Anda di halaman 1dari 23

1

A. Judul
NILAI MORAL DAN NILAI SOSIAL PADA KUMPULAN CERPEN
BALON KEINGINAN KARYA KORRIE LAYUN RAMPAN

B. Latar belakang
Belakangan ini berbagai berita berkaitan dengan karakter atau prilaku
yang tidak baik merebak di media massa, baik cetak maupun elektronik. Tidak
hanya pemberitaan korupsi, pemberitaan tentang perampokan, pembunuhan,
berbagai bentuk pelecehan dan kekerasan, dan tawuran antar siswa maupun antar
penduduk seakan tak pernah habis, terus terulang. Bahkan lebih ironisnya, kini
pelaku tindakan tersebut tidak hanya oleh orang dewasa, melainkan oleh anak-
anak. Misalnya, dua bulan lalu (17/11/2014), Liputan 6 memberitakan bocah kelas
satu SD terancam buta akibat dianiaya kakak kelasnya (www.Liputan6.com).
Fenomena-fenomena ini kiranya cukup sudah mewakili pengertian merosotnya
nilai-nilai mulia manusia.
Dekadensi nilai ini sering dikaitkan dengan kegagalan pendidikan dalam
membentuk manusia berkarakter (Mudarwan, 2013, hlm. 1). Hal ini, sebagaimana
dinyatakan Bertens (2003, hlm. 58), dapat didasarkan pada bahwasanya melalui
proses pendidikanlah nilai-nilai moral disampaikan kepada orang muda untuk
kemudian diintegrasi dalam kepribadian mereka. Sehingga penanggulangan
kemerosotan nilai moral ini tentu memerlukan perhatian dari para pendidik.
Dalam UU Sisdiknas No. 20 Th. 2003 Bab II Pasal 3 pun telah disebutkan bahwa
manusia ideal yang menjadi tujuan pendidikan bagi bangsa Indonesia adalah
membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat, yang salah satunya
dibangun melalui peserta didik yang berakhlak mulia (Nuansa Aulia, 2012, hlm.
4). Dengan demikian, mengingat mendidik adalah tanggung jawab bersama, maka
semua pendidik atau stake holder pendidikan baik pemerintahan, lembaga
pendidikan seperti sekolah, orang tua, dan masyarakat, perlu memerhatikan dan
membantu pembentukan akhlak mulia pada anak (peserta didik).
Telah diketahui bahwa sastra merupakan bagian dari pendidikan. Dilihat
dari terjemahan bahasa Sansekerta, sastra berarti tulisan untuk mengajar atau
memberikan petunjuk (Resmini dan Juanda, 2007, hlm. 167). Sarumpaet (2010,
2

hlm. 2) menyebutkan sastra sebagai cerita mengenai kehidupan yang


memampukan manusia menjadi manusia. Hal ini dikarenakan karya sastra mampu
mengenalkan manusia pada dirinya, sesamanya, lingkungan dan berbagai
permasalahan kehidupannya. Selain alasan tersebut, sastra juga ditulis oleh
pengarangnya sebagai manusia, yang memiliki kehidupan, dan hidup di tengah-
tengah masyarakat yang berbudaya, memiliki adat istiadat dan norma.
Hal di atas menegaskan bahwasanya sastra tidaklah lahir dari kekosongan
atau angan-angan belaka. Melainkan karya sastra itu, sebagaimana dikatakan
Endraswara (2008, hlm. 165) diciptakan tidak lain sebagai alat menanamkan nilai-
nilai atau moral dan budi pekerti agar pembacanya data bersikap lebih arif dalam
kehidupannya. Karenanya, sastra dapat memuat nilai-nilai moral dan nilai-nilai
sosial. Nilai moral dijelaskan Suseno (1987) dan Bertens (2003) sebagai nilai
yang mengikat manusia dilihat dari segi kehidupannya sebagai manusia.
Sementara itu, berkaitan dengan nilai sosial, Endraswara (2003, hlm. 78)
menuturkan bahwasanya sekalipun aspek imajinasi dan manipulasi tetap dan
selalu ada dalam sastra, aspek sosial tidak dapat diabaikan, ia akan memantul
penuh ke dalam karya sastra. Singkatnya, ini dikarenakan karya sastra berada pada
jaringan system dan nilai yang telah ada dalam masyarakat pengarangnya.
Sastra yang ditujukan untuk anak-anak disebut sastra anak-anak. Secara
khusus Norton (dalam Resmini dan Juanda, 2007, hlm. 163) mendefinisikan
sastra anak yaitu sastra yang mencerminkan perasaan dan pengalaman anak-anak
melalui pandangan anak-anak. Sementara, Sarumpaet (2010, hlm. 12)
berpandangan bahwa sastra anak adalah sastra yang terbaik karena telah
diusahakan dengan baik yang berlandastumpu pada pemahaman atas kehidupan
anak yang khas sekaligus kompleks. Pernyataan-pertanyaan tersebut menegaskan
bahwa karya sastra anak sudah tentu harus mempertimbangkan perkembangan
anak baik secara psikologis, pedagogis, dan segala kebutuhan anak sebelum ia
tersaji ke hadapan mereka.
Sastra anak memiliki banyak manfaat bagi anak, baik dari segi fungsi
estetisnya maupun dari fungsi kegunaannya. Dua dari manfaat sastra yang
dijelaskan Resmini dan Juanda (2007, hlm. 164) adalah memberi kesenangan,
kegembiraan, dan kenikmatan bagi anak-anak, serta mengembangkan wawasan
3

