Anda di halaman 1dari 2

ELANG GUMILANG

Berayahkan seorang kontraktor bukan mustahil bagi Elang Gumilang untuk mencoba
segala jenis usaha. Awal tahun 2005, ketika ia masih menjadi mahasiswa di IPB, ia membeli
sepetak tanah dan mulai membangun rumah pertamanya. Modalnya dari patungan bersama
teman-teman semasa SMA nya dan kuliahnya. Rumah sederhana berukuran 22 meter persegi
dengan luas tanah 60 meter persegi itu langsung laku ketika selesai dibangun. Terbukti orang
perlu akan rumah murah seharga 25 jutaan yaitu harga yang bagi sebagian kalangan
menengah keatas tak akan cukup untuk membeli sebuah tas bermerk namun sangat
dibutuhkan oleh kalangan bawah.
Saat itu jumlah pekerja Elang masih 7 orang untuk mengurus administrasi hingga
pemasaran. Namun lambat laun, bisnisnya ini berakar dan menggeliat hingga tumbuh. Dari
satu unit bertambah hingga tiga unit, bertambah terus hingga mencapai 200 an rumah
dibangunnya.
Setelah berhasil membangun dan memasarkan rumahnya, Elang Gumilang dengan
kecerdasan bisnisnya kemudian mentargetkan membangun 2000 unit rumah sederhana.
Dibawah bendera Semesta Guna Grup, perusahaan miliknya ia berusaha mewujudkan
targetnya. Dalam waktu setahun, investasi yang ditanamkan naik berlipat. Nilai Jual Objek
Pajak (NJOP) tanah yang tadinya bernilai 50 ribu melejit hingga 5 kali lipat dalam dua
semester.
Omset pertahunnya pasti bikin pengusaha manapun berdecak kagum mengingat
awal mula sepak terjangnya karena tak kurang dari 20 miliar per tahun dapat ia bukukan.
Belum lagi dari kontrak pre periodik terbarunya menambah 80 miliar hingga 100 miliar ke
bisnisnya.
Elang Gumilang, mahasiswa sederhana dari IPB, anak dari pasangan H. Enceh dan
Hj. Prianti, kini bisa mempekerjakan ratusan karyawan pada setiap proyeknya. Sekitar 30
tenaga administrasi dan 100 pekerja di setiap proyek siap membantunya. Elang Gumilang,
pemuda kelahiran Bogor 6 April 1985 telah mengepakkan sayap bisnisnya sejauuh yang ia
bisa dan setinggi yang dapat ia capai.
Elang terlahir dari keluarga yang lumayan berda namun bergaya hidup bersahaja.
Pendidikan moral dari orang tuanya tertanam baik. Ajaran itu terus berurat akar dalam
dirinya. Sebagai pelajar sekolah, ia termasuk siswa yang gemilang. Jiwa wirausaha Elang
mulai terasahsaat duduk di bangku kelas tiga SMA. Ketika itu ia menentukan target, saat
lulus harus dapat menghasilkan uang 10 juta sendiri untuk biaya kuliah. Padahal jika ia minta
ke ortunya tentulah dikasih, namun itulah Elang. Ia ingin menempa dirinya agar bisa mandiri.
Tanpa sepengetahuan orang tuanya, Elang berjualan donat ke sekitar sekolah dasar di
Bogor, namun akhirnya ketahuan orang tuanya juga dan dia disuruh berhenti karena UAN
akan menjelang.
Bukan Elang namanya jika harus kehilangan akal. Ia kemudian mengikuti perlombaan
Java Economic Competition se-Jawa dan Kompetisi Ekonomi oleh UI dan ia keluar sebagai
pemenangnya. Uang hadiahnya ia kumpilkan untuk biaya kuliah.
Setamat SMA, Elang masuk ke Fakultas Ekonomi IPB tanpa tes. Saat itulah bermodal
uang sejuta ia kembali berniat untuk bisnis. Awalnya ia berjualan sepatu dan mampu
menangguk untung 3 juta, kemudian berganti menyuplai lampu neon fakultas. Bermodal
surat dari kampus, ia melobi perusahaan lampu Philips untuk menyetok lampu di kampusnya.
Alhamdulillah untuk setiap pembelian saya untung 15 juta rupiah, ucapnya bangga. Namun
karena bisnis lampu perputarannya lambat, ia kemudian beralih ke bisnis minyak goreng.
Bisnis minyak goreng ini perputarannya cepat namun menggunakan otot sehingga
mengganggu kuliah. Akhirnya ia berhenti dari bisnis ini. Ia kemudian memikirkan bisnis
yang tak menggunakan otot. Ia bertukar pikiran dengan dosen dan beberapa pengusaha lokal.
Alhasil tercetuslah bisnis lembaga kursus bahasa Inggris di kampusnya. Elang menggunakan
tenaga pengajar langsung dari luar negeri sehingga kampus mempercayakan lembaga milik
Elang tersebut sebagai mitra. Karena bisnis kursusan ini tak menggunakan otot, Elang
kemudian menggunakan waktu luangnya untuk menjadi pemasar perumahan.
Sebenarnya tanpa harus beralih ke bisnis properti, Elang sudah berkecukupan, ia
sudah punya mobil dan rumah sendiri padahal masih kuliah semester 6. Namun Elang merasa
ada yang kurang. Ia kemudian berdialog dengan nuraninya, Kenapa saya merasa resah,
padahal segalanya saya sudah punya. Apa lagi yang membuat sya resah? begitu isi hatinya
berkecamuk.
Jawaban dari Sang Kuasa pun datang. Bisnis propertilah yang ditunjukkan oleh Allah
pada Elang untuk digeluti namun properti untuk orang miskin hal ini karena hatinya
tersentuh, Banyak orang di Indonesia terutama di kota besar yang belum memiliki rumah
karena mahalnya harga properti. Padahal diantara mereka sudah berumur 60an tahun.
Biasanya kendalanya adalah DP yang mahal dan cicilan yang mencekik, begitu ungkapnya.
Akhirnya masuklah ia di bisnis ini. Elang kemudian mengiklankan propertinya di
koran lokal untuk menekan biaya. Karena harga perumahan yang ditawarkan begitu murah,
pada tahap awal langsusng terjual habis. Walau harganya sangat murah namun fasilitas
pendukungnya lumayan lengkap seperti klinik 24 jam, angkot 24 jam, ada lapangan olah
raganya, dekat sekolah juga serta dekat pasar dan rumah ibadah. Kebanyakan konsumennya
adalah buruh pabrik, staf TU IPB, dan ada juga pemulung.
Sukses yang sudah ditangan tak lantas membuat Elang lupa diri. Justru ia semakin
mendekatkan diri pada Sang Kuasa, terbukti untuk setiap penjualan ia sisihkan 10 persen
untuk kegiatan amal seperti membantu orang miskin, memberi bantuan modal pada
pengusaha kecil serta memberi beasiswa.

Anda mungkin juga menyukai