Anda di halaman 1dari 65

Asal Mula Perkembangan Agama Buddha

di Indonesia
ASAL MULA PERKEMBANGAN AGAMA BUDDHA DI INDONESIA

Indonesia merupakan negara yang dianggap strategis, karena terletak diantara dua benua dan dua
samudera. Hal itu yang menyebabkan pada zaman dahulu Indonesia di jadikan sebagai jalur
pelayaran yang strategis antara India ke China ataupun sebaliknya, banyaknya pedagang China
dan India melalui Indonesia menyebabkan adanya pengaruh kebudayaan baik dari India maupun
dari China. Para pedagang itu juga tidak semata-mata melakukan perdagangan di wilayah
Nusantara, akan tetapi mereka juga berperan dalam proses penyebaran agama pada saat itu
khususnya Hindu dan Buddha. Hindu merupakan agama yang dianggap sebagai agama paling
tinggi kedudukannya saat itu, karena mereka mengenal system kasta sehingga yang bisa
mempelajarinya hanyalah kalangan tertentu saja. Sedangkan Buddha merupakan agama yang
tidak mengenal kasta, sehingga dapat menyebar dengan merata tanpa memandang suatu kalangan
atau pun kasta tertentu. Masuknya agama Buddha di Indonesia itu sekitar awal abad pertama atau
saat dimulainya perdagangan melalui jalur laut, namun itu hanyalah perkiraan kedatangan para
pedagang dari India atau pun dari China. Sedangkan bukti-bukti yang menyebutkan adanya
orang Indonesia yang memeluk agama Budha itu sekitar adab ke-4 M.

Ditemukan Prasasti dan Ruphang Buddha (Abad ke-4) Sebuah Prasasti berasal dari abad ke-4
dekat bukit meriam di Kedah, sebuah lempengan batu berwarna ditemukan di satu puing rumah
bata yang diperkirakan mungkin merupakan kamar bhiksu Buddha. Lempengan batu itu berisi 2
syair Buddhist dalam bahasa Sanskerta ditulis dengan huruf abjad Pallawa tertua. Tulisan yang
kedua dari lempengan batu tersebut berbunyi : Karma bertambah banyak karena kurang
pengetahuan dharma Karma menjadi sebab tumimbal lahir Melalui pengetahuan dharma
menjadikan akibat tiada karma Dengan tiada karma maka tiada tumibal lahir. Bukti-bukti tertua
dikatakan sekitar tahun 400 M., di Kalimantan Timur, dilembah-lembah Sungai Kapuas
Mahakam dan Rata, terdapat tanda-tanda lain dari pengaruh India terlihat dalam bentuk patung
Buddha dalam gaya Gupta.
Sebelum abad ke-5, di Kedah Sulawesi, Jawa Timur dan Palembang, patung-patung Buddha
gaya Amaravati ditemukan (ini dihubungkan dengan tempat-tempat tertua, Amarawati di Sungai
Kitsna kira-kira 80 mil dari pantai timur India, adalah negeri aliran besar patung Buddha yang
berkembang dari tahun 150 sampai 250 M.), namun adanya negara Buddha di daerah-daerah itu
belum ada yang mengetahui tentang kemungkinannya. Sebuah kerajaan bernama Kan-to-li juga
disebut oleh orang-orang tionghoa. Tahun 502 seorang Raja Buddha telah memerintah di sana
dan tahun 519 putra raja Vijayavarman mengirim utusan ke Tiongkok. Kerajaan ini diperkirakan
berada di Sumatera.

Kerajaan Srivijaya (Sriwijaya) merupakan asal mula peranan kehidupan Agama Buddha di
Indonesia, dimulai pada zaman Srivijaya di Suvarnadvipa (Sumatera) pada abad ke-7. Berapa
lama Srivijaya telah ada sebelum itu masih merupakan suatu dugaan. Letak kerajaan Srivijaya di
Sumatera Selatan mungkin sekali di Minangatamwan di daerah pertemuan Sungai Kampar
Kanan dan Kampar Kiri (sekitar Palembang).

Catatan-catatan berharga berupa prasasti-prasasti bila dikumpulkan menunjukkan adanya


kerajaan kerajaan Buddha di Palembang. Prasasti-prasasti itu adalah : Prasasti yang tertua ialah
Prasasti Kedukan Bukit (dekat Palembang) yang dapat dipastikan tahun Saka (=13 April 683)
menceritakan perjalanan suci Dapunta Hyang berangkat dari Minangatamwan. Prasasti yang ke-
2 ialah Prasasti Talang Tuo (dekat Palembang) yang memperingati dan pembuatan taman
Criksetra (taman umum) didirikan tahun 684 atas perintah Raja Dapunta Hyang Srijayanaca
sebagai kebajikan Buddha untuk kemakmuran semua makhluk. Semua harapan dan doa dalam
prasasti itu jelas sekali menunjukkan sifat Agama Buddha Mahayana. Prasasti yang ke-3
didapatkan di Telaga Batu tidak berangka tahun. Di Telaga Batu banyak didapatkan batu-batu
yang bertuliskan Siddhayatra (=Perjalanan Suci yang berhasil) dan dari Bukit Siguntang di
sebelah Barat Palembang ditemukan sebuah arca Buddha dari batu yang besar sekali berasal dari
sekitar abad ke-6. Prasasti ke-4 dari Kotakapur (Bangka) dan yang ke-5 dari Karang Berahi
(daerah Jambi hulu), keduanya berangka tahun 686 M.

I-Tsing dua kali datang ke Srivijaya I-Tsing (634-713) seorang pendeta Buddha dari negeri
Tiongkok yang terkenal dalam perjalanannya ke India pada tahun 671. Dia mengatakan, dia
berlayar dari negeri Tiongkok ke Srivijaya dengan kapal saudagar Persia. Pelayaran selanjutnya
ke India dengan kapal Raja Srivijaya. Di Srivijaya sebelum pergi ke India ia belajar bahasa
Sansekerta selama 6 bulan. Ini membuktikan betapa pentingnya Srivijaya sebagai pusat untuk
mempelajari Agama Buddha Mahayana pada waktu itu. Ia mengatakan di Srivijaya ada lebih dari
1000 biksu, aturan dan tata upacara mereka sama dengan di India demikian juga Agama Buddha
Mahayana yang ada di negeri Tiongkok.

Tahun 685 I-Tsing setelah belajar selama 10 tahun di Universitas Buddha Nalanda di Benggala,
ia kembali ke Srivijaya dan tinggal di sana sekitar 4 tahun untuk menterjemahkan teks Agama
Buddha dari bahasa Sansekerta ke dalam bahasa Mandarin. Ia juga mencatat Vinaya dari Sekte
Sarvastivada. Tahun 689 karena keperluan mendesak akan alat-alat tulis dan pembantu, ia pulang
ke Canton Selatan, kemudian ia kembali ke Srivijaya dengan 4 orang teman dan tinggal di sana
untuk merampungkan memoirnya tentang Agama Buddha pada masanya. Memoir ini
diselesaikan dan dikirim ke Tiongkok tahun 692, dan tahun 695 ia kembali ke Tiongkok.
Bersamaan waktu dengan I-Tsing juga teman-temannya dari Tiongkok sebanyak 41 bhiksu yang
mahasiswa datang belajar Agama Buddha Mahayana di Srivijaya. Adalah sangat disayangkan
bahwa tidak terdapat peninggalan buku-buku Agama Buddha Mahayana dari Zaman Srivijaya
sebagai pusat pendidikan Agama Buddha yang bernilai internasional pada masa itu.
Selain kerajaan Srivijaya, masih banyak kerajaan-kerajaan lain yang bercorak Buddha di
Indonesia. Seperti kerajaan Tarumanegara, Mataram kuno, dan lain sebagainya. Semua kerajaan
itu berperan dalam proses perkembangan agama Buddha di Nusantara, pengaruh India pada masa
kerajaan-kerajaan itu sangat terasa. Hal ini ditunjukkan dengan adanya bangunan-bangunan
peribadatan seperti candi-candi dan sebagainya. Agama Buddha di masa itu memang sedikit
banyak terpengaruh oleh agama Buddha dari negeri asalnya tersebut, karena corak dari patung
Buddha tersebut mencirikan patung-patung Buddha di India.

Namun pada perkembangannya sampai saat ini, pangaruh India kian memudar. Justru pengaruh
dari negeri Tionghoa-lah yang paling mendominasi Agama Buddha sampai saat ini, terbukti dari
bentuk patung, tempat sembahyangnya maupun seluruh ornamen dalam Agama Buddha saat ini
lebih didominasi unsur Tionghoa ketimbang dari India. Hal ini disebabkan oleh banyaknya orang
Tionghoa yang Bergama Buddha yang berdagang di Nusantara sejak zaman dahulu, sehingga
proses perkembangan agama Buddha lebih banyak di dominasi oleh kebudayaan orang Tionghoa
ketimbang dari India.

Menurut kami Agama Buddha itu sampai di Indonesia pada awalnya berasal dari India, akan
tetapi dalam perkembangannya agama Buddha lebih di dominasi oleh pengaruh China. Pada saat
ini pula orang-orang yang memeluk agama Buddha di Indonesia kebanyakan adalah orang-orang
Keturunan China, dibandingkan dengan orang-orang Keturunan India maupun masyarakat
Pribumi sendiri

Ada beberapa teori masuknya agama Hindu ke Indonesia. Para ahli sejarah mengungkap siapa
yang menyebarkan agama Hindu ke Indonesia. Antara sejarawan satu dan yang lainnya berbeda
pendapat mengenai siapa yang membawa agama Hindu. Analisis dari para sejarawan disertai
dengan alasan yang cukup meyakinkan sehingga membuat kita dibuat bingung dengan pendapat
para tokoh. Teori yang satu dengan yang lain saling bertolak belakang. Dari beberapa teori,
berikut ini ada lima teori tentang masuknya agama Hindu ke Indonesia.

Teori Brahmana

J.C Van Leur mengungkapkan bahwa penyebar agama Hindu di Indonesia


adalah kaum brahmana yang diundang oleh para pemimpin suku. Kedatangan para Brahmana
ditujukan untuk melegitimasi kekuasaan para pemimpin suku tersebut. Jadi menurut J.C Van
Leur, kaum brahmanalah yang menyebarkan agama Hindu ke Indonesia. Hal ini didasarkan
bahwa agama Hindu bukalah agama yang demokratis bagi orang banyak. Yang mampu membaca
bahasa sansekerta adalah kaum brahmana. Sedangkan teori ini diragukan karena kaum Brahmana
pantang untuk menyebrangi lautan. Padahal kita tahu letak Indonesia dengan India harus
melewati ribuan kilometer air laut.

Teori Ksatria

Ter Haar mengungkapkan bahwa masuknya agama Hindu ke Indonesia


dibawa oleh kasta Ksatria. Di India zaman dahulu sering terjadi pertikaian antar kaum ksatria.
Para prajurit yang mengalami kekalahan pada akhirnya meninggalkan India dan kemudian
menyebar ke beberapa wilaya salah satunya Indonesia. Mereka inilah yang kemudian mendirikan
koloni-koloni baru sebagai tempat tinggal. Di tempat itu pula terjadi proses penyebaran agama
dan kebudayaan Hindu. Namun teori memiliki kelemahan yaitu tidak ada bukti tertulis bahwa
pernah terjadi kolonialisasi India atas Indonesia.

Teori Waisya

N.J Krom mengungkapkan Teori Waisya, yaitu para pedaganglah yang


menyebarkan agama Hindu ke Indonesia. Krom menganalisa atas dasar, para pedaganglah
(kaasta waisya) yang paling banyak datang ke Indonesia. Para pedagang India yang ingin
berdagang ke Cina, singgah di Indonesia. Kemudian mereka membentuk pemukiman India,
bahkan banyak dari meraka yang menikah dengan penduduk pribumi. Lewat interaksi itu mereka
menyebarkan agama Hindu. Kelemahan teori waisya yaitu apabila Hindu disebarkan oleh
pedagang seharusnya agama Hindu hanya berkembang di daerah pesisir. Sedangkan pada
kenyataannya banyak kerajaan yang bercorak Hindu di daerah pedalaman.

Teori Sudra
Van Feber adalah bahwa : Orang India berkasta Sudra (pekerja kasar)
menginginkan kehidupan yang lebih baik daripada mereka tinggal menetap di India sebagai
pekerja kasar bahkan tak jarang mereka dijadikan sebagai budak para majikan sehingga mereka
pergi ke daerah lain bahkan ada yang sampai ke Indonesia. Orang berkasta sudra yang berada
pada kasta terendah di India tidak jarang dianggap sebagai orang buangan sehingga mereka
meninggalkan daerahnya pergi ke daerah lain bahkan keluar dari India hingga ada yang sampai
ke Indonesia agar mereka mendapat kedudukan yang lebih baik dan lebih dihargai.

Teori Arus Balik

Coedes dan FDK Bosch mengungkapkan teori arus balik yaitu agama Hindu disebarkan oleh
orang Indonesia sendiri. Sudah banyak pedagang Indonesia yang berdagang di India. Selain
berdagang mereka juga berinteraksi dengan penduduk India. Sehingga mereka mengenal agama
Hindu.

Dari beberapa teori yang diungkapkan di atas, para sejarawan menyimpulan bahwa yang
menyebarkan agama Hindu ke Indonesia adalah kaum Brahmana yang mendapatkan undangan
dari Raja. Teori ini berhubungan dengan hanya kaum Brahmana yang mengetahui isi dari kitab
Weda. Agama Hindu dikenal dengan agama yang kurang begitu demokratis yang begitu
mensyakralkan tentang masalah penyebaran agama.

Teori Masuknya Agama Hindu

a. Teori Brahmana
Brahmana (sumber: http://www.indiancultureonline.com/

Brahmana dan para muridnya (sumber: http://www.gymnasium-


spaichingen.de/blili/india/castesystem/

Teori ini mengatakan bahwa agama Hindu yang masuk ke Indonesia di bawa oleh para Brahmana.
Brahmana merupakan kasta tertinggi dalam ajaran Hindu. Kasta Brahman merupakan satu-satunya
kasta yang boleh mempelajari Kitab Weda.

b. Teori Ksatria
Ksatria (sumber: http://www.gymnasium-spaichingen.de/blili/india/castesystem/)

Teori ini mengatakan bahwa agama Hindu yang masuk ke Indonesia di bawa oleh kaum Ksatria melalui
penaklukan wilayah (ekspansi). Ksatria merupakan kasta kedua setelah Brahmana, yang terdiri dari
prajurit perang.

c. Teori Waisya

Waisya (sumber: http://www.gymnasium-spaichingen.de/blili/india/castesystem/)

Teori ini mengatakan bahwa agama Hindu yang masuk ke Indonesia di bawa oleh para pedagang
yang melalui Indonesia dan kemudian mengajarkan ajaran agama Hindu ke penduduk setempat.
Waisa merupakan kasta ketiga, yang terdiri dari para pedagang.
d. Teori Arus Balik

Teori ini mengatakan bahwa agama Hindu yang masuk ke Indonesia dibawa oleh para pelajar (orang
Indonesia) yang belajar atau mendalami agama Hindu di India kemudian setelah mereka menempuh
pendidikan, lalu mereka pulang dan mengajarkan (menyebarluaskan) ajaran Hindu kepada penduduk
setempat.

1. MASUKNYA AGAMA HINDU DI INDONESIA KELOMPOK 3 NAMA :


ANDRIYANTO ILHAM F MUCHLISIN D M.ROFIQ

2. Agama Hindu diperkirakan masuk ke wilayah Indonesia sekitar awal abad ke empat.
Agama hindu sendiri meruoakan agama yang pertama di kenal di Indonesia. cara
penyebaran agama ini juga tidak lepas dari pengaruh perdagangan, karena penyebaran
tersebut dilakukan oleh para pedagang India yang sedang berdagang dan bermukim di
Indonesia.

3. Teori masuknya Hindu ke Indonesia Ada beberapa teori yang menyatakan masuknya
agama Hindu ke Indonesia yaitu: 1. Teori Brahmana 2. Teori Ksatria 3. Teori Waisya 4.
Teori Sudra 5. Teori Arus Balik

4. Teori Brahmana Teori Brahmana di kemukakan oleh Van Leur. Yang berisikan bahwa
agama Hindu dibawa oleh para pendeta ke Indonesia. Pendapatnya dibuktikan dengan
adanya kitab weda, karena para brahmana lah yang mengetahui kitab tersebut.

5. Teori Ksatria Teori ini dikemukakan oleh Prof. Dr. J.I. Moens yang mengungkapkan
bahwa Indonesia pernah mengalami penjajahan bangsa India dan yang menaklukkannya
adalah golongan ksatria. Karena itu, melalui proses penjajahan tersebut, budaya Hindu-
Buddha masuk ke Indonesia.

6. Teori Waisya Teori ini dikemukakan oleh N.J. Krom yang mengungkapkan bahwa
golongan pedagang memiliki peranan dalam menyebarkan kebudayaan India di Indonesia
melalui perkawinan antara pedagang dan wanita Indonesia.
7. Teori Arus Balik Teori ini dikemukakan oleh F.D.K. Bosch bahwa banyak orang
Indonesia yang sengaja datang ke India untuk berziarah dan belajar agama Hindu-
Buddha. Setelah kembali ke Indonesia, mereka menyebarkan agama tersebut. Agama
Hindu merupakan agama yang pertama kali masuk ke wilayah Indonesia.

8. Berdasarkan bukti-bukti sejarah diperoleh informasi bahwa masuknya Hindu ke


Indonesia pada abad ke-5 M. Di antara buktinya diperoleh dari prasasti Kerajaan Kutai di
Kalimantan Timur dan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Baratyang ditemukan
menggunakan bahasa Pallawa dari India Selatan. Hal tersebut menandakan bahwa
pengaruh agama Hindu mulai menyebar dan dipakai di wilayah Indonesia.

9. Gambar Prasasti Dari prasasti Kerajaan Kutai di Kalimantan Dari Kerajaan


Tarumanegara di Jawa Barat

10. Adapun Informasi dan bukti permulaan masuknya agama Buddha ke Indonesia
dapat dilihat dari beberapa patung Buddha yang ditemukan di beberapa tempat di
Indonesia, di antaranya yang ditemukan di Sumatra Selatan, Sulawesi Selatan, dan Jawa
Timur.

11. Patung-patung Buddha yang ditemukan mirip dengan Kesenian Amarawati dari
India Selatan yang bercirikan mengenakan jubah sederhana menutupi pundak sebelah kiri
seperti halnya seorang pendeta. Tidak semua wilayah Indonesia mendapat pengaruh dari
agama Hindu-Buddha. Di antara daerah yang tidak ikut terpengaruh adalah wilayah
Maluku, Irian Jaya, dan sebagian wilayah Nusa Tenggara.

HOME

DAFTAR ISI

SOAL-SOAL SEJARAH

VIDEO-VIDEO SEJARAH

BERLANGGANAN

TENTANG KAMI

PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA PENGARUH HINDU-BUDHA DI


INDONESIA
17

Pada permulaan tarikh masehi, di Benua Asia terdapat dua negeri besar yang tingkat
peradabannya dianggap sudah tinggi, yaitu India dan Cina. Kedua negeri ini menjalin hubungan
ekonomi dan perdagangan yang baik. Arus lalu lintas perdagangan dan pelayaran berlangsung
melalui jalan darat dan laut. Salah satu jalur lalu lintas laut yang dilewati India-Cina adalah Selat
Malaka. Indonesia yang terletak di jalur posisi silang dua benua dan dua samudera, serta
berada di dekat Selat Malaka memiliki keuntungan, yaitu:

1. Sering dikunjungi bangsa-bangsa asing, seperti India, Cina, Arab, dan Persia,

2. Kesempatan melakukan hubungan perdagangan internasional terbuka lebar,

3. Pergaulan dengan bangsa-bangsa lain semakin luas, dan

4. Pengaruh asing masuk ke Indonesia, seperti Hindu-Budha.

Keterlibatan bangsa Indonesia dalam kegiatan perdagangan dan pelayaran internasional


menyebabkan timbulnya percampuran budaya. India merupakan negara pertama yang
memberikan pengaruh kepada Indonesia, yaitu dalam bentuk budaya Hindu. Ada beberapa
hipotesis yang dikemukakan para ahli tentang proses masuknya budaya Hindu-Buddha ke
Indonesia.

1. Hipotesis Brahmana

Hipotesis ini mengungkapkan bahwa kaum brahmana amat berperan dalam upaya penyebaran
budaya Hindu di Indonesia. Para brahmana mendapat undangan dari penguasa Indonesia
untuk menobatkan raja dan memimpin upacara-upacara keagamaan. Pendukung hipotesis ini
adalah Van Leur.

2. Hipotesis Ksatria

Pada hipotesis ksatria, peranan penyebaran agama dan budaya Hindu dilakukan oleh kaum
ksatria. Menurut hipotesis ini, di masa lampau di India sering terjadi peperangan antargolongan
di dalam masyarakat. Para prajurit yang kalah atau jenuh menghadapi perang, lantas
meninggalkan India. Rupanya, diantara mereka ada pula yang sampai ke wilayah Indonesia.
Mereka inilah yang kemudian berusaha mendirikan koloni-koloni baru sebagai tempat
tinggalnya. Di tempat itu pula terjadi proses penyebaran agama dan budaya Hindu. F.D.K.
Bosch adalah salah seorang pendukung hipotesis ksatria.