kehidupan anak menjadi berperilaku kemanusiaan. Karena itu, sastra mampu


menjadi sarana penanaman nilai bagi anak dengan caranya yang khas yaitu
dengan disertai nilai keindahan atau hiburan.
Adapun sastra anak yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah karya
sastra anak berupa cerita pendek (cerpen). Sumber data dalam penelitian ini
adalah kumpulan cerpen anak dalam buku Balon Keinginan yang disunting oleh
Korrie Layun Rampan. Sebelumnya telah ada penelitian berkaitan dengan nilai-
nilai moral dalam karya sastra cerpen anak. Misalnya, Fida Amalia, skripsi
dengan judul Kajian Nilai Moral Cerita Pendek pada Majalah Bobo sebagai
Upaya Pemilihan Bahan Ajar Apresiasi Sastra di Kelas Tinggi Sekolah Dasar
(2013, UPI). Penelitian mengenai nilai moral pada karya sastra cerpen merakyat
dan novel lebih banyak lagi dijumpai. Misalnya, (1) Suci Adetia Eka Putri, skripsi
dengan judul Nilai Moral dalam Antologi Cerpen Telaga Fatamorgana Karya
Happy Salma, Suatu Kajian Sosiologi Sastra (2014, UMS Barat); (2) Nur Kholis
Hidayah, dkk, skripsi dengan judul Nilai-nilai Moral dalam Novel Negeri Lima
Menara Karya A. Fuadi.
Sementara itu, berkenaan dengan nilai sosial dalam cerpen anak penulis
merasa kesulitan menemukan penelitian sebelumnya. Penulis lebih banyak
menemukan penelitian mengenai nilai sosial ini dilakukan terhadap novel.
Misalnya, (1) Widi Nugrahani, artikel ilmiah dengan judul Nilai Psikologi dan
Nilai Sosial dalam Novel Hiroshima Karya Minhajul Qowim (2013, NOSI); (2)
Wahyu Saputra, dkk, skripsi berjudul Nilai-nilai Sosial dalam Novel Bukan Pasar
Malam karya Pramoedya Ananta Toer (2012, UNP).
Oleh karena itu, penelitian yang diajukan ini berjudul Nilai Moral dan
Nilai Sosial pada Kumpulan Cerpen Balon Keinginan Karya Korrie Layun
Rampan. Penelitian ini berusaha melengkapi khazanah keilmuan dalam penelitian
unsur ekstrinsik berupa nilai moral dan nilai sosial dalam karya sastra cerpen anak
yang masih jarang dilakukan. Penelitian ini penting dikaji. Pertama, agar didapat
pemahaman yang baik mengenai karya sastra cerpen anak. Kedua, informasi
tentang kandungan nilai moral dan nilai sosial di dalamnya penting diketahui agar
dapat diintegrasikan dalam kepribadian pembaca.
4

Cerpen-cerpen yang menjadi objek penelitian ini adalah cerpen pilihan


yang telah dengan baik dipilih oleh Korrie Layun Rampan. Korrie Layun Rampan
adalah seorang sastrawan Indonesia yang cukup handal dalam kaitan cerpen anak.
Terbukti dengan karyanya sekitar 100 judul buku meliputi novel, kumpulan puisi,
kumpulan cerpen, esai, kritik sastra. Ia juga menulis sekitar 40 judul buku bacaan
anak-anak (dalam Laelasari dan Nurailah, 2007, hlm. 240). Menurut Hasanuddin
(2007, hlm. 431) beliau adalah salah seorang sastra terkemuka dan juga
terproduktif di Indonesia dan merupakan pencetus angkatan 2000. Sekaitan
dengan cerpen anak, karya beliau antara lain: Pengembaraan Tonsa Di Posa,
Nanyian Tanah Air, Lagu Rumpun Bamboo, Cuaca, Di Atas Gunung Dan
Lembah. Selain itu, sebagian karyanya juga menjadi referensi dan bacaan utama di
tingkat SD, SLTP, SMA, bahkan perguruan tinggi. Dengan demikian, kumpulan
cerpen pilihan Korrie Layun Rampan ini dirasa cukup baik untuk dijadikan objek
penelitian dalam pengkajian nilai moral dan nilai sosial terhadap karya sastra
cerpen.
Cerpen-cerpen yang terkumpul dalam buku Balon Keinginan ini
memuat nilai moral dan nilai sosial. Diantaranya, dalam cerpen berjudul
Relawan untuk Relawan, di mana Mama Gia adalah seorang relawan korban
bencana gunung meletus. Ada nilai moral berupa sikap peduli sosial dan sikap
menyayangi orang tua. Hal ini tersirat dalam percakapan tokoh.
Wah, hebatnya gadis Mama! Kalau tugas Mama di pengungsian
sudah selesai, Gia mau hadiah apa? tanya Mama. Hm Gia tidak ingin
hadiah, Ma. Gia senang Mama dapat membantu mereka. Mulai sekarang,
Gia mau jadi relawan untuk Mama. (Balon Keinginan, 2014, hlm. 108).

Gia merasa bangga terhadap Mamanya yang dapat membantu korban bencana
gunung meletus. Gia tidak menuntut hadiah atas kerjaannya, karena dia merasa
dia juga perlu membantu meringankan beban kerja Mamanya.
Selain itu, cerpen berjudul Kaus Kaki Wimbo memuat nilai-nilai
persahabatan. Wimbo anak berprestasi dan disenangi, tiba-tiba dijauhi teman-
temannya dengan alasan yang Wimbo tidak pernah tahu. Melalui temannya, Jen,
yang dideskripsikan memiliki sikap ceplas-ceplos, Wimbo jadi tahu masalahnya.
Nilai sosial persahabatan dideskripsikan secara langsung dalam percakapan.
5

Aku nggak marah, Jen. Aku malah berterimakasih sudah diingatkan.


Teman sejati akan selalu mengingatkan meski kadang menyakitkan.
Yah, thats friends are for, Wim, sahut Jenna tersenyum memamerkan
kawat giginya (Balon Keinginan, 2014, hlm. 19).

Wimbo tidak marah atas masukan pedas dari Jenna yang memberitahukan apa
duduk masalah yang terjadi. Keduanya sepakat bahwa teman yang baik akan
selalu mengingatkan temannya ketika ia salah dan itulah gunanya seorang teman.
Pengkajian nilai moral dan nilai sosial positif pada buku Balon
Keinginan ini dirasa penting untuk dilakukan. Yakni, karena cerpen-cerpen
dalam Balon Keinginan tersebut memiliki nilai-nilai moral dan nilai sosial positif.
Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam seluruh
rangkaian penelitian sebelumnya, yaitu untuk menyambung rantai penelitian
kajian sastra. Selain itu, secara khusus, penelitian ini diharapkan dapat
berkontribusi dengan menambah luas cakupan penelitian mengenai sastra anak
berupa cerpen dari unsur ekstrinsiknya yaitu nilai moral dan nilai sosial positif.

C. Identifikasi Masalah Penelitian


Terjadinya degradasi nilai adalah suatu tantangan bagi dunia pendidikan
untuk dapat meningkatkan pelaksanaan fungsinya. Begitupun terhadap sastra,
karena ia pada hakikatnya dilahirkan dengan membawa misi memanusiakan
manusia. Karena itu, penelitian ini berupaya menemukan nilai-nilai yang
terkandung dalam isi karya sastra yaitu dari segi moral dan sosial. Hasil yang
diharapkan dari penelitian ini adalah deskripsi mengenai nilai moral dan nilai
sosial positif yang terdapat pada cerpen-cerpen dalam buku Balon Keinginan
Korrie Layun Rampan. Dengan berangkat dari anggapan dasar bahwasanya karya
sastra dicipta tidak lain sebagai alat menanamkan nilai-nilai moral dan budi
pekerti agar pembaca dapat bersikap lebih arif dalam hidupnya. Selanjutnya hasil
penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerhati bacaan anak-anak,
guru, orang tua, dan para peminat sastra anak.

