0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
17 tayangan3 halaman
Dokumen ini membahas tentang ekuitas pendidikan dan upaya pemerintah untuk mencapai kesetaraan dalam pendidikan, khususnya pendidikan dasar. Tujuan kebijakan ekuitas pendidikan dasar adalah memastikan semua anak usia sekolah dapat belajar dengan baik dan memperoleh keterampilan dasar. Pemerintah perlu memastikan akses pendidikan untuk semua, terlepas dari status ekonomi, jender, etnis, atau lok
Dokumen ini membahas tentang ekuitas pendidikan dan upaya pemerintah untuk mencapai kesetaraan dalam pendidikan, khususnya pendidikan dasar. Tujuan kebijakan ekuitas pendidikan dasar adalah memastikan semua anak usia sekolah dapat belajar dengan baik dan memperoleh keterampilan dasar. Pemerintah perlu memastikan akses pendidikan untuk semua, terlepas dari status ekonomi, jender, etnis, atau lok
Dokumen ini membahas tentang ekuitas pendidikan dan upaya pemerintah untuk mencapai kesetaraan dalam pendidikan, khususnya pendidikan dasar. Tujuan kebijakan ekuitas pendidikan dasar adalah memastikan semua anak usia sekolah dapat belajar dengan baik dan memperoleh keterampilan dasar. Pemerintah perlu memastikan akses pendidikan untuk semua, terlepas dari status ekonomi, jender, etnis, atau lok
Ekuitas atau keadilan pendidikan termasuk dalam skema pemerataan kesempatan.
Pemerataan kesempatan pendidikan (equality of educational opportunity) menggamit dimensi aksesibiltas pendidikan (educational accessibility) dan ekuitas atau keadilan pendidikan (educational equality) itu sendiri. Secara prinsip, keadilan pendidikan bermakna bahwa setiap warga Negara berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Namun demikian, karena faktor-faktor cultural, perbedaan individual, bias jender, kemampuan ekonomi keluarga, lingkungan geografis dan lainnya, meskipun terbuka hak dan peluang yang sama, selalu memunculkan akses populasi untuk menerima layanan pendidikan dan pembelajaran secara layak. Menurut Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional (SK Mendiknas) No. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi, pendidikan akademik bertujuan menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memeliki kamampuan akademik dalam menerapkan, mengembangkan, dan/atau kesenian, serta menyebarluaskan dan mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional. Adapun pendidikan professional bertujuan menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan professional dalam menerapkan, mengembangkan dan menyebarluaskan teknologi dan/atau kesenian, serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional. Kemampuan institusi pendidikan untuk mengembangkan potensi akademik dan potensi vokasional peserta didik menjadi prasyarat bagi dihasilkannya SDM yang bermutu. Tujuan penetapan kebijakan ekuitas atau keadilan pendidika dasar sebagai prioritas adalah semua anak usia sekolah dan anak didik yang sedang studi pada jenjang ini dapat belajar secara efektif dan memperoleh keterampilan-keterampilan dasar (equire basic skill) sebagai bekal hidup. Dengan demikian, setidaknya sampai sekarang, keadilan pendidikan mestinya lebih banyak difokuskan pada jenjang pendidikan dasar (primary and/basic education) ketimbang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi, kecuali bagi masyarakat dan Negara-negara yang sudah mapan secara ekonomi. Pemerintah harus memeliki dua kepedulian utama untuk mencapai tingkat ekuitas dalam pendidikan. Pertama, untuk menggaransi bahwa setiap orang dapat menyelesaikan pendidikan dasar. Perolehan yang didapat oleh anak didik yang menamatkan pendidikan dasar merupakan kompetensi dasar yang harus ada agar berfungsi secara efektif di masyarakat. Berbekal keterampilan dasar untuk hidup, lulusan pendidikan dasar diharapkan dapat melakukan aktivitas-aktivitas ekonomi. Kedua, untuk menjamin siswa-siswa yang potensial tidak terhalang aksesnya pada pendidikan karena mereka miskin, wanita, dari etnis minoritas, bermukim di wilayah terpencil secara geografis (live in geografhically remote regions) atau memeliki kebutuhan- kebutuhan khusus dilihat dari perspektif pendidikan. Bank Dunia berpendapat bahwa peningkatan status pendidikan bagi anak-anak dari keluarga miskin, remaja putri, dan penduduk asli yang bermukim di daerah-daerah terpencil akan membantu mereka dalam memberikan andil dalam pertumbuhan ekonomi dan mereduksi kemeskinan. Data hasil Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2011, mencatat Norwegia, Australia, dan Belanda menempati tempat teratas negara