PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang masih
menjadi masalah yang sangat kompleks. Masalah yang ada bukan saja dari
segi medisnya, tetapi juga masalah sosial, ekonomi, budaya serta keamanan
dan ketahanan nasional.
Penyakit kusta bila tidak ditangani dengan cepat dapat menyebabkan
cacat dan keadaan ini menjadi penghalang bagi pasien kusta dalam kehidupan
bermasyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi.
Pendapat yang keliru dari masyarakat tentang penyakit kusta serta
rasa takut yang berlebihan akan memperbesar persoalan sosial ekonomi
penderita.
Angka kesakitan kusta masih sangat tinggi dari tahun 2015 sampai
sekarang jumlah penderita mencapai angka 10, hal ini disebabkan :
1. Terlambat ditemukan
2. Terlambat tegakkan diagnosa
3. Terlambat pemberian obat
4. Belum tersedianya laboratorium penunjang pemeriksaan kusta.
Salah satu cara untuk mengintensifkan penanganan penyakit kusta adalah
penyusunan rencana kegiatanatau Plan Of Action (POA) tahunan. POA ini disusun
berdasarkan rencana pelaksanaan kegiatan Program P2 Kusta, yang termasuk
fungsi perencanaan. Perencanaan adalah proses penyusunan rencana tahunan
Program P2 Kusta di wilayah kerja Puskesmas Kalianget dengan tetap
mempertahankan kegiatan yang sudah dicapai sebelumnya.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Meningkatkan cakupan pelayanan program puskesmas sesuai dengan
masalah yang dihadapi Puskesmas Kalianget, sehingga dapat meningkatkan
fungsi Puskesmas secara efektif dan efisien.
2. Tujuan Khusus
a. Penemuan kusta sedini mungkin
b. Penurunan angka kejadian penyakit kusta
c. Memutus mata rantai penularan penyakit kusta
d. MenyusunRencanaPelaksanaanKegiatantahun2017
e. Menyusun Rencanan Usulan Kegiatan tahun 2017
3. Langkah-langkah
1. Peningkatan pengetahuan petugas tentang kusta
2. Memenuhi peralatan untuk menegakkan diagnosa
3. Penyediaan stok obat kusta
4. Penyebaran informasi tentang kusta kepada masyarakat
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
Uraian Tugas :
- Melaksanakan dan memberikan upaya pelayanan kesehatan
dengan penuh tanggung jawab sesuai kompetensi dan
kewenangannya,
- Melaksanakan pelayanan kesehatan sesuai dengan Standar
Prosedur Operasional (SOP), tata kerja dan kebijakan yang telah
ditetapkan oleh pimpinan puskesmas,
- Melakukan pencatatan dan menyusun pelaporan serta visualisasi
data kegiatan sebagai bahan informasi dan pertanggungjawaban
kepada Kepala Puskesmas,
- Mengindentifikasi, merencanakan, memecahkan masalah, serta
mengevaluasi kinerja program kesehatan,
- Melaksanakan dan menjaga keselamatan pelayanan kesehatan di
puskesmas meliputi keamanan, kebersihan alat, ruangan serta
pencegahan pencemaran lingkungan,
- Melaksanakan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan,
- Sebagai penanggungjawab program.
2. Perawat
Kompetensi :
- Mempunyai Surat Tanda Registrasi (STR)
Uraian Tugas :
- Melaksanakan dan memberikan upaya pelayanan dengan penuh
tanggung jawab sesuai kompetensi dan kewenangannya,
- Melaksanakan pelayanan keperawatan sesuai standar prosedur
operasional, tata kerja dan kebijakan yang telah ditetapkan oleh
pimpinan puskesmas,
- Membuat catatan-catatan yang perlu dalam rekam medik secara
baik dan lengkap serta dapat dipertanggung jawabkan,
- Melaksanakan upaya pelayanan sesuai standar profesi dan
mematuhi peraturan perundangan yang berlaku,
- Melaksanakan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan,
- Melaksanakan dan menjaga keselamatan klinik pelayanan
kesehatan meliputi keamanan dan kebersihan ruangan serta
mencegah pencemaran lingkungan,
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
- Dokter Umum = 1 orang
- Perawat = 3 orang
C. JADWAL KEGIATAN
- Pemeriksaan kusta murid SD/MI = Maret,April,Mei
- Pencarian Suspek Penderita kusta = Juli
- Pemeriksaan kontak = September
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. DENAH RUANG
- Bergabung dengan poli umum
B. STANDAR FASILITAS
- Bergabung dengan poli umum
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
1. Penderita Baru
A. Anamnesis.
Nama, alamat, daerah asal
Riwayat tanda-tanda kulit / saraf yang dicurigai
Riwayat penyakit yang pernah diderita
Riwayat penyakit dalam keluarga
Riwayat pengobatan maupun alergi terhadap obat-obatan tertentu
B. Pemeriksaan klinis.
1) Kulit
Pemeriksaan Pandang
Pemeriksaan dilakukan dengan melihat dan memperhatikan keadaan
kulit dari kepala sampai kaki, dari depan dan belakang penderita.
