Anda di halaman 1dari 16

Anak Miskin Boleh Sekolah

Mintarti1, Tri Rini Widyastuti2, dan Ignatius Suksmadi3


Universitas Jenderal Soedirman¹²³
mintarti@unsoed.ac.id

Abstrak
Penelitian ini bertujuan menunjukkan pengalaman bersekolah siswa miskin di sekolah alternatif. Metode penelitian
yang digunakan adalah metode kualitatif berdasar data lapangan. Penelitian dilakukan di sebuah sekolah alternatif
setingkat SMP, yaitu MTs PAKIS, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Partisipan penelitian berjumlah 10 orang,
terdiri atas siswa, orang tua, dan pengelola sekolah. Pengumpulan data dilakukan saat pandemi Covid-19 sedang
mencapai puncaknya. Oleh karena itu, wawancara dilakukan secara daring melalui Google-Meet dan dilanjutkan
secara langsung ke lapangan dengan menerapkan protokol kesehatan. Data dianalisis melalui tahap sajian data
berupa restatement kutipan hasil wawancara, diinterpretasikan, lalu ditarik kesimpulan sementara. Proses ini ber-
sifat ongoing sampai didapatkan kesimpulan akhir. Hasil penelitian menunjukkan, pengabaian hak atas pendidikan
mewujud dalam berbagai problem kompleks yang muncul di masyarakat yang telah dicoba atasi dengan men-
dirikan sekolah berbasis agroforestry tidak berbayar setingkat SMP. Keberadaan sekolah ini memungkinkan anak-
anak miskin dapat mengakses pendidikan tanpa tercerabut dari lingkungannya serta memberi mereka pengalaman
bersekolah. Pengalaman itu menumbuhkan semangat dan motivasi belajar tanpa kehilangan keceriaan dan kegem-
biraan sebagai anak-anak. Hal itu juga menumbuhkan rasa percaya diri, berani bercita-cita dan membayangkan
masa depan yang lebih baik yang merupakan modal awal untuk keluar dari kemiskinan. Temuan penelitian ini
dapat mengisi celah kekosongan dalam kajian sosiologi pendidikan khususnya mengenai praktik pendidikan alter-
natif sebagai bagian dari pendidikan berparadigma kritis, terutama yang bersumber dari gagasan Paulo Freire ten-
tang pendidikan hadap masalah. Model pendidikan ini bersifat emansipatoris yang menjadikan siswa sebagai
subjek belajar, tidak sekadar sebagai objek sebagaimana dalam model pendidikan konvensional yang oleh Freire
disebut sebagai pendidikan “gaya bank”.

Kata Kunci: akses pendidikan; hak pendidikan; pengalaman bersekolah; siswa miskin.

Abstract
This study aimed to show the school experience of poor students in alternative schools. The research method used
is a qualitative method based on field data. The research was conducted at an alternative junior high school,
namely MTs PAKIS, Banyumas Regency, Central Java. There were 10 research participants, consisting of
students, parents, and school administrators. Data collection was carried out when the Covid-19 pandemic was
at its peak. Therefore, interviews were conducted online via Google-Meet and continued directly to the field by
implementing health protocols. The data were analyzed through the data presentation stage in the form of a
restatement of excerpts from interviews, interpreted, then drawn temporary conclusions. This process is ongoing
until a final conclusion is reached.The results of the research show that the neglect of the right to education
manifests itself in various complex problems that arise in the community which have been tried to overcome by
establishing an unpaid agroforestry-based junior high school. The existence of this school allows poor children
to access education without being deprived of their environment and gives them the experience of going to school.
This experience fosters enthusiasm and motivation to learn without losing the joy and excitement of being a child.
It also grows self-confidence, dare to aspire and imagine a better future which is the initial capital to get out of
poverty. The findings of this study can fill in gaps in the study of sociology of educational, mainly regarding
alternative educational practices as part of a critical paradigm education, especially those originating from Paulo
Freire's ideas about problem-facing education. This educational model is emancipatory in nature which makes
students the subject of learning, not just as objects as in the conventional educational model which Freire calls
"bank style" education.

Keywords: access to education; education rights; school experience; poor student.


Hermeneutika: Jurnal Hermeneutika Volume 9, Nomor 1, Mei 2023

Pendahuluan bagian dari potret buram rendahnya produk


Sebagai bagian dari hak asasi manusia pendidikan di Indonesia (Firman 2017).
(HAM), pendidikan merupakan sesuatu Meskipun telah ada upaya-upaya membuka
yang secara inheren melekat dalam diri tiap layanan pendidikan bagi mereka, seringkali
individu. HAM itu sendiri adalah hak dasar hal itu kurang tersosialisasi dengan baik
yang secara kodrati melekat pada diri manu- kepada masyarakat, seperti tampak pada
sia, bersifat universal dan langsung (Fattah kasus layanan pendidikan bagi anak jalanan
2017). Karena merupakan hak yang melekat (Azizah, N., Muharomah, H. 2018).
secara individual, maka negara harus ber- Pengabaian hak atas pendidikan bagi
upaya agar semua warna negara dapat meng- kelompok masyarakat miskin itu nyata ter-
akses dan menikmatinya tanpa ada diskrimi- lihat dari mahalnya biaya pendidikan yang
nasi. Dalam hal ini, Undang-undang Dasar hampir selalu menjadi kendala yang sulit
(UUD) 1945 telah mengamanatkan bahwa mereka atasi. Data Badan Pusat Statistik
setiap warga negara berhak memperoleh (BPS, 2019) menunjukkan, rata-rata biaya
pendidikan yang layak. Tindak lanjutnya, pendidikan tingkat Sekolah Dasar (SD)
pemerintah sebagai representasi negara perlu pada tahun ajaran 2017/2018 adalah sebesar
merencanakan agar setiap individu dipasti- Rp200.000 per bulan (Rp2,4 juta per tahun),
kan dapat memperoleh pendidikan sesuai Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar
dengan prinsip keadilan. Kesempatan untuk Rp352.500 per bulan (Rp4,23 juta per
mengakses dan menikmati hak atas pendi- tahun), Sekolah Menengah Atas (SMA)
dikan bahkan tetap harus diutamakan sekali- sebesar Rp500.000 per bulan (Rp6,5 juta
pun dalam masa pandemi Covid-19 (Itasari per tahun), dan pendidikan tinggi mencapai
2019); (Christianto 2020). Pengutamaan atas kurang lebih Rp 7,5 juta per semester (Rp
hak untuk mengakses dan menikmati pen- 15 juta per tahun). Biaya sebesar itu tentu
didikan menjadi penting mengingat melalui sulit dijangkau oleh kaum miskin dengan
pendidikanlah individu dapat menghayati pendapatan rendah. Akibatnya, wajar jika
kebebasannya dalam kehidupan berdemo- untuk jenjang pendidikan dasar saja mereka
krasi serta dihargai martabatnya sebagai kesulitan mengaksesnya kecuali ada prog-
warga negara (Itasari 2019). ram-program bantuan dari pemerintah
Namun dalam faktanya, hak atas pen- (Hayat 2018). Kalaupun sudah ada bantuan,
didikan itu belum dapat dinikmati oleh se- dana yang diterima per tahun masih sangat
mua kalangan. Anak-anak dari kalangan kurang dan belum mampu memenuhi selu-
masyarakat miskin merupakan salah satu ruh kebutuhan peserta didik (Yusup,
kelompok yang rentan atas perolehan hak Ismanto, and Wasitohadi 2019) Ini menjadi
itu. Berbeda dari anak-anak pada umumnya, bukti berikutnya dari adanya pengabaian
mereka sulit mendapatkan pendidikan (San- hak memperoleh pendidikan itu. Akibat
dora 2020). UUD 1945 sebagai landasan lebih lanjut dari situasi tersebut adalah sulit-
konstitusional untuk memperoleh hak terse- nya masyarakat miskin mengakses pendi-
but yang diturunkan aturan pelaksanaannya dikan berkualitas, sebagaimana tergambar
dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang dari pemberitaan sebuah media online (di-
Sistem Pendidikan Nasional, dalam praktik- kutip dari https://www.republika.co.id,
nya belum terlaksana secara optimal. Masih 2017, 19 Mei). United Nations Educational,
rendahnya akses pendidikan bagi kelompok Scientific and Cultural Organization
miskin yang termarginalkan merupakan (UNESCO) juga menyebutkan bahwa 260