3. Hipotesis Waisya

Menurut para pendukung hipotesis waisya, kaum waisya yang berasal dari kelompok pedagang
telah berperan dalam menyebarkan budaya Hindu ke Nusantara. Para pedagang banyak
berhubungan dengan para penguasa beserta rakyatnya. Jalinan hubungan itu telah membuka
peluang bagi terjadinya proses penyebaran budaya Hindu. N.J. Krom adalah salah satu
pendukung dari hipotesis waisya.

4. Hipotesis Sudra

Von van Faber mengungkapkan bahwa peperangan yang tejadi di India telah menyebabkan
golongan sudra menjadi orang buangan. Mereka kemudian meninggalkan India dengan
mengikuti kaum waisya. Dengan jumlah yang besar, diduga golongan sudralah yang memberi
andil dalam penyebaran budaya Hindu ke Nusantara.

Selain pendapat di atas, para ahli menduga banyak pemuda di wilayah Indonesia yang belajar
agama Hindu dan Buddha ke India. Di perantauan mereka mendirikan organisasi yang disebut
Sanggha. Setelah memperoleh ilmu yang banyak, mereka kembali untuk menyebarkannya.
Pendapat semacam ini disebut Teori Arus Balik.

Pada umumnya para ahli cenderung kepada pendapat yang menyatakan bahwa masuknya
budaya Hindu ke Indonesia itu dibawa dan disebarluaskan oleh orang-orang Indonesia sendiri.
Bukti tertua pengaruh budaya India di Indonesia adalah penemuan arca perunggu Buddha di
daerah Sempaga (Sulawesi Selatan). Dilihat dari bentuknya, arca ini mempunyai langgam yang
sama dengan arca yang dibuat di Amarawati (India). Para ahli memperkirakan, arca Buddha
tersebut merupakan barang dagangan atau barang persembahan untuk bangunan suci agama
Buddha. Selain itu, banyak pula ditemukan prasasti tertua dalam bahasa Sanskerta dan Malayu
kuno. Berita yang disampaikan prasasti-prasasti itu memberi petunjuk bahwa budaya Hindu
menyebar di Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 Masehi.

Masuknya pengaruh unsur kebudayaan Hindu-Buddha dari India telah mengubah dan
menambah khasanah budaya Indonesia dalam beberapa aspek kehidupan.

1. Agama

Ketika memasuki zaman sejarah, masyarakat di Indonesia telah menganut kepercayaan


animisme dan dinamisme. Masyarakat mulai menerima sistem kepercayaan baru, yaitu agama
Hindu-Buddha sejak berinteraksi dengan orang-orang India. Budaya baru tersebut membawa
perubahan pada kehidupan keagamaan, misalnya dalam hal tata krama, upacara-upacara
pemujaan, dan bentuk tempat peribadatan.
2. Pemerintahan

Sistem pemerintahan kerajaan dikenalkan oleh orang-orang India. Dalam sistem ini kelompok-
kelompok kecil masyarakat bersatu dengan kepemilikan wilayah yang luas. Kepala suku yang
terbaik dan terkuat berhak atas tampuk kekuasaan kerajaan. Oleh karena itu, lahir kerajaan-
kerajaan, seperti Kutai, Tarumanegara, dan Sriwijaya.

3. Arsitektur

Salah satu tradisi megalitikum adalah bangunan punden berundak-undak. Tradisi tersebut
berpadu dengan budaya India yang mengilhami pembuatan bangunan candi. Jika kita
memperhatikan Candi Borobudur, akan terlihat bahwa bangunannya berbentuk limas yang
berundak-undak. Hal ini menjadi bukti adanya paduan budaya India-Indonesia.

4. Bahasa

Kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia meninggalkan beberapa prasasti yang sebagian


besar berhuruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Dalam perkembangan selanjutnya bahkan
hingga saat ini, bahasa Indonesia memperkaya diri dengan bahasa Sanskerta itu. Kalimat atau
kata-kata bahasa Indonesia yang merupakan hasil serapan dari bahasa Sanskerta, yaitu
Pancasila, Dasa Dharma, Kartika Eka Paksi, Parasamya Purnakarya Nugraha, dan sebagainya.

5. Sastra

Berkembangnya pengaruh India di Indonesia membawa kemajuan besar dalam bidang sastra.
Karya sastra terkenal yang mereka bawa adalah kitab Ramayana dan Mahabharata. Adanya
kitab-kitab itu memacu para pujangga Indonesia untuk menghasilkan karya sendiri. Karya-karya
sastra yang muncul di Indonesia adalah:

1. Arjunawiwaha, karya Mpu Kanwa,

2. Sutasoma, karya Mpu Tantular, dan

3. Negarakertagama, karya Mpu Prapanca.

Agama Hindu
Agama Hindu berkembang di India pada tahun 1500 SM. Sumber ajaran Hindu terdapat
dalam kitab sucinya yaitu Weda. Kitab Weda terdiri atas 4 Samhita atau himpunan yaitu:

1. Reg Weda, berisi syair puji-pujian kepada para dewa.

2. Sama Weda, berisi nyanyian-nyanyian suci.

3. Yajur Weda, berisi mantera-mantera untuk upacara keselamatan.

4. Atharwa Weda, berisi doa-doa untuk penyembuhan penyakit.

Di samping kitab Weda, umat Hindu juga memiliki kitab suci lainnya yaitu:

1. Kitab Brahmana, berisi ajaran tentang hal-hal sesaji.

2. Kitab Upanishad, berisi ajaran ketuhanan dan makna hidup.

Agama Hindu menganut polytheisme (menyembah banyak dewa), diantaranya Trimurti atau
Kesatuan Tiga Dewa Tertinggi yaitu:

1. Dewa Brahmana, sebagai dewa pencipta.

2. Dewa Wisnu, sebagai dewa pemelihara dan pelindung.

3. Dewa Siwa, sebagai dewa perusak.

Selain Dewa Trimurti, ada pula dewa yang banyak dipuja yaitu Dewa Indra pembawa hujan
yang sangat penting untuk pertanian, serta Dewa Agni (api) yang berguna untuk memasak dan
upacara-upacara keagamaan. Menurut agama Hindu masyarakat dibedakan menjadi 4
tingkatan atau kasta yang disebut Caturwarna yaitu:

1. Kasta Brahmana, terdiri dari para pendeta.

2. Kasta Ksatria, terdiri dari raja, keluarga raja, dan bangsawan.

3. Kasta Waisya, terdiri dari para pedagang, dan buruh menengah.

4. Kasta Sudra, terdiri dari para petani, buruh kecil, dan budak.

Selain 4 kasta tersebut terdapat pula golongan pharia atau candala, yaitu orang di luar kasta
yang telah melanggar aturan-aturan kasta.

Orang-orang Hindu memilih tempat yang dianggap suci misalnya, Benares sebagai tempat
bersemayamnya Dewa Siwa serta Sungai Gangga yang airnya dapat mensucikan dosa umat
Hindu, sehingga bisa mencapai puncak nirwana.
Agama Buddha

Agama Buddha diajarkan oleh Sidharta Gautama di India pada tahun 531 SM. Ayahnya
seorang raja bernama Sudhodana dan ibunya Dewi Maya. Buddha artinya orang yang telah
sadar dan ingin melepaskan diri dari samsara.

Kitab suci agama Buddha yaitu Tripittaka artinya Tiga Keranjang yang ditulis dengan bahasa
Poli. Adapun yang dimaksud dengan Tiga Keranjang adalah:

1. Winayapittaka : Berisi peraturan-peraturan dan hukum yang harus dijalankan oleh umat
Buddha.

2. Sutrantapittaka : Berisi wejangan-wejangan atau ajaran dari sang Buddha.

3. Abhidarmapittaka : Berisi penjelasan tentang soal-soal keagamaan.

Pemeluk Buddha wajib melaksanakan Tri Dharma atau Tiga Kebaktian yaitu:

1. Buddha yaitu berbakti kepada Buddha.

2. Dharma yaitu berbakti kepada ajaran-ajaran Buddha.

3. Sangga yaitu berbakti kepada pemeluk-pemeluk Buddha.

Disamping itu agar orang dapat mencapai nirwana harus mengikuti 8 (delapan) jalan kebenaran
atau Astavidha yaitu:

1. Pandangan yang benar.

2. Niat yang benar.

3. Perkataan yang benar.

4. Perbuatan yang benar.

5. Penghidupan yang benar.

6. Usaha yang benar.

7. Perhatian yang benar.

8. Bersemedi yang benar.

Karena munculnya berbagai penafsiran dari ajaran Buddha, akhirnya menumbuhkan dua aliran
dalam agama Buddha yaitu:
1. Buddha Hinayana, yaitu setiap orang dapat mencapai nirwana atas usahanya sendiri.

2. Buddha Mahayana, yaitu orang dapat mencapai nirwana dengan usaha bersama dan
saling membantu.

Pemeluk Buddha juga memiliki tempat-tempat yang dianggap suci dan keramat yaitu:

1. Kapilawastu, yaitu tempat lahirnya Sang Buddha.

2. Bodh Gaya, yaitu tempat Sang Buddha bersemedi dan memperoleh Bodhi.

3. Sarnath/ Benares, yaitu tempat Sang Buddha mengajarkan ajarannya pertama kali.

4. Kusinagara, yaitu tempat wafatnya Sang Buddha.

SEJARAH AGAMA HINDU DI INDONESIA


November 6th, 2010 | Author: kmhd

Masuknya agama Hindu ke Indonesia terjadi pada


awal tahun Masehi, ini dapat diketahui dengan adanya bukti tertulis atau benda-benda purbakala
pada abad ke 4 Masehi denngan diketemukannya tujuh buah Yupa peningalan kerajaan Kutai di
Kalimantan Timur. Dari tujuh buah Yupa itu didapatkan keterangan mengenai kehidupan
keagamaan pada waktu itu yang menyatakan bahwa: Yupa itu didirikan untuk memperingati dan
melaksanakan yadnya oleh Mulawarman. Keterangan yang lain menyebutkan bahwa raja
Mulawarman melakukan yadnya pada suatu tempat suci untuk memuja dewa Siwa. Tempat itu
disebut dengan Vaprakeswara.

Masuknya agama Hindu ke Indonesia, menimbulkan pembaharuan yang besar, misalnya


berakhirnya jaman prasejarah Indonesia, perubahan dari religi kuno ke dalam kehidupan
beragama yang memuja Tuhan Yang Maha Esa dengan kitab Suci Veda dan juga munculnya
kerajaan yang mengatur kehidupan suatu wilayah. Disamping di Kutai (Kalimantan Timur),
agama Hindu juga berkembang di Jawa Barat mulai abad ke-5 dengan diketemukannya tujuh
buah prasasti, yakni prasasti Ciaruteun, Kebonkopi, Jambu, Pasir Awi, Muara Cianten, Tugu dan
Lebak. Semua prasasti tersebut berbahasa Sansekerta dan memakai huruf Pallawa.

Dari prassti-prassti itu didapatkan keterangan yang menyebutkan bahwa Raja Purnawarman
adalah Raja Tarumanegara beragama Hindu, Beliau adalah raja yang gagah berani dan lukisan
tapak kakinya disamakan dengan tapak kaki Dewa Wisnu
Bukti lain yang ditemukan di Jawa Barat adalah adanya perunggu di Cebuya yang menggunakan
atribut Dewa Siwa dan diperkirakan dibuat pada masa Raja Tarumanegara. Berdasarkan data
tersebut, maka jelas bahwa Raja Purnawarman adalah penganut agama Hindu dengan memuja
Tri Murti sebagai manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya, agama Hindu
berkembang pula di Jawa Tengah, yang dibuktikan adanya prasasti Tukmas di lereng gunung
Merbabu. Prasasti ini berbahasa sansekerta memakai huruf Pallawa dan bertipe lebih muda dari
prasasti Purnawarman. Prasasti ini yang menggunakan atribut Dewa Tri Murti, yaitu Trisula,
Kendi, Cakra, Kapak dan Bunga Teratai Mekar, diperkirakan berasal dari tahun 650 Masehi.

Pernyataan lain juga disebutkan dalam prasasti Canggal, yang berbahasa sansekerta dan
memakai huduf Pallawa. Prasasti Canggal dikeluarkan oleh Raja Sanjaya pada tahun 654 Caka
(576 Masehi), dengan Candra Sengkala berbunyi: Sruti indriya rasa, Isinya memuat tentang
pemujaan terhadap Dewa Siwa, Dewa Wisnu dan Dewa Brahma sebagai Tri Murti.

Adanya kelompok Candi Arjuna dan Candi Srikandi di dataran tinggi Dieng dekat Wonosobo
dari abad ke-8 Masehi dan Candi Prambanan yang dihiasi dengan Arca Tri Murti yang didirikan
pada tahun 856 Masehi, merupakan bukti pula adanya perkembangan Agama Hindu di Jawa
Tengah. Disamping itu, agama Hindu berkembang juga di Jawa Timur, yang dibuktikan dengan
ditemukannya prasasti Dinaya (Dinoyo) dekat Kota Malang berbahasa sansekerta dan memakai
huruf Jawa Kuno. Isinya memuat tentang pelaksanaan upacara besar yang diadakan oleh Raja
Dea Simha pada tahun 760 Masehi dan dilaksanakan oleh para ahli Veda, para Brahmana besar,
para pendeta dan penduduk negeri. Dea Simha adalah salah satu raja dari kerajaan Kanjuruan.
Candi Budut adalah bangunan suci yang terdapat di daerah Malang sebagai peninggalan tertua
kerajaan Hindu di Jawa Timur.

Kemudian pada tahun 929-947 munculah Mpu Sendok dari dinasti Isana Wamsa dan bergelar Sri
Isanottunggadewa, yang artinya raja yang sangat dimuliakan dan sebagai pemuja Dewa Siwa.
Kemudian sebagai pengganti Mpu Sindok adalah Dharma Wangsa. Selanjutnya munculah
Airlangga (yang memerintah kerajaan Sumedang tahun 1019-1042) yang juga adalah penganut
Hindu yang setia.

Setelah dinasti Isana Wamsa, di Jawa Timur munculah kerajaan Kediri (tahun 1042-1222),
sebagai pengemban agama Hindu. Pada masa kerajaan ini banyak muncul karya sastra Hindu,
misalnya Kitab Smaradahana, Kitab Bharatayudha, Kitab Lubdhaka, Wrtasancaya dan kitab
Kresnayana. Kemudian muncul kerajaan Singosari (tahun 1222-1292). Pada jaman kerajaan
Singosari ini didirikanlah Candi Kidal, candi Jago dan candi Singosari sebagai sebagai
peninggalan kehinduan pada jaman kerajaan Singosari.

Pada akhir abad ke-13 berakhirlah masa Singosari dan muncul kerajaan Majapahit, sebagai
kerajaan besar meliputi seluruh Nusantara. Keemasan masa Majapahit merupakan masa
gemilang kehidupan dan perkembangan Agama Hindu. Hal ini dapat dibuktikan dengan
berdirinya candi Penataran, yaitu bangunan Suci Hindu terbesar di Jawa Timur disamping juga
munculnya buku Negarakertagama.

Selanjutnya agama Hindu berkembang pula di Bali. Kedatangan agama Hindu di Bali
diperkirakan pada abad ke-8. Hal ini disamping dapat dibuktikan dengan adanya prasasti-
prasasti, juga adanya Arca Siwa dan Pura Putra Bhatara Desa Bedahulu, Gianyar. Arca ini bertipe
sama dengan Arca Siwa di Dieng Jawa Timur, yang berasal dari abad ke-8.
Menurut uraian lontar-lontar di Bali, bahwa Mpu Kuturan sebagai pembaharu agama Hindu di
Bali. Mpu Kuturan datang ke Bali pada abad ke-2, yakni pada masa pemerintahan Udayana.
Pengaruh Mpu Kuturan di Bali cukup besar. Adanya sekte-sekte yang hidup pada jaman
sebelumnya dapat disatukan dengan pemujaan melalui Khayangan Tiga. Khayangan Jagad, sad
Khayangan dan Sanggah Kemulan sebagaimana termuat dalam Usama Dewa. Mulai abad inilah
dimasyarakatkan adanya pemujaan Tri Murti di Pura Khayangan Tiga. Dan sebagai
penghormatan atas jasa beliau dibuatlah pelinggih Menjangan Salwang. Beliau Moksa di Pura
Silayukti.

Perkembangan agama Hindu selanjutnya, sejak ekspedisi Gajahmada ke Bali (tahun 1343)
sampai akhir abad ke-19 masih terjadi pembaharuan dalam teknis pengamalan ajaran agama.
Dan pada masa Dalem Waturenggong, kehidupan agama Hindu mencapai jaman keemasan
dengan datangnya Danghyang Nirartha (Dwijendra) ke Bali pada abad ke-16. Jasa beliau sangat
besar dibidang sastra, agama, arsitektur. Demikian pula dibidang bangunan tempat suci, seperti
Pura Rambut Siwi, Peti Tenget dan Dalem Gandamayu (Klungkung).

Perkembangan selanjutnya, setelah runtuhnya kerajaan-kerajaan di Bali pembinaan kehidupan


keagamaan sempat mengalami kemunduran. Namun mulai tahun 1921 usaha pembinaan muncul
dengan adanya Suita Gama Tirtha di Singaraja. Sara Poestaka tahun 1923 di Ubud Gianyar,
Surya kanta tahun1925 di SIngaraja, Perhimpunan Tjatur Wangsa Durga Gama Hindu Bali tahun
1926 di Klungkung, Paruman Para Penandita tahun 1949 di Singaraja, Majelis Hinduisme tahun
1950 di Klungkung, Wiwadha Sastra Sabha tahun 1950 di Denpasar dan pada tanggal 23
Pebruari 1959 terbentuklah Majelis Agama Hindu. Kemudian pada tanggal 17-23 Nopember
tahun 1961 umat Hindu berhasil menyelenggarakan Dharma Asrama para Sulinggih di Campuan
Ubud yang menghasilkan piagam Campuan yang merupakan titik awal dan landasan pembinaan
umat Hindu. Dan pada tahun 1964 (7 s.d 10 Oktober 1964), diadakan Mahasabha Hindu Bali
dengan menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali dengan menetapkan
Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali, yang selanjutnya menjadi Parisada Hindu
Dharma Indonesia.

Masuknya Agama Buddha di Indonesia

Masuknya agama Buddha di Indonesia diperkirakan lebih awal daripada agama Hindu. Dalam
penyebarannya, agam Buddha mengenal adanya misi penyebar agama yang disebut sebagai
Dharmadhuta. Penyebaran agama Buddha diperkirakan sudah terjadi sejak abad ke-2 sampai 5
Masehi.

Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya arca Buddha dari perunggu di Sempaga, Sulawesi
Selatan, pada abad kedua Masehi. Selain itu, juga ditemukan arca Buddha dari batu di bukit
Siguntang (Palembang), Sumatera Selatan.

Dalam perkembangannya, agama Buddha yang terbesar di Indonesia adalah aliran Buddha
Mahayana. Perkembangannya begitu pesat terutama pada masa kejayaan kerajaan Mataram
Buddha wangsa Syailendra dam Kerajaan Sriwijaya.
Masuknya Agama Hindu di Indonesia

Agama Hindu diperkirakan masuk ke Indonesia sejak awal abad pertama melalui hubungan
dagang dengan India. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya kegiatan perdagangan di
sepanjang pantai Kalimantan Timur, Bali, dan Jawa Barat. Selain itu, pengaruh agama dan
kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia juga dibuktikan dengan adanya prasasti yang ditemukan
di Muara Karam, Kutai, Kalimantan Timur.

Prasasti Muara Karam berbahasa Sanskerta dan berhuruf Pallawa. Masuknya agama Hindu
disoroti oleh beberapa ahli. Ada beberapa teori yang dikemukakan para ahli tentang golongan
pembawa pengaruh Hindu di Indonesia.

1. Teori Brahmana

Teori Brahmana dikemukakan oleh Van Leur. Van Leur menyatakan bahwa agama Hindu dibawa
oleh para pendeta. Teori ini dipakai dengan alasan para Brahmana adalah orang yang berhak
menyebarkan agama dan membaca kitab suci Hindu. Agama Hindu tidak se-demokratis agama
Islam yang memperbolehkan setiap umatnya membaca kitab suci dan menyebarkan ajaran.
Sehingga alasan ini cukup masuk akal bagi kalangan ilmuwan yang mendukung teori Brahmana.

2. Teori Ksatria

Teori Ksatria dinyatakan oleh Majundar dan C.C. Berg. Pendukung teori ksatria ini menyatakan
bahwa agama Hindu dibawa oleh golongan ksatria atau prajurit. Para prajurit India melakukan
ekspansi ke wilayah Nusantara. Di India sering terjadi peperangan antar kerajaan sehingga
prajurit yang kalah perang ini berimigrasi ke Indonesia. Di Indonesia, mereka mendirikan koloni-
koloni ketika menaklukkan suatu daerah.

