Abstrak
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat sosial, tidak salah
jika ada yang menyatakan bahwa terpuruknya Ekonomi dan Politik suatu bangsa disebabkan
telah diabaikannya pendidikan. Karena pada hakikatnya proses kehidupan adalah proses
pendidikan, dan begitu juga sebaliknya proses pendidikan merupakan proses kehidupan.
Sehingga dapat disimpulkan pendidikan adalah bidang kehidupan manusia yang paling vitaldan
fundamentalbagi proses menuju bangsa yang cerdas sehingga berujung pada kesejahteraan dan
kemakmuran suatu bangsa. Namun pendidikan seringkali masih dirasakan oleh masyarakat
sebagai beban berat. Banyak masyarakat yang tidak dapat sepenuhnya memperoleh pendidikan
karena ketiadaan biaya. Pendidikan menjadi barang mewah yang teramat mahal sehingga tidak
dapat dijangkau dengan kemampuan uang yang dimiliki. Ini disebabkan budaya kapitalis telah
merambah dunia pendidikan, dunia pendidikan tidak luput dari kekejaman kapitalisme yang
cenderung hanya bicara uang dan keuntungan materil. Tulisan ini berusaha mengkaji secara
kritis tentang fenomena kapitalisme yang telah berkembang dalam dunia pendidikan Indonesia,
khususnya sekolah, sehingga menyebabkan perbedaan kualitas pendidikan yang didapatkan oleh
masyarakat. Penelitian ini menemukan bahwa ada beberapa hal yang harus dilakukan agar
dapat mengembalikan pendidikan kepada hakikatnya, yaitu dengan mengembalikan pendidikan
ke jatidiri idea sebagai proses mencerdaskan kehidupan bangsa, yaitu pendidikan yang
berkualitas sekaligus berkeadilan bagi seluruh anak bangsa. Pendidikan yang berlaku untuk
semua tanpa kecuali (education for all), hilangkan hambatan bagi akses pendidikan untuk
semua. Temukan alternatif model pendidikan yang bervisi dan berwajah humanis, biaya yang
rendah namun bukan berarti pendidikan yang kurang bermutu. Sekolah sebagai pusat
pendidikan harus lepas dari budaya kapitalisme yang hanya berorientasi kepada keuntungan
materil, sehingga dapat tercapai enam pilar pendidikan, yaitu : Learning To Know, Learning to
do, Learning to live together, Learning to be, Learn how to learn, learn throughtout life.
PENDAHULUAN
Pendidikan secara umum dapat dipahami sebagai proses pendewasaan sosial manusia
menuju pada tataran ideal. Makna yang terkandung di dalamnya menyangkut tujuan memelihara
dan mengembangkan fitrah serta potensi atau sumber daya insani menuju terbentuknya manusia
seutuhnya (Insan kamil).
Praktik pendidikan kita belakangan ini, disadari atau tidak, telah terjebak dalam dunia
kapitalisme. Penyelenggaraan pendidikan adalah bagaimana sekolah dapat menjual kharisma dan
kebanggaan sebesar-besarnya sehingga banyak calon siswa membelinya. Penilaian atas kharisma
dan kebanggaan sebuah sekolah sifatnya kapital sehingga pendidikan berbiaya mahal dapat
dibenarkan.
Salah satu budaya yang lahir dari masyarakat barat adalah pada akhir abad pertengahan
yang masih sangat berpengaruh pada masyarakat modern dewasa ini adalah paham kapitalis, atau
yang lebih akrab disebut kapitalisme. Kapitalisme sebagai sebuah budaya sekaligus sebagai
ideology masyarakat barat, mulai sejak lahirnya sampai saat sekarang ini telah member pangaruh
yang cukup besar terhadap segala segi kehidupan masyarakat, termasuk dalam hal ini segi
pendidikan.
Kapitalisme dan materialisme adalah anak kandung dari moderinisasi, sehingga ketika
modernisasi menjamah seluruh lapisan masyarakat. Maka mau tidak mau, kapitalisme dan
materialisme juga ikut mempengaruhi pola pikir masyarakat. Akibat perubahan pola pikir ini
terjadi perubahan yang sangat radikal atas cara pandang masyarakat terhadap pendidikan saat ini.
Cita-cita luhur pendidikan yang begitu luhur saat ini telah terabaikan oleh masyarakat. Keinginan
untuk melahirkan pribadi-pribadi yang memiliki kecerdasan emosional/spritual, kecerdasan
intelektual serta memiliki keterampilan tereduksi sedemikian rendanya. Pendidikan pada
akhirnya dilihat oleh masyarakat dari cara pandang materialisme dan kapitalisme.
PEMBAHASAN
1. Pengertian Kapitalisme Pendidikan
Secara etimologi kapitalisme berasal dari kata kapital. Kapital berasal dari bahasa
Latin yaitu capitalis yang sebenarnya diambil dari kata kaput (bahasa Proto-Indo-Eropa)
berarti “kepala”. Arti ini menjadi jelas jika kita gunakan dalam istilah “pendapatan per
kapita” yang berarti pendapatan per kepala. Juga masih memiliki arti yang sama, ketika
dipakai dalam kalimat capital city (kota utama).
