Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN PENDAHULUAN KMB III

ASUHAN KEPERAWATAN
PEDIKULOSIS DAN SCABIES

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :

DOSEN PEMBIMBING : NELLY RUSTIATI, SKM., M.Kes.,

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN BATURAJA
TAHUN 2011-2012
BAB I
PEDIKULOSIS

1. Pedikulosis (Infestasi Kutu)

A. Pengertian

Pedikulosis adalah penyakit kulit menular akibat infestasi pedikulus (tuma), sejenis kutu yang
hidup dari darah manusia, pada rambut kepala & kemaluan atau baju. Kutu tersebut akan memberi
keluhan gatal akibat gigitannya. Kutu hampir tak dapat dilihat, merupakan serangga tak bersayap
yang mudah menular dari orang ke orang melalui kontak badan dan karena pemakaian bersama baju
atau barang lainnya.

Infestasi Kutu (Pedikulosis) adalah serbuan kutu yang menyebabkan rasa gatal hebat dan
bisa menyerang hampir setiap kulit tubuh.

Infeksi kulit/rambut pada manusia yang disebabkan oleh Pediculosis (dari family Pediculidae)
dan yang menyerang manusia adalah Pediculus humanus yang bersifat parasit obligat (di dasar
rambut) yang artinya harus menghisap darah manusia untuk mempertahankan hidup. Pedikulosis
juga sangat mudah untuk menular dan dapat menularkan tifus endemik dan gatal kambuhan.

Peduculosis adalah gangguan pada tubuh yang disebabkan oleh infeksi pedikulus
(kutu/tuma), Ada dua jenis pedikulus yang sering ditemukan yaitu Pedikulus humanus kapitis (kutu
rambu di badan) dan Pedikulus Humanus kapitis (kutu rambu kepala).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Pedikulosis adalah gangguan
pada tubuh yang disebabkan oleh serbuan kutu yang berakibat rasa gatal berlebihan sehingga terjadi
infeksi.

B. Etiologi
Penyakit pedikulosis disebabkan oleh parasit Pediculus yang biasa kita kenal dengan kutu.

Kutu hampir tak dapat dilihat, merupakan serangga tak bersayap yang mudah menular dari orang ke

orang melalui kontak badan dan karena pemakaian bersama baju atau barang lainnya.

Ada beberapa kutu yang menyebabkan pedikulosis, seperti kutu kepala juga kutu badan. Kutu

kepala sangat mirip dengan kutu badan, meskipun sebenarnya merupakan spesies yang berlainan.

Kutu kemaluan memiliki badan yang lebih lebar dan lebih pendek dibandingkan kutu kepala dan kutu

badan.

Kutu ini mempunyai 2 mata dan 3 pasang kaki, berwarna abu-abu dan menjadi kemerahan jika

telah menghisap darah. Betina mempunyai ukuran yang lebih besar (panjang 1,2-3,2 mm lebar lebih

kurang setengah panjangnya) daripada yang jantan (sekaligus jumlahnya lebih sedikit). Siklus hidupnya

melalui stadium telur, larva, nimfa, dan dewasa. Telur (nits) diletakkan di sepanjang rambut dan

mengikuti tumbuhnya rambut (makin ke ujung terdapat telur yang lebih panjang).

C. Epidemologi

Tuma parasit obligat manusia


Kosmopolit tidak dipengaruhi musim
Insiden: kebersihan << (orang dan lingkungan), sosial ekonomi <<
Penularan
Penyakit ini lebih menyerang anak-anak dan cepat meluas di lingkungan yang padat seperti
asrama dan panti asuhan. Ditambah lagi jika kondisi hygiene tidak baik (misalnya jarang membersihkan
rambut). Cara penularannya melalui perattara, misalnya sisir, kasur, topi, dan bantal yang digunakan
bersama-sama.. Lebih banyak terjadi di kaum perempuan. Infestasi kutu kepala kadang menyebar ke
alis, bulu mata dan janggut.
Penularan kutu badan tidak semudah penularan kutu rambut. Kutu badan biasanya
menyerang orang-orang yang tingkat kebersihan badannya buruk dan orang-orang yang tinggal di
pemukiman yang padat. Kutu badan bisa membawa penyakit tifus, demam parit dan demam
kambuhan.
Kutu kemaluan menyerang daerah kemaluan, ditularkan pada saat melakukan hubungan
seksual.

Di EROPA tuma sebagai vektor dari:


Ricketsia: Tifus epidemik, demam parit
Spirochaeta (Borrelia recurrentis) menyebabkan demam berulang

D. Klasifikasi

Ada 3 jenis kutu yang menyerang manusia, yaitu :

1. Pedikulosis Kapitis

Pedikulosis kapitis merupakan infestasi kutu kepala atau tuma yang disebut Peduculus humanus

capitis pada kulit kepala. Tuma betina akan meletakkan telur-telurnya (nits) di dekat kulit kepala. Telur

ini akan melekat erat pada batang rambut dengan suatu substansi yang liat. Telur akan menetas

menjadi tuma muda dalam waktu sekitar 10 hari dan mencapai maturasinya dalam tempo 2 minggu.

2. Pedikulosis Korporis

Pedikulosis Korporis merupakan infestasi kutu pediculus humanus corporis pada badan. Keadaan

ini menghinggapi orang yang jarang mandi atau yang hidup dalam lingkungan yang rapat serta tidak

pernah mengganti bajunya.


3. Pedikulosis Pubis

Pedikolisis pubis, yang merupakan infestasi oleh phthirus pubis( crab louser; kutu kemaluan )

sangat sering dijumpai. Infestasi parasit ini umumnya terjadi di daerah genital dan terutama ditularkan

lewat hubungan seks.

E. Patofisiologi
Siklus hidup Pediculus melalui stadium telur, larva, nimfa dan dewasa. Parasit ini bisa hidup

pada tubuh atau padaislakutu kepala betina dapat hidup selama 16 hari dan menghasilkan 50 150

telur. Kutu mendapatkan makanan dengan cara menghisap darah pada kulit. Hama ini meninggalkan

telurnya dipermukaan kulit dan juga menempel pada batang rambut, baik itu di daerah kepala, badan

ataupun pubis manusia. Kutu manusia menyuntikkan getah pencernaan dan ekskreatanya ke dalam

kulit yang menimbulkan rasa gatal yang hebat. Kutu sangat subur pada kodisi yang padat

penduduknya.

Kutu kepala dan kutu kemaluan hanya ditemukan pada manusia, sedangkan kutu badan juga

sering ditemukan pada pakaian yang bersentuhan dengan kulit. Kutu kepala ditularkan melalui kontak

langsung atau melalui sisir/sikat/topi yang digunakan bersama-sama. Infestasi kutu kepala kadang

menyebar ke alis, bulu mata dan janggut. Kutu kepala sering ditemukan pada murid-murid di satu

sekolah.

Penularan kutu badan tidak semudah penularan kutu rambut. Kutu badan biasanya menyerang

orang-orang yang tingkat kebersihan badannya buruk dan orang-orang yang tinggal di pemukiman

yang padat. Kutu badan bisa membawa penyakit tifus, demam parit dan demam kambuhan. Kutu

kemaluan menyerang daerah kemaluan, ditularkan pada saat melakukan hubungan seksual.

F. Manifestasi Klinis

Pedikulosis Kapitis, tuma paling sering ditemukan disepanjang bagian postorior kepala dan

dibelakang telinga. Telur tuma dapat dilihat dengan mata telanjang sebagai benda yang terbentuk

oval, mengkilap dan berwarna perak yang sulit dilepas dari rambut. Gigitan serangga ini menyebabkan
rasa gatal yang hebat dan garukan yang dilakukan untuk menghilangkan gatal sering menimbulkan

infeksi bakteri sekunder seperti impetigo serta furunkulosis. Infestasi tuma lebih sering ditemukan pada

anak-anak dan orang dengan rambut yang panjang. Tuma dapat ditularkan lansung lewat kontak fisik

atau tidak langsung leawat sisir, sikat rambut, wig, topi dan perangkat tempat tidur ( bantal, seprei dll)

yang terenfiksi oleh tuma.

Pedikulosis Korporis, daerah kulit yang terutama terkena adalah bagian yang paling terkena

pakaian dalam ( yaitu , leher, badan dan paha ). Kutu badan terutama hidup dalam pelipit pakaian dan

di temapt ini, kutu merekat erat sementara menusuk kulit penderita dengan probosisnya. Gigitan kutu

menyebabkan titik-titk pendarahan yang kecil dan khas. Ekskoriasi yang menyebar luas dapat terlihat

sebagai akibat dari rasa gatal dan perbuatan menggaruk yang intensif, khususnya pada badan serta

leher. Di antara lesi sekunder yang ditimbulkan terdapat guratan linier garukan yang paralel dan

ekzema dengan derajat ringan. Pada kasus menahun, kulit pasien menjadi tebal, kering dan bersisik

dengan daerah-daerah yang berpigmen serta berwarna gelap.

Pedikulosis pubis, debu berwarna cokelat kemerahan (ekskresi kutu) dapat ditemukan pada

pakaian dalam. Kutu kemaluan dapat menginfestasi rambut dada, aksila, janggut dan bulu mata.