3. Teori Waisya

Masuknya agama Hindu melalui teori Waisya didukung oleh N.J. Krom. Menurut pendukung
teori ini, mereka menyatakan bahwa masuknya agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh golongan
pedagang. Hal ini didasarkan pada alasan telah terjadi kontak dagang antara India dengan
Indonesia sejak lama.

4. Teori Sudra

Menurut teori Sudra, penyebaran agama Hindu di Indonesia dilakukan oleh orang-orang India
yang berkasta sudra. Mereka adalah golongan budak yang melarikan di ke kepulauan di
Nusantara dan menyebarkan ajaran agama yang mereka anut di tempat pelarian.

5. Teori Arus Balik

Teori Arus Balik dikemukakan oleh F.D.K. Bosch. Ia menyatakan bahwa proses masuknya
agama dan kebudayaan Hindu di Indonesia melalui dua tahap. Tahap pertama, yaitu para
brahmana dan biksu India menyebar ke seluruh penjuru dunia untuk menyebarkan agama Hindu,
termasuk ke wilayah Indonesia. Tahap selanjutnya yaitu para penguasa daerah mengirimkan para
biksunya untuk belajar agama Hindu di India. Setelah itu mereka kembali ke Indonesia untuk
mengajarkan ilmu yang telah diperolehnya.

Gambar Ornamen Siluet Coklat

Jalur Penyebaran Agama Hindu dan Buddha

Pada umumnya para ahli cenderung berpendapat bahwa masuknya agama dan budaya Hindu dan
Buddha di Indonesia dibawa oleh para pedagang dan brahmana dari India atau China melalui
jalur laut dan darat. Jalur yang dipilih ada dua, yaitu:

1. Melalui jalur laut.

Pada pedagang dan brahmana yang datang ke Indonesia melalui jalur laut mengikuti rute dari
India menuju Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaya, Indonesia, Kamboja, Vietnam, China,
Korea, dan Jepang.

2. Melalui jalur darat (jalur sutra).

Para penyebar agama dan kebudayaan Hindu-Buddha yang menggunakan jalur darat melalui
jalur sutra. Jalur sutra tersebut berangkat dari India ke Tibet terus ke utara hingga sampai di
China, Korea, dan Jepang. Ada juga yang melakukan perjalanan dari India Utara ke Bangladesh,
Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaya, kemudian berlayar ke Indonesia.

Beranda

Wisata

Berita
Sekilas Pandang

Adat & Kebudayaan

Kalendar & Acara

Galeri Foto

Sejarah Hindu Indonesia


Sejarah agama Hindu pertama kalinya mulai berkembang di lembah Sungai Shindu di India. Di
lembah sungai ini para Rsi menerima wahyu dari "Sang Hyang Widhi" (Tuhan) dan diabadikan
ke dalam bentuk Kitab Suci Weda. Dari lembah Sungai Sindhu, ajaran Agama Hindu menyebar
ke seluruh pelosok dunia, yakni ke India Belakang, Asia Tengah, Tiongkok, Jepang dan akhirnya
sampai ke Indonesia. Ada beberapa teori dan pendapat tentang masuknya ajaran Agama Hindu di
Indonesia. Seorang ahli Belanda bernama Krom, melalui teori Waisya di dalam bukunya yang
berjudul "Hindu Javanesche Geschiedenis", menyebutkan bahwa masuknya pengaruh Hindu ke
Indonesia adalah melalui penyusupan dengan jalan damai yang dilakukan oleh golongan
pedagang (Waisya) India. Pada tahun 1912, seorang ahli dari India bernama Mookerjee,
menyatakan bahwa masuknya pengaruh Hindu dari India ke Indonesia dibawa oleh para
pedagang India dengan armada yang besar. Setelah sampai di pulau Jawa (Indonesia) mereka
mendirikan koloni dan membangun kota-kota sebagai tempat untuk memajukan usahanya. Dari
tempat inilah mereka sering mengadakan hubungan dengan India. Jalinan hubungan yang
berlangsung selama itu maka terjadilah penyebaran agama Hindu di Indonesia. Pendapat lain
juga dikemukakan dua ilmuwan Belanda terkenal yaitu Moens dan Bosch, yang menyatakan
bahwa peranan kaum Ksatrya sangat besar pengaruhnya terhadap penyebaran agama Hindu dari
India ke Indonesia. Demikian pula pengaruh kebudayaan Hindu yang dibawa oleh para
rohaniawan Hindu India ke Indonesia.

Data peninggalan sejarah menyebutkan bahwa "Rsi Agastya" yang menyebarkan agama Hindu
dari India ke Indonesia. Data ini ditemukan sebagai bukti yang terdapat pada beberapa prasasti di
pulau Jawa dan lontar-lontar di pulau Bali, yang menyatakan bahwa Rsi Agastya menyebarkan
agama Hindu dari India ke Indonesia melalui Sungai Gangga, Yamuna, India Selatan dan India
Belakang. Karena begitu besar jasa-jasa Rsi Agastya dalam penyebaran ajaran Agama Hindu,
maka namanya disucikan di dalam prasasti, antara lain Prasasti Dinoyo yang berada di Jawa
Timur dan bertahun Saka 628, dimana seorang patih raja yang bernama Gajahmada membuatkan
pura suci untuk Rsi Agastya, dengan maksud untuk memohon kekuatan suci dari beliau (Rsi
Agastya). Dan Prasasti Porong di Jawa Tengah bertahun Saka 785, juga menyebutkan keagungan
serta kemuliaan jasa-jasa Rsi Agastya. Mengingat kemuliaan Rsi Agastya, maka terdapat istilah
atau julukan yang diberikan untuk beliau, diantaranya Agastya Yatra yang artinya perjalanan suci
Rsi Agastya yang tidak mengenal kembali dalam pengabdiannya untuk Dharma. Dan julukan
Pita Segara, yang artinya "Bapak dari Lautan" karena beliau yang mengarungi lautan luas demi
untuk Dharma.
Masuknya agama Hindu ke Indonesia diperkirakan terjadi pada awal tahun Masehi. Hal ini
diketahui dengan adanya bukti tertulis atau peninggalan purbakala pada abad ke-4 Masehi
dengan ditemukannya 7 buah "yupa" peninggalan kerajaan Kutai di Kalimantan. Dari 7 buah
yupa itu didapatkan keterangan mengenai kehidupan keagamaan pada saat itu yang menyatakan
bahwa: "Yupa itu didirikan untuk memperingati dan melaksanakan yadnya oleh Mulawarman".
Keterangan lain yang menyebutkan bahwa raja Mulawarman melakukan yadnya pada suatu
tempat suci untuk memuja Dewa Siwa, dan tempat itu disebut dengan "Vaprakeswara".
Masuknya ajaran Hindu ke Indonesia, menimbulkan pembaharuan yang sangat besar, yaitu
berakhirnya jaman prasejarah di Indonesia, perubahan dari religi kuno ke dalam kehidupan
agama yang memuja Tuhan Yang Maha Esa dengan kitab Suci Weda, dan juga munculnya
kerajaan-kerajaan yang mengatur kehidupan agama pada suatu wilayah.

Selain di kerajaan Kutai (pulau Kalimantan), agama Hindu juga berkembang di Jawa Barat mulai
abad ke-5 dengan ditemukannya 7 buah prasasti, yaitu prasasti Ciaruteun, Kebonkopi, Jambu,
Pasir Awi, Muara Cianten, Tugu dan Lebak. Semua prasasti-prasasti tersebut tertulis dalam
bahasa Sansekerta dan memakai huruf Pallawa. Dari prasasti-prasasti tersebut didapatkan
keterangan yang menyebutkan bahwa "Raja Purnawarman adalah Raja Tarumanegara beragama
Hindu, Beliau adalah raja yang gagah berani dan lukisan tapak kakinya disamakan dengan tapak
kaki Dewa Wisnu". Bukti lain yang ditemukan di Jawa Barat adalah adanya perunggu di Cebuya
yang menggunakan atribut Dewa Siwa dan diperkirakan dibuat pada masa Raja Purnawarman di
kerajaan Tarumanegara. Berdasarkan data tersebut, maka jelas bahwa Raja Purnawarman adalah
penganut agama Hindu dengan memuja Tri Murti sebagai manifestasi dari Tuhan Yang Maha
Esa.

Selanjutnya, agama Hindu juga berkembang di Jawa Tengah dengan terbukti adanya Prasasti
Tukmas di lereng gunung Merbabu. Prasasti tersebut berbahasa Sansekerta yang memakai huruf
Pallawa dan bertipe lebih muda dari prasasti Purnawarman. Prasasti Tukmas ini menggunakan
atribut Dewa Tri Murti, yaitu Trisula, Kendi, Cakra, Kapak dan Bunga Teratai Mekar, yang
diperkirakan berasal dari tahun 650 Masehi. Pernyataan lain disebutkan juga dalam Prasasti
Canggal, yang berbahasa Sansekerta dan memakai huduf Pallawa. Prasasti ini dikeluarkan oleh
Raja Sanjaya pada tahun 654 Saka (576 Masehi), dengan Candra Sengkala yang berbunyi: "Sruti
indriya rasa". Isinya memuat tentang pemujaan terhadap Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa
Siwa sebagai Tri Murti. Adanya Candi Arjuna dan Candi Srikandi di dataran tinggi Dieng dekat
Wonosobo dari abad ke-8 Masehi dan Candi Prambanan yang dihiasi dengan Arca Tri Murti
yang didirikan pada tahun 856 Masehi, juga merupakan bukti adanya perkembangan Agama
Hindu di Jawa Tengah.

Sedangkan di Jawa Timur, perkembangan agama Hindu dibuktikan dengan adanya Prasasti
Dinaya (Dinoyo) dekat Malang yang berbahasa Sansekerta dan memakai huruf Jawa Kuno.
Isinya memuat tentang pelaksanaan upacara besar yang diadakan oleh Raja Dea Simha pada
tahun 760 Masehi dan dilaksanakan oleh para ahli Weda, para Brahmana, para pendeta dan
rakyatnya. Dea Simha adalah salah satu raja dari kerajaan Kanjuruan. Dan Candi Budut adalah
bangunan suci yang terdapat di daerah Malang yang merupakan peninggalan tertua kerajaan
Hindu di Jawa Timur. Pada tahun 929 hingga 947 Masehi, muncullah Mpu Sendok yang berasal
dari dinasti Isana Wamsa dan bergelar Sri Isanottunggadewa, yang artinya raja yang sangat
dimuliakan dan sebagai pemuja Dewa Siwa. Kemudian sebagai pengganti Mpu Sendok adalah
Dharma Wangsa. Selanjutnya muncullah Airlangga yang memerintah Kerajaan Sumedang tahun
1019 hingga 1042 Masehi, yang merupakan penganut agama Hindu yang setia. Setelah dinasti
Isana Wamsa di Jawa Timur muncul kerajaan Kediri pada tahun 1042 hingga 1222 Masehi,
sebagai kerajaan yang mengemban agama Hindu. Pada masa kerajaan ini banyak menghasilkan
karya-karya sastra Hindu, seperti kitab-kitab Smaradahana, Bharatayudha, Lubdhaka,
Wrtasancaya dan Kresnayana. Kemudian muncul kerajaan Singosari yang jaya pada tahun 1222
hingga 1292 Masehi. Pada jaman kerajaan ini berdiri Candi Kidal, Candi Jago dan Candi
Singosari sebagai bukti peninggalan agama hindu. Pada akhir abad ke-13 berakhirlah masa
Singosari dan muncul Kerajaan Majapahit, sebagai kerajaan terbesar yang meliputi seluruh
Nusantara. Masa keemasan Majapahit merupakan masa gemilang kehidupan dan perkembangan
keagamaan Hindu saat itu. Hal ini terbukti dengan adanya Candi Penataran sebagai bangunan
suci Hindu terbesar di Jawa Timur disamping juga dengan kemunculan buku Negarakertagama.

Masuknya Agama Hindu dan Budha ke Indonesia

Agama Hindu dan Budha berasal dari India. Kedua agama tersebut masuk dan dianut oleh
penduduk di berbgai wilayah nusantara pada waktu yang hampir bersamaan, sekitar abad ke
empat, bersamaan dengan mulai berkembangnya hubungan dagang antara Indonesia dengan
India dan Cina. Sebelum pengaruh Hindu dan Budha masuk ke Indonesia, diperkirakan
penduduk Indonesia menganut kepercayaan dinamisme dan
animisme.

Agama Budha disebarluaskan ke Indonesia oleh para bhiksu, sedangkan mengenai pembawa
agama Hindu ke Indonesia terdapat 4 teori sebagai berikut :

Teori ksatria (masuknya agama Hindu disebarkan oleh para ksatria)

Teori waisya (masuknya agama Hindu disebarkan oleh para pedagang yang berkasta waisya)

Teori brahmana (masuknya agama Hindu disebarkan oleh para brahmana)

Teori campuran (masuknya agama Hindu disebarkan oleh ksatria, brahmana, maupun waisya)

Bukti tertua adanya pengaruh India di Indonesia adalah ditemukannya Arca Budha dari perunggu
di Sempaga, Sulawesi Selatan. Antara abad ke 4 hingga abad ke 16 di berbagai wilayah
nusantara berdiri berbagai kerajaan yang bercorak agama Hindu dan Budha. Kerajaan-kerajaan
tersebut antara lain:

A. Kerajaan Kutai

Prasasti Yupa (Sumber:http:wikipwdia.org)

Kerajaan Kutai atau Kerajaan Kutai Martadipura (Martapura) merupakan kerajaan Hindu yang
berdiri sekitar abad ke-4 Masehi di Muara Kaman, Kalimantan Timur. Diperkirakan kerajaan
kutai merupakan kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Kerajaan ini dibangun oleh Kudungga.
Diduga ia belum menganut agama Hindu.

Peninggalan terpenting kerajaan Kutai adalah 7 Prasasti Yupa, dengan huruf Pallawa dan bahasa
Sansekerta, dari abad ke-4 Masehi. Salah satu Yupa mengatakan bahwa Maharaja Kundunga
mempunyai seorang putra bernama Aswawarman yang disamakan dengan Ansuman (Dewa
Matahari). Aswawarman mempunyai tiga orang putra. yang paling terkemuka adalah
Mulawarman. Salah satu prasastinya juga menyebut kata Waprakeswara yaitu tempat pemujaan
terhadap Dewa Syiwa.

B. Kerajaan Tarumanegara

Kerajaan Tarumanegera di Jawa Barat hampir bersamaan waktunya dengan Kerajaan Kutai.
Kerajaan Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358, yang
kemudian digantikan oleh putranya, Dharmayawarman (382 395). Maharaja Purnawarman
adalah raja Tarumanegara yang ketiga (395 434 M). Menurut Prasasti Tugu pada tahun 417 ia
memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga sepanjang 6112 tombak (sekitar 11
km).

Dari kerajaan Tarumanegara ditemukan sebanyak 7 buah prasasti. Lima diantaranya ditemukan
di daerah Bogor. Satu ditemukan di desa Tugu, Bekasi dan satu lagi ditemukan di desa Lebak,
Banten Selatan. Prasasti-prasasti yang merupakan sumber sejarah Kerajaan Tarumanegara
tersebut adalah sebagai berikut :

Prasasti Tugu

1. Prasasti Kebon Kopi,

2. Prasasti Tugu,

3. Prasasti Munjul atau Prasasti Cidanghiang,

4. Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor

5. Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor

6. Prasasti Jambu, Bogor

7. Prasasti Pasir Awi, Bogor.

C. Kerajaan Sriwijaya

Sriwijaya merupakan kerajaan yang bercorak agama Budha. Raja yang pertamanya bernama Sri
Jaya Naga, sedangkan raja yang paling terkenal adalah Raja Bala Putra Dewa.

Letaknya yang strategis di Selat Malaka (Palembang) yang merupakan jalur pelayaran dan
perdagangan internasional.Keadaan alam Pulau Sumatera dan sekitarnya pada abad ke-7 berbeda
dengan keadaan sekarang. Sebagian besar pantai timur baru terbentuk kemudian. Oleh karena itu
Pulau Sumatera lebih sempit bila dibandingkan dengan sekarang, sebaliknya Selat Malaka lebih
lebar dan panjang. Beberapa faktor yang mendorong perkembangan kerajaan Sriwijaya menjadi
kerajaan besar antara lain sebagai berikut :

Kemajuan kegiatan perdagangan antara India dan Cina melintasi selat Malaka, sehingga
membawa keuntungan yang besar bagi Sriwijaya.

Keruntuhan Kerajaan Funan di Vietnam Selatan akibat serangan kerajaan Kamboja memberikan
kesempatan bagi perkembangan Sriwijaya sebagai negara maritim (sarwajala) yang selama abad
ke-6 dipegang oleh kerajaan Funan.

Berdasarkan berita dari I Tsing ini dapat kita ketahui bahwa selama tahun 690 sampai 692,
Kerajaan Melayu sudah dikuasai oleh Sriwijaya. Sekitar tahun 690 Sriwijaya telah meluaskan
wilayahnya dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Hal ini juga diperkuat oleh 5
buah prasasti dari Kerajaan Sriwijaya yang kesemuanya ditulis dalam huruf Pallawa dan bahasa
Melayu Kuno. Prasasti-prasasti tersebut adalah sebagai beikut :

1. Prasasti Kedukan Bukit

2. Prasasti Talang Tuwo

3. Prasasti Kota Kapur

4. Prasasti Telaga Batu

5. Prasasti Karang Birahi

6. Prasasti Ligor

Selain peninggalan berupa prasasti, terdapat peninggalan berupa candi. Candi-candi budha yang
berasal dari masa Sriwijaya di Sumatera antara lain Candi Muaro Jambi, Candi Muara Takus,
dan Biaro Bahal, akan tetapi tidak seperti candi periode Jawa Tengah yang terbuat dari batu
andesit, candi di Sumatera terbuat dari bata merah.

Beberapa arca-arca bersifat budhisme, seperti berbagai arca budha dan bodhisatwa
Awalokiteswara ditemukan di Bukit Seguntang, Palembang, Jambi, Bidor, Perak dan Chaiya.

Pada masa pemerintahan Bala Putra Dewa Sriwijaya menjadi pusat perdagangan sekaligus pusat
pengajaran agama Budha. Sebagai pusat pengajaran Buddha Vajrayana, Sriwijaya menarik
banyak peziarah dan sarjana dari negara-negara di Asia. Antara lain pendeta dari Tiongkok I
Tsing, yang melakukan kunjungan ke Sumatera dalam perjalanan studinya di Universitas
Nalanda, India, pada tahun 671 dan 695. I Tsing melaporkan bahwa Sriwijaya menjadi rumah
bagi sarjana Buddha sehingga menjadi pusat pembelajaran agama Buddha. Pengunjung yang
datang ke pulau ini menyebutkan bahwa koin emas telah digunakan di pesisir kerajaan. Selain itu
ajaran Buddha aliran Buddha Hinayana dan Buddha Mahayana juga turut berkembang di
Sriwijaya.
Letak Sriwijaya strategis membawa keberuntungan dan kemakmuran. Walaupun demikian,
letaknya yang strategis juga dapat mengundang bangsa lain menyerang Sriwijaya. Beberapa
faktor penyebab kemunduran dan keruntuhan :

Adanya serangan dari Raja Dharmawangsa 990 M.

Adanya serangan dari kerajaan Cola Mandala yang diperintah oleh Raja Rajendracoladewa.

Pengiriman ekspedisi Pamalayu atas perintah Raja Kertanegara, 1275 1292.

Muncul dan berkembangnya kerajaan Islam Samudra Pasai.

Adanya serangan kerajaan Majapahit dipimpin Adityawarman atas perintah Mahapatih Gajah
Mada, 1477. Sehingga Sriwijaya menjadi taklukkan Majapahit.

D. Kerajaan Mataram ( Hindu-Budha )

Kerajaan Mataram diketahui dari Prasasti Canggal yang berangka tahun 732 Masehi yang ditulis
dalam huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Dalam prasasti itu disebutkan bahwa pada mulanya
Jawa (Yawadwipa) diperintah oleh Raja Sanna. Setelah ia wafat Sanjaya naik tahta sebagai
penggantinya. Sanjaya adalah putra Sannaha (saudara perempuan Sanna).

