Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perhatian terhadap permasalahan kesehatan terus dilakukan terutama dalam


perubahan paradigma sakit yang selama ini dianut masyarakat ke paradigma
sehat. Paradigma sakit merupakan upaya untuk membuat orang sakit menjadi
sehat, menekankan pada kuratif dan rehabilitatif, sedangkan paradigma sehat
merupakan upaya membuat orang sehat tetap sehat, menekan pada pelayanan
promotif dan preventif. Berubahnya paradigma masyarakat akan kesehatan,
juga akan merubah pemeran dalam pencapaian kesehatan masyarakat, dengan
tidak mengesampingkan peran pemerintah dan petugas kesehatan. Perubahan
paradigma dapat menjadikan masyarakat sebagai pemeran utama dalam
pencapaian derajat kesehatan. Dengan peruahan paradigma sakit menjadi
paradigma sehat ini dapat membuat masyarakat menjadi mandiri dalam
mengusahakan dan menjalankan upaya kesehatannya, hal ini sesuai dengan
visi Indonesia sehat, yaitu Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan.

Pemberdayaan masyarakat terhadap usaha kesehatan agar menadi sehat sudah


sesuai dengan Undang undang RI, Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan,
bahwa pembangunan kesehatan harus ditujukan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup masyarakat yang setinggi-
tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya masyarakat.
Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi tingginya. Pemerintah
bertanggungjawab memberdayakan dan mendorong peran serta aktif
masyarakat dalam segala bentuk upaya kesehatan.

Dalam rangka pencapaian kemandirian kesehatan, pemberdayaan masayrakat


merupakan unsur penting yang tidak bisa diabaikan. Pemberdayaan kesehatan

1
di bidang kesehatan merupakan sasaran utama dari promosi kesehatan.
Masyarakat merupakan salah satu dari strategi global promosi kesehatan
pemberdayaan (empowerment) sehingga pemberdayaan masyarakat sangat
penting untuk dilakukan agar masyarakat sebagai primary target memiliki
kemauan dan kemampuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan.

Pengertian Pemberdayaan masyarakat adalah suatu upaya atau proses untuk


menumbuhkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat dalam
mengenali, mengatasi, memelihara, melindungi dan meningkatkan
kesejahteraan mereka sendiri. Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan
adalah upaya atau proses untuk menumbuhkan kesadaran kemauan dan
kemampuan dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan. Memampukan
masyarakat, dari, oleh, dan untuk masyarakat itu sendiri.

Dalam suatu organisasi yang paling menentukan adalah kinerja sumberdaya


manusia. Jika sumberdaya manusianya memiliki motivasi tinggi, kreatif dan
mampu mengembangkan inovasi, maka kinerjanya akan menjadi semakin
baik. Karenanya diperlukan adanya upaya untuk meningkatkan kemampuan
sumberdaya manusia. Dimasa yang lalu, untuk meningkatkan kemampuan
sumberdaya manusia dilakukan melalui pelatihan dan pengembangan atau
disebut dengan pembinaan sumberdaya manusia. Secara bertahap cara itu
mulai ditinggalkan, karena dinilai kurang mampu mengembangkan inovasi
dan kreativitas sumberdaya manusia. Cara baru yang dapat digunakan untuk
mengembangkan sumberdaya manusia sekarang lebih dikenal dengan
pemberdayaan sumberdaya manusia, dengan pendekatan partisipasif yang
melibatkan semua pihak yang terkait dengan perubahan.

2
B. Rumusan Masalah
a. Apa tujuan dari pemberdayaan ?
b. Bagaimana proses dalam pemberdayaan ?
c. Bagaimana tahap-tahap pemberdayaan ?
d. Apa sasaran dalam pemberdayaan ?
e. Apa unsur-unsur dalam pemberdayaan ?
f. Bagaimana prinsip-prinsip dalam pemberdayaan ?
g. Bagaimana pendekatan dalam pemberdayaan ?

