Anda di halaman 1dari 3

PENDIDIKAN MAHAL : PENDIDIKAN YANG BERKUALITAS

Muhammad Aufar Rizqi Kusuma

Landasan Bahwa Seluruh WNI Berhak Mendapatkan Pendidikan

1. Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Alinea ke-4


“Mencerdaskan kehidupan bangsa”
2. Pasal 31 UUD 1945 Ayat 1-2
• (1) “Setiap warga negara berhak mendapat Pendidikan”
• (2) “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya”
3. UU No. 39 tahun 2009 tentang Hak Asasi Manusia
• Pasal 12 :“Setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya,
untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas
hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, bertanggungjawab,
berakhlak’ mulia, bahagia dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia”
• Pasal 60 : “Setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran
dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat
kecerdasannya”
4. UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
• Pasal 5 Ayat 1 : “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu”

Argumentasi terhadap stigma pendidikan mahal berarti mendapat pendidikan berkualitas

1. Stigma ini membuat adanya persepsi “Kalo mau sekolah itu harus ngeluarin duit banyak”.
Pemikiran ini memang pemikiran lama namun, ini tetap menjadi salah satu tantangan
dalam mewujudkan Indonesia yang unggul dan maju. Persepsi ini memang tidak salah.
Berdasarkan survey HSBC tahun 2018 mengenai biaya pendidikan, rata-rata biaya yang
dihabiskan sejak sekolah dasar hingga sarjana (16 tahun) adalah sebesar Rp. 257.908.000
atau kaluau hitung menjadi per bulan maka biaya yang harus dikeluarkan adalah Rp.
1.343.270. Ditambah, biaya hidup di Indonesia rata-rata adalah Rp. 5.580.037 per bulan
jadi estimasi biaya yang harus dikeluarkan oleh seseorang untuk biaya kehidupan sehari-
hari serta biaya pendidikan adalah Rp. 6.923.307. Ironinya, pendapatan per kapita
seseorang setiap bulannya hanya Rp. 4.588.191 jadi ada ketimpangan antara pendapatan
dengan biaya yang harus dikeluarkan. Ditambah saat ini kita sedang ditengah kondisi
pandemic COVID-19 yang menyebabkan banyak nya orang yang menjadi tidak punya
penghasilan (Pengangguran) yang membuat lebih sulitnya untuk membayar baik biaya
hidup sehari-hari maupun biaya pendidikan. Ini membuat banyak orang tua memutuskan
agar anaknya tidak usah bersekolah agar meringankan beban keluarga. Dan memang
terbukti angka putus sekolah di tengah pandemic ini meningkat.
2. Jika pernyataan “Pendidikan mahal berarti pendidikan berkualitas” itu ada benarnya maka,
kita harus mempertanyakan kembali apakah UU No. 20 tahun 2003 yang di salah satu
pasalnya berbunyi “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu” itu sudah dijalankan dengan tepat? Bagaimana caranya orang
orang yang berada di bawah garis kemiskinan mendapatkan pendidikan yang berkualitas
kalau sekolah mematok harga yang tinggi? Bagaimana caranya memperbaiki kesejahteraan
masyarakat kita (Yang mana merupakan salah satu tujuan pendidikan) kalau mau masuk
ke sekolahnya saja harus keluarin biaya yang fantastis yang malah membuat beban bagi
keluarga yang finansial nya buruk dan akhirnya malah memperburuk keadaan keluarga
tersebut. Jadi, pendidikan mahal, pendidikan berkualitas itu malah menjadi reverse card
bagi pendidikan kita. Karena yang punya duit makin kaya karena mendapatkan pendidikan
yang berkualitas yang miskin malah makin menderita karena pendidikan yang didapatkan
itu tidak bermutu.
3. Mungkin ada juga yang berpikir “Kan sudah ada dana BOS pemerintah. Jadi gak papa lah
orang bayar lebih untuk ngincer ke sekolah yang lebih bagus. Orang biaya pendidikannya
buat yang miskin juga sudah ditanggung.” Masalahnya, tidak semua sekolah tersebut yang
di cover oleh dana BOS dari pemerintah itu memiliki mutu yang bagus dan juga, tidak
semua sekolah itu di cover oleh dana BOS pemerintah. Jadi, bagaimana nasib anak-anak
yang ekonominya sulit lalu tidak diterima di sekolah yang di cover oleh dana BOS?
Akhirnya, mereka pun terpaksa mendaftar ke sekolah swasta yang mana tidak di cover oleh
dana BOS sehingga, dia harus mengeluarkan dana yang fantastis untuk bersekolah di
sekolah swasta yang belum tentu juga kualitasnya bagus. Jadi, ini dampak dari kalau mau
sekolah bagus harus bayar mahal dulu. Seharusnya sekolah-sekolah yang bagus juga harus
membuka peluang agar bisa bersekolah di sekolah tersebut dan para pemangku kebijakan
juga harus fokus untuk membangun sekolah sekolah yang notabene nya belum memiliki
kualitas yang bagus sambal juga memperbaiki biaya pendidikan yang harus dikeluarkan
oleh para orang tua
4. Dengan adanya pikiran “Pendidikan mahal, pendidikan berkualitas” membuat dapat terjadi
adanya komersialisasi pendidikan oleh segelintir pihak. Dimana, sekolah sekolah yang
punya kualitas bagus membebankan biaya semahal-mahalnya kepada calon siswa dan
siswanya dan karena sekolah tersebut sekolah yang bagus, orang tua tidak dapat memilih
karena mereka menginginkan anak nya sekolah di sekolah terbaik agar mendapat
pendidikan yang terbaik dan akhirnya merogohkocek yang sebetulnya membebankan
keluarga tersebut.
5. Lalu, dampak buruk yang daapat ditimbulkan dari pemikiran “Pendidikan mahal,
pendidikan berkualitas” adalah orang-orang yang punya uang akan semena-mena. Mereka
akan membayar berapapun agar anaknya dapat masuk ke sekolah yang unggul. Bahkan,
kalaupun orang tua tersebut harus menyogok agar anaknya bisa tembus, mereka akan
melakukannya. Akhirnya, akan tumbuh budaya KKN yang kuat di sirkulasi pendidikan
kita dan dapat membuat terzholimi nya hak siswa yang sebetulnya sudah diterima di
sekolah tersebut tapi karena ada orang tua siswa yang menyogok, akhirnya anak yang orang
tua nya menyogok itu lah yang masuk. Tentu ini bukanlah dampak yang kita harapkan.
Maka, pemerintah sekali lagi harus menyetarakan mutu pendidikan kita agar tidak terjadi
praktik KKN di dunia pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai