Peristi&HCU) 9 Orang


2. Lilis Rohani,Amd.Kep. (Arjuna )
3. Desyana Indriati ,Amd.Kep. ( OK )
4. Maya Puspitasari,Amd.Kep ( Bima )
5. Dewi Hastuti , Amd.Kep ( Punta Dewa )
6. Bekti Iriyanti , Amd.Kep ( IGD )
7. Fitri Indriyati , Amd.Keb (VK )
8. Andri Ratnasari, Amd.Keb ( Ponek )
9. M.Ary Rakasiwi, Amd.Kep ( Poliklinik )

B. Distribusi Ketenagaan
Rumah Sakit ASTRINI di handle oleh 1 IPCN dengan perbandingan 1 : 55 bed. Dengan
susunan anggota Komite PPI yaitu :
Ketua KPPI : 1 Orang
IPCN : 1 Orang
IPCLN : 9 Orang

9
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang
Denah gedung baru

B. Standar Fasilitas
Daftar Inventaris Peralatan di Komite PPI

No Nama Alat Jumlah Keterangan


1 Lemari kayu 2 pintu 2 buah
1 untuk computer, 2 meja
2 Meja Kerja 3 buah
kerja
3 Meja Computer 1 buah Kayu
4 Kursi Lipat 5 buah Chitose
5 Komputer 1 set Compac
6 Printer LQ-1050+ 1 buah EPSON L 100
7 Jam Dinding 1 buah Classy
Kebersihan & Rumah
Tangga
1 Pel Lantai 1 buah
2 Dispenser 1 buah Miyako
ATK Jumlah Keterangan
1 Filling cabinet 1 set Lion Star 4 laci
2 Tempat Isolasi 1 buah
3 Perfurator 1 buah
4 Kalkulator 1 buah
5 Steples / Hecter 1 buah
6 Rautan 1 buah
7 Stempel 1 buah
8 Cutter 1 buah
9 Gunting 1 buah
10 Penggaris plastik 1 buah

10
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi


Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas pejamu, agen
infeksi (patogenitas, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi faktor risiko pada
pejamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya
infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan.

Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari :


a. Peningkatan daya tahan pejamu. Daya tahan pejamu dapat meningkat dengan
pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi Hepatitis B), atau pemberian imunisasi
pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat
akan meningkatkan daya tahan tubuh.
b. Inaktivasi agen penyebab infeksi. Inaktivasi agen infeksi dapat dilakukan dengan
metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah pemanasan (Pasteurisasi atau
Sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air,
disinfeksi
c. Memutus rantai penularan. Hal ini merupakan cara yang paling mudah untuk
mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya sangat bergantung kepada ketaatan
petugas dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan. Tindakan pencegahan ini
telah disusun dalam suatu Isolation Precautions (Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri
dari dua pilar/tingkatan yaitu Standard Precautions (Kewaspadaan standar) dan
Transmissionbased Precautions (Kewaspadaan berdasarkan cara penularan). Prinsip
dan komponen apa saja dari kewaspadaan standar akan dibahas pada bab berikutnya.
d. Tindakan pencegahan paska pajanan (Post Exposure Prophylaxis / PEP)
terhadap petugas kesehatan. Hal ini terutama berkaitan dengan pencegahan agen
infeksi yang ditularkan melalui darah dan cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi
karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu
mendapat perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C dan HIV. Untuk lebih jelasnya akan
dibahas pada bab selanjutnya.

11
Kewaspadaan Standar untuk pelayanan semua pasien.
1. Kebersihan tangan/Hand hygiene
2. Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle (kaca mata pelindung), face
shield (pelindung wajah), gaun (apron)
3. Peralatan perawatan pasien
4. Pengendalian lingkungan
5. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
6. Kesehatan karyawan / Perlindungan petugas kesehatan
7. Penempatan pasien
8. Hygiene respirasi/Etika batuk
9. Praktek menyuntik yang aman
10. Praktek untuk lumbal punksi

1. Kebersihan Hindari menyentuh permukaan disekitar pasien


agar tangan terhindar kontaminasi patogen dari
tangan / Hand
dan ke permukaan.
hygiene Bila tangan tampak kotor, mengandung bahan
berprotein, cairan tubuh, cuci tangan dengan sabun
biasa/antimikroba dengan air mengalir.
Bila tangan tidak tampak kotor, dekontaminasi
dengan alkohol handrub
Sebelum kontak langsung dengan pasien

2. Alat Pelindung Diri Pakai bila mungkin terkontaminasi darah, cairan


tubuh, sekresi, ekskresi dan bahan terkontaminasi,
(APD) : sarung
mukus membran dan kulit yang tidak utuh, kulit
tangan, masker, utuh yang potensial terkontaminasi
goggle (kaca mata Pakai sesuai ukuran tangan dan jenis tindakan
Pakai sarung tangan sekali pakai saat merawat
pelindung), face pasien langsung
shield (pelindung Pakai sarung tangan sekali pakai atau pakai ulang
untuk membersihkan lingkungan
wajah), gaun Lepaskan sarung tangan segera setelah selesai,
sebelum menyentuh benda dan permukaan yang
tidak terkontaminasi ,atau sebelum beralih ke
pasien lain
Pakai bila mungkin terkontaminasi darah, cairan
tubuh, sekresi, ekskresi dan bahan terkontaminasi,
mukus membran dan kulit yang tidak utuh, kulit
utuh yang potensial terkontaminasi
Pakai sesuai ukuran tangan dan jenis tindakan