Prasasti Mantyasih (Prasasti Kedu) yang di dikeluarkan oleh Raja Balitung pada tahun 907
memuat daftar raja-raja keturunan Sanjaya, sebagai berikut :

1. Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya

2. Sri Maharaja Rakai Panangkaran

3. Sri Maharaja Rakai Panunggalan

4. Sri Maharaja Rakai Warak

5. Sri Maharaja Rakai Garung

6. Sri Maharaja Rakai Pikatan

7. Sri Maharaja Rakai Kayuwangi

8. Sri Maharaja Rakai Watuhumalang

9. Sri Maharaja Watukura Dyah Balitung

Prasasti Kelurak, 782 M di desa Kelurak disebutkan bahwa Raja Dharanindra membangun arca
Majusri ( candi sewu). Pengganti raja Dharanindra, adalah Samaratungga. Samaratungga
digantikan oleh putrinya bernama Pramodawardhani. Dalam Prasasti Sri Kahulunan ( gelar
Pramodawardhani) berangka tahun 842 M di daerah Kedu, dinyatakan bahwa Sri Kahulunan
meresmikan pemberian tanah untuk pemeliharaan candi Borobudur yang sudah dibangun sejak
masa pemerintahan Samaratungga.
Pramodhawardhani menikah dengan Rakai Pikatan yang beragama Hindu. Adik
Pramodhawardhani, Balaputradewa menentang pernikahan itu. Pada tahun 856 Balaputradewa
berusaha merebut kekuasaan dari Rakai Pikatan, namun usahanya itu gagal. Setelah
pemerintahan Rakai Pikatan, Mataram menunjukkan kemunduran. Sejak pemerintahan Raja
Balitung banyak mengalihkan perhatian ke wilayah Jawa Timur. Raja-raja setelah Balitung
adalah :

1. Daksa (910 919). Ia telah menjadi rakryan mahamantri I hino (jabatan terttinggi sesudah raja)
pada masa pemerintahan Balitung.

2. Rakai Layang Dyah Tulodong (919 924)

3. Wawa yang bergelar Sri Wijayalokanamottungga (924 929)

Wawa merupakan raja terakhir kerajaan Mataram. Pusat kerajaan kemudian dipindahkan oleh
seorang mahapatihnya (Mahamantri I hino) bernama Pu Sindok ke Jawa Timur.

Kepindahan Kerajaan Mataram ke Jawa Timur

Pu Sindok yang menjabat sebagai mahamantri i hino pada masa pemerintahan Raja Wawa
memindahkan pusat pemerintahan ke Jawa Timur tersebut. Pada tahun 929 M, Pu Sindok naik
tahta dengan gelar Sri Maharaja Rakai Hino Sri Isana Wikramadharmattunggadewa. la
mendirikan dinasti baru, yaitu Dinasti Isana. Pu Sindok memerintah sampai dengan tahun 947.
Pengganti-penggantinya dapat diketahui dari prasasti yang dikeluarkan oleh Airlangga, yaitu
Prasasti Calcuta.

Berdasarkan berita Cina diperoleh keterangan bahwa Raja Dharmawangsa pada tahun 990 992
M melakukan serangan terhadap Kerajaan Sriwijaya. Pada tahun 1016, Airlangga datang ke
Pulau Jawa untuk meminang putri Dharmawangsa. Namun pada saat upacara pernikahan
berlangsung kerajaan mendapat serangan dari Wurawuri dari Lwaram yang bekerjasama dengan
Kerajaan Sriwijaya. Peristiwa ini disebut peristiwa Pralaya. Selama dalam pengassingan ia
menyusun kekuatan. Setelah berhasil menaklukkan raja Wurawari pada tahun 1032 dan
mengalahkan Raja Wijaya dari Wengker Pada tahun 1035 ia berhasil mengembalikan kekuasaan.
Airlangga wafat pada tahun 1049 dan disemayamkan di Parthirtan Belahan, di lereng gunung
Penanggungan.

E. Kerajaan Kediri/Kadiri

Pada akhir pemerintahannya Airlangga kesulitan dalam menunjuk penggantinya, sebab Putri
Mahkotanya bernama Sanggramawijaya menolak menggantikan menjadi raja. la memilih
menjadi seorang pertapa. Maka tahta diserahkan kepada kedua orang anak laki-lakinya, yaitu
Jayengrana dan Jayawarsa. Untuk menghindari perselisihan di antara keduanya maka kerajaan di
bagi dua atas bantuan Pu Barada yaitu Jenggala dengan ibukotanya Kahuripan dan Panjalu
dengan ibukotanya Daha (Kadiri)

Sampai setengah abad lebih sejak Airlangga mengundurkan diri tidak ada yang dapat diketahui
dari kedua kerajaan itu. Kemudian hanya Kadiri yang menunjukkan aktifitas politiknya. Raja
pertama yang muncul dalam pentas sejarah adalah Sri Jayawarsa dengan prasastinya yang
berangka tahun 1104 M. Selanjutnya berturut-turut raja-raja yang berkuasa di Kadiri adalah
sebagai berikut : Kameswara (1115 1130), Jayabaya (1130 1160), 1135), Sarweswara
(1160 1170), Aryyeswara (1170 1180), Gandra (1181), Srengga (1190-1200) dan Kertajaya
(1200 1222).

Pada tahun 1222 terjadilah Perang Ganter antara Ken arok dengan Kertajaya. Ken Arok dengan
bantuan para Brahmana (pendeta) berhasil mengalahkan Kertajaya di Ganter (Pujon, Malang).

F. Kerajaan Singasari

Kerajaan Singasari didirikan oleh Ken Arok. Dalam kitab Pararaton Ken Arok digambarkan
sebagai seorang pencuri dan perampok yang sakti, sehingga menjadi buronan tentara Tumapel.
Setelah mendapatkan bantuan dari seorang Brahmana, Ken Arok dapat mengabdi kepada Akuwu
(bupati) di Tumapel bernama Tunggul Ametung. Setelah berhasil membunuh Tunggul Ametung,
Ken Arok menggantikannya sebagai penguasa Tumapel. Ia juga menjadikan Ken Dedes, istri
Tunggul Ametung, sebagai permaisurinya. Pada waktu itu Tumapel masih berada di bawah
kekuasaan Kerajaan Kadiri.

Setelah merasa memiliki kekuatan yang cukup, Ken Arok berusaha untuk melepaskan diri dari
Kadiri. Pada tahun 1222 Ken Arok berhasil membunuh Kertajaya, raja Kadiri terakhir. Ia
kemudian naik tahta sebagai raja Singasari dan mendirikan dinasti baru yaitu Dinasti Girinda.

Tidak lama kemudian, Ken Dedes melahirkan seorang putra bernama Anusapati hasil
pernikahannya dengan Tunggul Ametung. Sedangkan dari istri yang lain, yaitu Ken Umang, Ken
Arok mempunyai seorang putra bernama Tohjaya. Pada tahun 1227, Ken Arok dibunuh oleh

Anusapati. Hal ini dilakukan sebagai balas dendam atas kematian ayahnya, Tunggul Ametung.
Anusapati mengantikan berkuasa di Singasari. Ia memerintah selama 21 tahun. Sampai akhirnya
ia dibunuh oleh Tohjaya, juga sebagai balas dendam atas kematian ayahnya.

Tohjaya naik tahta. Ia memerintah dalam waktu sangat singkat. Ia kemudian terbunuh oleh
Ranggawuni (putra Anusapati). Pada tahun 1248 Ranggawuni naik tahta dengan gelar Srijaya
Wisnuwardhana. Pada tahun 1254 Wisnuwardhana mengangkat putranya Kertanegara sebagai
Yuwaraja atau Raja Muda. Wisnuwardana wafat pada tahun 1268 di Mandragiri.

Pada tahun 1268 Kertanegara naik tahta. la merupakan raja terbesar kerajaan Singasari.
Kertanegara merupakan raja pertama yang bercita-cita menyatukan Nusantara. Pada tahun 1275,
Kertanegara mengirimkan Ekspedisi Pamalayu ke Sumatera (Jambi) dipimpin oleh Kebo
Anabrang. Ekspedisi ini bertujuan menuntut pengakuan Sriwijaya dan Malayu atas kekuasaan
Singasari. Ekspedisi ini juga untuk mengurangi pengaruh Kubilai Khan dari Cina di Nusantara.

Ekspedisi ini menimbulkan rasa khawatir raja Mongol tersebut. Oleh karena itu pada tahun 1289
Kubilai Khan mengirimkan utusan bernama Meng-chi menuntut Singasari mengakui kekuasaan
Kekaisaran Mongol atas Singasari. Kertanegara menolak tegas, bahkan utusan Cina itu dilukai
mukanya. Perlakukan tersebut dianggap sebagai penghinaan dan tantangan perang.

Untuk menghadapi kemungkinan serangan dari tentara Mongol pasukan Singasari disiagakan
dan dikirim ke berbagai daerah di Laut Jawa dan di Laut Cina Selatan. Sehingga pertahanan di
ibukota lemah. Hal ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak senang terhadap Kertanegara,
diantaranya Jayakatwang penguasa Kadiri dan Arya Wiraraja (bupati Madura). Pasukan Kadiri
berhasil menduduki istana dan membunuh Kertanegara.

G. Kerajaan Majapahit

Setelah Kertanegara terbunuh oleh Jayakatwang, 1292. Raden Wijaya menantu Kertanegara
berhasil melarikan diri ke Madura untuk minta bantuan Arya Wiraraja, bupati Sumenep. Atas
nasihat Arya Wiraraja, Raden Wijaya menyerahkan diri kepada Jayakatwang. Atas jaminan dari
Arya Wiraraja, Raden Wijaya diterima dan diperbolehkan membuka hutan Tarik yang terletak di
dekat Sungai Brantas. Dengan bantuan orang-orang Madura, pembukaan hutan Tarik dibuka dan
diberi nama Majapahit.

Kemudian datanglah pasukan Tartar yang dikirim Kaisar Kubilai Khan untuk menghukum raja
Jawa. Walaupun sudah mengetahui Kertanegara sudah meninggal, tentara Tartar bersikeras mau
menghukum raja Jawa. Hal ini dimanfaatkan oleh Raden Wijaya untuk membalas dendam
kepada Jayakatwang. Jayakatwang berhasil dihancurkan. Pada waktu tentara Tartar hendak
kembali kepelabuhan, Raden Wijaya menghancurkan tentaraTartar, Setelah berhasil mengusir
tentara Tartar, Raden Wijaya dinobatkan sebagai Raja Majapahit dengan gelar Sri Kertarajasa
Jayawardhana pada tahun 1293.

Kertarajasa meninggal pada tahun 1309. Satu-satunya putra yang dapat menggantikannya adalah
Kalagamet. la dinobatkan sebagai raja Majapahit dengan gelar Sri Jayanagara. Ia bukanlah raja
yang cakap. Selain itu ia juga mendapatkan banyak pengaruh dari Mahapati. Akibatnya masa
pemerintahannya diwarnai dengan adanya beberapa kali pemberontakan.

Pemberontakan yang paling berbahaya adalah pemberontakan Kuti, pada tahun 1319. Kuti
berhasil menduduki ibukota Majapahit, sehingga Jayanagara harus melarikan diri ke desa
Bedander yang dikawal oleh pasukan Bhayangkari dipimpin oleh Gajah Mada. Pemberontakan
Kuti ini berhasil ditumpas oleh Gajah Mada. Karena jasanya Gajah Mada diangkat sebagai Patih
Kahuripan. Pada tahun 1328 Jayanagara mangkat dibunuh oleh tabib istana, Tanca. Tanca
kemudian dibunuh oleh Gajah Mada. Jayanagara tidak meninggalkan keturunan.

Karena Jayanagara tidak mempunyai keturunan, maka yang berhak memerintah semestinya
adalah Gayatri atau Rajapatni. Akan tetapi Gayatri telah menjadi bhiksuni. Maka pemerintahan
Majapahit kemudian dipegang oleh putrinya Bhre Kahuripan dengan gelar Tribhuwana
Tunggadewi Jayawisnuwardhani. la menikah dengan Kertawardhana. Dari perkawinan ini
lahirlah Hayam Wuruk. Pada tahun 1331 terjadi pemberontakan Sadeng dan Keta.
Pemberontakan yang berbahaya ini dapat ditumpas oleh Gajah Mada. Karena jasanya Gajah
Mada diangkat sebagai Patih Mangkubumi Majapahit. Pada saat pelantikan, Gajah Mada
mengucapkan Sumpah Palapa.

Pada tahun 1350 M, lbu Tribhuwanatunggadewi, Gayatri meninggal. Sehingga Tribhuwana turun
tahta. Penggantinya adalah putranya yang bernama Hayam Wuruk yang bergelar Rajasanagara.
Di bawah pemerintahan Hayam Wuruk dengan Gajah Mada sebagai Mahapatihnya, Majapahit
mencapai puncak kejayaannya. Dengan Sumpah Palapa-nya Gajah Mada berhasil menguasai
seluruh kepulauan Nusantara ditambah dengan Siam, Martaban (Birma), Ligor, Annom, Campa
dan Kamboja.
Pada tahun 1364, Patih Gajah Mada wafat ditempat peristirahatannya, Madakaripura, di lereng
Gunung Tengger. Setelah Gajah Mada meninggal, Hayam Wuruk menemui kesulitan untuk
menunjuk penggantinya. Akhirnya diputuskan bahwa pengganti Gajah Mada adalah empat orang
menteri.

Hayam Wuruk wafat pada tahun 1389. Ia disemayamkan di Tayung daerah Berbek, Kediri.
Seharusnya yang menggantikan adalah puterinya yang bernama Kusumawardhani. Namun ia
menyerahkan kekuasaannya kepada suaminya, Wikramawardhana. Sementara itu Hayam Wuruk
juga mempunyai anak laki-laki dari selir yang bernama Bhre Wirabhumi yang telah
mendapatkan wilayah keuasaan di Kedaton Wetan (Ujung Jawa Timur). Pada tahun 1401
hubungan Wikramawardhana dengan Wirabhumi berubah mejadi perang saudara yang dikenal
sebagai Perang Paregreg. Pada tahun 1406 Wirabhumi dapat dikalahkan di dibunuh. Tentu saja
perang saudara ini melemahkan kekuasaan Majapahit. Sehingga banyak wilayah-wilayah
kekuasaannya melepaskan diri.

1. Pengaruh Hindu dan budha di Indonesia

Berdasarkan ditemukannya bukti tulisan yang berhuruf pallawa dan Bahasa


Sanseketa di kerajaan Kuta dan Tarumanegara menujukkan pengaruh Hindu budha
dan india yang sangat kuat dalam perkembangan sejarah inonesia. tulisan tulisan
tersebut mengubah bangsa indonesia memasuki babakan baru jaman sejarah,
terutama dengan ditemukannya prasasti tujuh yupa di kalimatan timur.

2. Masuknya Budaya Hindu Budha

Proses masuknya dan berkembangnya agama hindu dan budha ini melalui jalur
perdagangan India, cina, indonesia. pembawa agama agama Budha melalui misi
penyiaran yang disebut Dharma Dhuta. sedangkan pembawa agama Hindu ke
indonesia antara lain golongan ksatria, Brahmana, sudra dan waisya.

B.Kehidupan Sosial Politik Ekonomi dan Kebudayaan di Indonesia pada


Masa Kerajaan Hindu-Budah

1. Kerajaan Kutai

Kerjaan ini terletak di kalimatan timur dan tertua di indonesia. peninggalan


bersejarah yang di temukan adalah tujuh Buah Prasati yang di pahatkan di atas
tiang bantu disebut YUPA. Prasasti ini berhuruf pallawa dan berangka tahun 400M.
Raja yang pernah memerintah kerajaan kutai adalah kudungga, Aswawarman,
Mulawarman. dengan ditemukannya prasasti tersebut bangsa indonesia memasuki
babkan baru zaman sejarah.

2. Kerajaan Taruma Negara ( abad 5 M)

Kerajaan ini letaknya di sekitar Bogor, Jawa Barat. prasasti yang ditemukan semua
berhuruf pallawa dan berbahasa Sanseketa yaitu:

- prasasti tugu
- prasasti lebak

- prasasti pasir awi

- prasasti jambu

- prasasti muara ciaruten

prasasti kebon kopi

dari prasati di atas di katakan bhwa raja yang memerintah kerajaan Tarumanegara
adalah Purnawarman, seorang raja yang bijaksana dan sangat memperhatikan
kemakmuran rakyatnya. sumber bukti lainnya adalah kerajaan ini adalah berita dari
seorang pendeta budha dan cina yang bernama fa hien.

3. Kerajaan Melayu

Mengenai kerajaan ini diperkirakan sekitar daerah jambi seorang raja yang sering
disebut adalah adityawarman. sementaramenurut berita cina, pendeta I-Tsing
setelah belajar di Sriwijaya kemudian ia pergi ke Moloyu.

4. Kerjaan Sriwijaya (7 M)

kerajaan sriwijaya ini terletak di palembang, sumatra selatan. bukti adanya kerajaan
ini dengan ditemukannya prasasti-prasasti yang berhuruf pallawa, yaitu : prasasti
Talang Tuo, prasasti Kota Kapur, prasasti Karang berahi, prasasti Kedukan Bukti dan
prasasti Telaga Batu. dari prasasti proses tersebut diketahui bahwa kerajaan
sriwijaya beragam budha dan merupakan kerajaan yang besar dan makmur dengan
ouncak kejayaan pada masa raja balaputradewa.

5. Kerajaan Majapahit

terletak di desa Tarik Mojokerto, Jawa Timur. Pendiri kerajaan ini yaitu raden wijaya.
pada masa pemerintahan tri buwana tungga dewi diangkat seorang maha patih
bernama Gajah Mada. penganti pemeritahani ini adalah raja hayam wuruk yang
dibantu oleh patih gajah mada dengan sumpah palapa dan berhasil menyatukan
nusantara di bawah kerajaan majapahit.

kerutuhan kerajaan majapahit anatara lain :

- adanya perkembangkan islam dari kerajaan demak

- banyak daerah kekuasaannya melepaskan diri

- lemahnya raja-raja pengganti hayam wuruk

- mundurnya perekonmian akibat perang saudara

- adanya perang paregreg / perang saudara

6. Kerjaan Bali
Dalam prasasti sanur yang berangka 914 M, diceritakan bahwa raja yang
memerintah merupakan raja sri baduga maharaja terjadi peristiwa perang Bubat
antara majapahit dengan pajajaran.

7. kerajaan Kediri (abad 12 M)

Berdiri di daerah daha, kediri, jawa timur. raja yang terkenal raja jayabaya.
sedangkan menurut sumber dari cina bahwa kerajaan kediri merupakan kerajaan
yang aman, tentram dam makmur.

8. Kerajaan Medang (abad 10 M)

terletak di sekitar sungai Brantas dekat kota jombang, jawa timur. kerajaan ini
merupakan pindahan dari kerajaan matram kuno yang mengalami kehancuran.
pendiri kerajaan ini adalah mpu sindok yang menamakan dirinya dinasti isyana.

9. Kerajaan Singosari (abad 13)

Muncul setelah adanya perang ganter 1222 M. dalam perang ini akhirnya raja
kertajaya yang otoriter dari kerajaan kediri kalah melawan para brahmana yang
dibantu oleh ken arok. kerajaan kediri kalah dan berdirilah kerajaan singosari
dengan raja ken arok adan bergelar kertarejasa.

10. Kerajaan Mataram Kuno/Hindu (abad 8 M)

letak kerajaan ini dekat magelang, jawa tengah. hal ini dibuktikan dengan adanya
prasasti canggal, yang menceritakan bahwa kerajaan ini pernah di perintah oleh
dinasti sanjaya dan dinasti syailendra.

11. Kerajaan Sunda

letak kerajaan di pakuan pajajaran kemudian pindah ke kawali. pada masa


pemerintahan raja sri baduga maharaja terjadi peristiwa perang bubaat antara
majapahit dengan pajajaran.

C. Peningkatan Kebudayaan Terpenting

kebudayaan terpenting peninggalan Hindu-Budah meliputi :

1. Bangunan Candi

a. Jenis Candi di Indonesia, Yaitu Candi Hindu dan Budha

b. Fungsi Candi, yaitu dalam agama Hindu berfungsi sebagai tempat pemakaman
dan fungsi menurut agama Budha sebagai tempat upacara keagamaan

c. Kelompok candi berdasarkan langgamnya, yaitu :

- Candi Jawa Tengah bagian utara

- Candi Jawa Tengah bagian selatan


- Candi Jawa Timur

perbedaan bangunan candi Jawa Tengah dan Jawa Timur antara lain :

Candi jawa barat :

- Bangunan Candi terbuat dari batu bara

- Relief candi simbolis

- Atap candi seperti pohon cemara

- Arah candi menghadap ke barat

- Bentuk candi ramping dan tinggi

- Induk candi menjorok ke belakang

candi Jiwa Tengah :

- Bangunan candi terbuat dari batu andesit (batu kali)

- Relief candi realis

- Atap candi berundak-undak

- Arah candi menghadap ke timur

- Bentuk candi tambun

- Induk candi tepat di tengah

2. Patung Dewa

Dalam kebudayaan Hindu-Budha biasanya dewa diwujudkan dalam bentuk patung

3. Sastra

Hasil peninggalan bidang sastra antara lain Ramayana, Mahabarata, Barata Yuda
dll.

4. Seni Ukir

Hasil pahatan dan ukiran nampak indah dan mengangumkan pada relief-relief
bangunan candi.

5. Barang-barang logam

Barang atau benda yang terbuat dari logam dan perunggu yang indah di antaranya,
arca, lampu gantung, genta, mangkok, jambangan dan tempat dupa untuk upacara
agama. dan masih banyak lagi peninggalan yang berupa seni lainya.