38 | H e r m e n e u t i k a
Anak Miskin Boleh Sekolah
Mintarti1, Tri Rini Widyastuti2, dan Ignatius Suksmadi 3

juta anak tidak punya akses ke pendidikan. pinggirkan. Dalam struktur sosial politik
Disebutkan pula, di banyak negara, kesen- komunitas yang menjadi bagian dari mas-
jangan, segregasi, dan diskriminasi masih yarakat marginal ini selalu dalam posisi ter-
banyak terjadi dan hal itu diperburuk oleh tindas. Paulo Freire (1921-1997), teoritisi
situasi pandemi Covid-19 (dikutip dari dan praktisi pendidikan dari Brazilia me-
https://www.dw.com, 2020, 23 Juni; (Fir- nyatakan bahwa di dunia ini terdapat tidak-
daus, Sulfasyah, and Nur 2019). adilan yang dialami oleh sebagian besar
Secara konseptual kemiskinan didefi- manusia, dan bagian terbesar itu adalah
nisikan secara sangat luas dan multidi- mereka yang lapar dan buta huruf. Mereka
mensi. Mengutip dari berbagai sumber, ditindas oleh minoritas yang menikmati
(Afriyenis, Rahma, and Aldi 2018) menye- jerih payah orang lain secara tidak adil
butkan bahwa kemiskinan dapat dilihat se- (Neuman and Guterman 2020); (Rohinah
cara luas dengan memasukkan aspek moral 2019); (Datunsolang 2017).
dan sosial, namun juga dipandang secara Bagi Freire, pembebasan dari be-
sempit dengan hanya melihatnya dari di- lenggu ketertindasan itu dapat dilakukan me-
mensi ekonomi yang meliputi pendapatan lalui pendidikan. Untuk itulah Freire mena-
serta pemenuhan kebutuhan fisik. Merujuk warkan konsep pendidikan humanistik yang
pada pengertian tersebut, definisi penduduk membebaskan. Dalam pikirannya, pendidik-
miskin yang dikemukakan oleh BPS an semacam itu setidaknya memiliki tiga ka-
(dikutip dari https://www.bps.go.id, 2021, rakteristik yaitu memberdayakan masyara-
15 April) disandarkan pada dimensi eko- kat yang tertindas, menjadi pendamping dan
nomi, yaitu penduduk miskin adalah pendu- pengawal segala dinamika kehidupan, dan
duk yang memiliki rata-rata pengeluaran bersifat emansipatoris (Syaikhudin 2012);
per kapita per bulan di bawah garis kemis- (Sesfao 2020); (Zaenal and Muhammad
kinan. Secara nasional garis kemiskinan Taufik 2018). Melalui kritiknya terhadap
rata-rata adalah sebesar Rp 1.990.170 per model pendidikan tradisional yang disebut-
rumah tangga per bulan. Artinya, apabila nya sebagai pendidikan “gaya bank”, Freire
ada satu rumah tangga yang memiliki pen- menawarkan pendidikan hadap-masalah.
dapatan di bawah itu, maka masuk ke dalam Jika pada pendidikan “gaya bank” peran
kategori miskin (dikutip dari https://www. guru sebagai pemasok pengetahuan sangat
liputan6.com, 2019, 15 Juli). BPS (2020) sentral, dalam model hadap-masalah lebih
menyebutkan bahwa jumlah penduduk mis- diutamakan dialog yang di dalamnya baik
kin pada Maret 2020 ada sebesar 26,42 juta murid maupun guru dapat belajar dan saling
orang (9,78 persen). Data tersebut meng- memberi pengetahuan (Durakoglu, Bicer,
gambarkan masih cukup besarnya kelom- and Zabun 2013). Pendidikan ala Freire ini
pok masyarakat yang sulit menjangkau ke- memberi kebebasan kepada murid untuk
butuhan akan pendidikan. Pengabaian hak belajar dan memperoleh pengetahuan (Putra
pendidikan dalam tulisan ini diletakkan et al. 2020).
dalam konteks ekonomi tersebut, dengan Teori Freire mengenai pendidikan
alasan bahwa melalui dimensi ekonomi ka- hadap-masalah tersebut mendorong mun-
tegorisasi kelompok masyarakat miskin culnya model-model pendidikan alternatif
menjadi lebih terukur dan mudah dilihat. yang diselenggarakan oleh berbagai kelom-
Di berbagai masyarakat, kelompok pok masyarakat. Tidak jarang praktik pen-
miskin selalu menjadi komunitas yang ter- didikan semacam itu juga memperoleh

H e r m e n e u t i k a | 39
Hermeneutika: Jurnal Hermeneutika Volume 5, Nomor 1, Mei 2019

dukungan dari pemerintah. Dalam praktik- lui Angka Melek Huruf (AMH) pendidikan
nya, berbagai model pendidikan alternatif itu pun berpengaruh positif terhadap mening-
tidak secara spesifik ditujukan kepada ke- katnya Produk Domestik Bruto Regional
lompok marginal saja. Kelompok masyara- (PRDBR) (Arifin 2019). Selain itu, pendi-
kat dari lapisan sosial yang lebih tinggi bah- dikan dapat pula meningkatkan mobilitas
kan elite juga ada yang mengadopsinya. sosial vertikal (Arifin 2017). Kelompok
Beberapa contoh yang dapat disebut misal- kedua yakni studi yang menunjukkan
nya Demonstration Plotting (Demplot) bahwa akses pendidikan dapat dinikmati
usaha ekonomi produktif dan pendidikan ke- oleh semua kelompok masyarakat, terma-
setaraan bagi anak putus sekolah (Sukardi, suk kelompok masyarakat miskin. Ini diper-
Wildan, and Sukri 2020), rumah singgah lihatkan oleh sejumlah hasil kajian seperti
bagi anak jalanan (Sandora 2020). Selain itu, yang dilakukan oleh (Tri Joko Raharjo, Tri
terdapat juga berbagai model pendidikan Suminar 2016); (Mulyono 2017); (Liliek
alternatif yang pembelajarannya berbasis Desmawati, Achmad Rifai RC 2015) serta
pada alam (Hamadani 2019); (Karmila and (Sucipto and Sutarto 2015). Mereka menya-
Suchyadi 2020); (Nurvitasari, Azizah, and takan bahwa akses pendidikan bagi kelom-
Sunarno 2018); (Sadiyah, Shofawi, and pok masyarakat miskin biasanya adalah
Fatmawati 2019). Ada pula sekolah di rumah jenis-jenis pendidikan nonformal yang pada
atau home-schooling (Heryani 2017); umumnya tidak berbiaya alias gratis. Meski
(Carlson 2020); (Neuman and Guterman dengan berbagai konsekuensi seperti men-
2020) (Neuman and Guterman 2020). Ga- jadi objek kekerasan simbolik, siswa miskin
gasan Freire sebagaimana para ahli lain yang juga dapat mengakses pendidikan formal
kritis terhadap pendidikan pun memicu bahkan di sekolah yang dianggap favorit
upaya-upaya memadukan kurikulum yang (Martono 2019). Dari dua kecenderungan
berlaku di sekolah tradisional dengan seko- studi tersebut, tidak banyak kajian yang me-
lah alternatif, serta menerapkan praktik- ngangkat isu tentang upaya-upaya solutif
praktik pendidikan yang memanusiakan atas pengabaian hak atas akses pendidikan
(Hsieh, Tseng, and Chen 2021); (Kristin bagi siswa miskin tersebut. Pengalaman
Reimer 2021). siswa miskin bersekolah melalui upaya-
Studi tentang akses pendidikan telah upaya solutif itu, dengan demikian juga
cukup banyak dilakukan. Jika dipetakan, se- tidak banyak muncul ke permukaan.
tidaknya berbagai studi tersebut memperli- Tulisan ini bertujuan untuk meleng-
hatkan dua kecenderungan. Pertama adalah kapi kekurangan dari studi-studi yang telah
studi yang menekankan bahwa pendidikan ada tersebut, dengan menunjukkan penga-
merupakan hal yang perlu dan penting laman siswa miskin bersekolah di sekolah
untuk diakses sebab banyak manfaat yang alternatif yang merupakan upaya solutif
diperoleh darinya. Pada kelompok ini bagi terabaikannya hak atas pendidikan
misalnya kajian yang dilakukan oleh (Didu bagi mereka. Untuk itu, ada dua pertanyaan
and Fauzi 2016) dan (Karini 2018) yang yang dapat dirumuskan, yaitu: (1) bagai-
menyebutkan bahwa melalui peningkatan mana wujud dari pengabaian hak atas pen-
human capital, pendidikan dapat mengen- didikan bagi siswa miskin? (2) bagaimana
taskan kemiskinan. Pendidikan juga dikata- situasi yang mengabaikan hak atas pen-
kan memiliki hubungan langsung dan posi- didikan bagi siswa miskin tersebut dapat
tif dengan kemiskinan (Seran 2017). Mela- diperbaiki?