12
Pakai sarung tangan sekali pakai saat merawat
pasien langsung
Pakai sarung tangan sekali pakai atau pakai ulang
untuk membersihkan lingkungan
Lepaskan sarung tangan segera setelah selesai,
sebelum menyentuh benda dan permukaan yang
tidak terkontaminasi, sebelum beralih ke pasien
lain
Jangan memakai sarung tangan 1 pasang untuk
pasien yang berbeda
Gantilah sarung tangan bila tangan berpindah dari
area tubuh terkontaminasi ke area bersih
Cuci tangan segera setelah melepas sarung tangan
Pakailah untuk melindungi konjungtiva, mukus
membran mata, hidung, mulut selama
melaksanakan prosedur dan aktifitas perawatan
pasien yang berisiko terjadi cipratan/semprotan
dari darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi
Pilih sesuai tindakan yang akan dikerjakan
Masker bedah dapat dipakai secara umum untuk
petugas RS untuk mencegah transmisi melalui
partikel besar dari droplet saat kontak erat (<1 m)
dari pasien saat batuk/bersin.
Pakailah selama tindakan yang menimbulkan
aerosol walaupun pada pasien tidak diduga infeksi
Kenakan gaun ( bersih, tidak steril ) untuk
melindungi kulit, mencegah baju menjadi kotor,
kulit terkontaminasi selama prosedur/merawat
pasien yang memungkinkan terjadinya
percikan/semprotan cairan tubuh pasien yang
memungkinkan terjadinya percikan/semprotan
cairan tubuh pasien
Pilihlah yang sesuai antara bahan gaun dan
tindakan yang akan dikerjakan dan perkiraan
jumlah cairan yang mungkin akan dihadapi. Bila
gaun tembus cairan, perlu dilapisi apron tahan
cairan mengantisipasi semprotan/cipratan cairan
infeksius.
Lepaskan gaun segera dan cucilah tangan untuk
mencegah transmisi mikroba ke pasien lain
ataupun ke lingkungan
Kenakan saat merawat pasien infeksi yang secara
epidemiologik penting, lepaskan saat akan keluar
ruang pasien
Jangan memakai gaun pakai ulang walaupun
untuk pasien yang sama
Bukan indikasi pemakaian rutin masuk ke ruang

13
risiko tinggi seperti ICU, NICU

3. Peralatan Buat aturan dan prosedur untuk menampung,


transportasi, peralatan yang mungkin
perawatan pasien
terkontaminasi darah atau cairan tubuh
Lepaskan bahan organik dari peralatan kritikal,
semi kritikal dengan bahan pembersih sesuai
dengan sebelum di DTT atau sterilisasi
Tangani peralatan pasien yang terkena darah,
cairan tubuh, sekresi, ekskresi dengan benar
sehingga kulit dan mukus membran terlindungi,
cegah baju terkontaminasi, cegah transfer mikroba
ke pasien lain dan lingkungan. Pastikan peralatan
yang telah dipakai untuk pasien infeksius telah
dibersihkan dan tidak dipakai untuk pasien lain.
Pastikan peralatan sekali pakai dibuang dan
dihancurkan melalui cara yang benar dan peralatan
pakai ulang diproses dengan benar
Peralatan nonkritikal terkontaminasi didisinfeksi
setelah dipakai. Peralatan semikritikal
didisinfeksin atau disterilisasi. Peralatan kritikal
harus didisinfeksi kemudian disterilkan
Peralatan makan pasien dibersihkan dengan air
panas dan detergen
Bila tidak tampak kotor, lap permukaan peralatan
yang besar (USG, X ray) setelah keluar ruangan
isolasi
Bersihkan dan disinfeksi yang benar peralatan
terapi pernapasan terutama setelah dipakai pasien
infeksi saluran napas, dapat dipakai Na hipoklorit
0,05%
Alat makan dicuci dalam alat pencuci otomatik
atau manual dengan detergen tiap setelah makan.
Benda disposable dibuang ketempat sampah
4. Pengendalian Pastikan bahwa rumah sakit membuat dan
melaksanakan prosedur rutin untuk pembersihan,
lingkungan
disinfeksi permukaan lingkungan, tempat tidur,
peralatan disamping tempat tidur dan
pinggirannya, permukaan yang sering tersentuh
dan pastikan kegiatan ini dimonitor
RS harus mempunyai disinfektan standar untuk
menghalau patogen dan menurunkannya secara
signifikan di permukaan terkontaminasi sehingga
memutuskan rantai penularan penyakit. Disinfeksi
adalah membunuh secara fisikal dan kimiawi
mikroorganisme tidak termasuk spora
Pembersihan harus mengawali disinfeksi. Benda

14
dan permukaan tidak dapat didisinfeksi sebelum
dibersihkan dari bahan organik (ekskresi, sekresi
pasien, kotoran).
Pembersihan ditujukan untuk mencegah
aerosolisasi, menurunkan pencemaran
lingkungan. Ikuti aturan pakai pabrik cairan
disinfektan, waktu kontak, dan cara
pengencerannya

Disinfektan yang biasa dipakai RS: (10)


Na hipoklorit (pemutih ), alkohol, komponen
fenol, komponen ammonium quarternary,
komponen peroksigen.

Pembersihan area sekitar pasien:


Pembersihan permukaan horisontal sekitar pasien
harus dilakukan secara rutin dan tiap pasien
pulang.
Untuk mencegah aerosolisasi patogen infeksi
saluran napas, hindari sapu, dengan cara basah
( kain basah)
Ganti cairan pembersih, lap kain, kepala mop
setelah dipakai (terkontaminasi)
Peralatan pembersihan harus dibersihkan,
dikeringkan tiap kali setelah pakai
Mop dilaundry, dikeringkan tiap hari sebelum
disimpan dan dipakai kembali.
Untuk mempermudah pembersihan bebaskan area
pasien dari benda-benda/peralatan yang tidak
perlu
Jangan fogging dengan disinfektan, tidak terbukti
mengendalikan infeksi, berbahaya
Pembersihan dapat dibantu dengan vacum cleaner
(pakai filter, HEPA). Jangan memakai karpet.
5. Pemrosesan Penanganan, transport dan proses linen yang
Peralatan Pasien dan terkena darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi
Penatalaksanaan dengan prosedur yang benar untuk mencegah
Linen kulit, mukus membrane terekspos dan
terkontaminasi linen, sehingga mencegah transfer
mikroba ke pasien lain, petugas dan lingkungan
Buang terlebih dahulu kotoran (missal : feses), ke
toilet dan letakkan linen dalam kantong linen.
Hindari menyortir linen di ruang rawat pasien.
Jangan memanipulasi linen terkontaminasi untuk
hindari kontaminasi terhadap udara, permukaan
dan orang.
Cuci dan keringkan linen sesuai SPO. Dengan air

