Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

SEORANG WANITA 49 TAHUN DENGAN GIGI BERLUBANG


GERAHAM KIRI BAWAH

Diajukan untuk memenuhi tugas kepaniteraan senior


Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Pembimbing
drg. Nadia Hardini, Sp.KG

Disusun Oleh:
Asa Mutia Sari
22010116220201

ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
Lembar Pengesahan

LAPORAN KASUS

SEORANG WANITA 49 TAHUN DENGAN GIGI BERLUBANG


GERAHAM KIRI BAWAH

Disusun Oleh:
Asa Mutia Sari
22010116220201

Semarang, 07 April 2017


Pembimbing

drg. Nadia Hardini, Sp.KG

2
BAB I
PENDAHULUAN

Ilmu kedokteran gigi mengalami perkembangan yang pesat sehingga banyak penyakit
gigi yang dapat ditangani dengan baik salah satunya adalah karies. Karies merupakan suatu
penyakit yang etiologinya terdiri atas berbagai faktor, yaitu faktor substrat atau medium, plak
(mikroba), dan faktor pejamu (gigi dan saliva), faktor lain yang berperan adalah waktu. Karies
akan terjadi bila keempat faktor tersebut ada dan saling berinteraksi. Karies gigi yang tidak
dirawat lambat laun akan mencapai bagian pulpa dan mengakibatkan peradangan pada pulpa
sehingga menyebabkan kematian pulpa (nekrosis pulpa).
Nekrosis pulpa adalah suatu perubahan morfologis yang menunjukkan kematian sel pada
jaringan pulpa. Nekrosis atau kematian pulpa memiliki penyebab yang bervariasi, pada
umumnya disebabkan oleh keadaan pulpitis yang irreversibel tanpa penanganan atau dapat
terjadi akibat luka trauma sehingga suplai aliran darah ke pulpa terganggu. Penyebab nekrosis
pulpa lainnya adalah iritasi dari bahan restorasi silikat, ataupun akrilik. Nekrosis pulpa juga
dapat terjadi pada aplikasi bahan devitalisasi seperti arsen dan paraformaldehid.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nekrosis Pulpa

2.1.1 Definisi dan Klasifikasi Nekrosis Pulpa

Nekrosis pulpa atau kematian jaringan pulpa adalah kondisi irreversibel yang
ditandai dengan dekstruksi jaringan pulpa. Nekrosis pulpa dapat terjadi secara parsial
maupun total. Etiologi primer dari nekrosis pulpa adalah iritan akibat infeksi bakteri.
Luasnya proses nekrosis berkaitan langsung dengan besarnya invasi bakteri.

Nekrosis pulpa dibagi menjadi dua tipe :


1. Nekrosis koagulasi
Pada kondisi ini, terjadi kerusakan sel, yaitu proses fosforilasi oksidatif terganggu
sebagai respon dari kerusakan pada mitokondria. Transpor intraseluler dan ekstraseluler
juga terganggu. Sel akan mengeluarkan proteolisat yang akan menarik granulosit ke
jaringan nekrosis.
Bentuk khusus dari nekrosis koagulasi adalah gangren (dry type), yang mewakili
efek dari nekrosis, dimana terjadi proses pengeringan atau desikasi, yang menghambat
pertumbuhan bakteri dan destruksi autolitik.
Pada nekrosis koagulasi, protoplasma sel menjadi kaku dan opak. Massa sel
dapat dilihat secara histologis, dimana bagian intraselular hilang.

2. Nekrosis Liquefaksi
Nekrosis liquefaksi (wet type) disebabkan oleh kolonisasi primer atau sekunder
bakteri anaerob, dimana terjadi dekstruksi enzimatik jaringan. Area nekrosis liquefaksi
dikelilingi oleh zona leukosit PMN, dan sel inflamatori kronik yang padat.

