Anda di halaman 1dari 8

NAMA: Sindy Precilia Pangestuti

NIM: 235080500111005

FAKULTAS: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

CLUSTER: 17

Menciptakan Pendidikan yang Merata pada Masyarakat yang Kurang Mampu

Pendidikan adalah salah satu faktor utama dalam sebuah kemajuan


bangsa. Bangsa yang maju adalah bangsa yang memiliki pendidikan yang baik.
Namun, bagaimana bisa suatu negara dapat maju dan berkembang jika
pendidikannya saja tidak merata bagi masyarakat yang kurang mampu.
Pendidikan adalah hak rakyat yang paling sering terabaikan. Padahal pendidikan
merupakan satu-satunya alat kendaraan yang mampu memobilisasi secara vertikal
untuk mendorong perubahan nasib kaum miskin. Jika pendidikan terenggut dari
genggaman mereka, hampir pasti tidak ada lagi akses bagi mereka untuk
menggapai kemajuan. Dengan adanya kemudahan akses pendidikan bagi
masyarakat maka secara tidak langsung akan memberikan pedoman dan
pegangan kepada masyarakat untuk menjalani kehidupan di masa yang penuh
dengan kecanggihan teknologi, serta agar masyarakat bisa lebih berpikiran
rasional, terbuka dan kritis terhadap perubahan yang terjadi di sekitar mereka.
Banyak orang mengatakan bahwa di abad ini merupakan abad yang penuh
dengan persaingan manusia, maka dari itu sudah semestinya akses pendidikan
bagi masyarakat khususnya masyarakat desa, mutlak untuk mereka dapatkan.
Dengan pendidikan yang mereka miliki yang serba minim dan ala kadarnya akan
dapat menyebabkan masyarakat menjadi pemain pinggiran, serta dapat
diibaratkan sebagai katak dalam tempurung yang hanya berkutat pada dunianya
yang tak terbatas. Bahkan keberadaan mereka di dunia yang terbatas itu, mereka
juga tidak berdaya. Seperti yang kita semua tahu, bahwa pendidikan di Indonesia
belum merata. Pemerataan pendidikan dalam arti pemerataan kesempatan untuk
mandapatkan pendidikan yang layak telah lama menjadi masalah yang mendapat
banyak perhatian, terutama di negara-negara sedang berkembang. Pemerataan
yang dimaksud di sini ialah mencangkup dua aspek penting yaitu persamaan
kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan keadilan dalam memperoleh
pendidikan yang sama dalam masyarakat. Pendidikan harus mampu menjadi
wadah bagi pembangunan bangsa dan membentuk manusia berkulitas. Karena itu,
pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak setiap warga negara dalam
memperoleh layanan pendidikan guna meningkatkan kualitas hidup bangsa
Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945, yang mewajibkan
pemerintah bertanggung jawab dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan
menciptakan kesejahteraan umum mulai dari masyarakat yang mampu maupun
dari yang kurang mampu. Pemerintah tidak boleh membedakan agar tidak
menimbulkan kesenjangan sosial.