D. Fokus Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada analisis nilai-nilai moral dan nilai-nilai
sosial positif yang terdapat dalam cerpen-cerpen yang dikumpulkan dalam buku
BALON KEINGINAN oleh Korrie Layun Rampan. Buku ini diterbitkan oleh
6

CV Yrama Widya. Dicetak pertama kali pada bulan Mei 2014. Buku ini terdiri
dari 226 halaman dengan panjang buku 13 x 20 cm. Adapun cerpen yang
dianalisis berjumlah 46 judul cerpen.
Penelitian ini difokuskan pada deskripsi nilai-nilai moral dan nilai-nilai
sosial positif. Penyebutan kata positif dikarenakan memang ada yang membahas
atau meneliti nilai moral atau nilai sosial dilihat dari dua sisinya, positif dan
negatif. Seperti yang dilakukan oleh para peneliti yang disebutkan di atas. Akan
tetapi, penulis berpegang pada apa yang disampaikan Bertens (2003, hlm. 59,
bahwa nilai (value) menurut kodratnya adalah bersifat positif. Sejalan dengan
pernyataan ini, Endraswara (2008, hlm. 160) juga menyatakan suatu pandangan
umum bahwa karya sastra yang bermutu adalah karya yang mampu
mencerminkan pesan positif bagi pembacanya. Selanjutnya, melalui pembatasan
ini, pembahasan nilai-nilai moral positif dan nilai-nilai sosial positif diharapkan
dapat dikaji lebih dalam dan lebih baik.

E. Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dirumuskan ke dalam sejumlah pertanyaan berikut:
1. Bagaimana nilai-nilai moral positif yang terkandung dalam kumpulan cerpen
Balon Keinginan Korrie Layun Rampan?
2. Bagaimana nilai-nilai sosial positif yang terkandung dalam kumpulan cerpen
Balon Keinginan Korrie Layun Rampan?

F. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan nilai-nilai moral positif yang terkandung dalam kumpulan
cerpen Balon Keinginan Korrie Layun Rampan;
2. Mendeskripsikan nilai-nilai sosial positif yang terkandung dalam kumpulan
cerpen Balon Keinginan Korrie Layun Rampan.

G. Manfaat Penelitian
Secara teoritis dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau
masukan bagi perkembangan keilmuan dalam Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, khususnya dalam pengkajian karya sastra. Yakni untuk mengetahui
bagaimana karya sastra dapat menyimpan nilai-nilai moral dan nilai sosial positif
sebagai fungsi kegunaannya.
7

Adapun secara praktis, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai


berikut:
1. memberikan informasi mengenai nilai-nilai moral dan sosial yang terdapat
dalam buku Balon Keinginan Korrie Layun Rampan kepada pemerhati
bacaan anak;
2. memberikan sumbangan bahan atau media dalam penanaman nilai moral dan
nilai sosial positif pada anak oleh guru maupun orang tua;
3. sebagai bentuk pembelajaran dalam pengkajian sastra yang berguna untuk
meningkatkan pemahaman mengenai karya sastra.

H. Sistematika Penulisan Proposal Skripsi


Penulisan proposal ini secara umum terdiri dari tiga bagian besar, yaitu
latar belakang, kajian teori, dan metode penelitian. Namun secara rinci, penulisan
proposal skripsi ini mengikuti struktur berikut.

1. Bagian Sampul;
2. Kata Pengantar;
3. Daftar Isi;
4. Judul;
5. Latar belakang;
6. Identifikasi Masalah Penelitian;
7. Fokus Penelitian;
8. Rumusan Masalah;
9. Tujuan Penelitian;
10. Manfaat Penelitian;
11. Kajian Teori;
12. Metode Penelitian;
13. Jadwal Penelitian;
14. Daftar Pustaka.

I. Kajian Teori
1. Cerita Pendek (Cerpen)
Cerpen adalah salah satu jenis karya sastra berbentuk prosa. Nurgiantoro
mengutip Edgar Alan Poe (2005, hlm. 10) menyatakan bahwa cerpen merupakan
8

prosa fiksi yang dibaca selesai sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah
jam sampai dua jam, yang agak sulit jika dilakukan untuk sebuah novel. Adapun
Sudjiman (dalam Djuanda dan Iswara, 2009, hlm. 151) mengemukakan bahwa
cerpen adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang memberikan kesan
tunggal yang dominan. Dari dua pengertian tersebut, cerpen dapat diketahui
sebagai salah satu jenis karya sastra yang memiliki ukuran cerita lebih pendek
daripada novel dan ditandai dengan timbulnya kesan mendalam karena padatnya
isi cerita. Kepadatan tersebut adalah karena cerpen berpusat pada satu tokoh
dalam satu situasi pada satu ketika. Pernyataan ini sejalan dengan apa yang
diungkapkan Targian (1984, hlm. 177) mengenai ciri utama cerpen yaitu singkat
(brevity), padu (character), dan intensif (intensity).
Sementara itu, Nurgiantoro, (2005, hlm. 11) berbicara soal kelebihan
cerpen. Menurutnya, kelebihan cerpen adalah dalam kemampuannya
mengemukakan lebih banyak hal secara implisit dari sekedar apa yang
diceritakan. Hal ini dikarenakan adanya sifat cerpen, yang disebut Ajip Rosidi
(dalam Tarigan, 1984, hlm. 176) sebagai suatu kebulatan idea. Sifat bulat ini
mengindikasikan padatnya isi. Sedangkan isi yang dipadatkan dapat
mengakibatkan terciptanya kekayaan makna dalam pemikiran pembaca.

a. Unsur Intrinsik Cerpen


Sebagaimana karya sastra lainnya, cerpen dibentuk oleh unsur-unsur
pembentuknya, intrinsik maupun ekstrinsik. Unsur intrinsik merupakan unsur
pembangun karya sastra itu sendiri yang menghadirkannya sebagai karya sastra
(Nurgiantoro, 2014, hlm. 5). Unsur-unsur tersebut dijelaskan secara ringkas
sebagai berikut:
1) tema merupakan gagasan dasar umum bersifat abstrak menopang karya sastra
yang disaring dari motif yang menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa,
konflik, dan situasi tertentu;
2) plot merupakan peristiwa-peristiwa dalam cerita berdasarkan hubungan
kausalitas dan dimanifestasikan melalui perbuatan atau tingkah laku, dan
sikap tokoh-tokoh (utama);
3) tokoh merupakan pelaku dalam cerita dengan memiliki kualitas moral dan
kecenderungan tertentu dan diekspresikan dalam ucapan maupun tindakan;
4) penokohan merupakan pelukisan tentang tokoh untuk memberikan gambaran
yang jelas terhadap pembaca;
9

5) latar atau setting merupakan landas tumpu sebagai pijakan cerita secara
konkret meliputi tempat, waktu, dan lingkungan sosial;
6) sudut pandang merupakan cara, teknik, atau strategi tertentu dipilih
pengarang dalam mengemukakan gagasan dan ceritanya;
7) amanat merupakan makna atau pesan sebagai pemecahan masalah atas sebuah
konflik yang tampil dalam cerita (disadur dari Nurgiantoro (2005, hlm. 66,
110, 164, 216, 246)).