Makula yang berwarna kelabu-biru kadang-kadang dapat terlihat pada badan, paha dan aksila sebagai

akibat dari reaksi saliva serangga tersebut dengan bilirubin ( yang mengubahnya menjadi biliverdin )

atau ekskresi yang dihasilkan oleh kelenjar liur kutu. Lipatan pubis harus diperiksa dengan kaca

pembesar untuk mendeteksi keberadaan phthirus pubis yang merayap disepanjang batang rambut

atau keberadaan telur kutu tersebut yang menempel erat dengan rambut atau tempat pertemuan

antara rambut dan kulit. Rasa gatal merupakan gejala yang paling sering ditemukan, khususnya di

malam hari, infestasi oleh kutu kemaluan dapat dijumpai bersama dengan penyakit menular kelamin

(gonore, kandidiasis, sifilis).

G. GEJALA
Gejala yang dominan yaitu rasa gatal (terutama di daerah oksipital dan temporal). Karen ada

garukan, maka terjadi erosi, ekskoriasi, dan infeksi sekunder (ada pus dan krusta). Bila infeksi sekunder

berat, rambut akan menggumpal karena banyaknya pus dan krusta (plikapelonika) dan disertai

pembesaran kelenjar getah bening regional (oksiput dan retroaurikular). Dalam keadaan ini

menimbulkan bau busuk.

Infestasi kutu menyebabkan gatal-gatal hebat. Penggarukan seringkali menyebabkan kulit

terluka, yang bisa menyebabkan terjadinya infeksi bakteri. Kadang terjadi pembengkakan kelanjar

getah bening di leher belakang akibat adanya infeksi kulit kepala.

Anak-anak hampir tidak menyadari adanya kutu kepala atau hanya merasakan iritasi kulit

kepala yang samar-samar. Rasa gatal akibat kutu badan biasanya lebih hebat dirasakan di bahu,

bokong dan perut. Kutu kemaluan menyebabkan rasa gatal di sekitar penis, vagina dan anus.

G. Penegakan Diagnosa

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik (ditemukan kutu). Kutu

betina melepaskan teluar berwarna abu-abu keputihan yang berkilau dan tampak sebagai butiran kecil

yang menempel di rambut.

Kutu badan dewasa dan telurnya tidak hanya ditemukan pada rambut badan, tetapi juga pada

lipatan baju yang bersentuhan dengan kulit. Kutu kemaluan meninggalkan kotoran berwarna coklat tua

di pakaian dalam. Kutu kemaluan sulit ditemukan dan bisa terlihat sebagai bintik kecil kebiruan di kulit.

Telurnya menempel di dasar rambut, sangat dekat dengan kulit.

- Pembantu Diagnosis
Mencari telur atau bentuk dewasa
- Diagnosis Banding
1. Dermatitis Seboroika.
2. Dermatomikosis

H. Penatalaksanaan

1. Pengobatan

Permethrin merupakan pengobatan kutu yang paling aman, paling efektif dan paling nyaman.

Lindane (tersedia dalam bentuk krim, losyen atau shampoo) juga bisa mengatasi kutu tetapi tidak

dapat diberikan kepada anak-anak karena bisa menimbulkan komplikasi neurologis.

Kadang digunakan piretrin. Ketiga obat tersebut bisa menimbulkan iritasi. 10 hari setelah pemakaian,

ketiga obat tersebut harus dioleskan kembali untuk membunuh kutu yang baru menetas. Infestasi pada

alis atau bulu mata sulit untuk diobati, kutu biasanya diambil dengan menggunakan tang khusus. Jeli

minyak polos bisa membunuh atau melemahkan kutu di bulu mata.

Jika sumber infestasi (sisir, topi, pakaian dan seprei) tidak dibersihkan melalui pencucian,

penguapan atau dry cleaning, maka kutu bisa bertahan hidup dan kembali menginfeksi manusia.

Pengobatan dengan krim gameksan 1% yang dioleskan tipis di seluruh tubuh dan didiamkan 24 jam,

setelah itu baru pasien mandi. Jika belum sembuh bisa diulangi 4 hari kemudian. Obat lainnya yaitu

emulsi benzil benzoat 25% dan bubuk malathion 2%. Pakaian deiberikan panas tinggi seperti direbus

atau disetrika untuk membunuh telur dan kutu. Jika ada infeksi selunder bisa diberikan antibiotic

sistemik atau topikal.

Shampo Lidane 1%. Gamma benzene heksa klorid atau piretrin. Dosis, shampo rambut biarkan

4-10 menit, kemudian dibilas piretrin. Pakai sampai rambut menjadi basah, biarkan 10 menit kemudian

dibilas. (Tindak lanjut periksa rambut 1 minggu setelah pengobatan untuk telur dan kutu rambut).

Selep Lindang (BHC 10%) ; atau bedak DDT 10% atau BHC 1% dalam pyrophylite; atau Benzaos

benzylicus emulsion. Dosis, epala dapat digosok dengan salep Lindane (BHC 1%) atau dibedaki dengan

DDT 10% atau BHC 1% dalam pyrophlite atau baik dengan penggunaan 3 5 gram dari campuran

tersebut untuk sekali pemakaian. Bedak itu dibiarkan selama seminggu pada rambut, lalu rambut dicuci
dan disisir untuk melepaskan telur. Emulsi dari benzyl benzoate ternyata juga berhasil (Brown.H.W,

1983).

Cair / Peditox / Hexachlorocyclohexane 0,5%. Dosis, osokkan pada rambut dan kepala sampai

merata biarkan semalam kemudian dicuci lalu dikeringkan. Kesadaran tentang pentingnya perawatan

badan dan rambut perlu ditanamkan baik kepada orang tua maupun para siswa sendiri. Pengobatan

juga harus dilakukan jika sudah terjangkit yang ditandai dengan rasa gatal-gatal di kepala.

2. Tindakan Keperawatan

Pada penderita Pedikulosis kapitis terapinya mencakup pengeramasan rambut memakai sampo

yang mengandung lindane (Kwell) atau senyawa piretrin dengan piperonil butoksida ( sampo RID atau

R&C ). Kepada pasien dianjurkan untuk mengeramas kulit kepala dan rambut menurut petunjuk

pemakain sampo tersebut.

Sesudah dibilas sampai bersih, rambut disisir dengan sisis bergigi halus (serit) yang sudah

dicelupkan dalam cuka agar telur atau cangkar telur tuma yang tertinggal dapat terlepas dari batang

rambut.

Telur tuma sangat sulit dilepas dan mungkin harus diambil dengan jari tangan satu per satu (

karena itu, orang awam memakai istilah mencari kutu. Semua barang, pakaian, handuk dan

perangkat tempat tidur yang bisa mengandung tuma atau telurnya harus dicuci dengan air panas

sedikitnya dengan suhu 54oC atau dicuci kering untuk mencegah infestasi ulang. Perabot, permadani

dan karpet yang berbulu harus sering dibersihkan dengan alat vacum cleaner. Sisir dan sikat rambut

juga harus didisinfeksi dengan sampo. Semua anggota keluarga dan orang yang berhubunagn erat

dengan pasien harus diobati. Komplikasi seperti pruritas yang hebat, pioderma ( infeksi kulit yang
membentuk pus) dan dermatitis diobati dengan preparat antipruritus, antibiotik sistemik serta

kortikosteroid tropikal.

Sedangkan pada penderita Pedikulosis korporis dan Pedikulosis pubis, kepada pasien diminta

untuk memakai sabun dan air. Kemudian, lindane (Kwell) atau melation dalam isopropil alkohol (losion

Prioderm) dioleskan pada daerah-daerah kulit yang terenfeksi dan daerah yang berambut menurut

petunjuk informasi produk. Terapi topikal alternatif lainnya adalah pedikulida berbahan dasar piretrin

(RID yang merupakan preparat yang bisa dibeli bebas) atau tembaga oleat 0,03% (Curpex).

Jika bulu mata turut terkena vaseline dapat dioleskan tebal-tebal dua kali sehari selama 8 hari

yang kemudian diikuti oleh pencabutan secara mekanis setiap telur kutu yang tertinggal. Komplikasi,

seperti pruritis hebat, pioderma (infeksi yang membentuk pus pada kulit) dan dermatitis diobati

dengan preparat antipruritis, antibiotik sistemik serta kortikosteroid topikal. Perlu diingat bahwa kutu

badan dapat menularkan penyakit epedemik pada manusia, yaitu penyakit riketsia (tifus epidemik,

demam hilang timbul dan trench fever). Mikroorganisme penyebabnya berada dalam traktus

gastrointestinal serangga tersebut dan dapat diekskresikan ke permukaan kulit pasien yang terinfeksi.

I. Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi akibat gatal yang digaruk kemudian terjadi infeksi yang bila

dibiarkan akan keluar nanah. Kemudian timbul impetigo yaitu inflamasi kulit yang akut

dan menular, yang ditandai oleh pustula dan skuama.