Pendidikan di Indonesia saat ini masih belum merata. Masih banyak orang-
orang yang belum mendapatkan pendidikan yang seharusnya mereka terima sejak
umur 6 tahun. Contohnya di kota-kota besar disana sarana dan prasarana
pendidikan disana sudah sangat maju. Sedangkan di desa-desa hanya
mengandalkan sarana dan prasarana seadanya. Tak hanya sarana dan prasarana
saja yang belum merata tetapi juga belum meratanya tenaga pengajar sehingga
sekolah-sekolah di desa masih banyak yang membutuhkan guru-guru dari daerah-
daerah lain. Dan terkadang perekonomian masyarakat di pedesaan terbilang
masih belum mencukupi untuk kebutuhan pendidikan. Banyak upaya yang bisa
dilakukan pemerintah untuk meningkatkan pemerataan Pendidikan di Indonesia,
seperti menyediakan sekolah gratis mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekola
Menengah Tengah (SMP), membangun sarana dan prasarana yang memadai
termasuk sarana olahraga untuk setiap sekolah baik yang di perkotaan maupun
pedesaan sesuai kebutuhannya, memberikan kepada siswa yang berprestasi
dan/atau dari keluarga yang tidak mampu, dan yang terakhir memberikan subsidi
untuk sekolah swasta yang diprioritaskan pada daerah-daerah yang kemampuan
ekonominya lemah. Berbagai banyak upaya yang dilakukan pemerintah, namun
sampai sekarang upaya tersebut belum bisa terlaksana dengan baik. Walau begitu
pemerintah Indonesia khususnya Menteri Pendidikan sedang berusaha dengan
keras untuk memeratakan Pendidikan di Indonesia. Kesuksesan suatu bangsa
tergantung pada pendidikan yang diterima oleh masyarakat.

Upaya pemerataan dan perluasan pendidikan merupakan suatu kebijakan


publik yang harus dilaksanakan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. Dalam mengimplementasikan suatu kebijakan publik, maka
harus dilaksanakan dengan perencanaan (Planning) yang matang. Proses
pemerataan dan perluasan kesempatan belajar merupakan salah satu sasaran
dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Hal ini dimaksudkan agar setiap
orang mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh hak yang sama di
dalam mengakses pendidikan. Dengan kata lain, tidak ada perbedaan antara si
miskin dan si kaya, demikian juga tidak terdapat perbedaan antara masyarakat
kota dan masyarakat desa. Oleh karena itu pendidikan haruslah digunakan untuk
mendidik segenap rakyat, bukan hanya untuk beberapa golongan saja, sehingga
ini merupakan tugas negara untuk mengatur proses pencerdasan bangsa. Konsep
kesetaraan atau pemerataan menurut Coleman (1968) berarti beberapa hal, yaitu
memberikan pendidikan gratis sampai tingkat tertentu yang merupakan titik masuk
utama bagi angkatan kerja, menyediakan kurikulum umum untuk semua anak,
terlepas dari latar belakangnya, menyediakan sekolah yang sama bagi anak-anak
dengan latar belakang bidang yang berbeda-beda dan memberikan kesetaraan
dalam kasih sayang, karena pajak daerah menyediakan sumber dukungan untuk
sekolah. Konsep tersebut menjadi dasar program pemerataan atau kesetaraan
dalam peningkatan kualitas pendidikan(Wibowo, 2018). Namun pada
kenyataannya, pemerintah belum memberikan pendidikan yang layak dan
berkualitas kepada setiap warganya. Menurut Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (2014.p.23), ada beberapa permasalahan yang dihadapi dalam mencapai
target pembangunan pendidikan, yaitu salah satunya adalah akses pendidikan
yang belum merata, masih rendahnya proporsi guru yang memiliki kualifikasi
akademik S1/D4 dan belum meratanya distribusi guru yang berdampak pada
rendahnya rasio guru dan murid. Dan belum optimalnya pelayanan pendidikan
sebagai akibat akses terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan. Belum
maksimalnya perluasan akses dan pemerataan pendidikan, dan masih rendahnya
kualitas dan kuantitas guru. Terkait dengan masalah pemenuhan tenaga pendidik,
pemerintah kita (melalui dinas pendidikan) sebenarnya secara khusus telah
berusaha melakukan pemenuhan melalui penempatan guru-guru Pegawai Negeri
Sipil (PNS) baru yang ditempatkan di daerah tertinggal atau terpencil. Akan tetapi,
fakta di lapangan menunjukkan hal yang mengejutkan, bahwasanya banyak guru
yang enggan untuk mengajar di daerah pedalaman dengan berbagai macam
alasan. Realitas ketertinggalan dalam dunia pendidikan kita memang sesuatu yang
tidak terbantahkan. Kenyataan ini seharusnya mendorong pihak-pihak terkait untuk
membuat sebuah rekonstruksi atau politik pendidikan yang mengarah pada
pencapaian kualitas pendidikan yang hakiki. Oleh karena itu, dunia pendidikan
harus terus direkonstruksi, tidak hanya pada masalah sistem kebijakan, tapi juga
model pendidikan yang lebih progresif, kreatif, dan profesional. Dengan dalih
tersebut pemerintah perlu mengadakan kegiatan sosialisasi melalui upaya literasi
pendidikan bagi masyarakat yang belum mengetahui arti pentingnya pendidikan,
pemerintah juga harus terus melaksanakan beragam kebijakan afirmasi seperti
perbaikan dan penyediaan sarana fisik ruang belajar dan gedung sekolah,
khususnya yang mengalami kerusakan berat ataupun yang berada di daerah
terdepan, terluar dan tertinggal. Pemerintah melengkapi sarana dan prasarana
pendidikan khususnya di daerah yang terpencil. Dengan itu, sekolah-sekolah yang
berada di daerah terpencil memiliki sumber belajar yang memadai, melakukan
lebih banyak kegiatan pendidikan di daerah terpencil sacara gratis. Melakukan
pengadaan kegiatan pendidikan secara gratis tanpa di pungut biaya apapun, serta
membuat program beasiswa bagi masyarakat yang kurang mampu.

