PNEUMOTHORAKS
KELOMPOK 6
1. IIS DAHLIA (04111003006)
2. MELISA CHINTIA S (04111003014)
3. SONDANG DAMANIK (04111003021)
4. MIRANTI DEA DORA (04111003028)
5. RAPMAULI CITRA (04111003036)
6. CHRYSTIN YULISKHA P (04111003044)
7. YUNI E.H (04111003051)
1. KONSEP TEORITIS
Pasien mengalami penyakit Pneumotorak
A. Definisi Pneumotorak
Pneumotorak merupakan suatu keadaan dimana terdapat akumulasi udara
ekstrapulmoner dalam rongga pleura, antara plura visceral dan parinteral yang dapat
menyebabkan timbulnya kolaps paru. Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara,
supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga dada. (Rahajoe, 2002 )
B. Klasifikasi
Pneumotoraks dapat dibagi berdasarkan atas beberapa hal, yaitu :
1. Berdasarkan kejadian.
2. Berdasarkan lokalisasi.
3. Berdasarkan tingkat kolaps jaringan paru.
4. Berdasarkan jenis fistel
1) Berdasarkan Kejadian
a) Pneumotoraks spontan primer
Pneumotoraks yang ditemukan pada penderita yang sebelumnya tidak menunjukkan
tanda-tanda sakit.
b) Pneumotoraks spontan sekunder
Pneumotoraks yang ditemukan pada penderita yang sebelumnya telah menderita
penyakit, mungkin merupakan komplikasi dari pneumonia, abses paru, tuberkulosis paru, asma
kistafibrosis dan karsinoma bronkus.
c) Pneumotoraks traumatika
Pneumotoraks yang timbul disebabkan robeknya pleura viseralis maupun pleura
parietalis sebagai akibat dari trauma.
d) Pneumotoraks artifisialis
Pneumotoraks yang sengaja dibuat dengan memasukkan udara ke dalam rongga pleura,
dengan demikian jaringan paru menjadi kolaps sehingga dapat beristirahat. Pada zaman dulu
pneumotoraks artifisialis sering dikerjakan untuk terapi tuberkulosis paru
.
2) Berdasarkan Lokalisasi
a) Pneumotoraks parietalis
b) Pneumotoraks mediastinalis
c) Pneumotoraks basalis
C. Etiologi
Infeksi saluran napas
Trauma dada
Acute lung injury yang disebabkan materi fisik yang terinhalasi dan bahan kimia
Penyakit inflamasi paru akut dan kronis
Keganasan
D. Manifestasi Klinis
1. Pasien mengeluh awitan mendadak nyeri dada pleuritik akut yang terlokalisasi pada paru
yang sakit.
2. Nyeri dada pluritik biasanya disertai sesak napas, peningkatan kerja pernapasan, dan
dispnea.
3. Gerakan dinding dada mungkin tidak sama karena sisi yang sakit tidak mengembang
seperti sisi yang sehat.
4. Suara napas jauh atau tidak ada.
5. Perkusi dada menghasilkan suara hipersonan.
6. Takikardia sering terjadi menyertai tipe pneumothoraks
7. Tension pneumothorak
Hipoksemia (tanda awal)
Ketakutan
Gawat napas (takipnea berat)
Peningkatan tekanan jalan napas puncak dan rerata, penurunan komplians, dan
auto-tekanan ekspirasi akhir positif (auto PEEP) pada pasien yang terpasang
ventilasi mekanis.
Kolaps kardiovaskuler (frekuensi jantung >140 kali/menit pada setiap hal berikut:
sianosis perifer, hipotensi, aktivitas lintrik tanpa denyut nadi)
2. PENGKAJIAN KEPERAWATAN DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG PASIEN
1) PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Aktivitas / istirahat
b. Sirkulasi
Tanda : takikardi, frekuensi tak teratur (disritmia), S3 atau S4 / irama jantung gallop, nadi
apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal, tanda homman (bunyi rendah
sehubungan dengan denyutan jantung, menunjukkan udara dalam mediastinum).
c. Psikososial
d. Makanan / cairan
e. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri dada unilateral meningkat karena batuk, timbul tiba-tiba gejala sementara batuk
atau regangan, tajam atau nyeri menusuk yang diperberat oleh napas dalam.