J. Pencegahan

Penyakit ini pada dasarnya dapat dicegah melalui pola hidup yang bersih. Misalnya dengan

pemberantasan kutu yang berada dilingkungan sekitar. Benda-benda yang terpapar dengan penderita

(misalnya, kasur, bantal, linen, handuk, mainan, topi) seharusnya dicuci bila memungkinkan kemudian

dikeringkan. Air yang digunakan adalah air panas dengan suhu lebih dari 50-55C selama paling

kurang 5 menit. 8

Membersihkan lingkungan tempat tinggal akan membantu mengurangi kesempatan untuk

terpapar kembali dengan kutu kepala. Periksalah setiap orang yang berada didalam lingkungan rumah

tangga pada saat bersamaan, sebelum membersihkan lingkungan tersebut. Bersihkan semua lantai
dengan alat penghisap debu, permadani, bantal, karpet, dan semua pelapis meubel yang ada. Semua

sisir dan sikat rambut yang digunakan oleh penderita kutu kepala harus di rendam dalam air dengan

suhu diatas 130F (540C), alkohol atau pedikulosid selama 1 jam.

Penjelasan kepada anak-anak terutama tentang cara mencegah penularan melalui

penggunaan topi, sisir, dan bandana bersama juga dapat dipertimbangkan. Menyediakan tempat

penyimpanan barang-barang milik anak secara terpisah di dalam ruang kelas juga dapat mencegah

penyebaran kutu ini.

BAB II
SKABIES

1. Pengertian

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh investasi dan sensitisasi (kepekaan)

terhadap Sarcoptes scabiei var. huminis dan produknya (Adhi Djuanda. 2007: 119-120).

Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau ( mite) yang mudah menular dari

manusia ke manusia, dari hewan ke manusia atau sebaliknya. Penyebabnya scabies adalah Sarcoptes

scabiei (Isa Ma'rufi, Soedjajadi K, Hari B N, 2005,http: //journal.unair.ac.id, diakses tanggal 30

September 2008).

Scabies adalah penyakit zoonosis yang menyerang kulit, mudah menular dari manusia ke

manusia, dari hewan ke manusia atau sebaliknya, dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh

dunia yang disebabkan oleh tungau (kutu atau mite) Sarcoptes scabiei (Buchart, 1997: Rosendal,

1997,http: //journal.unair.ac.id, diakses tanggal 30 September 2008).

Skabies adalah penyakit kulit akibat infestasi dan sensitisasi tungau Sarcoptes scabiei yang

hanya menyerang manusia. Penyakit ini biasanya menyerang anak-anak walaupun orang dewasa dapat

pula terkena. Lingkungan yang kumuh dengan kebersihan yang buruk dapat mempermudah

penularan. Penularan dapat secara langsung maupun tidak langsung melalui pakaian, tempat tidur,

alat-alat tidur dan handuk.


Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa skabies adalah penyakit kulis yang

disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei yang mudah menular dari manusia ke masnusia, hewan ke

manusia atau sebaliknya.

2. Etiologi

Scabies disebabkan oleh kutu atau kuman sarcoptes scabei. Secara morfologik sarcoptes

scabei merupakan tungau kecil berbentuk oval punggungnya cembung dan bagian perutnya rata

berwarna putih kotor dan tidak memiliki mata. Sarcoptes betina yang berada di lapisan kulit stratum

corneum dan lucidum membuat terowongan ke dalam lapisan kulit.

Di dalam terowongan inilah Sarcoptes betina bertelur dan dalam waktu singkat telur tersebut

menetas menjadi hypopi yakni sarcoptes muda. Akibat terowongan yang digali Sarcoptes betina dan

hypopi yang memakan sel-sel di lapisan kulit itu, penderita mengalami rasa gatal.

3. Klasifikasi

Klasifikasi scabies antara lain :

1) Scabies pada orang bersih, yaitu ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit

jumlahnya sehingga jarang dijumpai.

2) Scabies nodular, yaitu lesi berupa nodus cokelat kemerahan yang gatal. Nodus biasanya terdapat

didaerah tertutup, terutama pada genetalia laki-laki. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensitivitas

terhadap tungau scabies.

3) Scabies yang ditularkan melalui hewan,yaitu sumber utamanya adalah anjing, kelainan ini

berbeda dengan scabies manusia karena tidak terdapat terowongan, tidak menyerang sela jari dan

genetalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering kontak dengan binatang

kesayangannya. Kelainan ini hanya bersifat sementara karena kutu binatang tidak dapat melanjutkan

siklus hidupnya pada manusia.


4) Scabies pada bayi dan anak, yaitu lesi scabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh,

termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan dan kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder impetigo

sehingga terowomgan jarang ditemukan.

5) Scabies terbaring ditempat tidur, yaitu kelainan yang sering menyerang penderita penyakit kronis

dan pada orang yang lanjut usia yang terpaksa harus tinggal ditempat tidur terus. Sehingga orang itu

dapat menderita scabies dengan lesi yang terbatas.

6) Scabies Norwegia atau scabies krustosa, ini ditandai oleh lesi yang luas dengan krusta,skuama

generaisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat predleksi biasanya kulit kepala yang berambut,

telinga, bokong,siku, lutut, telapak tangan dan kaki yang disertai distrofi kuku, namun rasa gatal tidak

terlalu menonjol tetapi sangat menular karena jumlah tungau yang menginfeksi sangat banyak

(ribuan).

4. Anatomi Fisiologi

-Tungau-

Secara morfologik merupakan tungau kecil, oval, punggung cembung dan perutnya rata.

Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukuran btina berkisar 330-450 mikron

x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan relatif kecil dengan ukuran 200-240 mikron x 150-200

mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang di depan sebagai alat melekat dan 2 di

belakang (di betina ada rambut), sedangkan pada jantan pasangan kaki ketiga ada rambut dan

keempat sebagai alat perekat.

Siklus hidup: Setelah kopulasi di atas kulit (jumlahnya kira-kira 10-15 tungau), jantan akan mati.

Kemudian tungau betina yang sudah dibuahi menggali terowongan dalam startum korneum, dengan
kecepatan 2-3 milimeter sehari sambil meletakkan telurnya 2-4 butir sehari sampai jumlahnya

mencapai 40-50, kemudian betina akan hidup sampai 30-60 hari. Kemudian telur menetas (dalam

waktu 3-5 hari) dan menjadi larva dengan 3 pasang kaki. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa

dengan 4 pasang kaki.

Siklus ini memerlukan waktu total 8-12 hari.

5. Patofisiologi

Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya dari tungau scabies, akan tetapi juga oleh

penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan sehingga terjadi kontak

kulit yang kuat,menyebabkan lesi timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh

sensitisasi terhadap secret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah

infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemuannya papul, vesikel, dan

urtika. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan

gatal yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau.

6. Manifestasi klinik

Diagnosis dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardial berikut :

1) Pruritus noktuma (gatal pada malam hari) karena aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lembab

dan panas.

2) Umumnya ditemukan pada sekelompok manusia,misalnya mengenai seluruh anggota keluarga.

3) Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau

keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1cm, pada ujung menjadi pimorfi

(pustu, ekskoriosi). Tempat predileksi biasanya daerah dengan stratum komeum tpis, yaitu sela-sela jari

tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mammae

dan lipat glutea, umbilicus, bokong, genitalia eksterna, dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat

menyerang bagian telapak tangan dan telapak kaki bahkan seluruh permukaan ulit. Pada remaja dan

orang dewasa dapat timbul pada kulit kepala dan wajah.


4) Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostk. Dapat ditemikan satu atau lebih

stadium hidup tungau ini.

- Bentuk-bentuk Klinis Scabies

1. Scabies Impetigenisata scabies + infeksi sekunder

2. Scabies pada bayi seluruh tubuh + infeksi sekunder

3. Scabies hewan pada peternak anjing, kucing, ayam, babi, kuda, dll

4. Scabies bentuk STD pada genitalia orang dewasa

5. Scabies nodular nodul post scabies

6. Scabies norwegika atau scabies hiperkeratotika (Norwegian scabies; Hyperkeratotic scabies;

Crusted Scabies) akibat penurunan respons imunologik tubuh, Antara lain:

malnutrition

kelainan neurologik: mongolism

kelainan immunologik: terapi steroid/sitostatik

AIDS, T-cell leukemia

penderita lepra

7. Penatalaksanaan
Syarat obat yang ideal adalah efektif terhadap semua stadium tungau, tidak menimbulkan

iritasi dan toksik, tidak berbau atau kotor, tidak merusak atau mewarnai pakaian, mudah diperoleh dan

harganya murah.

Jenis obat topical :

1) Belerang endap (sulfur presipitatum) 4-20% dalam bentuk salep atau krim. Pada bayi dan orang

dewasa sulfur presipitatum 5% dalam minyak sangat aman dan efektif. Kekurangannya adalah

pemakaian tidak boleh kurang dari 3 hari karena tidak efektif terhadap stadium telur, berbau,

mengotori pakaian dan dapat menimbulkan iritasi.

2) Emulsi benzyl-benzoat 20-25% efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama 3

kali. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.

3) Gama benzena heksa klorida (gameksan) 1% daam bentuk krim atau losion, termasuk obat pilihan

arena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi. Obat ini tidak

dianurkan pada anak dibawah umur 6 tahun dan wanta hamil karena toksi terhadap susunan saraf

pusat. Pemberiannya cukup sekali dalam 8 jam. Jika masihada gejala, diulangi seminggu kemudian.

4) Krokamiton 10% dalamkrim atau losio mempunyaidua efek sebagai antiskabies dan antigatal.

Harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra. Krim( eurax) hanya efetif pada 50-60% pasien. Digunakan

selama 2 malam berturut-turut dan dbersihkan setelah 24 jam pemakaian terakhir.

