Anda di halaman 1dari 5

Pemberian Beasiswa Pendidikan sebagai Cermin Kesadaran Beragama

dan Solusi Perbaikan Bangsa

Remaja di emper toko itu


Dari kejauhan tampak lesu
Memandangi gadis-jejaka berseragam putih abu-abu
Tatap tatanya menyiratkan cita
Namun harapannya seakan sirna
Ia kini terpaku pada asongan di dadanya
Apa daya biaya sudah menghalanginya

Berbicara mengenai pendidikan di Indonesia maka seakan tak pernah habis


kisah-kisah nestapa yang mengiringi rekam jejaknya. Akses pendidikan untuk rakyat
miskin yang relatif sulit, kurikulum pengajaran yang tidak tepat, pengelolaan dana
sekolah yang tidak transparan, dan sistem pengajaran yang kurang profesional
merupakan beberapa masalah klasik dalam dunia pendidikan Indonesia. Tentu kita tahu
bahwa pendidikan sejatinya merupakan hak setiap warga negara Indonesia. Hal itu
termaktub dalam UUD 45 pasal 31 ayat 1. Faktanya, masih banyak anak bangsa yang
belum bisa menikmati pendidikan dalam berbagai jenjangnya. Lihat saja, hanya 7,2
persen anak bangsa yang bisa menikmati bangku pendidikan tinggi. Padahal prosentase
idealnya adalah 20 persen.

Salah satu sebab seseorang berhenti melanjutkan pendidikan formalnya adalah


keterbatasan finansial. Tingginya biaya hidup yang tidak diimbangi dengan
keterampilan mencari nafkah menyebabkan kesulitan finansial. Masalah tersebut tentu
bukanlah semata-mata kesalahan pemerintah ataupun para orang tua. Rendahnya
kepekaan masyarakat juga mempengaruhi banyaknya anak yang putus pendidikan. Jika
saja masyarakat lebih peka dengan keadaan sosial ekonomi lingkungan terdekatnya
maka jumlah anak putus sekolah di wilayah sekitarnya akan berkurang. Dalam konteks
tersebut pemberian bantuan finansial secara langsung tentu merupakan cara untuk
mengatasi anak putus sekolah.

Ada beberapa lembaga pendidikan yang membebaskan biaya belajar bagi siswa
yang kurang mampu. Namun diluar itu tentu biaya hidup dan kelengkapan belajar
seperti buku pelajaran dan alat tulis juga menjadi kebutuhan yang tak kalah pentingnya
bagi anak yang kurang mampu secara ekonomi. Maka lagi-lagi keterbatasan finansial
dapat menghambat seorang anak dalam proses belajarnya di lembaga pendidikan
formal.

Salah satu solusi untuk mengatasi putus pendidikan formal karena keterbatasan
finansial ialah dengan memberikan beasiswa. Seperti kita ketahui beasiswa adalah
tunjangan yang diberikan kepada pelajar atau mahasiswa sebagai bantuan biaya belajar.
Pemberian beasiswa relatif akan mengurangi beban finansial seseorang. Jika masalah
finansial sudah teratasi maka tidak ada alasan baginya untuk tidak fokus pada
pendidikan yang sedang atau akan ditempuhnya. Beasiswa yang diberikan tidak harus
selalu dari pemerintah. Namun instansi-instansi swasta ataupun masyarakat melalui
lembaga-lembaga swadaya dapat juga turut serta memberikan beasiswa untuk anak
bangsa yang layak menerimanya.

Ada bermacam-macam jenis beasiswa. Diantaranya adalah beasiswa


penghargaan, beasiswa bantuan, beasiswa atletik, dan beasiswa penuh. Beasiswa
penghargaan adalah beasiswa yang diberikan kepada siswa yang berprestasi di bidang
akademik. Beasiswa semacam ini biasanya diberikan kepada siswa yang memiliki IPK
di atas rata-rata. Sementara itu, beasiswa bantuan adalah beasiswa yang diberikan
kepada siswa yang kurang mampu secara finansial. Banyak universitas negeri yang
memberikan beasiswa semacam itu. Beasiswa BBM/Bantuan Belajar Mahasiswa dan
Bidik Misi merupakan contoh jenis beasiswa bantuan. Lain halnya dengan beasiswa
atletik. Beasiswa ini diberikan kepada siswa yang berprestasi di bidang olahraga. Jenis
beasiswa selanjutnya adalah beasiswa penuh. Dari sekian jenis yang ada beasiswa penuh
adalah beasiswa yang memiliki nilai kemanfaatan yang relatif besar. Dengan
mendapatkan beasiswa ini seseorang akan dijamin biaya pendidikan sekaligus biaya
hidup dan keperluan belajarnya.

