Pendahuluan
Perahu atau kapal tradisional adalah salah satu sarana transportasi dan
penunjang mata pencaharian di danau , sungai dan di laut. Perahu tersebut dibuat
berdasarkan pengetahuan yang diperoleh secara turun-temurun. Perkembangan
pengetahuannya didasarkan atas pengalaman di lapangan dan naluri dalam
beradaptasi terhadap lingkungannya. Dengan demikian perahu atau kapal tradisional
dari suatu daerah merupakan salah satu produk sarana yang dikembangkan
berdasarkan kemampuan penyesuaian terhadap lingkungan alam di kawasan di
mana pemilik atau pengrajian perahu tersebut tinggal. Proses adaptasi tesebut
diwarnai oleh adat istiadat dari penduduk setempat. Sesuai dengan banyaknya suku
yang berdiam di daerah pesisir atau banyaknya ragam adat istiadat di Indonesia, hal
ini akan menentukan beragamnya bentuk perahu tradisional baik dari segi variasi
ukuran maupun corak seni budayanya.
b
a
Gambar 1. Contoh Kapal Tradisional Pantai Utara Jawa a) Kapal Ikan Tradisional
Brondong, Lamongan, b) Kapal Rembang/Kragan, c) Kapal Juwono.
Teknologi Pembuatan Perahu Besar (Mayang)
Persiapan Bahan Baku
Sebagaimana telah diketahui secara umum bahwa bahan baku utama dari
pembuatan perahu atau kapal tradisional adalah kayu. Demikian pula dengan perahu
mayang sebagai perahu berukuran besar. Pemilihan bahan umumnya sedapatkan
mungkin diperoleh dari daerah di mana perahu dibangun. Hal ini ini bertujuan
menghemat biaya pembuatan. Jika untuk jenis kayu tertentu yang dibutuhkan tidak
diperoleh, akan didatangkan bahan kayu dari daerah lain. Seperti kayu meranti yang
tidak tumbuh di Pulau Jawa, jika dipertimbangkan perlu untuk mendatangkan
material tersebut karena tidak memperoleh substitusi material yang tepat, maka
kebutuhan kayu dapat dipenuhi dari daerah penghasil kayu tersebut, misal
Kalimantan, Sumatera, dll. Peraturan Kapal Kayu BKI 1996 pada halaman lampiran,
memberikan suatu informasi tentang daftar daerah penghasil berbagai jenis kayu
serta rekomendasi penggunaannya untuk bagian konstruksi tertentu dalam kapal.
Bahan baku kayu yang telah didatangkan dari sumber bahan baku, akan
ditempatkan di lapangan atau tempat terbuka. Bahan kayu tersebut umumnya masih
bersifat mentahan, proses selanjutnya kayu akan dipotong, dibelah atau digergaji
dan diketam untuk keperluan konstruksi profil kerangka dan kulit lambung kapal.
Untuk jenis kayu jati, terdapat perbedaan kualitas antara kayu jati yang dijemur di
tempat terbuka dengan kayu jati yang berada di Tempat Penimbunan Kayu (TPK)
milik perhutani. Kayu dari TPK Perhutani ini adalah kayu jati yang ditebang setelah
satu tahun dimatikan pohonnya. Hal ini menyebabkan tekstur kayu mengeras dan
kandungan air di dalamnya telah mengering. Kayu jati ini memiliki kualitas terbaik,
umumnya digunakan untuk konstruksi bagian bawah kapal yang membutuhkan
ketahanan yang tinggi. Harga kayu jati ini dapat mencapai Rp. 12 juta/m3. Gambar 2.
menunjukkan situasi penempatan atau penumpukan material kayu untuk berbagai
keperluan pembuatan profil konstruksi dan kulit kapal.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 2. (a), (b), (c), (d) Material kayu diletakkan di lapangan atau tempat
terbuka sebelum diolah.
a b
d
c
e
f
g j
a d
f
g h
i j
k l
a b
Proses perakitan atau pembangunan kapal tradisional untuk perahu berbadan besar
pada umumnya dimulai dari peletakan lunas. Profil lunas ini memegang peranan penting
terutama dalam perkiraan biaya produksi atau pembuatannya, umumnya biaya produksi
dapat diperkirakan menurut panjang lunas. Untuk langkah berikutnya lunas ini akan
disambung dengan profil kayu dari linggi haluan dan buritan. Setelah linggi haluan dan
buritan terpasang pada lunas, tahap berikutnya dapat dilakukan pemasangan kulit lambung.
Hingga ketinggian tertentu sebelum pemasangan kulit sampai pada tinggi geladak
maksimum, pemasangan profil gading dapat dilaksanakan dari sisi dalam lambung kapal
mulai dari alas kapal. Penyempurnaan dari setiap bentuk gading dalam kapal dapat berjalan
seiring penyelesaian dari pemasangan kulit lambung. Setelah proses perakitan lambung
selesai (profil gading telah terpasang sempurna dengan kulit), langkah selanjutnya adalah
pembuatan konstruksi geladak. Keberadaan konstruksi geladak ini akan memberikan
kekuatan memanjang yang cukup besar dari kapal. Konstruksi geladak dibangun dengan
mempertimbangkan bukaan bukaan dalam kapal, seperti ambang palka, bukaan kamar
mesin, dan sebagainya. Setelah konstruksi geladak selesai dibangun, proses selanjutnya
dapat dimulai pembangunan rumah geladak. Rumah geladak ini selain difungsikan sebagai
ruang navigasi, dengan perluasan tertentu dapat digunakan sebagai ruang akomodasi ABK.
Bagian yang tidak kalah penting sebelum kapal turun ke air adalah proses
pemakalan. Tujuan dari kegiatan pemakalan ini adalah untuk menjamin kekedapan antar
sambungan papan. Guna mencapai tujuan itu, biasanya pemakalan dilakukan dengan
menggunakan kulit kayu yang ulet dan tahan lama, misal kulit kayu gelam. Selain itu dapat
pula digunakan bahan-bahan sintetik sebagai pengganti kulit kayu. Gambar 6. Menjelaskan
secara garis besar rangkaian kegiatan dalam proses pembangunan kapal tradisional.
b
c
e
d
f g
h i