Catat / gambar semua kelainan pada kulit yang ditemukan.
Pemeriksaan Rasa Raba
Periksa rasa raba pada kelainan kulit untuk mengetahui hilang/
kurangnya rasa (dengan menggunakan kapas yang diruncingkan
ujungnya) secara tegak lurus pada kelainan kulit yang dicurigai.
Kelainan kulit diperiksa secara bergantian dengan kulit yang normal
disekitarnya untuk mengetahui ada tidaknya anestesi.
2) Saraf tepi
a. Perabaan (Palpasi) Saraf
Perabaan dengan tekanan ringan sehingga tidak menyakiti penderita
Perhatikan adanya penebalan / pembesaran.
Saraf kiri dan kanan sama besar atau berbeda.
Ada nyeri atau tidak (dengan melihat mimik penderita)
b. Pemeriksaan Gangguan Fungsi Saraf
1. Mata
Periksa adanya lagopthalmus pada mata
2. Tangan
Periksa adanya mati rasa pada telapak tangan kanan dan kiri.
Periksa kekuatan pada jari kelingking, ibu jari dan pergelangan
tangan kanan dan kiri
3. Kaki
Periksa adanya mati rasa pada telapak kaki kanan dan kiri.
Periksa kekuatan pada pergelangan kaki kanan dan kiri.
C. Pengobatan
Pengobatan dengan menggunakan regimen MDT
1. MDT PB (6 blister untuk 6 9 bulan)
Hari pertama (diminum didepan petugas):
Rifampisin 600 mg
Dapsone (DDS) 100 mg
Hari ke 2 28 (dibawa pulang):
1 tablet dapsone (DDS) 100 mg
2. MDT MB (12 blister untuk 12 18 bulan)
Hari pertama (diminum didepan petugas):
Rifampisin 600 mg
Dapsone (DDS) 100 mg
Clofazimine /Lamprene 300 mg
Hari ke 2 28 (dibawa pulang):
Dapsone (DDS) 100 mg
Clofazimine /Lamprene 50 mg
Dosis untuk anak:
Rifampisin : 10-15 mg/kg BB
Dapsone (DDS) : 1-2 mg/kg BB
Clofazimine : 1 mg/kg BB
2. Pengambilan Obat
Pada saat penderita datang untuk mengambil obat, lakukan:
a. Anamnesis tentang kondisi penderita
b. Pemeriksaan fungsi saraf mulai dari mata, tangan dan kaki
c. Catat hasil pemeriksaan pada buku penderita
d. Obat diminum didepan petugas untuk hari pertama sesuai tipe kusta
3. Reaksi Kusta
a. Reaksi Ringan
Berobat jalan, istirahat dirumah
Pemberian analgetik/antipiretik
MDT tetap diminum (bila masih dalam pengobatan)
Mencari dan menghilangkan faktor pencetus
b. Reaksi Berat
Immobilisasi lokal/istirahat di rumah
Pemberian analgesik/sedatif
Pemberian prednison sesuai skema (tappering off)
MDT tetap diminum (bila masih dalam pengobatan)
Mencari dan menghilangkan faktor pencetus
4. Metode
1. Kegiatan dalam gedung
a. Penyebarani nformasi melalui media poster, leaflet yang mudah dilihat
pengunjung.
b. Melakukan pemeriksaan dan tatalaksana penderita Kusta
c. Melakukan rujukan kasus yang tidak bisa ditangani di Puskesmas
d. Pengambilan obat dan pengawasan menelan obat MDT (awal bulan)
e. Penanganan pasien reaksi
f. Pelayanan konseling
g. Membuat pencatatan dan pelaporan kegiatan
Penyakit kusta atau lepra (leprosy) atau disebut juga Morbus Hansen, adalah
penyakit infeksi menular kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae.
Indonesia dikenal sebagai satu dari tiga negara yang paling banyak memiliki
penderita kusta. Dua negara lainnya adalah India dan Brazil. Umumnya penyakit
kusta terdapat di negara yang sedang berkembang, dan sebagian besar penderitanya
adalah dari golongan ekonomi lemah.
Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kushtha berarti kumpulan
gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit ini diduga berasal dari Afrika atau Asia
Tengah yang kemudian menyebar keseluruh dunia lewat perpindahan penduduk.
Penyakit ini masuk ke Indonesia diperkirakan pada abad ke IV-V yang diduga dibawa
oleh orang-orang India yang datang ke Indonesia untuk menyebarkan agamanya dan
berdagang. Pada 1995, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan terdapat
dua hingga tiga juta jiwa yang cacat permanen karena kusta.
Mekanisme penularan yang tepat belum diketahui. Beberapa hipotesis telah
dikemukakan seperti adanya kontak dekat dan penularan dari udara. Dan diduga
faktor genetika juga ikut berperan, setelah melalui penelitian dan pengamatan pada
kelompok penyakit kusta di keluarga tertentu. Belum diketahui pula mengapa dapat
terjadi tipe kusta yang berbeda pada setiap individu.
A. DIAGNOSIS KUSTA
Kusta adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium leprae yang terutama menyerang saraf tepi, kulit dan organ
tubuh lain kecuali susunan saraf pusat. Manusia merupakan satu satunya sumber
penularan. Penularan terjadi dari penderita kusta yang tidak diobati ke orang lain
melalui pernafasan atau kontak kulit yang lama.
Diagnosis penyakit kusta hanya dapat ditegakkan berdasarkan pada
penemuan tanda utama (Cardinal Sign) yaitu:
1. Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa.
Kelianan kulit dapat berbentuk bercak keputih-putihan (hipopigmentasi) atau
kemerahan-merahan (eritematous), infiltrat atau nodul yang mati rasa
(anestesi).
2. Penebalan saaraf tepi yang disertai gangguan fungsi saraf
Gangguan fungsi saraf bisa berupa:
a. Gangguan fungsi sensorik : mati rasa
b. Gangguan fungsi motoris : kelemahan otot (parese) atau kelumpuhan
(paralise)
c. Gangguan fungsi otonom : kulit kering, retak, pembengkakan (edema)
3. Basil Tahan Asam (BTA)
Bahan pemeriksaan BTA diambil dari kerokan kulit (skin smear) cuping
telinga dan bagian aktif suatu lesi kulit. Pemeriksaan skin smear hanya
dilakukan pada kasus yang meragukan.
B. TIPE KUSTA
Berdasarkan tanda utama (cardinal sign) kusta dibagi menjadi 2 tipe:
1. Tipe PB (Paucy Bacyller)
a. Jumlah bercak kusta :15
b. Jumlah saraf yang terlibat :1
c. BTA : negatif
2. Tipe MB (Multy Bacyller)
a. Jumlah bercak kusta : >5
b. Jumlah saraf yang terlibat : >1
c. BTA : positif
C. REAKSI KUSTA
Reaksi kusta adalah suatu episode dalam perjalanan kronis penyakit kusta
yang merupakan suatu reaksi kekebalan (seluler respon) atau reaksi antigen
antibody (humoral respons) dengan akibat merugikan penderita, terutama pada
saraf tepi yang bisa menyebabkan gangguan fungsi (cacat) yang ditandai dengan
peradangan akut baik di kulit maupun saraf tepi.
1. Reaksi tipe I
Reaksi Reversal Reaksi Upgrading Reaksi Borderline
Reaksi tipe I terjadi baik pada penderita PB maupun MB dan kebanyakan
pada 6 bulan pertama pengobatan.
a. Reaksi Ringan
Kelainan kulit : Tambah aktif, menebal merah, teraba panas dan nyeri
tekan, makula yang menebal dapat sampai membentuk plaque.
Saraf tepi : Tidak ada nyeri tekan saraf dan gangguan fungsi.
b. Reaksi Berat
Kelainan membengkak sampai ada yang pecah, merah, teraba panas
dan nyeri tekan. Ada kelainan kulit baru, tangan dan kaki
membengkak, sendi-sendi sakit.
Nyeri tekan dan atau gangguan fungsi, misalnya kelemahan otot
2. Reaksi tipe II
ENL Erythema Nodosum Leprosum
Terjadi pada penderita MB dan merupakan reaksi humoral dimana basil
kusta yang utuh maupun yang tak utuh menjadi antigen.
a. Reaksi Ringan
Kelainan kulit : Nodul merah yang nyeri tekan jumlah sedikit,
biasanya hilang sendiri dalam 2-3 hari.