D. Runtuhnya Kebudayaan Hinduh-Budah di Inonesia


Penyebab runtuhnya kerajaan yang bercorak Hindu-Budah antara lain :

a. Adanya perang Paragrag di Majapahit

b. Banyak daerah kekuasaan yang melepaskan diri kerajaan sriwijaya maupun


Majapahit

c. Berkembangnya syiar agama Islam yang berhasil menarik simpati masyarakat

d. Kerajaan Islam Demak berkembang pesat, sementara Sumatra juga berkembang


pesat kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam.

Pengaruh kebudayaan Hindu-


Buddha di Indonesia
Written By Hafizul Hamdi on 14 Juni 2013 | 22:15

Candi Prambanan
Salah satu Candi Bercorak
Hindu

Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia - Masuknya suatu kebudayaan


asing ke dalam lingkup suatu masyarakat dapat menimbulkantiga kemungkinan:
kedua kebudayaan itu akan berakulturasi, berjauhan, atau salah satu hancur.
Akulturasi kebudayaan adalah pencampuran dua kebudayaan atau lebih yang
melakukan kebudayaan baru. Dalam perkembangan kehidupan masyarakat
Nusantara ketika terjalin hubungan dagang antara India, Cina, dan Indonesia,
terjadilah akulturasi budaya.

Akulturasi budaya Hindu-Buddha India dengan budaya asli Nusantara secara damai
melahirkan budaya baru yang disebut budaya Hindu-Buddha Nusantara.
Menghadapi proses akulturasi tersebut, menurut para ahli, bangsa Indonesia
bersikap pasif maupun aktif. Pada awalnya bersikap pasif menerima ajaran-ajaran
baru, di kemudian hari aktif mencari ilmu hingga mengirim pelajarnya ke luar negeri
dan mengundang brahmana dari luar negeri untuk memberi pelajaran.
Proses akulturasi selama berabad-abad menimbulkan sinkretisme antara kedua
agama tersebut dan unsur budaya asli hingga lahirlah agama baru yang dikenal
sebagai Syiwa Buddha. Sinkretisme adalah paham atau aliran baru yang merupakan
perpaduan dari beberapa paham untuk mencari keserasian dan keseimbangan.
Aliran ini berkembang pesat pada abad ke-13 M. Penganutnya, antara lain, Raja
Kertanegara dan Adityawarman.

Akulturasi budaya paling mudah kita lihat dalam bentuk kesenian, seperti seni rupa,
seni sastra, dan seni bangunan yang merupakan unsur kebudayaan material.
Akulturasi budaya ini juga dapat kita saksikan dalam upacara-upacara ritual.
Pelaksanaan proses akulturasi tersebut dilakukan oleh para cendekiawan,
agamawan, arsitek, sastrawan istana maupun rakyat, dan para seniman.

1. Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha terhadap seni bangunan

Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha dalam bidang arsitektur atau seni bangunan


dapat kita lihat dengan jelas pada candi-candi.

Ada perbedaan fungsi antara candi dalam agama Hindu dan candi dalam agama
Buddha. Dalam agama Hindu, candi difungsikan sebagai makam Adapun dalam
agama Buddha, candi berfungsi sebagai tempat pemujaan atau peribadatan.

Candi Borobudur
Salah Satu Candi Bercorak Buddha

Meski difungsikan sebagai makam, namun tidak berarti bahwa mayat atau abu
jenazah dikuburkan dalam candi. Benda yang dikuburkan atau dicandikan adalah
macam-macam benda yang disebut pripih. Pripih ini dianggap sebagai lambang zat
jasmaniah yang rohnya sudah bersatu dengan dewa penitisnya.

Pripih ini diletakkan dalam peti batu di dasar bangunan, kemudian di atasnya
dibuatkan patung dewa sebagai perwujudan sang raja. Arca perwujudan raja itu
umumnya adalah Syiwa atau lambang Syiwa, yaitu lingga. Pada candi Buddha, tidak
terdapat pripih dan arca perwujudan raja. Abu jenazah raja ditanam di sekitar candi
dalam bangunan stupa. Bangunan candi terdiri atas tiga bagian, yaitu kaki, tubuh,
dan atap.

a. Kaki candi berbentuk persegi (bujur sangkar). Di tengah-tengah kaki candi inilah
ditanam pripih.

b. Tubuh candi terdiri atas sebuah bilik yang berisi arca perwujudan. Dinding luar
sisi bilik diberi relung (ceruk) yang berisi arca. Dinding relung sisi selatan berisi arca
Guru, relung utara berisi arca Durga, dan relung belakang berisi arca Ganesha.
Relung-relung untuk candi yang besar biasanya diubah.

c. Atap candi terdiri atas tiga tingkat. Bagian atasnya lebih kecil dan pada
puncaknya terdapat lingga atau stupa. Bagian dalam atap (puncak bilik) ada sebuah
rongga kecil yang dasarnya berupa batu segi empat dengan gambar teratai merah,
melambangkan takhta dewa. Pada upacara pemujaan, jasad dari pripih dinaikkan
rohnya dari rongga atau diturunkan ke dalam arca perwujudan. Hiduplah arca itu
menjadi perwujudan almarhum sebagai dewa.

Bangunan candi di Indonesia yang bercorak Hindu, antara lain, candi Prambanan,
candi Sambisari, candi Ratu Boko, candi Gedongsongo, candi Sukuh, candi Dieng,
candi Jago, candi Singasari, candi Kidal, candi Panataran, candi Surawana, dan
gapura Bajang Ratu. Bangunan candi yang bercorak Buddha, antara lain, candi
Borobudur, candi Mendut, candi Pawon, candi Kalasan, candi Sewu, candi Sari, dan
candi Muara Takus.

Beberapa peninggalan bangunan lain yang menyerupai candi sebagai berikut.


a. Patirtan atau pemandian, misalnya, patirtan di Jalatunda dan Belahan (lereng
Gunung Penanggungan), di candi Tikus (Trowulan), dan di Gona Gajah (Gianyar,
Bali).

b. Candi Padas di Gunung Kawi, Tampaksiring. Di tempat ini terdapat sepuluh candi
yang dipahatkan seperti relief pada tebing-tebing di Pakerisan.

c. Gapura yang berbentuk candi dan memiliki pintu keluar masuk.

Contoh candi semacam ini adalah candi Plumbangan, candi Bajang Ratu, dan candi
Jedong.

d. Jenis gapura lainnya yang berbentuk seperti candi yang dibelah dua untuk jalan
keluar masuk.

Contoh candi semacam ini adalah candi Bentar dan candi Wringin Lawang.

2. Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha terhadap seni rupa

Seni rupa Nusantara yang banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu-Buddha dari
India adalah seni pahat atau ukir dan seni patung. Seni pahat atau ukir umumnya
berupa hiasan-hiasan dinding candi dengan tema suasana Gunung Mahameru,
tempat kediaman para dewa. Hiasan yang terdapat pada ambang pintu atau relung
adalah kepala kala yang disebut Banaspati (raja hutan). Kala yang terdapat pada
candi di Jawa Tengah selalu dirangkai dengan makara, yaitu sejenis buaya yang
menghiasi bagian bawah kanan kiri pintu atau relung.

Pola hiasan lainnya berupa daun-daunan yang dirangkai dengan sulur-sulur


melingkar menjadi sulur gelung. Pola ini menghiasi bidang naik horizontal maupun
vertikal. Ada juga bentuk-bentuk hiasan berupa bunga teratai biru (utpala), merah
(padam), dan putih (kumala). Pola-pola teratai ini tidak dibedakan berdasarkan
warna, melainkan detail bentuknya yang berbeda-beda. Khususnya pada dinding
candi di Jawa Tengah, terdapat hiasan pohon kalpataru (semacam beringin) yang
diapit oleh dua ekor hewan atau sepasang kenari.

Beberapa candi memiliki relief yang melukiskan suatu cerita. Cerita tersebut
diambil dari kitab kesusastraan ataupun keagamaan. Gaya relief tiap-tiap daerah
memiliki keunikan. Relief di Jawa Timur bergaya mayang dengan objek-objeknya
berbentuk gepeng (dua dimensi). Adapun relief di Jawa Tengah bergaya naturalis
dengan lekukan-lekukan yang dalam sehingga memberi kesan tiga dimensi. Pada
masa Kerajaan Majapahit, relief di Jawa Timur meniru gaya Jawa Tengah dengan
memberikan latar belakang pemandangan sehingga tercipta kesan tiga dimensi.
Relief-relief yang penting sebagai berikut.

Relief candi Roro Jongrang


Yang Mengisahkan Cerita Ramayana

a. Relief candi Borobudur menceritakan Kormanibhangga, menggambarkan


perbuatan manusia serta hukum-hukumnya sesuai dengan Gandawyuha (Sudhana
mencari ilmu).

b. Relief candi Roro Jonggrang menceritakan kisah Ramayana dan Kresnayana. Seni
patung yang berkembang umumnya berupa patung atau arca raja pada sebuah
candi. Raja yang sudah meninggal dimuliakan dalam wujud arca dewa.

Contoh seni patung hasil kebudayaan Hindu-Buddha kini dapat kita saksikan di
candi Prambanan (patung Roro Jonggrang) dan di Museum Mojokerto (Jawa Timur).
Salah satu koleksi museum tersebut yang terindah adalah patung Airlangga
(perwujudan Wisnu) dan patung Ken Dedes.

3. Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha terhadap seni sastra

Wiracarita atau kisah kepahlawanan India yang memasyarakat di Indonesia dan


memengaruhi kehidupan serta perkembangan sosial budaya adalah cerita
Mahabharata dan Ramayana. Kitab Mahabharata terdiri atas delapan belas jilid
(parwa). Setiap jilid terbagi lagi menjadi beberapa bagian (juga disebut parwa) yang
digubah dalam bentuk syair. Cerita pokoknya meliputi 24.000 seloka. Sebagian
besar isi kitab ini menceritakan peperangan sengit selama delapan hari antara
Pandawa dan Kurawa. Kata Mahabharatayudha sendiri berarti peperangan besar
antarkeluarga Bharata. Menurut cerita, kitab ini dihimpun oleh Wiyasa Dwipayana.
Akan tetapi, para ahli sejarah beranggapan bahwa lebih masuk akal jika kitab itu
merupakan kumpulan berbagai cerita brahmana antara tahun 400 SM sampai 400
M.

Kitab Ramayana dikarang oleh Walmiki. Kitab ini terdiri atas tujuh jilid (kanda) dan
digubah dalam bentuk syair sebanyak 24.000 seloka. Kitab ini berisi perjuangan
Rama dalam merebut kembali istrinya, Dewi Sinta (Sita), yang diculik oleh Rahwana.
Dalam perjuangannya, Rama yang selalu ditemani Laksmana (adiknya) itu
mendapat bantuan dari pasukan kera yang dipimpin oleh Sugriwa. Selain itu, Rama
juga dibantu oleh Gunawan Wibhisana, adik Rahwana yang diusir oleh kakaknya
karena bermaksud membela kebenaran (Rama). Perjuangan tersebut menimbulkan
peperangan besar dan banyak korban berjatuhan. Di akhir cerita, Rahwana beserta
anak buahnya gugur dan Dewi Sinta kembali kepada Rama.

Akulturasi di bidang sastra dapat dilihat pada adanya modifikasi cerita-cerita asli
India dengan unsur tokoh-tokoh Indonesia serta peristiwa-peristiwa yang seolah-
olah terjadi di Indonesia. Contohnya adalah penambahan tokoh punakawan (Semar,
Bagong, Gareng, Petruk) dalam kisah Mahabharata. Bahkan, dalam literatur-literatur
keagamaan Hindu-Buddha di Indonesia sulit kita temukan cerita asli seperti yang
ada di negeri asalnya. Pengaruh kebudayaan India yang dipertahankan dalam
kesusastraan adalah gagasan, konsep, dan pandangan-pandangannya.

4. Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha terhadap sistem pemerintahan

Salah satu contoh nyata pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia adalah


perubahan sistem pemerintahan. Sebelum pengaruh Hindu-Buddha masuk ke
Indonesia, struktur sosial asli masyarakat Indonesia berbentuk suku-suku dengan
pimpinannya ditunjuk atas prinsip primus inter pares. Setelah pengaruh Hindu-
Buddha masuk, sistem pemerintahan ini berubah menjadi kerajaan. Kepemimpinan
lalu diturunkan kepada keturunan raja. Raja dan keluarganya kemudian membentuk
kalangan yang disebut bangsawan.

Dalam perkembangannya, ada dua corak kerajaan berdasarkan budaya Hindu-


Buddha. Kerajaan-kerajaan bercorak Hindu, antara lain, Kerajaan Kutai,
Tarumanegara, Mataram Hindu (Mataram Kuno), Kahuripan (Airlangga), dan
Majapahit. Kerajaan Majapahit dikenal sebagai kerajaan Hindu terbesar. Adapun
kerajaan-kerajaan bercorak Buddha, antara lain, Kerajaan Holing (Kalingga), Melayu,
Sriwijaya, dan Mataram Buddha. Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan Buddha
terbesar di Indonesia.
5. Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha terhadap sistem kepercayaan

Pada saat budaya Hindu-Buddha masuk ke Indonesia, masyarakat masih menganut


kepercayaan asli, yaitu animisme dan dinamisme. Akibat adanya proses akulturasi,
agama Hindu dan Buddha lalu diterima penduduk asli. Dibandingkan agama Hindu,
agama Buddha lebih mudah diterima oleh masyarakat kebanyakan sehingga dapat
berkembang pesat dan menyebar ke berbagai wilayah. Sebabnya adalah agama
Buddha tidak mengenal kasta, tidak membeda-bedakan manusia, dan menganggap
semua manusia itu sama derajatnya di hadapan Tuhan (tidak diskriminatif). Menurut
agama Buddha, setiap manusia dapat mencapai nirwana asalkan baik budi
pekertinya dan berjasa terhadap masyarakat.

6. Sistem perdagangan dan transportasi

Kekayaan bumi Nusantara telah dikenal luas sejak dahulu. Kemenyan, kayu
cendana, dan kapur barus dari Indonesia telah dikenal di Cina menyaingi bahan
wangi-wangian lainnya dari Asia Barat. Begitu pula berbagai jenis rempah-rempah,
seperti lada dan cengkeh, serta hasil-hasil kerajinan dan berbagai jenis binatang
khas yang unik. Awalnya, pedagang-pedagang dari India yang singgah di Indonesia
membawa barang-barang tersebut ke Cina.

Seiring dengan perkembangan perdagangan internasional, hubungan dagang


antara Indonesia India Cina pun berkembang . Wolters berpendapat bahwa
perkembangan ini akibat dari sikap terbuka dan bersahabat dengan orang asing
serta penghargaan terhadap barang dagangan yang dibawa orang asing. Sikap ini
pula yang memungkinkan agama Hindu-Buddha dapat berkembang di Indonesia.

Dalam berbagai prasasti yang ditemukan, disebutkan bahwa pada abad ke-5
Masehi, bangsa Indonesia telah mampu turut serta dalam perdagangan maritim
internasional Asia. Perkembangan ini dipicu pula oleh perkembangan teknologi
transportasi pelayaran. I-Tsing, musafir dan pendeta Buddha dari Cina yang mampir
ke Indonesia pada abad ke-7 dalam perjalanannya ke India dengan menumpang
kapal milik Sriwijaya, mengatakan bahwa pada awalnya bangsa Indonesia memang
telah akrab dengan dunia pelayaran, meski baru terbatas pada pulau-pulau yang
berdekatan.
Alat transportasi yang digunakan adalah kapal cadik berukuran kecil. Bersamaan
dengan munculnya kerajaan-kerajaan besar, seperti Sriwijaya, Singasari, dan
Majapahit, mulailah dikenal teknologi pembuatan kapal-kapal yang lebih besar dan
pelayaran yang dilakukan dapat menjangkau jarak yang lebih jauh. Bangsa
Indonesia jadi dapat berperan lebih aktif dalam perdagangan internasional dengan
berlayar sendiri ke negara-negara yang biasanya berdagang dengan Indonesia. Hal
ini tergambar dalam relief candi Borobudur. Tiga jenis kapal yang digambarkan
dalam relief tersebut adalah perahu lesung, kapal besar tidak bercadik, dan kapal
bercadik.

7. Sistem penguasaan tanah

Tanah dalam lingkungan sebuah kerajaan secara umum menjadi milik kerajaan.
Namun, pengolahan atau pemanfaatan diserahkan kepada rakyat yang hidup dalam
lingkup kerajaan tersebut. Hak pemanfaatan lahan ini disebut hak anggaduh,
artinya rakyat hanya dipinjami tanah oleh raja. Tanah garapan itu dapat
dipindahtangankan kepada rakyat lainnya dalam lingkup kerajaan yang sama dan
hak anggaduh tersebut dapat digunakan secara turun temurun. Akan tetapi, jika
sewaktu-waktu raja memintanya kembali, misalnya, untuk keperluan pendirian
candi atau bangunan milik kerajaan atau suatu kepentingan umum lainnya, rakyat
tidak dapat menolak.

8. Sistem pajak

Pengembangan dan jaminan kelangsungan suatu kerajaan tentu memerlukan biaya.


Biaya ini diambil dari hasil perdagangan, pertanian, dan pungutan pajak kepada
rakyat. Pajak dipungut oleh pejabat di tingkat daerah dari desa-desa yang ada di
wilayahnya. Setiap habis panen, pajak tersebut wajib diserahkan pada kerajaan. Di
tingkat pusat, ada petugas khusus yang bertugas mencatat luas tanah di wilayah
kerajaan untuk dijadikan dasar perhitungan penetapan pajak yang wajib dipungut.
Rakyat diwajibkan untuk membayar pajak tepat waktu.

9. Tenaga kerja

Tenaga kerja berasal dari rakyat. Dalam hal ini, rakyat merupakan abdinya yang
harus menaati semua perintahnya. Hal ini dikarenakan pada masa itu, kekuasaan
raja merupakan kekuasaan tertinggi dan mutlak sebab raja dianggap sebagai
penjelmaan dewa di bumi dan memerintah atas nama dewa. Oleh karena itu, rakyat
dituntut untuk bersikap setia kepada raja.

10. Perkembangan tradisi Hindu-Buddha

Pada masa berkembangnya agama Hindu-Buddha di Nusantara, tradisi Hindu-


Buddha mengalami perkembangan yang cukup pesat di wilayah Nusantara dalam
berbagai sektor sebagai berikut.

a. Sistem struktur sosial masyarakat

Masuk dan berkembangnya agama Hindu di Indonesia memengaruhi sektor


kehidupan masyarakat Indonesia, termasuk sistem dan struktur sosial
masyarakatnya. Pengaruhnya dapat dilihat melalui diterapkannya sistem
pembagian kasta pada masyarakat Indonesia. Sistem pembagian kasta di Indonesia
tidak seperti yang ada di India, akan tetapi merupakan sistem pengelompokan
masyarakat melalui tingkatan tingkatan kehidupan masyarakat dan berlaku turun
temurun. Hal ini untuk menunjukkan status sosial dalam masyarakat Indonesia.
Sementara itu, di India perbedaan sistem kasta sangat mendasar sebab untuk
membedakan status sosial antara golongan Arya dan Dravida.

Pada masyarakat Indonesia yang mendapat pengaruh Buddha muncul pembagian


kelompok masyarakat bhiksu dan bhiksuni, yaitu kelompok masyarakat yang tinggal
di wihara-wihara dan hidup mementingkan rohani saja, tata kehidupan duniawi
mulai ditinggalkan. Kelompok masyarakat yang lain adalah kelompok masyarakat
umum, yakni kelompok masyarakat yang masih mementingkan hidup duniawi.
Sistem dan struktur masyarakat Indonesia yang mendapat pengaruh Hindu-Buddha
berkembang pada masa Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Mataram. Kerajaan
Sriwijaya merupakan kerajaan maritim di mana kehidupan rakyatnya banyak
bergantung pada kelautan. Sriwijaya banyak menguasai jalur-jalur dan pusat
perdagangan maka Sriwijaya menjadi kerajaan yang besar dan penting, karenanya
menjadi kerajaan nasional yang pertama di Nusantara.

Kerajaan Mataram Hindu terdiri atas daerah pusat yang dikenal dengan ibu kota
kerajaan (tempat tinggal raja, putra raja, kerabat dekat raja, serta pejabat tinggi
kerajaan) dan daerah watak, yaitu daerah yang dikuasai para rakai atau pamgat
yang berkedudukan sebagai pegawai tinggi kerajaan yang berkedudukan turun-
temurun.

b. Pemerintahan

Sebelum pengaruh Hindu ke Nusantara, bangsa Indonesia sudah mengenal sistem


pemerintahan, yakni dari seorang kepala suku dikenal bentuk kesukuan, seorang
kepala suku menduduki jabatannya berdasarkan kemampuan yang dimiliki, maka ia
pemimpin yang dipilih oleh kelompok sukunya secara demokratis. Mereka memiliki
kelebihan dalam anggota kelompoknya.