terbaik di dunia tahun ini didasarkan pada kriteria kesehatan, pendidikan, dan pendapatan, yang dikenal dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Yang juga masuk sepuluh besar terbaik daftar yang dikeluarkan badan PBB untuk masalah pembangunan (UNDP) ini adalah Amerika Serikat, Selandia Baru, Kanada, Irlandia, Jerman, dan Swedia. Namun ketika daftar ini disusun ulang didasarkan pada kriteria pemerataan kesehatan, pendidikan, dan pendapatan di dalam negeri, beberapa negara maju terpental dari daftar sepuluh terbaik. AS misalnya turun dari posisi empat ke posisi 26 sementara Korea Selatan turun dari posisi 15 ke posisi 32. AS turun jauh karena faktor pemerataan pendapatan. UNDP mengatakan IPM mengalami kenaikan besar sejak 1970 yang berarti ada kemajuan besar di bidang kesehatan, pendidikan, dan pendapatan di seluruh dunia. Catatan UNDP menunjukkan 72 negara mengalami perkembangan pesat dalam lima tahun terakhir. Mereka adalah Kuba (naik sepuluh peringkat ke posisi 51), Venezuela, dan Tanzania. Kedua negara ini masing-masing naik tujuh posisi ke peringkat 73 dan 152. UNDP juga mencatat dua negara mengalami penurunan, yaitu Kuwait (turun delapan posisi ke peringkat 63) dan Finlandia (turun tujuh posisi ke peringkat 22). Seperti dikutip dari BBC, dari 187 negara yang disurvei, Indonesia berada di peringkat 124, jauh di bawah Brunei (posisi 33) dan Malaysia (61). Namun pencapaian Indonesia masih lebih baik dibandingkan Vietnam (peringkat 128), Laos (peringkat 138), dan Burma (peringkat 149). Survei UNDP ini menempatkan Republik Demokratik Kongo, Niger, dan Burundi di tempat terbawah. Menurut Mendiknas (Muhammad Nuh), Indonesia yang terhampar dari Eropa barat-timur dengan sekitar 500 kota/kabupaten, menyimpan banyak problema pendidikan. Salah satu permasalahan tersebut sekaligus Pekerjaan Rumah (PR) bagi bangsa Indonesia adalah “Buta Hurufau buta aksara”. Saat ini (2011) Kemendiknas mencatat, sebanyak 8,3 juta orang (1%) dari jumlah penduduk menyandang buta aksara. Dua kabupaten terpadat dengan buta aksara di atas 150.000 yakni, Kabupaten Jember (220.500 orang) dan Indramayu (150.500 orang). Sementara itu, pada 2011 ini, Global Monitoring Report (GMR) mencatat, masih ada 796 juta penghuni planet bumi yang buta aksara. Dua per tiga di antaranya (atau 570 juta) tinggal di 10 negara yakni, Indonesia, Kongo, Brazil, Mesir, Ethiopia, Nigeria, Bangladesh, Pakistan, China, dan India. Pada laporan GMR 2011 yang mengutip data 2009, Indonesia dicatat menyumbang 1,6% dari jumlah tuna aksara terpadat di dunia. Jumlah yang kecil dibandingkan China (8,3%), dan sangat kecil disandingkan India (36%). Ekuitas atau keadilan pendidikan termasuk dalam skema pemerataan kesempatan. Pemerataan kesempatan pendidikan (equality of educational opportunity) menggamit dimensi aksesibiltas pendidikan (educational accessibility) dan ekuitas atau keadilan pendidikan (educational equality) itu sendiri. Secara prinsip, keadilan pendidikan bermakna bahwa setiap warga Negara berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Faktor-faktor kultural, perbedaan individual, bias jender, kemampuan ekonomi keluarga, lingkungan geografis dan lainnya, meskipun terbuka hak dan peluang yang sama, selalu memunculkan akses populasi untuk menerima layanan pendidikan dan pembelajaran secara layak. Tujuan penetapan kebijakan ekuitas atau keadilan pendidikan dasar sebagai prioritas adalah semua anak usia sekolah dan anak didik yang sedang studi pada jenjang ini dapat belajar secara efektif dan memperoleh keterampilan-keterampilan dasar (equire basic skill) sebagai bekal hidup. Bank Dunia berpendapat bahwa peningkatan status pendidikan bagi anak-anak dari keluarga miskin, remaja putri, dan penduduk asli yang bermukim di daerah-daerah terpencil akan membantu mereka dalam memberikan andil dalam pertumbuhan ekonomi dan mereduksi kemeskinan. Faktor geografis atau daya jangkau berpengaruh langsung terhadap pemerataan dan keadilan di bidang pendidikan. Realitas menunjukkan, makin terpencil suatu daerah, makin sulit masyarakat daerah tersebut untuk disentuh dengan layanan pendidikan yang baik, kesadaran masyarakat akan pendidikan rendah, di samping mereka hidup dalam daerah kemiskinan. Kondisi inilah yang antara lain memunculkan fenomena ketidakadilan atau ketimpangan fasilitas pendidikan di negara- negara berkembang.
Pendemokrasian Pendidikan Merupakan Suatu Proses Mendemokrasikan Pendidikan Supaya Setiap Individu Diberikan Peluang Dan Hak Yang Sama Untuk Mendapat Pendidikan Serta Kemudahan Yang Disediakan