2.1.2 Patogenesis Nekrosis Pulpa


Iritasi terhadap jaringan pulpa dapat menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi.
Iritan dapat berupa iritan mekanis, kimia, namun yang paling sering menjadi etiologi
penyakit pulpa adalah iritan oleh mikroorganisme.

4
Iritan oleh mikroorganisme disebabkan karena terpaparnya pulpa ke lingkungan
oral. Pulpa secara normal dilindungi dari infeksi mikroorganisme oral oleh enamel dan
sementum. Ada beberapa situasi yang menyebabkan lapisan pelindung yang terdiri dari
enamel dan sementum ini dapat ditembus, diantaranya adalah karies, fraktur akibat
trauma, penyebaran infeksi dari sulkus gingivalis, periodontal pocket dan abses
periodontal, atau trauma akibat prosedur operatif. Sebagai konsekuensi dari tembusnya
lapisan pelindung pulpa, kompleks pulpa-dentin menjadi terpapar ke lingkungan oral,
dan memiliki risiko terhadap infeksi oleh mikroorganisme oral. Bakteri dan atau produk-
produk nya akhirnya dapat bermigrasi menuju pulpa melalui tubulus dentin.

2.1.3 Patofisiologi Nekrosis Pulpa


Bakteri dan produk toksin nya bertanggungjawab terhadap respon inflamasi yang
terjadi. Bakteri dan produk toksin nya masuk ke pulpa melalui tubulus dentin. Ketika
pulpa terpapar oleh bakteri dan produk toksin nya, jaringan pulpa diinfiltrasi secara lokal
oleh leukosit polimorfonuklear (PMN), membentuk area nekrosis liquefaksi. Bakteri
dapat mengkolonisasi dan bertahan pada area nekrosis. Jaringan pulpa akan tetap
mengalami inflamasi untuk jangka waktu yang lama dan nekrosis cepat atau lambat dapat
terjadi. Hal ini bergantung pada beberapa faktor, antara lain : (1) virulensi dari bakteri,
(2) kemampuan untuk mengeluarkan cairan inflamasi untuk menghindari akibat dari
peningkatan tekanan intrapulpal, (3) host resistance, (4) jumlah sirkulasi, dan yang
paling penting, (5) drainase limfatik.
Sebagai konsekuensi dari pelepasan mediator-mediator inflamasi dalam jumlah
yang banyak, terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah, stasis pembuluh darah,
dan migrasi leukosit ke sisi dimana iritasi berlangsung. Peningkatan tekanan dan
permeabilitas pembuluh darah membuat cairan bergerak dari pembuluh darah menuju ke
jaringan interstitial, menimbulkan edema dan peningkatan tekanan jaringan. Pulpa
terletak di dalam dinding yang kaku, dimana tidak terdapat sirkulasi kolateral, maka dari
itu peningkatan kecil dari tekanan jaringan dapat menyebabkan kompresi pasif, bahkan
kolapsnya pembuluh venul dan limfe secara total di sekitar lokasi iritasi pulpa
berlangsung. Kolapsnya pembuluh venul dan limfe akibat peningkatan tekanan jaringan,

5
serta kurangnya sirkulasi akhirnya menyebabkan eksudat atau cairan inflamasi tidak
dapat diabsorbsi atau didrainase, sehingga proses nekrosis dapat terjadi.
Pulpa biasanya tidak mampu mengeliminasi iritan yang terjadi, yang dapat
dilakukan sementara adalah mencegah penyebaran infeksi dan dekstruksi jaringan yang
lebih luas. Namun, jika iritan ini tetap ada dan tidak diatasi, maka kerusakan dapat
meluas dan menjadi lebih parah.

