Anda di halaman 1dari 11

Teknologi Pembuatan Kapal Tradisional

Pendahuluan
Perahu atau kapal tradisional adalah salah satu sarana transportasi dan
penunjang mata pencaharian di danau , sungai dan di laut. Perahu tersebut dibuat
berdasarkan pengetahuan yang diperoleh secara turun-temurun. Perkembangan
pengetahuannya didasarkan atas pengalaman di lapangan dan naluri dalam
beradaptasi terhadap lingkungannya. Dengan demikian perahu atau kapal tradisional
dari suatu daerah merupakan salah satu produk sarana yang dikembangkan
berdasarkan kemampuan penyesuaian terhadap lingkungan alam di kawasan di
mana pemilik atau pengrajian perahu tersebut tinggal. Proses adaptasi tesebut
diwarnai oleh adat istiadat dari penduduk setempat. Sesuai dengan banyaknya suku
yang berdiam di daerah pesisir atau banyaknya ragam adat istiadat di Indonesia, hal
ini akan menentukan beragamnya bentuk perahu tradisional baik dari segi variasi
ukuran maupun corak seni budayanya.

Sebagian besar dari kapal-kapal tradisional yang beroperasi di Indonesia


adalah untuk kepentingan nelayan atau kapal berjenis kapal ikan. Hal ini berkaitan
langsung dengan mata pencaharian sebagian besar penduduk yang berdiam di
wilayah pesisir yang pada umumnya berprofesi sebagai nelayan. Terdapat perbedaan
bentuk dan ukuran antara kapal kayu yang beroperasi di dekat pantai dengan yang
beroperasi di laut bebas. Namun beberapa perahu memiliki kesamaan bentuk di
bagian lambung, yaitu berbentuk huruf U.

Kapal ikan tradisional dibuat mengikuti rencana operasi penangkapan yang


ditentukan oleh jenis dan besar ukuran alat tangkap ikannya. Perkembangan alat
tangkap ikan mengikuti kebutuhan yang didasarkan perkembangan kondisi di
lapangan, misal penyesuaian alat tangkap berdasarkan kondisi lapisan air, yaitu alat
tangkap ikan untuk bagian di lapisan permukaan, di bagian dasar atau di antara
keduanya, kemudian kondisi dasar yang berpasir, berlumpur, atau berbatu karang.
Sedangkan berdasarkan jarak pelayaran, perahu atau kapal tradisional dapat dibuat
untuk keperluan operasi tangkap di dekat pantai atau di lautan bebas. Perahu atau
kapal ikan sebagai sarana alat tangkap ikan dibangun untuk mengakomodasi
kebutuhan-kebutuhan operasi tangkap sebagaimana diuraikan di atas.

Indonesia adalah suatu negara yang memiliki wilayah teritorial dengan


hampir 2/3 wilayahnya terdiri atas lautan yang dipisahkan dengan ribuan pulau yang
tersebar dari Sabang hingga Merauke. Fakta lain menunjukkan bahwa terdapat
banyak suku dan ragam adat istiadat yang secara langsung akan menentukan
keberagaman bentuk dan ukuran dari perahu atau kapal tradisional. Salah satu
contoh kapal tradisional yang beroperasi di perairan Indonesia adalah kapal
tradisional yang beroperasi di daerah Pantai Utara (Pantura) Jawa. Secara umum
bentuk perahu nelayan yang beroperasi di pantura, berdasarkan teknik
pembuatannya di bedakan atas perahu jukung dan perahu jenis mayang. Jukung
adalah perahu kecil yang dibuat dari satu batang kayu yang digali bagian dalamnya
yang membentuk ruang yang dapat mengangkut muatan dan di bagian luar dari
batang tersebut dibuat bentuk stream line dan mengerucut pada bagian ujung-
ujungnya. Sedangkan mayang merupakan perahu besar yang dibangun dengan
menggunakan bilah-bilah papan. Bentuk buritan dapat melengkung atau lurus,
sedang di bagian haluan bentuk lengkungannya disesuaikan kebiasaan atau
kebutuhan. Baik perahu jukung maupun perahu mayang memiliki ukuran bervariasi
dan dapat memiliki nama atau sebutan yang berbeda untuk beberapa daerah.
Perahu jenis ini telah digunakan di sepanjang Pantura dengan berbagai sebutan
antara lain : jegong, landrangan, sopek, pancasan, konting, bikung, kolek, kolekan,
dll. Secara umum perahu ini disebut sebagai sampan. Jenis perahu ini hanya
beroperasi di dekat pantai. Sedangkan perahu mayang dikenal sebagai perahu
Rembang atau perahu Jawa. Gambar 1. menunjukkan contoh perahu atau kapal
rembangan atau perahu Jawa. Perahu ini beroperasi pada jarak relative jauh dari
pantai, dan pada umumnya menggunakan payang sebagai alat tangkap ikan.