C. Tujuan
a. Mengetahui tujuan dari pemberdayaan
b. Mengetahui proses dalam pemberdayaan
c. Mengetahui tahap-tahap pemberdayaan
d. Mengetahui sasaran dalam pemberdayaan
e. Mengetahui unsur-unsur dalam pemberdayaan
f. Mengetahui prinsip-prinsip dalam pemberdayaan
g. Mengetahui pendekatan dalam pemberdayaan

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pemberdayaan

Pemberdayaan berasal dari kata daya yang mendapat awalan ber- yang
menjadi kata berdaya artinya memiliki atau mempunyai daya. Daya
artinya kekuatan, berdaya artinya memiliki kekuatan. Pemberdayaan
artinya membuat sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai kekuatan.
Pemberdayaan dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan dari
empowerment dalam bahasa inggris.

Pemberdayaan sebagai terjemahan dari empowerment menurut Merrian


Webster dalam Oxford English Dictionary mengandung dua pengertian :
a. To give ability or enable to, yang diterjemahkan sebagai member
kecakapan / kemampuan atau memungkinkan.
b. To give power of authority to, yang berarti memberi kekuasaan.

Dalam konteks pembangunan istilah pemberdayaan pada dasarnya


bukanlah istilah baru melainkan sudah sering dilontarkan semenjak adanya
kesadaran bahwa factor manusia memegang peran penting dalam
pembangunan.

Caver dan Clatter Back (1995:12) mendefinisikan pemberdayaan sebagai


berikut upaya memberi keberanian dan kesempatan pada individu untuk
mengambil tanggung jawab perorangan guna meningkatkan dan
memberikan konstribusi pada tujuan organisasi.

Pemberdayaan sebagai terjemahan dari empowerment menurut sarjana


lain, pada intinya diartikan sebagai berikut. membantu klien memperoleh
daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia
lakukan terkait dengan diri mereka, termasuk mngurangi efek hambatan

4
pribadi dan social dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui
peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya
yang ia miliki, antara lain transfer daya dari lingkungan.

Sementara Shardlow (1998:32) mengatakan pada intinya : pemberdayaan


membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha
mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk
membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.

Dengan demikian, maka pemberdayaan adalah suatu proses untuk


menjadikan orang menjadi lebih berdaya atau lebih berkemampuan untuk
menyelesaikan masalahnya sendiri, dengan cara memberikan kepercayaan
dan kewenangan sehingga menumbuhkan rasa tanggung jawab.
Memberdayakan orang dapat dilakukan dengan cara memindahkannya dari
posisi yang biasanya hanya melakukan apa yang disuruh, menjadi posisi
lain yang memberikan kesempatan untuk lebih bertanggung jawab.
Pemberdayaan dapat diawali dengan hanya sekedar memberikan dorongan
kepada orang agar mau memainkan peran lebih aktif dalam pekerjaanya,
sampai pada melibatkan mereka dalam mengambil keputusan atau
tanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.

5
BAB III
PEMBAHASAN

A. Tujuan Pemberdayaan

Kegiatan pemberdayaan harus dilaksanakan secara menyeluruh


mencakup segala aspek kehidupan masyarakat untuk membebaskan
kelompok masyarakat dari dominasi yang meliputi bidang ekonomi,
politik, dan social budaya. Tujuan pemberdayaan antara lain:

a. Konsep pemberdayaan di bidang ekonomi adalah usaha


menjadikan ekonomi yang kuat, besar, mandiri, dan berdaya saing
tinggi dalam mekanisme pasar yang besar dimana terdapat proses
penguatan golongan ekonomi lemah.
b. Pemberdayaan dibidang politik merupakan upaya penguatan rakyat
kecil dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut
kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya atau kehidupan
mereka sendiri.
c. Pemberdayaan di bidang social budaya adalah upaya penguatan
rakyat kecil melalui peningkatan, penguatan, dan penegakan nilai-
nilai, gagasan dan norma-norma, serta mendorong terwujudnya
organisasi social yang mampu memberi control terhadap
perlakuan-perlakuan politik dan ekonomi yang jauh dari moralitas.

Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan masyarakat menurut


sulistiyani (2004) adalah untuk membentuk individu masyarakat menjadi
mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berfikir, bertindak,
dan mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut. Untuk mencapai
kemandirian masyarakat diperlukan sebuah proses. Melalui proses belajar
maka secara bertahap masyarakat akan memperoleh kemampuan atau daya
dari waktu ke waktu.

