Anda di halaman 1dari 3

NAMA : ROHOT JEKKI MANURUNG

NIM : 7192441014

PRODI : PENDIDIKAN EKONOMI

TR 8 INVESTASI PENDIDIKAN

PEMBIAYAN DAN EKUITAS PENDIDIKAN

Ekuitas atau keadilan pendidikan termasuk dalam skema pemerataan kesempatan.


Pemerataan kesempatan pendidikan (equality of educational opportunity) menggamit
dimensi aksesibiltas pendidikan (educational accessibility) dan ekuitas atau keadilan
pendidikan (educational equality) itu sendiri. Secara prinsip, keadilan pendidikan bermakna
bahwa setiap warga Negara berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Namun
demikian, karena faktor-faktor cultural, perbedaan individual, bias jender, kemampuan
ekonomi keluarga, lingkungan geografis dan lainnya, meskipun terbuka hak dan peluang
yang sama, selalu memunculkan akses populasi untuk menerima layanan pendidikan dan
pembelajaran secara layak.
Menurut Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional  (SK Mendiknas) No.
232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi, pendidikan 
akademik bertujuan menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memeliki
kamampuan akademik dalam menerapkan, mengembangkan, dan/atau kesenian, serta
menyebarluaskan dan mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan
masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional. Adapun pendidikan professional
bertujuan menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan
professional dalam menerapkan, mengembangkan dan menyebarluaskan teknologi dan/atau
kesenian, serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan
masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional. Kemampuan institusi pendidikan untuk
mengembangkan potensi akademik dan potensi vokasional peserta didik menjadi prasyarat
bagi dihasilkannya SDM yang bermutu.
Tujuan penetapan kebijakan ekuitas atau keadilan pendidika dasar sebagai prioritas
adalah semua anak usia sekolah dan anak didik yang sedang studi pada jenjang ini dapat
belajar secara efektif dan memperoleh keterampilan-keterampilan dasar (equire basic
skill)  sebagai bekal hidup. Dengan demikian, setidaknya sampai sekarang, keadilan
pendidikan mestinya lebih banyak difokuskan pada jenjang pendidikan dasar (primary
and/basic education) ketimbang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi, kecuali bagi
masyarakat dan Negara-negara yang sudah mapan secara ekonomi. Pemerintah harus
memeliki dua kepedulian utama untuk mencapai tingkat ekuitas dalam
pendidikan. Pertama, untuk menggaransi bahwa setiap orang dapat menyelesaikan
pendidikan dasar. Perolehan yang didapat oleh anak didik yang menamatkan pendidikan
dasar merupakan kompetensi dasar yang harus ada agar berfungsi secara efektif di
masyarakat. Berbekal keterampilan dasar untuk hidup, lulusan pendidikan dasar diharapkan
dapat melakukan aktivitas-aktivitas ekonomi.
Kedua, untuk menjamin siswa-siswa yang potensial tidak terhalang aksesnya pada
pendidikan karena mereka miskin, wanita, dari etnis minoritas, bermukim di wilayah
terpencil secara geografis (live in geografhically remote regions) atau memeliki kebutuhan-
kebutuhan  khusus dilihat dari perspektif pendidikan. Bank Dunia berpendapat bahwa
peningkatan status pendidikan bagi anak-anak dari keluarga miskin, remaja putri, dan
penduduk asli yang bermukim di daerah-daerah terpencil akan membantu mereka dalam
memberikan andil dalam pertumbuhan ekonomi dan mereduksi kemeskinan. Data hasil
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2011, mencatat Norwegia, Australia, dan
Belanda menempati tempat teratas negara terbaik di dunia tahun ini didasarkan pada kriteria
kesehatan, pendidikan, dan pendapatan, yang dikenal dengan Indeks Pembangunan Manusia
(IPM). Yang juga masuk sepuluh besar terbaik daftar yang dikeluarkan badan PBB untuk
masalah pembangunan (UNDP) ini adalah Amerika Serikat, Selandia Baru, Kanada, Irlandia,
Jerman, dan Swedia. Namun ketika daftar ini disusun ulang didasarkan pada kriteria