b
a

Gambar 1. Contoh Kapal Tradisional Pantai Utara Jawa a) Kapal Ikan Tradisional
Brondong, Lamongan, b) Kapal Rembang/Kragan, c) Kapal Juwono.
Teknologi Pembuatan Perahu Besar (Mayang)
Persiapan Bahan Baku
Sebagaimana telah diketahui secara umum bahwa bahan baku utama dari
pembuatan perahu atau kapal tradisional adalah kayu. Demikian pula dengan perahu
mayang sebagai perahu berukuran besar. Pemilihan bahan umumnya sedapatkan
mungkin diperoleh dari daerah di mana perahu dibangun. Hal ini ini bertujuan
menghemat biaya pembuatan. Jika untuk jenis kayu tertentu yang dibutuhkan tidak
diperoleh, akan didatangkan bahan kayu dari daerah lain. Seperti kayu meranti yang
tidak tumbuh di Pulau Jawa, jika dipertimbangkan perlu untuk mendatangkan
material tersebut karena tidak memperoleh substitusi material yang tepat, maka
kebutuhan kayu dapat dipenuhi dari daerah penghasil kayu tersebut, misal
Kalimantan, Sumatera, dll. Peraturan Kapal Kayu BKI 1996 pada halaman lampiran,
memberikan suatu informasi tentang daftar daerah penghasil berbagai jenis kayu
serta rekomendasi penggunaannya untuk bagian konstruksi tertentu dalam kapal.
Bahan baku kayu yang telah didatangkan dari sumber bahan baku, akan
ditempatkan di lapangan atau tempat terbuka. Bahan kayu tersebut umumnya masih
bersifat mentahan, proses selanjutnya kayu akan dipotong, dibelah atau digergaji
dan diketam untuk keperluan konstruksi profil kerangka dan kulit lambung kapal.
Untuk jenis kayu jati, terdapat perbedaan kualitas antara kayu jati yang dijemur di
tempat terbuka dengan kayu jati yang berada di Tempat Penimbunan Kayu (TPK)
milik perhutani. Kayu dari TPK Perhutani ini adalah kayu jati yang ditebang setelah
satu tahun dimatikan pohonnya. Hal ini menyebabkan tekstur kayu mengeras dan
kandungan air di dalamnya telah mengering. Kayu jati ini memiliki kualitas terbaik,
umumnya digunakan untuk konstruksi bagian bawah kapal yang membutuhkan
ketahanan yang tinggi. Harga kayu jati ini dapat mencapai Rp. 12 juta/m3. Gambar 2.
menunjukkan situasi penempatan atau penumpukan material kayu untuk berbagai
keperluan pembuatan profil konstruksi dan kulit kapal.

(a) (b)
(c) (d)

Gambar 2. (a), (b), (c), (d) Material kayu diletakkan di lapangan atau tempat
terbuka sebelum diolah.