Masuk dan berkembangnya agama Hindu dan Buddha di Indonesia membawa


pengaruh yakni mulai lahirnya kerajaan. Kerajaan Hindu pertama di Indonesia
adalah Kerajaan Kutai dengan rajanya Mulawarman. Raja berkuasa secara turun
temurun sehingga keluarga raja memiliki kehormatan di tengah-tengah masyarakat
negara. Raja memiliki kekuasaan tunggal, tidak ada lembaga yang mampu
menandingi kekuasaan raja.

c. Kesenian

Perkembangan bidang kesenian tampak sekali dalam seni bangunan, seni rupa, dan
seni sastra.

1) Seni bangunan yakni adanya bangunan candi Hindu dan candi Buddha yang
banyak ditemukan di Nusantara. Dasar pembangunan candi berasal dari zaman
megalitikum sehingga candi-candi yang ada di Nusantara memiliki bentuk
bangunan yang megah serta punden berundak seperti yang tampak pada candi
Borobudur.

2) Seni rupa, seni lukis yang masuk ke Nusantara berkembang, ditandai dengan
ditemukannya patung Buddha berlanggam Gandara di Kota Bangun Kutai, dan
patung Buddha berlanggam Amarawati yang ditemukan di Sulawesi, adanya hiasan
perahu yang menunjukkan majunya seni di Nusantara saat itu serta pada dinding
candi Prambanan kita jumpai relief Ramayana.
3) Dalam bidang sastra, seni sastra Hindu banyak kita jumpai pada prasasti-prasasti
serta kitab-kitab sastra. Banyak prasasti di Nusantara menggunakan bahasa
Sanskerta bahkan kitab-kitab sastra zaman Hindu dominan menggunakan bahasa
tersebut dan tulisan Palawa.

d. Perkembangan teknologi

Kemajuan teknologi sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan sosial dan


budaya masyarakat. Sebelum pengaruh Hindu masuk ke Nusantara bangsa
Indonesia sudah memiliki teknologi yang tinggi khususnya dalam pembuatan alat
kehidupan baik yang terbuat dari batu atau logam.

Setelah adanya pengaruh Hindu, teknologi semakin maju, misalnya pembuatan


candi. Jika dibandingkan dengan candi-candi di India maka candi di Indonesia jauh
lebih megah dan kokoh seperti candi Borobudur, candi Prambanan. Dengan
demikian, bangsa Indonesia memiliki pengetahuan teknologi yang sudah tinggi.

e. Perkembangan pendidikan

Pendidikan berkembang pesat setelah adanya pengaruh Hindu, yakni masyarakat


mendapat pendidikan yang dilakukan para pendeta Hindu dan Buddha. Mereka ada
yang berguru kepada pendeta dengan pergi ke rumah-rumah pendeta atau berada
di tempat khusus seperti wihara-wihara. Kaum Brahmana yang memberikan
pendidikan serta mengajarkan agama Hindu kepada masyarakat di daerah-daerah
membuka tempat-tempat pendidikan yang dikenal Pasraman. Di Pasraman inilah,
masyarakat Indonesia mendapatkan berbagai pengetahuan yang diajarkan para
Brahmana.

Judul Materi : Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia

Sejarah dan Pengaruh Hindu-Budha di Indonesia

A. Ajaran Hindu dan Budha

1. Hindu
Agama Hindu pada merupakan sinkretisme (perpaduan) antara kepercayaan
bangsa Dravida, yang merupakan penduduk asli India, dengan bangsa Arya, yang
merupakan bangsa pendatang dari Asia Tengah yang berhasil menaklukkan bangsa
Dravida sekitar tahun 1500 SM. Agama Hindu mempunyai konsep politheisme yaitu
menyembah banyak dewa. Tiga dewa utama dari umat Hindu adalah dewa Brahma
(dewa pencipta), dewa Wisnu (dewa pemelihara) dan dewa Syiwa (dewa perusak)
yang ketiganya biasa disebut Tri Murti. Salah satu pokok dalam ajaran Hindu adalah
konsep reinkarnasi atau dilahirkan kembali sebagai penebusan dosa karena masih
banyaknya dosa dan kesalahan yang dilakukan di kehidupan sebelumnya. Jadi
tujuan dari manusia hidup di dunia adalah moksha atau tidak dilahirkan kembali
dan tinggal di nirwana yang penuh kenikmatan.

Agama Hindu berpedoman pada kitab suci Weda, Brahmana dan Upanisad.

a. Kitab Weda terdiri dari empat himpunan (Samhita).

1. Regweda, berisi puji-pujian terhadap dewa.

2. Samaweda,berisi nyanyian-nyanyian suci yang slokanya diambil dari Regweda.

3. Yayurweda, berisi penjelasan tentang sloka-sloka yang diambil dari Regweda.

4. Atharwaweda,berisi mantra-mantra yang digunakan untuk berbagai keperluan


seperti (sihir, ilmu gaib, mengusir penyakit, menghancurkan musuh, mengikat cinta,
serta memperoleh kedudukan dan kekuasaan).

b. Kitab Brahmana adalah kitab suci yang terdiri keterangan tentang upacara sesaji.

c. Kitab Upanisad adalah kitab suci yang berisi ajaran ketuhanan dan makna
hidup.

Dalam agama Hindu masyarakat diklasifikasikan menjadi 4 kelas yang


mempunyai hak dan peranan yang berbeda-beda, yaitu :

a. Kasta Brahmana, terdiri atas para pendeta.

b. Kasta Ksatria, terdiri atas para raja dan bangsawan.

c. Kasta Waisya, terdiri atas para pedagang dan kaum buruh menengah.

d. Kasta Sudra, terdiri atas para petani, buruh kecil dan budak.

Hari raya umat Hindu ialah Galungan, Kuningan, Saraswati, Pagerwesi, Nyepi,
dan Siwaratri.

2. Budha

Pada awalnya Budha merupakan salah satu aliran dalam agama Hindu yang
disebut budhisme. Budhisme dimunculkan dan dikembangkan oleh Sidharta
Gautama sebagai protes atas ketidakadilan sistem kasta dalam masyarakat Hindu,
dimana kasta rendahan mengalami ketidakadilan. Sidharta sebenarnya masuk
dalam kasta ksatria karena merupakan putra dari Raja Sudhodana dari kerajaan
Kapilawastu. Tetapi kemudian dia meninggalkan semua kemewahan istana dan
menjadi pertapa setelah dia melihat kehidupan di luar istana yang sangat
memprihatinkan. Dalam pertapaannya dia memperoleh bodhi dan disebut Sang
Budha (yang disinari).

Umat Budha mempunyai kitab suci yang disebut Tripitaka yang berarti tiga
keranjang. Isi dari kitab Tripitaka adalah :

a. Winayapitaka, berisi tentang peraturan dan hukum yang menentukan cara hidup
para pemeluk agama Budha.

b. Sutrantapitaka, berisi wejangan sang Budha.

c. Abdidharmapitaka, berisi keterangan dan penjelasan tentang agama Budha.

Umat Budha meyakini bahwa manusia hidup di dunia berada dalam


kesengsaraan (samsara), oleh karena itu kesengsaraan dapat dihentikan dengan
mengamalkan astavidha (delapan jalan) yaitu : Ajaran yang benar; Niat yang benar;
Perkataan yang benar; Perbuatan yang benar; Penghidupan (mata pencaharian)
yang benar; Usaha (daya upaya) yang benar; Perenungan yang benar; Samadi
(bersemedi) yang benar.

Dalam perjalanannya, ajaran Budha terpecah menjadi 2 aliran yaitu :

a. Budha Hinayana (kendaraan kecil)

Aliran ini berpendapat bahwa setiap orang harus berusaha sendiri-sendiri untuk
masuk nirwana tanpa pertolongan orang lain. Hal itu sesuai dengan ajaran Budha
pada awalnya.

b. Budha Mahayana (kendaraan besar)

Aliran ini berpendapat sebaiknya manusia berusaha bersama-sama dan saling


membantu dalam mencapai nirwana.

Umat Budha merayakan hari raya Triwaisak yaitu peringatan kelahiran, turunnya
Bodhi dan kematian Sang Budha.

B. Proses Masuknya Hindu-Budha di Indonesia

Proses masuknya kebudayaan Hindu dan Budha berlangsung sangat panjang.


Keterlibatan berbagai pihak sangatlah menentukan perkembangan kebudayaan ini.
Mulai dari pedagang, tokoh agama bahkan hingga orang biasa.

Menurut Van Leur dan Wolters, hubungan dagang Indonesia dan India lebih
dahulu berkembang daripada hubungan dagang yang dilakukan Indonesia dan Cina.
Terlibatnya Indonesia dalam kegiatan perdagangan, berakibat terjadinya akulturasi
kebudayaan, terutama dengan budaya India, yaitu agama Hindu dan Budha. Dari
hubungan perdagangan tersebut, muncul beberapa teori mengenai proses
masuknya budaya Hindu-Budha ke Indonesia.

a. Teori Brahmana

Teori ini mengungkapkan bahwa kebudayaan Hindu dan Budha menyebar ke


Indonesia di bawa kaum brahmana. Kemungkinan teori ini adalah yang paling
benar, hal ini terbukti dengan ditemukannya Yupa Kutai yang menyebutkan bahwa
penyebaran ajaran Hindu dilakukan melalui upacara keagamaan, dan hal ini hanya
dapat dilakukan oleh para brahmana. Pendukung teori ini adalah J.C. van Leur.

b. Teori Ksatria

Teori ini mengungkapkan bahwa agama Hindu dan Budha menyebar ke


Indonesia karena pengaruh dari para bangsawan. Hal ini dibuktikan dengan adanya
koloni baru yang dibentuk orang India di Indonesia. Di tempat barunya para
bangsawan menyebarkan agama dan budaya Hindu-Budha. Pendukung teori ini
adalah C.C. Berg dan Majumdar.

c. Teori Waisya

Teori ini menyatakan bahwa proses masuknya kebudayaan Hindu-Budha melalui


hubungan dagang antara India dan Indonesia. Para pedagang dari India banyak
yang menetap di Indonesia yang kemudian jalinan hubungan itu telah membuka
peluang bagi terjadinya proses penyebaran kebudayaan Hindu-Budha. Pendukung
teori ini diantaranya N. J. Krom dan Purbacaraka.

d. Teori Sudra

Von van Faber mengungkapkan bahwa peperangan yang terjadi di India telah
menyebabkan golongan Sudra menjadi orang buangan. Kemudian mereka
meninggalkan India mengikuti kaum Waisya. Dengan jumlah yang besar diduga
golongan Sudralah yang memberi andil besar dalam penyebaran budaya/agama
Hindu ke nusantara.

e. Teori Arus Balik

Teori ini diungkapkan oleh F.D.K. Bosch, Bosch meyakini bahwa orang
Indonesialah yang paling berperan dalam penyebaran Hindu-Budha di nusantara.
Setelah di awali orang-orang India, penduduk Indonesia yang ingin tahu lebih dalam
tentang ajaran Hindu-Budha langsung berlayar ke india untuk belajar. Kemudian
setelah pulang ke indonesia mereka menyebarkan apa yang sudah mereka pelajari.
Teori berdasar pada ditemukannya arca Budha di Sempaga, Sulawesi Selatan, yang
sangat mirip dengan arca yang dibuat di Amarawati (India).

C. Pengaruh Unsur Kebudayaan Hindu-Budha Terhadap Kehidupan


Masyarakat Indonesia

1. Bidang agama
Ketika memasuki zaman sejarah, masyarakat di nusantara telah menganut
kepercayaan animisme dan dinamisme. Masyarakat mulai menerima sistem
kepercayaan baru, yaitu agama Hindu-Budha. Sejak berinteraksi dengan orang-
orang India budaya baru tersebut membawa perubahan pada beragama. Misalnya,
dalam hal tata krama, upacara-upacara pemujaan, dan bentuk tempat
peribadatan).

2. Bidang sosial

Dalam bidang ini kebudayaan India mempengaruhi pada sistem pemerintahan


dan kemasyarakatan. Dalam sistem ini kelompok-kelompok kecil masyarakat
bersatu dengan kepemilikan wilayah. Kepala suku yang terbaik dan terkuat berhak
menduduki kekuasaan kerajaan. Oleh karena itu, lahir kerajaan-kerajaan seperti,
Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya, dan lain-lain.

3. Bidang seni

Pengaruh dari kebudayaan Hindu-Budha ini dapat berupa relief, sastra. Untuk
seni relief banyak dijumpai hiasan-hiasan pada dinding candi yang sesuai dengan
unsur India. Di bidang seni sastra, terlihat pada penggunaan huruf Pallawa dan
bahasa Sanskerta pada prasasti-prasasti. Adanya cerita Mahabarata dan Ramayana
yang bersumber pada kebudayaan India. Selain itu adapun kitab-kitab yang
dihasilkan oleh para pujangga Indonesia seperti: Arjunawiwaha (Mpu Kanwa);
Sutasoma (Mpu Tantular); Negarakertagama (Mpu Prapanca).

4. Bidang bahasa

Kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di Indonesia meninggalkan beberapa prasasti


yang sebagian besar berhuruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta. Dalam
perkembangan selanjutnya bahkan hingga saat ini, bahasa Indonesia memperkaya
diri dengan bahasa Sansekerta. Kalimat atau kata-kata bahasa Indonesia yang
merupakan hasil serapan dari bahasa sansekerta, seperti: Pancasila, Dasa Dharma,
Kartika Eka Paksi, dan Parasamya Purnakarya Nugraha.

5. Bidang pendidikan

Dalam bidang ini kaum brahmana merupakan kelompok yang mempunyai


pengaruh, karena yang memberikan ilmu dalam masyarakat. I-Tsing
mengungkapkan bahwa di Kerajaan Sriwijaya telah didirikan sekolah setaraf
perguruan tinggi yang menampung biarawan untuk belajar agama Budha.

Proses Masuk dan


Berkembangnya Pengaruh Hindu-
Buddha di Indonesia
Pada permulaan tarikh masehi, di Benua Asia terdapat dua negeri besar yang
tingkat peradabannya dianggap sudah tinggi, yaitu India dan Cina. Kedua negeri ini
menjalin hubungan ekonomi dan perdagangan yang baik. Arus lalu lintas
perdagangan dan pelayaran berlangsung melalui jalan darat dan laut. Salah satu
jalur lalu lintas laut yang dilewati India-Cina adalah Selat Malaka. Indonesia yang
terletak di jalur posisi silang dua benua dan dua samudera, serta berada di dekat
Selat Malaka memiliki keuntungan, yaitu:

1. Sering dikunjungi bangsa-bangsa asing, seperti India, Cina, Arab, dan Persia,

2. Kesempatan melakukan hubungan perdagangan internasional terbuka lebar,

3. Pergaulan dengan bangsa-bangsa lain semakin luas, dan

4. Pengaruh asing masuk ke Indonesia, seperti Hindu-Budha.

Keterlibatan bangsa Indonesia dalam kegiatan perdagangan dan pelayaran


internasional menyebabkan timbulnya percampuran budaya. India merupakan
negara pertama yang memberikan pengaruh kepada Indonesia, yaitu dalam bentuk
budaya Hindu. Ada beberapa hipotesis yang dikemukakan para ahli tentang proses
masuknya budaya Hindu-Buddha ke Indonesia.

1. Hipotesis Brahmana
Hipotesis ini mengungkapkan bahwa kaum brahmana amat berperan dalam upaya
penyebaran budaya Hindu di Indonesia. Para brahmana mendapat undangan dari
penguasa Indonesia untuk menobatkan raja dan memimpin upacara-upacara
keagamaan. Pendukung hipotesis ini adalah Van Leur.

2. Hipotesis Ksatria

Pada hipotesis ksatria, peranan penyebaran agama dan budaya Hindu dilakukan
oleh kaum ksatria. Menurut hipotesis ini, di masa lampau di India sering terjadi
peperangan antargolongan di dalam masyarakat. Para prajurit yang kalah atau
jenuh menghadapi perang, lantas meninggalkan India. Rupanya, diantara mereka
ada pula yang sampai ke wilayah Indonesia. Mereka inilah yang kemudian berusaha
mendirikan koloni-koloni baru sebagai tempat tinggalnya. Di tempat itu pula terjadi
proses penyebaran agama dan budaya Hindu. F.D.K. Bosch adalah salah seorang
pendukung hipotesis ksatria.

3. Hipotesis Waisya

Menurut para pendukung hipotesis waisya, kaum waisya yang berasal dari
kelompok pedagang telah berperan dalam menyebarkan budaya Hindu ke
Nusantara. Para pedagang banyak berhubungan dengan para penguasa beserta
rakyatnya. Jalinan hubungan itu telah membuka peluang bagi terjadinya proses
penyebaran budaya Hindu. N.J. Krom adalah salah satu pendukung dari hipotesis
waisya.

4. Hipotesis Sudra

Von van Faber mengungkapkan bahwa peperangan yang tejadi di India telah
menyebabkan golongan sudra menjadi orang buangan. Mereka kemudian
meninggalkan India dengan mengikuti kaum waisya. Dengan jumlah yang besar,
diduga golongan sudralah yang memberi andil dalam penyebaran budaya Hindu ke
Nusantara.

Selain pendapat di atas, para ahli menduga banyak pemuda di wilayah Indonesia
yang belajar agama Hindu dan Buddha ke India. Di perantauan mereka mendirikan
organisasi yang disebut Sanggha. Setelah memperoleh ilmu yang banyak, mereka
kembali untuk menyebarkannya. Pendapat semacam ini disebut Teori Arus Balik.

Pada umumnya para ahli cenderung kepada pendapat yang menyatakan bahwa
masuknya budaya Hindu ke Indonesia itu dibawa dan disebarluaskan oleh orang-
orang Indonesia sendiri. Bukti tertua pengaruh budaya India di Indonesia adalah
penemuan arca perunggu Buddha di daerah Sempaga (Sulawesi Selatan). Dilihat
dari bentuknya, arca ini mempunyai langgam yang sama dengan arca yang dibuat
di Amarawati (India). Para ahli memperkirakan, arca Buddha tersebut merupakan
barang dagangan atau barang persembahan untuk bangunan suci agama Buddha.
Selain itu, banyak pula ditemukan prasasti tertua dalam bahasa Sanskerta dan
Malayu kuno. Berita yang disampaikan prasasti-prasasti itu memberi petunjuk
bahwa budaya Hindu menyebar di Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 Masehi.

Masuknya pengaruh unsur kebudayaan Hindu-Buddha dari India telah mengubah


dan menambah khasanah budaya Indonesia dalam beberapa aspek kehidupan.

1. Agama

Ketika memasuki zaman sejarah, masyarakat di Indonesia telah menganut


kepercayaan animisme dan dinamisme. Masyarakat mulai menerima sistem
kepercayaan baru, yaitu agama Hindu-Buddha sejak berinteraksi dengan orang-
orang India. Budaya baru tersebut membawa perubahan pada kehidupan
keagamaan, misalnya dalam hal tata krama, upacara-upacara pemujaan, dan
bentuk tempat peribadatan.

2. Pemerintahan

Sistem pemerintahan kerajaan dikenalkan oleh orang-orang India. Dalam sistem ini
kelompok-kelompok kecil masyarakat bersatu dengan kepemilikan wilayah yang
luas. Kepala suku yang terbaik dan terkuat berhak atas tampuk kekuasaan kerajaan.
Oleh karena itu, lahir kerajaan-kerajaan, seperti Kutai, Tarumanegara, dan Sriwijaya.

3. Arsitektur
Salah satu tradisi megalitikum adalah bangunan punden berundak-undak. Tradisi
tersebut berpadu dengan budaya India yang mengilhami pembuatan bangunan
candi. Jika kita memperhatikan Candi Borobudur, akan terlihat bahwa bangunannya
berbentuk limas yang berundak-undak. Hal ini menjadi bukti adanya paduan
budaya India-Indonesia.

4. Bahasa

Kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia meninggalkan beberapa prasasti yang


sebagian besar berhuruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Dalam perkembangan
selanjutnya bahkan hingga saat ini, bahasa Indonesia memperkaya diri dengan
bahasa Sanskerta itu. Kalimat atau kata-kata bahasa Indonesia yang merupakan
hasil serapan dari bahasa Sanskerta, yaitu Pancasila, Dasa Dharma, Kartika Eka
Paksi, Parasamya Purnakarya Nugraha, dan sebagainya.