15
panas 70oC, minimal 25 menit. Bila dipakai suhu
< 70oC pilih zat kimia yang sesuai.
Pastikan kantong tidak bocor dan lepas ikatan
selama transportasi. Kantong tidak perlu double.
Petugas yang menangani linen harus mengenakan
APD
6. Kesehatan Berhati-hati dalam bekerja untuk mencegah
karyawan / trauma saat menangani jarum, scalpel dan alat
Perlindungan Petugas tajam lain yang dipakai setelah prosedur, saat
Kesehatan membersihkan instrumen dan saat membuang
jarum
Jangan recap jarum yang telah dipakai,
memanipulasi jarum dengan tangan, menekuk
jarum, mematahkan, melepas jarum dari spuit.
Buang jarum, spuit, pisau scalpel, dan peralatan
tajam habis pakai kedalam wadah tahan tusukan
sebelum dibuang ke insenerator
Pakai mouthpiece, resusitasi bag atau
peralatanventilasi lain pengganti metoda resusitasi
mulut ke mulut
Jangan mengarahkan bagian tajam jarum ke
bagian tubuh selain akan menyuntik.
7. Penempatan Pasien Tempatkan pasien yang potensial
mengkontaminasi lingkungan atau yang tidak
dapat diharapkan menjaga kebersihan atau kontrol
lingkungan kedalam ruang rawat yang terpisah.
Bila ruang isolasi tidak memungkinkan,
konsultasikan dengan petugas PPI.
8. Hygiene respirasi / Edukasi petugas akan pentingnya pengendalian
Etika batuk sekresi respirasi untuk mencegah transmisi
pathogen dalam droplet dan fomite terutama
selama musim / KLB virus respiratorik di
masyarakat
Terapkan pengukuran kandungan sekresi respirasi
pasien dengan individu dengan gejala klinik
infeksi respiratorik, dimulai dari unit emergensi
Beri poster pada pintu masuk dan tempat strategis
bahwa pasien rajal atau pengunjung dengan gejala
klinis infeksi saluran napas harus menutup mulut
dan hidung dengan tisu kemudian membuangnya
ke dalam tempat sampah infeksius dan mencuci
tangan. Sediakan tisu dan wadah untuk limbahnya
Sediakan sabun, wastafel dan cara mencuci tangan
pada ruang tunggu pasien rajal, atau alcohol
handrub
Pada musim infeksi saluran napas, tawarkan
masker pada pasien dengan gejala infeksi saluran

16
napas, juga pendampingnya. Anjurkan untuk
duduk berjarak > 1 m dari yang lain
Lakukan sebagai standar praktek
Kunci PPI adalah mengendalikan penyebaran
pathogen dari pasien yang terinfeksi untuk
transmisi kepada kontak yang tidak terlindungi.
Untuk penyakit yang ditransmisikan melalui
droplet besar dan atau droplet nuklei maka etika
batuk harus diterapkan kepada semua individu
dengan gejala gangguan pada saluran napas.
Pasien, petugas, pengunjung dengan gejala infeksi
saluran napas harus:
Menutup mulut dan hidung saat batuk atau bersin
Pakai tisu, saputangan, masker kain/medis bila
tersedia, buang ke tempat sampah
Lakukan cuci tangan
Manajemen fasilitas kesehatan/RS harus promosi
hyangiene respirasi/etika batuk:
Promosi klepada semua petugas, pasien, keluarga
dengan infeksi saluran napas dengan demam
Edukasi petugas, pasien, keluarga, pengunjung
akan pentingnya kandungan aerosol dan sekresi
dari saluran napas dalam mencegah transmisi
penyakit saluran napas
Menyediakan sarana untuk kebersihan tangan
(alcohol handrub, wastafel antiseptik, tisu towel,
terutama area tunggu harus diprioritaskan
9. Praktek Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap
menyuntik yang suntikan untuk mencegah kontaminasi pada
aman peralatan injeksi dan terapi.
Bila memungkinkan sekali pakai vial walaupun
multidose. Jarum atau spuit yang dipakai ulang
untuk mengambil obat dalam vial multidose dapat
menimbulkan kontaminasi mikroba yang dapat
menyebar saat obat dipakai untuk pasien lain.
10. Praktek untuk Pemakaian masker pada insersi cateter atau injeksi
lumbal punksi suatu obat kedalam area spinal/epidural melalui
prosedur lumbal punksi misal saat melakukan
anastesi spinal dan epidural, myelogram, untuk
mencegah transmisi droplet flora orofaring.

17
BAB V
LOGISTIK

5.1 Permintaan Barang (Stock) ke Logistik


Logistik merupakan segala sesuatu baik sarana, prasarana dan semua barang
yang diperlukan untuk Komite PPI dalam rangka pelaksanaan PPI di rumah sakit.
Adapun prosedur yang perlu diperhatikan dalam proses permintaan
barang (stock) ke logistik yaitu :
1. Petugas Administrasi (IPCN) menulis bon permintaan barang (stock) secara tertulis
di form permintaan barang.
2. Bon permintaan dicek dan ditanda tangani oleh IPCN Senior
3. Petugas Administrasi (IPCN) menyerahkan bon permintaan kepada Petugas
Logistik.
4. Petugas Logistik menerima bon permintaan barang.
5. Pada hari berikutnya Petugas Administrasi (IPCN) mengambil barang yang telah
diminta ke Gudang logistik.
6. Petugas Administrasi (IPCN) melakukan pengecekan antara Bon permintaan dengan
barang yang diserahkan
7. Apabila barang yang diserahkan sesuai dengan permintaan, Administrasi (IPCN)
menandatangani penerimaan pada Bon permintaan.
8. Barang yang telah diterima dicatat oleh Petugas Administrasi (IPCN) ke dalam kartu
inventaris barang logistik.
9. Petugas Administrasi (IPCN) menempatkan Barang ke dalam lemari stok barang.

18
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

6.1. Pengertian
Merupakan suatu system yang membuat asuhan pasien di Rumah Sakit menjadi lebih
aman.
Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya di ambil.

6.2 Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan pelaksanaan keselamatan pasien (Patient Safety)
a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit.
b. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat.
c. Menurunnya angka Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di Rumah Sakit.
d. Terlaksananya program program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD).
Keselamatan Umum
Aturan Umum Mencuci Tangan
Mencuci tangan merupakan aturan yang penting untuk mencegah penyebaran infeksi,
langkah langkahnya sebagai berikut :
1. Tuangkan Cairan anti septik / sabun ke telapak tangan secukupnya.
2. Gosokkan kedua telapak tangan.
3. Gosok punggung tangan dan sela sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan
sebaliknya.
4. Gosok kedua telapak tangan dan sela sela jari.
5. Jari jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci.
6. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya.
7. Gosokkan dengan memutar ujung jari jari tanagn kanan di telapak tangan kiri dan
sebaliknya.
8. Bilas kedua tangan dengan air mengalir.
9. Keringkan kedua tangan dengan tissue.

