Anda di halaman 1dari 4

Bangkit Kepada Hidup Baru

Roma 6 : 1 – 14
Nas: Ayat 4

Pembimbing Umum
Surat Roma adalah surat terpanjang yang pernah ditulis oleh Rasul Paulus
dan dianggap sebagai yang paling lengkap memaparkan pokok-pokok ajaran iman
Kristen. Karena itulah surat ini pernah dianggap sebagai sebuah ringkasan ajaran
iman Kristen (Philip Melanchthon: a compendium of Christian doctrine).
Sebagaimana kita ketahui, rasul Paulus menulis surat ini kepada sebuah jemaat,
yang walau kecil namun sangat dinamis, yang berada di tengah-tengah sebuah
masyarakat Ibukota yaitu Roma.

Sebagai sebuah ibukota kekaisaran dunia, Roma membentuk sebuah


masyarakat yang berbudaya serba megah dan mengutamakan keperkasaan
manusia. Apalagi ketika kaisar menuntut agar ia diakui dan dipuja sebagai
penjelmaan dewa. Di samping dia tidak boleh ada wujud kekuasaan yang setara.
Semuanya harus ditempatkan di bawah dia. Kita kini makin memahami bahwa hal
itu tidak lebih dari sebuah “strategi politik” kaisar untuk mengukuhkan
kekuasaannya; jadi semacam politisasi agama.

Karena itu, di sekitar tahun 49 AD, kaisar Klaudius mengusir semua orang
yang berdarah Yahudi dari kota Roma, kemungkinan karena mereka yang dituduh
menyebarkan ajaran tentang seorang KURIOS (Lord,TUHAN) dan SOTER
(Saviour, Juruselamat) lainnya yaitu Yesus Kristus. Kejadian sejarah ini direkam
secara singkat di dalam Kis Rasul 18:2, yang sekaligus memberikan kesaksian
bahwa di dalam jemaat Kristen di Roma sudah ada pula orang-orang yang
berkebangsaan Yahudi (viz.: nama-nama Prisca/Priscila dan Aquila). Pengakuan
inilah yang dipertaruhkan jemaat-jemaat Kristen di tengah-tengah masyarakat
megah seperti halnya masyarakat Roma dan wilayah kekaisaran Romawi pada
umumnya (viz.: Roma 1:16-18), yang berulangkali mendatangkan risiko besar
bahkan hidup mereka sendiri; dpl. pengakuan inilah yang merupakan sumber
kekuatan tetapi sekaligus tantangan yang maha berat bagi jemaat-jemaat Kristen di
dalam kekaisaran Romawi khususnya di Roma pada masa-masa tertentu (ingat
penganiayaan dahsyat di masa Kaisar Nero).

Sementara itu, dapat pula dicatat bahwa kondisi dan situasi internal jemaat
Kristen di Roma memperlihat kondisi dan situasi yang lasim bagi sebuah jemaat
majemuk, baik dari sudut latar belakang sosial budaya maupun paham keagamaan
(saya istilahkan sebagai “budaya dan pemahaman keberagamaan”) yang berbeda-
beda. Orang Yahudi datang dengan budaya Taurat, sementara yang bukan Yahudi
datang sebagai yang tidak mengenal budaya hukum Taurat menyambut dengan
sangat sukacita pemberitaan rasul Paulus tentang ‘dibenarkan oleh iman dalam
Yesus Kristus.’ Situasi dan kondisi sedemikian sempat menimbulkan ketegangan
berkepanjangan di dalam jemaat dalam mengelaborasi dalam sikap dan perilaku
moral dan etik kehidupan kristiani mereka atas iman kepada Yesus Kristus:
TAURAT >< Injil! Pertanyaan pokok adalah: apakah Injil meniadakan hukum
Taurat? Apakah percaya kepada dan hidup di dalam Kristus berarti bebas dari
(kewajiban terhadap) hukum Taurat?

Situasi demikian tentu saja akan melemahkan jemaat Kristen khususnya


dalam upaya mereka mempertahankan kewibawaan ajaran iman Kristen di tengah-
tengah sebuah masyarakat yang memang sudah memusuhinya dan berusaha
menghapuskannya dari dalam wilayah kekaisaraan Romawi. Terhadap hal itu
Paulus tidak berdiam diri. Dengan “kepiawaiannya” sebagai seorang yang sangat
terpelajar dalam hukum Taurat, yang dilandaskan pada penghayatannya terhadap
iman kepada Yesus Kristus setelah ia ditaklukkan oleh kuasa Kristus, ia
mengungkapkan interrelasi dan interaksi antara Injil dan hukum Taurat di dalam
diri dan kehidupan sehari-hari seorang yang percaya kepada Yesus Kristus.

Catatan-catatan khusus atas perikop

Menurut pemahaman para penafsir, perikop pembacaan kita, yaitu Roma 6:1-14,
ditempatkan dalam konteks Roma 6:1 – 7:6 dengan tema: Pembenaran sebagai
anugerah yang memancar dari sebuah kehidupan yang sudah ditata kembali.

