Anda di halaman 1dari 3

Contoh Kasus

Penolakan Mobil Listrik di Indonesia


Di saat permintaan mobil listrik di dunia kian menggila, pengembangan mobil listrik
di dalam negeri masih jalan di tempat. Mimpi memiliki industri mobil listrik entah kapan bisa
diwujudkan. Ricky adalah salah satu pemuda asal Indonesia yang paham tentang mobil
listrik. Ia hidup selama 14 tahun di Jepang, dan sudah memiliki hak paten internasional atas
mobil listrik di Jepang. Namun prestasi di luar negri tidak selalu sejalan dengan di dalam
negeri.
Ricky adalah salah satu pemuda asal Indonesia yang paham tentang mobil listrik. Ia
hidup selama 14 tahun di Jepang, dan sudah memiliki hak paten internasional atas mobil
listrik di Jepang. Dahlan Iskan, mantan Menteri BUMN mengetahui ini. Saat masih menjabat
menteri, ia bujuk Ricky habis-habisan agar mau pulang ke Indonesia dan mengembangkan
mobil listrik dalam negeri. Usai melewati proses bujuk-membujuk, tahun 2012, Ricky
kembali ke Indonesia. Ia setuju dengan ajakan Dahlan. Saat itu Ricky tak digaji pemerintah,
Dahlan menyerahkan seluruh gajinya sebagai menteri kepada Ricky.
Singkat cerita, hingga 2014, ada tiga mobil listrik yang dihasilkan Ricky. Mobil
pertama bernama Tucuxi, itu ia kerjakan bersama Dasep Ahmadi, pendiri sekaligus
pemimpin PT Sarimas Ahmadi Pratama. Mobil itu gagal. Remnya blong saat uji coba yang
dilakukan langsung oleh Dahlan Iskan. Tucuxi gagal, maka Ricky memulai pembuatan Selo
dan Gendhis. Selo bergaya mobil sport, sedangkan Gendhis adalah jenis mobil MPV.
Keduanya pernah dipamerkan pada ajang KTT APEC pada 2013 di Bali dan di ajang
Indonesia International Motor Show 2014. Namun, membuat Selo dan Gendhis diproduksi
secara massal masih menjadi impian. Kedua mobil besutan Ricky itu tak kunjung mendapat
tanda lulus uji emisi. Izin laik jalan yang diajukan ke Kementerian Riset dan Teknologi pun
tidak menemukan titik terang. Seperti yang dituliskan Ricky pada laman Facebook-nya,
mobil listrik masih menjadi impian kosong belaka. Dua kalimat yang menjadi status
Facebook itu hanya pembuka, Ricky melanjutkannya begini:
“Kalau Bapak Kepala BPPT yang berfatwa, tentu sudah dengan pertimbangan yang sangat
matang. Saya percaya itu adalah hasil kajian mendalam dari ahli-ahli terunggul di
Indonesia, yang berada di Institusi itu. Ternyata saya hanya bermimpi selama ini melihat
industri mobil listriknya Tesla, melihat industri mobil listrik nya Nissan, Mitsubishi. Melihat
industri mobil hybrid-nya Toyota, Honda, itu hanya mimpi. Karena itu semua pasti tidak
komersil. Karena di negara maju sekalipun, mobil listrik 'belum komersial'. Amerika, Jepang
dan negara-negara Eropa itu bukan negara maju, karena mereka mengkomersialkan mobil
listrik. Atau saya selama ini hanya melihat fatamorgana? Kalau begitu, untuk sementara
saya di sini sajalah, pelihara kambing saja dulu. Menyiapkan kambing hitam. Terima kasih
fatwanya. Setelah dari Kemenristek, sekarang dari BPPT. Besok dari mana lagi saya dapat
fatwa ya? Dan media, pintar sekali bikin saya jadi pemicu kegaduhan. Aah, memang benar,
lebih baik saya menyiapkan kambing saja.”
Ini adalah tanggapan Ricky atas pernyataan Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT) Unggul Priyanto yang mengatakan di negara maju sekalipun, mobil listrik
belum laku dijual. “Jadi begini, mobil listrik kenapa belum waktunya jadikan industri, hal ini
karena di negara maju sekalipun mobil listrik belum komersial. Kalau dibikin industri, saya
rasa enggak yakin bisa laku. Masalahnya kan juga kesulitan pada baterainya dan stasiun
pengisian listriknya. Ini yang menjadi kendalanya. Tetapi, kalau riset saya setuju," kata
Unggul kepada media September tahun lalu. Pernyataan itu memang jelas tak mendasar.
Pasalnya, di negara-negara maju, permintaan mobil listrik kian melaju. Tahun ini saja, Tesla
