Anda di halaman 1dari 34

TUGAS PENDIDIKAN POLITIK

KAPITALISME POLITIK DALAM PENDIDIKAN

DOSEN PENGAMPU : Dr. Nasiwan, M.Si

Oleh:

Farhan Ferian

15416241052

Jurusan Pendidikan Ilmu Pendgetahuan Sosial

Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Yogyakarta

2017
Daftar Isi
Bab 1 Pendahuluan ............................................................................................................. 3
A. Latar belakang ......................................................................................................... 3
B. Rumusan masalah ................................................................................................... 5
C. Tujuan masalah ....................................................................................................... 5
BAB II Pembahasan ............................................................................................................ 6
A. Sejarah kapitalisme ............................................................................................. 6
B. Hegemoni kultural, ideologi, dan politik .......................................................... 10
C. Hegemoni pengetahuan ..................................................................................... 12
D. Tatanan ekonomi politik internasional .............................................................. 14
E. Masuknya kapitalisme ke indonseia ................................................................. 15
F. Kapitalisme Pendidikan .................................................................................... 16
G. Pendidikan dalam anatomi ekonomi politik...................................................... 20
H. Kesalahan Paradigma dan Pendekatan .............................................................. 21
I. Sekolah kapitalisme dan Budaya positivisme ................................................... 26
J. Pendidikan kritis ............................................................................................... 28
DAFTAR ISI..................................................................................................................... 34

2
Bab 1 Pendahuluan
A. Latar belakang

Kapitalisme pada jaman sekarang seperti menjadi syarat wajib jika suatu negara
ingin bertarung di pentas peperangan ekonomi dunia, jika menggunakan istilah
sempit kapitalisme adalah kekuasaan dipegang oleh kapital atau pemilik
uang/kekuasaan bisa jadi investor atau elite pemerintahan karena sebagai pemilik
kekuasaan tertinggi. Hampir seluruh dunia menggunakan politik ini walaupun atas
nama sosialis atau komunisme bahkan demokrasi sekali pun masih menginginkan
kepentingan pribadi atau kelompok mayoritas maupun minoritas.

Memandang segala hal hanya dari segi ekonomi, memiliki kepentingan pribadi
diatas kepentingan bersama adalah hal yang sama dari kapitalisme. Sering terjadi
di indoneia bahwa sebuah kebijakan akan memihak pada suatu kepentingan bagi
sebuah kelompok atau elit, padahal Indonesia adalah negara demokrasi dan
pancasila. Karena kapitalisme yang sekarang bukan lah sekedar politik semata
namun hegemoni dan gaya hidup.

Pandangan orang yang berpikiran bahwa segala yang ada di luar negeri apa bila
diterapkan di Indonesia akan berjalan sama atau selaras dengan masyarakat. Yang
terjadi sebaliknya bahwa pemahaman pemahaman dari luar justru menggiring
pemikiran masyarakat untuk tidak nasionalis dan berpikir eropasentrik.

Terlebih lagi pendidikan diperlakukan sebagai komoditi diperkuat sejak


dokembangkannya di tandatanganinya kesepakatan GATT, di mana dunia secara
global telah memihak pada ke kepentingan pasar. Hal itu dilakukan demi
membuka peluang bagi Trans National Coreporation (TNC) untuk ekspansi. Salah
satu usaha strategis nya adalah mempengaruhi kebijakan negara negara
berkembang untuk me”licin”kan jalan bagi TNC untuk beroperasi. Mekanisme
dan proses globalisasi yang diperjuangkan oleh aktor utama, Globalisasi yakni
TNC, IMF, melalui kesepakatan yang dibuat oleh WTO,sesungguhnya

3
dilandaskan pada suatu ideologi yang berangkat dari kepercayaan bahwa
pertumbuhan ekonomi hanya dapat dicapai sebagai hasil normal dari “kompetisi
bebas”.

Harga menjadi tanda apa yang harus diproduksi itulah alasan mengapa neoliberal
ekonomi ridak ingin pemerintah ikut campur, serahkan saja ppada mekanisme dan
hukum pasar untuk bekerja. Keputusan individual atas interest probadi
diharapkan mendapat bimbingan dari invisible hand sehingga masyarakat akan
mendapatkan berkah dari ribuan keputusan individual tersebut.

Paham inilah yang sejak lama berusaha untuk membatasi peran pemerintah dan
lebih memberi kesempatan pada perusahaan swasta untuk menjadi aktor dalam
bidang ekonomi di bawah situasi persaingan bebas yang diciptakan oleh gagasan
pasar bebas. Biarkan pasar menentukan harga. Akibat dari pendirian pasar bebas
tersebut ada sehumlah akibat yang nantinya akan berpengaruh terhadao visi
pendididkan dan akan memaksa komodifikasi pendidikan terjadi.

Hal yang berkaitan tentang kapitalis ini tidak hanya terjadi dalam sisi
pemerintahan di Indonesia tetapi juga dalam pendidikan indonesia yang dalam
UU sidiknas saja di tuliskan 18 karakter yang seharusnya dibentuk namun yang
terjadi di realitanya tetap tidak ada perubahan, karakter yang harusnya dibangun
di masa-masa sekolah justru tidak terinternalisasi di setiap pemahaman tanpeserta
didik

Dalam hal lain pendidikan di Indonesia banyak yang masih berpikiran bahwa
sekolah hanya untuk mencari pekerjaan, dengan kata-kata “sekolah adalah
invesstasi pendidikan” secara tidak langsung peran kapitalis masuk dalam sekolah
atau pendidikan orientasi masyarakat yang seharusnya pendidikan itu untuk
membuat lebih cerdas agar dapat menghadapi masalah atau sebagainya justru
menjadi sekolah hanyalah untuk mencetak pekerja.

4
Bahwa pendidikan, setelah dikaji secara politik ekonomi, ternyata telah menjadi
alat dari kepentingan yang mengingkari hakekat pendidikan, yakni sebagai
strategi budaya kemanusiaan untuk memanusiakan manusia. Apa yang menjadi
visi dari misi kemanusiaan dari pendidikan, yakni oendidikan sebagai suatu
strategi kebudayaann manusia. Semua sistem dan struktur ekonomi kapitalistik
telah membuat praktek pendidikan justru melanggengkan kelas sosial dan ketidak
adilan sosial.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana pengaruh politik kapitalisme terhadap pendidikan
C. Tujuan masalah
1. Mengetahui pengaruh politik kapitalisme terhadap pendidikan.

5
BAB II Pembahasan
A. Sejarah kapitalisme
Kapitalisme yang dibuat oleh Lorens Bagus, berasal dari bahasa inggris,
capitalisme atau kata latin caput yang berarti kepala. Kapitalisme itu
sendiri adalah sistem perekonomian yang menekankan peranan kapital
atau modal poin poin penting yang dapat diambil dalam mengartikan
kapitalisme adalah:
1. Kapitalisme adalah ungkapan kapitalis klasik yang dikaitkan dengan
apa yang dimaksud oleh Adam smith sebagai permainnan pasar yang
memiliki aturan sendiri. Ia yakin bahwa dengan kompetisi, pekerjaan
daru tangan yang tidak kelihatan akan menaikkan harga pada tingkat
alamiah dan mendorong tenaga kerja atau modal mengalami
pergeseran dari perusahaan yang kurang menguntungkan. Berarti
kapitalisme merupakan usaha-usaha kompetitif manusia yang akan
dengan sendirinya berubah menjadi kepentingan bersama atau
kesejahteraan sosial.
2. Kapitalisme merupakan ungkapan prancis lais-sez-faire,laissez-passer,
yang berarti semaunya, yang dilekatkan sebagai ungkapan penyifat.
Ungkapan lasissez-faire menekankan sebuah pandangan bahwa dalam
sistem ini kepentingan ekonomi dibiarkan berjalan sendiri agar
perkembangan berlangsung tanpa pengendalian negara dan dengan
regulasi seminim mungkin.
3. Bahwa ada keterkaitan antara bangkitny kapitalisme dengan
protestanisme. Kapitalisme merupakan bentuk sekuler dari penekanan
protestanisme pada individualisme dan keharusan mengusahakan
keselamatan pribadi.