5. Sastra

Berkembangnya pengaruh India di Indonesia membawa kemajuan besar dalam


bidang sastra. Karya sastra terkenal yang mereka bawa adalah kitab Ramayana dan
Mahabharata. Adanya kitab-kitab itu memacu para pujangga Indonesia untuk
menghasilkan karya sendiri. Karya-karya sastra yang muncul di Indonesia adalah:

1. Arjunawiwaha, karya Mpu Kanwa,

2. Sutasoma, karya Mpu Tantular, dan

3. Negarakertagama, karya Mpu Prapanca.

Agama Hindu
Agama Hindu berkembang di India pada tahun 1500 SM. Sumber ajaran Hindu
terdapat dalam kitab sucinya yaitu Weda. Kitab Weda terdiri atas 4 Samhita atau
himpunan yaitu:

1. Reg Weda, berisi syair puji-pujian kepada para dewa.

2. Sama Weda, berisi nyanyian-nyanyian suci.

3. Yajur Weda, berisi mantera-mantera untuk upacara keselamatan.

4. Atharwa Weda, berisi doa-doa untuk penyembuhan penyakit.

Di samping kitab Weda, umat Hindu juga memiliki kitab suci lainnya yaitu:

1. Kitab Brahmana, berisi ajaran tentang hal-hal sesaji.

2. Kitab Upanishad, berisi ajaran ketuhanan dan makna hidup.


Agama Hindu menganut polytheisme (menyembah banyak dewa), diantaranya
Trimurti atau Kesatuan Tiga Dewa Tertinggi yaitu:

1. Dewa Brahmana, sebagai dewa pencipta.

2. Dewa Wisnu, sebagai dewa pemelihara dan pelindung.

3. Dewa Siwa, sebagai dewa perusak.

Selain Dewa Trimurti, ada pula dewa yang banyak dipuja yaitu Dewa Indra
pembawa hujan yang sangat penting untuk pertanian, serta Dewa Agni (api) yang
berguna untuk memasak dan upacara-upacara keagamaan. Menurut agama Hindu
masyarakat dibedakan menjadi 4 tingkatan atau kasta yang disebut Caturwarna
yaitu:

1. Kasta Brahmana, terdiri dari para pendeta.

2. Kasta Ksatria, terdiri dari raja, keluarga raja, dan bangsawan.

3. Kasta Waisya, terdiri dari para pedagang, dan buruh menengah.

4. Kasta Sudra, terdiri dari para petani, buruh kecil, dan budak.

Selain 4 kasta tersebut terdapat pula golongan pharia atau candala, yaitu orang di
luar kasta yang telah melanggar aturan-aturan kasta.
Orang-orang Hindu memilih tempat yang dianggap suci misalnya, Benares sebagai
tempat bersemayamnya Dewa Siwa serta Sungai Gangga yang airnya dapat
mensucikan dosa umat Hindu, sehingga bisa mencapai puncak nirwana.

Agama Buddha

Agama Buddha diajarkan oleh Sidharta Gautama di India pada tahun 531 SM.
Ayahnya seorang raja bernama Sudhodana dan ibunya Dewi Maya. Buddha artinya
orang yang telah sadar dan ingin melepaskan diri dari samsara.

Kitab suci agama Buddha yaitu Tripittaka artinya Tiga Keranjang yang ditulis
dengan bahasa Poli. Adapun yang dimaksud dengan Tiga Keranjang adalah:

1. Winayapittaka : Berisi peraturan-peraturan dan hukum yang harus dijalankan


oleh umat Buddha.

2. Sutrantapittaka : Berisi wejangan-wejangan atau ajaran dari sang Buddha.

3. Abhidarmapittaka : Berisi penjelasan tentang soal-soal keagamaan.

Pemeluk Buddha wajib melaksanakan Tri Dharma atau Tiga Kebaktian yaitu:
1. Buddha yaitu berbakti kepada Buddha.

2. Dharma yaitu berbakti kepada ajaran-ajaran Buddha.

3. Sangga yaitu berbakti kepada pemeluk-pemeluk Buddha.

Disamping itu agar orang dapat mencapai nirwana harus mengikuti 8 (delapan)
jalan kebenaran atau Astavidha yaitu:

1. Pandangan yang benar.

2. Niat yang benar.

3. Perkataan yang benar.

4. Perbuatan yang benar.

5. Penghidupan yang benar.

6. Usaha yang benar.

7. Perhatian yang benar.

8. Bersemedi yang benar.

Karena munculnya berbagai penafsiran dari ajaran Buddha, akhirnya menumbuhkan


dua aliran dalam agama Buddha yaitu:

1. Buddha Hinayana, yaitu setiap orang dapat mencapai nirwana atas usahanya
sendiri.

2. Buddha Mahayana, yaitu orang dapat mencapai nirwana dengan usaha


bersama dan saling membantu.

Pemeluk Buddha juga memiliki tempat-tempat yang dianggap suci dan keramat
yaitu:

1. Kapilawastu, yaitu tempat lahirnya Sang Buddha.

2. Bodh Gaya, yaitu tempat Sang Buddha bersemedi dan memperoleh Bodhi.

3. Sarnath/ Benares, yaitu tempat Sang Buddha mengajarkan ajarannya


pertama kali.

4. Kusinagara, yaitu tempat wafatnya Sang Buddha


Teori Masuknya Agama Hindu dan Buddha di Indonesia

A. TEORI MASUK DAN BERKEMBANGNYA AGAMA SERTA KEBUDAYAAN HINDU-BUDDHA KE INDONESIA


1.JalurPerdagangan India-Cina melalui Indonesia
Wilayah Indonesia terdiri atas pulau besar dan kecil yang dihubungkan oleh selat dan laut merupakan
lalu lintas utama penghubung antarpulau. Pelayaran ini dilakukan dalam rangka mendorong aktivitas
perdagangan. Pelayaran perdagangan yang dilakukan oleh kerajaan-kerajaan di Indonesia bukan hanya
dalam wilayah Indonesia saja, tetapi telah jauh sampai ke luar wilayah Indonesia. Posisi Indonesia yang
strategis di tengah-tengah jalur hubungan dagang Cina dengan Romawi, maka terjadilah hubungan
dagang antara kerajaan-kerajaan di Indonesia dan Cina beserta India.
2. Teori Masuk dan Berkembangnya Agama serta Kebudayaan Hindu-Buddha ke Indonesia
Penyiaran Agama Hindu di Indonesia Proses masuknya agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh kaum
pedagang, baik pedagang India yang datang ke Indonesia maupun pedagang dari wilayah Indonesia yang
berlayar ke India. Akan tetapi, di lain pihak terdapat beberapa teori yang berbeda tentang penye-baran
agama Hindu ke Indonesia. Pendapat atau teori tersebut di antaranya:
1. Teori Sudra, menyatakan bahwa penyebaran agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh orang-orang India
yang berkasta Sudra, karena mereka dianggap sebagai orang-orang buangan.
2. Teori Waisya, menyatakan bahwa penyebaran agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh orang-orang
India berkasta Waisya, karena mereka terdiri atas para pedagang yang datang dan kemudian menetap di
salah satu wilayah di Indonesia. Bahkan banyak di antara pedagang itu yang menikah dengan wanita
setempat.
3. Teori Ksatria, menyatakan bahwa penyebaran agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh orang-orang
India berkasta Ksatria. Hal ini disebabkan terjadi kekacauan politik di India, sehingga para ksatria yang
kalah melarikan diri ke Indonesia. Mereka lalu mendirikan kerajaan-kerajaan dan menyebarkan agama
Hindu.
4. Teori Brahmana, menyatakan bahwa penyebaran agama Hindu dilakukan oleh kaum Brahmana.
Kedatangan mereka ke Indonesia untuk memenuhi undangan kepala suku yang tertarik dengan agama
Hindu. Kaum Brahmana yang datang ke Indonesia inilah yang mengajarkan agama Hindu kepada
masyarakat.
B. PERKEMBANGAN AGAMA DAN KEBUDAYAAN HINDU-BUDDHA DI INDONESIA
Tersebamya pengaruh Hindu dan Buddha di Indonesia menyebabkan terjadinya berbagai perubahan
dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Perubahan-perubahan itu terlihat dengan jelas pada kehidupan
masyarakat Indonesia di berbagai daerah di Indonesia.

1. Fakta tentang Proses Interaksi Masyarakat di Berbagai Daerah dengan Tradisi Hindu-Buddha
Munculnya pengaruh Hindu-Buddha (India) di Indonesia sangat besar dan dapat terlihat melalui
beberapa hal seperti:
a. Seni Bangunan
Seni bangunan yang menjadi bukti berkembangnya pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia pada
bangunan Candi. Candi Hindu maupun Candi Buddha yang ditemukan di Sumatera, Jawa dan Bali pada
dasarnya merupakan perwujudan akulturasi budaya lokal dengan bangsa India. Pola dasar candi
merupakan perkembangan dari zaman prasejarah tradisi megalitikum, yaitu bangunan punden berundak
yang mendapat pengaruh Hindu-Buddha, sehingga menjadi wujud candi, seperti Candi Borobudur.
b. Seni Rupa/Seni Lukis
Unsur seni rupa atau seni lukis India telah masuk ke Indonesia. Hal ini terbukti dengan telah
ditemukannya area Buddha berlanggam Gandara di kota Bangun, Kutai. Juga patung Buddha berlanggam
Amarawati ditemu-kan di Sikendeng (Sulawesi Selatan). Seni rupa India pada Candi Borobudur ada pada
relief-relief ceritera Sang Buddha Gautama. Relief pada Candi Borobudur pada umumnya lebih
menunjukkan suasana alam Indonesia, terlihat dengan adanya lukisan rumah panggung dan hiasan
burung merpati. Di samping itu, juga terdapat hiasan perahu bercadik. Lukisan-lukisan tersebut
merupakan lukisan asli Indonesia, karena lukisan seperti itu tidak pernah ditemukan pada candi-candi
yang ada di India. Juga relief Candi Prambanan yang memuat ceritera Ramayana.
c. Seni Sastra
Seni sastra India turut memberi corak dalam seni sastra Indonesia. Bahasa Sanskerta sangat besar
pengaruhnya terhadap perkembangan sastra Indonesia. Prasasti-prasasti awal menunjukkan pengaruh
Hindu-Buddha di Indonesia, seperti yang ditemukan di Kalimantan Timur, Sriwijaya, Jawa Barat, Jawa
Tengah. Prasasti itu ditulis dalam bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa
d. Kalender
Diadopsinya sistem kalender atau penanggalan India di Indonesia merupakan wujud dari akulturasi, yaitu
dengan penggunaan tahun Saka. Di samping itu, juga ditemukan Candra Sangkala atau kronogram dalam
usaha memperingati peristiwa dengan tahun atau kalender Saka. Candra Sangkala adalah angka huruf
berupa susunan kalimat atau gambaran kata. Bila berupa gambar harus dapat diartikan ke dalam bentuk
kalimat.
e. Kepercayaan dan Filsafat
Sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha ke Indonesia, bangsa Indonesia telah mengenal dan
memiliki kepercayaan, yaitu pemujaan terhadap roh nenek moyang. Kepercayaannya itu bersifat
animisme dan dinamisme. Kemudian, masuknya pengaruh Hindu-Buddha, ke Indonesia mengakibatkan
terjadinya akulturasi. Masuk dan berkembangnya pengaruh terutama terlihat dari segi pemujaan
terhadap roh nenek moyang dan pemujaan dewa-dewa alam.
f . Pemerintahan
Sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha, bangsa Indonesia telah mengenal sistem pemerintahan.
Sistem pemerintahan kepala suku berlangsung secara demokratis, yaitu salah seorang kepala suku
merupakan pemimpin yang dipilih dari kelompok sukunya, karena memiliki kelebihan dari anggota
kelornpok suku lainnya. Akan tetapi, setelah masuknya pengaruh Hindu-Buddha, tata pemerintahan
disesuaikan dengan sistem kepala pemerintahan yang berkembang di India. Seorang kepala
pemerintahaii bukan lagi seorang kepala suku, melainkan seorang raja, yang memerintah wilayah
kerajaannya secara turun-temurun (Bukan lagi ditentukan oleh kemampuan, melainkan oleh keturunan).
Pengaruh Kebudayaan Hindu dan Buddha di Indonesia
A. PENINGGALAN YANG UMUM

Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia ini dapat dilihat dari peninggalan-peninggalan


sejarah dalam berbagai bidang, antara lain sebagai berikut.

1. Bidang agama, yaitu berkembangnya agama Hindu-Buddha di Indonesia .Sebelum masuk pengaruh
India, kepercayaan yang berkembang di Indonesia masih bersifat animisme dan dinamisme. Masyarakat
pada saat itu melakukan pemujaan terhadap arwah nenek moyang dan kekuatan-kekuatan benda-
benda pusaka tertentu serta kepercayaan pada kekuatan-kekuatan alam. Dengan masuknya pengaruh
Hindu-Buddha, kepercayaan asli bangsa Indonesia ini kemudian berakulturasi dengan agama Hindu-
Buddha. Hal ini terbukti dari beberapa upacara keagamaan Hindu-Buddha yang berkembang di
Indonesia walaupun dalam beberapa hal tidak seketat atau mirip dengan tata cara keagamaan yang
berkembang di India. Kondisi ini menunjukkan bahwa dalam tatacara pelaksanaan upacara keagamaan
mengalami proses sinkretisme antara kebudayaan agama Hindu-Buddha dengan kebudayaan asli
bangsa Indonesia.

2. Bidang politik dan pemerintahan, pengaruhnya terlihat jelas dengan lahirnya kerajaan-kerajaan
bercorak Hindu-Buddha di Indonesia. Sebelum masuknya pengaruh agama Hindu-Buddha di Indonesia
tampaknya belum mengenal corak pemerintahan dengan sistem kerajaan. Sistem pemerintahan yang
berlangsung masih berupa pemerintahan kesukuan yang mencakup daerah-daerah yang terbatas.
Pimpinan dipegang oleh seorang kepala suku bukanlah seorang raja. Dengan masuknya pengaruh
India, membawa pengaruh terhadap terbentuknya kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha di
Indonesia. Kerajaan bercorak Hindu antara lain Kutai, Tarumanagara, Kediri, Majapahit dan Bali,
sedangkan kerajaan yang bercorak Buddha adalah Kerajaan Sriwijaya. Hal yang menarik di Indonesia
adalah adanya kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha yaitu Kerajaan Mataram lama.

3. Bidang pendidikan membawa pengaruh bagi munculnya lembaga-lembaga pendidikan. Meskipun


lembaga pendidikan tersebut masih sangat sederhana dan mempelajari satu bidang saja, yaitu
keagamaan. Akan tetapi lembaga pendidikan yang berkembang pada masa Hindu-Buddha ini menjadi
cikal bakal bagi lahirnya lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia. 17 bukti yang menunjukkan telah
berkembangnya pendidikan pada masa kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, antara lain
adalah:

a. Dalam catatan perjalanan I-Tsing, seorang pendeta yang berasal dari Cina, menyebutkan bahwa
sebelum dia sampai ke India, dia terlebih dahulu singgah di Sriwijaya. Di Sriwijaya I-Tsing melihat begitu
pesatnya pendidikan agama Buddha, sehingga dia memutuskan untuk menetap selama beberapa
bulan di Sriwijaya dan menerjemahkan salah satu kitab agama Buddha bersama pendeta Buddha yang
ternama di Sriwijaya, yaitu Satyakirti. Bahkan I-Tsing menganjurkan kepada siapa saja yang akan pergi
ke India untuk mempelajari agama Buddha untuk singgah dan mempelajari terlebih dahulu agama
Buddha di Sriwijaya. Berita I-Tsing ini menunjukkan bahwa pendidikan agama Buddha di Sriwijaya
sudah begitu maju dan tampaknya menjadi yang terbesar di daerah Asia Tenggara pada saat itu.
b. Prasasti Nalanda yang dibuat pada sekitar pertengahan abad ke-9, dan ditemukan di India. Pada
prasasti ini disebutkan bahwa raja Balaputradewa dari Suwarnabhumi (Sriwijaya) meminta pada raja
Dewapaladewa agar memberikan sebidang tanah untuk pembangunan asrama yang digunakan
sebagai tempat bagi para pelajar agama Buddha yang berasal dari Sriwijaya. Berdasarkan prasasti
tersebut, kita bisa melihat begitu besarnya perhatian raja Sriwijaya terhadap pendidikan dan
pengajaran agama Buddha di kerajaannya. Hal ini terlihat dengan dikirimkannya beberapa pelajar dari
Sriwijaya untuk belajar agama Buddha langsung ke daerah kelahirannya yaitu India. Tidak mustahil
bahwa sekembalinya para pelajar ini ke Sriwijaya maka mereka akan menyebarluaskan hasil
pendidikannya tersebut kepada masyarakat Sriwijaya dengan jalan membentuk asrama-asrama
sebagai pusat pengajaran dan pendidikan agama Buddha.

c. Catatan perjalanan I-Tsing menyebutkan bahwa pendeta Hui-Ning dari Cina pernah berangkat ke Ho-
Ling (salah satu kerajaan Buddha di Jawa). Tujuannya adalah untuk bekerja sama dengan pendeta Ho-
Ling yaitu Jnanabhadra untuk menerjemahkan bagian terakhir kitab Nirwanasutra. Dari berita ini
menunjukkan bahwa di Jawa pun telah dikenal pendidikan agama Buddha yang kemudian menjadi
rujukan bagi pendeta yang berasal dari daerah lain untuk bersamasama mempelajari agama dengan
pendeta yang berasal dari Indonesia.

d. Pada prasasti Turun Hyang, yaitu prasasti yang dikeluarkan oleh Raja Airlangga menyebutkan
tentang pembuatan Sriwijaya Asrama oleh Raja Airlangga. Sriwijaya Asrama merupakan suatu tempat
yang dibangun sebagai pusat pendidikan dan pengajaran keagamaan. 18. Hal ini menunjukkan
besarnya perhatian Raja Airlangga terhadap pendidikan keagamaan bagi rakyatnya dengan
memberikan fasilitas berupa pembuatan bangunan yang akan digunakan sebagai sarana pendidikan
dan pengajaran.

e. Istilah surau yang digunakan oleh orang Islam untuk menunjuk lembaga pendidikan Islam tradisional
di Minangkabau sebenarnya berasal dari pengaruh Hindu-Buddha. Surau merupakan tempat yang
dibangun sebagai tempat beribadah orang Hindu-Buddha pada masa Raja Adityawarman. Pada masa
itu, surau digunakan sebagai tempat berkumpul para pemuda untuk belajar ilmu agama. Pada masa
Islam kebiasaan ini terus dilajutkan dengan mengganti fokus kajian dari Hindu-Buddha pada ajaran
Islam.

4. Bidang sastra dan bahasa. Dari segi bahasa, orang-orang Indonesia mengenal bahasa Sanskerta dan
huruf Pallawa. Pada masa kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, seni sastra sangat berkembang
terutama pada aman kejayaan kerajaan Kediri. Karya sastra itu antara lain,
a. Arjunawiwaha, karya Mpu Kanwa yang disusun pada masa pemerintahan Airlangga.
b. Bharatayudha, karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh disusun pada aman kerajaan Kediri.
c. Gatotkacasraya, karya Mpu Panuluh disusun pada aman kerajaan Kediri.
d. Arjuna Wijaya dan Sutasoma, karya Mpu Tantular yang disusun pada aman kerajaan Majapahit.
e. Negarakertagama, karya Mpu Prapanca disusun pada aman kerajaan Majapahit.
f. Wretta Sancaya dan Lubdhaka, karya Mpu Tanakung yang disusun pada aman kerajaan Majapahit.
5. Bidang seni tari. Berdasarkan relief-relief yang terdapat pada candicandi, terutama candi Borobudur
dan Prambanan memperlihatkan adanya bentuk tari-tarian yang berkembang sampai sekarang.
Bentuk-bentuk tarian yang digambarkan dalam relief memperlihatkan jenis tarian seperti tarian perang,
tuwung, bungkuk, ganding, matapukan (tari topeng). Tari-tarian tersebut tampaknya diiringi dengan
gamelan yang terlihat dari relief yang memperlihatkan jenis alat gamelan yang terbatas seperti
gendang, kecer, gambang, saron, kenong, beberapa macam bentuk kecapi, seruling dan gong.

6. Seni relief pada candi yang kemudian menghasilkan seni pahat. Hiasan pada candi atau sering disebut
relief yang terdapat pada candi-candi di Indonesia didasarkan pada cerita-cerita epik yang berkembang
dalam kesusastraan yang bercorak Hindu ataupun Buddha. Pemilihan epik sebagai hiasan relief candi
dikenal pertama kali pada candi Prambanan yang dibangun pada permulaan abad ke-10. Epik yang
tertera dalam relief candi Prambanan mengambil penggalan kisah yang terdapat dalam cerita
Ramayana. Hiasan relief candi Penataran pada masa Kediri mengambil epik kisah Mahabharata.
Sementara itu, kisah Mahabharata juga menjadi epik yang dipilih sebagai relief pada dua candi
peninggalan kerajaan Majapahit, yaitu candi Tigawangi dan candi Sukuh.