40 | H e r m e n e u t i k a
Anak Miskin Boleh Sekolah
Mintarti1, Tri Rini Widyastuti2, dan Ignatius Suksmadi 3

Dasar argumen tulisan ini adalah penelitian, yakni yang menyangkut alasan
bahwa pengabaian hak atas pendidikan bagi memilih MTs PAKIS sebagai tempat ber-
siswa miskin dilakukan secara terstruktur sekolah, kegiatan sehari-hari siswa baik di
melalui kebijakan-kebijakan yang tidak sekolah maupun di rumah, dan harapan ke-
berpihak kepada mereka (Firman 2017). pada sekolah serta cita-cita untuk masa
Meskipun kemudian lahir kebijakan yang depan mereka. Selain itu, data lain yang
membuka akses bagi mereka ke dalam pen- digali adalah berbagai hal tentang madrasah
didikan, posisi siswa miskin selalu menjadi berbasis agroforestry ini. Dengan demi-
objek dan karenanya membuat mereka ber- kian, data itu mencakup motivasi berseko-
ada dalam situasi tersubordinasi. Adanya lah siswa, motivasi orang tua menyekolah-
upaya solutif yang dilakukan oleh beberapa kan anak dan perannya untuk mendukung
pihak yang mempunyai perhatian terhadap sukses anak bersekolah, harapan terhadap
pendidikan masih kurang digaungkan. Aki- hasil bersekolah, dan informasi tentang
batnya, lembaga-lembaga pendidikan alter- kelembagaan sekolah.
natif bagi siswa miskin yang diinisiasi oleh Partisipan dalam penelitian ini adalah
pihak-pihak tersebut hampir selalu teng- para siswa MTs PAKIS yang berjumlah 10
gelam dari pemberitaan media dan kurang anak dan orang tua mereka (ayah, ibu, atau
mendapat apresiasi publik. Dengan demi- walinya). Siswa tersebut saat penelitian ini
kian, pengalaman-pengalaman siswa miskin dilakukan (Mei-Juni 2020) duduk di kelas
yang bersekolah di lembaga-lembaga terse- VIII dan IX, terdiri atas enam laki-laki dan
but pun hampir tidak pernah terdengar, pada- empat perempuan. Saat itu belum mema-
hal banyak hal yang dapat dipelajari dari suki tahun ajaran baru sehingga belum ada
aktivitas di lembaga pendidikan alternatif itu siswa yang duduk di kelas VII. Siswa yang
yang berbeda dari praktik pendidikan di menjadi partisipan telah mengalami proses
sekolah konvensional (Nasucha 2020); pembelajaran di MTs PAKIS sehingga
(Suciati and Syafiq 2021); (Fitri Indriani dapat menceritakan tentang pengalamannya
2018). Tiadanya suara dari siswa miskin ber- bersekolah. Pada saat yang sama, para
dampak pada minimnya kebijakan pendidik- orang tua/wali juga sudah memiliki penga-
an yang dapat mengakomodasi keinginan laman menyekolahkan anaknya di sekolah
dan kebutuhan mereka, serta kurangnya itu, sehingga dapat bercerita mengenai
apresiasi terhadap model-model pembelajar- kesan dan harapan-harapannya terhadap se-
an alternatif yang dapat diterapkan pada ke- kolah tempat anaknya menuntut ilmu. Yang
lompok siswa miskin. tidak kalah penting yaitu pengelola sekali-
gus fasilitator di sekolah tersebut. Tokoh ini
Metode Penelitian merupakan motor untuk tetap bergerak dan
Penelitian tentang akses pendidikan bagi beroperasinya sekolah sehingga dapat
siswa miskin ini merupakan penelitian kua- memberikan informasi tentang sekolah dan
litatif yang didasarkan pada data lapangan. eksistensi kelembagaannya.
Data diambil dari para informan yaitu siswa Pengumpulan data dilakukan dengan
yang bersekolah di MTs PAKIS Kabupaten pedoman wawancara sebagai dasar penyu-
Banyumas dan orang tuanya, ditambah sunan pertanyaan. Pertanyaan yang diajukan
dengan pengelola sekolah tersebut. Fokus bersifat terbuka, dengan fokus pada empat
data yang diambil adalah data yang meme- hal. Pertama, motivasi bersekolah siswa.
nuhi kriteria yang relevan dengan topik Kedua, motivasi menyekolahkan anak dan

H e r m e n e u t i k a | 41
Hermeneutika: Jurnal Hermeneutika Volume 5, Nomor 1, Mei 2019

peran orang tua dalam menunjang sukses sekolah sebagai akibat dari tiadanya biaya
pendidikan anak. Ketiga, harapan siswa dan adalah salah satu wujud nyata dari peng-
orang tua terhadap eksistensi sekolah. Ke- abaian hak atas pendidikan itu. Hal itu ter-
empat, seluk beluk MTs PAKIS sebagai se- cermin dari pernyataan para informan, baik
kolah bagi anak-anak tepian hutan. siswa maupun orang tua yang menyebutkan
Penelitian berlangsung saat pandemi tentang alasan mereka bersekolah dan
masih dalam masa puncak penularan. Oleh menyekolahkan anaknya di MTs PAKIS.
karena itu, wawancara dilakukan secara RS siswa kelas VIII dan BTP siswa
daring melalui google-meet dan dilanjutkan kelas IX, menyatakan bahwa alasan mereka
secara langsung ke lokasi penelitian dengan memilih bersekolah di MTs PAKIS ter-
menerapkan protokol kesehatan. Wawan- utama karena sekolah itu tidak memungut
cara dengan Google-Meet dilakukan kepada biaya alias gratis, sehingga tepat bagi me-
pengelola/fasilitator yang melibatkan se- reka yang tidak punya uang untuk mem-
luruh anggota tim peneliti. Pertanyaan ber- biayai sekolahnya. Senada dengan para
sifat terbuka dan pengelola/fasilitator men- siswa tersebut, orang tua juga mengatakan
ceritakan hal-hal yang ditanyakan secara bahwa masalah biaya adalah alasan utama
cukup rinci dan menyeluruh. Wawancara mereka memasukkan anaknya ke sekolah di
langsung di lapangan dilakukan dengan me- tepian hutan itu. Ungkapan Ibu D (40
ngambil tempat di MTs PAKIS. Siswa tahun), Ibu R (33 tahun), dan Bapak N (32
maupun orang tua/wali diundang hadir ke tahun) menunjukkan bahwa faktor sekolah
sekolah. Mereka menceritakan pengalam- yang menggratiskan biaya dan lokasi yang
annya terkait hal-hal yang relevan dengan dekat dengan tempat tinggal, menjadi per-
topik penelitian. Semua partisipan baik timbangan utama keputusan mereka me-
siswa, orang tua/wali, maupun pengelola/ nyekolahkan anaknya di MTs PAKIS.
fasilitator diwawancarai tanpa paksaan dan Suara dari siswa dan orang tua itu
sukarela. sejalan dengan penuturan pengelola sekolah
Data yang terkumpul diklasifikasikan yang menceritakan tentang latar belakang
sesuai dengan tema untuk menjawab masa- didirikannya sekolah setingkat SMP itu.
lah penelitian. Selanjutnya data dianalisis Berikut ini penuturannya:
melalui tahap sajian data berupa restate- “Sekolah ini menyasar atau merekrut anak-
ment yang mengacu pada kutipan-kutipan anak yang selama ini kalau tidak ada
hasil wawancara. Setelah melalui proses layanan (pendidikan) kemungkinan besar
interpretasi, kemudian ditarik kesimpulan tidak bisa sekolah atau tidak bisa
sementara. Proses ini bersifat ongoing sam- melanjutkan di sekolah formal. Meskipun
pai didapatkan kesimpulan akhir sebagai- jalan sudah enak, masih sangat mungkin
mana ditunjukkan oleh (Miles, Mathew B., anak-anak tidak melanjutkan setelah lulus
Michael A. Huberman 2014). SD”. (Is, pengelola sekolah, 33 tahun).