19
Dengan memperhatikan 5 moment mencuci tanagn sebagai berikut :
1. Sebelum Menyentuh atau Kontak Pasien.
2. Sebelum Melakukan Tindakan Anti Septik.
3. Setelah Terkontaminasi ( Cairan, Tertusuk Jarum, ddl )
4. Setelah Menyentuh Lingkungan Pasien
5. Setelah Kontak dengan Pasien

.
Alat Pelindung Diri (APD )
Jenis-jenis Alat Pelindung Diri:
1) SARUNG TANGAN melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan penyakit
dan melindungi pasieen dari mikroorganisme yang berada di tangan petugas
kesehatan.Sebelum memakai sarung tangan dan setelah melepas sarung tangan
lakukan kebersihan tangan menggunakan antiseptik cair atau handrub berbahan dasar
alkohol.Satu pasang sarung tangan harus digunakan untuk setiap pasien, sebagai upaya
untuk menghindari kontaminasi silang. Pemakaian sepasang sarung tangan yang sama
atau mencuci tangan yang masih bersarung tangan, ketika melakukan perawatan di
bagian tubuh yang kotor kemudian berpindah ke bagian tubuh yang bersih, bukan
merupakan praktek yang aman.
2) MASKER harus cukup besar untuk melindungi hidung, mulut, bagian bawah dagu,
dan rambut pada wajah(jenggot).Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar
sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk atau bersin serta untuk
mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut
petugas kesehatan. Bila masker tidak terbuat dari bahan tahan cairan, maka masker
tersebut tidak efektif untuk mencegah kedua hal tersebut.
3) ALAT PELINDUNG MATA melindungi petugas dari percikan darah atau cairan
tubuh lain dengan cara melindungi mata. Pelindung mata mencakup kacamata
(goggles) plastik bening, kacamata pengaman, pelindung wajah dan visor. Petugas
kesehatan harus menggunakan masker dan pelindung mata atau pelindung wajah, jika
melakukan tugas yang memungkinkan adanya percikan cairan secara tidak sengaja ke

20
arah wajah. Bila tidak tersedia pelindung wajah, petugas kesehatan dapat
menggunakan kacamata pelindung atau kacamata biasa serta masker.
4) TOPI digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan
rambut tidak masuk dalam luka selama pembedahan.Topi harus cukup besar untuk
menutup semua rambut.Meskipun topi dapat memberikan sejumlah perlindungan pada
pasien, tetapi tujuan utamanya adalah untuk melindungi pemakainya dari darah atau
cairan tubuh yang terpercik atau menyemprot.
5) GAUN PELINDUNG digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau
seragam lain, pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita
penyakit menular melalui droplet/airbone. Pemakaian gaun pelindung terutama adalah
untuk melindungi baju dan kulit petugas kesehatan dari sekresi respirasi. Kontaminasi
pada pakaian yang dipakai saat bekerja dapat diturunkan dengan memakai gaun
pelindung.
6) APRON yang terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air untuk
sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus
mengenakan apron di bawah gaun penutup ketika melakukan perawatan langsung
pada pasien, membersihkan pasien atau melakukan prosedur di mana ada resiko
tumpahan darah, cairan tubuh atau sekresi. Apron akan mencegah cairan tubuh pasien
mengenai baju dan kulit petugas kesehatan.
7) PELINDUNG KAKI digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda
tajam atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Sepatu
yang tahan terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia di kamar bedah.
Pemakaian APD di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Cara Mengenakan APD di Ruang Kohort :
1. Kenakan baju kerja sebagai lapisan pertama pakaian pelindung.
2. Kenakan pelindung kaki.
3. Kenakan sepasang sarung tangan pertama.
4. Kenakan gaun luar.
5. Kenakan celemek plastik.
6. Kenakan sepasang sarung tangan kedua.
7. Kenakan masker.
8. Kenakan penutup kepala.

21
9. Kenakan pelindung mata.

Cara Melepas APD :


1. Desinfeksi sepasang sarung tangan bagian luar.
2. Desinfeksi celemek dan pelindung kaki.
3. Lepaskan sepasang sarung tangan bagian luar.
4. Lepaskan celemek.
5. Lepaskan gaun bagian luar.
6. Disinfeksi tangan yang mengenakan sarung tangan.
7. Lepaskan pelindung mata.
8. Lepaskan penutup kepala.
9. Lepaskan masker.
10. Lepaskan pelindung kaki.
11. Lepaskan sepasang sarung tangan bagian dalam.
12. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih.

7.2 Prosedur Penanganan Kecelakaan Laboratorium Patologi Anatomi


1.2.1 Tertusuk Jarum
1. Segera keluarkan darah.
2. Siram dengan air mengalir selama 10 15 menit.
3. Cuci dengan air sabun / desinfektan. (Jika perlu bilas dengan alkohol 70 %)
4. Tutup dengan menggunakan sedotan.
5. Penanganan selanjutnya sesuai alur prosedur di bawah ini.
1.2.2 Terpajan Cairan Tubuh ( Kulit, Mata, Hidung dan Mulut )
1. Cuci dengan air mengalir selama 10 15 menit.
2. Untuk mata cuci dengan air mengalir dari pangkal ujung mata dekat hidung
dengan memiringkan kepala.
3. Untuk kulit cuci dengan air mengalir dan air sabun / desinfektan (Jika perlu,
bilas menggunakan alkohol 70 %) dan keringkan dengan handuk bersih.
4. Penanganan selanjutnya sesuai alur prosedur.

22
BAB VII
PENGENDALIAN MUTU

Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek yang akan
ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang digunakan untuk
mengukur mutu pelayanan Rumah Sakit yaitu :

Defenisi Indikator adalah:

Adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi. Indikator
merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat perubahan. Indikator yang baik
adalah yang sensitif tapi juga spesifik.

Kriteria :

Adalah spesifikasi dari indikator.

Standar :

Tingkat performance atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang
berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggung jawab untuk
mempertahankan tingkat performance atau kondisi tersebut.
Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat baik.
Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu.
Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka harus memperhatikan prinsip
dasar sebagai berikut:

1. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan

Keprofesian
Efisiensi
Keamanan pasien
Kepuasan pasien
Sarana dan lingkungan fisik
2. Indikator yang dipilih

a. Indikator lebih diutamakan untuk menilai output daripada input dan proses

23
b. Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan kelompok daripada untuk
perorangan.
c. Dapat digunakan untuk membandingkan antar daerah dan antar Rumah Sakit
d. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang dipilih untuk dimonitor
e. Didasarkan pada data yang ada.
3. Kriteria yang digunakan

Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat menilai indikator,
sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan antara mutu baik dan mutu tidak baik.