5) Krim permetrin 5% merupakan obat yang paling efektif dan aman arena sangat mematikan untuk

parasit S.scabei dan memiliki toksisitas rendah pada manusia.

6) Pemberian antibitika dapat digunakan jika ada infeksi sekunder, misalnya bernanah di area yang

terkena (sela-sela jari, alat kelamin) akibat garukan

7) Preparat Skabisida, seperti Kwell atau krotamiton, dioleskan tipis-tipis ke seluruh permukaan kulit

mulai dari leher ke bawah dengan hanya meninggalkan daerah muka dan kulit kepala. Obat ini

dibiarkan selama 12 hingga 24 jam dan sesudah itu, pasien diminta untuk membasuh dirinya hingga

bersih. Terapi diulangi satu minggu kemudian.

8. Pembantu Diagnosis
Cara menemukan tungau:

1. Cari mula-mula terowongan, kemudian pada ujung terlihat papul dan vesikel dicongkel dengan jarum

dan diletakkan di atas kaca objek, lalu ditutup dengan kaca penutup,lalu dilihat dengan mikroskop.

2. Dengan menyikat dengan sikat dan ditampung di atas selembar kertas putih dan dilihat dengan lup.

3. Dengan biopsi irisan dengan cara lesi dijeit dengan 2 jari kemudian dibuat irisan tipis dengan pisau lalu

diperiksa di mikroskop cahaya.

4. Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan HE.

5. Dengan memberi tinta di sekitar terowongan, terutama di bagian berbintik hitam.

9. Diagnosing Banding

Penyakit ini disebut juga The Great Immitator karena menyerupai banyak penyakit kulit dengan

keluhan gatal. Sebagai DD: prurigo, pedikulosis korporis, dermatitis.

BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a. Biodata (identitas pasien dan penanggung jawab).

b. Keluhan Utama

1. Rasa gatal terutama pada malam hari.

2. Tonjolan kulit (lesi) berwarna putih keabu-abuan sepanjang sekitar 1 cm.

3. Kadang disertai nanah karena infeksi kuman akibat garukan.


c. Riwayat Penyakit Terdahulu.

P: Investasi tungau (kutu) Sarcoptes scabiei var. huminis

Q: Gatal sangat terutama pada malam hari


R: Gatal dirasakan di area kulit
S: jika diskalakan 0-4 gatal pada penderita 2-3
T: gatal saat malam hari.

d. Pola fungsi kesehatan.

e. Pemeriksaan fisik.

f. Diagnosa yang mungkin muncul

Gangguan integritas kulit berhubungan dengan edema.

Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi.

Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gatal yang dirasakan.

Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit.

Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampilan sekunder.

2. INTERVENSI KEPERAWATAN

1) Dx 1 : Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi.

Tujuan : Nyeri yang dirasakan klien dapat segera teratasi.

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji intensitas nyeri, karakteristik 1. Mengetahui dimana letak nyeri yang dirasakan

dan catat lokasinya. klien dan seberapa besar tingkat nyeri yang

dirasakannya.

2. Berikan perawatan kulit sesering


2. Agar tidak terjadi lesi atau luka pada daerah kulit

mungkin.
yang di serang oleh kuman.

3. Membantu mengurangi rasa nyeri yang dirasakan


3. kolaborasi dengan dokter
oleh klien.
pemberi analgesic.

2) Dx 2 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gatal yang dirasakan.

Tujuan : istirahat tidur terpenuhi karena berkurangnya nyeri dan rasa gatal.

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tidur klien. 1. Mengetahui apakah kebutuhan tidur

klien terpenuhi.

2. Klien tidak sering terbangun pada malam


2. Untuk memenuhi kebutuhan istirahat

hari.
tidurnya.

3. Ciptakan suasana yang membuat klien


3. Agar klien bisa istirahat dengan tenang.

merasa nyaman misal tempat tidur yang bersih

dan rapi.

3) Dx 3 : Gangguan rasa aman = cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang

penyakit.

Tujuan : cemas berkurang karena meningkatnya pengetahuan tentang penyakit.

INTERVENSI RASIONAL

1. Kaji rasa cemas pasien. 1. Pasien tenang.

2. Berikan kesempatan kepada pasien untuk 2. Pasien kooperatif dengan program

mengungkapkan rasa cemasnya. perawatan dan pengobatan.

3. Berikan penjelasan kepada pasien 3. Pengetahuan pasien meningkat tentang


mengenai : penyakit, tanda-tanda, kondisi yang dialami,

a) Kondisi penyakitnya serta kemungkinan yang akan terjadi.

b) Program perawatan dan pengobatan yang

akan dilakukan

c) Hubungan istirahat dengan kondisi

penyakitnya.

4) Dx 4 : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampilan sekunder.

Tujuan : konsep diri dipertahankan dan ditingkatkan.

INTERVENSI RASIONAL

1. Kaji makna kehilangan pada pasien/orang 1. Episode traumatic mengaki- batkan

terdekat. perubahan tiba-tiba, tidak diantipasi membuat

perasaan kehilangan sehingga ia memerlukan

dukungan dalam perbaikan optimal.


2. Terima dan akui ekspresi frustasi 2. Penerimaan perasaan sebagai respon

ketergantungan, marah, perhatikan perilaku normal terhadap apa yang terjadi membantu

menarik diri dan penggunaan penyangkalan. perbaikan,namun ini akan gagal apabila pasien

belum siap menerima situasi tersebut.

3. Bersikap realistis dan positif selama


3. Meningkatkan dan menjalin rasa saling

pengobatan pada penyuluhan kesehatan dan


percaya antara pasien dengan perawat.

menyusun tujuan dalam keterbatasan.

4. Berikan penguatan positif terhadap

kemajuan dan dorongan usaha untuk mengikuti


4. Kata-kata penguatan dapat mendukung.
tujuan rehabilitas.

5. Mempertahankan atau mem- buka garis


5. Dorong interaksi keluarga.
komunikasi dan memberikan dukungan sercara

terus menerus pada pasien dan keluarga.

5) Dx 5 : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan edema.

Tujuan : Integritas kulit membaik dan dapat dipertahankan.

INTERVENSI RASIONAL

1. Siapkan jadwal pemberian obat. 1. Agar dapat meningkatkan efektivitas obat

dengan pemberian secara tepat dan teratur.

2. Bantu klien untuk pemberian obat topical


untuk daerah yang sulit dijangkau. 2. Agar tidak terjadi kerusakan kulit dengan

pemberian obat topical secara menyeluruh pada

daerah yang susah di jangkau klien.

3. Ajarkan teknik-teknik mencegah infeksi

yaitu tidak menggaruk lesi dan menjaga


3. Agar tidak terjadi infeksi yang disebabkan

kebersihan kulit.
oleh kerusakan integritas kulit.

4. Berikan pakaian yang longgar dan mampu

menyerap keringat. 4. Agar tidak menekan dan memberikan rasa

nyaman.

5. Kolaborasi pemberian obat sesuai program

pengobatan. 5. Membantu mencegah terjadinya infeksi.

EVALUASI

1. Rasa nyeri dapat segera teratasi.

2. Rasa gatal berkurang sehingga istirahat tidur dapat terpenuhi.

3. Pengetahuan tentang penyakit meningkat sehingga cemas berkurang.

4. Konsep diri terjaga dan ditingkatkan.

5. Integritas kulit dapat dipertahankan.


BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pada hasil pengkajian diatas maka kesimpulan yang dapat kami ambil yaitu :

a. Dalam melaksanakan perawatan pada penderita scabies kita dapat mendokumentasikan setiap

klien yang akan diberikan pengobatan.

b. Setiap perawat perlu memperhatikan keadaan klien setiap saat.

c. Beberapa masalah dapat didefinisikan pada klien sehubungan dengan penyakitnya.

B. SARAN

1. Untuk instansi

Untuk pencapaian kualitas keperawatan secara optimal sebaiknya proses keperawatan selalu

dilaksanakan secara berkesinambungan.

2. Untuk klien dan keluarga

Perawatan tidak kalah pentingnya dibanding dengan pengobatan, sebab bagaimanapun teraturnya

pengobatan yang diberikan tanpa perawatan yang sempurna maka penyembuhan yang diharapkan

tidak akan tercapai. oleh sebab itu perlu adanya penjelasan baik pada klien maupun keluarganya

mengenai manfaat serta pentingnya kesehatan.


DAFTAR PUSTAKA

Arief, M, Suproharta, Wahyu J.K. Wlewik S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, ED : 3 jilid : 1. Jakarta :

Media Aesculapius FKUI.

Anonim. 2007. Skabies (kulit gatal bikn sebel). http://www.cakmoki86.wordpress.com

Anonim. 2008. Skabies. http://www.medlinuk.blogspot.com

____________.2011.http://alam414m.blogspot.com/2011/07/askep-scabies_04.html

____________.2012..http://medicastore.com/penyakit/353/Infestasi_Kutu_Pedikulosis.html

____________.2009.http://devilsavehuman.blogspot.com/2009/03/asuhan-keperawatan-pedikulosis.html

___________.2010.http://klinikblogger.blogspot.com/2010/10/pedikulosis.html

___________.2011.http://www.duniamedik.com/blog/makalah-komplikasi-pedikulosis-korporis.html

Braja.2011.http://brajagssidodadi.blogspot.com/2011/12/asuhan-keperawatan-pedikulosis.html

Santosa, Budi. 2005-2006. Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medikal.