6
Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan pemberdayaan adalah memampukan
dan memandirikan masyarakat terutama dari kemiskinan, keterbelakangan,
kesenjangan, dan ketidakberdayaan. Kemiskinan dapat dilihat dari
indikator pemenuhan kebutuhan dasar yang belum
mencukupi/layak.Kebutuhan dasar itu, mencakup pangan, pakaian, papan,
kesehatan,pendidikan, dan transportasi. Sedangkan keterbelakangan,
misalnya produktivitas yang rendah, sumberdaya manusia yang lemah,
kesempatan pengambilan keputusan yang terbatas.

B. Proses Pemberdayaan

Proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan. Pertama, proses


pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau
mengalihkan sebagian kekuatan, kekuasaan atau kemampuan kepada
masyarakat agar individu lebih berdaya. Kecenderungan pertama tersebut
dapat disebut sebagai kecenderungan primer dari makna pemberdayaan.
Sedangkan kecenderungan kedua atau kecenderungan sekunder
menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi
individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk
menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog.

Proses pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga proses yaitu : Pertama,


menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
berkembang ( enabling ). Titik tolaknya adalah bahwa setiap manusia
memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya, tidak ada
sumberdaya manusia atau masyarakat tanpa daya. Dalam konteks ini,
pemberdayaan adalah membangun daya, kekuatan atau kemampuan,
dengan mendorong ( encourage ) dan membangkitkan kesadaran
(awareness ) akan potensi yang dimiliki serta berupaya
mengembangkannya. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki
oleh masyarakat ( empowering ), sehingga diperlukan langkah yang lebih
positif, selain dari iklim atau suasana. Ketiga, memberdayakan juga
mengandung arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah

7
yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena kekurang
berdayaannya dalam menghadapi yang kuat.

Proses pemberdayaan masyarakat diharapkan dapat menjadikan


masyarakat menjadi lebih berdaya berkekuatan dan berkemampuan.
Kaitannya dengan indikator masyarakat berdaya, Sumardjo menyebutkan
ciri-ciri warga masyarakat berdaya yaitu:

1. Mampu memahami diri dan potensinya.


2. Mampu merencanakan ( mengantisipasi kondisi perubahan ke
depan ).
3. Mampu mengarahkan dirinya sendiri.
4. Memiliki kekuatan untuk berunding.
5. Memiliki bargaining power yang memadai dalam melakukan kerja
sama yang saling menguntungkan.
6. Bertanggung jawab atas tindakannya.

Yang dimaksud denga masyarakat berdaya adalah masyarakat yang tahu,


mengerti, paham, termotivasi, berkesempatan, memanfaatkan peluang,
berenergi, mampu bekerjasama, tahu berbagai alternatif, mampu
mengambil keputusan, berani mengambil resiko, mampu mencari dan
menangkap informasi dan mampu bertindak sesuai dengan situasi. Proses
pemberdayaan yang melahirkan masyarakat yang memiliki sifat seperti
yang diharapkan harus dilakukan secara berkesinambungan dengan
mengoptimalkan partisipasi masyarakat secara bertanggung jawab.

Meskipun proses pemberdayaan suatu masyarakat merupakan suatu proses


yang berkesinambungan, namun dalam implementasinya tidak semua yang
direncanakan dapat berjalan dengan mulus dalam pelaksanaannya. Tak
jarang ada kelompok-kelompok dalam komunitas yang melakukan
penolakan terhadap pembaharuan ataupun inovasi yang muncul.

8
C. Tahapan Pemberdayaan

Menurut Sumodiningrat ( 2004 ) pemberdayaan tidak bersifat selamanya,


melainkan sampai target masyarakat mampu untuk mandiri, dan kemudian
dilepas untuk mandiri, meski dari jauh dijaga agar tidak jatuh lagi. Dilihat
dari pendapat tersebut berarti pemberdayaan melalui suatu masa proses
belajar, hingga mencapai status mandiri. Meskipun demikian, dalam
rangka menjaga kemandirian tersebut tetap dilakukan pemeliharaan
semangat, kondisi, dan kemampuan secara terus menerus supaya tidak
mengalami kemunduran lagi.