Terkadang instansi-instansi tertentu mensyaratkan adanya timbal balik dari para


penerima beasiswa. Salah satu bentuk timbal balik biasanya berupa kesediaan bekerja
atau menjadi relawan bagi instansi pemberi beasiswa. Dengan bekerja atau setidaknya
menjadi relawan bagi instansi yang memberikan beasiswa maka softskill penerima
beasiswa akan terlatih. Pembelajaran tentang softskill ini relatif sulit didapatkan di
bangku pendidikan kelas. Sementara kita tahu bahwa teori yang didapat di kelas dapat
diterapkan di tengah-tengah masyarakat secara efektif dengan berbekal softskill yang
memadai. Dengan mendapatkan beasiswa semacam ini seseorang akan mendapat dua
keuntungan sekaligus yaitu bantuan finansial dan bekal softskill yang memadai bagi
kehidupannya.

Pemberian beasiswa, menurut penulis, merupakan salah satu wujud nyata


seseorang dalam menjalankan agamanya. Kita tahu bahwa bangsa Indonesia secara
konstitusional adalah bangsa yang percaya pada Tuhan. Maka sudah semestinya ajaran
untuk saling memberi, yang dapat ditemukan dalam semua ajaran agama, dapat
diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Dalam Islam terdapat istilah zakat, infaq, dan
sodaqoh. Esensi ketiganya adalah memberi bantuan, lazimnya finansial atau materi,
kepada orang-orang yang membutuhkan. Umumnya orang akan dengan ringan
mendonasikan uangnya untuk kemakmuran tempat ibadah seperti masjid atau juga
gereja karena mungkin ada anggapan bahwa tempat ibadah sangat dekat dengan Tuhan.

Tidaklah mengapa seseorang mendonasikan uangnya ke tempat ibadah agama


yang dianutnya. Bahkan hal itu perlu diapresiasi. Namun fungsi agama akan menyempit
seandainya saja pemberian donasi hanya difokuskan pada kemakmuran tempat-tempat
ibadah saja. Bukankah agama semestinya menaungi kehidupan seluruh makhluk tanpa
terikat ruang fisik tertentu?

Bagi penulis agama memiliki substansi menuntun seseorang untuk memiliki


hidup yang berkualitas. Hidup yang berkualitas bisa dimiliki dengan bekal pengetahuan
yang didapat dari proses pendidikan entah formal ataupun informal. Salah satu
penunjang majunya pendidikan adalah finansial yang cukup. Dengan keadaan finansial
yang baik seseorang akan relatif mampu mengakses informasi dan fasilitas pendidikan
secara efektif. Dalam Islam sendiri terdapat istilah amal jariyah yaitu amal yang tidak
terputus pahalanya. Penulis menganalogikan pendidikan sebagai kail. Sementara dunia
dengan segala bidangnya adalah ikan-ikannya. Dengan berbekal kail diharapkan
seseorang bisa memancing ikan dengan mudah tanpa terus bergantung pada pihak lain.
Pendidikan, yang didalamnya terdapat banyak pengetahuan, akan memungkinkan
seseorang untuk mengolah segala sesuatu yang ada di alam semesta demi kebaikan
bersama. Dengan menginvestasikan uangnya, melalui pemberian beasiswa, untuk
pendidikan maka seseorang telah ber-amal jariyah karena melalui pendidikan yang baik
akan tersusun rantai generasi yang produktif dalam membangun kesejahteraan.

Kita tahu bahwa agama secara tidak langsung menganjurkan untuk memperbaiki
pendidikan dengan memberikan beasiswa kepada anak bangsa yang layak
menerimanya. Demikian juga dengan konstitusi negara yang menjamin tersedianya
pendidikan bagi segenap bangsa Indonesia. Ini termaktub khususnya pada pasal 31 ayat
1 tentang pendidikan dan pasal 34 yang menyatakan bahwa fakir miskin dan anak
terlantar dipelihara oleh negara. Maka kesempatan memperoleh pendidikan yang baik
semestinya tidak terhalangi oleh keterbatasan finansial. Ini karena sebagai warga
negara, sekalipun terlahir dalam keadaan ekonomi dan sosial yang buruk, kita sudah
dijamin kesejahteraanya oleh negara. Fakta menunjukan hal yang berbeda. Masih
banyak anak terlantar terutama di perkotaan yang tidak mendapatkan pendidikan yang
cukup. Salah satu imbas dari kenyataan ini adalah banyaknya penyimpangan seperti
perilaku seks bebas, narkoba, tawuran, dan tindak kriminal lain yang dilakukan oleh
sebagian anak terlantar. Untungnya hal ini diimbangi oleh adanya kepekaan dari
masyarakat, aktivis sosial, dan mahasiswa yang dengan sukarela mendirikan komunitas-
komunitas belajar gratis sebagai media pembinaan bagi anak-anak terlantar.

