Anda di halaman 1dari 14

Sexing lovebird berdasarkan

perbedaan perilaku
Lovebird yang sering ditangkar di berbagai negara, termasuk Indonesia, umumnya berasal
dari jenis muka salem (Agapornis roseicollis), kacamata fischeri (Agapornis fischeri), dan
kacamata topeng (Agapornis personatus). Namun ketiga jenis lovebird ini sulit dibedakan
jenis kelaminnya. Beberapa orang mencoba membuat panduan sexing berdasarkan
katuranggan, seperti bentuk kepala, ukuran tubuh, dan bentuk paruh. Ada juga sexing
lovebird berdasarkan perbedaan perilaku antara burung jantan dan betina, seperti akan
dijelaskan Om Kicau dalam artikel kali ini.

Perlu diketahui, lovebird terdiri atas sembilan spesies. Enam di antaranya bersifat
monomorfik, yaitu burung jantan dan burung betina memiliki penampilan yang sama,
terutama warna bulu, sehingga sulit dilakukan sexing melalui pengamatan mata.

Selain tiga spesies terpopular seperti disebutkan di atas, tiga spesies lain yang termasuk
monomorfik adalah kacamata nyasa (Agapornis lilianae), kacamata pipi hitam (Agapornis
nigrigenis), dan lovebird kerah hitam (Agapornis swinderniana).

Sedangkan tiga spesies lovebird bersifat dimorfik, sehingga burung jantan dan betina bisa
dibedakan dari warna bulunya. Ketiga spesies yang bersifat dimorfik adalah lovebird
madagascar (Agapornis canus), lovebird muka merah (Agapornis pullaria), dan lovebird
abyssinian (Agapornis taranta). Tiga spesies tersebut tidak termasuk dalam pokok bahasan
artikel ini.

Sebagai tambahan, muka salem dan kerah hitam termasuk jenis lovebird non-klep / non-
eyering. Selebihnya merupakan lovebird kacamata / klep (eyering), di mana bagian mata
dikelilingi cincin / ring berwarna putih.

Sexing atau menentukan jenis kelamin

Sejauh ini, belum ada metode sexing lovebird yang paling akurat kecuali melalui tes DNA.
Beberapa penangkar mencoba mengembangkan metode sexing berdasarkan katuranggan
tertentu, misalnya postur betina sedikit lebih besar dan lebih kekar daripada jantan, bulu
jantan lebih terang daripada betina, dan sebagainya.

Ada lagi yang menggunakan metode perabaan pada tulang pelvic, atau supit udang di bawah
kloaka, di mana burung betina mempunyai supit udang yang lebih longgar daripada burung
jantan. Namun, dalam praktiknya, semua itu tidak mudah diterapkan di lapangan. Hasilnya
pun tidak bisa menjamin 100 persen benar.
Meski demikian, melalui pengalaman bertahun-tahun, setiap penangkar biasanya menemukan
cara tersendiri dalam melakukan sexing. Beberapa penangkar Belanda bahkan melakukan
sexing berdasarkan pengamatan perilaku antara lovebird jantan dan betina.

Sexing berdasarkan perbedaan perilaku burung jantan dan betina ini sesuai dengan hasil
penelitian Wessel van der Veen yang dimuat dalam website ethologie.nl. Wessel melakukan
penelitian ini dengan menyebar formulir online kepada para penangkar.

Formulir berisi daftar pertanyaan tentang perilaku lovebird jantan dan betina dalam kandang
masing-masing. Tercatat ada 73 formulir yang masuk, tiga di antaranya disingkirkan karena
memuat data lovebird yang sama, sehingga yang dianalisis hanya 70 formulir saja.

Data awal yang masuk

Berdasarkan data awal yang masuk, ada 30 ekor (43%) lovebird yang diketahui jenis
kelaminnya, terdiri atas 19 ekor jantan (27%) dan 11 ekor betina (16%). Selebihnya, 40 ekor
(57%), tak diketahui jenis kelaminnya. Karena itu, hanya 30 ekor yang diteliti lebih lanjut,
terutama mengenai beberapa perilaku mereka.

Adapun umur lovebird yang diteliti bervariasi, mulai dari 10 minggu sampai 13 tahun.
Sebanyak 28% berumur kurang dari 1 tahun, 52% berumur kurang dari 2 tahun, 73% berusia
kurang dari tiga tahun, dan hanya 15% yang berumur lebih dari 5 tahun.