Proses belajar dalam rangka pemberdayaan akan berlangsung secara


bertahap. Tahap-tahap yang harus dilalui tersebut adalah meliputi :

1. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku


sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan
kapasitas diri.
2. Tahap transformasi kemampuan berwawasan pengetahuan,
kecakapan, keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan
keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam
pembangunan.
3. Tahap peningkatan intelektual, kecakapan keterampilan sehingga
terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk
menghantarkan pada kemandirian.

Tahap pertama atau tahap penyadaran dan pembentukan perilaku


merupakan tahap persiapan dalam proses pemberdayaan. Pada tahap ini
pelaku pemberdayaan berusaha menciptakan prakondisi, supaya dapat
memfasilitasi berlangsungnya pemberdayaan yang efektif. Apa yang
diintervensi dalam masyarakat sesungguhnya lebih pada kemampuan
afektifnya untuk mencapai kesadaran konatif yang diharapkan agar
masyarakat semakin terbuka dan merasa membutuhkan pengetahuan dan
keterampilan untuk memperbaiki kondisinya.

9
Pada tahap kedua yaitu proses transformasi pengetahuan, pengalaman dan
keterampilan dapat berlangsung baik, demokratis, efektif, dan efisien, jika
tahap pertama telah terkondisi. Masyarakat akan menjalani proses belajar
tentang pengetahuan dan kecakapan-keterampilan yang memiliki relevansi
dengan apa yang menjadi tuntutan kebutuhan jika telah menyadari akan
pentingnya peningkatan kapasitas. Keadaan ini akan menstimulasi
terjadinya keterbukaan wawasan dan penguasaan keterampilan dasar yang
mereka butuhkan. Pada tahap ini masyarakat hanya dapat berpartisipasi
pada tingkat yang rendah, yaitu sekedar menjadi pengikut / objek
pembangunan saja, belum menjadi subjek pembangunan.

Tahap ketiga adalah merupakan tahap pengayaan atau peningkatan


intelektualitas dan kecakapan-keterampilan yang diperlukan, supaya
mereka dapat membentuk kemampuan kemandirian. Kemandirian tersebut
ditandai oleh kemampuan masyarakat di dalam membentuk inisiatif,
melahirkan kreasi-kreasi, dan melakukan inovasi-inovasi di dalam
lingkungannya. Apabila masyarakat telah mencapai tahap ketiga ini maka
masyarakat dapat secara mandiri melakukan pembangunan. Dalam konsep
pembangunan masyarakat pada kondisi seperti ini seringkali didudukkan
sebagai subjek pembangunan atau pemeran utama. Pemerintah tinggal
menjadi fasilitator saja. Serangkaian tahapan yang ditempuh melalui
pemberdayaan tersebut dapat diamati pada Tabel 1.

Tabel 1. Tahapan pemberdayaan knowledge, attitudes, practice


dengan pendekatan aspek afektif, kognitif, psikomotorik dan konatif

Tahapan Tahapan Tahapan Tahapan


Afektif Kognitif Psikomotorik Konatif
Belum Belum memiliki Belum memiliki Tidak
merasa sadar wawasan keterampilan berperilaku
dan peduli pengetahuan dasar membangun
Tumbuh rasa Menguasai Menguasai Bersedia

10
semangat pengetahuan dasar keterampilan terlibat dalam
kesadaran dan dasar pembangunan
kepedulian
Memupuk Mengembangkan Mengembangkan Berinisiatif
semangat pengetahuan dasar keterampilan untuk
kesadaran dan dasar mengambil
kepedulian peran dalam
pembangunan
Merasa Mendalami Memperkaya Berposisi
membutuhkan pengetahuan pada variasi secara mandiri
kemandirian tingkat yang lebih keterampilan untuk
tinggi membangun
diri dan
lingkungan

D. Sasaran Pemberdayaan
Sasaran Pemberdayaan Masyarakat :

a. Meningkatnya kualitas sumberdaya aparatur pemerintahan desa


dan masyarakat.
b. Penilaian dan evaluasi desa-desa berprestasi.
c. Peningkatan data dasar desa.
d. Terlembaganya sektor informal seperti BUMDes, Pasar Desa,
UPK dan SPP
e. Meningkatnya peran perempuan perdesaan dalam usaha ekonomi
produktif.
f. Peningkatan kualitas kelompok masyarakat dalam pemanfaatan
Teknologi Tepat Guna (TTG).
g. Peningkatan kualitas SDM pengurus Pos Pelayanan Teknologi
(Posyantek) dan Sumber Daya Desa (SDD).
h. Peningkatan kerjasama antar lembaga terkait.
i. Mengoptimalkan program pemberdayaan masyarakat perdesaan.