2.1.4 Gejala Umum Nekrosis Pulpa dan Diagnosis Nekrosis Pulpa


Gejala Umum Nekrosis Pulpa
a. Simptomnya sering kali hampir sama dengan pulpitis irreversible
b. Nyeri spontan atau tidak ada keluhan nyeri tapi pernah nyeri spontan.
c. Sangat sedikit/ tidak ada perubahan radiografik
d. Mungkin memiliki perubahan-perubahan radiografik defenitif seperti pelebaran jaringan
periodontal yang sangat nyata adalah kehilangan lamina dura
e. Perubahan-perubahan radiografik mungkin jelas terlihat
f. Lesi radiolusen yang berukuran kecil hingga besar disekitar apeks dari salah satu atau
beberapa gigi, tergantung pada kelompok gigi.

Diagnosis
Nekrosis Sebagian Nekrosis Keseluruhan
Menyerupai pulpitis irreversible Tidak memberikan gejala
Tes termal bereaksi lambat Tes termal negatif
Perkusi/ tekanan bereaksi negatif Perkusi/ tekanan bereaksi negatif
Vitalitester bereaksi dalam skala Vitalitester bereaksi negatif
besar Terlihat penebalan ligamentum
Gambaran radiologi tidak ada periodontal
kelainan
a. Keluhan subjektif :
Gigi berlubang, kadang-kadang sakit bila kena rangsangan panas
Bau mulut (halitosis)
Gigi berubah warna.
b. Pemeriksaan objektif :
6
Gigi berubah warna, menjadi abu-abu kehitam-hitaman
Terdapat lubang gigi yang dalam
Sondenasi,perkusi dan palpasi tidak sakit
Biasanya tidak bereaksi terhadap tes elektrik dan termal. Kecuali pada nekrosis tipe
liquifaktif.
Bila sudah ada peradangan jaringan periodontium, perkusi,palpasi dan sondenasi
sakit.

Gejala dan tanda dari nekrosis pulpa adalah :


1. Diskolorisasi gigi, merupakan indikasi pertama terjadinya kematian jaringan pulpa.

Gambar 1. Tampak diskolorasi pada gigi 2.1 dengan nekrosis pulpa

2. Riwayat dari pasien, seperti oral hygiene, pulpitis yang tidak diterapi, serta riwayat
trauma. Pada gigi yang mengalami trauma, tidak terdapat respon terhadap tes pulpa. Hal
ini menyerupai tanda pada nekrosis pulpa. Riwayat pasien menunjukkan nyeri hebat
yang bisa berlangsung untuk beberapa saat diikuti oleh berakhirnya nyeri secara total
dan tiba-tiba.
3. Gejala pada gigi biasanya asimtomatik. Tidak terdapat nyeri pada nekrosis total. Pada
nekrosis sebagian dapat simptomatik atau ditemui nyeri.

Pemeriksaan didapatkan hasil :


1. Radiografi
Pemeriksaan radiografi menunjukkan kavitas yang besar atau restorasi, atau juga
bisa ditemui penampakan normal kecuali jika ada periodontitis apikal atau osteitis.
7
Gambar 2. Gambaran radiografi tampak restorasi yang besar pada gigi molar dengan infeksi saluran akar

Gambar 3. Dekomposisi gigi sebagai akibat nekrosis pulpa

2. Tes vitalitas
Gigi tidak merespon terhadap tes vitalitas, namun gigi dengan akar ganda dapat
menunjukkan respon campuran, bila hanya satu saluran akar yang mengalami nekrosis.
Gigi dengan nekrosis pulpa memberikan respon negatif terhadap stimulasi elektrik
maupun rangsang dingin, namun dapat memberikan respon untuk beberapa saat terhadap
rangsang panas.
3. Pemeriksaan fisik
Gigi menunjukkan perubahan warna seperti suram atau opak yang diakibatkan
karena kurangnya translusensi normal.

8
Gambar 4. Kurangnya translusensi normal pada gigi 1.1

4. Histopatologi
Terdapat jaringan pulpa yang nekrosis, debris selular, dan mikroorganisme
terlihat di pulpa. Apabila terdapat jaringan periodontal yang terlibat, maka akan
menunjukkan gambaran inflamasi atau sel radang.