Proses Pengolahan Kayu


Sebelum proses perakitan atau pembangunan kapal dilakukan, terlebih
dahulu dilakukan pengolahan kayu mentah yang telah disediakan. Tujuan dari
pengolahan kayu adalah untuk mendapatkan profil-profil konstruksi untuk
kebutuhan sistem kerangka dan papan-papan untuk kebutuhan kulit lambung
maupun geladak. Profil-profil konstruksi dan kulit tersebut dibentuk dengan cara
memotong, membelah, melakukan proses penyambungan, dan mengetam untuk
mendapatkan permukaan yang halus. Sebelumnya dilakukan pemrosesan terlebih
dahulu dari material mentah menjadi material siap untuk dibentuk, dengan
menggunakan alat mekanis bertenaga mesin. Setelah itu dilakukan pembentukan
profil konstruksi sesuai fungsinya. Pekerjaan detail konstruksi dapat secara manual
atau dipercepat dengan bantuan peralatan mekanis bertenaga listrik, seperti gergaji
listrik, alat ketam dan gerinda listrik, bor listrik, dan sebagainya.
Penggunaan teknologi mekanis sesuai perkembangannya untuk proses
pengolahan kayu tidak serta merta menghilangkan ciri khas utama dari kapal
tradisional, karena keberadaan alat tersebut bersifat mempercepat proses
pengolahan bahan. Ciri khas kapal tradisional masih tetap ada, di mana hal ini
disebabkan karena secara umum pola pembangunan kapalnya masih mengikuti cara
yang lama, yaitu kapal dibangun tanpa proses desain atau hanya berdasarkan
pengalaman pembuatnya.

Untuk profil konstruksi gading yang melengkung, dibentuk dengan


menggunakan beberapa potong kayu. Bagian lengkung gading dapat diperoleh dari
kayu yang melengkung atau diperoleh melalui proses pengolahan terhadap suatu
balok kayu. Khusus untuk papan kulit, guna mendapatkan kelengkungan sesuai
dengan yang diharapkan, dilakukan proses pemanasan di atas api. Pemanasan dapat
berlangsung hingga beberapa jam, di mana lama waktu pemanasan ditentukan oleh
jenis kayu dan ukuran ketebalannya. Proses pemanasan ini baru berhenti setelah
bentuk kelengkungan papan sesuai dengan yang diharapkan. Selain pemanasan,
lengkungan kayu juga dapat diperoleh dengan penggunaan katrol. Gambar 3.
menunjukkan salah satu proses pengolahan kayu untuk keperluan konstruksi dan
kulit lambung kapal.

a b

d
c

e
f

g j

Gambar 3. Proses pengolahan kayu untuk profil konstruksi dan kulit


lambung, (a) (f) proses pembuatan profil dimulai dari
pengolahan kayu mentah, (g) (k) proses pembentukan kulit
sesuai bentuk lengkungan, dengan cara pemanasan dan
penggunaan katrol.
Peralatan untuk Pembuatan Kapal
Peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan perahu atau kapal
tradisional pada umumnya berkembang mengikuti perkembangan teknologi di
bidang peralatan mekanis, baik yang bertenaga mesin maupun peralatan-peralatan
yang menggunakan tenaga listrik sebagai sumber tenaga penggeraknya. Contoh
gergaji besar yang masih digunakan oleh pengrajin perahu asal Brondong Lamongan
Jawa Timur adalah gergaji Denso (chainsaw) yang digerakan oleh mesin diesel.
Sedangkan untuk penghalus permukaan dapat digunakan mesin ketam listrik,
gerinda, atau penggunaan mesin bor untuk membuat lubang pasak atau paku, mesin
bor besar untuk lubang poros, dan sebagainya. Meskipun demikian untuk bagian-
bagian tertentu pengrajin masih menggunakan peralatan manual, seperti palu, gada,
kapak, parang, dan sebagainya. Gambar 4. menunjukkan contoh berbagai macam
peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan perahu atau kapal tradisional.

a d

f
g h

i j

k l

Gambar 4. Contoh beberapa peralatan yang digunakan untuk pembuatan perahu,


(a) (e) peralatan yang digunakan untuk pengolahan kayu hingga siap untuk
pembentukan profil konstruksi, (f), (g), (h) peralatan manual untuk pembentukan
profil, dan peralatan listrik yang terdiri atas (i) mesin bor, (j) mesin gergaji potong,
(k) mesin ketam, dan (l) mesin gerinda.