Perluasan demi perluasan dengan argumentasi produktivitas yang dilakukan


selanjutnya menghadirkan fenomena dramatis dengan munculnya kolonialisasi
atau imperialisme ke daerah-daerah lain yang tak memiliki keseimbangan

6
produksi. Lebih lanjut pada informasi yang sama, Dudley melalui Nur Sayid S.S.
bahwa perkembanga kapitalisme pada tahapan ini didukung oleh tiga faktor yaitu:
(1) dukungan agama dengan menanamkan sikap dan karakter kerja keras dan
anjuran untuk hidup hemat, (2) hadirnya logam mulia terhadap distribusi
pendapatan atas upah, laba dan sewa serta (3) keikutsertaan negara dalam
membantu membentuk modal untuk berusaha.

Budiman melalui Nur Sayid S.S, menyebutkan bahwa kapitalisme seolah menjadi
pesolek tanpa tanding dalam merebut pehatian para teoritasi sosial dunia. Salah
satu hal yang membuat kapitalisme bertahan adalah kelunturan produk yang
ditawarkan . produk-produk yang disediakan bersifat adaptif dengan zamannya.
Cita-cita yang disodorkan tidak pernah dibiarkan begitu saja dan menjadi
sebentuk keksombonga ideologis yang menejneuhkan, melainkan disesuaikan
dengan berbagai desakan pluralisasi wacana kehidupan. Kapitalisme berhasil tetap
bertahan karena ia mampu menghadirkan demokrasi ekonomi dan politik sebagai
bentuk keinginan umat manusia yang paling mutakhir, tetapi sebatas citra,
demokrarsi yang semu.produk kapitalisme yang menggairahkantersebut
dipandang sebagai trap, bahwa saat ini kapitalisme sedang menyiapkan perangkat
kebudayaan yang mengantarka umat manusia pada kondisi komoditi yang final
dan melelahkan.

Dalam kapitalisme ditingkat yang lebih tinggi adalah pemfungsian institusi negara
sebagai jaminan kontrol dari doktrin mekanisme pasar. Bahkan, para kapitalis
dengan sengaja berani membiayai dan merekayasa negara. Tujuannya dalah untuk
mengatasi kemungkinan terjadinya disintegrasi sistem sosial dalam struktur
masyarakat yang diakibatkan oleh kontradiksi-kontradiksi dalam tubuh
kapitalisme itu sendiri. Asumsi ini diperkuat oleh fakta pertumbuhan industri-
industri kapitalisme hingga menciptakan korporasi-korporasi modern ternyata
memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kekuasaan politik.

Keterkitan negara-kapitalis yang ditunjukan dengan bergesernya mekanisme


kapitalisme bisa dipahami dari negara amerika. Yang terjadi di Amerika dewasa

7
ini bukanlah paham kapitalisme yang asli yang menganut paham laissez-faire,
laissez-passer, melainkan suatu sistem ekonomi yang tetao menggunakan prinsip
dasar kapitalisme yang membatasi penguasaan sumber daya dan konsumsi
berlebihan, baik secara infividual maupun pada tingkat yang berlebihan, baik
secara individual maupun pada tingkat perusahaan. Nilai-nilai yang berlaku pada
sistem kapitalisme amerika selalu mempertimbangkan beberapa aspek yaitu;

1. Asas kebebasan
Dengan maksud bebas bekonsumsi dan berinvestasi serta oembatasan
investasi pemerintah sekaligus mengikhtiarkan model politik yang
demokratis.
2. Asas keseimbangan
Dengan maksud adanya difusi antara kekuatan politik dan ekonomi
adanya bergaining power yang sama untuk produsen dan konsumen
serta adanya kesempatan yang sama sekaligus upaya untuk
mencipyakan pemerataan.
3. Asas keadilan
Dengan pengertian sebuah upaya untuk menghindari praktik yang
tidak adil seperti adanya upah buruh yang ridak memenuhi standar,
hubungan tuan dan majikan yang eksploitatif dan sebagainya. Oleh
karena itu, setiap praktik ekonomi harus dilandasi dengan sikap yang
penuh dengan kejujuran dan keterbukaan.
4. Asas kesejahteraan
Adanya pertimbangn efisiensi alokasi dan produksi. Parameter
kesejahteraan bisa diketahui melalui pengawasan pemerintah terhadao
stabilitas harga serta upaya untuk menciptakan kondisi
ketenagakerjaan bisa diketahui melalui pengawasan pemerintah
terhadap stabilitas harga sera upaya untuk menciptakan kondisi
ketenafa kerhaan yang bersifat full employment. Kesehran dan
keselamatan lingkkkkungan hidup juga dapat perhatian yang besar.
5. Asas pertimbihan berkesinambungan

8
Pertumbuhan pendapatan riil dan kemajuan teknologi. Ada beberapa
pemerintah Amerika yang menjadi prioritas dalam menjamin
kebesaran kapitalisme. Di antaranya adalah kebijaksanaan yang
menjamin terciptanya kompetisi seperti terciptanya UU anti trust.
Tujannya untuk mencegah persaingn yang tidak sehat di antara pihaj
yang bersaing. Peraturan ini secara teknis bertujuan untuk menjamin
kebebasan dan keamanan dalam beinvestasi, kemudian kebijaksaaan
yang mengatur kemana arah kompetisi digerakkan.

Menurut Paul M Sweezy melalui nur sayyid S K dalam kapitalisme negara dan
masyarakat, kapitalisme sebagai suatu sistem dunia bermula pada akhir abad ke
15 dan awal abad ke 16 ketika orang-orang eropa yang menguasai pengetahuan
pelayaran jarak jauh, menghambur keluar dan mengarungi dunia untuk merampas
dan berniaga. Sejak itu kapitalisme terdiri dari dua bagian yang berberda tajam: di
satu pihak ada sejumkah kecil egara-negara dominanyamg memeras, dan di pihak
lain, dengan jauh lebih besar negara-negara yang dikuasai dan di peras. Keduanya
terjalin secara tak terpisahkan dan tidak ada kejadian dalam kedia negara itu yang
dapat dimengerti jika dilihat dari sistem itu yang menjadii sebuah keharusan.
Penting untuk menekankan bahwa hal itu benar, baik untuk kapitalisme modern,
dalam arti sistem kapitalisme merkantilis dari masa sebelum revolusi industri.

Scholte menyatakan bahwa globalisasi berlangsung sejak 1960-an, hal ini telah
membantu memperjangkauan dalam tiga komodifikasi dalam tiga wilayah.
Pertama, konsumerisme yang terhubungkan dengan produk=produk global yang
diperluas oleh kapitalisme industri. Kedua, pertumbuhan lembaga-lembaga yang
beroprasi dalam lingkup global seperti global banking dan global
secutritiessehingga memperluas jamgkauan modal uang. Ketiga, globalisasi telah
mendorong perluasan komodifikasi dalam wilayanh baru melibatkan informasi
dan komunikasi sebagai akibatnya, item-item software komputer dan telepon
paggil telah menjadi objek akumulasi.