2.1.5 Rencana Perawatan

a. Simtomatis :
Diberikan obat-obat penghilang rasa sakit/anti inflmasi (OAINS)
b. Kausatif :
Diberikan antibiotika (bila ada peradangan)
c. Tindakan :
Gigi dibersihkan dengan semprit air, lalu dikeringkan dengan kapas.
Beri anagesik, bila ada peradangan bisa di tambah dengan antibiotic
Sesudah peradangan reda bisa dilakukan pencabutan atau dirujuk untuk
perawatan saluran akar.
Biasanya perawatan saluran akar yang digunakan yaitu endodontic intrakanal.
Yaitu perawatan pada bagian dalam gigi (ruang akar dan saluran akar) dan
kelainan periapaikal yang disebabkan karena pulpa gigi tersebut.
Untuk gigi sulung yang belum waktunya dicabut dirawat dengan perawatan
saluran akar

9
Untuk gigi tetap berakar satu dipertahankan

Untuk gigi belakang bila mahkota masih bagus dirawat, bila buruk dicabut.

Gambar 9. Nekrosis pulpa15


2.1.6 Tindakan
a. Penambalan
Harus diketahui bahwa gigi yang sakit atau berlubang tidak dapat disembuhkan dengan
sendirinya, dengan pemberian obat-obatan. Gigi tersebut hanya dapat diobati dan dikembalikan
ke fungsi pengunyahan semula dengan melakukan pemboran, yang pada akhirnya gigi tersebut
akan ditambal.
Dalam proses penambalan, hal yang pertama sekali dilakukan adalah pembersihan gigi
yang karies yaitu dengan membuang jaringan gigi yang rusak dan jaringan gigi yang sehat di
sekelilingnya, karena biasanya bakteri-bakteri penyebab karies telah masuk ke bagian-bagian
gigi yang lebih dalam. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk meniadakan kemungkinan
terjadinya infeksi ulang. Tambalan terbuat dari berbagai bahan yang dimasukkan ke dalam gigi
atau di sekeliling gigi. Umumnya bahan-bahan tambalan yang digunakan adalah perak
amalgam, resin komposit, semen ionomer kaca, emas tuang, porselen. Perak amalgam
merupakan tambalan yang paling banyak digunakan untuk gigi belakang, karena sangat kuat
dan warnanya tidak terlihat dari luar. Perak amalgam relatif tidak mahal dan bertahan sampai
14 tahun. Tambalan emas lebih mahal tetapi lebih kuat dan bias digunakan pada karies yang
sangat besar. Campuran damar dan porselen digunakan untuk gigi depan, karena warnanya
mendekati warna gigi, sehingga tidak terlalu tampak dari luar. Bahan ini lebih mahal dari pada

10
perak amalgam dan tidak tahan lama, terutama pada gigi belakang yang digunakan untuk
mengunyah. Kaca ionomer merupakan tambalan dengan warna yang sama dengan gigi. Bahan
ini diformulasikan untuk melepaskan fluor, yang memberi keuntungan lebih pada orang-orang
yang cenderung mengalami pembusukan pada garis gusi. Kaca ionomer juga digunakan untuk
menggantikan daerah yang rusak karena penggosokan gigi yang berlebihan.

b. Pencabutan
Keadaan gigi yang sudah sedemikian rusak sehingga untuk penambalan sudah sukar
dilakukan, maka tidak ada cara lain selain mencabut gigi yang telah rusak tersebut. Dalam
proses pencabutan maka pasien akan dibius, dimana biasanya pembiusan dilakukan lokal
yaitu hanya pada gigi yang dibius saja yang mati rasa dan pembiusan pada setengah rahang.
Pembiusan ini membuat pasien tidak merasakan sakit pada saat pencabutan dilakukan.

