Anda di halaman 1dari 2

Setelah Ujian Nasional (UN), ke Luar Negeri Yuk!

Momentum pertarungan dan pertaruhan bagi pelajar melalui Ujian Nasional (UN) sudah di
depan mata. Ujian Nasional (UN) tahun ini akan lebih sensasional dengan diterapkannya Ujian
Nasional Berbasis Komputer (UNBK) terhadap sekolah yang dipandang mumpuni secara
infrastruktur. Terlepas dari dilema dan drama Ujian Nasional (UN), bagi pelajar yang akan lulus
dari SMA/SMK sederajat, pertanyaan seputar whats next menjadi bayang-bayang yang
terkadang mengkhawatirkan.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan pernah menyatakan hanya
sekitar 60% saja dari pelajar lulusan SMA sederajat yang menikmati perguruan tinggi. Alasan
yang kerap muncul adalah biaya pendidikan yang melangit dan desakan ekonomi keluarga
yang mengharuskan sang anak ikut mencari nafkah. Walau sebenarnya tidak ada yang salah
dengan pilihan apalagi pilihan berbakti kepada keluarga, tidakkah para orang tua akan lebih
bangga melihat anaknya bisa kuliah (dengan beasiswa) bahkan hingga ke luar negeri?

Menurut data yang pernah disampaikan oleh Ikatan Konsultan Pendidikan Internasional
Indonesia (IKPII), di tahun 2012 tercatat lebih dari 50 ribu pelajar Indonesia yang melanjutkan
studi ke luar negeri dan angka tersebut naik setidaknya 20% setiap tahunnya sejak tahun 2005.
Jika dikalkulasikan, maka di tahun 2016 diperkirakan ada 103 ribu pelajar Indonesia di luar
negeri. Sekilas jumlah ini terlihat fantastis, akan tetapi jika dibandingkan dengan jumlah
penduduk Indonesia usia produktif (15-64 tahun) per tahun 2015, angka ini setara dengan 0.1%
saja, bak buih di lautan.

Pentingnya Kuliah ke Luar Negeri

Ada 1001 alasan mengapa harus kuliah ke luar negeri, namun menurut Top Universities,
sebuah portal dunia maya yang menjadi referensi peringkat universitas di seluruh dunia, paling
tidak ada 4 alasan utama mengapa kuliah ke luar negeri itu penting:

Percepatan kedewasaan. Dinamika kehidupan di luar negeri akan menempa diri menjadi
seseorang yang lebih mandiri, tegar, dan trengginas. Proses transisi dari remaja menjadi
dewasa, secara emosional dan pola pikir, menjadi lebih cepat dikarenakan ada tuntutan untuk
segera menjadi dewasa, semisal mengelola keuangan bulanan, ketaatan pada jadwal kuliah,
dan keterlibatan diri dalam lingkungan pertemanan yang beragam. Disamping itu, seiring waktu
berjalan, akan ditemukan pelajaran hidup berharga seperti toleransi terhadap perbedaan,
keberanian membuka diri untuk mencoba sesuatu yang baru, dan kemampuan memilah tradisi
yang sesuai dengan nilai moral yang diamini.

Memperkuat ikatan kekeluargaan. Secara fisik jarak memang memisahkan, namun sejatinya
kehangatan keluarga tidak pernah pudar. Gelak tawa di ruang keluarga, pertengkaran kecil
dengan kakak-adik, aroma masakan ibu yang membuat perut keroncongan, kini hanya sebatas
kenangan untuk sementara waktu. Namun, disitulah letak keindahan dan seninya. Dengan
keterbatasan, penghargaan terhadap detik waktu ketika bercengkrama via telepon menjadi
lebih tinggi. Bayangkan saja, betapa besar akumulasi kerinduan yang terkumpul selama
bertahun-tahun dan dibawa pulang untuk dilampiaskan bersama orang-orang tersayang.

Peningkatan kualitas berbahasa dan berbudaya. Ada bedanya antara orang yang ahli
berbahasa asing melalui kursus intensif dengan orang yang bisa berbahasa asing dan pernah
tinggal di negara dimana bahasa tersebut digunakan. Perbedaan tersebut bukan pada level
kosa kata atau pelafalan, melainkan aspek budaya/kebiasaan saat sebuah kalimat dilontarkan.
Orang yang berpengalaman tinggal di luar negeri memiliki keuntungan dalam memahami hal-
hal non-linguistik seperti ini. Disamping itu, kesempatan untuk safari ke objek wisata lokal atau
ke negara lain menjadi daya tarik tersendiri yang tentunya memperkaya khasanah budaya dan
pengetahuan. Apalagi bermodalkan kartu mahasiswa, perjalananpun semakin ramah di
kantong.

Banjir peluang beasiswa. Kita patut bersyukur karena sekarang kesempatan untuk kuliah
gratis semakin melimpah ruah. Cukup bermodalkan kata kunci Scholarship for International
Student, sekitar 5,8 juta hasil pencaran Google siap untuk ditelusuri. Beberapa diantaranya,
sebut saja Chevening, AAS, Fullbright, serta The Gates Millennium Scholar yang menjadi
primadona dan tentunya LPDP dari Kementrian Keuangan yang masih menjadi idola. Dengan
beragamnya pilihan beasiswa ini, rasanya alasan tidak punya uang menjadi tidak valid lagi.

Menempuh pendidikan di luar negeri adalah sebuah tantangan terindah. Pahit manisnya
keseharian akan mewarnai setiap untaian cerita yang nantinya menjadi bekal bermasyarakat
dan kisah romantis di hari tua. Diawali dengan cuaca yang tidak bersahabat, komunikasi yang
terbatas, hingga makanan yang rasanya tidak karu-karuan (pada awalnya) merupakan secuil
potret kehidupan di luar sana yang hampir pasti dialami semua orang. Butuh jiwa yang kuat
serta tekad yang kokoh untuk bisa survive dan berhasil membawa pulang gelar yang dielu-
elukan. Dan jangan lupa, pengalaman kuliah di luar negeri memberikan nilai tambah dan
sensasi berbeda dalam persaingan dunia kerja. Jadi, sudah siap ke luar negeri?

Penulis adalah penerima beasiswa penuh dari Ruble International Education Initiative dan alumnus
Shorter University, Georgia, USA

Sumber:
http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@asia/@ro-bangkok/@ilo
jakarta/documents/presentation/wcms_346599.pdf

http://www.topuniversities.com/blog/25-reasons-study-abroad

Anda mungkin juga menyukai