9
Soedjatmoko melalui Nur Sayyid mengatakan bahwa perkembangan konstelasi
politik-ekonomi internasional adalah efek globalisasi yang telah masuk ke segala
sendi kehiduupan manusia di dunia internasional. Dampak dari perkembangan
ilmu pengetahuan telah timbuk berbagai masalah. Ternyata perkembangan ilmu
pengetahuan tidak mampu mengatasi, jurangyang besar antara negara kaya dan
miskin, masyarakat marginal, kelaparan, kemiskinan internasional, dan masalah
perkembangan indigeneous technology di dunia ketiga.

Pokok-pokok penfirian neo-liberal meliputi, pertama, bebaskan perusahaan swasta


dari campur tangan pemerintah, misalnya juahkan pemerintah dari campur tangan
di bidang perburuhan, investasim harga serta biarkan perusahaan itu mengatur diri
sendiri untuk tumbuh dngan menyediakan kawasan pertumbuhan. Kedua,
hentikan subsidi negara kepada rakyat karena bertentangan dengan prinsip pasar
dan persaingan bebas. Negara harus melakukan swastanisasi semua perusahaan
negaram karena perusahaan negara dibuat untuk melaksanakan subsidi negara
pada rakyat. Ini juga menghambat persaingan bebas. Ketiga, hapuska ideologi
kesejahteraan bersama dan pemilikan komunal seperti yang masih banyak dianut
oleh masyarakat tradisional karena menghalangi pertumbuhan. Serahkan
manajemen sumber daya alam kepada ahlinya bukan kepada masyarakat
tradisiional yang tidak mampu mengelola sumber daya alam secara efisien dan
efektif.

B. Hegemoni kultural, ideologi, dan politik

Proses pembangunan dan industrialisasi yang terjadi di negara dunia ketiga bukan
berarti kehadiran barang, jasa, tekhnologi dan informasi belaka. Tetapi konsep
pembangunan itu syarat dengan beban berat nilai-nilai dan budaya negara maju
yang pada akhirnya menciptakan hegemoni kultural pada negara-negara dunia
ketiga. Modernisasi adalah contoh terbaol bagaimana hegemoni berkangsung.
Karena modernisasi pada dasarnya menciptakan ideologi baru dengan pengaruh
kultural dan politik, melalui penciptaan diskursus sisremik dan terstruktur, serta

10
proparganda yanng canggih untuk mengganti ideologi, kultur dan politik rakyat
yang tersubordinasi.

Menurut saiful arief melalui Nur sayyid santoso, Proses ini bekerja dengan baik di
negara dunia ketiga ketika modernisasi dipahami sebagai perubahan perilaku
tradisional secara kolektif kepada perilaku yang cenderung mengadopsi nilai dan
budaya negara kapitalis maju atau negara barat. Dan ini berakibat terjadinya
perombakan tatanan sistem sosio-budaya dan ekonomi masyarakat dunia ketiga,
sistem ekonomi yang semula bersifat fatalistik dan substesnsial didekonstruksikan
secara total oleh perangkat-perangkat kapitalisme dengan orientasi pemenuhan
kebutuhan individu sebesar-besarnya. Budaya lokal dinegasikan dan diganti
dengan nilai dan budaya barat. Karena itu pola, gaya hidup sera ringkah laku
masyarakat dunia ketiga hampir sama dengan pola dan aya hidup masyarakat
kapitalis yang profit oriented untuk mencapai high mass consumption yang
menggunakan budaya konsumtif di dalam masyarakat yang berprestasi.

Globalisasi gaya hidup yang acap ditunjukkn sebagai determinasi imperialisme


budaya atau imperialisme media ini, boleh dikatakan sebagai hedonisasi
masyarakat dunia ketiga, terutama untuk elite kelas menengahnya. Dennnis goulet
mengibaratkan industrialisasi dan tekhnologi logisasi yang terjadi di negara dunia
ketiga bagaikan sebilah pedang bermata dua, yakni sebagai pembawa dan
penghancur nilai-nilai. Sebagai pembawa nilai-nilai yang borjuis kapitalis barat
yang rasionalistik, individualistik, positivistik tetapi juga sekaligus penghancur
nilai budaya lokal yang religius-asketis, fatalis serta memgang teguh prinsip-
prinsip collective colligia. Negara dunia ketiga terjebak pada upaya mengejar
ketinggalan dan bisa sejajar dengan negara maju melalui pertumbuhan ekonomi ,
yang berdampak pada pemusatan yang berlebih pada pembangunan ekonomi.
Konsentrasi berlebih ini, cenderung melupakan aspek pembangunan nilai-nilai
dan budaya lokal dan lebih menikmati kehadiran budaya asing yang erinfiltrasi
lewat teknologi informasi.

11
Proses hegemoni kiltural di negara di negara dunia ketiga itu tidak terjadi dengan
sendirinya, tetapi melalui berbagai macam strategi yang bisa menopang
berkembangnya ideologi kapitalis, yaitu melliputi jenis pendidikan yang diberikan
di sekolah, media massa, cetak, radio, dan TV juga semua jenis lembaga, gereja,
dan lembaga keagamaan lainnya. Dengan berbagai strategi yang ditanamkan itu,
akhir na gagasan dan ideologi kelas berkuasa diambil oleh rakyat yang dikuasai
dan mereka menerima gagasan tersebut.

Para ahli ilmu-ilmu sosial memainkan peran yang besar dalam mengglobalkan
ideologi pembangunan dengan mmemngajukan gagasan kepada pemerintah
Amerika serikat untuk menggunakan berbagai cara dalam rangka
mendesiminasikan ideologi ideologi development dan modernisisasi dengan target
khusus negara dunia ketiga. Sarana pertama dengan menggunakan pangaruh
amerika terhadap kebijakan dan perencanaan ekonomi negara yang dibantu nya.
Para ahli ilmu sosial amerika sangat memahami bahwa USAID sangat efektif
mempengaruhi kebijakan dan perencanaan ekonomi. Sarana kedua, adalah
mendididk pemimpin dunia ketiga, baik dalam bentuk latihan maupun perjalanan
observasi ke amerika serikat. Strategi ini konon di usulkan berdasar pengalaman
pemimpin mahasiswa dalam menghancurkan pemerintahan nasionalis di
Indonesia tahun 1996. Sarana ketiga yaitu dengan menggunakan agama. Banyak
studi agama diarahkan pada peran penyebarluasan diskursus dan penafsiran yang
mendukung developmentalisme, sehingga perlunya sekularisasi menjadi bahasa
resmu pemimpin agama dunia ketiga. Hal inilah yang pada akhirnya menggusur
ajaran agama yang bercorak egalitarian, anti eksploitasi, teologi pembebasan serta
agama keadilan sosial lalinnya. Sedangkan sarana yang terakhir, adalah dengan
menggunakan fungsi training dan riset dari tenaga universitas amerika serikat
yang bekerja di luar negeri.

C. Hegemoni pengetahuan

Semua orang beranggapan bahwa pengetahuan adalah bidang yang netral,objektif


dan tak berdosa. Kesadaran orang tumbuh ketika Foucault,, melalui diskursus

12
mempersoalkan bahwa pengetahuan ternyata mengandung kekuasaan,.
Kecenderungan memanfang kekuasaan hanya terpusat pada negara atau kelas,
bagi foucault merupakan pengingkaran kenyataan, karena relasi kekuasaan
terdapat pada setiap aspek kehidupan. Pengetahuan buka sesuatu yang ada tanpa
hubungan kekuasaan. Pengetahuan adalah peredaran dengan mana perwakilan
negara, perusahaan multinasional, universitas, dan organisasi formal lainnya
memajukan masyarakat kapitalis.