f. Pernapasan
Tanda : Pernapasan meningkat / takipnea, peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori
pernapasan pada dada, ekspirasi abdominal kuat, bunyi napas menurun/ hilang (auskultasi
mengindikasikan bahwa paru tidak mengembang dalam rongga pleura), fremitus menurun,
perkusi dada : hipersonor diatas terisi udara, observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak
sama bila trauma, kulit : pucat, sianosis, berkeringat, mental: ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
Gejala : kesulitan bernapas, batuk, riwayat bedah dada / trauma : penyakit paru kronis, inflamasi
/ infeksi paru (empiema / efusi), keganasan (mis. Obstruksi tumor).
g. Keamanan
2) PEMERIKSAAN FISIK
3) PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Rontgen
Gambaran radiologis yang tampak pada foto rntgen kasus pneumotoraks antara lain:
a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak garis yang
merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi
berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang berada di daerah
hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu
berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals melebar,
diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke
arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra
pleura yang tinggi.
d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai berikut:
1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai dari basis
sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga
udara yang dihasilkan akan terjebak di mediastinum.
2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit. Hal ini biasanya
merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di mediastinum
lambat laun akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher
terdapat banyak jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang
terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah
dada depan dan belakang
3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak permukaan cairan
sebagai garis datar di atas diafragma.
3. CT-Scan Thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan
pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk
membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.
Pemeriksaan endoskopi (torakoskopi) merupakan pemeriksaan invasive CT-scan.
Menurut Swierenga dan Vanderschueren, berdasarkan analisa dari 126 kasus pada tahun 1990,
hasil pemeriksaan endoskopi dapat dibagi menjadi 4 derajat yaitu:
Derajat I : Pneumothoraks dengan gambaran paru yang mendekati normal (40%)
Derajat II : Pneumotoraks dengan perlengketan disertai hemotorak (12%)
Derajat III : Pneumotoraks dengan diameter bleb atau bulla < 2 cm (31%)
Derajat IV : Pneumotoraks dengan banyak bulla yang besar, diameter > 2 cm (17%).
(Loddenkemper, 2003)
4. Diagnosis Banding
Pneumotoraks dapat memberi gejala seperti infark miokard, emboli paru dan pneumonia. Pada
pasien muda, tinggi, pria dan perokok jika setelah difoto diketahui ada pneumotoraks, umumnya
diagnosis kita menjurus ke pneumotoraks spontan primer. Pneumotoraks spontan sekunder
kadang-kadang sulit dibedakan dengan pneumotoraks yang terlokalisasi dari suatu bleb atau
bulla subpleura.
3. PENATALAKSANAAN MEDIS
Torak
Pneumotorak
Akumulasi cairan
dalam cavum pleura
Nyeri Akut
5. ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMOTHORAKS
Case 5 :
Tn. K, 47 tahun, dirawat dengan keluhan demam, menggigil dan berkeringat jika malam hari.
Klien juga mengeluh sesak napas terutama setelah naik tangga. Nyeri pada pleural juga dirasakan
klien. Klien tidak nafsu makan dan berat badannya menurun. Pada klien telah dilakukan pungsi
paru dan pemasangan WSD dengan hasil cairan jernih, terdapat peningkatan protein, leukosit
terutama limfosit serta penurunan glukosa. Vital sign klien TD 110/70 mmHg, HR 88 x /menit,
RR 27 x/menit, suhu 38C. Sebelumnya klien pernah dirawat dengan infeksi paru-paru.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Anamnesis
Nama : Tn. K
Umur : 47 th
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Keluhan utama meliputi sesak napas terutama setelah naik tangga dan nyeri pada pleura.
2. Riwayat Penyakit Saat Ini
Klien mengeluh demam, menggigil, dan berkeringat jika malam hari. Klien juga
merasakan sesak napas terutama setelah naik tangga, nyeri pada pleura juga dirasakan oleh
Klien. Klien tidak nafsu makan dan berat badannya menurun. Pada klien telah dilakukan
pungsi paru dan pemasangan WSD.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya pasien pernah dirawat dengan infeksi paru-paru.