11
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. JA
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 49 tahun
Pekerjaan : PNS
Alamat : Rengas, Banyumanik
Agama : Islam
No. CM : 016484
Tgl. Pemeriksaan : Jumat, 31 Maret 2017

3.2. Anamnesis
(Autoanamnesis pada hari Jumat, 31 Maret 2017 pukul 10.00 di Poliklinik Gigi dan Mulut
RSND)
Keluhan utama : Gigi berlubang geraham kiri bawah
Riwayat Penyakit Sekarang :
4 bulan yang lalu pasien mengeluhkan gigi yang berlubang yang berlokasi di gigi
geraham kiri bawah, sering keluar darah tiap gosok gigi. Pasien mengaku pernah demam
tidak terlalu tinggi, demam hilang timbul. Awalnya gigi terasa ngilu apabila terkena
makanan, namun sudah sejak 3 minggu ini tidak ada keluhan nyeri yang dirasakan pasien
pada giginya yang berlubang. Warna gigi dirasakan semakin kusam atau kehitaman.
Riwayat trauma(-), Riwayat tumpatan pada gigi (-), riwayat merokok (-), riwayat konsumsi
alkohol (-). Sebelummnya, pasien telah memeriksakan diri ke dokter BPJS dengan keluhan
utama sering sakit kepala dan gigi geraham yang berlubang besar dan terasa agak goyang,
kemudian oleh dokter diberi obat antibiotik dan anti nyeri, dan di rujuk ke Poliklinik Gigi
dan Mulut RSND.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pernah mencabut gigi di geraham rahang kiri atas dan kiri bawah

12
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat diabetes mellitus disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien merupakan PNS. Biaya pengobatan menggunakan BPJS
Kesan : Sosial ekonomi cukup

3.3. Pemeriksaan Fisik


Dilakukan pemeriksaan fisik pada hari Jumat, 31 Maret 2017 pukul 10.00 WIB di Poliklinik
Gigi dan Mulut RSND
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak baik
Kesadaran : Composmentis
Nyeri : VAS 0
Keadaan gizi : Baik
Tanda-tanda vital ;
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,5oC
Gambaran umum lainnya;
Tinggi Badan : 155 cm
Berat Badan : 50 kg
BMI : 20,83 (Normal)
Hidrasi : Baik
Edema :-
Pucat :-
Clubbing finger: -
Jaundice :-

Pemeriksaan Ekstraoral

13
Wajah
Inspeksi : asimetris (-), benjolan (-), lesi (-)
Leher
Inspeksi : Simetris, benjolan (-)
Palpasi : Pembesaran limfonodi (-), nyeri tekan (-)

Pemeriksaan Intraoral (ki/ka)


Mukosa pipi : edema (-/-), hiperemis (-/-)
Mukosa palatum : edema (-/-), hiperemis (-/-)
Mukosa dasar mulut/lidah: edema (-/-), hiperemis (-/-), fissure tongue, geographic
tongue, xerostomia
Mukosa pharynx : edema (-/-), hiperemis (-/-)
Ginggiva atas : edema (-/-), hiperemis (-/-)
Ginggiva bawah : edema (-/-), hiperemis (-/-)
Kalkulus/plak : (+) semua region pada gigi rahang bawah terutama pada
daerah lingual
Palatum : Tidak ada kelainan
Supernumerary teeth : Tidak ada
Diastema : Tidak ada
Gigi anomali : Tidak ada

Odontogram

14
Gigi 26, 36 Missing teeth
Gigi 37 Nekrosis, non vital

Status Lokalis
Gigi 3.7
Inspeksi : tampak kalkulus di sekitar gigi, tampak karies di bagian oklusal
Sondasi : (-)
Perkusi : (-)
Pressure : (-)
Palpasi : (-)
Vitalitas : (-)
Mobilitas : (+)

Status Dental
Gigi 2.6, 3.6
Inspeksi : tampak gigi sudah tidak ada karena telah dicabut