Umur lovebird secara signifikan memiliki hubungan dengan salah satu perilaku, yaitu
masturbasi, di mana hal ini sering dilakukan lovebird yang berumur tua.

Sedangkan spesies lovebird yang diteliti terdiri atas 40 ekor Agapornis roseicollis (57%), 20
ekor Agapornis personatus (29%), 7 ekor Agapornis fischeri (10%), dan 3 ekor dari spesies
lain (4%).

Perilaku dan jenis kelamin

Karena jumlah lovebird yang diketahui jenis kelaminnya berjumlah 30 ekor, mereka inilah
yang paling tepat untuk ditelisik perilakunya. Dalam tabel, burung jantan dimasukkan dalam
kolom Jantan (warna biru muda), sedangkan betina dimasukkan dalam kolom Betina (pink).

Tetapi yang belum diketahui jenis kelaminnya tetap dilibatkan dalam penelitian ini, dan
dimasukkan dalam kolom Unsexing. Selanjutnya, Anda bisa melihat 10 tabel yang berisi
hasil penelitian, yang sebagian dapat dijadikan referensi dalam membedakan jenis kelamin
lovebird.

Di bawah tabel terdapat nilai chi kuadrat (X2) dan nilai p atau standar deviasi untuk
mengetahui efek nyata (signifikansi) atau tidak dari setiap perbedaan perilaku yang diteliti.
Efek dianggap signifikan jika nilai p lebih kecil dari 0,05. Semua efek yang signifikan telah
divalidasi menggunakan metode penghitungan ulang nilai p melalui Prosedur Monte Carlo.

Pengamatan perilaku yang dilakukan Wessel van der Veen dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu :
1. Sexing sebelum burung dijodohkan

Perilaku menggigit objek / benda dalam kandang


Posisi kaki saat bertengger
Perilaku masturbasi
Bulu ekor
Perilaku makanan

Kelima jenis perilaku ini bisa membantu kita dalam menentukan jenis kelamin sebelum
burung kita satukan dalam kandang.

2. Sexing setelah burung berjodoh

Perilaku membawa bahan sarang


Buka sayap sebelum kawin
Menggaruk kepala sebelum kawin
Aktivitas mengerami telur
Memberi makanan kepada anakan

Mungkin Anda akan bertanya, untuk apa melakukan sexing untuk lovebird yang sudah
berjodoh? Sexing tetap diperlukan, karena bisa digunakan untuk membuat data indukan.
Suatu saat, jika ingin memisahkan pasangan tertentu, Anda tinggal menjodohkan ulang
dengan LB jantan / betina lainnya berdasarkan data induk jantan dan data induk betina yang
sudah Anda miliki.

Berikut ini hasil penelitian Wessel van der Veen berdasarkan 10 perbedaan perilaku antara
lovebird jantan dan lovebird betina.
Perilaku menggigit objek dalam kandang

Pada tabel terlihat bahwa lovebird betina lebih sering menggigit objek secara langsung.
Pengertian menggigit secara langsung adalah begitu melihat / mengetahui benda di dalam
kandang, misalnya kayu atau mainan yang bisa digigit, burung akan mendekati dan langsung
menggigit.

Sebab ada juga lovebird yang tak langsung menggigit, tetapi menyentuh terlebih dulu,
meraba-raba dengan paruhnya, membaui, dan baru menggigit. Lovebird jantan umumnya
menggigit tidak secara langsung.

Pengamatan perilaku menggigit objek di dalam kandang ini memiliki standar deviasi (p)
0,004, atau lebih kecil daripada 0,05, sehingga hasilnya sangat signifikan dan bisa dijadikan
salah satu patokan dalam membedakan jenis kelamin lovebird.
Posisi kedua kaki saat bertengger

Ketika lovebird bertengger, apalagi dalam posisi beristirahat, Anda bisa mengamati
bagaimana jarak kedua kakinya dan bandingkan dengan lebar bahunya. Pada lovebird betina,
jarak kedua kaki agak longgar, atau kira-kira selebar bahunya.

Sedangkan pada lovebird jantan, jarak kedua kaki cenderung rapat atau lebih sempit daripada
lebar bahunya. Hasil penelitian perilaku ini cukup akurat, mengingat standar deviasi (p)
kurang dari 0,001, atau lebih kecil daripada 0,05 sehingga sangat signifikan.
Perilaku masturbasi

Objek dalam kandang adalah benda apa saja yang ada dalam kandang, misalnya tenggeran,
jeruji kandang, dan sebagainya. Hasil penelitian perilaku ini menunjukkan, lovebird betina
lebih sering melakukan masturbasi daripada LB jantan.