Hasil dan Pembahasan Perasaan tidak berdaya karena faktor biaya


Problem Pengabaian Hak Atas Pendi- sebagaimana digambarkan dalam pe-
dikan nuturan para informan, pada gilirannya ber-
Pengabaian hak atas pendidikan mewujud efek pada munculnya ketidakpedulian akan
dalam berbagai realitas sosial yang ada di pendidikan. Orang tua merasa enggan dan
dalam masyarakat. Kesulitan melanjutkan seolah pasrah saja ketika anaknya tidak

42 | H e r m e n e u t i k a
Anak Miskin Boleh Sekolah
Mintarti1, Tri Rini Widyastuti2, dan Ignatius Suksmadi 3

dapat melanjutkan sekolah. Akibat berikut- Sambirata. PAKIS yang menjadi nama se-
nya menjadi semakin kompleks seperti kolah ini merupakan singkatan dari Piety
diceritakan oleh informan Is berikut ini: (Kesalehan), Achievement (Prestasi), Know-
“Kesadaran tentang pendidikan itu, mereka ledge (Ilmu Pengetahuan), Integrity (Integ-
menjadikan nomer sekian. Belum begitu ritas), dan Sincerity (Ikhlas). Kata-kata yang
merasa penting terkait dengan pendidikan. terangkum dalam singkatan itu adalah nilai-
Di tahun ke tujuh (berdirinya sekolah) ini, nilai yang mendasari dan menjiwai gerak
awalnya sebelas anak. Alhamdulillah ini langkah sekolah ini. Singkatan itu lalu di-
lebih dari separo bertahan dan lulus. Tujuh ikuti dengan slogan atau jargon dalam
anak yang selesai, yang empat itu memilih bahasa lokal (bahasa Jawa Banyumasan)
bekerja. Anak laki-laki. Kalau yang meni- “Lakune Nyong Rika Padha” yang berarti
kah biasanya anak perempuan. Persoalan tindakan, tingkah laku atau langkah kita
pernikahan dini di sini masih kental”. bersama. Fasilitator di sekolah ini mem-
Pernikahan dini khususnya bagi anak- biasakan siswa mengucapkan yel-yel dengan
anak perempuan dan godaan untuk bekerja jargon tersebut. Ucapan “PAKIS, Lakune
bagi anak laki-laki, merupakan sekelumit Nyong Rika Padha” menjadi ucapan yang
permasalahan yang dihadapi oleh sekolah, biasa disuarakan pada saat ada acara atau
yang muncul sebagai akibat dari rendahnya pertemuan-pertemuan sebagai cara untuk
kesadaran masyarakat akan pentingnya mengingatkan sekaligus menanamkan nilai-
pendidikan. nilai tersebut agar menjadi budaya sekolah.
Madrasah ini memiliki beberapa ke-
Sekilas tentang MTs PAKIS: Sekolah unikan yang membuatnya berbeda dari
bagi Anak Tepian Hutan sekolah pada umumnya. Meski menyan-
Madrasah Tsanawiyah (MTs) PAKIS meru- dang nama MTs, konsep sekolah ini tidak
pakan lembaga pendidikan dasar yang didi- sepenuhnya mengadopsi proses pembela-
rikan pada tahun 2013 di Desa Gununglurah jaran sekolah formal. Kurikulumnya meru-
tepatnya di dusun Pesawahan, Kecamatan juk pada madrasah tsanawiyah yang me-
Cilongok, Kabupaten Banyumas. Sekolah rupakan sekolah lanjutan pertama di bawah
ini didirikan oleh beberapa pihak sebagai pengelolaan Kementerian Agama. Secara
alternatif pendidikan bagi anak-anak tepian formal MTs PAKIS menginduk pada MTs
hutan yang kesulitan mengakses kebutuhan Ma’arif NU 2 yang terletak di Desa Panem-
bersekolah. Mata pencaharian penduduk bangan. Namun demikian, tidak seperti
yang rata-rata hanya sebagai petani hutan MTs induknya, MTs PAKIS menambahkan
membuat mereka tidak mampu membiayai praktik agroforestry (pertanian hutan) seba-
anak-anaknya untuk melanjutkan pendidik- gai pembelajaran life skill bagi para siswa.
an setelah tamat dari Sekolah Dasar (SD). Praktik itu antara lain mereka lakukan
Selain itu, jarak antara rumah penduduk di dengan cara membantu orang tua mengolah
area pegunungan dengan sekolah lanjutan lahan sambil belajar bertani dan mengenal
(SMP/MTs) yang terdekat juga cukup jauh jenis-jenis tanaman yang dapat ditanam di
sehingga membuat anak-anak itu seringkali kebun tepian hutan.
memilih untuk tidak melanjutkan sekolah. Perbedaan lainnya yaitu dalam proses
Mereka yang bersekolah di MTs ini berasal dan metode pembelajaran yang tidak di-
dari dua desa, yaitu Desa Gununglurah lakukan sebagaimana di sekolah formal. Se-
(khususnya dusun Pesawahan) dan Desa kolah ini dapat dikatakan sebagai “sekolah

H e r m e n e u t i k a | 43
Hermeneutika: Jurnal Hermeneutika Volume 5, Nomor 1, Mei 2019