4. Pemeriksaan Fisik
- TTV : Suhu : 38C
- Sistem Pulmonal :
Subjektif : Nyeri pada pleura dan sesak napas terutama setelah naik tangga.
Objektif : RR : 27 x/menit, terpasang WSD
- Sistem Kardiovaskuler :
Subjektif : -
Objektif : HR : 88 x/menit, TD : 110/70 mmHg
- Sistem Pencernaan :
Subjektif : Akibat sesak napas, pasien mengalami penurunan nafsu makan dan penurunan
berat badan.
5. Data Penunjang
Hasil Lab : cairan jernih, terdapat peningkatan protein, leukosit terutama limfosit serta
penurunan glukosa.
Penatalaksanaan Medis :
1. Antibiotika
2. Analgetika
3. Pemasangan pipa WSD (Water Sealed Drainage)
4. Photo Thoraks
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak
maksimal.karena trauma
2. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks
spasme otot sekunder
3. Resiko terhadap transmisi infeksi yang berhubungan dengan tindakan infasive pemasangan
WSD
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak napas sekunder
terhadap penekanan struktur abdomen.
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak
maksimal karena trauma.
Tujuan : Pola pernapasan efektif
Kriteria hasil :
- Memperlihatkan frekuensi napas yang efektif
- Mengalami perbaikan pertukaran gas pada paru
Ditandai dengan :
DS : Sesak napas terutama setelah naik tangga.
DO : RR : 27 x/menit
INTERVENSI RASIONAL
a. Berikan posisi yang nyaman, Meningkatkan inspirasi maksimal,
biasanya dnegan peninggian meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi
kepala tempat tidur. Balik ke sisi pada sisi yang tidak sakit.
yang sakit. Dorong klien untuk
duduk sebanyak mungkin.
3. Resiko terhadap transmisi infeksi yang berhubungan dengan tindakan infasive pemasangan
WSD.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi selama perawatan
Kriteria Hasil :
- Tidak ada tanda-tanda infeksi
- TTV normal (suhu 36-37C)
- Leukosit (8.000-10.000)
INTERVENSI RASIONAL
a. Identifikasi tanda-tanda terjadinya a. Infeksi yang diketahui secara dini mudah
infeksi pada pemasangan WSD dan diatasi sehingga tidak terjadi perluasan
multiple insisi. infeksi.
b. Anjurkan klien dan keluarga ikut b. Perilaku yang diperlukan untuk mencegah
menjaga kebrsihan sekitar luka dan penyebaran infeksi
pemasangan alat, serta kebersihan
lingkungan serta teknik mencuci
tangan sebelum tindakan.
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak napas sekunder
terhadap penekanan struktur abdomen.
Tujuan : Terpenuhinya kebutuhan nutrisi.
Kriteria Hasil :
- Peningkatan nafsu makan
- BB meningkat
Ditandai dengan : DO : Penurunan nafsu makan dan BB.
INTERVENSI RASIONAL
a. Identifikasi faktor-faktor yang dapat a. Faktor-faktor yang diketahui secara dini
berpengaruh terhadap hilangnya mudah diatasi, sehingga nafsu makan
nafsu makan pasien. meningkat.
IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana asuhan keperawatan oleh perawat terhadap
pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan
diantaranya : intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi
(keterampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada
situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta di dokumentasi intervensi
dan respon klien).
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara konkrit dari rencana intervensi yang
telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada klien.
EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi adalah
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota
tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dan rencana keperawatan tercapai
dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang.
Kriteria yang diharapkan dari tindakan keperawatan pada pasien pneumothoraks ini adalah :
a. Mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
b. Nyeri pada pasien dapat teratasi
c. Tidak terjadi infeksi selama perawatan, setelah pemasangan WSD.
d. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
6. DISCHARGE PLANNING
1. Biasakan konsumsi makanan yang banyak mengandung vitamin dan bergizi
2. Olahraga secara teratur dan istirahat yang cukup
3. Berhenti merokok dan hindari kontaminasi asap rokok
4. Berhenti minum alcohol
5. Kenali tanda dan gejala dan kurangi stress.
6. . Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan pengobatan secara tepat
untuk penyakit dasarnya.
7. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin terlalu keras.
8. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah laksan ringan.
9. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk, sesak napas.
DAFTAR PUSTAKA