11
j. Peningkatan pelestarian Sumber Daya Desa (SDD).
k. Peningkatan kemampuan kapasitas LPMD, UPK Gerdu Taskin/
PPKM dan Sanimas.
l. Peningkatan kerjasama antar lembaga formal dan informal.
m. Peningkatan pemahaman dan pelaksanaan Sistem Manajemen
Pembangunan Partisipatif (SMPP).
n. Meningkatnya profesionalisme aparatur .
o. Meningkatnya budaya kerja.
p. Meningkatnya tertib administrasi.
q. Tepenuhinya sarana dan prasarana operasional.
r. Terpeliharanya asset.

Sasaran

1. Meningkatnya penyelenggara pemerintahan dan lembaga sosial di


tingkat kelurahan serta bertumbuhnya dan berdayagunanya segenap
potensi lembaga dan masyarakat secara bersama membangun
kemandirian.
2. Meningkatnya peran masyarakat dalam penataan dan pendayagunaan
Ruang Kawasan Terpadu.
3. Meningkatnya pemantauan, pengendalian dan evaluasi program
nasional pemberdayaan masyarakat.
4. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan Bulan Bhakti
Gotong Royong Masyarakat (BBGRM) serta meningkatnya peran
dan fungsi Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM) dalam
pembangunan kelurahan.
5. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam penyediaan rumah layak
huni dan lingkungan.
6. Terfasilitasinya Kelompok usaha masyarakat dalam meningkatkan
produksi dan pemasaran
7. Meningkatnya pelayanan administrasi kepegawaian
8. Meningkatnya sarana dan prasarana kantor
9. Meningkatnya Disiplin Sumber Daya Aparatur

12
10. Meningkatnya Kapasitas Sumber Daya Aparatur
11. Meningkatnya pengembangan sistem pelaporan

E. UNSUR-UNSUR PEMBERDAYAAN

Upaya pemberdayaan masyarakat perlu memperhatikan empat unsur


pokok, yaitu:

1. Aksesbilitas informasi : Kemampuan akses yang diterima oleh


masyarakat.
2. Partisipasi atau keterlibatan : Menyangkut siapa yang dilibatkan
dan bagaimana mereka terlibat dalam keseluruhan proses
pembangunan.
3. Akuntabilitas : Pertanggungjawaban publik atas segala kegiatan
yang dilakukan dengan mengatasnamakan rakyat.
4. Kapasitas organisasi lokal : Kemampuan berkerja sama,
mengorganisir warga masyarakat, serta memobilisasi sumber daya
untuk memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi.

F. Prinsip-prinsip Pemberdayaan Masyarakat

Untuk melakukan pemberdayaan masyarakat secara umum dapat


diwujudkan dengan menerapkan prinsip-prinsip dasar pendampingan
masyarakat, sebagai berikut :
1 Belajar dari masyarakat
Prinsip yang paling mendasar adalah prinsip bahwa untuk
melakukan pemberdayaan masyarakat adalah dari, oleh, dan untuk
masyarakat. Ini berarti, dibangun pada pengakuan serta kepercayaan
akan nilai dan relevansi pengetahuan tradisional masyarakat serta
kemampuan masyarakat untuk memecahkan masalah-masalahnya
sendiri.