tanpa guru”. Para siswa di MTs PAKIS lebih dari rumah. Berikut ini pernyataan infor-
banyak belajar secara mandiri dengan bim- man yang selalu berjalan kaki ke sekolah:
bingan fasilitator atau relawan yang jumlah- “Saya berangkat jalan kaki, dari rumah
nya tidak pasti. Saat ini, fasilitator tetap yang jam 06.30, sampai sekolah jam 08.00.
membina sekolah itu adalah lelaki yang Mulai masuk sekolah jam 08.00”. (RS, HS,
biasa dipanggil Kang Is (38 tahun), seorang GD, TS, RW).
sarjana lulusan sebuah perguruan tinggi
Islam. Sementara para relawan biasanya ber- Berjalan kaki ke sekolah dilakukan
asal dari berbagai kampus, komunitas, atau anak-anak itu setelah mereka menyelesai-
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang kan rutinitas pagi di rumah masing-masing.
ada di Purwokerto dan sekitarnya. Mereka Berbeda dengan anak-anak dari keluarga
datang pada momen atau kegiatan tertentu mampu yang bersekolah di perkotaan yang
yang diselenggarakan oleh kampus atau segala sesuatunya disiapkan dan difasilitasi
lembaganya. Jangka waktu kegiatan pun orang tua, anak-anak di desa tepian hutan
terbatas, tergantung dari desain atau rencana itu telah biasa mandiri dan membantu pe-
kegiatan yang mereka susun. Hal lain yang kerjaan orang tua. TS, siswa perempuan
membedakan yakni para siswa bersekolah kelas IX berusia 15 tahun menceritakan ke-
tanpa pakaian seragam. Mereka berpakaian giatan rutin pagi harinya sebagai berikut:
bebas namun tetap sopan. Jam pembelajaran “Biasanya saya bangun jam 04.00, pindah
di sekolah ini berlangsung dari pukul 07.30 ke kamar ibu terus tidur lagi. Saat adzan
sampai pukul 13.30. Keunikan lain yang Subuh saya bangun, sholat, lalu momong
membuat sekolah ini berbeda yaitu dalam adik (umur satu tahun) karena ibu masak.
hal pembayaran biaya sekolah. Pada dasar- Setelah itu mandi dan berangkat ke sekolah.
nya, siswa di sekolah ini tidak dipungut Saya lebih sering tidak sarapan. Saya
biaya. Orang tua hanya diminta membayar berangkat sekolah jam 06.30, gasik karena
dengan hasil bumi di awal tahun pelajaran, sampai sekolah saya nyapu sekolah dulu,
Melalui cara ini siswa yang berasal dari ke- lalu baca buku”.
luarga miskin tetap dapat mengakses pen- Demikian pula dengan RW (14 tahun)
didikan formal. yang juga duduk di kelas IX. Remaja putri
yang ibunya meninggal saat ia masih kecil
Pengalaman Bersekolah; Semangat, Ke- itu, menceritakan aktivitas pagi sebelum
gembiraan dan Keberanian Bercita-cita berangkat ke sekolah sambil meneteskan air
Bagi anak-anak miskin, dapat bersekolah mata karena teringat almarhumah ibunya.
merupakan suatu anugerah. Bersekolah Berikut ini penuturannya:
bagi mereka adalah sebuah kesempatan “Biasanya saya bangun jam 05.00. Setelah
bahkan kemewahan yang tidak selalu bisa sholat Subuh, saya memasak: masak air,
mereka nikmati. Oleh karena itu, ketika masak nasi, masak sayur. Masak nasi pakai
datang kesempatan itu mereka menyambut- kayu. Saya bisa masak sayur apa saja:
nya dengan senang dan tidak ingin menyia- oseng-oseng, sayur bening. Setelah mandi
nyiakannya. Hal itulah yang tergambar dari dan sarapan, saya berangkat ke sekolah
realitas pendidikan di MTs PAKIS. Mereka jam 06.30. Jalan kaki, perjalanan kurang
rela berjalan kaki cukup jauh dengan waktu lebih satu jam. Sekolah biasanya mulai jam
tempuh sekitar setengah hingga satu jam 08.00, pas anak-anak sudah kumpul”.

44 | H e r m e n e u t i k a
Anak Miskin Boleh Sekolah
Mintarti1, Tri Rini Widyastuti2, dan Ignatius Suksmadi 3

Tidak jauh berbeda dengan dua infor- tersebut. Baik orang tua maupun siswa
man di atas, S (13 tahun) yang duduk di selalu menyebutnya sebagai tanaman yang
kelas VIII menceritakan kebiasaan pagi ditanam dalam aktivitas pertanian mereka.
harinya sebagai berikut: GD menuturkan seperti berikut:
“Saya biasa bangun jam 05.00, sholat “Saya biasanya membantu ibu menyapu,
Subuh, lalu momong keponakan usia dua memasak. Saya bisa memasak oseng sayur
tahun. Setelah itu mandi, sarapan, dan jam kara. Setelah dari sekolah saya biasanya
07.00 berangkat ke sekolah jalan kaki kira- main. Selain itu, saya juga membantu
kira satu jam”. bapak berkebun, menanam kapulaga”.

Kebiasaan membantu orang tua di Selain berkebun, penduduk desa di


rumah bukan hanya dilakukan oleh para lereng Gunung Slamet ini pun banyak yang
siswa perempuan. Siswa laki-laki pun ter- beternak. Anak-anak mereka tidak asing
nyata melakukan hal yang sama, termasuk dengan aktivitas tersebut sebagaimana
untuk pekerjaan-pekerjaan domestik yang tergambar dari penuturan RR (14 tahun)
secara tradisional biasanya dilakukan oleh siswa kelas VIII berikut ini:
anak perempuan. RS (15 tahun), yang duduk “Setelah pulang dari sekolah, saya terus
di kelas VIII ini menceritakan kegiatannya di ngarit (mencari rumput). Di rumah bapak
rumah seperti berikut: saya memelihara kambing lima ekor. Saya
“Saya kalau di rumah biasa membantu suka mancing”.
orang tua mencuci piring, menyapu,
bermain. Mainnya paling jalan-jalan saja. Rutinitas kegiatan di rumah seperti
Tapi saya jarang membantu bapak. Bapak menyapu, memasak, dan membantu berke-
saya kerjanya menderes kelapa”. bun tidak dilakukan secara terpaksa. Orang
tua biasanya mengajak atau menyuruh anak
Informan lain juga menceritakan ke- tanpa paksaan. Salah satu informan men-
giatan hariannya yang tidak lepas dari ceritakan sebagai berikut:
pekerjaan domestik meskipun ia laki-laki, “Kegiatan anak di rumah biasanya mem-
selain bermain yang menjadi kesukaannya. bantu orang tua ke hutan, ngarit (menyabit
BTP (17 tahun) yang duduk di bangku kelas rumput), mencari kayu bakar. Kadang-ka-
IX menyatakan sebagai berikut: dang disuruh mencuci piring, cuci bajunya
“Di rumah saya biasa membantu ibu sendiri. Mereka mau disuruh membantu
mencuci baju, menyapu. Juga bantu cari orang tua”. (S, 45 tahun, ayah dari RS).
kayu bakar, menanam kapulaga di hutan.
Saya juga suka main angklung. Ada grup Informan lain juga menyatakan tentang
angklung yang saya biasa ikut”. kegiatan anaknya dalam cara yang kurang
lebih sama. Berikut ini pernyataannya:
Di samping membantu pekerjaan ibu- “Kegiatan anak-anak di rumah selain bela-
nya, anak-anak itu juga membantu bapak- jar ya membantu orang tua. Misalnya di-
nya di kebun. Ini selaras dengan misi seko- ajak ke sawah, dia ikut. Apa saja mau”. (T,
lah yang menerapkan kurikulum berbasis 50 tahun, nenek dari BTP).
pertanian hutan (agroforestry). Kapulaga
merupakan tanaman rempah yang banyak Kewajiban-kewajiban sebagai anak
dibudidayakan oleh petani tepian hutan sekaligus sebagai siswa tidak membuat me-

H e r m e n e u t i k a | 45
Hermeneutika: Jurnal Hermeneutika Volume 5, Nomor 1, Mei 2019