Pengetahuan mengenai unsur-unsur intrinsik di dalam suatu cerpen


berguna dalam memahami cerpen itu lebih baik. Untuk mengetahui nilai-nilai
yang terkandung dalam suatu cerita, perlu diketahui terlebih dahulu
bagaimana unsur-unsur intrinsiknya. Khususnya, dalam unsur penokohan.
Karena melalui penokohanlah penulis menunjukan kejelasan tokoh sebagai
pemain cerita atau penyampai pesan.
Teknik penokohan adalah suatu cara digunakan penulis dalam
menggambarkan atau menjelaskan tokohnya yang dengannya mencerminkan
kedirian penulis dalam karyanya. Altenbernd dan Lewis (dalam Nurgiantoro,
2005, hlm. 194) membedakan teknik pelukisan tokoh ke dalam dua teknik, yaitu
teknik ekspositori dan teknik dramatik.

1) Teknik Ekspositori
Teknik ekspositori disebut juga teknik langsung. Nurgiantoro (2005, hlm.
195) mendefinisikan teknik ini sebagai teknik pelukisan tokoh cerita dengan
pemberian deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Artinya, tokoh
cerita didirikan secara jelas tanpa berbelit-belit melalui unsur yang lain. Teknik ini
cenderung bersifat sederhana dan ekonomis. Di samping memberikan kemudahan
bagi pengarangnya untuk berfokus kepada pengembangan unsur lainnya, teknik
ini juga mempermudah pembaca dalam memahami jati diri tokoh cerita secara
tepat sesuai dengan yang dimaksudkan pengarang. Akan tetapi di sisi lain, teknik
ini membatasi kesempatan pembaca untuk turut aktif dalam mengembangkan
tanggapan imajinatif terhadap tokoh cerita. Padahal, dalam realitas kehidupan
tidak akan dapat ditemui deskripsi kedirian seseorang yang sedemikian lengkap
dan pasti. Karena itu, penggunaan teknik ini tentulah perlu disesuaikan pengarang
terhadap kebutuhannya.
10

2) Teknik Dramatik
Teknik dramatik merupakan teknik tak langsung. Kedirian tokoh
ditunjukkan pengarang lewat aktivitas yang dilakukan tokoh. Aktivitas tersebut
meliputi aktivitas verbal berupa kata-kata, maupun non verbal berupa tindakan
juga peristiwa yang terjadi. Berbeda dengan teknik ekspositori, teknik ini
memberikan kesempatan kepada pembaca untuk menafsirkan sendiri sifat-sifat
tokoh cerita (Nurgiantoro, 2005, hlm. 200). Akantetapi, teknik ini juga membuka
kemungkinan adanya kesalahan tafsiran dengan peluang cukup besar. Apalagi jika
pembacanya adalah yang bersikap masa bodoh terhadap jati diri tokoh, maka
pesan cerita pun menjadi kabur.
Teknik dramatik menurut Nurgiantoro (2005, hlm. 201) diwujudkan ke
dalam beberapa teknik, yaitu:
a) teknik cakapan;
b) teknik tingkah laku;
c) teknik pikiran dan perasaan;
d) teknik arus kesadaran;
e) teknik reaksi tokoh;
f) teknik reaksi tokoh lain;
g) teknik pelukisan latar.

Adapun menurut Tarigan (1984, hlm. 133) cara yang dapat digunakan
pengarang dalam penokohan atau melukiskan rupa, watak, atau pribadi para tokoh
adalah dengan cara-cara berikut.
1) physical description (melukiskan bentuk lahir dari tokoh);
2) portrayal of thought stream or of conscious thought (melukiskan jalan pikiran
atau apa yang terlintas dalam pikiran tokoh);
3) reaction events (melukiskan bagaimana reaksi tokoh terhadap peristiwa);
4) direct author analysis (analisis langsung pengarang terhadap tokoh);
5) discussion of environtment (pengarang melukiskan lingkungan tokoh);
6) reaction of other about/to character (lukisan pengarang melalui pandangan
tokoh lain dalam cerita).

Pada dasarnya teknik-teknik penokohan yang dikemukakan oleh dua ahli


tersebut memiliki kesamaan maksud. Teknik-teknik penokohan dapat dianalisis
dilihat dari gambaran tokoh secara langsung oleh pengarang, gambaran pemikiran
tokoh, reaksi tokoh terhadap peristiwa, analisis pengarang terhadap tokoh,
pelukisan lingkungan sekitar (atau latar), dan reaksi dari tokoh lain.
11

b. Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik dapat diartikan sebagai unsur yang berada di luar.
Mengacu pada pengertian yang dikemukakan Hartati (2009, hlm. 186) unsur
ekstrinsik merupakan unsur yang berada di luar karya sastra itu, termasuk di
dalamnya latar belakang penulis, tempat penulisan karya, serta suasana (kondisi)
ketika karya tersebut dibuat. Wellek dan Warren (dalam Nurgiantoro, 2005, hlm.
24) menyebutkan unsur-unsur ekstrinsik adalah keadaan subjektivitas individu
pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang
kesemuanya itu akan memengaruhi karya yang ditulisnya. Sementara itu, dalam
pernyataan Nurgiyantoro (2005, hlm. 24) unsur ekstrinsik adalah psikologi, baik
yang berupa psikologi pengarang, psikologi pembaca, dan keadaan lingkungan
pengarang seperti ekonomi, politik, dan sosial.
Dengan memerhatikan pendapat-pendapat di atas, unsur ekstrinsik
setidaknya meliputi keadaan penulis (baik psikologi, pandangan hidup, dan
sikapnya) juga lingkungan penulis yang turut memengaruhi kelahiran karya yang
dibuatnya. Adapun yang termasuk unsur ekstrinsik sastra antara lain nilai-nilai
seperti nilai religius, nilai moral, nilai sosial, nilai kebudayaan, dan nilai ekonomi.
Oleh karena keterpaduan antara realitas dan kreativitas pengarang dalam
menciptakan karya sastra akan menentukan keberhasilan sebuah karya sastra
(Vico, 2013, hlm. 2), maka karya sastra, betapapun telah dimodifikasi pengarang,
akan selalu berhubungan dengan nilai-nilai yang ada dalam realitas kehidupan.
Dengan demikian, melalui pengkajian ekstrinsiklah dapat diketahui
bagaimana penulis membawakan ceritanya atau pesan yang hendak
disampaikannya, juga bagaimana sikap penulis terhadap keadaan atau kenyataan
yang dihadapinya. Hal ini dipertegas dengan pendapat Damono (dalam
Harizadika, 2013, hlm. 1) bahwasanya melalui karya sastra, sastrawan
menyampaikan nilai-nilai kehidupan karena karya sastra diciptakan untuk
dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakatnya.