Namun data yang terkumpul kurang lengkap, karena banyak penangkar yang tidak
mengamatinya. Akibatnya standar deviasi yang dihasilkan sangat besar (0,710), jauh di atas
0,05, sehingga hasilnya sangat tidak signifikan, dan tidak bisa dijadikan patokan dalam
penentuan jenis kelamin lovebird.

Hasil ini juga sejalan dengan pendapat para ahli parrot, bahwa perilaku masturbasi lebih
berkaitan dengan umur lovebird, di mana burung yang sudah tua akan lebih sering melakukan
hal ini, terutama yang tidak memiliki pasangan. Namun burung tua yang sudah punya
pasangan pun terkadang masih sering melakukan masturbasi.
Bulu ekor

Dalam beberapa literatur, bulu ekor lovebird jantan biasanya meruncing di bagian ujung.
Sedangkan bulu ekor pada betina lebih mengembang, sehingga bagian ujung ekor terlihat
lebih rata.

Dari tabel di atas terlihat, lovebird betina sering mengembangkan bulu ekornya daripada LB
jantan, sehingga ujung ekor tidak mruncing. Sayangnya, banyak penangkar yang tak pernah
mengamatinya. Akibatnya, standar deviasi yang dihasilkan cukup besar (0,130), jauh di atas
0,05, sehingga hasilnya bisa dikatakan tidak signifikan.
Perilaku memberi atau menerima makanan

Lovebird jantan terlihat lebih sering memberi makanan kepada pasangannya. Standar deviasi
kurang dari 0,001 menunjukkan bahwa penelitian tentang perilaku makanan ini sangat
signifikan, dan dapat dijadikan salah satu patokan dalam menentukan jenis kelamin lovebird.

Patokan ini terutama dapat digunakan ketika Anda menangkar lovebird dalam kandang
koloni, lalu menemukan pasangan yang sudah berjodoh. Nah, pada burung yang sudah
berjodoh inilah Anda bisa menentukan mana yang jantan dan mana betina melalui
pengamatan perilaku memberi dan menerima makanan.

Apabila patokan ini Anda gunakan dalam kandang soliter, dan Anda benar-benar belum
mengetahui mana yang jantan dan betina, masih ada kemungkinan kedua burung dalam
kandang adalah sama-sama betina, atau sama-sama jantan.

Meski burung kelihatannya berjodoh, bahkan sering loloh-lolohan, salah satu dari pasangan
sesama jenis kelamin ini akan menunjukkan perilaku sebagaimana burung betina, dan yang
satu lagi akan menunjukkan perilaku sebagaimana burung jantan. Hal ini tak mungkin
dijumpai dalam kandang koloni, di mana lovebird dengan nalurinya tidak akan salah memilih
calon pasangannya.
Perilaku membawa bahan sarang

Perilaku lovebird jantan dan betina saat membawa bahan sarang ke kotak sarang ternyata
menarik untuk diamati. Ada yang sibuk mengangkut bahan sarang sepanjang waktu, bahkan
terlihat seperti stres. Tetapi ada juga yang melakukannya secara lebih santai. Bahkan ada juga
lovebird yang tidak mau membawa bahan sarang ke kotak sarang.

Berdasarkan penelitian ini, ternyata lovebird jantan dan betina sama-sama terlihat membawa
bahan sarang untuk disusun di dalam kotak sarang. Burung betina lebih sering sibuk
sepanjang waktu dan seperti terlihat stres. Mungkin ini merupakan bentuk
pertanggungjawabannya untuk telur-telur yang akan dikeluarkannya.

Tetapi standar deviasi dalam penelitian ini cukup besar (0,090), melebihi 0,05, sehingga
perbedaan perilaku membawa bahan sarang antara lovebird jantan dan betina tidak terlalu
signifikan, dan tidak bisa dijadikan patokan utama dalam membedakan jenis kelamin lovebird.
Perilaku membuka sayap sebelum kawin

Beberapa saat menjelang kawin, sebagian besar lovebird betina maupun lovebird jantan
sama-sama sering terlihat membuka sayapnya. Hanya saja, lovebird betina terlihat lebih
sering membuka sayap daripada jantan.