reka kehilangan keceriaan dan kegembiraan menjawabnya, seperti dapat dirangkum


khas anak-anak. Dengan kata lain, berseko- dalam tabel berikut ini:
lah bukan merupakan beban yang harus di-
sikapi dengan sangat serius, melainkan Tabel 1 Cita-cita informan
menjadi cara mereka belajar sambil ber- No. Nama Cita-cita
Informan
main. Kesempatan bersekolah menjadi pe-
1. RS, kelas VIII Lanjut sekolah ke SMK,
luang yang tidak disia-siakan karena bebe- ingin jadi pengusaha
rapa manfaat yang mereka rasakan. Infor- restoran.
2. BTP, kelas IX Lanjut sekolah ke SMK,
man BTP mengungkapkan sebagai berikut: ingin jadi tentara.
“Saya sekolah di sini karena keinginan 3. HS, kelas IX Lanjut sekolah ke SMK,
sendiri. Saya pilih sekolah di sini karena ingin jadi nakhoda.
4. GD, kelas IX Lanjut sekolah ke SMK,
sekolah di sini gratis. Saya senang karena ingin jadi polisi.
banyak teman dan bisa belajar dan bermain 5. RR, kelas VIII Lanjut sekolah ke SMK,
bersama”. ingin jadi orang sukses
dan dokter.
6. RW, kelas IX Lanjut sekolah ke SMK,
Tidak peduli darimana mereka me- ingin jadi dokter.
ngetahui tentang MTs PAKIS, yang jelas 7. S, kelas VIII Ingin menjadi guru biar
dapat berbagi ilmu.
setelah masuk ke sekolah itu mereka merasa Sumber: Data primer
senang. Seperti halnya BTP, HS (14 tahun)
siswa kelas IX pun menyatakan rasa se- Dari tabel tersebut tampak bahwa
nangnya seperti berikut: para informan memiliki harapan akan masa
“Tetangga yang sekolah di MTs PAKIS m- depan mereka, terlepas dari pilihan sekolah
engatakan kalau sekolah di sini asyik, bisa lanjutan atas tempat mereka ingin menerus-
belajar menanam cabe, terong. Tetangga kan pendidikannya tepat atau tidak. Bagi
saya ada yang sekolah di sini. Dari tetangga anak-anak dari kalangan bawah, Sekolah
itu saya tahu. Saya senang sekolah di sini Menengah Kejuruan (SMK) memang lebih
karena bisa belajar fotografi (memotret populer dibandingkan dengan SMA. Ini
burung). Kang Is yang mengajari”. pula yang menyebabkan anak-anak itu se-
muanya menjawab ingin melanjutkan seko-
Bersekolah juga merupakan media lahnya ke SMK. Namun yang tidak kalah
sosialisasi bagi sebagian siswa seperti hal- penting adalah terbentuknya rasa percaya
nya GD. Berikut ini penuturannya: diri dan kemandirian yang merupakan pra-
“Saya sekolah di sini karena ada banyak syarat untuk menapaki cita-cita itu. Berikut
teman. Di lingkungan rumah saya tidak ini pernyataan salah satu informan:
banyak anak-anak seumuran saya, jadi “Saya pilih sekolah ini karena di sekolah ini
saya senang di sekolah. Bisa ngumpul kami bisa belajar bertani, belajar mandiri.
teman sambil belajar”. Saya jadi lebih percaya diri karena di sini
kami bertemu dengan orang dari berbagai
Kegembiraan-kegembiraan yang dira- kalangan. Saya jadi berani bertanya”. (TS,
sakan oleh siswa dengan bersekolah di MTs kelas IX).
PAKIS telah menumbuhkan harapan dan
optimisme akan masa depan mereka. Ini da- Paparan data di atas menunjukkan
pat dilihat dari ekspresi mereka saat ditanya bahwa pengalaman bersekolah bagi anak-
tentang cita-citanya. Semua informan dapat anak desa di tepian hutan itu menimbulkan

46 | H e r m e n e u t i k a
Anak Miskin Boleh Sekolah
Mintarti1, Tri Rini Widyastuti2, dan Ignatius Suksmadi 3

semangat dan motivasi, memunculkan ke- laman bersekolah. Pengalaman itu mem-
gembiraan, serta memiliki kepercayaan diri buat mereka memiliki semangat dan moti-
untuk meraih kehidupan yang lebih baik vasi belajar tanpa kehilangan keceriaan dan
dengan berani bercita-cita. Berani bercita-cita kegembiraan sebagai anak-anak. Pengalam-
dan membayangkan masa depan yang akan an bersekolah itu pula yang telah menum-
mereka jalani merupakan modal untuk keluar buhkan rasa percaya diri, berani bercita-cita
dari kemiskinan yang melingkupi kehidupan dan membayangkan masa depan yang lebih
mereka. baik. Kepercayaan diri dan keberanian ber-
cita-cita inilah yang merupakan modal awal
Epilog untuk keluar dari kemiskinan.
Anak Miskin Boleh Sekolah; Harapan Sekolah alternatif semacam MTs
bagi Orang Tertindas PAKIS muncul sebagai respon dan bentuk
Tulisan ini menunjukkan telah terjadinya keprihatinan atas terabaikannya kelompok
pengabaian hak atas pendidikan yang seha- masyarakat miskin dalam mengakses pen-
rusnya diperoleh setiap warga negara ka- didikan. Respon semacam itu pula yang di-
rena merupakan bagian dari hak asasi ma- lakukan oleh (Freire 2000) di negerinya
nusia sebagaimana dinyatakan oleh (Chris- Brazil dengan menyelenggarakan program
tianto 2020); (Fattah 2017); (Itasari 2019). pemberantasan buta huruf yang transfor-
Pengabaian itu mewujud dalam berbagai matif. Melalui program itu, siswa yang me-
problem kompleks yang muncul mengi- rupakan orang dewasa diajari dan dilatih
ringinya. Kesulitan melanjutkan pendidikan untuk berpikir kritis sehingga dapat mem-
karena faktor biaya, perasaan tidak berdaya berdayakan dirinya. Pemberdayaan diri
yang membuat kurang peduli dan meno- menjadi penting sebab mereka adalah
morduakan pendidikan, hingga ketidakse- orang-orang tertindas yang tumbuh dalam
riusan dalam menjalani pendidikan yang “budaya bisu” (Idris 2009), sebuah perilaku
berakibat putus sekolah atau menikah dini, atau kebiasaan diam, tidak berani berpen-
adalah masalah-masalah kompleks yang dapat atau menyalurkan aspirasi. Secara
muncul karena pengabaian tersebut. Prob- psikologis, perasaan berdaya yakni perasa-
lem kompleks itu antara lain dicoba uraikan an yakin terhadap kemampuan sendiri, akan
oleh mereka yang memiliki perhatian terha- menumbuhkan kepercayaan diri (Fitri,
dap pendidikan, dengan cara mendirikan se- Zola, and Ifdil 2018) (Fitri et al. 2018). Se-
kolah berbasis agroforestry tidak berbayar mentara dari sudut sosiologi pendidikan,
setingkat SMP seperti yang dapat dilihat cara pandang Freire tersebut biasanya dika-
dalam hasil penelitian ini. Keberadaan se- tegorikan ke dalam paradigma kritis yang
kolah ini memungkinkan anak-anak miskin berpandangan bahwa pendidikan harus
di tepian hutan itu dapat mengakses pendi- dapat melakukan refleksi kritis terhadap
dikan tanpa tercerabut dari lingkungannya. ideologi dominan ke arah transformasi
Meskipun dihadapkan pada sejumlah tan- sosial (O’neil 2001) Transformasi sosial
tangan dan kendala, sekolah ini masih tetap yang bertujuan mengeluarkan kelompok
bertahan. Hingga memasuki tahun ketujuh miskin tertindas dari “budaya bisu” itu akan
sejak berdirinya di tahun 2013, selalu ada dapat tercapai melalui sikap percaya diri
siswa yang mendaftar. Tujuh tahun berada dan keberanian bercita-cita sebagaimana
di tengah masyarakat miskin, sekolah itu telah ditunjukkan dalam data hasil peneliti-
telah memberikan kepada para siswa penga- an ini. Dalam konteks Indonesia, secara

H e r m e n e u t i k a | 47
Hermeneutika: Jurnal Hermeneutika Volume 5, Nomor 1, Mei 2019

historis respon-respon terhadap ketidakadil- di luar masyarakatnya. Ini akan memberi


