Disusun Oleh:
FAUZAN SYAHRANI
21070111130045
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah limpahkan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulisan laporan Kerja Praktek dengan judul Identifikasi Tekanan Panas
pada Pekerja Bagian Inspeksi Akhir PT American Standard Indonesia ini dapat
diselelsaikan dengan baik dan tepat waktu. Laporan ini disusun untuk memenuhi
persyaratan mata kuliah Kerja Praktek. Melalui Kerja Praktek yang telah dilaksanakan
ini dapat memberikan banyak manfaat dan pengalaman, serta pemahaman penerapan
materi perkuliahan bagi penulis. Penulis berharap semoga kegiatan kerja praktek dan
pemubuatan laporan ini dapat memberikan manfaat dikemudian hari.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyelesaikan Laporan Kerja Praktek ini,
penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih atas segala bantuan, bimbingan, semangat, dan
doa yang telah diberikan. Ucapan terima kasih ini penulis persembahkan kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran serta petunjuk
kepada penulis selama proses pembuatan laporan.
2. Kedua orang tua, Achmad Thabrani dan Sarah, serta adik saya Fazri Rahmadhan.
Terima kasih atas segala pengorbanan, kasih sayang, semangat dan doa yang
diberikan selama ini. Tidak ada restu yang lebih mulia selain restu dari Keluarga.
3. Widhi Adwitya Setyawan Putra beserta keluarga yang telah memberikan bantuan
selama melakukan Kerja Praktek.
4. Bapak DR. Hery Suliantoro ST., MT. selaku Pembimbing Kerja Praktek. Terima
kasih atas segala bimbingan, masukan, saran yang diberikan dan diajarkan kepada
penulis hingga laporan ini dapat diselesaikan dengan baik. Semoga ilmu yang
berikan dapat bermanfaat selalu. Amin,
5. Bapak Sriyanto, ST., MT. selaku koordinator Kerja Praktek yang telah memberikan
arahan dalam pelaksanaan Kerja Praktek. Semoga selalu diberi limpahan rahmat
dan kesehatan.
6. Seluruh staff di PT American Standard Indonesia yang telah membantu kelancaran
dalam proses Kerja Praktek. Khususnya Bapak Dalih Wahyudi selaku Kepala
Departemen HSE, dan Ibu Lukitarini bagian HRD yang telah memberikan
i
kesempatan pada penulis untuk melakukan Kerja Praktek di PT American Standard
Indonesia.
7. Teman teman satu angkatan, Teknik Industri 2011 Evander yang selalu
kompak, selalu setia, rela berkorban dan memberikan saran serta taka ada hentinya
menyemangati. Semoga kita semua diberi kelancaran dalam menjalani kuliah
hingga lulus nanti. Aamiin.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga kebaikan
kalian mendapat balasan kebaikan pula dari Allah SWT.
Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat tak hanya untuk dunia akademis dan
ilmiah tetapi juga bermanfaat bagi perusahaan.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa Laporan Kerja Praktek
ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis berharap kritik dan saran yang
membangun sehingga dapat menjadikan perbaikan untuk kedepannya.
Fauzan Syahrani
ii
Daftar Isi
iii
2.7.3 Jenis Kelamin ............................................................................................ 16
2.7.4 Indeks Massa Tubuh ................................................................................. 17
2.7.5 Pakaian Kerja ............................................................................................ 17
2.8 Pengukuran Tekanan Panas .............................................................................. 18
2.8.1 Temperatur Lingkungan Kerja .................................................................. 18
2.8.2 Pengukuran Pada Pekerja .......................................................................... 20
2.9 Pengendalian Tekanan Panas di Tempat Kerja ................................................ 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN........................................................................ 23
3.1 Jenis Penelitian ................................................................................................. 23
3.2 Tempat dan Waktu Penilitian ........................................................................... 23
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ....................................................................... 23
3.4 Metode Pengumpulan Data .............................................................................. 24
3.4.1 Proses Pengukuran dan Pengambilan Data Primer ................................... 24
3.4.2 Proses Pengambilan Data Sekunder .......................................................... 24
3.4.3 Pengolahan Data........................................................................................ 24
3.4.4 Analisis Data ............................................................................................. 25
BAB IV TINJAUAN SISTEM DAN PEMBAHASAN ................................................. 26
4.1 Gambaran Umum Perusahaan .......................................................................... 26
4.1.1 Profil Singkat Perusahaan ......................................................................... 26
4.1.2 Visi dan Misi Perusahaan .......................................................................... 27
4.1.3 Struktur Organisasi Perusahaan ................................................................ 28
4.1.4 Proses Produksi ......................................................................................... 28
4.2 Identifikasi Masalah ......................................................................................... 29
4.2.1 Pengumpulan dan Pengolahan Data .......................................................... 30
4.2.2 Hasil Pengukuran Kalori ........................................................................... 30
4.2.3 Data Hasil Pengukuran Panas ................................................................... 31
4.2.4 Keluhan Subyektif ..................................................................................... 32
BAB V ANALISIS ......................................................................................................... 34
5.1 Tekanan Panas .................................................................................................. 34
5.2 Keluhan Subyektif ............................................................................................ 35
BAB VI PENUTUP ........................................................................................................ 36
iv
6.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 36
6.2 Saran ................................................................................................................. 36
Daftar Pustaka
Lampiran
v
Daftar Tabel
Tabel 2.1 Pedoman Intensitas Penerangan ........................................................................ 9
Tabel 2.2 Perkiraan Kecepatan Angin ............................................................................ 20
Tabel 2.3 Estimasi Pengeluaran Energi Berdasarkan Analisis Tugas............................. 21
Tabel 4.1 Perhitungan Pengeluaran Energi pada Inspektor ............................................ 31
Tabel 4.2 Data Pengukuran Suhu .................................................................................... 31
Tabel 4.3 Keputusan Menteri Tentang Iklim Kerja ........................................................ 32
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Keluhan Subyektif ......................................................... 33
vi
Daftar Gambar
Gambar 1.1 Rentang Toleransi Temperatur Lingkungan ................................................. 2
Gambar 4.1 American Standard ...................................................................................... 26
Gambar 4.2 Produk-Produk American Standard Indonesia ............................................ 27
Gambar 4.3 Struktur Organisasi PT American Standard Indonesia ............................... 28
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Gambar 1.1 Rentang Toleransi Temperatur Lingkungan
2
Panas ditempat kerja sebagai sebuah tekanan fisik dapat mengakibatkan perubahan
fisiologis tubuh. Pemaparan panas secara terus menerus dapat mengakibatkan timbulnya
heat strain, yaitu serangkaian respon fisik yang timbul akibat adanya tekanan panas.