7. Seni Arca dan Patung, sebagai akibat akulturasi budaya pemujaan arwah leluhur dengan agama
Hindu-Buddha maka beberapa keluarga raja diperdewa dalam bentuk arca yang ditempatkan di candi
makam. Arcaarca dewa tersebut dipercaya merupakan lambang keluarga raja yang dicandikan dan
tidak mustahil termasuk di dalamnya kepribadian dan watak dari keluarga raja tersebut. Oleh karena
itu, arca dewa tersebut sering diidentikkan dengan arca keluarga raja. Seni arca yang berkembang di
Indonesia memperlihatkan unsur kepribadian dan budaya lokal, sehingga bukan merupakan bentuk
peniruan dari India. Beberapa contoh raja yang diarcakan adalah Raja Rajasa yang diperdewa sebagai
Siwa di candi makam Kagenengan, Raja Anusapati sebagai Siwa di candi makam Kidal, Raja
Wisnuwardhana sebagai Buddha di candi makam Tumpang. Raja Kertanegara sebagai Wairocana
Locana di candi makam Segala dan Raja Kertarajasa Jayawardhana sebagai Harihara di candi makam
Simping.
Patung-patung dewa dalam agama Hindu yang merupakan peninggalan sejarah di Indonesia, antara
lain:
a. Arca batu Brahma.
b. Arca perunggu Siwa Mahadewa.
c. Arca batu Wisnu.
d. Arca-arca di Prambanan, di antaranya arca Lorojongrang.
e. Arca perwujudan Tribhuwanatunggadewi di Jawa Timur.
f. Arca Ganesa, yaitu dewa yang berkepala gajah sebagai dewa ilmu pengetahuan.

8. Seni pertunjukan, terutama seni wayang sampai sekarang merupakan salah satu bentuk seni yang
masih populer di kalangan masyarakat Indonesia. Seni wayang beragam bentuknya seperti wayang
kulit, wayang golek, dan wayang orang. Seni pertunjukan wayang tampaknya telah dikenal oleh bangsa
Indonesia sejak aman prasejarah.

9. Bidang seni bangunan merupakan salah satu peninggalan budaya Hindu-Buddha di Indonesia yang
sangat menonjol antara lain berupa candi dan stupa. Selain itu, terdapat pula beberapa bangunan lain
yang berkaitan erat dengan kehidupan keagamaan, seperti: ulan dan satra merupakan semacam
pesanggrahan atau tempat bermalam para pe iarah; sima adalah daerah perdikan yang berkewajiban
memelihara bangunan suci di suatu daerah; patapan adalah tempat melakukan tapa; sambasambaran
yang berarti tempat persembahan; meru merupakan bangunan berbentuk tumpang yang
melambangkan gunung Mahameru sebagai tempat tinggal dewadewa agama Hindu.

B. AWAL MULA DAN KERAJAAN-KERAJAAN HINDU-BUDDHA DI INDONESIA

1.PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA AGAMA SERTA KEBUDAYAAN HINDU-BUDHA DI


INDONESIA

Masuknya agama dan kebudayaan Hindu-Budha membawa perubahan kehidupan masyarakat


Indonesia, antara lain :

Semula belum mengenal tulisan (masa praaksara) menjadi mengenal tulisan dan memasuki
zaman sejarah (masa aksara).

Semula hanya mengenal dan menganut kepercayaan animisme dan dinamisme kemudian
mengenal dan menganut agama dan kebudayaan Hindu-Budha.

Semula hanya mengenal sistem kesukuan dengan kepala suku sebagai pemimpinnya menjadi
pengenal dan menganut sistem pemerintahan kerajaan dengan raja sebagai pimpinan
pemerintahan yang bercorak Hindu-Budha.

Teori masuk dan berkembangnya kebudayaan Hindu-Budha sebagai berikut.

Teori waisya, berpendapat bahwa masuknya agama dan kebudayaan Hindu dibawa oleh
golongan pedagang (waisya). Mereka mengikuti angin musim (setengah tahun berganti arah)
sehingga enam bulan menetap di Indonesia dan menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu.
Salah satu tokoh pendukung hipotesis waisya adalah N.J.Krom.

Teori Ksatria, pembawa agama dan kebudayaan Hindu ialah golongan ksatria yang kalah
perang di India, kemudian lari ke Indonesia. Salah seorang pendukung hipotesis ksatria adalah
C.C.Berg.

Teori Brahmana, pembawa agama dan kebudayaan hindu ke Indonesia ialah golongan
Brahmana yang diundang oleh raja raja Indonesia untuk menobatkan dengan upacara Hindu
(abhiseka=penobatan). Pendukung hipotesis ini adalah J.C.van Leur.

Teori nasional, bahwa bangsa Indonesia yang berdagang ke India pulang dengan membawa
agama dan kebudayaan Hindu atau sebaliknya orang-orang Indonesia (raja) mengundang
Brahmana kemudian Brahmana menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu di Indonesia.
Pendapat ini disebut teori arus balik. Pendukung teori ini adalah F.D.K.Bosch.
2. BERKEMBANGNYA KERAJAAN-KERAJAAN HINDU-BUDDHA DI INDONESIA

AKULTURASI

Masuknya budaya Hindu-Budha di Indonesia menyebabkan munculnya Akulturasi. Akulturasi


merupakan perpaduan 2 budaya dimana kedua unsur kebudayaan bertemu dapat hidup berdampingan
dan saling mengisi serta tidak menghilangkan unsur-unsur asli dari kedua kebudayaan tersebut.
Kebudayaan Hindu-Budha yang masuk di Indonesia tidak diterima begitu saja melainkan melalui proses
pengolahan dan penyesuaian dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia tanpa menghilangkan
unsur-unsur asli. Hal ini disebabkan karena:

1. Masyarakat Indonesia telah memiliki dasar-dasar kebudayaan yang cukup tinggi sehingga masuknya
kebudayaan asing ke Indonesia menambah perbendaharaan kebudayaan Indonesia.

2. Kecakapan istimewa yang dimiliki bangsa Indonesia atau local genius merupakan kecakapan suatu
bangsa untuk menerima unsur-unsur kebudayaan asing dan mengolah unsur-unsur tersebut sesuai
dengan kepribadian bangsa Indonesia.

Pengaruh kebudayaan Hindu hanya bersifat melengkapi kebudayaan yang telah ada di Indonesia.
Perpaduan budaya Hindu-Budha melahirkan akulturasi yang masih terpelihara sampai sekarang.
Akulturasi tersebut merupakan hasil dari proses pengolahan kebudayaan asing sesuai dengan
kebudayaan Indonesia.

Seni Bangunan

Seni bangunan tampak pada bangunan candi sebagai wujud percampuran antara seni asli bangsa
Indonesia dengan seni Hindu-Budha. Candi merupakan bentuk perwujudan akulturasi budaya bangsa
Indonesia dengan India. Candi merupakan hasil bangunan zaman megalitikum yaitu bangunan punden
berundak-undak yang mendapat pengaruh Hindu Budha. Contohnya candi Borobudur. Pada candi
disertai pula berbagai macam benda yang ikut dikubur yang disebut bekal kubur sehingga candi juga
berfungsi sebagai makam bukan semata-mata sebagai rumah dewa. Sedangkan candi Budha, hanya
jadi tempat pemujaan dewa tidak terdapat peti pripih dan abu jenazah ditanam di sekitar candi dalam
bangunan stupa.

Seni Sastra dan Aksara

Periode awal di Jawa Tengah pengaruh sastra Hindu cukup kuat.

Periode tengah bangsa Indonesia mulai melakukan penyaduran atas karya India.
Contohnya: Kitab Bharatayudha merupakan gubahan Mahabarata oleh Mpu Sedah dan Panuluh. Isi
ceritanya tentang peperangan selama 18 hari antara Pandawa melawan Kurawa. Para ahli berpendapat
bahwa isi sebenarnya merupakan perebutan kekuasaan dalam keluarga raja-raja Kediri.

Prasasti-prasasti yang ada ditulis dalam bahasa Sansekerta dan Huruf Pallawa. Bahasa Sansekerta
banyak digunakan pada kitab-kitab kuno/Sastra India. Mengalami akulturasi dengan bahasa Jawa
melahirkan bahasa Jawa Kuno dengan aksara Pallawa yang dimodifikasi sesuai dengan pengertian dan
selera Jawa sehingga menjadi aksara Jawa Kuno dan Bali Kuno. Perkembangannya menjadi aksara Jawa
sekarang serta aksara Bali. Di kerajaan Sriwijaya huruf Pallawa berkembang menjadi huruf Nagari.

Sistem Kalender

Diadopsi dari sistem kalender/penanggalan India. Hal ini terlihat dengan adanya Penggunaan tahun
Saka di Indonesia. Tercipta kalender dengan sebutan tahun Saka yang dimulai tahun 78 M (merupakan
tahun Matahari, tahun Samsiah) pada waktu raja Kanishka I dinobatkan jumlah hari dalam 1 tahun ada
365 hari.

1. KERAJAAN KUTAI

Kutai Martadipura adalah kerajaan bercorak Hindu di Nusantara yang memiliki bukti sejarah tertua.
Berdiri sekitar abad ke-4. Kerajaan ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu
sungai Mahakam. Nama Kutai diberikan oleh para ahli mengambil dari nama tempat ditemukannya
prasasti yang menunjukkan eksistensi kerajaan tersebut. Tidak ada prasasti yang secara jelas
menyebutkan nama kerajaan ini dan memang sangat sedikit informasi yang dapat diperoleh.

Yupa
Prasasti Kerajaan Kutai

Informasi yang ada diperoleh dari Yupa / prasasti dalam upacara pengorbanan yang berasal dari abad
ke-4. Ada tujuh buah yupa yang menjadi sumber utama bagi para ahli dalam menginterpretasikan
sejarah Kerajaan Kutai. Yupa adalah tugu batu yang berfungsi sebagai tugu peringatan yang dibuat oleh
para brahman atas kedermawanan raja Mulawarman. Dalam agama hindu sapi tidak disembelih seperti
kurban yang dilakukan umat islam. Dari salah satu yupa tersebut diketahui bahwa raja yang
memerintah kerajaan Kutai saat itu adalah Mulawarman. Namanya dicatat dalam yupa karena
kedermawanannya menyedekahkan 20.000 ekor sapi kepada kaum brahmana. Dapat diketahui bahwa
menurut Buku Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Kuno yang ditulis oleh Marwati Djoened
Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto yang diterbitkan oleh Balai Pustaka halaman 36, transliterasi
prasasti diatas adalah sebagai berikut:

Nama-NamaRaja Kutai
Peta Kecamatan Muara Kaman

1. Maharaja Kudungga, gelar anumerta Dewawarman (pendiri)


2. Maharaja Aswawarman (anak Kundungga)

3. Maharaja Mulawarman (anak Aswawarman)

4. Maharaja Marawijaya Warman

5. Maharaja Gajayana Warman

6. Maharaja Tungga Warman

7. Maharaja Jayanaga Warman

8. Maharaja Nalasinga Warman

9. Maharaja Nala Parana Tungga

10. Maharaja Gadingga Warman Dewa

11. Maharaja Indra Warman Dewa

12. Maharaja Sangga Warman Dewa

13. Maharaja Candrawarman

14. Maharaja Sri Langka Dewa

15. Maharaja Guna Parana Dewa

16. Maharaja Wijaya Warman

17. Maharaja Sri Aji Dewa

18. Maharaja Mulia Putera

19. Maharaja Nala Pandita

20. Maharaja Indra Paruta Dewa

21. Maharaja Dharma Setia

2. KERAJAAN TARUMANEGARA

Tarumanagara atau Kerajaan Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah barat
pulau Jawa pada abad ke-4 hingga abad ke-7 M. Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di
Nusantara yang meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan artefak di
sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan Taruma adalah kerajaan Hindu beraliran
Wisnu.
Bukti keberadaan Kerajaan Taruma diketahui dengan tujuh buah prasasti batu yang ditemukan. Lima
di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak Banten. Dari prasasti-prasasti ini diketahui bahwa kerajaan
dipimpin oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M dan beliau memerintah sampai
tahun 382 M. Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman ada di sekitar sungai Gomati (wilayah Bekasi).
Kerajaan Tarumanegara ialah kelanjutan dari Kerajaan Salakanagara.

Prasasti yang ditemukan

1. Prasasti Kebon Kopi, dibuat sekitar 400 M (H Kern 1917), ditemukan di perkebunan
kopi milik Jonathan Rig, Ciampea, Bogor

2. Prasasti Tugu, ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan


Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, sekarang disimpan di museum di Jakarta. Prasasti
tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan
penggalian Sungai Gomati sepanjang 6112 tombak atau 12km oleh Purnawarman pada
tahun ke-22 masa pemerintahannya.Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan
untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa
pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.

3. Prasasti Cidanghiyang atau Prasasti Munjul, ditemukan di aliran Sungai Cidanghiang


yang mengalir di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten,
berisi pujian kepada Raja Purnawarman.

4. Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor

5. Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor

6. Prasasti Jambu, Nanggung, Bogor

7. Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor

3. KERAJAAN MATARM KUNO


Awal berdirinya kerajaan
Kerajaan Medang (atau sering juga disebut Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu)
adalah nama sebuah kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8, kemudian berpindah ke
Jawa Timur pada abad ke-10. Para raja kerajaan ini banyak meninggalkan bukti sejarah berupa prasasti-
prasasti yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta membangun banyak candi baik yang
bercorak Hindu maupun Buddha. Kerajaan Medang akhirnya runtuh pada awal abad ke-11. Kerajaan
Medang (atau sering juga disebut Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu) adalah nama
sebuah kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8, kemudian berpindah ke Jawa Timur pada
abad ke-10. Para raja kerajaan ini banyak meninggalkan bukti sejarah berupa prasasti-prasasti yang
tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta membangun banyak candi baik yang bercorak Hindu
maupun Buddha. Kerajaan Medang akhirnya runtuh pada awal abad ke-11. Prasasti Mantyasih tahun
907 atas nama Dyah Balitung menyebutkan dengan jelas bahwa raja pertama Kerajaan Medang
(Rahyang ta rumuhun ri Medang ri Poh Pitu) adalah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.
Sanjaya sendiri mengeluarkan prasasti Canggal tahun 732, namun tidak menyebut dengan jelas apa
nama kerajaannya. Ia hanya memberitakan adanya raja lain yang memerintah pulau Jawa sebelum
dirinya, bernama Sanna. Sepeninggal Sanna, negara menjadi kacau. Sanjaya kemudian tampil menjadi
raja, atas dukungan ibunya, yaitu Sannaha, saudara perempuan Sanna.

4. KERAJAAN SRIWIJAYA

Sriwijaya adalah salah satu kemaharajaan bahari yang pernah berdiri di pulau Sumatera dan
banyak memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah kekuasaan membentang dari Kamboja,
Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, dan pesisir Kalimantan. Dalam bahasa
Sanskerta, sri berarti "bercahaya" atau "gemilang", dan wijaya berarti "kemenangan" atau
"kejayaan"maka nama Sriwijaya bermakna "kemenangan yang gilang-gemilang". Bukti awal mengenai
keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia
mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan. Selanjutnya prasasti yang paling tua
mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh
682. Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah bawahannya mulai menyusut dikarenakan
beberapa peperangan di antaranya serangan dari raja Dharmawangsa Teguh dari Jawa pada tahun 990,
dan tahun 1025 serangan Rajendra Chola I dari Koromandel, selanjutnya tahun 1183 kekuasaan
Sriwijaya di bawah kendali kerajaan Dharmasraya. Setelah jatuh, kerajaan ini terlupakan dan
keberadaannya baru diketahui kembali lewat publikasi tahun 1918 dari sejarawan Perancis

5. KERAJAAN KEDIRI

Kerajaan Kediri atau Kerajaan Panjalu, adalah sebuah kerajaan yang terdapat di Jawa Timur antara
tahun 1042-1222. Kerajaan ini berpusat di kota Daha, yang terletak di sekitar Kota Kediri sekarang.

Masa-masa awal Kerajaan Panjalu atau Kadiri tidak banyak diketahui. Prasasti Turun Hyang II (1044)
yang diterbitkan Kerajaan Janggala hanya memberitakan adanya perang saudara antara kedua
kerajaan sepeninggal Airlangga.

Sejarah Kerajaan Panjalu mulai diketahui dengan adanya prasasti Sirah Keting tahun 1104 atas nama Sri
Jayawarsa. Raja-raja sebelum Sri Jayawarsa hanya Sri Samarawijaya yang sudah diketahui, sedangkan
urutan raja-raja sesudah Sri Jayawarsa sudah dapat diketahui dengan jelas berdasarkan prasasti-
prasasti yang ditemukan.

Kerajaan Panjalu di bawah pemerintahan Sri Jayabhaya berhasil menaklukkan Kerajaan Janggala
dengan semboyannya yang terkenal dalam prasasti Ngantang (1135), yaitu Panjalu Jayati, atau Panjalu
Menang.

Pada masa pemerintahan Sri Jayabhaya inilah, Kerajaan Panjalu mengalami masa kejayaannya.
Wilayah kerajaan ini meliputi seluruh Jawa dan beberapa pulau di Nusantara, bahkan sampai
mengalahkan pengaruh Kerajaan Sriwijaya di Sumatra.
Hal ini diperkuat kronik Cina berjudul Ling wai tai ta karya Chou Ku-fei tahun 1178, bahwa pada masa itu
negeri paling kaya selain Cina secara berurutan adalah Arab, Jawa, dan Sumatra. Saat itu yang berkuasa
di Arab adalah Bani Abbasiyah, di Jawa ada Kerajaan Panjalu, sedangkan Sumatra dikuasai Kerajaan
Sriwijaya.

6. KERAJAAN SINGASARI

Kerajaan Singhasari atau sering pula ditulis Singasari atau Singosari, adalah sebuah kerajaan di Jawa
Timur yang didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222. Lokasi kerajaan ini sekarang diperkirakan berada
di daerah Singosari, Malang.

Wangsa Rajasa yang didirikan oleh Ken Arok. Keluarga kerajaan ini menjadi penguasa Singhasari, dan
berlanjut pada kerajaan Majapahit. Terdapat perbedaan antara Pararaton dan Nagarakretagama dalam
menyebutkan urutan raja-raja Singhasari.

Menurut Pararaton adalah: Menurut Nagarakretagama adalah:

1. Ken Arok alias Rajasa Sang 1. Rangga Rajasa Sang


Amurwabhumi (1222 - 1247) Girinathaputra (1222 - 1227)

2. Anusapati (1247 - 1249) 2. Anusapati (1227 - 1248)

3. Tohjaya (1249 - 1250) 3. Wisnuwardhana (1248 - 1254)

4. Ranggawuni alias 4. Kertanagara (1254 - 1292)


Wisnuwardhana (1250 - 1272)

5. Kertanagara (1272 - 1292)

Kisah suksesi raja-raja Tumapel versi Pararaton diwarnai pertumpahan darah yang dilatari balas
dendam. Ken Arok mati dibunuh Anusapati (anak tirinya). Anusapati mati dibunuh Tohjaya (anak Ken
Arok dari selir). Tohjaya mati akibat pemberontakan Ranggawuni (anak Anusapati). Hanya Ranggawuni
yang digantikan Kertanagara (putranya) secara damai. Sementara itu versi Nagarakretagama tidak
menyebutkan adanya pembunuhan antara raja pengganti terhadap raja sebelumnya. Hal ini dapat
dimaklumi karena Nagarakretagama adalah kitab pujian untuk Hayam Wuruk raja Majapahit. Peristiwa
berdarah yang menimpa leluhur Hayam Wuruk tersebut dianggap sebagai aib.
7. KERAJAAN MAJAPAHIT

Majapahit adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Timur, Indonesia, yang pernah berdiri
dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya menjadi
kemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang luas di Nusantara pada masa kekuasaan Hayam
Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389.

Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan
dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia. Kekuasaannya terbentang di
Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur, meskipun wilayah
kekuasaannya masih diperdebatkan.

Sebelum berdirinya Majapahit, Singhasari telah menjadi kerajaan paling kuat di Jawa. Hal ini
menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia mengirim utusan yang bernama
Meng Chi ke Singhasari yang menuntut upeti. Kertanagara, penguasa kerajaan Singhasari yang terakhir
menolak untuk membayar upeti dan mempermalukan utusan tersebut dengan merusak wajahnya dan
memotong telinganya. Kubilai Khan marah dan lalu memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa tahun
1293.

Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah menggulingkan dan membunuh Kertanegara.
Atas saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden Wijaya, menantu
Kertanegara, yang datang menyerahkan diri. Kemudian, Wiraraja mengirim utusan ke Daha, yang
membawa surat berisi pernyataan, Raden Wijaya menyerah dan ingin mengabdi kepada Jayakatwang.
Jawaban dari surat diatas disambut dengan senang hati. Raden Wijaya kemudian diberi hutan Tarik. Ia
membuka hutan itu dan membangun desa baru. Desa itu dinamai Majapahit, yang namanya diambil
dari buah maja, dan rasa "pahit" dari buah tersebut. Ketika pasukan Mongol tiba, Wijaya bersekutu
dengan pasukan Mongol untuk bertempur melawan Jayakatwang. Setelah berhasil menjatuhkan
Jayakatwang, Raden Wijaya berbalik menyerang sekutu Mongolnya sehingga memaksa mereka
menarik pulang kembali pasukannya secara kalang-kabut karena mereka berada di negeri asing. Saat
itu juga merupakan kesempatan terakhir mereka untuk menangkap angin muson agar dapat pulang,
atau mereka terpaksa harus menunggu enam bulan lagi di pulau yang asing

Anda mungkin juga menyukai