an dan pengabaian terhadap hak pendidikan mereka kesempatan mengembangkan wa-
kaum lemah dan tertindas itu juga dapat di- wasan dan pemikiran agar semakin mening-
telusur. Pada tahun 1912 K.H. Ahmad kat rasa percaya dirinya.
Dahlan mendirikan Muhammadiyah. Pen-
didikan moderen yang dirintisnya melalui Simpulan
organisasi Islam tersebut dilandasi oleh pe- Berbeda dengan penelitian-penelitian lain
mikiran bahwa pendidikan harus dapat tentang pendidikan bagi kelompok masyara-
memperbaiki taraf hidup, mendorong kebe- kat marginal pada umumnya yang cende-
basan berkreasi, kebaikan moral dan keya- rung melihat dari aspek kelembagaan be-
kinan tauhid. Ia berpendapat bahwa semua serta seluk-beluk program dan kebijakan-
orang Islam harus menjalankan dua fungsi nya, penelitian ini menunjukkan sisi mena-
yaitu sebagai murid dan guru. Sepuluh rik pengalaman siswa miskin dalam meng-
tahun kemudian, di tahun 1922 Ki Hadjar akses pendidikan. Pengalaman bersekolah
Dewantara mendirikan Perguruan Taman tersebut dipotret sebagai realitas subjektif
Siswa. Melalui asas-asas pendidikan yang siswa dalam proses pendidikan hadap-masa-
humanis, kekeluargaan dan demokratis, lah berbasis agroforestry yang dikembang-
model pendidikan yang dikembangkannya kan oleh sekolah yang secara formal berla-
memberi kesempatan kaum yang terping- bel madrasah. Melalui model pendidikan
girkan khususnya perempuan, memperoleh ini, sekolah alternatif itu setidaknya dapat
hak atas pendidikan (Mulkhan 2010); (Syai- menjadi solusi di tengah sulitnya kelompok
khudin 2012); (Syaifuddin et al. 2019); masyarakat miskin mengakses pendidikan.
(Anjani and Handayani 2018); (Wardhana, Sekolah ini terbukti membuat para siswa
S, and Pratiwi 2020). dari kelompok masyarakat itu tidak tercera-
Partisipasi masyarakat sebagai respon but dari lingkungan tempat tinggalnya serta
atas pengabaian hak atas pendidikan itu mampu menumbuhkan semangat, motivasi,
perlu terus didukung dan diperkuat, sebab dan harapan akan masa depan yang lebih
negara yang berkewajiban memberikan hak baik tanpa kehilangan kegembiraan sebagai
tersebut tidak selalu dapat memenuhinya. anak-anak.
Dukungan dan penguatan itu dapat dilaku-
kan baik secara individual maupun kelom- Ucapan Terima Kasih
pok melalui berbagai organisasi dan lem- Terima kasih disampaikan kepada Ketua
baga atau institusi. Bentuk dukungan ter- Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada
sebut dapat berupa kegiatan-kegiatan atau Masyarakat (LPPM) Universitas Jenderal
pemberian filantropis yang bersifat insiden- Soedirman (Unsoed) yang telah mendanai
tal, namun dapat juga berupa program te- penelitian ini melalui DIPA BLU Unsoed
rencana yang berkesinambungan. Kedua Tahun 2020. Terima kasih juga dihaturkan
bentuk dukungan itu dapat saling meleng- kepada Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas
kapi. Hal tersebut akan menumbuhkan ke- Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unsoed
percayaan masyarakat miskin terhadap se- yang telah memberi kesempatan untuk
kolah dan pentingnya pendidikan bagi masa terlibat dalam penelitian dengan skim Riset
depan anak-anak mereka. Dukungan dan Institusi ini.
penguatan juga memungkinkan siswa mis-
kin dapat berinteraksi dengan pihak-pihak

48 | H e r m e n e u t i k a
Anak Miskin Boleh Sekolah
Mintarti1, Tri Rini Widyastuti2, dan Ignatius Suksmadi 3

Daftar Pustaka Lebak.” Jurnal Ekonomi-Qu 6(1): 102–


Afriyenis, Winda, Anita Ade Rahma, and 17. doi: 10.35448/jequ.v6i1.4199.
Febri Aldi. 2018. “Implementasi Tek- Durakoglu, Abdullah, Baykal Bicer, and
nologi Informasi Dan Komunikasi Beyhan Zabun. 2013. “Paulo Freire’s
Dalam Zakat Untuk Meningkatkan Alternative Education Model.”
Kesejahteraan Masyara Miskin.” Anthropologist 16(3):523–30. doi:
JEBI (Jurnal Ekonomi Dan Bisnis 10.1080/09720073.2013.11891378.
Islam). doi: 10.15548/jebi.v3i2.181. Fattah, Virgayani. 2017. “Hak Asasi Ma-
Anjani, Khairul Tri, and Yeni Handayani. nusia Sebagai Jus Cogens Dan Kait-
2018. “Sejarah Dan Perkembangan annya Dengan Hak Atas Pendidikan.”
Organisasi Wanita Taman Siswa Di Yuridika 32(2):352. doi: 10.20473/
Yogyakarta (1922-1952).” Alur Seja- ydk.v32i2.4775.
rah : Jurnal Pendidikan Sejarah 2(1). Firdaus, Firdaus, Sulfasyah Sulfasyah, and
Arifin. 2019. “Pengaruh Pendidikan Terha- Hanis Nur. 2019. “Diskriminasi Pen-
dap Pertumbuhan Ekonomi Di Pro- didikan Masyarakat Terpencil.” Equi-
vinsi Riau.” Turats: Jurnal Penelitian librium: Jurnal Pendidikan. doi: 10.
Dan Pengabdian 7(2):145–60. 26618/equilibrium.v6i1.1796.
Arifin, Muhammad Husni. 2017. “Mema- Firman, Arham Junaidi. 2017. “Menyoal
hami Peran Pendidikan Tinggi Terha- Akses Pendidikan Bagi Kelompok
dap Mobilitas Sosial Di Indonesia.” Marginal Sebagai Upaya Mewujud-
Masyarakat: Jurnal Sosiologi 22(2): kan Kesetaraan Dalam Pendidikan.”
139–58. doi: 10.7454/mjs.v22i2.7697. PROSIDING Seminar Nasional
Azizah, N., Muharomah, H., Lutfatulatifah. “Tellu Cappa” (September):109–16.
2018. “Kesadaran Orang Tua Anak Fitri, Emria, Nilma Zola, and Ifdil Ifdil. 2018.
Jalanan Terhadap Akses Pendidikan.” “Profil Kepercayaan Diri Remaja Serta
Seminar Nasional : Membangun Si- Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi.”
nergi Sinergitas Keluarga Dan Sekolah JPPI (Jurnal Penelitian Pendidikan
Menuju PAUD Berkualitas 119–23. Indonesia) 4(1):1–5. doi: 10.29210/
Carlson, Janet F. 2020. “Context and Re- 02017182.
gulation of Homeschooling: Issues, Fitri Indriani, Satrianawati. 2018. “Evaluasi
Evidence, and Assessment Practices.” Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi
School Psychology (Washington, Berbasis Nilai-Nilai Pancasila Di
D.C.) 35(1):10–19. doi: 10.1037/spq SD.” Jurnal Penelitian Pendidikan
0000335. 35:143–54.
Christianto, Hwian. 2020. “COVER JUR- Freire, Paulo. 2000. Politik Pendidikan; Ke-
NAL : JURNAL HAM p-ISSN: 1693- budayaan, Kekuasaan, Dan Pembe-
8704 ; e-ISSN: 2579-8553.” Jurnal basan. Cetakan II. edited by Mas’ud.
Ham 11(2):246–51. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Datunsolang, Rinaldi. 2017. “(Studi Pemi- Hamadani, Ahmad. 2019. “Sekolah Alam:
kiran Paulo Freire ).” 5. Alternatif Pendidikan Ramah Anak.”
Didu, Saharuddin, and Ferri Fauzi. 2016. Jurnal Harkat : Media Komunikasi
“Pengaruh Jumlah Penduduk, Pen- Gender 11(1):86–95. doi: 10.15408/
didikan Dan Pertumbuhan Ekonomi harkat.v15i1.10433.
Terhadap Kemiskinan Di Kabupaten Hayat, Nurul. 2018. “KEMISKINAN DAN

H e r m e n e u t i k a | 49
Hermeneutika: Jurnal Hermeneutika Volume 5, Nomor 1, Mei 2019

AKSES KELUARGA MISKIN PE- New York.