13
2 Pendamping sebagai Fasilitator
Masyarakat sebagai pelaku konsekuensi dari prinsip pertama adalah
perlunya pendamping menyadari perannya sebagai fasilitator dan
bukannya sebagai pelaku atau guru. Untuk itu perlu sikap rendah hati
serta ketersediaan untuk belajar dari masyarakat dan menempatkan
warga masyarakat sebagai narasumber utama dalam memahami
keadaan masyarakat itu. Bahkan dalam penerapannya masyarakat
dibiarkan mendominasi kegiatan. Kalaupun pada awalnya peran
pendamping lebih besar, harus diusahakan agar secara bertahap
peran itu bisa berkurang dengan mengalihkan prakarsa kegiatan-
kegiatan pada warga masyarakat itu sendiri.
3 Saling Belajar
Saling berbagi pengalaman salah satu prinsip dasar pendampingan
untuk pemberdayaan masyarakat adalah pengakuan akan
pengalaman dan pengetahuan tradisional masyarakat. Hal ini
bukanlah berarti bahwa masyarakat selamanya benar dan harus
dibiarkan tidak berubah. Kenyataan objektif telah membuktikan
bahwa dalam banyak hal perkembangan pengalaman dan
pengetahuan tradisional masyarakat tidak sempat mengejar
perubahan-perubahan yang terjadi dan tidak lagi dapat memecahkan
masalah-masalah yang berkembang. Namun sebaliknya, telah
terbukti pula bahwa pengetahuan modern dan inovasi dari luar yang
diperkenalkan oleh orang luar tidak juga memecahkan masalah
mereka.

G. Pendekatan Pemberdayaan

Pendekatan Pemberdayaan

Model-model pendekatan pemberdayaan antara lain :

14
1. Model Pendekatan Advokasi

Model pendekatan ini mencoba meminjam pola yang diterapkan dalam


sistem hukum, dimana penasehat hukum berhubungan langsung dengan
klien. Dengan demikian, pendekatan advokasi menekankan pada proses
pendampingan kepada kelompok masyarakat dan membantu mereka
untuk membuka akses kepada pelaku-pelaku pembangunan lainnya,
membantu mereka mengorganisasikan diri, menggalang dan
memobilisasi sumberdaya yang dapat dikuasai agar dapat meingkatkan
posisi tawa (bargaining position) dari kelompok masyarakat tersebut.
Pendekatan advokasi ini didasarkan pada pertimbangan bahwa pada
hakekatnya masyarakat terdiri dari kelompok-kelompok yang masing-
masing mempunyai kepentingan dan sistem nilai sendiri-sendiri.
Masyarakat pada dasarnya bersifat majemuk, dimana kekuasaan tidak
terdistribusi secara merata dan akses keberbagai sumber daya tidak
sama.

Dalam jangka panjang diharapkan dengan pendekatan advokasi


masyarakat mampu secara sadar terlibat dalam setiap tahapan dari
proses pembangunan, baik dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan, pelaporan dan evaluasi. Seringkali pendekatan advokassi
diartikan pula sebagai salah satu bentuk penyadaran secara langsung
kepada masyarakat tentang hak dan kewajibannya dalam prses
pembangunan.

2. Model Pendekatan PLS ( Community Education for Development )

Menempatkan masyarakat sebagai subyek pemberdayaan yang memilik


potensi untuk dikembangkan dan mengembangkan diri.

Pengembangan masyarakat / pemberdayaan

a. Ditinjau sebagai sistem supra sistem


b. Ditinjau sebagai sebuah gerakan
c. Komponen-komponen pengembangan yang saling berhubungan,

15
berproses untuk mencapai tujuan

Macam pendekatan dalam pemberdayaan

1. Dimulai dari infrastruktur fasilitas publik dapat


mengembangkan sektor ekonomi dan sosial pusat-pusat logistik
listrik industri tenaga kerja menjadi terserap
kesjahteraan
2. Pembinaan institusi institusi
3. Pengembangan SDM ( tenaga kerja ) mentalistik kesadaran
sikap positif
4. Kondisional sikap ( emosi, keinginan, kebutuhan, tuntutan )
aspek keagamaan, budaya ( ketika memerlukan pembangunan
watak dan moral ).

Pemberdayaan dalam konteks PLS

1. Menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya upaya


mereka untuk membebaskan diri dari kebodohan, dari upah kerja
yang rendah, dari ketidak adilan dan kekerasan proses yang
ditempuh misalnya melalui pendidikan keaksaraan, latihan
keterampilan, penyuluhan tentang kesadaran hukum dsb.
2. Membantu masyarakat untuk bisa hidup berorganisasi secara
bersama-sama agar dapat menjajagi berbagai peluang peningkatan
akses terhadap pembangunan.
3. Secara bersama dengan berbagai unsur mengidentifikasi kebutuhan
dan mendayagunakan prasarana sosial dalam memecahkan masalah
sosial ekonomi.