1. Paulus mengakhiri Roma 5 dengan pernyataan yang sangat mengejutkan,


khususnya pada kalimat-kalimat ”….di mana dosa bertambah banyak, di sana
kasih karunia menjadi berlimpah-limpah….” (ayat 20b). Pernyataan ini tentu
saja disambut dengan sangat bersemangat oleh kaum “bebas merdeka”
(semacam: “Libertinisme Kristiani”). Tetapi pernyataan ini tentu saja
membuat terkejut kaum “legalisme Kristiani” yang masih tetap berpegang
teguh pada hukum Taurat sebagai prasyarat dan syarat untuk mengalami
pembenaran dalam Yesus Kristus. Tetapi rasul Paulus tidak bermaksud
demikian, baik seperti yang dipahami oleh kaum libertinis maupun seperti
yang dipahmi oleh kaum legalistik Kristiani.

2. Untuk menjelaskan maksud yang dikemukakannya melalui ungkapannya


yang mengejutkan itu, rasul Paulus mengangkat inti dan pokok utama dari
pengakuan iman Kristen, yaitu mengenai kematian dan kebangkitan Yesus
Kristus: mengenai arti dan maknanya bagi (kehidupan) orang percaya.
Bertolak dari pemahaman tentang hal itu, rasul Paulus sekaligus menolak
baik paham “libertinisme Kristiani”, maupun paham “legalisme Kristiani”.
Ayat 4 yang telah diramu ke dalam tema “ Bangkit Kepada Hidup Baru” .
Kematian Kristus bagi orang-orang yang percaya berarti kematiaan manusia
kita yang lama dengan segala bentuk pemberontakan kepada TUHAN. Dalam
iman yang sama kebangkitanNya berarti orang-orang mengalami
pembaharuan (transformasi). Bandingkanlah dengan pemahaman rasul
Paulus dalam II Kor 5:17ff yang berkata-kata tentang ciptaan baru. Manusia
telah dipulihkan kepada kemanusiaannya yang asali seperti yang diberitakan
di dalam Kejadian 1. Manusia yang telah mengalami hal itu telah dibebaskan
dari hukuman Allah karena dosa dan beroleh anugerah keselamatan yang
kekal.

3. Sebagai ‘manusia baru’, hubungan dengan Allah yang sudah dipulihkan akan
terus mewujud dan tercermin di dalam kehidupan seorang yang percaya.
Hukum Taurat bukan lagi sebuah beban dan kewajiban untuk dipenuhi agar
memperoleh anugerah dan pembenaran, melainkan merupakan bagian dari
sebuah sikap hidup yang benar sesuai kehendak Allah (cf.Roma 12:2).

Refleksi

1. Ada sesuatu yang baru yang telah terjadi pada diri kita, yaitu pembaharuan
akal budi. Hal itu haruslah menjadi novum dalam menjalani kehidupan
sehari-hari kita sebagai jemaat Jesus Kristus di dalam sebuah masyarakat
majemuk seperti halnya Indonesia. Banyak orang sedang berbicara tentang
sebuah keharusan untuk membangun dan memperkuat kembali moralitas
bangsa (moral rearmament). Tetapi ternyata pendekatan yang hendak
dipaksakan adalah melalui hukum, undang-undang, dan kekuasaan Negara.
Dipastikan cara pendekatan ini hanya akan membuahkan keadaan yang
membuat individu di negeri ini merasa dikekang, selalu merasa dimata-matai,
sementara para petugas akan terjerumus ke dalam sikap dan perilaku yang
repressif.

2. Saatnyalah umat Kristen di negeri ini mewujudkan novum itu sebagai sebuah
tawaran untuk memecahkan persoalan moralitas bangsa yang sedang
terpuruk. Alternatif yang hendak kita tawarkan: manusia baru yang akal
budinya telah mengalami pembaharuan (transformasi) dan karena itu selalu
mempunyai kehendak hati yang kuat dan tak terbendung untuk mewujudkan
ketaatan kepada ALLAH. Artinya: pendekatan dari dalam atau penyadaran
hati dan akal budi –mungkin dapat disebut pencerahan hati dan akal budi
untuk mewujudkan kehidupan yang penuh kedamaian berdasarkan fakta
bahwa seseorang itu sendiri sudah mengalami pendamaian dengan ALLAH.

3. Pasti ada tantangan yang akan dialami, bahkan kesulitan dan hambatan. Dan
hal itu sudah banyak terbukti. Tetapi sama seperti kuasa maut tidak dapat
menahan Yesus di dalam kubur, demikianlah kekuatan apapun tidak akan
dapat menghalangi kebenaran ALLAH itu dinampakkan. Dpl. jika gereja
selalu berpegang teguh pada iman tentang kematian dan kebangkitan yesus
Kristus itu, maka tidak akan kuasa atau kekuatan apapun yang akan dapat
menghalangi berita Injil tentang kematian dan kebangkitan Yesus kristus itu
diberlakukan. Asalkan orang-orang Kristen sendiri memberlakukan hal itu di
dalam kehidupannya sehari-hari.

4. Di dalam kehidupan perorangan : contoh-contohnya…..!

Latar Belakang teks.

Perikop ini merupakan penjelasan Rasul Paulus atas ucapannya dalam pasal 5 : 2.
Disitu ia mangatakan dimana dosa bertambah banyak disana kasih karunia
berlimpah-limpah. Ia perlu menjelaskan hal tersebut karena ucapannya itu dekat
sekali dengan celaan atau fitnah yang pernah ditujukan kepadanya bahwa ia
mengajar orang untuk berbuat jahat supaya yang baik itu trimbul dari padanya.
(3:8). Rasul Paulus langsung menukik

Anda mungkin juga menyukai