SEDIAAN EMULSI

Emulsi
Definisi
Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispersinya terdiri9 dari bulatan-bulatan kecil zat
cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak bercampur. (Ansel, Howard. 2005.
Halaman 376 )
Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan lainnya
dalam bentuk tetesan kecil. (FI IV. Halaman 6 )
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam
cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. (FI III.
Halaman 9 )
Emulsi adalah sediaan yang mengandung dua zat cair yang tidak tercampur, biasanya air dan
minyak, cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain ( sistem
dispersi, formulasi suspensi dan emulsi Halaman 56 )
Dari beberapa defini yang tertera dapat disimpulkan bahwa emulsiadalah sistem dua fase
yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan pembawa yang membentuk butiran-butiran
kecil dan distabilkan dengan zat pengemulsi/surfaktan yang cocok.
Macam-macam emulsi
Oral
Umumnya emulsi tipe o/w, karena rasa dan bau minyak yang tidak enak dapat tertutupi,
minyak bila dalam jumlah kecil dan terbagi dalam tetesan-tetesan kecil lebih mudah dicerna.
Topikal
Umumnya emulsi tipe o/w atau w/o tergantung banyak faktor misalnya sifat zatnya atau jenis
efek terapi yang dikehendaki. Sediaan yang penggunaannya di kulit dengan tujuan
menghasilkan efek lokal.
Injeksi
Sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau
disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan secara merobek jaringan
ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir.Contoh : Vit. A diserap cepat melalui
jaringan, bila diinjeksi dalam bentuk emulsi.
(Syamsuni, A. 2006)
Tipe-tipe emulsi
Tipe emulsi o/w atau m/a : emulsi yang terdiri atas butiran minyak yang tersebar atau
terdispersi ke dalam air. Minyak sebagai fase internal, air sebagai fase eksternal.
Tipe emulsi w/o atau m/a : emulsi yang terdiri atas butiran air yang tersebar atau terdispersi
ke dalam minyak. Air sebagai fase internal, minyak sebagai fase eksternal.
(Syamsuni, A. 2006)
Emulsi yang tidak memenuhi persyaratan
Creaming : terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan, yaitu nagian mengandung fase dispersi
lebih banyak dari pada lapisan yang lain. Creaming bersifat reversibel artinya jika dikocok
perlahan akan terdispersi kembali.
Koalesensi dan cacking (breaking) : pecahnya emulsi karena film yang meliputi partikel
rusak dan butiran minyak berkoalesensi/menyatu menjadi fase tunggal yang memisah. Emulsi
ini bersifat irreversible. Hal ini terjadi karena :
a. Peristiwa kimia : penambahan alkohol, perubahan pH
b. Peristiwa fisika : pemanasan, pendinginan, penyaringan
c. Peristiwa biologi : fermentasi bakteri, jamur, ragi
Inversi fase peristiwa berubahnya tipe emulsi o/w menjadi w/o secara tiba-tiba atau
sebaliknya sifatnya irreversible.
Komponen emulsi
A. Komponen dasar yaitu bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat di dalam emulsi, terdiri
atas :
a. Fase dispersi : zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil di dalam zat cair lainnya.
b. Fase pendispersi : zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar ( bahan
pendukung ) emulsi tersebut.
c. Emulgator : bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.
Contoh emulgator :
Gom Arab : Cara Pembuatan air 1,5 kali bobot GOM
Tragacanth : Cara Pembuatan air 20 kali bobot tragacanth
Agar-agar : Cara Pembuatan 1-2% agar-agar yang digunakan
Condrus : Cara Pembuatan 1-2% condrus yang digunakan
CMC-Na : Cara Pembuatan 1-2% cmc-na yang dihunakan
Emulgator alam
Kuning telur : Cara Pembuatan emulsi dengan kuning telur dalam mortir luas dan digerus
dnegan stemper kuat-kuat, setelah itu dimasukkan minyaknya sedikit demi sedikit, lalu
diencerkan dengan air dan disaring dengan kasa.
Adeps lanae
Emulgator mineral
Magnesium Aluminuin Silikat ( Veegum ) : Cara Pembuatan diapaki 1%
Bentonit : Cara Pembuatan 5% bentonit yang digunakan
Emulgator buatan/sintesis
Tween : Ester dari sorbitan dengan asam lemak disamping mengandung ikatan eter
dengan oksi etilen, berikut macam-macam jenis tween :
a. Tween 20 : Polioksi etilen sorbitan monolaurat, cairan seperti minyak.
b. Tween 40 : Polioksi etilen sorbitan monopalmitat, cairan seperti minyak.
c. Tween 60 : Polioksi etilen sorbitan monostearat, semi padat seperti minyak.
d. Tween 80 : Polioksi etilen sorbitan monooleat, cairan seperti minyak.
Span : Ester dari sorbitan dengan asam lemak. Berikut jenis span :
a. Span 20 : Sorbitan monobiurat, cairan
b. Span 40 : Sorbitan monopulmitat, padat seperti malam
c. Span 60 : Sorbitan monooleat, cair seperti minyak
B. Komponen Tambahan yaitu bahan tambahan yang sering ditambahkan ke dalam emulsi untuk
memperoleh hasil yang lebih baik. Misalnya : pewarna, pengaroma, perasa, dan pengawet
Metode Pembuatan Emulsi
Metode GOM kering 4:2:1
~ GOM dicampur minyak sampai homogen
~ Setelah homogen ditambahkan 2 bagian air, campur sampai homogen
Metode GOM basah
~ GOM dicampur dengan air sebagian
~ Ditambahkan minyak secara perlahan, sisa air ditambahkan lagi
Metode botol
~ GOM dimasukkan ke dalam botol + air, dikocok
~ Sedikit demi sedikit minyak ditambahkan sambil terus dikocok.
(Ansel, Howard. 2005)
Stabilitas Emulsi
Jika didiamkan tidak membentuk agregat
Jika memisah antara minyak dan air jika dikocok akan membentuk emulsi lagi
Jika terbentuka gregat, jika dikocok akan homogen kembali.
Evaluasi Sediaan Emulsi

Organoleptis : Meliputi pewarnaan, bau, rasa dan dari seeiaan emulsi pada
penyimpanan pada suhu endah 5oC dan tinggi 35oC pada penyimpanan masing-masing 12
jam.
Volume Terpindahkan (FI IV. Halaman 1089)
Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah, dan selanjutnya
ikuti prosedur berikut untuk bentuk sediaan tersebut. Kocok isi dari 10 wadah satu persatu.
Prosedur:
Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah dengan
kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali volume yang diukur dan telah
dikalibrasi, secara hati-hati untuk menghindarkan pembentukkan gelembung udaa pada waktu
penuangan dan diamkan selama tidak lebih dari 30 menit.
Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran: volume rata-rata
larutan yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100 %, dan tidak satupun volume
wadah yang kurang dari 95 % dari volume yang dinyatakan pada etiket. Jika A adalah
volume rata-rata kurang dari 100 % dari yang tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satu
wadahpun volumenya kurang dari 95 % dari volume yang tertera pada etiket, atau B tidak
lebih dari satu wadah volume kurang dari 95 %, tetapi tidak kurang dari 90 % dari volume
yang tertera pada etiket, lakukan pengujian terdadap 20 wadah tambahan. Volume rata-rata
larutan yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100 % dari volume yang tertera pada
etiket, dan tidak lebih dari satu dari 30 wadah volume kurang dari 95 %, tetapi tidak kurang
dari 90 % seperti yang tertera pada etiket.
Penentuan viskositaas : Dilakukan terhadap emulsi, pengukuran viskositas dilakukan dengna
viskometer brookfield pada 50 putaran permenit (Rpm).
Daya hantar listrik : Emulsi yang sudah dibuat dimasukkan dalam gelas piala kemudian
dihubungkan dengan rangkaian arus listrik. Jika mampu menyala maka emulsi tipe minyak
dalam air. Jika sistem tidak menghantarkan listrik maka emulsi tipe air dalam minyak.
Metode pengenceran : Emulsi yang sudah dibuat dimasukkan dalam gelas piala kemudian
diencerkan dengan air. JIka dapat diencerkan maka emulsi tipe minyak dalam air dan
sebaliknya.
Metode percobaan cincin: Jika satu tetes emulsi yang diuji diteteskan pada kertas saring
maka emulsi minyak dalam air dalam waktu singkat membentuk cincin air disekeliling
tetesan.
Metode warna : Beberapa tetes larutan bahan pewarna lain ( metilen ) dicampurkan ke
dalam contoh emulsi. Jika selurih emulsi berwarna seragam maka emulsi yang diuji berjenis
minyak dalam air, oleh karena air adalah fase luar. Sampel yang diuji bahan warna larut
sudan III dalam minyak pewarna homogen pada sampel berarti sampel tipe air dalam minyak
karena pewarna pelarut lipoid mampu mewarnai fase luar.