4. Standar yang digunakan

Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan :

a. Acuan dari berbagai sumber


b. Benchmarking dengan Rumah Sakit yang setara
c. Berdasarkan trend yang menuju kebaikan

24
BAB IX
PENUTUP

Pedoman pelayanan yang dicantumkan merupakan prosedur baku maksimal yang


harus diupayakan untuk dilaksanakan seluruhnya oleh setiap personil Rumah Sakit yang
terlibat dan berlaku setiap ruang terkait. Disadari bahwa keterbatasan sarana dan prasarana
serta sumber daya dan dana masih merupakan kendala di Rumah Sakit Islam Sultan Agung.

Namun keterbiasan ini tidak dapat dipergunakan sebagai alasan untuk menurunkan
baku prosedur pelayanan kesehatan yang harus diberikan kepada pasien. Dengan memiliki
pengetahuan dan sikap yang memadai, diharapkan semua personil Rumah Sakit akan
memiliki perilaku dan kemampuan yang memadai pula dalam memanfaatkan sarana dan
prasarana yang tersedia secara bertepat guna dan berhasil guna dalam pengendalian infeksi
nosokomial secara berencana dan terorganisir dengan baik merupakan suatu keharusan bagi
setiap rumah sakit.

25
PEDOMAN ORGANISASI
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

RSUD KARDINAH TEGAL

RUMAH SAKIT ASTRINI


Jl.BRIGJEND KATAMSO KALIANCAR SELOGIRI
WONOGIRI

26
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu rumah sakit dituntut
untuk dapat memberikan pelayanan yang profesional, bermutu sesuai standar yang
sudah ditentukan.
Masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan dan pengunjung di
rumah sakit dihadapkan pada risiko terjadinya infeksi atau infeksi nosokomial yaitu
infeksi yang diperoleh di rumah sakit, baik karena perawatan atau datang berkunjung
ke rumah sakit. Angka kejadian infeksi nosokomial terus meningkat ( Al Varado,
2000 ) mencapai sekitar 9 % ( variasi 3-21 % ) atau lebih dari 1,4 juta pasien rawat
inap di rumah sakit seluruh dunia.
Untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya perlu diterapkan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI), yaitu
kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pendidikan, pelatihan,
pengawasan, serta monitoring dan evaluasi.
Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit (PPIRS) sangat penting karena
merupakan gambaran mutu pelayanan rumah sakit. Apalagi akhir-akhir ini muncul
berbagai penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti Methycillin
Staphylococcus Aureus (MRSA), Vancomycin Resistant Enterococci (VRE) dan Multi
Resistance Bacteremia (MRB).
Agar mendapat dukungan dan komitmen dari pimpinan rumah sakit dan seluruh
petugas untuk melakukan langkah-langkah yang sesuai prosedur yang berlaku dalam
pencegahan dan pengendalian infeksi maka disusunlah Pedoman Organisasi
Pencegahan dan Pengendalian Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang.

1.2 Tujuan
a. Tujuan Umum
Meningkatkan mutu pelayanan RS Islam Sultan Agung melalui pencegahan dan
pengendalian di semua unit di rumah sakit meliputi kualitas pelayanan, manajemen
risiko, clinical governance, serta kesehatan dan keselamaytan kerja.
b. Tujuan Khusus
Sebagai pedoman bagi Direktur Rumah Sakit dalam membentuk organisasi,
program, wewenang, dan tanggung jawab secara jelas
Menggerakkan segala sumber daya yang ada di rumah sakit secara efektif dan
efisien dalam pelaksanaan PPI
Menurunkan angka kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit secara
bermakna
Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program PPI

27
BAB II

GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT

II.1. Sejarah Rumah Sakit Islam Sultan Agung


Rumah Sakit Anak Astrini Wonogiri adalah Rumah Sakit milik PT Astrini
berada di wilayah Kabupaten Wonogiri, RS berdiri pada tanggal 12 Maret 2007
beralamatkan di Jalan Brigjend Katamso, Kaliancar, Selogiri Wonogiri. Status
kepemilikan milik PT Astrini yang di ketuai oleh direktur PT. ASTRINI yang bernama
dr. Dewinda Chandrarukmi. sebuah kabupaten yang terletak pada Wilayah Pembantu
Gubernur Jawa Tengah untuk Wilayah Surakarta yang terletak di bagian ujung selatan
dan berada sekitar 133 km arah selatan Ibukota Propinsi Jawa Tengah ( kota
Semarang ), atau sekitar 32 km arah selatan kota Solo. Mempunyai 5 wilayah Pembantu
Bupati, 24 Kecamatan, 251 desa dan 43 Kalurahan. Mempunyai luas wilayah sebesar
1.798,92 km2 dan jumlah penduduk dari sensus terakhir pada tahun 2010 sebesar
1.245.923 jiwa, yang terdiri dari 625.901 jiwa penduduk laki-laki dan 620.022 jiwa
penduduk wanita. Jumlah Kepala Keluarga sebesar 365.707 KK. Sebagian besar
penduduknya bekerja sebagai petani, pedagang dan boro ( menjadi perantau ), tingkat
pendidikan penduduknya sebagian besar adalah lulusan Sekolah Dasar.
Rumah Sakit Anak Astrini Wonogiri mempunyai kapasitas tempat tidur sebanyak 64
buah, yang terdiri dari beberapa kelas perawatan, yaitu : Kelas VIP, Kelas Utama, Kelas
I, Kelas II, dan Kelas III. Instalasi Rawat Inap terbagi menjadi beberapa unit Pelayanan
yaitu Unit pelayanan perawatan pasien anak dan unit pelayanan Perinatal resiko tinggi.
Sedangkan Instalasi rawat jalan terdiri dari poliklinik umum, poliklinik anak, dan klinik
tumbuh kembang.
Instalasi Penunjang terdiri dari : Gawat Darurat, Laboratorium, Radiologi dan Farmasi.
62 tenaga yang terdiri dari : 10 dokter umum, 2 dokter spesialis anak, tenaga medis
perawatan sebanyak 26 orang, 19 0rang tenaga non keperawatan, 6 orang tenaga
penunjang medis, tenaga konsulen 6.
Upaya pengembangan manajemen dititik beratkan kepada pembelajaran dan
pengembangan SDM, memperkuat proses bisnis internal, pendekatan pelanggan dan
efektifitas pengelolaan keuangan. Pendekatan ini dimaksudkan agar dengan SDM yang
berkompetensi tinggi mampu meningkatkan kinerja keuangan secara bermakna.