Respon-respon fisik tersebut dapat menjadi lebih parah apabila didukung oleh buruknya
faktor-faktor lain seperti faktor umur, kondisi fisik, tingkat aklimatisasi, dan dehidrasi
pada pekerja. Hal ini kemudian dapat menimbulkan beberapa penyakit atau keluhan
yang berhubungan dengan panas, seperti heat cramps, heat exhaustion, atau pun heat
stroke.
(Alpaugh, 1979)
PT. American Standard Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak dalam
bidang pembuatan alat-alat sanitary yang berbahan keramik. Dalam proses produksinya
terdapat sebuah proses pembakaran dengan menggunakan mesin KILN-RH dengan
suhu inti dari pembakaran sebesar 1216o-1220oC. Hal ini menyebabkan terjadinya
pemaparan suhu pada daerah sekitar mesin yang mempengaruhi lingkungan kerja fisik
bagi operator inspeksi yang berada didekatnya. Suhu yang dipaparkan dari mesin pada
lingkungan sekitarnya berpotensi menyebabkan terjadinya heat stress pada operator
pada bagian inspeksi. Namun demikian terjadinya tekanan panas (heat stress) juga
dipengaruhi oleh faktor lain yaitu beban kerja, pakaian kerja, dan karakteristik pekerja.
3
1.4 Lingkup Kegiatan
Pelaksanaan kerja praktek dilakukan pada tanggal 4 31 Agustus 2014 yang
bertempat di PT. American Standard Indonesia, yang beralamat di Jalan Raya Narogong
Km 52, Cileungsi, Bogor-16820. Pada pelaksanaan penulis diposisikan pada
departemen HSE dimana departemen ini mengorganisir seluruh kegiatan dengan
memperhatikan setiap detail aspek safety pada kegiatan tersebut. Pada laporan ini akan
membahas mengenai lingkungan kerja fisik operator inspeksi pada mesin KILN-RH di
PT. American Standard Indonesia. Populasi sampel yang digunakan untuk penelitian
adalah semua operator di area Inspeksi yang berjumlah 16 orang, jumlah ini diharapkan
dapat menjadi penelitian dari seluruh operator yang bekerja di area inspeksi sehingga
dapat menghasilkan data yang akurat. Sedangkan untuk meneliti temperature di area
inspeksi tersebut dilakukan pada waktu kerja shift 1 pukul 07.00-15.00 WIB, dengan
mempertimbangkan bahwa pada saat bekerja terdapat faktor cuaca sekitar lingkungan
kerja yang panas yang akan mempengaruhi suhu udara pada area kerja.
4
inspeksi pada mesin KILN-RH. Sedangkan data sekunder merupakan arsip dari
perusahaan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
2.3 Faktor-Faktor Lingkungan Fisik Kerja
2.3.1 Temperatur
Tubuh manusia akan selalu berusaha mempertahankan keadaan normal dengan
suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan yang terjadi di luar tubuh tersebut. Tetapi kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan temperatur luar adalah jika perubahan temperatur luar tubuh
tersebut tidak melebihi 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin.
Semuanya ini dari keadaan normal tubuh.dalam keadaan normal tiap anggota tubuh
manusia mempunyai temperatur berbeda-beda.Tubuh manusia bisa menyesuaikan diri
karena kemampuannya untuk melakukan proses konveksi, radiasi dan penguapan jika
terjadi kekurangan atau kelebihan panas yang membebaninya.
Menurut penyelidikan, berbagai tingkat temperatur akan memberikan pengaruh
yang berbeda-beda seperti berikut ini :
49oC : Temperatur yang dapat ditahan sekitar 1 jam, tetapi jauh diatas
kemampuan fisik dan mental.
30oC : Aktivitas mental dan daya tanggap mulai menurun dan cenderung
untuk melakukan kesalahan dalam pekerjaan, timbul kelelahan fisik.
24oC : Kondisi optimum.
10oC : Kekakuan fisik yang ekstrem mulai muncul.
Dari hasil penyelidikan didapatkan bahwa produktivitas manusia akan mencapai
tingkat yang paling tinggi pada temperatur sekitar 24 27 derajat Celcius.
(Wignjosoebroto, 1995)
Berdasarkan keputusan meteri kesehatan No.1405/menkes/SK/XI/2002 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri menyebutkan
bahwa nilai ambang batas (NAB) atau suhu ruangan antara 18-28 derajat Celcius.
