3 Pendapat para Ahli Tentang Roma 13
3 Pendapat para Ahli Tentang Roma 13
Dalam menjelaskan hubungan antara gereja dan Negara, Luther menggunakan teori atau ajaran
tentang dua kerajaan atau dua pemerintahan. Luther menarik suatu perbedaan antara
pemerintahan spiritual yang berasal dari Allah yang diberlakukan melalui firman Allah dan
tuntunan Roh Kudus, dan pemerintahan duniawi Allah diberlakukan melalui raja-raja,
Luther juga menekankan perbedaan antara konsepsi manusia dan konsepsi Ilahi tentang
kebenaran atau keadilan, suatu tema yang merupakan karakteristik dari teologi salib.2[42]
Luther mengatakan bahwa Allah memberi kepada gereja kuasa untuk mengurusi
kehidupan rohani dari umat yang sudah berada dalam lingkungan kerajaan Allah, sedangkan
kepada negara, Allah memberikan kuasa mengurusi kehidupan duniawi untuk menertibkan
orang-orang jahat, sekaligus menolong gereja mengupayakan orang-orang yang belum Kristen
itu bisa masuk ke dalam naungan kerajaan Allah. Dengan alasan itu pula maka Luther setuju bila
orang Kristen duduk dalam pemerintahan. Ia menerima pandangan Augustinus yang mengatakan
bahwa pemerintahan Kristen harus memerintah dengan akal, kasih dan kehendak baik.
Pemerintah atau pangeran-pangeran itu harus tetap melaksanakan tugas ilahi (Luther mengacu
Dalam menanggapi Roma 13, Luther melihat bahwa percakapan tentang aspek
eskatologis di dalam teks menunjuk kepada pemakaian kata evxousi,a dalam ayat 1(2 kali),
3
ayat 2 (1 kali), dan ayat 3 (1 kali). Menurutnya kata itu bisa diterjemahkan ke dalam kuasa
malaikat. Implikasinya ditarik dari kepatuhan kepada otoritas politis dalam kerangka kekuasaan
ilahi yang terwujud di dalam diri para penguasa politis. Namun banyak penafsir yang menolak
pandangan itu, bahwa ide dalam Roma 13:1-7 tidak menyangkut malaikat melainkan semata-
Kalimat setiap orang harus takluk kepada pemerintah yang ada di atasnya menguatkan
pandangan Luther, bahwa kalimat itu menghunjuk kepada pemahaman bahwa hal takluk kepada
pemerintah adalah mutlak. Demikianlah kehendak Tuhan terhadap semua orang, yang Kristen
maupun yang bukan Kristen agar jemaat tidak condong kepada kekacaubalauan dan menjadi
anarkis.5[45]
2.3.2. Irenaeus6[46]
Dalam upaya melawan tafsiran Gnostik yang memandang pemerintah sebagai wakil kekuasaan
malaikat. Menurutnya, 1 Petrus 2:13-17 adalah tafsiran atas Roma 13, walaupun itu masih bisa
dipersoalkan. Bagaimanapun sudah ada jaminan bahwa tema politis ini ada di dalam tradisi
berdasarkan pemakaiannya pada daftar nasehat dalam 1 Petrus 2 itu. Tidak bisa diabaikan bahwa
sementara kata u`potasse,sqw (tunduk atau patuh) yang dipergunakan Paulus dalam Roma
13:1 menekankan dengan lebih kuat kenyataan bahwa perintah ilahi memerintah dunia yang
didirikan oleh Allah dan dengan demikian menghasilkan struktur super and sub-ordination untuk
menghindari kekacauan masyarakat. Memang kata ini dapat juga dipergunakan untuk melawan
6
kecenderungan emansipasi budak dan wanita Kristen untuk kesetaraan. Bagi rasul Paulus,
kepatuhan kepada Allah didemonstrasikan di dalam bentuk duniawi dengan tidak meninggalkan
keadaan subordinasi, tetapi di dalam bentuk kerendahan hati sebagai tanda kehidupan orang
Kristen.7[47]
dengan kebanyakan rekan-rekan semasanya, dan menganggapnya sebagai bacaan yang sangat
penting tentang Paulus dan Dia bahkan terkenal karena menggambarkan apokaliptisisme sebagai
induk teologi Kristen. Tafsiran Ksemann tentang Surat Roma dari Paulus, yang pertama kali
diterbitkan pada 1973, menjadi sebuah karya standar untuk generasi itu.9[49]
Dia menunjuk pada tiadanya motivasi kristologis di dalam teks, lagi pula jika ini
merupakan kutipan (dari ucapan Yesus), maka Paulus cukup mengatakannya Dan mengulangi
kata apodidwnai, kata yang biasanya dipakai untuk membayar pajak. Memang hubungan dan
kesinambungan antara perikop di depan, Roma 12:1ff. dan Roma 13:8ff. tidak ada. Jadi apa yang
ditampilkan dalam Roma 13:1-7 adalah bentuk kasih yang istimewa dan khusus. Kata
menetapkan; lih. Roma 13:1) menunjuk pada pejabat-pejabat tinggi Romawi. Ketika pejabat
diatage ilahi, (diatagh, = ketetapan, Roma 13:2). Artinya ini bukan sesuatu yang abstrak.
Hubungan masyarakat dengan ketentuan itu dilukiskan dengan kesetiaan, kepatuhan dan dalam
9
hubungannya dengan menguasai dan kewajiban. Kata kalos (ayat 4) bukan ungkapan yang
menyatakan kualitas moral melainkan menunjuk pada tindakan politis yang baik untuk
mengingatkan masyarakat akan tugasnya dan membayar pajak tanpa keberatan. Bukti kuat dari
paham demikian hanya akan muncul dari keyakinan bahwa teks ini sifatnya hortatoris
(mengingatkan, peringatan dengan memberikan dukungan) dan bahwa tekanan bukan pada aspek
teologis dan metafisis tetapi pada nasehat agar masyarakat memahami dirinya sebagai bawahan
Sutanto mempergunakan kata setiap jiwa untuk tiap-tiap orang dari terjemahan LAI, atau
every soul (King James Version) dan Pasa Yuch dalam bahasa Yunani. Kata jiwa disini lebih
menekankan totalitas manusia yang harus tunduk kepada pemerintah. Harus tunduk dipahami
sebagai kesetiaan dan kemauan menuruti pemerintah yang kuasanya berasal dari Allah. Kata
Tidak dapat disangkal bahwa agama Kaisar adalah agama yang ketika itu secara politis
didukung sangat luas. Namun demikian, pemikiran Paulus lebih banyak dilatarbelakangi oleh
Yudaisme dan secara lebih khusus oleh sinagoge diaspora. Ungkapan-ungkapan yang
menekankan kesetiaan kepada raja adalah tradisi yang terdapat di sepanjang sejarah. Paulus di
sini menghargai dan mengambilalih tradisi-tradisi itu. Ungkapan Perjanjian Baru, Pasa Yuch,
semua jiwa, mengatakan bahwa tidak ada seorang pun yang luput dari kuasa yang ada di
atasnya. Teks itu kemudian diubah menjadi teks pengakuan rasuli bagi semua bangsa dan zaman,
artinya, nasehat itu diubah menjadi proklamasi Taurat bagi seluruh dunia dan rasul Paulus
10
11
12
menjadi Musa baru yang membawa Taurat Perjanjian Lama ke dalam universalitas, bahwa oleh
kehendak Allah, dunia telah jatuh menjadi menifestasi dan alat keteraturan yang dicipta Allah
13