Keadan umum : tidak ada demam atau demam ringan.
Saraf tepi : Tidak ada nyeri raba ataupun gangguan fungsi.
Organ tubuh : Tidak ada gangguan.
b. Reaksi Berat
Kelainan kulit : Nodul (benjol) nyeri tekan, ada yang pecah
(ulceratif), jumlah banyak, berlangsung lama.
Keadaan umum : Demam ringan sampai berat.
Saraf tepi : Ada nyeri raba dan atau gangguan fungsi.
Organ tubuh : Terjadi peradangan pada organ-organ tubuh, mata
(iridosiklitis), testis (epididymorchitis), ginjal (nefritis), sendi
(arthritis), kelenjar limfe (limfadenitis)
BAB II
RUANG LINGKUP
4. Penderita Baru
F. Anamnesis.
Nama, alamat, daerah asal
Riwayat tanda-tanda kulit / saraf yang dicurigai
Riwayat penyakit yang pernah diderita
Riwayat penyakit dalam keluarga
Riwayat pengobatan maupun alergi terhadap obat-obatan tertentu
G. Pemeriksaan klinis.
3) Kulit
Pemeriksaan Pandang
Pemeriksaan dilakukan dengan melihat dan memperhatikan keadaan
kulit dari kepala sampai kaki, dari depan dan belakang penderita.
Catat / gambar semua kelainan pada kulit yang ditemukan.
Pemeriksaan Rasa Raba
Periksa rasa raba pada kelainan kulit untuk mengetahui hilang/
kurangnya rasa (dengan menggunakan kapas yang diruncingkan
ujungnya) secara tegak lurus pada kelainan kulit yang dicurigai.
Kelainan kulit diperiksa secara bergantian dengan kulit yang normal
disekitarnya untuk mengetahui ada tidaknya anestesi.
4) Saraf tepi
c. Perabaan (Palpasi) Saraf
Perabaan dengan tekanan ringan sehingga tidak menyakiti penderita
Perhatikan adanya penebalan / pembesaran.
Saraf kiri dan kanan sama besar atau berbeda.
Ada nyeri atau tidak (dengan melihat mimik penderita)
d. Pemeriksaan Gangguan Fungsi Saraf
4. Mata
Periksa adanya lagopthalmus pada mata
5. Tangan
Periksa adanya mati rasa pada telapak tangan kanan dan kiri.
Periksa kekuatan pada jari kelingking, ibu jari dan pergelangan
tangan kanan dan kiri
6. Kaki
Periksa adanya mati rasa pada telapak kaki kanan dan kiri.
Periksa kekuatan pada pergelangan kaki kanan dan kiri.
H. Pengobatan
Pengobatan dengan menggunakan regimen MDT
3. MDT PB (6 blister untuk 6 9 bulan)
Hari pertama (diminum didepan petugas):
Rifampisin 600 mg
Dapsone (DDS) 100 mg
Hari ke 2 28 (dibawa pulang):
1 tablet dapsone (DDS) 100 mg
4. MDT MB (12 blister untuk 12 18 bulan)
Hari pertama (diminum didepan petugas):
Rifampisin 600 mg
Dapsone (DDS) 100 mg
Clofazimine /Lamprene 300 mg
Hari ke 2 28 (dibawa pulang):
Dapsone (DDS) 100 mg
Clofazimine /Lamprene 50 mg
Dosis untuk anak:
Rifampisin : 10-15 mg/kg BB
Dapsone (DDS) : 1-2 mg/kg BB
Clofazimine : 1 mg/kg BB
5. Pengambilan Obat
Pada saat penderita datang untuk mengambil obat, lakukan:
e. Anamnesis tentang kondisi penderita
f. Pemeriksaan fungsi saraf mulai dari mata, tangan dan kaki
g. Catat hasil pemeriksaan pada buku penderita
h. Obat diminum didepan petugas untuk hari pertama sesuai tipe kusta
6. Reaksi Kusta
4 Reaksi Ringan
Berobat jalan, istirahat dirumah
Pemberian analgetik/antipiretik
MDT tetap diminum (bila masih dalam pengobatan)
Mencari dan menghilangkan faktor pencetus
5 Reaksi Berat
Immobilisasi lokal/istirahat di rumah
Pemberian analgesik/sedatif
Pemberian prednison sesuai skema (tappering off)
MDT tetap diminum (bila masih dalam pengobatan)
Mencari dan menghilangkan faktor pencetus
Rawat inap jika diperlukan