Pengetahuan pengembangunan dan modernisasi bukan sekedar hasrat untuk


mengendalikan dan menguasai. Jadi antara pengetahuan dijadikan sebagai sarana
dan kekuasaan tidak dapat dipisahkan. Pengetahuan dijadikan sebagai sarana dan
alat untuk melanggengkan ideologi dan kultut dominan melalui proses hegemoni
dalam Mansyour Fakih melalui Nur Sayyid. Disini peran lembaga-lembaga ilmu
pengetahuan berjasa melanggengkan proses kelas. Misalnya ketika Taylor
menciptakan ilmu manajemen, ternyata atas pesanan kaum indutrialis. Tujun ilmu
manajemen Taylor adalah untuk memotivasi buruh (baca: menjinakkan) demi
keuntungan perusahaan melalui peningkatan produktivitas kerja. Bukankah
hakekat ilmu kepemimpinan dan motivasi dalam manajemen yang dikembangkan
Mcgrgor adalah buruh yang menjual tenaganya itu “merasa memiliki perusahaan”
yang dalam kenyataannya bukan milik mereka.

Hasrat itulah yang menganut Foucault memberi pengaruh terhadap kekuasaan


antara birokrat dan intelektual universitas modern, ilmiah dan positivistik dan
masyarakat adat atau masyarakat awam, yang tradisionnal suku terasing,
perambah hutan, tidak ilmiah, takhayul, tidak mampu mengelola SDA dan belum
berbudaya sehingga perlu dibudayakan atau diperdayakan. Pengetahuan
pembangunan yang dikirimkan kepada negara dunia ketiga pada dasarnya
bukanlah pengetahuan netral. Bahkan sejak diskursus pembangunan mendominasi
dunia ketiga, diskursus menjadi satu-satunya bentuk pengetahuan, ekonomi,
politik, dan kultur yang sah. Oleh karena itu, sikursus pembangunan
mengharamkan bentuk-bentuk cara mengetahui yang non-positivistik lainnya,

13
seperti cara-cara pertanian tradisional digantikan oleh tipe pertanian modern.
Diskursus pembangunan juga menghancurkan formasi soosial non-kapitalistik.

D. Tatanan ekonomi politik internasional

Dinamka ekonomi politik internasional sejak dulu hingga saat ini menunjukkan
bahwa ekonomi politik internasional merupakan interaksi dari berbagai aspek, dan
bukan suatu sistem yang berjalan dengan sendirinya. Mekanisme pasar,
kepemimpinan, pemerintah, maupun hegemoni bertujuan untuk menjaga stabilitas
dunia. Ditambah dengan semakin berkembangnya globalisaasi, menuntut semua
aspek dalam tatanan ekonomi politik internasional untuk meningkatkan kualitas
interaksinya. Menurut Gilpin melalui Nur Sayyid setidak nya ada tiga teori yang
menerangkan tatanan ekonomi politik internasional. Ketiga teori tersebut adalah
teori dualisme ekonomi, modern world system, dan hegemonic stability.

Teori dualisme ekonomi berasumsi bahwa pembangunan ekonomi yang terjadi


saat ini merupakan perubahan sektor-sektor yang pada awalnya bersifat tradisional
menjadi modern. Sektor tradisional di sini maksudnya adalah belum banyak nya
modernisasi dan efisieensi sera self-sufficiency, sedangkan sektor modern berarti
banyak modernisasi dan efisiensi. Secara tradisional, kegiatan produksi ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan domestik saja, tetapi dalam perkembangannya kini
proses produksinya dibuat lebih efisien bahkan mengintegrasikan keseluruhan
aktivitas perekonomian negara-negara. Dengan demikian, institusi-institusi da
pasar terintegrasi secara global meningkatkan persaingan yang memicu para
produsen untuk terus berkembang dan berinovasi. Teori ini bersifat liberalis
karena menganggap manusia akan selalu berusaha menjadi baik.

Teori kedua adalah teori modern world system. Teori sistem dunia modern
didefinisikan sebagai sebuah unit dengan devisi buruh tunggal dan sistem budaya
yang jamak. Teri ini menganut ideologi marxisme karena masih memercayai
adanya class struggle yakini adanya dominasi suatu kelas terhadap kelas yang
lain. Wallerstein yang menganut marxisme membagi dunia menjadi tiga kelas
yaitu core,periphery,dan semi periphery. dalam sistem dunia modern, core atau

14
negara-negara kuat akan selalu mengeksplorasi priphery atau negara lemah dan
semi periphery demi mendapat keuntungan. Kapitalisme, sebagai salah satu
kejadian yag telah mengglobal, turut memunculkan hirarki-hirarkidalam ekonomi
domestik. Dalam kehidupan nyata, dapat dilihat bahwa negara-negara barat yag
maju seperti Amerika, Inggris, dan Jerman cenderung selalu mengeksploitasi
negara-negara berkembang di Asia dan Afrika.

Teori ketiga adalah hegemonic stability. Menjelaskan tentang tatanan dunia


ekonomi yang liberal dan terbuka, yang didalamnya terdapat keterlibatan
kekuatan negara-nefara hegemoni. Menyadari sulitya kerja sama tanpa ada
komando yang jelas dari satu negara untuk mengarahkan negara-negara yang
tergabung dalam aktivitas ekonomi internasional, maka eksistensi kekuasaan
dominan diperlukan. Hegemoni tidak hanya akan menjadi pemimpin
perekonomian internasional, tatapi juga bertindak sebagai stabilisator yang
mengawasi kelancaran perekonomian dunia, membatasi konflik antarnegara,
mendorong kerja sama dalam keseimbangan dan mencegah terjadinya
kecurangan. Contohnya adalah Amerika serikat yang berhasil memulihkan
perekonomian internasional setelah perang dunia kedua. Tanpa adanya amerika
yang muncul sebagai hegemon, kemingkinan perekonomian dunia akan terus
mengalami kekacauan.

E. Masuknya kapitalisme ke indonseia

Dalam wahid hasyim, Setelah pemerintah soekarno berhasil ditumbangkan atas


bantuankekuatan kapitalisme-modernisme, maka dengan mudah kepentingan-
kepentingan negara kapitalis dijalankan di Indonesia. Sejak saat pemerintahan
dibawahi oleh orba komando amerika sangat terasa dalam beberapa strategi sosial,
politik dan ekonomi yang dibangun oleh negara-negara kapitalis mulai diterapkan
dibawah payung ideologi developmentalisme. Ideologi ini mulai diterapkan oleh
pemerintah orba pada tahun 1968. Hal ini tercermin dalam undang-undang no 2
tahun 1968 mengenai penanaman asing di Indonesia. Sejak saat itu
developmentalisme menguasai kereta kekuasaan di Indonesia. Untuk

15
merealisasikan ideologi tersebut di bidang ekonomi, pemerintahan orba
melaksanakan konsep-konsep W.W Rostoe sebagaimana dipesankan oleh negara
donor, seperti tertuang dalam konsep the stages of growth;five stage scheme dan
sebagainya.