2.3.2 Kelembaban
Kelembaban adalah banyaknya kadar air yang terkandung di dalam udara
(dinyatakan dalam %). Kelembaban ini sangat berhubungan atau dipengaruhi oleh
temperatur udara. Suatu keadaan dimana udara sangat panas dan kelembaban tinggi
akan mengakibatkan penguapan panas dari tubuh secara besar-besaran (karena sistem
7
penguapan). Pengaruh lainnya adalah semakin cepatnya denyut jantung karena makin
aktifnya peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan akan oksigen.
(Wignjosoebroto, 1995)
8
2. Kesilauan Tak Langsung
Terjadi akibat cahaya yang dipantulkan oleh bahan atau alat yang mengkilat
permukaan.
3. Kesilauan Kontras
Terjadi akibat intensitas yang dipantulkan pada objek terlalu besar dari
intensitas latar belakang. Arah sinar sumber cahaya yang cukup jumlahnya
sangat berguna dalam mengatur penerangan secara baik. Sinar-sinar dari
berbagai arah akan meniadakan gangguan bayangan. Pada umumnya intensitas
penerangan dalam tempat kerja dapat diatur menurut tabel dibawah ini :
Tabel 2.1 Pedoman Intensitas Penerangan
Jenis Pekerjaan Illuminasi
Kasar 100-200 lux
Sedang 200-500 lux
Halus 500-1000 lux
Sangat Halus 1000-2000 lux
Pencahayaan sangat mempengaruhi kemampuan manusia untuk melihat objek
secara jelas, cepat dan tanpa menimbulkan kesalahan. Kurangnya pencahayaan akan
mengakibatkan mata operator/pekerja menjadi cepat lelah karena mata akan berusaha
untuk melihat jelas dengan membuka lebar-lebar. Kelelahan mata akan mengakibatkan
kelelahan mental dan kerusakan mata. Pencahayaan buatan umumnya menggunakan
energi listrik yang disebut juga penerangan listrik.
Pencahayaan buatan harus memiliki syarat sebagai berikut:
a. Penerangan listrik harus sesuai dengan pekerjaan yang dilaksanakan oleh
tenaga kerja dengan instensitas yang cukup.
b. Penerangan listrik tidak boleh menimbulkan perubahan suhu udara yang
berlebihan pada tempat kerja.
c. Sumber cahaya listrik harus memberikan penerangan dengan intensitas yang
tepat, menyebar merata tidak berkedip, tidak menyilaukan dan tidak
menimbulkan bayangan yang mengganggu.
(Zulmiar, 1999)
9
2.3.5 Kebisingan
Salah satu bentuk polusi adalah kebisingan (noise) yang tidak dikehendaki oleh
telinga kita. Kebisingan tidak dikehendaki karena dalam jangka panjang dapat
mengganggu ketenangan kerja. Ada 3 aspek yang menentukan kualitas bunyi yang
dapat menentukan tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu :
Lama bunyi terdengar. Bila terlalu lama dapat menyebabkan ketulian
Intensitas, biasanya diukur dengan decibel (dB) menunjukkan besarnya arus
energy per satuan luar.
Frekuensi suara (Hz), menunjukkan jumlah gelombang suara yang sampai ke
telinga per detik.
Bising memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Bising yang kadangkala dan tak terduga akan lebih mengganggu daripada
bising yang kontinyu.
b. Sumber nada tinggi lebih mengganggu daripada nada rendah.
c. Tugas yang menuntut konsentrasi mental terus-menerus akan lebih mudah
tergganggu oleh kebisingan.
d. Kegiatan yang memerlukan pelatihan lebih mudah terpengaruh bising daripada
pekerjaan rutin.
2.3.6 Bau-Bauan
Adanya bau-bauan yang dipertimbangkan sebagai polusi akan dapat
mengganggu konsentrasi pekerja. Temperatur dan kelembaban adalah dua faktor
lingkungan yang dapat mempengaruhi kepekaan penciuman. Pemakaian air
conditioning yang tepat adalah salah satu cara yang dapat digunakan untuk
menghilangkan bau-bauan yang mengganggu sekitar tempat kerja.
(Wignjosoebroto, 1995)
2.3.7 Warna
Yang dimaksud di sini adala tembok ruangan dan interior yang ada di sekitar
tempat kerja. Warna ini selain berpengaruh terhadap kemampuan mata untuk melihat
obyek, juga memberikan pengaruh yang lain pula terhadap manusia seperti:
10
Warna merah bersifat merangsang
Warna kuning memberikan kesan luas terang dan leluasa
Warna hijau atau biru memberikan kesan sejuk, aman, dan menyegarkan.
Warna gelap memberikan kesan leluasa.
Dengan adanya sifat-sifat itu maka pengaturan warna ruangan tempat kerja perlu
diperhatikan dalam arti harus disesuaikan dengan kegiatan kerjanya. Dalam keadaan
dimana ruangan terasa sempit maka pemilihan warna yang sesuai dapat menghilangkan
kesan tersebut. Hal ini secara psikologis akan menguntungkan (dengan memberikan
warna terang akan memberikan kesan leluasa) karena kesan sempit cenderung
menimbulkan ketegangan(stress).
Kondisi dimana lingkungan fisik seperti telah dijelaskan secara umum di atas
pada hakikatnya diharapkan mampu meningkatkan aspek kenyamanan kerja. Hal
tersebut akan sangat penting dalam rangka meningkatkan aspek-aspek yang berkaitan
dengan sosial,psikologis dan motivasi manusia dalam rangka peningkatan produktivitas
kerja.
