Anda di halaman 1dari 9

KAPITALISME PENDIDIKAN

A.    Latar Belakang

Pendidikan adalah upaya guna untuk membentuk pribadi yang berilmu pengetahuan dan
berwawasan luas. Memang tidak dipungkiri pendidikan merupakan alat yang dapat
meningkatkan kualitas hidup dan jaminan untuk dapat hidup dan berinteraksi dalam percaturan
global. Oleh karena itu, banyak orang tua yang berusaha dengan semaksimal mungkin untuk
dapat menyekolahkan putra-putrinya ke sekolah-sekolah yang terbaik agar mendapatkan
pendidikan yang terbaik pula.

Tidak bisa dilupakan pula jika ternyata masih banyak masyarakat yang tingkat kesejahteraannya
masih dibawah standar kelayakan hidup. Jangankan untuk memikirkan biaya pendidikan sekolah,
untuk biaya hidup sehari-hari saja sudah kesusahan. Apalagi dengan biaya-biaya saat ini yang
semakin tidak terjangkau lagi. Akibatnya, banyak anak yang putus sekolah dan tidak dapat
meneruskan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dikarenakan kesulitan dalam membayar
biaya sekolah.

Padahal, menurut Undang-Undang dasar 1945, pasal 31 ayat 2 “Setiap warga negara wajib
mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.” Undang-undang tersebut juga
dipertegas oleh Undang-Undang nomor 20 tentang Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
(USPN) pasal 46 yang mengatakan bahwa “Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab
bersama pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.” Hal ini berarti bahwa sumber penda-
naan sekolah dan biaya pendidikan bukan hanya dibebankan kepada orang tua saja tetapi juga
menjadi tanggung jawab pemerintah juga. Pada undang-undang nomor 20/ 2003, pasal 34 ayat 2
tentang Sisdiknas pun menggariskan bahwa pemerintah menjamin terselenggaranya wajib belajar
minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Namun, sepertinya pendidikan di
Indonesia telah terjebak dalam suatu sistem kapitalisme pendidikan yaitu pendidikan dijadikan
sebagai bisnis bagi para pemegang modal. Mereka membangun dan memberikan jasa pendidikan
dengan kekuatan modal mereka untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya,
sehingga muncul sistem permonopolian dalam pendidikan saat ini yang mengakibatkan
pendidikan hanya dapat diakses oleh orang kaya sedangkan bagi orang yang kurang mampu
menjadi berat dan susah.

Berdasarkan pemaparan diatas, maka penulis mengangkat judul “Dampak Kapitalisme Terhadap
Sistem Pendidikan di Indonesia” dan akan dibahas juga solusi yang bisa digunakandalam
menghadapi dampak akibat kapitalisme dalam system pendidikan
B.  Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan kapitalisme pendidikan?


2. Apa saja yang menjadi dampak dari adanya kapitalisme pendidikan?
3. Apa solusi yang bisa ditawarkan guna menanggulangi kapitalisme dalam sist em
pendidikan?

C.  Tujuan

1. Untuk memaparkan apa maksud dari kapitalisme pendidikan


2. Untuk memaparkan apa saja dampak yang ditimbulkan dari kapitalisme pendidikan ini
3. Untuk memaparkan solusi yang bisa ditawarkan guna menanggulangi kapitalisme dalam
sisitem pendidikan.

 PEMBAHASAN

Pendidikan di negeri ini semakin hari semakin bertambah rumit permasalahannya. Permasalahan
yang satu belum selesai timbul lagi permasalahan yang lain. Seperti permasalahan dalam mutu
atau kualitas pendidikan, output atau keluaran yang tidak.

sesuai dengan yang diharapkan, bahkan hingga permasalahan pemerataan pendidikan sampai
sekarang pun belum dapat terselesaikan. Apalagi sekarang timbul permasalahan baru yaitu
kapitalisme pendidikan. Begitu sangat kompleks permasalahan pendidikan yang kita alami, dan
permasalahan pendidikan ini tidak akan pernah selesai karena seiring berkembangnya zaman
dalam era globalisasi dan perkembangan-perkembangan yang lain seperti IPTEK dan
kebudayaan, mengakibatkan permasalahan dalam dunia pendidikan juga semakin berkembang. 

Sekarang yang menjadi pokok bahasan utama dalam pendidikan saat ini adalah biaya pendidikan
yang semakin mahal dan sulit untuk dijangkau oleh semua kalangan dan dalam hal ini
pendidikan dikaitkan  sebagai barang dagangan oleh para pemegang modal atau swatanisasi atau
dalam hal ini bisa disebut dengan kapitalisme pendidikan.