F. Kapitalisme Pendidikan

Pasar adalah sesuatu yang anonim dan ideologis.dibalik pasar nbukan


sekedar para pelaki pasar, penawar, permintaan, tetapi siapa yang kuat
mengkontrol sarana-sarana ekonomi dan alokasinya. Dalam situasi ekonomi yang
timpang dalam hal pengontrol sarana ekonomi dan alokari, maka yang
menentukan akhirnya pengkontrol dan mengelola paling kuat. Pada jaman
globalisasi ekonomi, mereka adalah kaum pengontrol modal dan manajer
profesional yang disewanya. Dengan istilah pengontrol artinya untuk mampu
mempergunakannya tidak harus memilikinya. Sebagai contoh adalah para
penguasa negara yang korup dan pengusaha yang kroni . dengan kekuasaan politik
mereka mengontrol penggunaan uang negara, uang rakyat untuk kepentingannya
sendiri, bahkan untuk tetap mengontrol rakyar secara politik.bahi prlaku kapitalis
liberal, seperti pengusaha linitas negara, maupun kapitalis feeodalis, pengusaha-
pengusaha, gerak ekonomi diarahkan ke pelebaran dan oenguasaan pasar untuk
akumulasi kapital lebihi banyak lagi. Arah pendidikan dibuat sedenujuab rupa
sehingga [endidikan menjadi pabrik tenaga kerja yanf cocok intil tujuan ekonomi
kapitalis tersebut. Kurikulum juga diisi dengan pengetahuan dan keahlian untuk
industrialisasi, baik manufaktur maupun agroindustri. Pertahanan ekonomi lama
dari sebagian besar ralyat, seperti pertanian, perkebinan rakyat, dijadikan tumbal,
untuk memberikkan pelayanan berupa tenaga kerja murah eks sektor primer, tanah
dan makanan untuk buruh sektor industri. Mengapa industrualisasi? Sebab pasar
selalu mencati nilai tukar produk yang tertinggi. Nilai produk yang teknolohi dan
pengetahuan lebih unggl. Itu adalah produk hasil karya negara-negara bermodadl
besear. Itu yang menjajah pasar negara berkembang maupun menjajah sistem nilai
tukar barang. Akhirnya juga menjajah secara nilai tukar uang yang terkait dengan
sistem IMF dengan SDR nya dan world bank dengan kredit pembangunannya ,

16
yang pada gilirannya diikuti dengan hutang yang berakhir dengan perangkap
hutang dari negara-negara maju terhadap negara berkembang. Peramgkap hutang
menjadi pengendaliaan empuk dari negaradan pemain negara maju juga karena
mereka memberikan hutang pada rezim dan pengusaha negara berkembang yang
kirup. Itulah globalisasi perdagangan, ilmu, teknologi, sistem hukum, keuangan,
kebijakan ekonomi, kebijakan industrialisasi yang mengorbankan pertanian, dan
politik serta pola hidup dan konsumsi.walters melalui franco wahono

Pelaku yang mengarahkan kepada pendidikan adalah negara. Itulah yang


terjadi di negara-negara otoriter termasuk nnegara diktaktor proletariat pada
sistem komunisme penguasaan partai. Pemerintah atau partai berkuasa tahu yang
terbaik bahi rakyatnya. Yang terjadi adalah teror dan penyeragaman dimana-
mana. Ideologi yang melestarikan status quo di indoktrinasikan, dipompakan,
melalui antara lain upacara bendera sampai kuis tebak cermat. Suasana itu pula
yang dirasakan selama ordr baru. Nilai pelajaran dapat dipesan, seragam bukan
hanya dadlam hal pakaian, tetapi kurikulum, pengkatrolan nilai, bahkan muatan
lokal yang seragam untuk seluruh Nusantara yang beranekaragam. Pendekatan
dari atas kebawah menjadi panutan dimana-mana. Gaji guru dipatok rendah agar
posisi tawar-menawar hidupnya lemah, sehingga pilihan hidup ditukar sengan
pilihan sebuah partai pemerintah . sikap kritis dipasung, hasil penelitian
direkayasa, laporan kertas bertumpuk-tumpuk , semuanya tidak lain untuk
membuat langgeng birolrasi yng btosros. Acuan moral cima satu yaitu pedoman
penghayatan dan pengamalan panasila, tafsiran tunggal pancasila dasar negara.
Akhirnya, pendidikan menjadi pembodohan dan pembohongan generasi. Dan
semua diajarkan untuk otoriter, serba menurut petunjuk, mendungukan diri atau
didungukan, jauh dari demokratis dan cinta damai, karena kekuasaan bukan
hukum adil dan hormat pada manusia lain, akhirnya mana kala kehendak rudak
terpenuhhi seperti anak-anaik kecil yang manja atau yang tertekan, mudah
mekedak, beramuk dan suka mempergunakan kekerasan. Di era globalisasi, di
mana komunikasi menyatukan dunia menjadu satu desa raksasa. Dimana
kemenangan di tentukan oleh kepintaran orak dan pengelolaanharta, semua

17
cenferung ridak beradabdan semakin tertinggal, karena marah, nekad, merasa
kuasa menjadu jalan penyelesai persoalan(Tilaar1988 melalui frano wahono 2001)

Pelaku yang mengarahkan pendidikan adalah rakyat yang mencari hati diri
kemanusiaanya dan menuntut keadilan sosial yakni hak mendapat pendidikan
yang sama. Dalam hal ini, negara dapat bercampur tangan, tetapi tidak lebih dari
sekedar menjadi fasilitator. Keafasillitatoran negara ini perlu ditekankan, sebab
kecenderungannya adalah yang mengontrol uang , mengontrol pula manusianya.
Palagi kini negara mulai hendakmelepas pendidikan swasta, yanf negero diberi
kesempatan untuk otonom, artinya untuk berswasta. Yang swasta dibiarkan
mencari tekanan kerja perusahaan-perusahaan. Negara sebagai fasilitator artinya
juga sebagai penjaga nilai- nilai kemanisaan, sebagai moderator keadilan sosial,
namum tetap membiarkan peserta didik berkreasi menurut kebutuhan anak didik
dan konteks regionalnya . perebutan jelajah antaradi satu pihal pendidikan yang
dikehendali oleh rakyat dan di lain pihak pendidikan yang dimaui oleh perusahaan
swasta, dimana negara lebih condong ke yang terakhir adalah eilayah dari kajian
ekonomi dan pendidikan. Dari sudut pandang pendidikan sebgai alat, perebutan
tersebut dapat dirumuskan sebgai pendidikan itu diusajakan untuk membuat orang
menang berkompetisi yang dilawankan dengan pendidikan untuk menyiapkan
orang sehingga mampu mandiri. Masyarakat dihadapkan pada pilihan antara
pendidika kompetisi ekonomi yang mencari kemenangan diri fan pendidikan
keadilan sosial yang menhamin kemandirian.

Pembangunan di Dunia Ktiga sejak pertengahan 1970-an yang


umumnya memuat satu tema dominan: yaitu meningkatnya kekuatan negara
berhadapan dengan masyarakt. Dalam tradisi ini, masalah-masalah pembangunan
dipahami dari perspektif hubungan neegara-masyarakat, yang dianggap bisa
mengarahkan analis politik pada inti persoalan, yang dianggap bisa mengarahkan
analisis politik pada inti persoalan, yaitu dinamika politik dari proses
pembangunan. Sedangka, episentrum dari dinamika itu adalah negara. Literatur
itu menilak pandangan Eastonian, yang menganggap negara sebagai blackbox
yang sekedar menerima input yang datang dari lingkungannta (masyarakat) dan

18
memprosesnya menjadi out-[it . semangat yang berlaku waltu itu filambangkan
dengan bagus, yang menegaskan negara sebagai variabel utama yang sevara
otonom bisa menyebabkan peribahan pada kekuatan-kekuatan sosial lainnya,
(evaans melalui Nur Sayyid Santoso)

Ada tiga alasan yang diajukan oleh Amartya Sen melalui Nur sayyid
perihal mengapa demokrasi sangat dibutuhkan:

1. Demokrasi dapat memperkaya seorang individu karena


memberikannya lebih banyak kebebasan dan menjmin bahwa
kebebasan yng diberikan kepadanya dapat dinikmati tanpa terlalu
terhalang. Jaminan inidiberika oleh hak-hak politik dan hak-hak sipil
seorang individu.
2. Demookrasi dapat menolong sebuah rezim yang memerintah, karena
memberikan insentif politik kepada pemerintah yang sanggup
memberikan respins yang cepat kepada keluhan, tuntutan atau
kebutuhan rakyatnya.
3. Demokrasi juga mendoronglahirnya proses yang lebih terbuka dalam
masyarakat untuk mengafakan berbagai dialog, dikusi, pertukaran
pikiran, perdebatan, kompetisi dan bentuk-bentuk lainya.