pemerataan kesehatan, pendidikan, dan pendapatan di dalam negeri, beberapa negara maju
terpental dari daftar sepuluh terbaik. AS misalnya turun dari posisi empat ke posisi 26
sementara Korea Selatan turun dari posisi 15 ke posisi 32. AS turun jauh karena faktor
pemerataan pendapatan. UNDP mengatakan IPM mengalami kenaikan besar sejak 1970 yang
berarti ada kemajuan besar di bidang kesehatan, pendidikan, dan pendapatan di seluruh dunia.
Catatan UNDP menunjukkan 72 negara mengalami perkembangan pesat dalam lima
tahun terakhir. Mereka adalah Kuba (naik sepuluh peringkat ke posisi 51), Venezuela, dan
Tanzania. Kedua negara ini masing-masing naik tujuh posisi ke peringkat 73 dan 152. UNDP
juga mencatat dua negara mengalami penurunan, yaitu Kuwait (turun delapan posisi ke
peringkat 63) dan Finlandia (turun tujuh posisi ke peringkat 22). Seperti dikutip dari BBC,
dari 187 negara yang disurvei, Indonesia berada di peringkat 124, jauh di bawah Brunei
(posisi 33) dan Malaysia (61). Namun pencapaian Indonesia masih lebih baik dibandingkan
Vietnam (peringkat 128), Laos (peringkat 138), dan Burma (peringkat 149). Survei UNDP ini
menempatkan Republik Demokratik Kongo, Niger, dan Burundi di tempat terbawah.
Menurut Mendiknas (Muhammad Nuh), Indonesia yang terhampar dari Eropa barat-timur
dengan sekitar 500 kota/kabupaten, menyimpan banyak problema pendidikan. Salah satu
permasalahan tersebut sekaligus Pekerjaan Rumah (PR) bagi bangsa Indonesia adalah “Buta
Hurufau buta aksara”. Saat ini (2011) Kemendiknas mencatat, sebanyak 8,3 juta orang (1%)
dari jumlah penduduk menyandang buta aksara. Dua kabupaten terpadat dengan buta aksara
di atas 150.000 yakni, Kabupaten Jember (220.500 orang) dan Indramayu (150.500 orang).
Sementara itu, pada 2011 ini, Global Monitoring Report (GMR) mencatat, masih ada 796 juta
penghuni planet bumi yang buta aksara. Dua per tiga di antaranya (atau 570 juta) tinggal di
10 negara yakni, Indonesia, Kongo, Brazil, Mesir, Ethiopia, Nigeria, Bangladesh, Pakistan,
China, dan India. Pada laporan GMR 2011 yang mengutip data 2009, Indonesia dicatat
menyumbang 1,6% dari jumlah tuna aksara terpadat di dunia. Jumlah yang kecil
dibandingkan China (8,3%), dan sangat kecil disandingkan India (36%). Ekuitas atau
keadilan pendidikan termasuk dalam skema pemerataan kesempatan. Pemerataan kesempatan
pendidikan (equality of educational opportunity) menggamit dimensi aksesibiltas
pendidikan (educational accessibility) dan ekuitas atau keadilan pendidikan (educational
equality) itu sendiri. Secara prinsip, keadilan pendidikan bermakna bahwa setiap warga
Negara berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Faktor-faktor kultural, perbedaan
individual, bias jender, kemampuan ekonomi keluarga, lingkungan geografis dan lainnya,
meskipun terbuka hak dan peluang yang sama, selalu memunculkan akses populasi untuk
menerima layanan pendidikan dan pembelajaran secara layak.
Tujuan penetapan kebijakan ekuitas atau keadilan pendidikan dasar sebagai prioritas
adalah semua anak usia sekolah dan anak didik yang sedang studi pada jenjang ini dapat
belajar secara efektif dan memperoleh keterampilan-keterampilan dasar (equire basic
skill)  sebagai bekal hidup. Bank Dunia berpendapat bahwa peningkatan status pendidikan
bagi anak-anak dari keluarga miskin, remaja putri, dan penduduk asli yang bermukim di
daerah-daerah terpencil akan membantu mereka dalam memberikan andil dalam
pertumbuhan ekonomi dan mereduksi kemeskinan. Faktor geografis atau daya jangkau
berpengaruh langsung terhadap pemerataan dan keadilan di bidang pendidikan. Realitas
menunjukkan, makin terpencil suatu daerah, makin sulit masyarakat daerah tersebut untuk
disentuh dengan layanan pendidikan yang baik, kesadaran masyarakat akan pendidikan
rendah, di samping mereka hidup dalam daerah kemiskinan. Kondisi inilah yang antara lain
memunculkan fenomena ketidakadilan atau ketimpangan fasilitas pendidikan di negara-
negara berkembang.

Anda mungkin juga menyukai