Pemberian beasiswa akan sangat membantu anak bangsa yang kurang mampu
secara finansial. Selain itu bagi penerima beasiswa prestasi, beasiswa adalah suatu
bentuk penghargaan untuknya. Dengan adanya beasiswa anak bangsa akan lebih bisa
berkarya secara produktif demi kemajuan negaranya. Ini karena adanya fakta bahwa ada
banyak anak bangsa yang memiliki kecerdasan serta semangat membangun bangsa yang
tinggi akan tetapi terhalang oleh keterbatasan finansial. Sebaliknya, dibeberapa
kesempatan kita bisa melihat sebagian anak bangsa yang mapan secara ekonomi, karena
ditopang oleh orang tuannya, menyianyiakan waktu belajar mereka di lembaga
pendidikan.

Pemberian beasiswa tentu harus tepat sasaran dan dikelola secara transparan.
Transparan dalam arti kedua belah pihak, baik pemberi dan penerima beasiswa mampu
bertanggung jawab dalam pengelolaan dan pemanfaatan uang. Lebih dari itu semestinya
sebagai bentuk pertanggungjawaban perlu dibuat semacam laporan penggunaan uang
beasiswa oleh penerima beasiswa. Ini dimaksudkan agar penerima beasiswa memiliki
rasa tanggung jawab dan keterampilan dalam pembuatan dokumen-dokumen resmi.
Selain itu instansi ataupun individu pemberi beasiswa haruslah melakukan riset terhadap
calon penerima beasiswa. Riset yang dilakukan meliputi tes potensi akademik dan
bakat, latar belakang sosial dan ekonomi, serta tingkat keseriusan dalam menjalani
proses pendidikan formal nantinya. Ini karena ada beberapa kasus pada sebagian
penerima beasiswa yang ternyata mampu secara ekonomi tapi karena tes yang tidak
begitu ketat ia berhasil mendapatkan beasiswa yang semestinya diberikan kepada yang
kurang mampu.

Maju atau tidaknya suatu bangsa cenderung dipengaruhi oleh proses pendidikan
yang ada di negaranya. Jika proses pendidikan yang ada di suatu negara berjalan dengan
baik maka kualitas kehidupannya pun akan relatif baik. Belajar dari negara Jepang yang
memfokuskan perbaikan pada bidang pendidikan pasca tragedi Hirosima dan Nagasaki
sehingga bisa menjadi negara seperti sekarang ini. Maka bangsa Indonesia semestinya
juga melakukan hal yang sama yaitu memberikan fokus lebih pada dunia pendidikan.

Masalah keterbatasan finansial peserta didik dapat diminimalisasi dengan


pemberian beasiswa. Dengan adanya beasiswa maka anak bangsa tidak lagi
terpusingkan oleh masalah finansial yang semestinya belum menjadi fokusnya di saat
menempuh proses pendidikan di lembaga formal. Mereka akan fokus pada bagaimana
menjadi generasi yang produktif untuk kemajuan bangsanya sesuai bidang dan caranya
masing-masing. Pun pemberian beasiswa juga merupakan cermin kesadaran bangsa
Indonesia yang beragama. Dengan memberikan beasiswa maka secara langsung ajaran
untuk saling memberi telah diterapkan.

Terselenggaranya pendidikan formal maupun informal adalah tanggung jawab


segenap bangsa Indonesia. Demikian juga pemberian beasiswa semestinya bukan hanya
tanggung jawab pemerintah sebagai eksekutor UUD 45 akan tetapi masyarakat dengan
semua elemennya semestinya dapat berperan aktif dengan misalnya mendirikan
komunitas-komunitas kecil peduli pendidikan untuk menggalang dana beasiswa.
Dengan begitu pendidikan dapat diakses oleh siapa saja dan dimana saja. Selain itu
sikap saling tolong menolong yang menjadi spirit agama juga teraplikasikan secara
nyata.

Anda mungkin juga menyukai