11
benda yang mengeluarkan panas, atau aktifitas fisik secara terus menerus yang
mempunyai potensi tinggi untuk menimbulkan tekanan panas.
Dari definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tekanan panas merupakan
kombinasi antara pajanan panas yang ditimbulkan oleh lingkungan dan panas yang
dihasilkan dari aktivitas fisik manusia atau disebut juga dengan panas metabolic.
Pajanan panas dipengaruhi oleh suhu udara kering, kelembaban, suhu basah, suhu
global, dan pergerakan udara atau angina.
Tekanan panas yang dirasakan oleh seseorang juga dipengaruhi oleh faktor-faktor
lain diluar faktor pekerjaan seperti proses penyesuaian diri, tingkat kebugaran, jenis
pakaian yang digunakan, konsumsi air, konsumsi alkohol dan obat-obatan, dan lain-lain.
12
3) Posisi dari permukaan sumber
4) Kecepatan pergerakan udara
5) Suhu reltif sumber dan udara
Panas yang pindah melalui konveksi adalah melalui pergerakan udara (angin).
Konveksi itu sendiri dapat menyebabkan terjadinya pergerakan udara, udara
yang berada dekat dengan sumber panas akan menjadi panas, memuai dan akan
menjadi ringan. Udara yang ringan akan bergerak menjauhi sumber panas dan
secara otomatis udara yang dingin akan mengalir ke arah sumber panas. Udara
panas yang mengalir dari sumber ke lingkungan sekitarnya akan menyebabkan
terjadinya peningkatan temperature di lingkungan sekitar. Jika suhu udara antara
lingkungan dan sumber sama, maka tidak akan terjadi perpindahan panas.
Metode konveksi ini merupakan metode yang umum dalam proses perpindahan
panas di lingkungan.
c. Radiasi
Radiasi berbeda dengan konduksi dan konveksi, dimana panas yang berpindah
dari suatu objek ke objek lain tidak memerlukan adanya kontak fisik maupun
pergerakan udara. Energi panas berpindah dari sumber ke lingkungan sekitarnya
dalam bentuk gelombang elektromagnetik atau radiasi infra merah.
Suatu contoh panas radiasi adalah panas yang dipancarkan oleh matahari ke
bumi. Umumnya panjang gelombang panas radiasi tidak termasuk golongan
gelombang yang tidak terlihat. Diketahui adanya radiasi panas adalah dengan
mengamati objek yang terkena panas radiasi yang berubah menjadi panas.
Tingkat perpindahan panas melalui radiasi dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu:
1) Perbedaan suhu absolute antara suatu objek dengan lingkungan di
sekitarnya.
2) Jika suhu objek dan lingkungan di sekelilingnya sama, maka tidak akan
ada perpindahan panas melalui radiasi.
3) Relative emissivity antara objek dengan lingkungan sekelilingnya.
Emissivity adalah rasio energy radiasi yang terpancar dari suatu
13
permukaan dibandingkan dengan energi radiasi yang dipancarkan oleh
objek yang hitam sempurna pada temperatur yang sama.
d. Evaporasi
Proses penguapan uap air dari kulit (keringat) dari permukaan kulit menunjukan
adanya proses pelepasan panas dari tubuh. Kapasitas evaporasi maksimum dan
pelepasan panas dari tubuh dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu :
1) Perbedaan temperature kulit dengan temperature udara ambien
2) Kecepatan aliran udara
3) Tekanan uap air pada kulit
4) Tekanan uap air pada udara ambien
14
dimonitor. Jika keringat berhenti dan kulit menjadi panas dan kering, maka sebaiknya
segera dibawa ke rumah sakit.
15
2.7.2 Umur
Informasi tentang dampak umur terhadap respon fisiologis terhadap panas sangat
jarang. Fakta menunjukan bahwa orang yang lebih tua dan sehat mempunyai
kemampuan aklimatisasi lebih baik, tetapi umumnya gangguan fisiologis terjadi pada
tingkat tekanan panas sedang sampai tinggi seiring dengan pertambahan usia.
Fenomena ini lebih dimungkinkan karena terjadi penurunan kapasitas
kardiovaskuler. Ini jelas terlihat bahwa bertambahnya usia menimbulkan penurunan
kapasitas kerja dan denyut jantung maksimum. Sedangkan peningkatan panas metabolik
akibat akitifitas kerja sangat sedikit sekali kaitannya dengan peningkatan usia. Tidak
ada fakta yang menunjukan bahwa tingkat toleransi suhu maksimum pada rectal
menurun seiring dengan pertambahan usia. Semakin bertambahnya umur seseorang
akan menyebabkan respon kelenjar keringat terhadap perubahan temperatur menjadi
lebih lambat, sehingga proses pengeluaran keringat menjadi tidak efektif dalam
mekanisme pengendalian suhu tubuh.
Peningkatan usia juga menyebabkan makin lambatnya respon kelenjar keringat
sehingga pengendalian suhu tubuh menjadi tidak efektif. Penuaan juga menyebabkan
terjadinya peningkatan aliran darah ke kulit jika terpajan oleh panas.