A.  Pengertian Kapitalisme Pendidikan

Menurut kautsar kapitalisme adalah paham yang menyatakan bahwa tidak ada pembatasan dari
negara bagi warga negaranya guna memiliki property pribadi sehingga dimungkinkan terjadinya
akumulasi modal pada perorangan (bisa individu ataupun korporasi) sehingga diharapkan
kesejahteraan orang tersebut dapat meningkat. Untuk mewujudkan adanya kapitalisme maka
diperlukan adanya lliberalisme. Liberalisme adalah paham yang menyatakan bahwa negara tidak
boleh ikut campur tangan dalam berbagai sendi kehidupan warga negaranya, sehingga negara
hanya dibatasi kepada menjaga ketertiban umum dan penegakan hukum. Untuk urusan yang lain
diserahkan kepada masyarakat sendiri untuk mengaturnya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kapitalisme pendidikan terjadi apabila
prinsip kapitalisme digunakan di dalam  sektor pendidikan, negara tidak membatasi kepemilikan
perorangan di dalam sektor pendidikan, artinya satuan penyelenggara pendidikan dapat dikuasai
oleh perorangan (sektor swasta atau aktor non negara), dimana segala kebijakannya diatur oleh
sektor swasta tersebut. Pengelola sektor pendidikan (pihak swasta) ini, mulai bersaing antara satu
dengan lainnya.

Bagi pihak pengelola pendidikan yang memenangkan persaingan akan mendapatkan pengguna
jasa pendidikan lebih banyak. Modal dari pihak pengelola sektor pendidikan pun akan masuk dan
dapat diakumulasikan. Ketika  mengikat maka akan terjadi monopoli, sehingga penentuan harga
(biaya pendidikan) tanpa ada penawaran dan permintaan terlebih dahulu dengan para pengguna
jasa pendidikan. Pengelola pendidikan pun menawarkan harga (biaya pendidikan) tanpa
memikirkan kemampuan dari pihak pengguna jasa pendidikan. Jelas hal ini akan merugikan bagi
pihak pengguna jasa pendidikan, karena mereka tidak diberi kesempatan untuk menawar harga
(biaya pendidikan). Akhirnya, akan muncul kesenjangan-kesenjangan bahwa orang yang kaya
lah yang bisa mendapatkan pendidikan tersebut. Sedangkan bagi pihak pengguna jasa pendidikan
yang kurang mampu, akan kesulitan dalam mendapatkan pendidikan tersebut. Bagi pihak
pengelola pendidikan yang memenangkan persaingan akan mendapatkan pengguna jasa
pendidikan lebih banyak. Modal dari pihak pengelola sektor pendidikan pun akan masuk dan
dapat diakumulasikan. Ketika  mengikat maka akan terjadi monopoli, sehingga penentuan harga
(biaya pendidikan) tanpa ada penawaran dan permintaan terlebih dahulu dengan para pengguna
jasa pendidikan. Pengelola pendidikan pun menawarkan harga (biaya pendidikan) tanpa
memikirkan kemampuan dari pihak pengguna jasa pendidikan. Jelas hal ini akan merugikan bagi
pihak pengguna jasa pendidikan, karena mereka tidak diberi kesempatan untuk menawar harga
(biaya pendidikan). Akhirnya, akan muncul kesenjangan-kesenjangan bahwa orang yang kaya
lah yang bisa mendapatkan pendidikan tersebut. Sedangkan bagi pihak pengguna jasa pendidikan
yang kurang mampu, akan kesulitan dalam mendapatkan pendidikan tersebut.

B.  Dampak Kapitalisme Pendidikan

Ada beberapa dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya kapitalisme pendidikan ini.
Kebanyakan dampak yang ditimbulkan adalah dampak negatif. Menurut Mujiyanto (2010), ada
beberapa dampak dari kapitalisme pendidikan yaitu sebagai berikut:

1. Peran negara dalam pendidikan semakin menghilang.

Hilangnya peran negara dalam pendidikan, akan berdampak semakin banyaknya kemiskinan
yang ada di negeri ini. Hal ini terjadi dikarenakan banyak anak yang gagal dalam
mengembangkan potensi yang dimilikinya.
2. Masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial-ekonomi.

Hal ini terjadi karena pendidikan yang berkualitas hanya bisa dinikmati oleh sekelompok
masyarakat dengan pendapatan menengah ke atas. Untuk masyarakat dengan pendapatan
menengah ke bawah kurang bisa mengakses pendidikan tersebut. 