Community Locality Development

1. Sebuah model pengembangan masyarakat yang menekankan pada


partisipasi penuh seluruh warga masyarakat

16
2. Suatu proses yang dirancang untuk menciptakan kemajuan kondisi
ekonomi dan sosial dengan partisipasi aktif dan sejauh mungkin
menimbulkan prakarsa mayarakat itu sendiri.
3. Usaha terencana dan sistematis yang dilakukan oleh untuk dan
dalam masyarakat guna meningkatkan kualitas hidup dan
kehidupannya.

Prinsip dasar pengenalan ide-ide baru kepada masyarakat

1. Membangkitkan kemampuan manusia baik indiviu / kelompok (


capacity )
2. Mendorong tumbuhnya kebersamaan dan kemerataan nilai dan
kesejahteraan ( equity )
3. Kepercayaan untuk membangun dirinya sendiri sesuai dengan
kemampuan yang ada ( kesempatan, kebebasan memilih dan
kekuasaan untuk memutuskan sesuatu ( empowerment )
4. Membangkitkan kemampuan untuk membangun secara mandiri (
sustanbility )
5. Mengurangi ketergantungan dan menciptakan hubungan saling
menguntungkan dan saling menghormati ( interpendence )

3. Model Pendekatan dari Atas Kebawah (Top Down)

Pendekatan ini sering disebut dengan model tetesan dari atas (trikle
down). Dalam model pendekatan ini, proses pembangunan bersifat
sentralistik. Tidak saja dana-dana pembangunan, tetapi juga
perencanaan pembangunan ditentukan dari atas. Berbagai masalah dan
kebutuhan masyarakat dirumuskan dari dan oleh orang luar tanpa
melibatkan masyarakat. Dalam model ini masyarakat ditempatkan
sebagai obyek yang akan menerima dan menikmati hasil pembangunan.
Model ini telah menancapkan akarnya kuat-kuat dalam proses
pembangunan di negara berkembang yang sedang berjalan hingga
sekarang.

17
Model Top Down mempunyai kelebihan dimana proses pembangunan
dapat berjalan cepat, dan target-target yang telah ditetapkan dapat
dicapai tepat pada waktunya. Namun model pendekatan demikian
sangat ditentukan oleh kemampuan penyediaan dana negara dan sangat
ditentukan oleh kemauan dan kesungguhan aparat pemerintah
keberlangsungannya.

Posisi sentral yang mendominir proses pembangunan ini ternyata dapat


melemahkan masyarakat, dan menimbulkan hubungan yang timpang
(tidak serasi). Disatu pihak lahir budaya perintah dikalangan
pelaksana pembangunan di lain pihak akan lahir sikap diam dan
menunggu. Kini dengan semakin kompleksnya bidang dan
permasalahan pembangunan yang harus diselesaikan, semakin disadari
bahwa model Top Down kurang menguntungkan bagi kelangsungan
proses pembangunan.

4. Model Pendekatan dari Bawah (Bottom Up)

Suatu model yang mencoba melakukan koreksi dan melengkapi


kekurangan-kekurangan yang ada pada model Top Down. Model
pendekatan Bottom Up ini memakai partisipasi sebagai kata kunci.
Partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan dalam rangka perencanaan
dan penentuan kebijakan, atau dalam pengambilan keputusan.

Model pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered)


menekankan bahwa pembangunan bukan sekedar meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dan pendapatan nasional (GNP) serta
terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat, tetapi yang lebih penting
lagi adalah pada upaya meningkatkan kualitas manusia agar dapat
,eningkatkan partisipasi secara nyata dalam berbagai aktifitas kehidupan
untuk mendorong terciptanya kegiatan produktif yang bernilai tinggi.