28
Islamic Teaching Hospital
Pada saat ini Rumah Sakit Islam Sultan Agung tengah mengembangkan layanan
teaching hospital. Dimana konsep Rumah Sakit Islam Sultan Agung akan menjadi pusat
pendidikan bagi para dokter yang sedang menempuh pendidikan. Akan tetapi tidak semua
pasien menjadi program teaching hospital. Pasien akan tetap diberikan tawaran apakah
bersedia menjadi peserta teaching hospital (dirawat oleh dokter muda) atau pasien tersebut
tetap dirawat oleh dokter senior.
Islamic Teaching Hospital menerima anak didik mahasiswa fakultas kedokteran
UNISSULA sejak tahun 1960, telah menempatkan peran signifikan sebagai rumah sakit untuk
pendidikan. Memantapkan sumbangsih yang lebih berarti bagi dunia pendidikan kedokteran,
Yayasan mencanangkan fungsi Rumah Sakit Islam Sultan Agungkedepan sebagai Islamic
Teaching Hospital. Ada harapan yang direngkuh dengan pencanangan itu, tak lain turut
menjamin keunggulan pendidikan Fakultas Kedokteran di rumah sakit dan dunia pendidikan
kedokteran umumnya.

II.2. Permasalahan

Selama periode 2008 2012 Rumah Sakit Islam Sultan Agung mempunyai berbagai
macam permasalahan, antara lain :

II.2.1 Dalam persaingan bisnis rumah sakit, salah satu andalan utama adalah fasilitas
dan peralatan kedokteran. Namun peralatan kedokteran demikian cepat
berkembang, sehingga dalam kurun waktu 2-3 tahun peralatan kedokteran yang
semula dianggap canggih akan cepat dianggap ketinggalan jaman. Bila rumah
sakit akan terus mengikuti perkembangan teknologi kedokteran yang demikian
pesat, pasti akan berdampak pada anggaran investasi yang pada akhirnya akan
berpengaruh pada kinerja keuangan rumah sakit.
II.2.2 Dengan telah diberlakukannya Undang undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang
Praktik Kedokteran, berlaku ketentuan pembatasan tempat praktek Dokter
sebanyak 3 tempat. Hal ini sangat berpengaruh terhadap ketersediaan Dokter
Spesialis di rumah sakit. Pada keadaan tersebut, posisi tawar rumah sakit
menjadi agak sulit karena bila Dokter Spesialis merasa tidak diperhatikan
kepentingannya dan meninggalkan rumah sakit, keadaan tersebut malah dapat
berakibat menyulitkan rumah sakit. Di sisi lain, ditengah persaingan bisnis

29
rumah sakit yang semakin ketat, sangat dibutuhkan adanya komitmen yang
tinggi dari para Dokter Spesialis, terutama dalam upaya meningkatkan mutu
pelayanan rumah sakit.
Bertumbuhnya rumah sakit baru dapat merupakan masalah, karena selain
merupakan pesaing, rumah sakit baru berpotensi menarik sumber daya manusia
yang telah terlatih sehingga berdampak pada pelaksanaan pelayanan

II.3. Tugas Pokok Dan Fungsi Rumah Sakit Islam Sultan Agung

Rumah Sakit Islam Sultan Agung merupakan rumah sakit swasta dengan
kapasitas 293 tempat tidur, merupakan milik Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung.
Rumah Sakit Islam Sultan Agung mempunyai fungsi memberikan pelayanan kesehatan
paripurna dengan motto mencintai Allah menyayangi sesama.
Dalam mengemban fungsi tersebut di atas, Rumah Sakit Islam Sultan Agung
mempunyai tugas pokok berupa:
1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu tinggi.
2. Senantiasa meningkatkan kompetensi sumber daya manusia Rumah Sakit Islam
Sultan Agung agar selalu memberikan pelayanan secara profesional, etis dan
bermartabat.
3. Menyediakan wahana bagi pendidikan tenaga kesehatan, dalam turut serta
menyumbang upaya mencerdaskan bangsa.

30
BAB III
VISI, MISI, VALUE, MOTO
RUMAH SAKIT ASTRINI

3.1. VISI

Menjadi Rumah Sakit Unggulan yang Terpercaya di Wonogiri dan Sekitarnya.

3.2. MISI

- Meningkatkan dan mengembangkan kompetensi SDM yang sesuai dengan standar


kompetensi profesi, dengan pembelajaran dan pengembangan keterampilan , ilmu
pengetahuan dan attitude yang memadai.
- Memberikan pelayanan yang bertumpu terhadap standar mutu pelayanan yang
profesional dan mampu menyenangkan pelanggan yang ditunjang dengan
penerapan system akuntabilitas public, yang bisa dipertanggung jawabkan.
- Memberikan pelayanan individu dengan servis yang lebih menyenangkan dan
lebuh baik dibanding pemberi pelayanan sejenis.
- Memberikan pelayanan yang berorientasi kepada kepentingan yang dapat
dipertanggungjawabkan secara medik maupun secara moral dengan pelayanan
yang berdasarkan hati yang ikhlas.
- Mengelola keuangan secara rasional dan profesional dalam rangka efektifitas dan
efisiensi keuangan.
- Meningkatkan kesejahteraan karyawan.

3.4. MOTTO

Melayani Dengan Senyum Sepenuh Hati

31
STRUKTUR ORGANISASI
KOMITE PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
RS ASTRINI WONOGIRI
TAHUN 2017

KOMITE PPI

TIM
IPCO
IPCN

INFECTION PREVENTION AND CONTROL LINK NURSE (IPCLN)


POLIKLINIK

PERISTI/HC
B.NISA 1

B. ARJUNA
B. BIMA
B.IZZAH II
B.MARUF

B.ATHFAL

B.IZZAH I

B.NISA 1I
B.RIJAL
B.SYIFA
SEC

VK
HD

OK

IGD
U
0
1
BAB VI
URAIAN JABATAN

1. NAMA JABATAN : Ketua Komite Pencegahan & Pengendalian Infeksi


2. NAMA JABATAN ATASAN : Direktur Utama

3. NAMA JABATAN BAWAHAN LANGSUNG :


a.Sekretaris Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
b. IPCN ( Infection Prevention Control Nurse )
c.IPCLN ( Infection Prevention Control Link Nurse )

4. TUGAS POKOK :
Membantu Direktur Utama dalam merencanakan, malaksanakan, membina, mendidik,
melatih, mengawasi, monitoring dan mengevaluasi pelaksanaan program-program
pencegahan dan pengendalian infeksi

5. KRITERIA DAN TUGAS :


Kriteria Ketua Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
1. Ahli atau dokter yang mempunyai minat dalam PPI.
2. Mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI.
3. Memiliki kemampuan leadership.

