Anda di halaman 1dari 3

4.7.

Pertusis
Pertusis yang berat terjadi pada bayi muda yang belum pernah diberi imunisasi. Setelah
masa inkubasi 7-10 hari, anak timbul demam, biasanya disertai batuk dan keluar cairan
hidung yang secara klinik sulit dibedakan dari batuk dan pilek biasa. Pada minggu ke-2,
timbul batuk paroksismal yang dapat dikenali sebagai pertusis. Batuk dapat berlanjut
sampai 3 bulan atau lebih. Anak infeksius selama 2 minggu sampai 3 bulan setelah
terjadinya penyakit.
Diagnosis
Curiga pertusis jika anak batuk berat lebih dari 2 minggu, terutama jika penyakit diketahui
terjadi lokal. Tanda diagnostik yang paling berguna:

Batuk paroksismal diikuti suara whoop saat inspirasi, sering disertai muntah
Perdarahan subkonjungtiva
Anak tidak atau belum lengkap diimunisasi terhadap pertusis
Bayi muda mungkin tidak disertai whoop, akan tetapi batuk yang diikuti oleh
berhentinya napas atau sianosis, atau napas berhenti tanpa batuk
Periksa anak untuk tanda pneumonia dan tanyakan tentang kejang.

Tatalaksana
Kasus ringan pada anak-anak umur 6 bulan dilakukan secara rawat jalan dengan
perawatan penunjang. Umur < 6 bulan
dirawat di rumah sakit, demikian juga pada anak dengan pneumonia, kejang, dehidrasi, gizi
buruk, henti napas lama, atau kebiruan setelah batuk.
Antibiotik

Beri eritromisin oral (12.5 mg/kgBB/kali, 4 kali sehari) selama 10 hari atau jenis
makrolid lainnya. Hal ini tidak akan memperpendek lamanya sakit tetapi akan
menurunkan periode infeksius.

Oksigen

Beri oksigen pada anak bila pernah terjadi sianosis atau berhenti napas atau batuk
paroksismal berat.
Gunakan nasal prongs, jangan kateter nasofaringeal atau kateter nasal, karena akan
memicu batuk. Selalu upayakan agar lubang hidung bersih dari mukus agar tidak
menghambat aliran oksigen.
Terapi oksigen dilanjutkan sampai gejala yang disebutkan di atas tidak ada lagi.
Perawat memeriksa sedikitnya setiap 3 jam, bahwa nasal prongs berada pada posisi
yang benar dan tidak tertutup oleh mukus dan bahwa semua sambungan aman.
Tatalaksana jalan napas

Selama batuk paroksismal, letakkan anak dengan posisi kepala lebih rendah dalam
posisi telungkup, atau miring, untuk mencegah aspirasi muntahan dan membantu
pengeluaran sekret.
o Bila anak mengalami episode sianotik, isap lendir dari hidung dan
tenggorokan dengan lembut dan hati-hati.
o Bila apnu, segera bersihkan jalan napas, beri bantuan pernapasan manual
atau dengan pompa ventilasi dan berikan oksigen.

Perawatan penunjang

Hindarkan sejauh mungkin segala tindakan yang dapat merangsang terjadinya


batuk, seperti pemakaian alat isap lendir, pemeriksaan tenggorokan dan
penggunaan NGT.
Jangan memberi penekan batuk, obat sedatif, mukolitik atau antihistamin.
Obat antitusif dapat diberikan bila batuk amat sangat mengganggu.
Jika anak demam ( 39 C) yang dianggap dapat menyebabkan distres, berikan
parasetamol.
Beri ASI atau cairan per oral. Jika anak tidak bisa minum, pasang pipa nasogastrik
dan berikan makanan cair porsi kecil tetapi sering untuk memenuhi kebutuhan
harian anak. Jika terdapat distres pernapasan, berikan cairan rumatan IV untuk
menghindari risiko terjadinya aspirasi dan mengurangi rangsang batuk. Berikan
nutrisi yang adekuat dengan pemberian makanan porsi kecil dan sering. Jika
penurunan berat badan terus terjadi, beri makanan melalui NGT.

Pemantauan
Anak harus dinilai oleh perawat setiap 3 jam dan oleh dokter sekali sehari. Agar dapat
dilakukan observasi deteksi dan terapi dini terhadap serangan apnu, serangan sianotik,
atau episode batuk yang berat, anak harus ditempatkan pada tempat tidur yang dekat
dengan perawat dan dekat dengan oksigen. Juga ajarkan orang tua untuk mengenali tanda
serangan apnu dan segera
memanggil perawat bila ini terjadi.
Komplikasi
Pneumonia. Merupakan komplikasi tersering dari pertusis yang disebabkan oleh infeksi
sekunder bakteri atau akibat aspirasi muntahan.

Tanda yang menunjukkan pneumonia bila didapatkan napas cepat di antara episode
batuk, demam dan terjadinya distres pernapasan secara cepat.
Tatalaksana pneumonia: lihat bagian 4.2
Kejang. Hal ini bisa disebabkan oleh anoksia sehubungan dengan serangan apnu atau
sianotik, atau ensefalopati akibat pelepasan toksin.

Jika kejang tidak berhenti dalam 2 menit, beri antikonvulsan; lihat Bab 1 Pediatrik
Gawat Darurat bagan 9 halaman 17.

Gizi kurang. Anak dengan pertusis dapat mengalami gizi kurang yang disebabkan oleh
berkurangnya asupan makanan dan sering muntah.

Cegah gizi kurang dengan asupan makanan adekuat, seperti yang dijelaskan pada
perawatan penunjang.

Perdarahan dan hernia

Perdarahan subkonjungtiva dan epistaksis sering terjadi pada pertusis. Tidak ada
terapi khusus.
Hernia umbilikalis atau inguinalis dapat terjadi akibat batuk yang kuat. Tidak perlu
dilakukan tindakan khusus kecuali terjadi obstruksi saluran pencernaan, tetapi rujuk
anak untuk evaluasi bedah setelah fase akut.

Tindakan Kesehatan masyarakat

Beri imunisasi DPT pada pasien pertusis dan setiap anak dalam keluarga yang
imunisasinya belum lengkap.
Beri DPT ulang untuk anak yang sebelumnya telah diimunisasi.
Beri eritromisin suksinat (12.5 mg/kgBB/kali 4 kali sehari) selama 14 hari untuk
setiap bayi yang berusia di bawah 6 bulan yang disertai demam atau tanda lain dari
infeksi saluran pernapasan dalam keluarga.

Anda mungkin juga menyukai