Menurut Paulo freire membaca sebagaimana juga usaha lain untuk


melakukan studi bukan hanya sekedar tindakan rekreatif namun usaha serius
dimana seseorang mencari kejelasan atas apa uang msig terasa pekat. Membaca
adalah menulis ulang, bukannya menghafal, apayang sedang dibacanya. Kita perlu
menyingkirkan anggaapan bahwa membaca adalah mengkonsumsi apa yang kita
baca.

19
G. Pendidikan dalam anatomi ekonomi politik

Setelah arah pendidikan atau visi dan misi dicanangkan, untuk memulai
suatu usaha mencapai tujuan pendidikan dibutuhkan pendekatan dan cara kerja ,
yakni metode. Setelah pendekatan dipancangkan orang memerlukan alat kerja,
yakni kurikulum, laboratorium, alat peraga dan ilmu pengetahuan. Untuk
menggerakan alat kerja dibutuhkan guru. Guru hanya mungkin melaksanakan
kerjanya kalau ada murid. Murid dan guru mungkin bertemu kalau ada lembaga
pendidikan kendatipun itu hanya berupa kelas pribadi agar semuanya berlangsung
terus menerus fibutuhkan biaya. Biaya ini berarti penanaman modal pokok atau
investasi dan modal berjalan. Modal terkumpul karena diusahakan oleh
masyarakat. Masyarakat yang terlibat dalam pendidikan adalah pemerintah dan
orangtua. Pada gilirannya setelah bekerja mahasiswa dan murid akan memetik
perolehan finansial dan non finansial(prestige). Sebagian perolehan finansial akan
kembali ke lembaga pendidikan melalui sumbangan atau iuran pendidikan dari
orang tua bagi anak-anak mereka. Masyarakat mengumpulkan modal dalam
sistem dan kondisi sosial ekonomi tertentu. Sistem dan kondisi sosial ekonomi
tertentu ditentukan dan tercipta karena pilihan masyarakat luas, negara dan
swasta, nasional dan transnasional. Dari ini jrlas sudah keterkaitan antara
pendidikan dengan ekonomi. Pendidikan dengan visi misi, pendekatan dan
metode, olmu pengetahuandan teknologinya, guru dan murid nya, lembaga dan
investasi serta biaya operasionalnya, dan sistem ekonomi politik yamg menjadi
kerangka arah dan dan motor penggeraknya, sedang wkonomi degan sistem dan
kebijakannya,budget dan peluang usaha serta kerjanya, sengan preoduksi,
distribusi dan kosumsinya, inovasi dan perangkat hukum pengaturnya, ekonomi
dapat menjadi alasan pendidikan, penyedia sarana maupun tujuan pendidikan.

Pendidikan dikepung oleh ekonomi, namun juga ikut menggerakkan


ekonomi. Dengan mempergunakan unsur-unsur anatomi ekonomi dari pendidikan,
dengan menganalisis pendidikan dari pisau indikator-indikator ekonomi, kita
hendak menilai pendidikan kita. Pertanyaan dasarnya apakah pendidikan
Indoneisa secara oprasional ekonominya mengarah penyiapan orang untuk

20
memampukan dirinya dan membantu realisasi potensinya sebagai partisipasi fair
dalam ikut menata massyarakat ke arak kesejahteraan dan keadilan sosial.

H. Kesalahan Paradigma dan Pendekatan


dari hasil buku dari Francis Wahono persoalan pokok pendidikan yang
pertama adalah menyangkut kesalahan paradigma dan pendekatan.
Kesalahan ini sudah bermula dan merupakan warisan pemerintah
kolonoal Belanda. Oleh Pemerintah orde baru sampai kini masih
dilanjutkan tanpa sadar, warisan kolonial belanda itu disangkutkan
dengan kapitalisme liberal dan fasisme kolonial jepangmenjadi sistem
kependidikan yang liberalis feodalis. Sistem kependidikan yang
liberalis feodalis itu memakai payung paradigma global yakni
paradigma kompetisi. Sekilas paradigma kompetisi adalah wajar-wajar
saja, tetapi dalam khazanah orde baru adalah kamuflase dari
mempertahankan status quo ekonomi sosial yang timpang. Sebagai
conto, pembedaan alokasi subsidi yang bias pada sekolah-sekolah
negeri top dan di ibu kota yang mengnktirikan sekolah sekolah negeri
bawahan dan jauh dari pusat, di ibu kota kevamatan atau kabuppatenn
pelosok tanah air. Contoh kedua adalah pembedaan perlakuan antara
sekolah-sekolh yang dikelola oleh negara dan sekolah sekolah swasta.
Yang dikelola oleh negara adalah anak emas, yang fikelola oleh swsta
adalah anak tiri. Pembedaan inni adalah pembedaan sistematis, artinya
untuk maksuf tujuan politik ekonomi tertentu. Di jaman kolonial untuk
politik ekonomu kontrol oleh negra induk dan pengusaha Belanda. Di
jaman rezim orde baru untuk politik ekonomi kontrol oleh pemerintah
yang militeristik. Kesalahan paradigma demikian seharusnya sudah
dirubah, namun elite politik Indoesia masih sibuk ntuk bagi-bagi jatah
pangkat dan kalau bisa pesangon negara atau pelaku bisnis advonturis,
entah sumber uang nya dari sembarang mana: dari pajak rakyat atau
daru santunak hutanf daru IMF dan akhirnya juga jadi beban generasi
mendatang. Paradigma harus nya diganti menjadi keadilan sosial.

21
Paradigma pendidikan keadilan sosial itu adalah paradigma yang
direkomendasikan oleh pembukaan UUD 1945 dan pasal 27. Yang
pertama menhadikan “ikut mencerdaskan kehidupan bangsa” alasan
atau rasion d’etre berdirinya NKRI. Yang kedua menjamin “hak
memperoleh pendidikan untuk semua”. P-4 atau istilahnya pendidikan
pancasila itu telah diindoktrinisasikan ke mana-mana bertahun-tahun
tetapi para pengelola dan pentelenggara pendidikan nasional seolah
ternina bobokkan mengikuti saja pikiran-pikiran pragmatis pemerintah
kala itu. Bahkan hingga kini, ketika jaman reformasi semestinya sudah
mulai menuju kearah yang lebih baik. Jangan-jangan ini menegaskan
kalau kita memang msih bangsa yang kerdil dengan ahli-ahlidan
penyelenggara pendidikn yang kerdil pula.