Tugas Ketua Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi


1. Berkontribusi dalam diagnosis dan terapi infeksi yang benar
2. Turut menyusun pedoman dan penulisan resep antibiotika dan surveilans
3. Mengidentifikasi dan melaporkan kuman patogen dan pola resistensi antibiotika.
4. Bekerjasama dengan Perawat PPI memonitor kegiatan surveilans infeksi dan
mendeteksi serta menyelidiki KLB
5. Membimbing dan mengajarkan praktek dan prosedur PPI yang berhubungan dengan
prosedur terapi
6. Turut memonitor cara kerja tenaga kesehatan dalam merawat pasien
7. Turut membantu semua petugas kesehatan untuk memahami pencegahan dan
pengendalian infeksi

Kriteria Anggota Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi


1. Mempunyai minat dalam PPI.
2. Pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI.

Tugas dan Tanggung Jawab Komite PPI :


1. Menyusun dan menetapkan serta mengevaluasi kebijakan PPI.
2. Melaksanakan sosialisasi kebijakan PPIRS, agar kebijakan dapat dipahami dan
dilaksanakan oleh petugas kesehatan rumah sakit.
3. Membuat SPO PPI.
4. Menyusun program PPI dan mengevaluasi pelaksanaan program tersebut.
5. Bekerjasama dengan Tim PPI dalam melakukan investigasi masalah atau KLB
infeksi nosokomial.
6. Memberi usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan cara pencegahan dan
pengendalian infeksi.
7. Memberikan konsultasi pada petugas kesehatan rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya dalam PPI.
8. Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip PPI dan aman
bagi yang menggunakan.
9. Mengidentifikasi temuan di lapangan dan mengusulkan pelatihan untuk
meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) rumah sakit dalam PPI.
10. Melakukan pertemuan berkala, termasuk evaluasi kebijakan.

2
11. Menerima laporan dari Tim PPI dan membuat laporan kepada Direktur.
12. Berkoordinasi dengan unit terkait lain.
13. Memberikan usulan kepada Direktur untuk pemakaian antibiotika yang rasional di
rumah sakit berdasarkan hasil pantauan kuman dan resistensinya terhadap
antibiotika dan menyebar-luaskan data resistensi antibiotika.
14. Menyusun kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja (K3).
15. Turut menyusun kebijakan clinical governance dan patient safety.
16. Mengembangkan, mengimplementasikan dan secara periodic mengkaji kembali
rencana manajemen PPI apakah telah sesuai kebijakan manajemen rumah sakit.
17. Memberikan masukan yang menyangkut konstruksi bangunan dan pengadaan alat
dan bahan kesehatan, reno-vasi ruangan, cara pemrosesan alat, penyimpanan alat
dan linen sesuai dengan prinsip PPI.
18. Menentukan sikap penutupan ruangan rawat bila diperlukan karena potensial
menyebarkan infeksi.
19. Melakukan pengawasan terhadap tindakan-tindakan yang menyimpang dari standar
prosedur / monitoring surveilans proses.
20. Melakukan investigasi, menetapkan dan melaksanakan penanggulangan infeksi bila
ada KLB di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

Kriteria Sekretaris Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi


1. Perawat senior yang disegani
2. Mempunyai minat dalam PPI
3. Memiliki kemampuan leadership
4. Pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI.

Tugas Sekretaris Tim PPI


1. Menyelenggarakan kegiatan kesekretariatan kegiatan pencegahan dan pengendalian
infeksi agar proses kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi dapat berjalan
lancar
2. Membuat notulen setiap rapat kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi
3. Mengurus logistik dan kerumahtanggaan kegiatan pencegahan dan pengendalian
infeksi
4. Mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan intern organisasi yang telah
dijadwalkan secara tertib dan bertanggungjawab
5. Melaksanakan tugas lain dari Ketua

Kriteria IPCN ( Infection Prevention Control Nurse )


1. Perawat dengan pendidikan D3 dan memiliki sertifikasi PPI.
2. Memiliki komitmen di bidang pencegahan dan pengendalian infeksi.
3. Memiliki pengalaman sebagai kepala ruangan atau setara
4. Memiliki kemempuan leadership, inovatif dan confident.
5. Bekerja purna waktu

Tugas dan Tanggung Jawab IPCN


1. Mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi yang terjadi di
lingkungan kerja.
2. Memonitor pelaksanaan PPI, penerapan SOP, kewaspadaan isolasi
3. Melaksanakan surveilans infeksi dan melaporkan kepada komite PPI
4. Bersama komite PPI melakukan pelatihan petugas kesehatan tentang PPI di rumah
sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
5. Melakukan investigasi KLB dan bersama sama komite PPI memperbaiki kesalahan
yang terjadi
6. Memonitor petugas kesehatan RS / fasilitas kesehatan infeksi dari petugas
kesehatan ke pasien atau sebaliknya.
7. Merekomendasi prosedur isolasi dan memberi konsultasi tentang pencegahan dan
pengendalian infeksi yang diperlukan bagi kasus yang terjadi di Rumah Sakit

3
8. Melakukan audit PPI termasuk terhadap limbah, laundry, gizi dan lain lain.
9. Memonitor kesehatan lingkungan
10. Memonitor penggunaan antibiotika yang rasional
11. Mendesain, melaksanakan, memonitor dan mengevaluasi surveilans infeksi yang
terjadi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
12. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan PPI
13. Membuat laporan surveilans dan melaporkan ke Komite PPI.
14. Memberi saran desain ruangan agar sesuai dengan prinsip PPI
15. Meningkatkan kesadaran pasien dan pengunjung rumah sakit tentang PPIRS.
16. Memprakarsai penyuluhan bagi petugas kesehatan, pengunjung dan kegiatan tentang
topik infeksi yang sedang berkembang di masyarakat, infeksi dengan insiden tinggi
17. Sebagai koordinator antara departemen / unit dalam mendeteksi mencegah dan
mengendalikan infeksi di rumah sakit

Kriteria Anggota Pelaksana / IPCLN


1. Perawat dengan pendidikan minimal D3 dan memiliki sertifikasi PPI.
2. Memiliki komitmen di bidang pencegahan dan pengendalian infeksi.
3. Memiliki kemampuan leadership.