2. Nilai
Bertens (2003, hlm. 56) mendeskrisikan nilai sebagai sesuatu yang baik,
sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang berharga, sesuatu yang worthwhile.
12

Di mana nilai (value) selalu bersifat positif, karena memiliki lawan disvalue yang
selalu dihindarkan. Berikut pemaparan konsep mengenai nilai lainnya:
a. nilai adalah sebuah konsep tentang hal yang penting bagi kehidupan
seseorang;
b. nilai adalah sebuah keyakinan tentang tingkah laku yang patut dan tidak patut
atau capaian/pekerjaan/kepercayaan yang pantas dan yang tidak pantas;
c. harga yang disematkan, atau harga yang menyiratkan jati diri sesuatu;
d. nilai adalah suatu yang baik, luhur, diinginkan, dan dianggap penting oleh
masyarakat (disadur dari Sapriya, dkk., 2007, hlm 56).
Berdasarkan konsep diatas, secara ringkas, nilai bisa diartikan sebagai
suatu keyakinan yang menjadi pedoman individu dalam kehidupannya. Sehingga
nilai ini menjadi standar kelayakan hidupnya seseorang secara sosial. Selain itu,
nilai bersifat abstrak dan subjektif, karena ia lahir dari keputusan individu atas
sikap yang harus dipilihnya untuk menunjukkan jati dirinya.
Karya sastra tidak akan terlepas dari nilai-nilai yang dikandungnya dalam
wujud unsur ekstrinsik. Hal ini karena suatu cipta sastra bersumber dari kehidupan
dan sastra sendiri diciptakan untuk kehidupan manusia (Nugrahani, 2013, hlm.
31). Nilai-nilai tersebut tidak lain merupakan petunjuk yang secara sengaja di
diberikan pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah
kehidupan. Karena menurut Nurgiyantoro (2005, hlm. 320) salah satu alasan
mengapa karya sastra itu dilahirkan adalah untuk menawarkan model kehidupan
yang diidealkan. Untuk itu, karya sastra tentu memuat nilai moral dan nilai sosial.
Pertama, nilai moral akan selalu mengikat seorang individu pada tuntutan
hakikatnya sebagai manusia sebagai makhluk berakal dan berbudipekerti. Kedua,
nilai sosial tidak akan terlepas dari pengarang yang timbul dari kehidupan
sosialnya yang akan memantul penuh ke dalam karya sastra yang diciptanya.

a. Nilai Moral
Moral secara harfiah berasal dari kata mores atau mos yang berarti adat
istiadat, kebiasaan, atau cara hidup (dalam Rasyidin, dkk., 2009, hlm. 155).
Moral, menurut Suseno (1987, hlm. 19) selalu mengacu pada baik-buruknya
manusia sebagai manusia. Maka nilai moral adalah sesuatu yang menunjukkan
segi kebaikan manusia sebagai manusia. Sementara itu, moral dalam karya sastra
13

dapat mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan berkaitan


dengan nilai-nilai kebenaran yang ingin disampaikannya kepada pembaca
(Nurgiantoro, 2005, hlm. 321). Nilai-nilai moral ini bersifat praktis yakni dapat
diambil dan ditafsirkan oleh pembaca. Ini dikarenakan nilai tersebut dapat
ditemukan modelnya dalam kehidupan nyata sebagaimana ditampilkan pengarang
lewat sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh dalam karangannya.
Nilai moral dalam sebuah cerpen berguna sebagai pengalaman dan
pelajaran bagi pembaca untuk lebih baik dalam menjalani hidup (Putri, 2014, hlm.
5). Penyampaian nilai moral dapat teridentifikasi dari tingkah laku, perangai,
sikap, serta perbuatan tokoh terhadap peristiwa dalam cerita, atau disebut unsur
penokohan. Hal ini tidak lain, karena yang diceritakan, yang melakukan sesuatu
dan dikenai sesuatu, yang diberi karakter adalah tokoh (Nurgiantoro, 2005, hlm.
165).
Berkaitan dengan nilai moral, perlu terlebih dahulu diketahui prinsip-
prinsip moral dasar. Suseno menjelaskan ada tiga prinsip moral dasar; prinsip
sikap baik, prinsip keadilan, dan prinsip hormat terhadap diri sendiri (Suseno,
1987, hlm. 130). Berikut ini dijelaskan tiga prinsip moral dasar Suseno.
1) Prinsip sikap baik
Prinsip ini menyatakan bahwa sikap dasar antarmanusia adalah positif.
Permisalannya, kita dapat bertemu dengan orang yang belum kita kenal tanpa
rasa takut atau curiga atau menganggapnya sebuah ancaman. Prinsip sikap
baik ini menghendaki: pada dasarnya manusia (kecuali ada alasan khusus)
harus mendekati siapa saja dan apa saja dengan positif dan menghendaki yang
baik bagi dia.
2) Prinsip Keadilan
Prinsip ini menyatakan bahwa semua orang nilainya sama sebagai
manusia, maka tuntutan paling mendasar adalah memberikan perlakuan yang
sama terhadap semua orang yang berada dalam situasi yang sama. Prinsip ini
secara singkat menuntut manusia agar dalam mencapai tujuan-tujuannya,
termasuk hal yang baik, tidak dilakukan dengan melanggar hak seseorang
lain.
14