3.4. Pemeriksaan Penunjang


1. Pro laboratorium darah
2. Pro rontgen panoramik

15
3.5. Diagnosis Kerja
Gigi 3.7 nekrosis pulpa

3.6. Rencana Terapi


Ip Dx
S :-
O :-

Ip Tx
Rujuk ke dokter gigi untuk dilakukan ekstraksi pada gigi 3.7
Ip Mx
Manajemen nyeri yang terjadi pasca ekstraksi pada gigi 3.7
Manajemen perdarahan dan perawatan gusi pasca ekstraksi pada gigi 3.7
Ip Ex
Menjelaskan kepada pasien bahwa telah terjadi nekrosis pulpa pada gigi molar
pertama mandibula (gigi geraham kiri bawah)
Menganjurkan pasien untuk senantiasa menjaga kesehatan dan kebersihan gigi &
mulut terutama setelah pencabutan gigi, edukasi mengenai penggantian kassa pada
bekas gigi yang dicabut yang mengalami perdarahan sesering mungkin, dan jika
merasa nyeri segera diperiksakan ke dokter
Menganjurkan pasien rutin untuk kontrol pemeriksaan rutin gigi minimal tiap enam
bulan sekali
Mengedukasikan pada pasien untuk menghindari makan makanan yang terlalu
keras paska pencabutan gigi

16
BAB IV
PEMBAHASAN

Seorang wanita berusia 49 tahun datang dengan keluhan gigi berlubang geraham kiri bawah.
4 bulan yang lalu pasien mengeluhkan gigi yang berlubang yang berlokasi di gigi geraham kiri
bawah, sering keluar darah tiap gosok gigi. Awalnya gigi terasa ngilu apabila terkena makanan,
namun sudah sejak 3 minggu ini tidak ada keluhan nyeri yang dirasakan pasien pada giginya yang
berlubang. Sebelummnya, pasien telah memeriksakan diri ke dokter BPJS dengan keluhan utama
sering sakit kepala dan gigi geraham yang berlubang besar dan terasa agak goyang, kemudian
oleh dokter diberi obat antibiotik dan anti nyeri, dan di rujuk ke Poliklinik Gigi dan Mulut RSND.
Berdasarkan dari hasil pemeriksaan fisik ekstra oral, tidak ditemukan adanya asimetri
ataupun pembengkakan pada wajah. Pemeriksaan inspeksi dan palpasi pada regio leher tidak
ditemukan pembesaran kelenjar limfonodi submandibula kiri maupun kanan, dan tidak
ditemukannya nyeri tekan, menunjukkan tidak ditemukannya indikasi infeksi ataupun massa
abnormal.
Berdasarkan pemeriksaan intra oral tidak ditemukan kelainan, pembengkakan, lesi, ataupun
hiperemis pada mukosa bukal, palatum durum/mole, dasar mulut, faring dan gingiva rahang atas
dan ginggiva rahang bawah. Begitu pula, tidak ditemukan adanya fissure tongue, geographic
tongue dan xerostomia pada lidah dan rongga mulut pasien. Akan tetapi, ditemukan adanya
kalkulus/plak pada semua gigi regio rahang bawah.
Pemeriksaan status lokalis pada gigi 3.7 yang tampak berlubang besar dengan warna
cokelat-kehitaman dengan mahkota yang tidak utuh ditemukan bahwa sondasi, perkusi, pressure,
dan palpasi adalah negatif, namun dengan mobilitas yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa
gigi juga mengalami perubahan warna, dan gejala nyeri yang pernah dirasakan oleh pasien
sebelumnya mungkin disebabkan oleh karies pada organ gigi tersebut dan sudah hilang karena
telah terjadi kematian pulpa, sehingga seolah-olah gejala hilang atau telah membaik dan dapat
mengecoh pemeriksaan. Pada tes vitalitas ditemukan hasil bahwa gigi 3.7 non vital.
Pemeriksaan status dental pada gigi 2.6, 3.6 ditemukan gigi sudah tidak ada karena telah
dicabut.
Diagnosis dari kasus ini adalah nekrosis pulpa 3.7.
17
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Telah diperiksa seorang wanita berusia 49 tahun dengan keluhan gigi berlubang geraham
geraham kiri bawah dengan diagnosis kerjanya yaitu nekrosis pulpa gigi 3.7. Penegakan diagnosis
pada pasien dilakukan dari anamnesis, pemeriksaan ekstra oral dan intra oral. Berdasarkan
diagnosis diatas, tatalaksana definitif yang dapat diterapkan yaitu dengan ekstraksi gigi 3.7.
Penatalaksanaan yang sesuai dengan kompetensi dokter umum adalah memberikan tatalaksana
awal berupa pemberian antibiotik dan analgesik kemudian merujuk ke dokter gigi.