Paradigma pendidikan keadilan sosial menuntut dijadikannya dasar membangun


sistem persekolahanmaupun pendidikan masyarakat luas usaha-usaha secara
preferensial untuk mensubsidi eserta didik yang tertinggal secara sosial ekonomi.
Subsidi tidak hanya berupa materi termasuk uang, tetapi berupa juga
pendampingan ekstra. Maksudnya,agar beban ekonomi sosial tidak menjadi
kendala untuk mengembangkan kepandaian otak dan keluhuran watak. Lebih jauh
dari itu adalah pengakuan akan fakta bahwa fondasi pendidikan, baik dari pihak
guru maupun murid, adalah desa. Murid di dkota terutama kota lecamatan
sebagian besar dari desa. Dan dari desa itu artinya bukan dari keluarga kaya lahan
di desa. Mereka sekarang menjadu dasar bangunan sistem persekolahan di
Indonesia, karena subsidi yang dilakukan oleh keluarga desa dan kebanyakan
pada masa sebelum ada program sekolah Inpres, juga dilakukan oleh sekolah-
sekolah swasta yang kini masih eksis dirundung dua kesulitan: langka murid dan
susah dana. Paradigma keadilan sosial meminta eksistensi seperti itu dikukuhkan
secara konkret dalam alokasi dana budget dan sumbangan tenaga pemerintah yang
lebih nyata. Kecenderungan sekarang justru dengan menghentikan subsidi pada
sekolah swasta. Padahal sekolah swasta lah yang menjadi perintis dan penerobos
daerah desa sekaligus pengabdi kemanusiaan dan pensubsidi bangsa.

22
Maka dari itu untuk menyadarkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia
masih membawa kepentingan-kepentingan pribadi maupun kelompok yang
memegang suatu kekuasaan dibutuhkan lah pendidikan kritis yang didalam nya
mengedepankan keadilan sosial yang membantu kaum-kaum tertindas karena
dalam paradigma pendidikan kritis sekolah diyakini memainkan peranan yang
berlebihan dalam membentuk kehidupan politik dan kultural. Sekolah adalah
media untuk menyiapkan dan melegitimasi bentuk-bentuk tertentu kehidupan
sosial. Pendidikan dimaknai lebih dari sekedar persoalan penguasaan teknik-
teknik dasar yang diperlukan dalam masyarakat industri, tetapi juga diorientasikan
untuk lebih menaruh perhatian pada isu-isu fundamental dan esensial, seperti
meningkatkan harkat kemanusiaan, menyiapkan manusia untuk hidup di dan
bersama dunia, dan mengubah sistem sosial dengan berpihak pada kaum
marjinal.

Titik berangkat pendidikan kritis adalah pada kecintaan dan penghargaan


yang tinggi terhadap manusia. Sebagai manusia, peserta didik dipersepsi sebagai
subyek yang merdeka dan punya potensi untuk menjadi manusia yang aktif, bukan
sebafai obyek yang hanya bisa beradaptasi dengan dunia. Jika peserta didik
diasumsikan sebagai obyek maka pendidikan akan dapat menjadi arena
penindasan karena yang terjadi adalah proses domestikasi (penaklukan) dan
penegasian kapasitas self-reflection peserta didik. Sebaliknya, jika peserta didik
dianggap sebagai subyek maka pendidikan akan dapat menjadi aksi kultural untuk
pembebasan karena yang terjadi adalah proses liberaso dan pengafirmasian
kapasitas self-reflection peserta didik.

Yang terjadi pada realita nya adalah peserta didik masih diajarkan dengan
metode yang sama yaitu menganggap bahwa peserta didik adalah subyek dari
pendidikan itu sendiri di tingkat SD, namun jika enam tahun di ajarkan dengan
metode itu hingga smp karakter itu sudah tertanam dan di lingkungan smp peserta
didik menjadi pasif dan takut untuk mengemukakakn pendapat atau hanya sekedar
bertanya kepada guru.

23
Seharusnya guru tidak dianggap sebagai pusat segalanya. Guru bukan
satu-satunya sumber pemilik otoritas kebenaran dan pengetahuan. Dia bukan
pemmilik tunggal kelas. Hubungan guru-murid bukanlah bersifat vertikal seperti
di pabrik yang membuat terlihat seperti atasan dan bawahn atau manajer dengan
buruh, tapi bersifat horizontal dan egalitarian. Guru dan murid adalah sama-sama
learner. Subyek yang belajar bersama. Saat ini harus diakui masih banyak guru
atau dosen yang menganggap dirinya berkuasa penuh di kelas, merasa paling tahu
tentang ilmu, merasa sebagai sumber otoritas tunggal yang tidak bisa dibantah.
Hal demikian jelas tidak sehat karena sekolah hanya akan menjadi arena
indoktrinasi, bukan pencerdasan intelektual dan penyemaian hati nurani.

Pendidikan harus berorientasi kepada pengenalan realitas manusia dan


dirinya sendiri. Pengenalan itu tidak cukup hanya bersifat objektif atau subjektif,
tapi harus kedua-duanya. Kebutuhan objektif untuk merubah keadaan yang tidak
manusiawi selalu memerlukan kemampun subjektif untuk mengenali terlebih
dahulu keadaan yang tidak manusiawi, yang terjadi senyatanya adalah objektif.
Objektifitas dan subjektifitas dalam pengertian ini menjadi dua hal yang tidak
saling bertentangan, bukan suatu dikotomi dalam pengertian psikologis.
Kesadaran subjektif dan kemampuan objektif adalah suatu fungsi dialektis yang
ajeg dalam diri manusia dalam hubungannya dengan kkenyataan yang saling
bertentangan yang harus dipahaminya. Oleh karena itu, pendidikan harus
melibakan tiga unsur sekaligus dalam hubungan dialektisnya yakni pengajar,
peserta didik, dan realitas dunia.

Kedua paradigma yang saling bertentangan pandangan yakni paradigma


yang saling bertentangan, yakni paradigma kompeisi dan keadilan soasial,
mengimplikasikan pendekatan sendiri-sendiri. paradigma kompetisi
mengimplikasikan pendekatan kapitalis liberalis di Indonesia ditambah ajektif
feodal-sumber daya manusia. Pendekatan ini dibesarkan oleh para pemikir
ekonom neoklasik yang mengacu pada sebagian ajaran ekonom klasik mengenai
“pertumbuhn ekonomi”. Bagian lain uakni “distribusi” uang meliputi keadilan
sosial dicorek oleh elite, karena bagian itu diserahkan pada mekanisme “penetesan

24
kemakmuran”. Argumentasinya asal ada pertumbuhan pertaan atau distribusi
berjalan dengan sendirinya. Kita tahu, terlebih setelah krisis, hal itu lebih sebagai
mitos ideologis darupada kenyataan. Pendekatan sumber daya manusia
mengandaikan investasi dalam bentuk uang maupun tenaga kerha. Istilah sumber
daya manusia adlah istirlah yang bersumber pada komoditisasi manusia. Manusia
disama-ratakan dengan barang. Dalam model produksi, baik vapital maupun
labour diperlakukan sama dalam maksimalisasi output. Adalah sangat
menyedihkan kalau para pengelola dan pelaku pendidikan masih dengan tanpa
rasa salah mempergunakan pendekatan smber data maanusia. Pendekatan ini
menghitung keutungan ppendidikan dari segi ongkos unvestasi uang dan hasil
upah yang diterima oleh peserta didikk ketika masuk pasar kerja.