Pendidikan yang merata dan berkualitas juga menghendaki supaya


pembentukan karakter harus menjadi prioritas dengan melakukan reformasi
pendidikan nasional baik dalam tataran konseptual maupun manajerial. Reformasi
bertujuan demi terwujudnya pembangunan pendidikan yang dapat mengantar
bangsa dan negara pada kejayaan di masa depan. Dalam tataran konseptual,
karakter yang kuat akan menjadi fondasi yang kokoh bagi peserta didik masa kini.
Karena pendidikan karakter adalah pendidikan yang diberikan untuk menyiapkan
keterampilan siswa guna menghadapi kenyataan-kenyataan di dalam kehidupan
nyata sehari-hari. Bagaimana membawa diri dalam pergaulan, bagaimana harus
berbicara santun, bagaimana harus bertoleransi kepada orang lain dan lain
sebagainya. Pendidikan karakter memiliki pengaruh besar terhadap peningkatan
motivasi siswa untuk meraih prestasi dan untuk mengembangkan kepribadian
yang berintegritas terhadap nilai dan aturan yang ada. Pendidikan karakter itu
mencakup ranah pengetahuan (cognitive), perasaan (affective), sikap (attitude),
dan tindakan (action). Harus mampu memberikan ’asupan’ bukan hanya bagi raga,
tetapi sekaligus juga bagi jiwa berupa moralitas untuk menentukan sikap baik-
buruk atau benar-salah. Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter
harus dilakukan dengan mengacu kepada grand design tersebut. Menyadari
bahwa Pendidikan sebagai sarana untuk menyiapkan generasi masa kini dan
masa depan, maka pendidikan dituntut untuk mampu menangkap dan
memproyeksikan kecenderungan-kecenderungan yang bakal terjadi pada masa
depan. Ini artinya kurikulum juga harus disesuaikan dengan kebutuhan tersebut,
tidak bisa dibiarkan berjalan di tempat apalagi mempertahankan hal-hal yang
sudah kurang relevan, harus ada inovasi dan terobosan baru agar setiap generasi
mampu menjawab tuntutan zaman. Karena hal yang paling mendasar dalam
penyelenggaraan pendidikan adalah kurikulum. Kurikulum sebagai “ruh” dari
pendidikan yang terus berubah, idealnya bersifat pleksibel dan dinamis agar dapat
mengikuti perkembangan dan tuntutan sekaligus tantangan zaman, seperti
diungkap Mulyasa (2003: 18), bahwa proses pendidikan yang dilakukan saat ini
bukan semata-mata untuk hari ini, melainkan untuk masa depan. Pendidikan harus
mampu memainkan peran kesadaran kritis dalam melihat tantangan sekaligus
peluang masa depan. Jika masyarakat atau suatu budaya berubah, maka tugas
pendidikan untuk memainkan konstruktifnya dalam perubahan tersebut. Artinya,
pendidikan perlu menyesuaikan tujuan dan programnya (dalam hal ini kurikulum)
dengan kondisi perubahan tersebut, bahkan memberikan prediksi terhadap situasi
budaya dan masyarakat masa depan. Melalui kebijakan inovasi bidang kurikulum
yang melahirkan Kurikulum 2013 bertujuan untuk membekali peserta didik dengan
berbagai kompetensi di masa depan, yakni pengembangan sikap (attitude),
pengetahuan (knowledge), dan keterampilan (skill). Secara umum tujuan
pendidikan adalah untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan.