16
2.7.4 Indeks Massa Tubuh
Secara sederhana kondisi fisik mempunyai dampak terhadap kapasitas
termoregulasi. Dari penelitian terlihat bahwa orang yang kelebihan berat badan atau
gemuk lebih mudah terkena heat stroke daripada orang yang tidak gemuk. Hal ini
karena orang yang tidak gemuk mempunyai luas permukaan tubuh yang lebih kecil dari
pada orang yang gemuk sehingga panas yang hilang dari tubuh akibat evaporasi lebih
sedikit. Selain itu orang yang gemuk mempunyai fungsi sirkulasi yang lebih buruk
daripada orang yang tidak gemuk. Orang yang tidak berbadan gemuk relatif lebih tahan
panas pada saat melakukan pekerjaan mulai dari kapasitas kerja minimum sampai
kapasitas kerja maksimum.
17
2.8 Pengukuran Tekanan Panas
2.8.1 Temperatur Lingkungan Kerja
Pengkuran temperatur lingkungan kerja adalah untuk mengetahui tingkat
temperatur yang ada di lingkungan. Faktor lingkungan yang berkaitan dengan tekanan
panas di tempat kerja adalah Dry Bulb (Air) Temperature (Suhu Udara Kering),
kelembaban atau tekanan uap air, kecepatan udara, dan panas radiasi.
(NIOSH, 1986)
1) Suhu Udara Kering (Dry Bulb (Air) Temperature)
Suhu kering (ta) merupakan yang paling sederhana untuk mengukur faktor-faktor
iklim lingkungan. Ta merupakan suhu udara ambient yang terukur dengan
menggunakan thermometer. Unit pengukuran yang disarankan oleh International
Standard Organization (ISO) adalah dalam derajat Celcius dan derahat Kelvin,
dimana C = (F-32) x 5/9 dan K = C + 273
Jenis-jenis termometer yang lazim digunakan untuk mengukur suhu kering adalah
liquid-in-glass thermometer, thermocouples, dan resistance thermometer
(termistor). Termometer tersebut pada dasarnya mempunyai sifat, komponen,
karakteristik, dan bahan sensing element yang berbeda.
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam menggunakan salah satu
thermometer adalah:
Suhu yang akan diukur harus sesuai dengan skala pengukuran termometer.
Waktu yang diperbolehkan untuk pengukuran harus lebih lama daripada
waktu yang diperlukan untuk termometer kembali stabil.
Sensing element harus kontak atau berada sedekat mungkin dengan area yang
akan diukur.
Bila berada dibawah panas radiasi (dibawah sinar matahari atau di area yang
suhu permukaannya berbeda dengan suhu udara), maka sensing element harus
diberikan pelindung.
2) Kelembaban (Humidity)
Kelembaban atau jumlah uap air di udara umumnya diukur sebagai kelembaban
relatif (relative humidity) atau disingkat rh, yaitu persentase embunan (uap
lembab) di udara relatif terhadap jumlahnya yang dapat ditampung jika uap
18
tersebut jenuh pada temperatur yang sama. Kelembaban merupakan salah satu
faktor iklim yang dapat mempengaruhi pertukaran panas antara tubuh dengan
lingkungan melalui penguapan. Jika tekanan uap atau kelembaban makin tinggi,
maka kehilangan panas karena evaporasi akan makin rendah.
3) Globe Temperature (Tg)
Mengukur panas radian dari permukaan yang padat pada lingkungan sekitar dan
perpindahan panas konveksi dengan udara ambient. Pengukuran globe
temperature secara klasik adalah dengan menggunakan termometer yang
dilengkapi dengan bola yang terbuat dari tembaga dan dilapisi dengan warna
hitam pada bagian luarnya. Tingkat suhu radian yang terukur dipengaruhi oleh
rata-rata temperatur dari permukaan di sekitar. Globe temperature digunakan
untuk memperkirakan rata-rata suhu panas di lingkungan sekitar.
Sumber panas radiasi dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu sumber
buatan (radiasi infra merah pada industri besi dan baja dan industri gelas) dan
radiasi dari alam (radiasi sinar matahari). Radiasi di tempat kerja di ukur dengan
menggunakan black globe thermometer atau radiometer yang berbeda dengan
peralatan unutk mengukur radiasi sinar matahari dan infra merah pada manusia
yang umum digunakan di tempat kerja adalah black globe temperature (tg) dalam
satuan derajat celcius.
4) Kecepatan Angin (Air Velocity)
Angin dihasilkan dari pergerakan tubuh manusia atau pergerakan udara (Va) yang
diukur dengan satuan feet per menit (fpm) atau meter per detik (m/det). Angin
sangat penting dalam proses perpindahan panas antara tubuh manusia dengan
lingkungan karena perannya dalam proses perpindahan panas secara konveksi dan
evaporasi. Kecepatan angin diukur dengan menggunakan anemometer. Dua tipe
anemometer yang sering digunakan adalah vane anemometer dan
thermoanemometer.
Jika tidak terdapat anemometer untuk mengukur kecepatan pergerakan udara,
maka dapat dilakukan perkiraan seperti berikut :
19
Tabel 2.2 Perkiraan Kecepatan Angin
Fenomena Va (m/det) Vafpm
Tidak ada pergerakan udara (ruang tertutup tanpa ada
Va < 0,2 39
sumber udara)
Pergerakan udara lemah (terasa sedikit) 0,2Va1,0 39-197
Pergerakan udara sedang (dapat memindahkan selembar 197-
1,0Va1,5
kertas) 235
Pergerakan udara tinggi (dekat dengan kipas angina,
Va1,5 >235
dapat melambaikan pakaian)
Sumber : Kep-51/Men/1999.