3) Prinsip Hormat Terhadap Diri Sendiri


Prinsip ini menyatakan bahwa manusia wajib untuk selalu
memperlakukan dirinya sebagai sesuatu yang bernilai pada dirinya sendiri.
Manusia wajib menghormati martabatnya sendiri, sebagai person, pusat yang
berpengertian dan berkehendak, memiliki kebebasan dan suara hati, dan
makhluk yang berakal budi. Prinsip ini memiliki dua arah; tidak membiarkan
diri dianiaya dan tidak membiarkan diri terlantar.
Ada lima sikap-sikap kepribadian moral yang kuat yang diungkapkan
Suseno (1987, hlm. 141). Sikap-sikap tersebut adalah kejujuran, kesediaan
bertanggung jawab, kemandirian moral, keberanian moral, dan kerendahan
hati. Berikut ini kelima sikap tersebut di jelaskan.
1) Kejujuran
Kejujuran adalah nilai moral yang paling utama. Karena tanpa adanya
kejujuran nilai moral lainnya akan kehilangan nilainya. Misalnya, berbuat
baik kepada orang lain tetapi tanpa kejujuran, tidak lain adalah sebuah
kemunafikan dan sering beracun. Sikap jujur terhadap orang lain memiliki
dua pengertian yaitu sikap terbuka dan sikap wajar. Terbuka artinya orang
lain boleh tahu, siapa diri ini. Dengan catatan bahwa diri tersebut muncul
sebagai dirinya sendiri, bukan untuk beradaptasi, takut atau malu.
Kemudian sikap wajar artinya orang yang jujur memperlakukan orang
lain menurut standar-standar yang diharapkannya dipergunakan orang lain
terhadap dirinya. Akan tetapi, sikap jujur terhadap orang lain ini akan
dapat dilakukan apabila individu dapat bersikap jujur terhadap dirinya
sendiri.
2) Bertanggung jawab
Sikap ini adalah sikap operasional dari kejujuran. Bertanggung jawab
adalah suatu sikap terhadap tugas yang membebani. Merasa bertanggung
jawab berarti bahwa meskipun orang lain tidak melihat, pelakunya tidak
merasa puas sampai pekerjaannya diseselaikan sampai tuntas. Seorang
yang bertanggung jawab akan merasa terikat pada hal yang memang
perlu. Ia bersikap positif, kratif, kritis, dan objektif. Selain itu, orang yang
bertanggung jawab bersedia untuk diminta, untuk memberikan,
15

mempertanggungjawabkan tindakan, berkenaan dengan tugas dan


kewajibannya.
3) Kemandirian Moral
Arti kemandirian moral berarti bahwa dalam berbagai pandangan
mengenai moral dalam lingkungan tidak hanya ikut-ikutan saja,
melainkan memiliki penilaian dan pendirian sendiri serta bertindak sesuai
dengannya. Adanya kemandirian moral menandakan bahwa pelakunya
tidak dapat dibeli oleh mayoritas.
4) Keberanian Moral
Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suara hati yang menyatakan
diri dalam kesediaan mengambil risiko konflik. Ia berwujud sebagai suatu
tekad untuk mempertahankan sikap yang telah diyakini sebagai
kewajiban.
5) Kerendahan Hati
Kerendahan hati berarti bahwa ada kesadaran akan keterbatasan diri dan
adanya kemampuan memberikan penilaian moral secara terbatas. Adanya
sikap kerendahan hati, adalah dilandasi kesadaran bahwasanya ia (si
pelaku) tidak tahu segala-galanya dan bahwa penilaian moral dari pribadi
seringkali dipengaruhi oelh emosi dan rasa takut. Kerendahan hati
menjadikan bertambah murninya sikap keberanian moral.

b. Nilai Sosial
Pembahasan sastra dan nilai sosial biasanya dikaji dalam sosiologi sastra.
Damono (dalam Harizadika, 2013, hlm. 2) memberi pengertian sosiologi sastra
adalah pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi
kemasyarakatan. Mengingat sastrawan menyampaikan nilai-nilai kehidupan
melalui karya sastra, maka dapat dikatakan bahwa sastra merupakan suatu
lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium. Ditambah lagi,
bahasa sendiri merupakan ciptaan sosial. Dengan demikian, karya sastra dan nilai
sosial adalah dua hal yang berkaitan erat dalam perannya membicarakan manusia
secara sosial.
Sapriya, dkk. (2007, hlm 56) menyatakan bahwa nilai sosial merupakan
anggapan, sikap, pandangan yang diberikan masyarakat terhadap sesuatu yang
16

dianggap baik dan benar, serta pantas untuk dilakukan. Huky (dalam Basrowi,
2005, hlm. 81) menyebutkan ada sebelas ciri nilai sosial. Secara singkat ciri-ciri
nilai sosial tersebut dapat dijelaskan berikut:
1) nilai sosial tercipta secara sosial melalui interaksi antara para anggota
masyarakat;
2) nilai sosial dapat ditularkan dan dipelajari;
3) nilai sosial menjadi dasar bagi tindakan dan tingkah laku pribadi maupun
masyarakat secara keseluruhan;
4) jika tidak terdapat keharmonisan dari terintegrasinya nilai sosial, maka akan
menimbulkan problem sosial (disadur dari Basrowi, 2005, hlm. 81).

Karena itu, nilai sosial memiliki fungsi secara umum sebagai alat pengawas
dengan daya tekan dan daya mengikat yang mampu mendorong, menuntun, dan
kadang-kadang menekan manusia untuk berbuat yang baik. Bahkan, nilai sosial
dapat menjadi sebuah alat solidaritas di kalangan anggota kelompok atau
masyarakat (Basrowi, 2005, hlm. 83). Harizadika (2013, hlm. 2) menuturkan
bahwasanya cerpen menandai kefiksiannya dengan berusaha memberikan efek
realis, dengan mempresentasikan karakter yang kompleks dengan motif yang
berpacu dan berakar pada antara lain interaksi dengan beberapa karakter lain dan
berkisah tentang kehidupan sehari-hari. Sehingga, untuk mengetahui nilai-nilai
sosial karya sastra dapat dilihat dari perilaku tokoh bagaimana ia berinteraksi atau
bagaimana ia ditokohkan demi membawa nilai.
Selanjutnya, dalam mencari tahu nilai sosial, perlu diketahui terlebih dulu
perilaku sosial. Perilaku sosial menurut Weber (dalam Veeger, 1985, hlm. 171)
adalah ketika maksud subyektif dari tingkah laku itu membuat individu
memikirkan dan memperhitungkan kelakuan orang-orang lain dan
mengarahkannya kepada itu. Misalnya, seorang yang dimotivir untuk membalas
dendam atas suatu penghinaan yang dialami pada masa lampau,
mengorientasikan tindakannya kepada orang lain.
Berikut ini dipaparkan klasifikasi perilaku sosial menurut Weber (1964):
1) kelakuan yang diarahkan secara rasional kepada tercapainya suatu tujuan;
2) kelakuan yang berorientasi kepada suatu nilai lain seperti keindahan,
kemerdekaan, persaudaraan, dan seterusnya;
17

3) kelakuan yang menerima orientasinya dari perasaan atau emosi seseorang, ini
disebut kelakuan perasaan atau emosional;
4) kelakuan yang menerima arahnya dari tradisi, disebut kelakuan tradisional
(Veeger, 1985, hlm. 173).