Lantas apa hubungannya dengan “capital” yang sering kita terjemahkan sebagai
“modal”? Konon, kekayaan penduduk Romawi kuno diukur dengan seberapa
banyak caput (kepala) hewan ternak yang ia miliki. Semakin banyak kaput-nya, maka ia
dianggap semakin sejahtera. Tidak mengherankan jika kemudian mereka mengumpulkan
sebanyak-banyaknya kaput untuk mengembangkan usaha dan mengejar kesejahteraan.
Maka menjadi jelas, mengapa kita menterjemahkan capital sebagai “modal”. Lantas, kita
tahu bahwa ism mengacu kepada “paham”, “ideologi” yang maknanya sudah diterangkan
di atas.
Secara terminologi, Kapitalisme berarti suatu paham yang meyakini bahwa
pemilik modal bisa melakukan usahanya dengan bebas untuk meraih keuntungan sebesar-
besarnya. Sementara itu pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna
keuntungan bersama, tapi intervensi pemerintah dilakukan secara besar-besaran untuk
kepentingan-kepentingan pribadi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kapitalisme pendidikan
terjadi apabila prinsip kapitalisme digunakan di dalam sektor pendidikan, negara tidak
membatasi kepemilikan perorangan di dalam sektor pendidikan, artinya satuan
penyelenggara pendidikan dapat dikuasai oleh perorangan (sektor swasta atau aktor non
negara), dimana segala kebijakannya diatur oleh sektor swasta tersebut. Pengelola sektor
pendidikan (pihak swasta) ini, mulai bersaing antara satu dengan lainnya. Bagi pihak
pengelola pendidikan yang memenangkan persaingan akan mendapatkan pengguna jasa
pendidikan lebih banyak. Modal dari pihak pengelola sektor pendidikan pun akan masuk
dan dapat diakumulasikan. Ketika mengikat maka akan terjadi monopoli, sehingga
penentuan harga (biaya pendidikan) tanpa ada penawaran dan permintaan terlebih dahulu
dengan para pengguna jasa pendidikan. Pengelola pendidikan pun menawarkan harga
(biaya pendidikan) tanpa memikirkan kemampuan dari pihak pengguna jasa pendidikan.
Jelas hal ini akan merugikan bagi pihak pengguna jasa pendidikan, karena mereka tidak
diberi kesempatan untuk menawar harga (biaya pendidikan). Akhirnya, akan muncul
kesenjangan-kesenjangan bahwa orang yang kaya lah yang bisa mendapatkan pendidikan
tersebut. Sedangkan bagi pihak pengguna jasa pendidikan yang kurang mampu, akan
kesulitan dalam mendapatkan pendidikan tersebut.
2. Dampak Kapitalisme Pendidikan
Kapitalisme pendidikan telah melahirkan mental yang jauh dari cita-cita
pendidikan sebagai praktik pembebasan dan agenda pembudayaan. Dengan menjadi
pelayan kapitalisme, sekolah saat ini tidak mengembangkan semangat belajar yang
sebenarnya. Sekolah tidak menanamkan kecintaan pada ilmu, atau mengajarkan keadilan,
antikorupsi, atau anti penindasan. Sekolah lebih menekankan pengajaran menurut
kurikulum yang telah dipaket demi memperoleh sertifikat selembar bukti untuk
mendapatkan legitimasi bagi individu untuk memainkan perannya dalam pasar kerja yang
tersedia. (Illich, 2000).
Dunia pendidikan telah terlihat wajah buramnya. Pendidikan telah tercerabut dari
makna filosofisnya. Guru kemudian menjadi sosok yang berwajah letih. Dan si murid
menjadi makhluk yang antusias melakukan kekerasan. Mereka menjadi mangsa dunia
industri dengan melahap semua produk yang disodorkan oleh iklan. Kompetisi dan
globalisasi telah menciutkan dunia dari jangkaun manusia. Semua manusia modern saling
berkopentisi melakukan akumulasi modal. Maka tak heran sekolah ibarat perusahaan
katering yang menyediakan layanan menu enak dan siap antar untuk memenuhi
kebutuhan perut. Semua sekolah berlomba untuk memberikan fasilitas yang lengkap,
karena sekolah harus beradabtasi dengan iklim global.
Ada beberapa dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya kapitalisme pendidikan
ini. Kebanyakan dampak yang ditimbulkan adalah dampak negatif. Di bawah ini
beberapa dampak dari kapitalisme pendidikan yaitu sebagai berikut:
DAFTAR PUSTAKA
Illich, Ivan, Bebaskan Masyarakat dari Belenggu Sekolah, penerjemah: A. Sonny Keraf,
Yayasan Obor Indonesia : Jakarta, 2000.
http://aanisahfathinah.wordpress.com/2011/12/22/dampak-kapitalisme-terhadap-sistem-
pendidikan-di-indonesia/, di akses tanggal 01 Mei 2012
Paulo Freire, Pendidikan Kaum Tertindas, Jakarta: LP3S, 1972.
http://apehonk.wordpress.com/2011/01/17/kapitalisme-pendidikan/,diakses tanggal 28 April
2012.
Paulo Freire, education for critical consciousnees, New York: Continum, 1981.
http://www.abatasa.com/forum/isi/1/29/2059-problematika-sistem-pendidikan-indonesia-dan-
solusinya-bag-6-culinary.html, di akses tanggal 28 april 2012