18
Model pendekatan dari bawah mencoba melibatkan masyarakat dalam
setiap tahap pembangunan. Pendekatan yang dilakukan tidak berangkat
dari luar melainkan dari dalam. Seperangkat masalah dan kebutuhan
dirumuskan bersama, sejumlah nilai dan sistem dipahami bersama.
Model Bottom memulai dengan situasi dan kondisi serta potensi lokal.
Dengan kata lain model ini menampatkan manusia sebagai subyek.
Pendekatan Bottom Up lebih memungkinkan penggalian dana
masyarakat untuk pembiayaan pembangunan.
Hal ini disebabkan karena masyarakat lebih merasa memiliki, dan
merasa turut bertanggung jawab terhadap keberhasilan pembangunan,
yang nota bene memang untuk kepentingan mereka sendiri. Pendekatan
Bottom Up memberikan kesan lebih manusiawi dan memberikan
harapan yang lebih baik, namun tidak lepas dari kekurangannya. Model
ini membutuhkan waktu yang lama dan belum menemukan bentuknya
yang mapan.

Argumentasi pembenaran model pendekatan partisipatif adalah :

1. Masyarakat adalah focus sentral dan tujuan trakhir pembangunan


2. Partisipasi menimbulkan rasa harga diri dan kemampuan pribadi
untuk dapat turut serta dalam keputusan penting yang menyangkut
masyarakat.
3. Partisipasi menciptakan lingkungan umpan balik arus informasi
tentang sikap, aspirasi, kebutuhan dan kondisi daerah yang tanpa
keberadaannya akan tidak terungkap
4. Partisipasi menyediakan lingkungan yang kondusif bagi aktualisasi
potensi dan pertumbuhan masyarakat
5. Partisipasi dipandang sebgai pencerminan hak-hak demokratis
individu untuk dilibatkan dalam pembangunan mereka sendiri.

19
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemberdayaan adalah suatu proses untuk menjadikan orang menjadi


lebih berdaya atau lebih berkemampuan untuk menyelesaikan
masalahnya sendiri, dengan cara memberikan kepercayaan dan
kewenangan sehingga menumbuhkan rasa tanggung jawab.
Memberdayakan orang dapat dilakukan dengan cara
memindahkannya dari posisi yang biasanya hanya melakukan apa
yang disuruh, menjadi posisi lain yang memberikan kesempatan
untuk lebih bertanggung jawab. Pemberdayaan dapat diawali dengan
hanya sekedar memberikan dorongan kepada orang agar mau
memainkan peran lebih aktif dalam pekerjaanya, sampai pada
melibatkan mereka dalam mengambil keputusan atau tanggung
jawab untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.

Tujuan pemberdayaan adalah memampukan dan memandirikan


masyarakat terutama dari kemiskinan, keterbelakangan, kesenjangan,
dan ketidakberdayaan. Kemiskinan dapat dilihat dari indikator
pemenuhan kebutuhan dasar yang belum
mencukupi/layak.Kebutuhan dasar itu, mencakup pangan, pakaian,
papan, kesehatan,pendidikan, dan transportasi. Sedangkan
keterbelakangan, misalnya produktivitas yang rendah, sumberdaya
manusia yang lemah, kesempatan pengambilan keputusan yang
terbatas, dan juga untuk menghasilkan masyarakat yang berdaya.

Yang dimaksud denga masyarakat berdaya adalah masyarakat yang


tahu, mengerti, paham, termotivasi, berkesempatan, memanfaatkan

20
peluang, berenergi, mampu bekerjasama, tahu berbagai alternatif,
mampu mengambil keputusan, berani mengambil resiko, mampu
mencari dan menangkap informasi dan mampu bertindak sesuai
dengan situasi. Proses pemberdayaan yang melahirkan masyarakat
yang memiliki sifat seperti yang diharapkan harus dilakukan secara
berkesinambungan dengan mengoptimalkan partisipasi masyarakat
secara bertanggung jawab.

B. Saran
Dengan ini diharapkan perawat dapat menerapkan konsep
pemberdayaan ini dalam melakukan asuhan keperawatan komunitas.
Sehingga terwujud masyarakat yang berdaya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Istiarti, V.G Tinuk, Priyadi N, Laksmono W, Emmy R. 2009.


Pemberdayaan Masyarakat. Semarang: Undip Press.

Riza Risyanti, Roesmidi .2006. Pemberdayaan Masyarakat.


Sumedang : ALQAPRINT JATINANGOR)

22
23

Anda mungkin juga menyukai