20
Tabel 2.3 Estimasi Pengeluaran Energi Berdasarkan Analisis Tugas
A Body Position and Movement Kcal/min*
Sitting 0,3
Standing 0,6
Walking 2,0-3,0
Walking uphill add 0,8 per meter rise
B Type of Work Average Range kcal/min
Kcal/min
Hand work
Light 0,4 0,2-1,2
Heavy 0,9
Work one arm
Light 1 0,7-2,5
Heavy 1,8
Work both arm
Light 1,5 1,0-3,5
Heavy 2,5
Work whole body
Light 3,5 2,5-9,0
Moderate 5
Heavy 7
Very Heavy 9
C Basal Metabolism 1
D Sample calculation** Average Kcal/min
Assembling work with heavy hand
tools
Standing 0,6
Two-arm work 3,5
Basal Metabolism 1
Total 5,1 kcal/min
*For standard worker of 70 kg body weight (154 lbs) and 1,8 m2 body surface (19,4 lt2)
**Example of measuring metabolic heat production of worker when performing initial
screening
Sumber: Criteria for a recommended standard, Occupational Exposure to Hot
Environments, Revised Criteria 1986, NIOSH
21
dikendalikan melalui pengendalian enjiniring seperti ventilasi, AC, dan perubahan pada
proses.
Ventilasi, pendinginan udara, penggunaan fan, pembatas (shielding), dan
memberikan penyekat merupakan lima tipe utama pengendalian secara rancang bangun
untuk menurunkan panas lingkungan di lingkungan kerja. Penurunan panas juga dapat
dilakukan dengan bekerja menggunakan alat bantu dan tidak mengandalkan kekuatan
fisik semata.
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
23
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Proses Pengukuran dan Pengambilan Data Primer
a. Data cuaca di tempat kerja
Cuaca di tempat kerja diukur dengan alat termometer yang layak untuk
digunakan. Indikator yang diukur adalah suhu kering dan kelembaban.
Pengukuran dilakukan pada saat operator sedang melakukan pekerjaannya.
Langkah-langkah pengukuran adalah sebagai berikut:
Persiapan alat 5 menit
Persiapan alat pada titik sampling
Proses penyesuaian alat selama 10 menit
Proses pengukuran setiap titik 15 menit
Pencatatan hasil pengukuran
Alat ukur diletakkan pada stasiun kerja operator
b. Panas metabolisme
Panas metabolisme didapat dengan metode pengamatan aktivitas kerja dari
pekerja. Waktu observasi dilakukan ketika pekerja melakukan pekerjaan rutin
sehari-hari. Observasi yang dilakukan diusahakan tidak mempengaruhi pekerja
dalam beraktivitas. Penulis akan mengestimasikan panas pekerja dengan standar
yang berasal dari ACGIH.
c. Keluhan subyektif pekerja
Untuk memperoleh data mengenai keluhan pekerja dan karakteristik pekerja
dengan menggunakan metode wawancara terhadap operator.
24
Dari data hasil pengukuran temperautr lingkungan kerja yang diukur
menggunakan termometer, kemudian akan dibandingkan dengan standard yang terdapat
dalam Keputusan Mentergi Tenaga Kerja.
Untuk estimasi panas metabolisme didasarkan pada pengamatan atas aktivitas
yang dilakukan oleh pekerja. Hasil pengukuran secara observasi kemudian diubah ke
dalam satuan Kcal/min atau Kcal/jam melalui standard estimasi panas metabolism oleh
ACGIH.
Pengukuran untuk pengaruh tekanan panas terhadap keluhan pekerja
menggunakan wawancara langsung terhadap operator.
25
BAB IV
TINJAUAN SISTEM DAN PEMBAHASAN
PT. American Standard Indonesia adalah bagian dari LIXIL Global Company, grup
korporasi manufaktur terbesar di Jepang dengan bisnis utama dibidang industri bahan
bangunan dan perlengkapan dan peralatan perumahan.
Brand American Standard adalah salah satu brand portofolio internasional yang
dimiliki oleh LIXIL Group. Bisnis utama American Standard brand adalah solusi
lengkap kamar mandi. Meliputi closet, washbasin, bathtub, shower, keran faucet, fitting
dan aksesoris bagi bermacam keperluan.
Setiap bagian dari produk saniter keramik dibuat dengan standar tertinggi.
American Standard juga mendesain dan memproduksi keran mixer, mono dan shower
termasuk juga perlengkapan dan aksesoris kamar mandi lainnya.
PT. American Standard Indonesia memiliki Office dan Plant yang terletak di Jalan
Raya Narogong Km.52 Desa Limusnunggal, Cileungsi Bogor 16820. Sementara Sales
26
& Marketing Office berada di Alamanda Tower lantai 33, Jalan Letjen TB Simatupang
Kav. 22-26, Cilandak Jakarta Selatan 12560.
Proses Produksi di perusahaan berjalan selama 24 jam dalam sehari selama 5 hari
kerja, berikut pembagian shift yang ada pada PT. American Standard Indonesia:
Shift 1: Pukul 07.00-15.00 WIB (istirahat pkl 12.00-13.00)
Shift 2: Pukul 15.00-23.00 WIB (istirahat pkl 18.00-19.00)
Shift 3: Pukul 23.00-07.00 WIB (istirahat pkl 03.00-04.00)
Produk-produk yang dihasilkan oleh PT. American Standard Indonesia adalah
sebagai berikut:
1. Lavatory and Pedestal
2. One Piece Toilet
3. Closed Couplet Toilet
4. Urinal
Misi
1. Peningkatan pertumbuhan dengan pencapaian target penjualan
2. Selalu menciptakan kualitas yang lebih baik dari waktu ke waktu dalam
segala hal
27
3. Mengembangkan produk yang tak tertandingi oleh pesaing
4. Efisiensi operasi, penghematan di segala bidang dan peningkatan
pendapatan perusahaan
5. Mendidik manusia American Standard Indonesia yang terampil dan dinamis
28
tersebut akan dihasilkan sebuah cast (cetakan) yang digunakan untuk membuat produk
yang sebenarnya.