Dengan memerhatikan paparan di atas, dapat dikatakan bahwa nilai-nilai inti yang
dipilih dalam diskusi di kantor Menteri Pendidikan Nasional (dalam Samani dan
Hariyanto, 2012, hlm. 134) memiliki kedekatan makna. Yakni, karakter seorang
peserta didik akan sangat ditentukan oleh bagaimana perangai dari otak dan hati
berproses. Ada empat nilai inti sebagai hasil dari diskusi tersebut, yaitu jujur,
cerdas, peduli, dan tangguh. Perangai yang bersifat sosial adalah yang terbentuk
sebagai hasil komunikasi dengan orang lain. Sehingga, dua dari nilai inti tersebut
yang terkategori perangai sosial adalah peduli dan tangguh.
1) Peduli
Perangai peduli bersumber dari hati termasuk perilaku prososial. Hati yang peka,
ketika berinteraksi dengan orang lain akan ikut merasakan apa yang dialami orang
lain. Hal ini disebabkan oleh kemampuannya bercermin secara jernih jika hal
tersebut jatuh menimpanya. Sehingga maknanya, orang yang peduli adalah orang
yang hatinya bersih dan jernih.

2) Tangguh
Tangguh adalah siap mengambil resiko dalam kompetisi yang harus dihadapi
dalam setiap kompetisi di tantangan global dan ancamannya. Ketangguhan akan
teruji dalam kontak komunikasi dengan berbagai macam orang yang berbeda dari
diri sendiri individu.
Tabel nilai-nilai turunan dari nilai inti (peduli dan tangguh)
No Nilai-nilai inti Nilai-nilai turunan
1 Peduli Penuh kasih sayang, perhatian, kebajikan,
kewarganegaraan, keadaban, komitmen,
keharuan, kegotongroyongan, kesantunan, rasa
hormat, demokratis, kebijaksanaan, disiplin,
empati, kesetaraan, suka memberi maaf,
persahabatan, kesahajaan, kedermawanan,
kelemahlembutan, pandai berterimakasih,
pandai bersyukur, suka membantu, suka
menghormati, keramahtamahan, kemanusiaan,
kerendahan hati, kesetiaan, kelembutan hati,
18

moderasi, kepatuhan, keterbukaan, kerapian,


patriotism, kepercayaan, kebanggaan,
ketepatan waktu, suka menghargai, punya rasa
humor, kepekaan, sikap berhemat,
kebersamaan, toleransi, kebajikan, kearifan.
2 Tangguh Kewaspadaan, antisipatif, ketegasan,
kesediaan, keberanian, kehati-hatian,
keriangan, suka berkompetisi, keteguhan,
bersifat yakin, keteladanan, ketetapan hati,
keterampilan dan kecekatanan, kerajinan,
dinamis, daya upaya, ketabahan, keantusiasan,
keluwesan, keceriaan, kesabaran, ketabahan,
keuletan, suka mengambil resiko, beretos
kerja.
(diadaptasi dari Saman dan Hariyanto, 2012, hlm. 138)

J. Metode Penelitian
1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif dengan metode deskriptif kualitatif dan teknik analisis isi (content
analysis) untuk pengumpulan data. Metode ini dipandang cocok untuk digunakan
dalam penelitian ini, karena data yang diteliti dan hasil penelitian dalam penelitian
adalah berupa kata-kata. Senada dengan pernyataan Bogdan dan Taylor (Moleong,
2013, hlm. 4) yaitu metodologi kualitaif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati.
Selain itu, data-data yang diteliti memerlukan intensitas peneliti dalam
kegiatan interpretasi. Sebagaimana telah dirumuskan dalam rumusan penelitian,
penelitian ini ingin menggambarkan nilai-nilai moral dan sosial positif yang
terefleksi dalam cerpen-cerpen yang dikumpulkan Korrie Layun Rampan dalam
buku BALON KEINGINAN. Semi (dalam Saputra, 2012, hlm. 411)
menyatakan bahwa penelitian sastra yang objeknya karya sastra, sastrawan, dan
pembaca, menyangkut penelitian humaniora, yang di dalamnya terkait
pemahaman dan pemberian interpretasi yang memerlukan intensitas pendalaman.
Oleh karena itu, penelitian kualitatif dengan metode deskriptif kualitatif dan
19

teknik analisis isi ini dirasa dapat menjadi pedoman peneliti dalam melakukan
penelitiannya dan membantu peneliti mencapai tujuan.

2. Data dan Sumber Data


Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data tulis yaitu berupa
kumpulan cerpen yang pernah dimuat di majalah Bobo dan Kompas yang
kemudian dibukukan dengan judul BALON KEINGINANoleh Korrie Layun
Rampan. Buku ini diterbitkan oleh CV Yrama Widya, cetakan pertama Mei 2014,
226 halaman, panjang 13 x 20 cm. Adapun cerpen yang dianalisis adalah
berjumlah 46 cerpen.
Data-data dalam penelitian ini akan berupa kutipan dalam bentuk dialog
antartokoh dalam cerpen, penjelasan pengarang, serta komentar-komentar tokoh
lainnya yang menunjukkan perilaku, pikiran, dan tindakan tokoh. Namun secara
khusus, data-data tersebut dipilih berdasarkan adanya kandungan nilai-nilai moral
positif dan nilai-nilai sosial positif.
Pemilihan sumber data ini adalah dikarenakan (1) kebaruan buku, yakni
terbit pada tahun 2014 (tahun penulis memulai menyusun proposal penelitian); (2)
kemudahan, karena tersedia di Gramedia; (3) kualitas isi, dilihat dari dimana
cerpen-cerpen tersebut pernah dimuat, yaitu pada koran nasional Kompas dan
majalah anak, Bobo; dan (4) belum adanya penelitian yang dilakukan
terhadapnya. Pemilihan sumber data ini termasuk pada jenis pemilihan sampel
purposeful convenience. Menurut Patton (1980) seperti dikutip Lincoln dan Guba
(1985) (dalam Alwasilah, 2012, hlm. 31) pemilihan sampel purposeful
convenience yaitu pemilihan yang dilakukan karena alasan kemudahan.

3. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik
analisis isi (content analysis). Endraswara (2008, hlm. 160) menuturkan
bahwasanya analisis konten dalam bidang sastra tergolong sebagai upaya
pemahaman karya sastra dari aspek ekstrinsik. Oleh karena itu, teknik ini dipilih,
karena peneliti bermaksud untuk menemukan perilaku-perilaku komunikator
(yang tentunya dilukiskan pengarang) dalam karya sastra yang menunjukkan nilai
20

moral dan nilai sosial. Di mana nilai-nilai tersebut termasuk pada unsur ekstrinsik
karya sastra.
Teknik pengumpulan data penelitian dijabarkan dalam bagan berikut ini.