Standar deviasi yang dihasilkan sebesar 0,046, atau lebih kecil daripada 0,05, sehingga
perbedaan perilaku ini cukup signifikan. Perilaku buka sayap sebelum kawin bisa diamati
dalam kandang koloni maupun kandang soliter, untuk keperluan membuat data indukan.

Catatan: Sebenarnya lebih tepat mengamati posisi burung saat kawin. Burung jantan pasti di
atas (he.. he..) Ini bisa diamati dalam kandang koloni maupun soliter.
Perilaku menggaruk kepala sebelum kawin

Sebelum kawin, terkadang lovebird sering menggaruk kepala pasangannya. Tetapi perilaku
ini lebih sering ditampilkan lovebird jantan. Perbedaan perilaku ini sebenarnya juga
signifikan, karena standar deviasi hanya 0,037 atau lebih kecil daripada 0,05.

Anda juga dapat menjadikan tengara ini sebagai pendukung sexing lovebird di dalam
kandang koloni maupun kandang soliter, terutama untuk pembuatan data indukan yang akan
bermanfaat di kemudian hari.
Aktivitas mengerami telur

Hampir semua literatur menyebutkan, hanya lovebird betina yang mengerami telur-telurnya.
Tapi dalam penelitian ini dilaporkan ada dua ekor lovebird jantan yang ikut mengerami
telurnya. Wessel menduga, kedua penangkar melihat burung jantan masuk ke dalam sarang
dan keliru menafsirkan bahwa burung jantan ikut mengerami telur-telurnya.

Yang pasti, lovebird betina lebih sering mengerami telur-telurnya (68%). Ada juga induk
betina yang tidak mau mengerami telurnya, karena adanya beberapa faktor pemicu, meski
dalam penelitian ini jumlahnya relatif sedikit (21%). Secara keseluruhan, perbedaan perilaku
dalam mengerami telur ini sangat signifikan, karena standar deviasi tercatat 0,025 atau lebih
kecil daripada 0,05.

Pengamatan ini bisa dilakukan baik di dalam kandang koloni maupun kandang soliter,
dengan tujuan utama untuk pembuatan data indukan.
Perilaku memberi makanan kepada anakan

Lovebird jantan dan betina sebenarnya sama-sama memberikan makanan kepada anak-
anaknya. Dalam penelitian ini, hanya ada seekor lovebird jantan yang tak mau memberikan
makanan kepada anaknya.

Namun perbedaan perilaku ini sangat tidak signifikan, karena standar deviasi 1,000, sehingga
tidak bisa dijadikan patokan dalam penentian jenis kelamin lovebird.

Kesimpulan

Beberapa perilaku lovebird jantan dan betina menunjukkan perbedaan yang begitu besar,
meski sampel yang digunakan relatif sedikit (30 ekor). Ada tiga perilaku yang memiliki
perbedaan besar dan bisa dijadikan patokan utama dalam sexing lovebird, yaitu :

Lovebird betina lebih sering menggigit benda secara langsung.


Lovebird jantan lebih sering memberikan makanan, sedangkan lovebird betina lebih
sering menerima makanan.
Pada lovebird jantan, posisi kedua kaki lebih rapat daripada burung betina.

Perilaku tertentu sebelum kawin seperti membuka sayap, atau menggaruk kepala
pasangannya, mungkin kurang cocok diterapkan sebagai patokan sexing untuk LB yang
belum dimasukkan dalam kandang atau belum berjodoh.

Namun perilaku seperti ini tetap dapat dilakukan untuk burung yang sudah berjodoh, baik di
dalam kandang koloni maupun kandang soliter, terutama untuk pembuatan data induk jantan
dan induk betina.
Sebagai penutup, hanya ingin menyimpulkan, bahwa beberapa perilaku lovebird jantan dan
betina memiliki perbedaan yang signifikan dan dibuktikan Wessel melalui uji statistik. Tetapi,
apakah hasil penelitian ini bisa diterapkan 100%, ini masih perlu dipertanyakan.

Anda bisa mencoba melakukan sexing melalui beberapa perbedaan perilaku yang signifikan
saja. Itu pun masih butuh pembuktian terus-menerus, sehingga bisa mengasah keterampilan
Anda dalam membedakan jenis kelamin lovebird.

Sebagai panduan, tidak ada salahnya untuk mencoba. Tetapi, bagaimana pun, sexing lovebird
paling akurat sejauh ini masih bertumpu pada pengamatan endoskopi atau tes DNA.

Anda mungkin juga menyukai