5.2 Saran
1. Perlunya pengetahuan serta pemahaman yang cukup megenai nekrosis pulpa sehingga dokter
umum dapat mengenali dan mendiagnosis serta mampu memberikan tatalaksana awal dan
mampu untuk merujuk ke dokter gigi.
2. Perlunya edukasi kepada pasien dan keluarganya mengenai diagnosis kerja nekrosis pulpa,
komplikasi yang mungkin terjadi karena kondisi tersebut, pilihan tatalaksana yang ada beserta
dengan komplikasi atau risiko penyerta, serta perawatan yang perlu dilakukan setelah
dilakukan pencabutan gigi.
3. Perlunya edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga kebersihan gigi dan mulut
dengan baik serta pentingnya kontrol rutin pemeriksaan gigi untuk mendeteksi suatu
predisposisi penyakit sejak dini.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Whaites E. Essentials of dental radiography and radiology. 3rd ed. New York: Churchill
Livingstone; 2003. p. 75-94: 172.
2. Goodell GG, Tordik PA, Moss HD. Pulpal and periradicular diagnosis. Nav Dent School J;
2005: 27(9): 15-8.
3. R.S S. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. 6th ed. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran EGC; 2006.
4. Grossman L, Oliet S, Del CE. Ilmu endodontik dalam praktek. Alih bahasa: Abiyono R.
Edisi 11. Jakarta: EGC; 1995. h. 65-70, 86-99
5. Torabinejad M, Walton RE. Principles and practice of endodontic. 4th Ed. Philadelphia:
Saunders Company; 2009.p. 38-40, 58-63
6. Cohen S, Burns RC. Pathway of the pulp. 6th Ed. Missouri: Mosby; 1994. p. 22, 345, 365
7. Bergenholt G, Bindslev HP. Textbook of endodontology. 2nd Ed. London: Wiley Backwel;
2010. p.113-28
8. Gary C, Goodell. Pulpa and periradicular diagnosis. Clin Update 2005; 28(7):
9. Sandler NA. Odontogenic infections. Diunduh dari:
http://www1.umn.edu/dental/courses/oral_surg_seminars/odontogenic_infections.pdf, 06
April 2017).
10. Stanley J. Nelson and Major M. Ash. Wheelers Dental Anatomy, Physiology, and
Occlusion. 9th Ed. Missouri : Saunders Elsevier. 2010:256-8
11. Lix, Kolltveit, Tronstad L, Olsen I. Systemic diseases caused by oral infection. Clinical
Microbiology Reviews 2000 Oct; 547-58.
12. Peterson LJ. Odontogenic infections. Diunduh dari :
http://famona.erbak.com/OTOHNS/Cummings?cumm069.pdf, 06 April 2017).
13. Sonis ST, Fazio RC, Fang L. Principles and practice of oral medicine. 2 nd ed. Philadelphia:
WB Saunders Company; p.399-415.
14. Kidd A.E.M. 2005. Essentials of Dental Caries Third edition. Oxford University Press Inc:
United States.

19

Anda mungkin juga menyukai