Proses Perakitan atau Pembangunan Kapal


Kapal berukuran relative besar umumnya memiliki struktur yang sedemikian
komplek. Bagian yang satu terkait mutlak dengan bagian yang lain dan merupakan
suatu urutan yang harus dikerjakan secara bertahap. Misal peletakan lunas,
merupakan bagian awal yang harus disediakan terlebih dahulu sebelum pemasangan
gading atau kulit. Selain itu bagian-bagian dari konstruksi profil dalam badan kapal
juga bersifat spesifik baik dari bentuk, ukuran maupun cara penanganannya.
Perbedaan yang mencolok antara kapal tradisional dengan kapal modern adalah
proses perakitan profil gading dengan kulit kapal. Untuk kapal tradisional pada
umumnya pembentukan lambung dimulai dari pemasangan kulit kapal setelah
peletakan lunas, baru kemudian dipasang gading dari sisi bagian dalam lambung
kapal. Hal ini berlaku sebaliknya untuk kapal-kapal modern, yaitu menyelesaikan
terlebih dahulu sistem kerangka, baru disusul dengan pemasangan kulit. Gambar 5.
Menunjukkan perbedaan dari dua metode pembangunan lambung kapal.

a b

Gambar 5. Dua metode pembangunan lambung kapal, a) Metode


tradisional, b) Metode modern.

Proses perakitan atau pembangunan kapal tradisional untuk perahu berbadan besar
pada umumnya dimulai dari peletakan lunas. Profil lunas ini memegang peranan penting
terutama dalam perkiraan biaya produksi atau pembuatannya, umumnya biaya produksi
dapat diperkirakan menurut panjang lunas. Untuk langkah berikutnya lunas ini akan
disambung dengan profil kayu dari linggi haluan dan buritan. Setelah linggi haluan dan
buritan terpasang pada lunas, tahap berikutnya dapat dilakukan pemasangan kulit lambung.
Hingga ketinggian tertentu sebelum pemasangan kulit sampai pada tinggi geladak
maksimum, pemasangan profil gading dapat dilaksanakan dari sisi dalam lambung kapal
mulai dari alas kapal. Penyempurnaan dari setiap bentuk gading dalam kapal dapat berjalan
seiring penyelesaian dari pemasangan kulit lambung. Setelah proses perakitan lambung
selesai (profil gading telah terpasang sempurna dengan kulit), langkah selanjutnya adalah
pembuatan konstruksi geladak. Keberadaan konstruksi geladak ini akan memberikan
kekuatan memanjang yang cukup besar dari kapal. Konstruksi geladak dibangun dengan
mempertimbangkan bukaan bukaan dalam kapal, seperti ambang palka, bukaan kamar
mesin, dan sebagainya. Setelah konstruksi geladak selesai dibangun, proses selanjutnya
dapat dimulai pembangunan rumah geladak. Rumah geladak ini selain difungsikan sebagai
ruang navigasi, dengan perluasan tertentu dapat digunakan sebagai ruang akomodasi ABK.

Dalam pelaksanaannya, pembangunan kapal tradisional tidak selalu berada pada


satu tempat (galangan). Proses pembuatan bagian-bagian tertentu dapat berlangsung
ditempat lain. Misalnya pembangunan kapal ikan 50 GT di Kragan, dapat berlangsung hingga
pada penutupan geladak saja, sedangkan pembuatan bangunan atas dan pemasangan mesin
dapat dilakukan di Juwana. Demikian pula untuk proses finishing, seperti pemasangan
instalasi listrik, dapat dilaksanakan ketika kapal sudah turun ke air.

Bagian yang tidak kalah penting sebelum kapal turun ke air adalah proses
pemakalan. Tujuan dari kegiatan pemakalan ini adalah untuk menjamin kekedapan antar
sambungan papan. Guna mencapai tujuan itu, biasanya pemakalan dilakukan dengan
menggunakan kulit kayu yang ulet dan tahan lama, misal kulit kayu gelam. Selain itu dapat
pula digunakan bahan-bahan sintetik sebagai pengganti kulit kayu. Gambar 6. Menjelaskan
secara garis besar rangkaian kegiatan dalam proses pembangunan kapal tradisional.

b
c
e
d

f g

h i

Gambar 6. Urutan proses pembuatan kapal tradisional, a) Peletakan lunas dan


penyambungan linggi, b) Pemasangan kulit pada lunas, c) Penyambungan antar papan
semakin tinggi, d) Pemasangan profil gading di mulai dari alas menuju ke arah sisi kapal, e)
Perakitan kulit dengan gading sudah selesai, f) Pembuatan konstruksi geladak, g)
Pembuatan rumah geladak, h) Konstruksi rumah geladak selesai dibangun, i) Proses
pemakalan untuk menjamin kekedapan, j) Badan kapal telah terbangun dengan sempurna.

Anda mungkin juga menyukai