Setelah cast dibuat maka dilanjutkan pada proses casting yang dilakukan pada
bagian cast shop. Pada bagian ini, bahan baku yang sudah melalui proses mixing akan
dimasukan dalam cast yang tersedia pada mesin VCBU. Bahan baku yang ditampung
dalam blunger dimasukan kedalam cast dengan menggunakan blowing machine yang
secara otomatis akan mengisi bahan baku hingga tepat memenuhi volume dari cetakan
yang ada.
Setelah pencetakan dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan proses pengeringan
dari hasil cetakan dengan menggunakan mesin dryer. Pada mesin dryer hasil cetakan
dikeringkan dengan menggunakan uap panas yang bersuhu sekitar 80oC. Setelah
dikeringkan, produk kemudian akan diinspeksi dengan diolesi minyak tanah pada
bagian tertentu untuk mengetahui apakah terjadi cacat yang berbentuk keretakan atau
ketidak sempurnaan pada proses pencetakan.
Setelah lolos inspeksi, hasil cetakan akan dilanjutkan pada proses pewarnaan.
Dalam proses pewarnaan digunakan cat dengan bahan khusus yang dapat melapisi
bahan keramik. Pada bagian ini daerah kerja harus benar-benar dihindari dari debu atau
kotoran lain, karena apabila terdapat debu yang menempel akan berdampak pada hasil
akhir dari produk yang berupa bintik-bintik dan sebagainya.
Proses produksi selanjutnya adalah pembakaran dengan menggunakan mesin
KILN-RH yang memiliki panjang 25 meter, suhu yang digunakan untuk pembakaran
adalah 1200-1220oC. Proses selanjutnya setelah pembakaran adalah inspeksi akhir,
kemudian pengujian siram (flush), lalu pengujian beban dengan meletakkan beban
seberat 400kg selama 24jam pada sampel produk. Hal terkhir yang dilakukan adalah
proses packaging produk yang siap untuk dipasarkan atau dikirim pada pemesan.
29
Melakukan pengambilan produk dari car
Membawa produk dari car menuju stasiun kerja dengan cara pengangkatan
manual
Melakukan inspeksi pada produk, jika lolos inspeksi atau terdapat cacat kecil
maka diletakkan pada conveyor sebaliknya jika produk mengalami cacat parah
maka akan diletakkan pada repair area.
Setiap inspektor melakukan pengangkatan sebanyak 300pcs produk selama shift
kerja
Berat rata-rata produk adalah 13,07kg
Jarak antara car dengan stasiun kerja inspektor adalah 3m
Jarak stasiun kerja dengan repair area adalah 6m
30
Tabel 4.1 Perhitungan Pengeluaran Energi pada Inspektor
Kalori Kategori
Jenis Kegiatan yang Dibutuhkan Beban
(kcal/min) Kerja
Posisi Kerja :
Berdiri 0,6
Berjalan 2,0
Kegiatan Kerja :
- Mengambil Produk dari car 0,7
- Membawa produk dari car menuju 2,5
stasiun kerja Berat
- Melakukan inspeksi pada produk 0,3
- Memindahkan produk dari stasiun 2,5
kerja menuju conveyor atau repair
area
Basal Metabolisme 1,0
Total Kebutuhan Kalori 8,6
31
Tabel 4.3 Keputusan Menteri Tentang Iklim Kerja
ISSB
Pengaturan waktu kerja setiap jam (oC)
Beban Kerja
Waktu Kerja Waktu Istirahat Ringan Sedang Berat
Catatan :
- Beban kerja ringan membutuhkan kalori 100-200 Kcal/jam
- Beban kerja sedang membutuhkan kalori > 200-350 Kcal/jam
- Beban kerja berat membutuhkan kalori > 350-500 Kcal/jam
Dari hasil pengukuran lingkungan kerja, didapatkan bahwa panas rata-rata yang
terdapat pada lingkungan kerja inspeksi adalah 38,89oC. Keputusan untuk merata-
ratakan hasil pengukuran panas diambil karena terdapat tiga area inspeksi yang
berposisi secara seri.
Disebutkan pada pasal 2 dalam Kep.51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas
Faktor Fisika di Tempat Kerja bahwa dengan kategori beban kerja berat dan waktu kerja
yang secara terus menerus selama 8 jam maka nilai standar panas yang diperbolehkan
adalah sebesar 25oC.
Dari hasil pengukuran ini, maka dapat disimpulkan bahwa pajanan panas yang
diterima oleh inspektor berada diatas nilai ambang batas yang telah ditentukan, dan
diduga inspektor tersebut mengalami pajanan tekanan panas.
32
kencing (62,5%), merasa haus (56,25%), pusing (31,25%) sampai dengan proporsi yang
paling kecil yaitu perasaan ingin pingsan (6,25%).