3. Indonesia juga akan tetap berada dalam kapitalisme global.

Indonesia akan tetap berada dalam sistem kapitalis global pada berbagai sektor kehidupan
terutama dalam sistem perekonomiannya. Hal ini sudah terbukti, bahwa kapitalisme tidak hanya
berlaku pada sistem perekonomian, namun dalam sistem pendidikan pun saat ini sudah
terpengaruh oleh kapitalisme

4. Dalam sistem kapitalis, negara hanya sebagi regulator/ fasilitator

Pada sistem kapitalis ini, peran negara hanya sebagai regulator/ fasilitator. Yang berperan aktif
dalam sistem pendidikan adalah pihak swasta, sehingga muncul otonomi-otonomi kampus atau
sekolah yang intinya semakin membuat negara tidak ikut campur tangan terhadap sekolah
pendidikan. Hal tersebut berakibat  bahwa sekolah harus kreatif dalam mencari dana bila ingin
tetap bertahan. Mulai dari membuka bisnis hingga menaikan biaya pendidikan, sehingga
pendidikan memang benar-benar dikomersilkan dan sulit dijangkau masyarakat yang kurang
mampu.

5. Pendidikan hanya bisa diakses golongan menengah ke atas.

Biaya pendidikan yang semakin mahal mengakibatkan pendidikan hanya diperuntukan bagi
masyarakat yang mampu sedangkan bagi warga yang kurang mampu merasa kesulitan dalam
memperoleh pendidikan.

6.Praktik KKN semakin merajalela.

Biaya pendidikan yang semakin mahal membuat para orangtua yang memiliki penghasilan tinggi
akan memasukan anaknya dengan memberikan sumbangan uang pendidikan dengan jumlah yang
sangat besar meskipun kecerdasan dari peserta didik tersebut sangatlah kurang. Sehingga
nantinya, uang akan dijadikan patokan lolos atau tidaknya calon siswa baru diterima di sebuah
lembaga pendidikan.

7. Kapitalisme pendidikan bertentangan dengan tradisi manusia.

Sistem kapitalis ini bertentangan dalam hal visi pendidikan yang seharusnya startegi untuk
eksistensi manusia juga untuk menciptakan keadilan sosial, wahana untuk memanusiakan
manusia serta wahana untuk pembebasan manusia, diganti oleh suatu visi yang meletakkan
pendidikan sebagai komoditi.

Tidak ada dampak positif yang ditimbulkan akibat adanya sistem kapitalisme pendidikan ini.
Semua dampak tersebut bermula karena adanya privatisasi yaitu penyerahan tanggungjawab
pendidikan ke pihak swasta. Yang menyebabkan lembaga pendidikan dikelola oleh pihak swasta
dan tentunya pemerintah sudah tidak ikut campur tangan dalam pengelolaan sistem pendidikan.
Disini peran pemerintah hanya sebagai regulator/ fasilitator dan kebijakan sepenuhnya
diserahkan ke pihak swasta.  Dari dampak-dampak yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan
bahwa dampak akibat penerapan kapitalisme dalam sistem pendidikan di Indonesia
menyebabkan pemerataan pendidikan kurang merata, karena masih banyak warga yang belum
bisa mengakses dan mendapatkan pendidikan. Hal tersebut dikarenakan semakin mahalnya biaya
pendidikan yang tidak dapat dijangkau oleh sebagian kalangan masyarakat. 

C.  Solusi untuk kapitalisme pendidikan

Dari dampak-dampak tersebut ada beberapa solusi yang bisa diterapkan, guna untuk mengurangi
terjadinya penerapan kapitalisme pendidikan. Menurut
http://www.abatasa.com/forum/isi/1/29/2059-problematika-sistem-pendidikan-indonesia-dan-
solusinya-bag-6-culinary.html, secara garis besar ada dua solusi yang bisa diberikan yaitu:

1. Solusi sistemik

       Yaitu solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem
pendidikan. Seperti diketahui bahwa sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi
yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem
ekonomi kapitalis yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara
dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.