DESAAN TERHADAP PENDIDIK- Liliek Desmawati, Achmad Rifai RC,
AN DASAR.” Untirta Civic Educa- Sungkowo Edy Mulyono. 2015.
tion Journal. doi: 10.30870/ucej.v3i1. “Penanggulangan Masyarakat Miskin
3609. Kota Rawan Kriminalitas Melalui
Heryani, Rosalina Dewi. 2017. “Home- Pemberdayaan Masyarakat Di Jalur
schooling Sebagai Sekolah Alternatif Pendidikan Nonformal Di Kota
Ramah Anak.” Research and Dev- Semarang.” Journal of Nonformal
elopment Journal of Education 3(2): Education 1(1). doi: 10.15294/jne.
145–53. doi: 10.30998/rdje.v3i2.2011. v1i1.3986.
Hsieh, Chuan Chung, Huan Kan Tseng, and Martono, Nanang. 2019. “Sekolah Inklusi
Robin Jung Cheng Chen. 2021. “Trans- Sebagai Arena Kekerasan Simbolik.”
formation from Traditional Schools to Sosiohumaniora 21(2):150–58. doi:
Alternative Schools: Curriculum 10.24198/sosiohumaniora.v21i2.185
Leadership of the Principals of 57.
Taiwanese Aborigines.” Asia Pacific Miles, Mathew B., Michael A. Huberman,
Education Review 22(1):53–66. doi: dan Johny Saldana. 2014. Qualitative
10.1007/s12564-020-09663-9. Data Analysis, Methods Sourcebook.
Idris, Muh. 2009. “Pendidikan Pembebas-an : Los Angeles, USA: Sage Pub. Inc.
Telaah Terhadap Pemikiran Paulo Mulkhan, Abdul Munir. 2010. Jejak
Freire.” Dinamika Ilmu; Jurnal Pendi- Pembaruan Sosial Dan Kemanusiaan
dikan 9(2). Kiai Ahmad Dahlan. edited by Imam
Itasari, Endah Rantau. 2019. “Implementasi Prihadiyoko. Jakarta.
Pemenuhan Hak Pendidikan Warga Mulyono, Sungkowo Edy. 2017. “Model
Negara Indonesia Di Perbatasan Darat Pemberdayaan Masyarakat Miskin
Antara Indonesia Dan Malay-sia.” Melalui Jalur Pendidikan Non Formal
Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial 4(2): 181–86. Di Kecamatan Gajahmungkur Kota
doi: 10.23887/jiis.v4i2.16534. Semarang.” Edukasi 2(1):1–10.
Karini, Pilih. 2018. “Pengaruh Tingkat Ke- Nasucha, Zubaedah Fu’ad Arif Noor. 2020.
miskinan Terhadap Angka Partisipasi “Konsep Pendidikan Pada Sekolah
Sekolah Usia 16-18 Tahun Di Provinsi Alternatif Qaryah Thayyibah Salatiga
Kepulauan Bangka Belitung.” Al- Jawa Tengah.” Qurroti; Jurnal
Ishlah: Jurnal Pendidikan 10(1):103– Pendidikan Islam Anak Usia Dini
15. II(2):200–220.
Karmila, Nita, and Yudhie Suchyadi. 2020. Neuman, Ari, and Oz Guterman. 2020.
“Supervisi Pendidikan Di Sekolah “‘Education Is Like…’: Home-
Alam Bogor.” JPPGuseda | Jurnal Schooled Teenagers’ Metaphors for
Pendidikan & Pengajaran Guru Se- Learning, Home Schooling and
kolah Dasar 3(1):31–33. doi: 10. School Education.” Educational
33751/jppguseda.v3i1.2011. Studies 1–16. doi:
Kristin Reimer, Fiona Longmuir. 2021. 10.1080/03055698.2020.1798742.
“Global Perspectives on Micro- Nurvitasari, Siti, Lisa Zakia Azizah, and S.
aggressions in Schools.” edited by A. Sunarno. 2018. “Konsep Dan Praktik
S. ulie K. Corkett, Christine L. Cho. Pendidikan Inklusi Di Sekolah Alam

50 | H e r m e n e u t i k a
Anak Miskin Boleh Sekolah
Mintarti1, Tri Rini Widyastuti2, dan Ignatius Suksmadi 3

Ramadhani Kediri.” Indigenous: Perjuangan Para Orang Tua Siswa


Jurnal Ilmiah Psikologi 3(1):15–22. Usia Dini Di Masa Pandemi Covid-
doi: 10.23917/indigenous.v3i1.5743. 19.” Jurnal Sosial Humaniora Terap-
O’neil, William F. 2001. Ideologi-Ideologi an 3(2):7–16.
Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Sucipto, Nindri Rakhmadani, and Joko
Pelajar. Sutarto. 2015. “Pemberdayaan Mas-
Putra, P., H. Mizani, A. Basir, A. Muflihin, yarakat Miskin Untuk Meningkatkan
and Aslan. 2020. “The Relevancy on Kecakapan Hidup Melalui Kursus
Education Release Revolution 4.0 in Menjahit di LKP Elisa Tegal.”
Islamic Basic Education Perspective in Journal of Nonformal Education and
Indonesia (an Analysis Study of Paulo Community Empowerment 4(2):135–
Freire’s Thought).” Test Engineering 42.
and Management (10256). Sukardi, Sukardi, Wildan Wildan, and
Rohinah. 2019. “Re-Konsientisasi Dalam Akhmad Sukri. 2020. “Pendidikan
Dunia Pendidikan.” Jurnal Tarbiyah: Bagi Masyarakat Kategori Marginal
Jurnal Ilmiah Kependidikan 8(1):1– Kawasan Pariwisata: Aplikasi Pendi-
12. dikan Berbasis Praktik Sosial.”
Sadiyah, Halimah, Mukh Adib Shofawi, Jurnal Pengabdian Magister Pendi-
and Emiliya Fatmawati. 2019. “Ma- dikan IPA 3(2). doi: 10.29303/
najemen Program Pendidikan Leader- jpmpi.v3i2.462.
ship Untuk Siswa Di Sekolah Alam Syaifuddin, Muhammad Arif, Helena Ang-
Banyubelik Kedungbanteng Banyu- graeni, Putri Chusnul Khotimah, and
mas.” Tarbawi: Jurnal Keilmuan Choirul Mahfud. 2019. “Sejarah Sosial
Manajemen Pendidikan 5(02):251. Pendidikan Islam Modern Di Muha-
doi: 10.32678/tarbawi.v5i02.2096. mmadiyah.” Jurnal Pendidikan Islam
Sandora, Meri. 2020. “Konsep Pendidkan 8(1):1–9.
Anak Marginal Dalam Perspektif Syaikhudin, Ahmad. 2012. “Konsep Pemi-
Pendidikan Berbasis Masyarakat.” kiran Pendidikan Menurut Paulo
Marwah: Jurnal Perempuan, Agama Freire Dan Ki Hajar Dewantoro.”
Dan Jender 18(2):196. doi: 10. Cendekia: Jurnal Kependidikan Dan
24014/marwah.v18i2.7588. Kemasyarakatan 10(1):79. doi:
Seran, Sirilius. 2017. “Hubungan Antara 10.21154/cendekia.v10i1.403.
Pendidikan, Pengangguran, Dan Per- Tri Joko Raharjo, Tri Suminar, Mu’arifuddin.
tumbuhan Ekonomi Dengan Kemis- 2016. “Peran Pusat Kegiatan Belajar
kinan.” Jurnal Ekonomi Kuantitatif Masyarakat Dalam Menanggulangi
Terapan 59–71. doi: 10.24843/jekt. Kemiskinan Melalui Pendidikan Non-
2017.v10.i01.p07. formal Di Jawa Tengah.” Journal of
Sesfao, M. 2020. “Perbandingan Pemikiran Nonformal Education 2(1). doi:
Pendidikan Paulo Freire Dengan 10.15294/jne.v2i1.5310.
Ajaran Tamansiswa Dalam Imple- Wardhana, Ivan Prapanca, Leo Agung S,
mentasi Merdeka Belajar.” Prosiding and Veronika Unun Pratiwi. 2020.
Seminar Nasional 261–72. “Konsep Pendidikan Taman Siswa
Suciati, Pijar, and Affan Syafiq. 2021. Sebagai Dasar Kebijakan Pendidikan
“School From Home (SFH): Nasional Merdeka Belajar Di

H e r m e n e u t i k a | 51
Hermeneutika: Jurnal Hermeneutika Volume 5, Nomor 1, Mei 2019

Indonesia.” Pp. 232–42 in Prosiding an 6(1):44–53. doi: 10.24246/j.jk.


Seminar Nasional. 2019. v6.i1.p44-53.
Yusup, Wirastiani Binti, Bambang Ismanto, Zaenal, Abidin, and Ismail Muhammad
and Wasitohadi Wasitohadi. 2019. Taufik. 2018. “Perbandingan Tujuan
“Evaluasi Program Indonesia Pintar Pendidikan Untuk Membentuk Ma-
Dalam Peningkatan Akses Pendidik- nusia Ideal Menurut Paulo Freire Dan
an Di Sekolah Menengah Pertama.” Muhammad Iqbal.” Suhuf 30(1):1–
Kelola: Jurnal Manajemen Pendidik- 18.

52 | H e r m e n e u t i k a

Anda mungkin juga menyukai