Tugas IPCLN:
IPCLN sebagai perawat pelaksana harian / penghubung bertugas :
1. Mengisi dan mengumpulkan formulir surveilans setiap pasien di unit rawat inap
masing masing, kemudian menyerahkan kepada IPCN ketika pasien pulang
2. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan pencegahan dan
pengendalian infeksi pada setiap personil ruangan di unit rawatnya masing masing
3. Memberitahukan kepada IPCN apabila ada kecurigaan adanya infeksi nosokomial
pada pasien
4. Berkoordinasi dengan IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB, penyuluhan bagi
pengunjung di ruang rawat masing masing, konsultasi prosedur yang harus
dijalankan bila belum faham
5. Memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam menjalankan standar
isolasi

4
BAB VII
TATA HUBUNGAN KERJA

Komite PPI Bidan


g
BPI
Unit Kerja RS

Instalas Bid. Bidang Bidang Bidan Instala Instalas Bidang Bidang


i Diklit Kepera Bidang Yanmed g si Diklit Umum Pemasa
i
Jangme bank watan Jangme KU dan bang ran
Yanmed
d

Keterangan :

5
Tata Hubungan Kerja Administrasi

Daftar Singkatan :
1. BPI : Bimbingan dan Pelayanan Islami
2. Jangmed : Penunjang Medis
3. Yanmed : Pelayanan Medis
4. Diklitbang : Pendidikan Penelitian dan Pengembangan
5. KU : Keuangan dan Akuntansi

BAB VIII
POLA KETENAGAAN DAN KUALIFIKASI PERSONIL

8.1 Pola Ketenagaan dan Kualifikasi Personil

Jabatan Spesifikasi Pendidikan Jumlah

Ketua Komite PPI Dokter Spesialis 1 Orang

IPCN Minimal Diploma III 5 Orang

IPCLN Minimal Diploma III 18 Orang

6
BAB IX
KEGIATAN ORIENTASI

9.1 Orientasi Karyawan Baru


Orientasi PPI Karyawan Baru dan mahasiswa kesehatan dilaksanakan selama 1
dijadwalkan sebagai berikut :
Lama
No Materi Kegiatan Pembimbing
orientasi
1. Struktur Organisasi
Bimbingan dan
KPPI 1 hari IPCN
Uraian jabatan Tinjauan Lapangan
Pengenalan personil
II Program PPI
Kebersihan Tangan
IPCN
Pemakaian APD
Pengelolaan Limbah Bimbingan, Praktik
Penanganan luka tusuk
Kebersihan Tangan
jarum
Penyuntikan yang aman
Pengelolaan linen

7
BAB X
PERTEMUAN RAPAT

10. Jenis Rapat :


1. Rapat rutin IPCN, rapat yang diselenggarakan setiap hari Selasa dan Kamis pagi
bersamaan dengan kegiatan membaca Al - Quran sebelum bekerja. Rapat membahas
tentang kegiatan kerja pada minggu berjalan dan minggu yang akan datang.
2. Rapat Rutin Bulanan antara IPCN dan IPCLN, rapat yang diselenggarakan 1 (satu)
bulan sekali pada minggu ke II setiap bulan. Rapat membahas mengenai laporan infeksi
bulanan, evaluasi kerja IPCLN pada bulan berjalan, penyiapan laporan bulanan,
pembahasan masalah PPI di unit kerja terutama keperawatan,, rencana kerja serta
sosialiasi kebijakan terbaru yang berhubungan dengan PPI di rumah sakit.
3. Rapat rutin Komite PPI, rapat yang diselenggarakan setiap 3 bulan sekali dengan unit
terkait yaitu perwakilan masing-masing SMF, Gizi, CSSD, Farmasi, K3, Sanitasi,
IPSRS, Pemusaraan Jenazah. Rapat membahas tentang sosialisasi peraturan atau
kebijakan PPI terbaru, anggaran tahun depan, kasus-kasus pasien infeksi, penentuan
ruang isolasi/kohort, perlindungan kesehatan karyawan, program PPI terbaru.
4. Rapat Koordinasi, rapat yang diselenggarakan dengan unit kerja lain dan Direksi untuk
pelaksanaan koordinasi kegiatan yang berhubungan dengan PPI serta laporan kegiatan
PPI. Rapat Koordinasi diselenggarakan setiap 3 bulan sekali
5. Rapat Insidentil, rapat yang sifatnya mendesak, tidak terjadwal dan dapat
diselenggarakan baik secara internal unit SDI maupun mengundang unit lain sesuai
dengan kebutuhan.

BAB XI
PELAPORAN

1.1. Laporan Bulanan


Laporan yang disusun setiap bulan meliputi laporan angka kejadian infeksi, luka tusuk
jarum bila ada di masing-masing unit keperawatan dan jumlah tindakan (pemasangan

8
infuse, pemasangan kateter, pemasangan ventilator, pemasangan CVC) dari Link di unit
masing ke IPCN
Laporan bulanan diserahkan dari IPCLN ke IPCN.

1.2. Laporan Tri Bulanan


Laporan yang disusun setiap 3 (tiga) bulan yang merupakan rekapitulasi laporan
bulanan berisi surveilens angka kejadian infeksi, luka tusuk jarum bila ada di masing-
masing unit keperawatan dan jumlah tindakan, hasil pemantauan pemakaian APD,
pemantauan kebersihan tangan, orientasi karyawan atau mahasiswa serta laporan
keuangan (pemakaian desinfektan, pemakaian tissue, dan pemakaian safety box).
Laporan tribulanan diserahkan kepada Direktur Utama.

1.3. Laporan Tahunan


Laporan Tahunan yang disusun oleh Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
meliputi :
1. Laporan pelaksanaan kegiatan pengembangan staf
2. Laporan pelaksanaan program kerja Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
3. Laporan sasaran mutu Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
4. Laporan penggunaan anggaran
5. Laporan daftar inventaris di Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Laporan tahunan di sampaikan kepada Direktur Bidang dan Komite Mutu

Anda mungkin juga menyukai