       Maka untuk solusi-solusi masalah yang ada khususnya yang ada hubungannya dengan 
mahalnya biaya pendidikan, berarti yang harus dirubah adalah sistem ekonominya. Karena
kurang efektif jika kita menerapkan sistem pendidikan islam dalam keadaan sistem ekonomi
kapitalis saat ini. Maka sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan diganti dengan sistem
ekonomi islam yang menyebutkan bahwa pemerintahlah yang akan menanggung segala
pembiayaan negara. Seperti yang tercantum pada Undang-undang dasar 1945 pasal 31 ayat 2
yang berbunyi “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya”, begitu juga dengan Undang-undang nomor 20 tentang Undang-undang sistem
pendidikan nasional (USPN) pasal 46 yang menyatakan bahwa “pendanaan pendidikan menjadi
tanggungjawab bersama pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat”. Hal ini berarti bahwa
sumber pendanaan atau biaya pendidikan bukan hannya dibebankan kepada orangtua saja,
namun juga menjadi tanggungjawab pemerintah. Sehingga yang diharapkan dari sini adalah
bahwa pemerintah tidak hanya sekedar membuat peraturan ataupun perundang-undangan, namun
pemerintah juga harus bisa merealisasikan dan mewujudkan hal tersebut.

2. Solusi teknis

Yaitu solusi untuk menyelesaikan berbagai permasalahan internal dalam


penyelenggaraan sistem pendidikan. Bahwa secara tegas, pemerintah harus mempunyai
komitmen untuk mengalokasikan dana pendidikan nasional dalam jumlah yang memadai
yang diperoleh dari hasil-hasil eksploitasi sumber daya alam yang melimpah. Dengan
adanya ketersediaan dana tersebut, maka pemerintahakan dapat menyelesaikan
permasalahan pendidikan dengan

memberikan pendidikan gratis kepada seluruh masyarakat pada usia sekolah dan yang
belum sekolah baik untuk tingkat pendidikan dasar (SD-SMP) maupun pendidikan
menengah (SMA).

              

            Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa kapitalisme pendidikan  terjadi apabila
prinsip kapitalisme digunakan di dalam sektor pendidikan. Dalam sistem kapitalis ini negara
tidak membatasi kepemilikan perorangan dalam sektor pendidikan, yang artinya bahwa satuan
penyelenggara pendidikan dapat dikuasai oleh perorangan (sektor swasta atau aktor non negara),
dimana segala kebijakannya diatur oleh sektor swasta tersebut dan pemerintah hanya berperan
sebagai fasilitator tanpa ada ikut campur dalam pengelolaan pendidikan.

            Penerapan sistem kapitalis dalam dunia pendidikan ini banyak menimbulkan dampak
yang tidak baik bagi suatu negara. Salah satu dampak yang paling mendasar adalah biaya
pendidikan semakin mahal yang menyebabkan tidak semua masyarakat bisa mengakses
pendidikan, sehingga akan semakin sedikit kesempatan bagi warga yang kurang mampu dalam
memperoleh pendidikan. Akibatnya, pemerataan pendidikan tidak akan bisa berjalan, karena
masih banyak warga yang tidak mendapatkan kesempatan untuk menempuh jenjang pendidikan.
Padahal, pemerintah mencanangkan wajib belajar 9 tahun. Bagaimana wajib belajar 9 tahun bisa
terlaksana, jika biaya pendidikan tidak bisa dijangkau oleh sebagian masyarakat. Memang
pemerintah sudah memberikan subsidi atau bantuan bagi warga yang kurang mampu, namun
bagi warga yang anaknya bersekolah di sekolah swasta belum mendapatkan subsidi atau bantuan
biaya pendidikan sepenuhnya. Karena subsidi atau bantuan yang diberikan pemerintah hanya
berlaku bagi sekolah yang berstatus negeri.

            Guna untuk menanggulangi dampak-dampak yang terjadi akibat kapitalisme ini ada dua
solusi yang bisa digunakan yaitu solusi sistemik dan solusi teknis. Jika, kedua solusi tersebut bisa
dijalankan, maka pendidikan di Indonesia pun juga akan semakin baik. Tidak hanya itu,
diharapkan juga ada kerjasama dari berbagai kalangan masyarakat terutama pihak swasta yang
menggunakan sistem kapitalis ini. jika negara ini semakin maju dan lebih baik terutama dalam
hal pendidikannya, maka seharusnya mereka menerapkan undang-undang dasar 1945 yang mana
isinya sudah sesuai dengan keadaan dan kondisi dari negara ini. seiring dengan adanya
perkembangan zaman ini, dibutuhkan generasi-generasi bangsa yang mampu bersaing dikancah
internasional. Jika bangsa ini masih banyak yang kesulitan dalam memperoleh pendidikan,
bagaimana bisa negara ini bisa bersaing dengan negara maju yang lain.
DAFTAR RUJUKAN

 Kautsar, (online) (http://groups.yahoo.com/group/IKMUI_0506/messege/2706,  22 april 2011)