sampai kebanjiran order. Jadi, pantas saja Ricky geram dan menuangkan kegeramannya lewat
media sosial. Itu hanyalah satu dari sekian banyak kekecewaan yang dituangkan Ricky dalam
laman media sosialnya. Kini, Ricky tinggal di Desa Ciheras, Tasikmalaya. Ia tengah
mengembangkan kincir angin sebagai pembangkit listrik. Kabar terakhir, Ricky telah
dipinang negara tetangga, Malaysia, untuk mengembangkan mobil listrik di Negeri Jiran itu.
Ditahan KPK
Ricky bukanlah orang pertama yang digaet Dahlan Iskan untuk mengembangkan mobil
listrik. Sebelum Ricky, Dahlan telah terlebih dahulu bekerja sama dengan Dasep Ahmadi,
pendiri sekaligus pemimpin PT Sarimas Ahmadi Pratama. Dahlan, yang didukung tiga
BUMN, PT Pertamina, PT Perusahaan Gas Negara, dan PT Bank Rakyat Indonesia,
mengucurkan dana sekitar Rp32 miliar kepada Dasep untuk menciptakan 16 prototipe mobil
listrik. Sayangnya, kerja sama itu kini menjadi masalah. Mobil yang dipesan tak sesuai
dengan perjanjian. Maret tahun ini, Dasep divonis melakukan tindak pidana korupsi dan
dihukum tujuh tahun penjara. Oleh majelis hakim, Dasep dianggap terbukti melakukan
perbuatan memperkaya diri yang merugikan keuangan negara. Tak hanya dihukum penjara,
Dasep juga dihukum membayar denda sebesar Rp200 juta subsider tiga bulan penjara. Ia pun
diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp17,1 miliar. Jika dalam waktu 30 hari
setelah putusan, uang pengganti tidak dipenuhi, maka harta benda milik Dasep akan disita.
Jika masih belum cukup juga, maka Dasep akan dikenai hukuman dua tahun penjara. Dasep
tak terima dengan putusan ini. Ia lantas mengajukan banding ke Mahkamah Agung. Kini ia
masih menunggu putusan hakim agung.
Janji Pengurangan Emisi
Indonesia seharusnya punya alasan kuat untuk terus berusaha menjadikan 'mimpi mobil
listrik' menjadi nyata. Sebab, ada janji yang harus ditepati negeri ini. November tahun lalu,
Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim PBB bertajuk United Nations Framework
Convention on Climate Change (UNFCCC) Conference of The Parties ke-21 (COP21)
digelar di Paris Prancis. Dalam pertemuan itu, Indonesia berjanji akan menurunkan kadar
emisi 29 persen pada 2030. Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan
Elektronika Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan menilai janji itu akan sulit
ditepati jika Indonesia tak segera mengembangkan kendaraan ramah lingkungan.
Menurutnya, peta jalan industri mobil nasional perlu dibuat, dan ini butuh masukan dari para
pelaku industri. Dia menjanjikan Kemenperin siap untuk memfasilitasi pelaku industri
komponen otomotif untuk mensinergikan hasil produksinya dengan industri mobil listrik jika
ada niat dari pelaku industri untuk memproduksi secara massal. Asosiasi Pengembang
Kendaraan Listrik Bermerek Nasional (Apklibernas) membidik 10 persen dari pasar otomotif
nasional jika mobil listrik berhasil diproduksi massal. "Mobil listrik ini jawaban terhadap
polusi. Target kami cuma 10 persen dari pasar otomotif yang 1 juta itu," kata Chairman
Apklibernas Sukotjo Herupramono. Memproduksi mobil listrik, tentu bukan pekerjaan
sederhana. Bahkan bagi negara maju sekalipun, ini masih menjadi tantangan. Dalam
mengembangkan mobil listrik, Elon Musk, Bos Tesla, tak hanya fokus membuat mobil. Ia
juga kerja keras untuk terus menambah jumlah charging station. Siapa yang mau pakai mobil
listrik kalau dihadapkan kenyataan kesusahan mengisi daya? Indonesia, jika serius ingin
mengembangkan mobil listrik, juga harus serius membangun insfrastruktur. Charging station
harus tersebar sebanyak mungkin. Seperti kata Dahlan Iskan, ini butuh waktu 20 tahun.
Tetapi jika tidak dimulai sejak sekarang, 20 tahun ke depan mimpi mobil listrik hanya akan
jadi mimpi. Tak mungkin jadi nyata.

Anda mungkin juga menyukai