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Keluhan Subyektif
Jawaban
No. Keluhan Sering Jarang
F % F %
1 Merasa haus 9 56,25 7 43,75
2 Pusing 5 31,25 11 68,75
3 Kulit terasa panas 10 62,5 6 37,5
4 Banyak berkeringat 16 100 0 0
5 Cepat lelah 12 75 4 25
6 Mual 2 12,5 14 87,5
7 Perasaan ingin pingsan 1 6,25 15 93,75
8 Air seni sedikit & jarang kencing 10 62,5 6 37,5
33
BAB V
ANALISIS
34
menjadikan lingkungan kerja yang memadai sehingga tidak akan menimbulkan
ketidaknyamanan sampai kepada yang lebih fatal yaitu kematian.
35
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Nilai indeks suhu rata-rata pada bagian inspeksi akhir adalah 38,89oC, dengan
kategori beban kerja Berat dan waktu kerja secara terus menerus.
2. Nilai indeks suhu yang dimiliki PT American Standard Indonesia pada bagian
inspeksi akhir telah melebihi nilai ambang batas dari standar yang ditetapkan
oleh Kementrian Tenaga Kerja pada Kep.51/MEN/1999.
3. Pekerja di bagian inspeksi akhir telah mengalami pajanan tekanan panas.
4. Keluhan-keluhan yang sebagian besar dirasakan oleh pekerja di bagian inspeksi
akhir adalah banyak berkeringat, kulit terasa panas, air seni sedikit dan jarang
kencing, merasa haus, pusing, perasaan ingin pingsan.
6.2 Saran
1. Pengendalian secara rancang bangunan yang dapat dilakukan untuk menurunkan
panas di lingkungan kerja yaitu:
a. Menambah jumlah turbin ventilator
b. Memberikan pembatas antara sumber panas dengan operator
c. Melakukan penyekatan ruangan
2. Pengendalian terhadap keluhan-keluhan subyektif yang muncul pada inspektor
dapat dilakukan dengan menjalankan beberapa hal berikut:
a. Air minum yang mencukupi dengan suhu yang sedang (15o-25oC) seharusnya
dapat diperoleh oleh pekerja untuk membantu mereka minum lebih. Suplai air
diletakkan pada tempat yang tidak terlalu dekat dan tidak terlalu jauh dengan
stasiun kerja.
b. Disediakan ruangan dingin yang dapat digunakan untuk tempat recovery yang
mudah dijangkau oleh pekerja di bagian inspeksi akhir.
c. Pemberian seragam khusus yang berbahan khusus dengan bobot yang sangat
ringan dan dapat mengurangi efek keringat berlebih yang dikeluarkan tubuh
sehingga membuat tubuh bernafas lega.
36
d. Mengadakan program aklimatisasi. Untuk pekerja yang mempunyai
pengalaman sebelumnya maka sebaiknya terpajan 50% pada hari pertama,
60% pada hari kedua, 80% pada hari ketiga, dan 100% pada hari keempat.
Untuk pekerja yang baru sebaiknya terpajan 20% pada hari pertama dan
ditambah 20% setiap hari berikutnya.
3. Diadakan pelatihan K3 yang bertujuan agar:
a. Supervisor dan pekerja lainnya mendapatkan pelatihan tentang tanda-tanda
berbagai jenis gangguan kesehatan akibat pajanan panas.
b. Semua pekerja yang terpajan harus mengetahui instruksi dasar jika terjadi
gangguan akibat pajanan panas.
c. Semua pekerja yang bekerja di area panas harus mengetahui tentang dampak
dari faktor-faktor lain yang dapat memperburuk dampak pajanan panas
seperti obat-obatan, alcohol, kegemukan, dan lain-lain.
d. Program evaluasi untuk mengetahui pemahaman supervisor atau pekerja yang
sudah mendapatkan pelatihan secara berkala.
4. Pengadaan alat bantu angkat angkut untuk mengurangi pengeluaran energi yang
berlebihan dari pekerja.
5. Melakukan perbaikan tata letak fasilitas yang berada pada daerah Inspeksi
Akhir.
37
Daftar Pustaka
Alpaugh, Edwin L. Fundamentals of Industrial Hygiene, Third Edition Edited. National
Safety Council, 1988.
Bernard, Thomas E. Thermal Stress dalam Fundamental of Industrial Hygiene, Five
Edition. National Safety Council, Itasca, Illinois, 2002.
Depnaker RI, Kep-51/MEN/1999, tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat
Kerja.
Depnaker RI, Undang Undang No. 1/1970, tentang Keselamatan Kerja.
Gullickson, Gail M. Hot Environments dalam Physical and Biological Hazard of the
Workplace, Second Edition. John Wiley & Sons, Inc, 2002.
Mutchler, John E. Heat Stress : Its Effects, Measurement, and Control, dalam Pattys
Industrial Hygiene and Toxicology, 4th edition, Volume 1, Part A. A Wiley-
Interscience Publication, 1991.
NIOSH, Criteria for Recommended Standard, Occupational Exposure To Hot
Environment, Revised Criteria 1986, US Department.
Talty, John T. Industrial Hygiene Engineering, Recognition, Measurement, Evaluation
and Control, Second Edition. NIOSH, 1988.
Tarwaka. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Manajemen dan Implementasi K3 di
Tempat Kerja. Harapan Press. Solo, 2008.
TLVs and BEIs. ACGIH, 2002.
WHO. Health Factors Involved In Working Under Conditions Of Heat Stress, WHO
Technical Report Series No. 412, Report of a WHO Scientific Group. Geneva,
1969.
Wignjosoebroto, Sritomo. Ergonomi Studi Gerak dan Waktu. Guna Widya. Jakarta,
1995.
Lampiran