Contoh Resep
Resep standart
Fornas hal 13
R/ Oleum Ricini 30
PGA 10
Sach. Alb 15
Aqua ad 250

Resep rancangan
R/ Oleum Ricini 30
PGA 10
Sach. Alb 15
Pengaroma jeruk 10 gtt
Pewarna kuning qs
Aqua ad 250
S.1.dd.1.c.o.n

Monografi :
a) Oleum Ricini / Minyak Jarak (FI IV. Halaman 631)
Pemerian : cairan kental, transparan, kuning pucat atau hampir tidak berwarna, bau lemah, bebas dari
bau asing dan tengik; rasa khas.
Kelarutan : larut dalam etanol; dapat bercampur dengan etanol mutlak, dengan asam asetat glasial,
dengan kloroform dan dengan air.
Khasiat : laksativum / pencahar.
b) Gom Arab / Acasia (FI IV. Halaman 718)
Pemerian : serbuk, putih atau putih kekuningan; tidak berbau.
Kelarutan : larut hampir semua dalam air, tetapi sangat lambat, meninggalkan sisa bagian tanaman
dalam jumlah sangat sedikit, dan memberikan cairan seperti mucilage, tidak berwarna /
kekuningan, kental, lengket, transparan, bersifat asam lemah terhadap kertas lakmus biru,
praktis tidak larut dalam eter dan etanol. Terdiri dari 40% PGA yang dilarutkan dalam 1,5
bagian air.
c) Sacharum Album (FI III. Halaman 334)
Pemerian : hablur tidak berwarna, serta warna putih, tidak berbau rasa manis.
Kelarutan : larut dalam 0,5 bagian air dan dalam 370 bagian etanol 95% P.

Perhitungan Bahan
a) Oleum Ricini = 30 / 250 x 30 = 3,6 gram
b) PGA = 10 / 250 x 30 = 1,2 gram
Air untuk PGA = 1,2 x 1,5 = 1,8 mL
c) Sach. Alb = 15 / 250 x 30 = 1,8 gram
d) Pengaroma jeruk = 10 / 250 x 30 = 1,2 tetes = 2 tetes

Alat dan bahan


Alat : Bahan :
Mortir dan stamper Ol. Ricini
Timbangan dan anak timbangan PGA
Botol 50 mL Sach Alb
Etiket putih Aquadest

Cara pembuatan
1. Disiapkan alat dan bahan, dikalibrasi botol 30 mL.
2. Dibuat korpus emulsi dengan cara digerus 1,2 g PGA dalam mortir, ditambahkan 2,4 mL
ol.ricini, diaduk sampai terbentuk korpus emulsi dan tidak ada tetes minyak di mortir.
3. Ditambahkan sisa ol.ricini sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai dimortir tidak terlihat
tetes minyak.
4. Ditimbang sach alb 1,8 g diletakkan di cawan, ditambahkan aquades 1 mL air diaduk ad
homogen, dimasukkan ke mortir no.3.
5. Ditambahkan air sedikit demi sedikit ad encer, diaduk ad homogen.
6. Ditambahkan pewarna secukupnya, diaduk ad homogen.
7. Dimasukkan ke dalam botol, ditambahkan sisa aquades ad 30 mL + pengaroma jeruk 2 tetes,
dikocok ad homogen.
8. Botol diberi cup, diberi etiket putih dan tanda kocok dahulu.

Pembahasan :
Pada saat pembuatan emulsi ol.ricini dilakukan langkah langkah sesuai dengan
langkah - langkah yang ada di cara pembuatan di atas. Hasilnya sediaan yang dibuat
tercampur secara homogen dan sesuai dengan yang diinginkan. Warna dan aroma sediaan
yang dibuat juga sudah sesuai. Maka cara pembuatan yang dirancang seperti di atas bisa
digunakan untuk membuat emulsi ol.ricini yang baik.
Resep standart
FMS hal 47
R/ Benzyl Benzoat 14
Emulgide 1,750
Ol. Sesami 1,750
Aq.ad 70
s.u.e

Resep Rancangan
R/ Ol. Olivae 14
Triethanolamine 1,4
Acid Stearic 5,6
Pengaroma Jeruk q.s
Pewarna Kuning q.s
Aqua ad 70
s.u.e

Monografi
a) Ol. Olivae/Ol. Olivarum (FI IV. Halaman 630)
Pemerian : minyak, berwarna kuning pucat atau kuning kehijauan terang; bau dan rasa khas lemah
dengan rasa ikutan agak pedas.
Kelarutan : sukar larut dalam etanol; bercampur dengan eter, dengan kloroform, dan dengan karbon
disulfida
Bobot jenis : 0,910 0,915
b) Triethanolamin (FI IV. Halaman 1203)
Pemerian : cairan tidak berwarna; berbau kuat amoniak.
Kelarutan : sukar larut dalam air; dapat bercampur dengan etanol, dengan eter, dan dengan air dingin.
c) Acidum stearicum/Asam stearate (FI III. Halaman 576)
Pemerian : zat padat keras mengkilat menunjukkan susunan hablur; putih atau kuning pucat; mirip
lemak lilin.
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air; larut dalam 20 bagian etanol (95%), dalam 2 bagian kloroform
P, dalam 3 bagian eter P.
d) Ol. Sesami (FI III. Halaman 459)
Pemerian : cairan kuning pucat, bau lemah, rasa tawar.
Kelarutan : sukar larut dalam etanol (95%) P.
Khasiat : emolien.
Bobot jenis : 0,916 0,921.

Kesulitan : sulit mengukur ol.sesami dan ol.olivarum dalam gram.


Usulan : karena bobot jenisnya mendekati 1 maka diukur dalam mL supaya lebih mudah dalam
mengukur.

Perhitungan bahan

a) Ol. Olivae = 14 / 70 x 30 = 6 ml

b) Triethanolamine = 1,4 / 70 x 30 = 0,6 ml

c) Acid stearic = 5,6 / 70 x 30 = 2,4 gram

d) Ol. Sesami = 1,750 / 70 x 30 = 0,75 ml

e) Aqua = 30 (6+0,6+2,4+0,75)

= 30 9,75

=20,25 mL

Alat dan bahan


Alat : Bahan :
Mortir dan stamper Ol. Olivae
Timbangan dan anak timbangan Triethanolamine
Botol 50 mL Acid Stearic
Cawan penguap Pengaroma Jeruk
Pewarna Kuning
Aquades

Cara pembuatan
1. Disiapkan alat dan bahan, dikalibrasi botol 30 ml.
2. Disiapkan mortir panas, disisihkan.
3. Ditimbang acid stearic 2,4 g, diukur ol. Sesami 0,75 mL dimasukkan ke cawan penguap,
dilebur di water bath ad leleh.
4. Setelah leleh dimasukkan ke mortir panas, diaduk.
5. Diukur triethanolamine 0,6 mL ditambahkan sedikit aquades, dimasukkan ke dalam mortir
panas no.4, diaduk kuat ad homogen.
6. Ditambahkan ol. Olivae 6 mL dalam campuran no.5 sedikit demi sedikit dimortir panas,
diaduk ad homogen dan dingin.
7. Ditambahkan aquades untuk mengencerkan, diaduk ad homogen.
8. Ditambahkan pewarna secukupnya, diaduk ad homogen.
9. Dimasukkan ke dalam botol, ditambahkan aquades ad 30 mL + pengaroma jeruk
secukupnya, ditutup, dikocok kuat.
10. Botol di beri cup, diberi etiket biru + tanda kocok dahulu.

Pembahasan :
Pada saat pembuatan emulsi ol.olivarum dilakukan langkah langkah sesuai dengan
langkah - langkah yang ada di cara pembuatan di atas. Hasilnya sediaan yang dibuat
tercampur secara homogen. Warna dan aroma sediaan yang dibuat juga sudah sesuai. Tetapi
sediaan yang dibuat terlalu kental hampir menyerupai krim. Hal ini terjadi karena jumlah
triethanolamine dan acid stearic terlalu banyak. Jumlah triethanolamine dan acid stearic yang
digunakan adalah 1,4 dan 5,6 dalam 30 mL sedangkan menurut sumber jumlah
triethanolamine dan acid stearic yang digunakan adalah 1 dan 4 dalam 150 mL. Maka cara
pembuatan yang dirancang seperti di atas bisa digunakan untuk membuat emulsi ol.olivarum
yang baik. Hanya saja jumlah perbandingan triethanolamine dan acid stearic yang digunakan
perlu dirubah (disesuaikan) supaya tidak terlalu kental.

Anthrone [90-44-8]
Nama Anthrone
persamaan makna
Nama di Chemical 9(10H)-Anthracenone
Abstracts
No. CAS 90-44-8
No. EINECS 201-994-0
Rumus molekul C14H10O
Massa molekul 194.23
Kode SMILES c1cccc2C(=O)c3ccccc3Cc12

1,8-Dihydroxyanthraquinone Produkt Beschreibung


CAS-Nr. 117-10-2

Bezeichnung:

Englisch
1,8-Dihydroxyanthraquinone
Name:

Synonyma: LTAN;Istin;ALTAN;Duolax;Modane;prugol;roydan;Danivac;Dionone;D
orbane

117-10-2 CBNumber: CB4173988

Summenform
C14H8O4
el:

Molgewicht: 240.21
MOL-Datei: 117-10-2.mol

1,8-Dihydroxyanthraquinone physikalisch-chemischer Eigenschaften

191-193 C(lit.)
Schmelzpunkt::

storage temp. : Refrigerator

Wasserlslichkeit: insoluble

Merck : 14,2815

BRN : 2054727

CAS Datenbank: 117-10-2(CAS DataBase Reference)

NIST chemische Informationen: 1,8-Dihydroxyanthraquinone(117-10-2)

EPA chemische Informationen: 9,10-Anthracenedione, 1,8-dihydroxy-(117-10-2)

Sicherheit

Kennzeichnung gefhrlicher: Xn

R-Stze:: 40

S-Stze:: 36/37-36-22

RIDADR : 2811

1
WGK Germany :

CB6650000
RTECS-Nr.:

HazardClass : IRRITANT

HS Code : 29146990

1,8-Dihydroxyanthraquinone Chemische
Eigenschaften,Einsatz,Produktion Methoden
Chemische Eigenschaften
orange-brown or brown powder

Verwenden
Used as a stimulant laxative, though due to its carcinogenic properties, is not widely prescribed.