2. Pengadaan data (dilakukan 1. Pembuatan unit: deskripsi


dengan pembacaan langsung pengarang, percakapan
berulang-ulang) tokoh, tingkah laku, reaksi tokoh
dan tokoh lain (bisa dengan
memberi kode pada data)

3. Pencatatan data beserta


inferensinya (simpulan yang
berkiblat pada pengkodean)

4. Analisis Data
Proses analisis data dalam penelitian ini dimulai sejak peneliti menelaah
sumber data. Hal ini dilakukan untuk menjaga data agar tidak terlalu menumpuk
dan menyulitkan peneliti (Alwasilah, 2012, hlm. 113). Bogdan dan Biklen (dalam
Moleong, 2013, hlm. 248) menyatakan bahwa:
analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan
yang dapat dikelola, mensitesiskannya, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan
apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Endraswara (2008, hlm. 164) menyatakan bahwa analisis meliputi penyajian data
dan pembahasan yang dilakukan secara kualitatif konseptual. Sehingga pada
analisis data peneliti haru selalu menghubungkan konteks dan konstruk analisis.
Konteks artinya hal-hal yang berhubungan dengan struktur dan konstruk adalah
bangunan konsep analisis. Konsep analisis diambil dari rumusan sekaligus tujuan
penelitian.
Berikut ini adalah langkah-langkah kerja analisis data disajikan dalam
bagan alir.
Bagan Alir Analisis Data

Mempelajari data yang telah Mereduksi data dibantu dengan


dikumpulkan dikaitkan dengan instrument pembantu
konsep analisis
21

Memajang data yang terdiri dari Kategorisasi (mengategorisasi


temuan (konteks) dan penafsiran data pada kategori nilai moral
dan nilai sosial positif)

Memeriksa validitas data (menggunakan validitas semantic,


tingkat kesensitifan makna simbolik yang bergayut dengan
konteks) dan reliabilitas (melalui keakuratan penyesuaian hasil
dengan kajian pustaka, ketekunan pengamatan dan pencatatan)

Menyimpulkan dan
menyajikan hasil data secara
tekstular

5. Langkah-langkah Kerja Penelitian


Secara garis besar, langkah-langkah penelitian ini dijelaskan melalui
poin-poin berikut:
a. membaca seluruh cerpen yang ada pada buku kumpulan BALON
KEINGINAN Korrie Layun Rampan;
b. menganalisis teknik penokohan pada setiap cerpen tersebut untuk pembuatan
unit dengan memberikan kode pada data;
c. mencatat data beserta inferensinya;
d. mempelajari lagi data yang telah dikumpulkan dihubungkan dengan konteks
dan konstruk analisis;
e. mereduksi data dibantu dengan instrument pembantu (pedoman analisis nilai
moral dan nilai sosial positif)
f. mengklasifikasi data ke dalam kategori nilai moral dan nilai sosial positif;
g. memeriksa validitas menggunakan validitas semantik (kedekatan makna
simbolik dengan konsep dan konstruk analisis) dan reliabilitasnya
menggunakan keakuratan data (dilihat dari kesesuaian hasil dengan kajian
pustaka) dan ketekunan pengamatan serta pencatatan;
h. menyajikan data secara tekstular disajikan dalam narasi dengan kisi-kisinya
yaitu konteks (data terpilih) dan tafsiran, dan ke dalam tabel analisis yang
memuat nomor, judul cerpen, nilai moral, nilai sosial, bukti pernyataan;
22

i. membuat laporan.

K. Jadwal Penelitian
Bulan I Bulan II Bulan III Bulan IV
Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penemuan masalah
Studi Pendahuluan
Perumusan Judul
Konsultasi ke Pembimbing
Akademik
Penulisan Proposal
Pengajuan Proposal
Seminar Proposal dan Revisi
Pelaksanaan Langkah Kerja
Penelitian
Bimbingan Skripsi
Penyusunan Laporan
Sidang Skripsi
Pengesahan Skripsi

Daftar Pustaka

Alwasilah, A. Ch. (2012). Pokoknya kualitatif dasar-dasar merancang dan


melakukan penelitian kualitatif. Bandung: PT. Dunia Pustaka Jaya.
Basrowi. (2005). Pengantar sosiologi. Bogor: Ghalia Indonesia.
Bertens, K. (2003). Keprihatinan moral. Yogyakarta: KANISIUS.
Djuanda, D. dan Iswara, P.D. (2009). Apresiasi sastra Indonesia. (Edisi
Revisi). Bandung: UPI Press.
Endraswara, S. (2008). Metodologi penelitian sastra. Edisi revisi.
Yogyakarta: MedPress.
Hartati, T. dkk. (2009). Pendidikan bahasa dan sastra Indonesia di kelas
rendah. Bandung: UPI Press.
Harizadika, Konflik sosial dalam kumpulan cerpen Perempuan Bawang dan
Lelaki Kayu karya Ragdi F. Daye. Jurnal Pendidikan bahasa dan
Sastra Indonesia, 1(1), September 2012, Seri E 339-425.
Hasanuddin, WS. (2007). Ensiklopedi sastra Indonesia. Bandung: Percetakan
Angkasa.
23

Laelasari dan Nurailah. (2007). Ensiklopedia tokoh sastra Indonesia.


Bandung: Nuansa Aulia
Moleong, L. (2013). Metodologi penelitian kualitatif. (edisi revisi). Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Mudarwan. (2013). Pengajaran versus pendidikan. Jurnal pendidikan
penabur, 20 (21), hlm. 106-113, Juni 2013.
Nugrahani, W. (2013). Nilai psikologi dan nilai sosial dalam novel hiroshima
karya Minhajul Qowim. NOSI, 1(1), hlm. 31-37, Maret 2013.
Rasyidin, dkk. (2009). Filsafat pendidikan. Bandung: UPI Press.
Resmini, N. dan Juanda, D. (2007). Pendidikan bahasa dan sastra Indonesia
di kelas tinggi. Bandung: UPI Press.
Samani, M. dan Hariyanto. (2012). Konsep dan model pendidikan karakter.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sapriya, dkk. (2007). Pengembangan pendidikan IPS di sd. Bandung: UPI
Press.
Saputra, W. dkk. (2012). Nilai-nilai sosial dalam novel bukan Pasar Malam
karya Pramoedya Ananta Toer. Jurnal Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia, 1(1), (hlm. 409-417) September 2012.
Sarumpaet, R. (2010). Pedoman penelitian sastra anak. Edisi Revisi. Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Tim Redaksi Nuansa Aulia (Penghimpun). (2012). Himpunan Perundang-
undangan RI tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) UU
RI 2003 beserta penjelasannya dilengkapi peraturan perundangan
yang terkait. Bandung: Nuansa Aulia.
Suseno, F.M. (1987). Etika dasar. Yogyakarta: Kanisius.
Tarigan, H.G. 1984. Prinsip-prinsip dasar sastra. Bandung: Penerbit
Angkasa.
Veeger, K.J. (1985). Realitas sosial: refleksi filsafat sosialatas hubungan
individu masyarakat dalam cakrawala sejarah sosiologi. Jakarta:
PT. Gramedia
Vico, B.H, dkk. Kritik sosial dalam cerpen kompas edisi Januari 2012. Jurnal
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 1(2), Maret 2013, Seri C
164-240

Anda mungkin juga menyukai