Mujiyanto, (online) (http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=334933&kat_id=482,


diakses 3 mei 2011)

(online) (http://www.abatasa.com/forum/isi/1/29/2059-problematika-sistem-pendidikan-
indonesia-dan-solusinya-bag-6-culinary.html, diakses 3 mei 2011)
BAB II

PEMBAHASAN

Pendidikan yang dikemukakan merupakan hak asasi yang dimiliki oleh setiap warga Negara, kini
justru memberikan kenyataan yang sebaliknya. Pendidikan menjadi barang mahal yang hanya
terbeli oleh kalangan berkantong tebal. Tujuan yang diharapkan dari adanya pendidikan adalah
untuk merubah sikap dan perilaku seseorang menjadi lebih baik dan menuju ke tingkat
pendewasaan dalam arti yang positif melalui transfer pengetahuan. Namun pendidikan pada
umumnya identik dengan sekolah, sehingga banyak orang melihat bahwa orang yang tidak
sekolah adalah orang yang tidak berpendidikan. Seseorang dianggap mengenyam pendidikan
pendiidkan jika ia pernah atau telah menempuh sekolah. Orang yang terdidik dianggap sebagai
seseorang yang telah menyandang gelar tertentu dari proses belajar mengajar di sekolah ataupun
lembaga formal.

Pendefinisian pendidikan pun telah melenceng dari arti yang sebenarnya. Hal ini memicu
timbulnya komersialisme pendidikan. Komersialisme pendidikan yaitu suatu fenomena dimana
terdapat pihak – pihak tertentu yang bermaksud atau sudah menguasai dan menjadikan sarana
pendidikan (sekolah dan sarana prasarananya) untuk dijadikan peluang usaha atau lahan bisnis
yang dapat menghasilkan keuntungan.

Pendidikan yang seharusnya bisa dinimati oleh semua kalangan dari kelas manapun, kini
semenjak munculnya komersialisme pendidikan, menyebabkan semakin sempitnya ruang bagi
kaum – kaum tertentu untuk dapat menikmati pendidikan. Muncul diskriminasi bagi rakyat kecil
yang tidak dapat membayar harga cukup mahal untuk mereka mengenyam pendidikan. Banyak
sekali dampak yang ditimbulkan dari adanya komersialisme bidang pendidikan di Indonesia.

Semakin banyak kaum yang berkuasa, semakin tinggi persaingannya. Pihak yang ikut campur
dalam usahanya untuk menjadikan sekolah sebagai lahan bisnis kini semakin banyak. Apalagi
sejak munculnya RSBI, banyak sekolah yang ingin mendapatkan gelar sebagai RSBI. Gelar
RSBI juga disalah artikan, banyak pihak – pihak baik dari dalam maupun dari luar sekolah yang
memanfaatkan gelar tersebut dengan mematok harga tinggi bagi siswa – siswa nya untuk mereka
dapat melanjutkan pendidikan. Biaya dalam hitunngan jutaan, menjadi monster yang
menakutkan bagi rakyat miskin yang ingin menempuh pendidikan lebih tinggi namun tidak
memiliki cukup biaya untuk mendapatkan pendidikan di sekolah yang seharusnya layak dan
pantas mereka terima.

Diskriminasi muncul di kalangan atas terhadap kalangan bawah. Terdapat jurang pemisah antara
si kaya dan si miskin dalam hal mengenyam pendidikan dan hanya dapat dijembatani hanya jika
si miskin memiliki cukup banyak uang untuk menempuh pendidikan.

Sungguh miris sekali melihat kenyataan yang ada di Indonesia!


Mahalnya biaya pendidikan menyebabkan banyak orang tua putus asa, karena kebutuhan yang
harus dipenuhi bukan saja hanya pendidikan, namun masih ada kebutuhan pokok seperti
sandang, pangan dan papan yang harus dipenuhi dengan biaya yang juga tidak sedikit.

Banyak orang tua gelisah dan cemas memikirkan masa depan anak – anaknya jika mereka tidak
bisa mendapat sekolah yang layak sebagai tempat untuk mereka mendapat bekal masa depan
untuk kehidupan yang lebih baik. Banyak yang memutuskan untuk putus sekolah, entah menjadi
pengangguran ataupun memutuskan untuk bekerja di usia yang masih sangat muda.

Ironis sekali rasanya.

Potret komersialisme di Indonesia seakan – akan memaksa banyak anak untuk putus sekolah saja
jika tidak memiliki cukup biaya untuk melanjutkannya.

Anda mungkin juga menyukai