Anda di halaman 1dari 2

Biaya Tinggi Tak Wujudkan Pemerataan Hak Pendidikan

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak dasar yang sudah ada sejak lahir, serta hak yang tidak
dapat dicabut dan berlaku sepanjang manusia hidup. Sebagai warga negara Indonesia, kita tentu tidak
terlepas dari dua hal yaitu hak dan kewajiban warga negara. Setelah melaksanakan kewajiban, kita
berhak memperoleh hak dasar yang berupa pendidikan yang layak karena pendidikan adalah pilar
utama dalam kemajuan suatu bangsa.
Pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia yang harus dipenuhi, pendidikan
sangatlah penting karena dapat mengubah kehidupan seseorang. Setiap manusia berhak mendapatkan
pendidikan yang layak di bawah kekuatan hukum tanpa adanya diskriminasi apapun. Sebagai negara
yang berkewajiban melindungi, menghormati, memenuhi hak warga negara untuk mendapatkan
pendidikan dan mengawasi pelanggaran yang terjadi serta meninandak lanjuti dengan kekuatan hukum
yang berlaku. Hal tersebut tertuang dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (1) yang berbunyi, “setiap warga
negara berhak mendapatkan pendidikan” serta pasal (2) yang berbunyi, “setiap warga negara wajib
mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.
Dalam pasal 31 ayat (4) UUD 1945 menegaskan bahwa, negara harus memprioritaskan
anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN untuk menyelenggarakan pendidikan
nasional. Dan juga dalam UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia pada pasal 12 yang
berbunyi, “ setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya, untuk
memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi
manusia yang beriman, bertaqwa, bertanggung jawab, berakhlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai
dengan hak asasi manusia.”
Sayangnya, masih banyak anak di Indonesia yang tidak memperoleh pendidikan yang layak.
Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kemiskinan, konflik, diskriminasi, kurangnya
fasilitas pendidikan, atau kurangnya sumber daya manusia, keuangan, dan infrastruktur yang
memadai. Alasan utama masyarakat Indonesia tidak mendapatkan pendidikan yang layak adalah
kemiskinan. Kemiskinan dapat menghambat pendidikan karena orang yang hidup dalam kemiskinan
seringkali menghadapi berbagai masalah yang dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk
memperoleh pendidikan yang layak. Salah satu faktor yang dapat menghambat pendidikan pada orang
yang hidup dalam kemiskinan yaitu biaya yang tinggi. Orang yang hidup dalam kemiskinan seringkali
kesulitan membayar biaya pendidikan seperti biaya sekolah, biaya buku, biaya transportasi, dan biaya
lainnya. Anak-anak terpaksa putus sekolah karena biaya yang mahal dan harus ikut bekerja membantu
orang tuanya demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Tingginya biaya pendidikan dapat menghambat
tercapainya hak pendidikan bagi masyarakat. Pendidikan merupakan hak asasi manusia yang diakui
oleh banyak negara dan setiap orang berhak mendapatkan akses yang adil dan setara terhadap
pendidikan. Namun, tingginya biaya tersebut dapat membuat pendidikan menjadi tidak terjangkau
bagi banyak orang, terutama bagi mereka yang berada dalam keluarga dengan penghasilan rendah
(miskin). Hal ini dapat memperburuk kesenjangan sosial dan ekonomi, serta membatasi kesempatan
dan mobilitas sosial.
Di sisi lain dalam dunia kampus, tingginya UKT (uang kuliah tunggal) dapat menjadi
hambatan bagi orang-orang yang ingin melanjutkan pendidikan tinggi namun tidak mampu membayar
biaya tersebut. Hal ini dapat membatasi akses pendidikan yang berkualitas serta menghambat
terwujudnya hak pendidikan bagi masyarakat. Seorang mahasiswa UNY yang berinisial NRF