Verwenden
cathartic

Allgemeine Beschreibung
Orange crystalline powder. Almost odorless and tasteless.

Air & Water Reaktionen


Insoluble in water.

Reaktivitt anzeigen
1,8-Dihydroxyanthraquinone is incompatible with strong reducing substances such as hydrides,
nitrides, alkali metals, and sulfides.

Brandgefahr
Flash point data for 1,8-Dihydroxyanthraquinone are not available; however, 1,8-
Dihydroxyanthraquinone is probably combustible.

R-Stze Betriebsanweisung:
R40:Verdacht auf krebserzeugende Wirkung.

S-Stze Betriebsanweisung:
S36/37:Bei der Arbeit geeignete Schutzhandschuhe und Schutzkleidung tragen.
S36:DE: Bei der Arbeit geeignete Schutzkleidung tragen.
S22:Staub nicht einatmen.

1,8-Dihydroxyanthraquinone Upstream-Materialien And Downstream Produkte

Upstream-Materialien

Downstream Produkte
1,4,5,8-Tetrahydroxyanthrachinon

1,8-Dihydroxyanthraquinone Anbieter Lieferant Produzent Hersteller Vertrieb Hndler. Global(


128)Lieferanten

Firmenname Telefon Fax E-Mail Ed


Lan Produktk
ge
d atalog Ra
te

J&K 400-666-
+86-10- jkinfo@jkchemical.com;market CHI
SCIENTIFIC 7788 +86-10- 96869 76
82849933 3@jkchemical.com NA
LTD. 82848833

+86-(0)21- +86-(0)21-
61259100(Sh 61259102(Sh
Meryer anghai) +86- anghai) +86-
(Shanghai) (0)755- (0)755-
sh@meryer.com; CHI
Chemical 86170099(Sh 86170066(Sh 40414 62
sz@meryer.com NA
Technology enZhen) +86- enZhen) +86-
Co., Ltd. (0)10- (0)10-
62670440(Be 62670790(Be
ijing) ijing)

Chembest
+86-21-
Research +86-21- CHI
58180499- sales@biochembest.com 6027 61
Laboratories 20908456 NA
808
Limited

400-610- 021-
CHI
Alfa Aesar 6006; 021- 67582001/03 saleschina@alfa-asia.com 30343 84
NA
67582000 /05

TAIYUAN +86 351 +86 351 CHI


sales@RHFChem.com 2367 56
RHF CO.,LTD. 7031519 7031519 NA

TCI
(Shanghai) 800-988- 021- CHI
sales@tcishanghai.com.cn 22161 81
Developmen 0390 67121385 NA
t Co., Ltd.

4006990298
010-
010-
87653215
BeiJing Hwrk 57411839
0757- CHI
Chemicals 020- sales@hwrkchemical.com 13359 55
86311057 NA
Limted 31335234
021-
021-
55236763
51691807

021- 021- info@energy-chemical.com 44202 61


Energy CHI
58432009 / 58436166-
Chemical 400-005- 800 NA
6266

JinYan
13817811078 86-021-
Chemicals(Sh CHI
,021- 50426522,50 sales@jingyan-chemical.com 10118 60
angHai) NA
50426030 426273
Co.,Ltd.

021-
Accela
50795510- 021- CHI
ChemBio sales@accelachem.com 11037 64
107/109 400- 50795055 NA
Co.,Ltd.
066-5055

117-10-2(1,8-Dihydroxyanthraquinone)Verwandte Suche:

2,7-Dihydroxyanthrachinon 2,6-Dihydroxyanthrachinon Dinatrium-4,8-diamino-1,5-dihydroxy-9,10-


dioxoanthracen-2,6-disulfonat 1,2,5,8-Tetrahydroxyanthrachinon 1,8-Dihydroxy-3-
(hydroxymethyl)anthrachinon 1-Amino-4,5,8-trihydroxyanthrachinon 1,8-Dihydroxy-4,5-
dinitroanthrachinon 3-[(6-Desoxy--L-mannopyranosyl)oxy]-1,8-dihydroxy-6-methylanthrachinon
1,8-Diphenoxyanthrachinon 1,8-Dihydroxy-3-methylanthrachinon 1,8-Diamino-4,5-
dihydroxyanthrachinon 1,3,8-Trihydroxy-6-methylanthrachinon Doxorubicin 1,4,5-Trihydroxy-2-
methylanthrachinon 1,8-Dihydroxy-3-methoxy-6-methylanthrachinon 1-Naphthacencarbonsure, 2-
Ethyl-1,2,3,4,6,11-hexahydro-2,5,7-trihydroxy-6,11-dioxo-4-[[2,3,6-trideoxy-4-O-[2,6-dideoxy-4-O-
[(2R-trans)-tetrahydro-6-methyl-5-oxo-2H-pyran-2-yl]--L-lyxo-hexopyranosyl]-3-(dimethylamino)--
L-lyxo-hexopyranosyl]oxy]-, Methylester, Hydrochlorid, [1R-(1,2,4)]- 9,10-Dihydro-4,5-dihydroxy-
9,10-dioxoanthracen-2-carbonsure 1,8-Dimethoxyanthrachinon

Ketones Organic Building Blocks 1,4,5,8-tetroxyantraquinone 1,8-dihydroxy-10-anthracenedione 1,8-


Dihydroxy-9,10-anthracenedione 1,8-Dihydroxy-9,10-anthraquinone 1,8-Dihydroxyanthra-9,10-
quinone 1,8-Dihydroxyanthrachinon 1,8-dihydroxy-anthraquinon 1,8-dihydroxyanthroquinone 9,10-
Anthracenedione, 1,8-dihydroxy- 9,10-Anthracenedione,1,8-dihydroxy- Anthraquinone, 1,8-
dihydroxy- Antrapurol component of Dorbantyl component of Doxan component of Doxidan
component of Modane Criasazin Danivac Diaquone Dionone Dorbane Dorbanex Duolax Istin
Laxanorm Laxanthreen Laxipur Laxipurin LTAN Modane neokutins pastomin prugol Regulin roydan
scatrond USAF nd-59 usafnd-59 Zwitsalax ANTHRAPUROL ALTAN 1,8-DIHYDROXYANTHRAQUINONE
1, 9-DIHYDROXYANTHRAQUINONE Building Blocks 117-10-2 Carbonyl Compounds C13 to C14
CHRYSAZIN CHRYSAZINE DANTRON DANTHRON ISTIZIN ISTIZINE LABOTEST-BB LT00455159
Hydroxyanthraquinones Anthraquinones
Jalur Pembentukan Metabolit Sekunder

Senyawa metabolit sekunder diproduksi melalui jalur di luar biosinthesa karbohidrat dan
protein. Ada tiga jalur utama untuk pembentukan metabolit sekunder, yaitu 1) jalur Asam
Malonat asetat, 2) Asam Mevalonat asetat dan 3) Asam Shikimat.

a. Jalur Asam Malonat

Senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan melalui jalur asam malonat diantaranya: asam
lemak (laurat, miristat, palmitat, stearat, oleat, linoleat, linolenic), gliserida, poliasetilen,
fosfolipida, dan glikolipida.

Tanaman yang menghasilkan senyawa ini antara lain: Jarak pagar, kelapa sawit, kelapa,
jagung, kacang tanah, zaitun, bunga matahari, kedelai, wijen, kapas, coklat, dan alpukat.

b. Jalur Asam Mevalonat

Senyawa metabolit sekunder dari jalur ini diantaranya adalah Essential oil, Squalent,
Monoterpenoid, Menthol, Korosinoid, Streoid, Terpenoid, Sapogenin, Geraniol, ABA, dan
GA3.

c. Jalur Asam Sikhimat

Metabolit sekunder yang disintesis melalui jalur asam shikimat diantaranya adalah Asam
Sinamat, Fenol, Asam benzoic, Lignin, Koumarin, Tanin, Asam amino benzoic dan Quinon.

Contoh metabolit sekunder komersial dan kegunaannya

1. Shikonin

Senyawa ini dihasilkan dari kultur sel Lithospermum erithorhizon. Kegunaan atau manfaat
senyawa ini adalah sebagai anti bakteri, zat pewarna, kosmetik, untuk luka, dll. Secara alami,
Sikonin dapat diisolasi dari akar pada saat tanaman umur 5 7 tahun, namun kandungannya
hanya sekitar 1-2 %. Sedangkan produksi Sikonin melalui Kultur akar rambut menggunakan
alat bioreaktor kapasitas 20.000 liter dapat menghasilkan sekitar 12 15%. Sikonin komersial
telah diproduksi oleh PT. Mitsui Petrochemical IND.