Secara khusus pendidikan bertujuan untuk:

1. Meningkatkan pengabdian, mutu, keahlian dan keterampilan;

2. Menciptakan pola pikir yang sama;

3. Menciptakan dan mengembangkan metode specification yang lebih baik;

4. Membina masyarakat daerah setempat.

Anies, yang juga mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, mengatakan


pihaknya berupaya mewujudkan pemerataan pendidikan di Jakarta sejak 2019.
Dia mengatakan pemerataan akses pendidikan di DKI dimulai dari sistem
penerimaan calon peserta didik. "Selama tiga tahun terakhir mulai 2019, kita
mengubah bagaimana sistem rekrutmen SMP, SMA menganut prinsip kesetaraan.
Di mana tidak ada lagi rekrutmen yang dipengaruhi oleh status sosiologi ekonomi
orang tuanya. Ini barang kali tidak banyak dapat perhatian karena ini sifatnya
adalah mikro, lain dengan bangunan fisik," ujarnya.

Anies mencontohkan dulu siswa yang mengisi sekolah-sekolah favorit di


tengah Jakarta berasal dari kalangan keluarga berlatar belakang pendidikan tinggi.
Namun kini, katanya, sekolah favorit di tengah Jakarta diisi pelajar dari beragam
latar belakang keluarga. "Sesudah dilakukan demokratisasi, pemerataan, siswa
baru di sekolah itu proporsional, banyak yang orang tuanya pendidikan SD, SMP,
orang tuanya pendidikan SMA dan S1 dan S2. Jadi mendadak sekolah sekolah
favorit menjadi eskalator sosial ekonomi, itu dampak tidak bisa dilihat sekarang,"
ucapnya.
"Ini adalah bagian contoh ide untuk diberikan kesetaraan dan kesempatan ide atau
gagasan sosial diwujudkan dalam bentuk karya-karya atau kebijakan,"
sambungnya.
Dokumentasi
Daftar Pustaka

https://www.ampenannews.com/2021/12/pendidikan-yang-merata-dan-berkualitas-
untuk-semua.html

https://www.kabarpendidikan.id/2021/06/pemerataan-pendidikan-di-indonesia.html

https://kumparan.com › pendidikan...

Pendidikan Indonesia yang Semakin Terabaikan | kumparan.com

https://www.google.com/imgres?imgurl=https%3A%2F%2Fqph.cf2.quoracdn.net
%2Fmain-qimg-e552f9d8adab89b20dc67f35aa7f35a8-
lq&tbnid=8HJ7lyEm_g1VzM&vet=1&imgrefurl=https%3A%2F%2Fid.quora.com
%2FMengapa-fasilitas-sekolah-di-Indonesia-tidak-merata&docid=qssikf-
29ziB1M&w=512&h=283&itg=1&source=sh%2Fx%2Fim%2F2

http://kumparan.com

Anda mungkin juga menyukai