meninggal dunia di tengah beban tingginya biaya UKT. NRF berasal dari keluarga miskin, ia 5
bersaudara dan orangtuanya hanya berjualan sayur dengan gerobak, dengan kegigihan untuk mencoba
melanjutkan kuliah berasal dari tekad yang maha dahsyat. Selama berkuliah di jogja, ia berkerja untuk
membiayai kuliah dan membayar UKT, dia juga berjuang meminta keringanan UKT di kampus.
Namun beban UKT tersebut hanya turun Rp 600.000 dari kewajiban Rp 3,14 juta, untuk NRF yang
notabennya dari keluarga miskin seharusnya ia dapat UKT I (Rp 500.000) atau UKT II (Rp
1.000.000). Di tengah lelahnya mencari biaya untuk kuliah serta tekanan atas ketakutan tidak mampu
membayar UKT, sehingga memperparah penyakit hipertensi yang ia derita dan berakibat sangat fatal
yaitu pecahnya pembuluh darah yang menyebabkan ia meninggal.
Penetapan UKT yang tidak sesuai dengan kemapuan ekonomi keluarga sering terjadi baik di
universitas negeri maupun swasta. Kesetaraan memperoleh pendidikan yang tinggi adalah hak bagi
setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah dan lembaga pendidikan harus memastikan bahwa
biaya pendidikan yang dibebankan pada mahasiswa tidak menghambat pendidikan berkualitas dan
terjangkau bagi semua orang.
Pada dasarnya, pemerintah telah memberikan solusi berupa pemberian KIP/KIPK bagi peserta
didik yang kurang mampu. Namun nyatanya KIPK tersebut tidak sesuai tujuan utama, karena
kurangnya pengawasan sehingga banyak terjadi penyelewengan serta penyalahgunaan atas bantuan
tersebut, yang mengakibatkan salah sasaran. Banyak warganet mengeluh pemberian KIPK yang dinilai
salah sasaran. Salah satunya karena penerima beasiswa ditemukan membeli produk elektronik mahal
atau pergi menonton konser, yang seharusnya uang tersebut digunakan untuk kebutuhan pendidikan
(primer), malah disalahgunakan untuk kebutuhan tersier. Kondisi ini berbeda dari mahasiswa lain yang
harus berjuang mencari uang karena tidak mendapatkan bantuan dana. Dalam kehidupan nyata,
dijumpai kasus penerima KIPK ternyata orang yang mampu secara finansial karena ia bekerja sama
dengan oknum tertentu sehingga dengan mudahnya memalsukan data. Sehingga mahasiswa yang
awalnya antusias untuk berkuliah menjadi pupus harapan dikarenakan biaya kuliah yang tinggi dan
tidak berhasil mendapatkan hak berupa KIP kuliah tersebut.
Dari sini kita mengetahui bahwa biaya pendidikanlah yang menyebabkan seseorang menjadi
tidak antusias sekolah ataupun kuliah. Biaya pendidikan yang tinggi mengakibatkan tidak terwujudnya
hak mendapatkan pendidikan yang layak. Padahal sudah tercantum dalam pasal 31 ayat (4), negara
wajib mengalokasikan dana APBN minimal 20%. Namun, pada kenyataanya tidak terealisasikan
dengan baik. Dalam hal ini, pemerintah dan lembaga pendidikan juga perlu bekerja sama dengan
masyarakat dan sektor swasta untuk menciptakan solusi yang dapat membantu mengatasi masalah
biaya pendidikan, sehingga hak atas pendidikan dapat diakses oleh semua orang dengan adil dan
setara. Selain itu peran mahasiswa dalam upaya penetapan biaya pendidikan yaitu dengan
menyalurkan pendapat secara santun, meminta biaya pendidikan sesuai dengan ekonomi keluarga dan
juga ikut serta dalam penjaringan data penerima KIPK guna meminimalisir pemalsuan data.
Selain itu, penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pendidikan
dan manfaatnya untuk masa depan anak-anak. Dengan upaya bersama dan kesadaran yang lebih
tinggi, diharapkan dapat membantu memperbaiki kondisi pendidikan dan memastikan bahwa setiap
anak memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan yang layak.
Nama : Nisa Rahma Alimah
NIM : 22104040027
Prodi : Pendidikan Matematika
Tugas UTS Mata Kuliah Kewarganegaraan

Anda mungkin juga menyukai