2. Ginsenoida

Senyawa metabolit sekunder ini diproduksi dari akar tanaman Ginseng. Senyawa ini berguna
untuk menambah vitalitas dan banyak digunakan sebagai campuran obat dan minuman.
Senyawa ini telah diproduksi secara komersial (skala industry) melalui kultur akar
menggunakan alat bioreactor dengan kapasitas 20.000 liter oleh PT. Nitro Denco sejak tahun
1991.

3. Vinblastin dan Vincristine


Senyawa metabolit sekunder ini diproduksi dari bunga Tapak Dara (Catharanthus roseus).
Senyawa ini merupakan Alkaloid untuk obat penyakit leukemia.

Adapun lintasan biosintesis senyawa metabolit Vinblastin dan Vincristine adalah sebagai
berikut:

4. Ajmalicine

Senyawa metabolit sekunder ini diproduksi dari Rauvolvia sp. Kegunaan senyawa Ajmalicine
adalah untuk obat anti hipertensi (obat darah tinggi).

Rumus kimia dari senyawa metabolit sekunder Ajmalicine adalah sebagai berikut.

Metabolit Sekunder sebagai obat modern

1. Alkaloid Rauvolvia serpentina


2. Atropine Hyoscymus niger
3. Caffeine Coffea arabica
4. Cocaine Erythorxylon coca
5. Nikotin Nicotiana tabacum
6. Quinine Cinchona officinalis
7. Scopolamine N. niger
8. Vinblastine Catharanthus roseus

Faktor yang mempengaruhi produksi metabolit sekunder

1. Formulasi/komposisi media kultur.


2. Faktor fisik (suhu, cahaya,kelembaban dll).
3. Faktor genetik (genotipa sel).
4. Faktor Stress lingkungan (logam berat, elicitor, sinar UV).

Cara meningkatkan produksi metabolit sekunder

Produksi senyawa metabolit sekunder melalui kultur sel/jaringan tidak selalu lebih tinggi
hasilnya. Padas siitem produksi metabolit sekunder menggunakan kultur sel/akar dengan
bioreactor dapat ditingkatkan hasilnya dengan cara menambahkan senyawa pemacu atau
precursor. Cara ini banyak diterapkan pada proses produksi skala industry, karena lebih
murah, cepat dan mudah membentuk senyawa akhir. Namun ada beberapa hambatan dalam
penggunaan precursor, yaitu lambatnya proses transport dari precursor ke dalam sel target
dan masih terbatasnya jenis precursor.

Prospek Penelitian Metabolit Sekunder di BB Biogen

Mengingat begitu banyaknya jenis dan kegunaan senyawa metabolit sekunder dan begitu
kayanya plasma nutfah di Indonesia sebagai sumber metabolit sekunder, maka prospek
penelitian dan pengembangan metabolit sekunder di Indonesia, khususnya di BB Biogen
sangatlah terbuka luas dan menjanjikan. Melalui produksi metabolit sekunder spesifik akan
dapat dihasilkan produk yang dapat dipatenkan ataupun dikomersialkan. Kekayaan koleksi
plasma nutfah Indonesia yang spesifik dan belum banyak dimanfaatkan oleh Negara lain,
tentunya sangat strategis untuk diteliti dan dikembangkan. Beberapa peneliti BB Biogen
sudah memiliki pengalaman dan kemampuan untuk menginduksi dan memproduksi senyawa
metabolit sekunder, namun karena bukan menjadi mandate utama BB Biogen maka penelitian
di bidang ini masih kurang bahkan tidak mendapatkan perhatian. Untuk itu, ke depan
barangkali perlu dikaji dan dipertimbangkan adanya topik-topik penelitian mengenai
metabolit sekunder dengan melibatkan antar disiplin ilmu peneliti agar dapat menghasilkan
produk metabolit sekunder unggulan di BB Biogen.

METABOLIT SEKUNDER

Organisme di alam senantiasa melakukan proses metabolisme di dalam tubuh.

Metabolisme yang berlangsung di dalam tubuh dapat menghasilkan suatu senyawa yang
nantinya akan berguna bagi kelangsungan hidup organisme tersebut. Senyawa produk hasil

metabolisme disebut sebagai metabolit. Berdasarkan perannya dalam keberlangsungan hidup

dari suatu organisme, metabolit diklasifikasikan menjadi dua yaitu metabolit primer dan

metabolit sekunder (Walton dan Brown, 1999).

Metabolit primer merupakan metabolit yang terlibat langsung dalam pertumbuhan

normal, perkembangan, dan reproduksi pada organisme. Senyawa-senyawa yang termasuk

dalam kategori metabolit primer antara lain: karbohidrat, protein, asam nukleat, dan lemak.

Metabolit sekunder tidak secara langsung terlibat dalam proses-proses yang bersifat essensial,

tetapi biasanya memiliki fungsi ekologis penting (Herbert, 1995).

Metabolit sekunder disintesis melalui 4 jalur yaitu : jalur asetat (acetate pathway),

jalur shikimat (shikimate pathway), jalur mevalonat (mevalonate pathway), dan jalur

metileritritol fosfat (methylerythritol phosphate pathway) Dewick (2009). Keempat jalur

biosintesis tersebut akan menghasilkan berbagai macam metabolit sekunder. Senyawa-

senyawa yang tergolong dalam metabolit sekunder antara lain:

a. Alkaloid

Alkaloid merupakan metabolit sekunder yang mengandung paling sedikit sebuah atom

nitrogen. Adanya atom nitrogen pada struktur senyawa alkaloid menjadikannya bersifat basa.

Suatu senyawa alkaloid dapat memiliki lebih dari satu atom nitrogen pada senyawanya,

banyaknya atom nitrogen dalam satu struktur senyawa alkaloid akan mempengaruhi sifat

basa dari alkaloid (Sarker dan Nahar, 2007).

Alkaloid umumnya berbentuk padatan kristal dengan rasa pahit. Sebagian besar

alkaloid berasal dari tanaman berbunga dan tanaman rendah. Alkaloid dapat dibagi menjadi

tiga macam yaitu (Harborne, 1987):

1) True Alkaloid
True Alkaloid merupakan alkaloid yang memiliki gugus N yang berada dalam cincin

siklis (mengandung cincin heterosiklis). Alkaloid jenis ini diturunkan dari asam amino dan

biasanya terdapat dalam tanaman sebagai garam asam organik. Contoh senyawa yang

termasuk dalam golongan true alkaloid yaitu Isokuinolin seperti yang ditunjukkan pada

gambar 2.a.

2) Proto Alkaloid

Proto Alkaloid merupakan alkaloid yang memiliki gugus N yang berada di luar siklis

(tidak mengandung inti heterosiklis). Contoh senyawa Proto Alkaloid yaitu N,N-

dimetiltriptamin sebagaimana yang disajikan pada gambar 2.b.

3) Pseudo Alkaloid

Pseudo Alkaloid merupakan alkaloid yang dihasilkan selain dari asam amino. Salah

satu senyawa alkaloid jenis ini yang sangat lazim ditemui adalah kafein sebagaimana yang

ditunjukkan pada gambar 2.c.

a. b
c

Gambar 2. Struktur senyawa alkaloid. (a) Isokuinolin, (b) N,N-dimetiltriptamin, dan (c) kafein

b. Terpenoid

Terpenoid adalah senyawa hasil derivatisasi dari kombinasi dua atau lebih unit

isoprena. Isoprena adalah sebuah unit yang tersusun dari 5 karbon, dikenal dengan 2-metil-

1,3-butadiena. Terpenoid disusun dari isoprena yang bentuknya mengikuti aturan head-to-

tail. Karbon 1 dinamakan head dan karbon 4 dinamakan tail (Sarker dan Nahar, 2007).

Menurut Dewick (2009) terpenoid merupakan metabolit sekunder yang terbentuk

melalui jalur asam mevalonat (MVA) dan jalur metileritritol fosfat (MEP). Melalui kedua

jalur ini akan dihasilkan berbagai senyawa terpenoid yang dapat dikelompokkan menjadi
beberapa kelompok terpenoid berdasarkan jumlah isoprena penyusunnya. Pengelompokan

terpenoid tersebut antara lain: monoterpena (C10), sesquiterpena (C15), diterpena (C20),

sesterterpenes (C25), triterpena (C30), tetraterpena (C40), dan polimer terpenoid (C10). Berikut

ini adalah berbagai contoh senyawa terpenoid yang terdapat di alam (Dewick, 2009).

(a) (b) (c)

Gambar 3. Berbagai contoh senyawa terpenoid. (a) Limonen, (b) Harpagid, dan (c) Loganin

c. Flavonoid

Flavonoid adalah senyawa polifenol yang tersusun atas 15 atom karbon dengan dua

cincin aromatik yang dihubungkan dengan sebuah jembatan 3 buah karbon. Golongan ini

merupakan senyawa fenolik yang banyak ditemukan di tumbuhan. Flavonoid dapat

digolongkan lagi menjadi flavon, flavanol, flavan-3-ol, isoflavon, flavanon, dan antosianidin

serta flavanoid minor lainnya. Flavonoid lain yang lebih sedikit jumlahnya adalah

dihydroflavanol, flavan-3,4-diol, kumarin, kalkon, dihidrokalkon, dan auron. Salah satu

senyawa golongan flavonoid disajikan pada gambar 4 berikut ini.

Gambar 4. Struktur senyawa quercetin

Anda mungkin juga menyukai