Sementara itu, pendekatan keadilan sosial, adalah pendekatan


permberdayaan manusia. Pendekatan ini menempatkan manusia sebagai manusia.
Manusia tidak dapat direduksir menjadi komoditi, disejajarkan dengan barang.
Manusia adalah makhluk otonom dan merdeka, nenpunai gakultas atau potensi-
potensi yang dapat dikembangkan dan direalisasikan. Lebig dari itu manusia
mempunyai kapasitas untuk mentransendensikan kemampuan dan potensinya.
Pendidikan dan sitemnya diadakan untuk maksud memberdayakan manusia
dengan segala kemampuan dan potensinya. Untuk maksudnya itu, kita harus
membedakan antara kemampuan dan potensi manusia yang dapat diubah adalah
kondisi ekonomi dan sosialnya, walaupun butuh waktu. Kemampuan dan potensi
manusia yang merupakan faktor bawaan adalah yang berhubungan dengan gen,
yakni mutu otak, watak asli, jenis kelamin, jumlah umur, sldb. Namun varian dari
kemampuan dan potensi bawaan dapat dipertajam, diubah dan dikembangkan.
Misalnya saja varian dari mutu otak adalh tingkat penguasaan ilmu eksakta dan
hafalan yang dapat ditingkatkan dengan latihan dan pendidikan. Varian dari watak
asli adalah sikap hidup dan etika yang dapat dipelajari, dikoreksi dan
dikembangkan. Darijenis kelamin adalah ralisasi otonom dari perempuan dan laki-
laki selain huga kontribusinya. Paula Allman dalam Agus nuryatno (2011)
menyebutkan bahwa pendidikan pollitik juga sebagai politik juga berarti bhwa

25
proses pembelajaran di kelas tidaklah semata-mata akuisisi dan transmusu
pengetahuan, tapi merupakan prises pengembangan subyek yang kritis dimana
pengetahuan dan kekuasaan yang afa dipertanyakan secara terus menerut. Proses
pembelajaran ridaklah dimaknai sebgai prosses memiliki dan mengakumulasi
pengetahuan, tapi lebih sebagai proses untuk memahami, mengkritik,
memproduksi dan menggunakan pengetahuan sebgai sebuah alat untuk mengubah
realitas, hanya dalam perspektif inilah proses pembelajaran akan menghasilkan
implikasi politis.

I. Sekolah kapitalisme dan Budaya positivisme

Kapitalisme sebagai ideolohhi domunan saat ini punya pengaruh yang


besar dalam setuap kehidupan manusia. Dominasi kapitalisme tidak hanya
dalam wilayah ekonomi, tapi telah merambah ke wilayah lain, termasuk di
dalamnya dunia pendidikan. Dalam wilayah pendidikan, dampak paling
nyata dari domnasi kapitalisme adalah pada salah satu produk yang
dihasilkannya, yaitu culture positivism giroux dalam Agus
Nuryatno(2011:57)

Peter mcLaren melalui Agus Nuryatno, mengemukakan tiga dampak


kapitalisme terhadap pendidikan:

1. Hubungan antara kaitalisme dan pendidikan urban telah menyebabkan


praktek-praktek sekolah yang lebih mendukung kontrol ekonomi oleh
kelas-kelas elut
2. Hubungan antara kapitalisme dan ilmu pengetahuan telah mendorong
berkembangnya ilmu pengetahuan yang hanya bertujuan menfapatkan
progit material dibanding untuk menciptakan kehidupan global yang
lebih baik.
3. Perkawinan antara kapitalisme dan pendidikan telah menciptakan
gondasi bagi ilmu pendidikan yang menekankan nilai korporasi dengan
mengorbankan nilai-nilai keadilan sosial dan martabat kemanusiaan.

26
Globalisasi dan neoliberalisme adalah dua istilah yang berbeda tapi
mempunyau keterkaitan yang sangat kuat dan tidak bisa dipisahkan
satu sama lain. Mansour Fakih melalui Agus Nuryatno(2011) melacak
dengan akar genealogi globalisasi dan neoliberalisme. Menurutnya,
kedua ideologi fominan ini merupakan bagian dari sejarah dominasi
dan eksploitasi manusia atas manusia lain. Sejarah dominasi dan
eksploitasi ini dibagi tiga fase.
Fase pertama, adalah masa kolonialisme yang ditandai dengan
ekspansi secara fisik kapitalisme diEropa untuk memastikan perolehan
bahan baku mentah. Fase kolonialisme merupakan proses dominasi
manusia atas manusia yang lain melalui bentuk penjajahan secara
langsung dan terjadi selama ratusan tahun.
Fase kedua, kolonialisme tidak lagi dilakukan secara fisik dan
langsing, tetapi melalui penjajahan teori dan metodologi, atau apa yang
disebut dengan pembangunan atau developmentalis. Meskipun negara-
negara penjajah tidak lagi mencengkeram secara fisik negara bekas
koloninya, namum meraka secara substantif masih mengontrol negara
tersebut melalui teori dan proses perubahan sosial mereka negara
bekas penjajahan ini mengintrodusir teori pembangunan atau paham
developmetalisme sebagai paradigma dalam membangun negara pasca
kolonialisme fisik, dan ternyata teori ini terbukti tidak berhasil. Fase
kedua ini bisa disebut dengan fase neokolonialisme, sebab domunasi
tidak dilakukan secara kasat mata tapi secara terselubung yang tidak
jarang membuat orang tidak sadar bahwa mereka terdominasi. Ketidak
sadaran ini dalam bahasa Gramsci disebut hegemoni.
Dominasi ketiga ditandai dengan liberalisasi disegala bidang yang
diinisiasi oleh lembaga finansial global dan disepakati oleh rezim GTT
dan WTO. Ini adalah era dominasi baru dengan wajah globalisasi.
Globaslisasi merupakan media yang paling efektig saat ini untuk
menyebarkan agenda-agenda neoliberalisme yang ingin

27
mengintegrasikaan ekonomi nasional ke dalam global dengan basis
utama pasar bebas.

J. Pendidikan kritis

Pendidikan kirtis (critical pedagogy) adalah mazhab pendidikan yang meyakini


adanya muatan politik dalam semua aktifitas pendidikan. Dalam konteks
akademik, mazhab ini sering disebut dengan “ the sociology of education” atau
“critical theory of education”. Henry Giroux melalui Agus nuryatno 2011
menyebutkan bahwa mazhab ini dengan pendidikan radika. Paula allman melalui
Agus nuryatno menyebutnya dengan pendidikan revolusioner. Peter McLaren
melalui Agus nuryatno mengatakan bahwa mazhab ini tidak merepresentasikan
satu gagasan yang tunggal dan homogen. Namun , para pendukung mazhab ini
disatukan dalam satu tujuan yang sama yaitu memberdayakan kaum tertindas dan
mntransformasi ketidak adilan sosial yang terjadi di masyarakat melalui media
pendidikan.

Visi pendidikan kritis dilandaskan pada suatu pemahaman bahwa pendidikan


tidak bisa dipisahkan dari konteks sosial, ekonomi, dan politik yang lebih luas.
Institusi pendidikan tidak lah netral, independen , dan bebas dari pelbagai
kepentingan, tapi justru menjadi bagioan dari institusi sosial lain yang menjadi
ajang pertarungan kepentingan. Pendidikan harus dipahami dalam kerangka
relasi-relasi antara pengetahuan, kekuasaan dan ideologi. Pelbagai kepentingan
inilah yang akan membentuk wajah institusi pendidikan dan mempengaruhi
subyektifitas manusia tidak bisa dipisahkan dari konteks sosial yang lebih luas.
Subyektifitas manusia sangat dipengaruhi oleh apa yang dibaca dan dipelajari,
lingkungan sekolah tempat manusia belajar, lingkungan sosial tempatnya
berinteraksi, lingkungan keluarga tempat dia tinggal, sistem politik yangmengatur
kehidupan publik, media masssa dan televisi yang memberikan informasi publik,
dan entitas-entitas lain yang turut membentuk dan mempengaruhi kesadaran
individu. (Agus Nuryatno 2:2011)

28
Mazhab pendidikan kritis berbasis pada keadilan dan kesetaraan. Oleh karena itu,
pendidikan tidak hanya berlaku pada pertanyaan seputar sekolah, kurikulum, dan
kebijakan pendidikan, tapi juga tentang keadilan sosian dan kesetaraan (Joe
Kinchloe melalui Agus Nuryatno, 2011).

Dalam pendidikan kritis, yang telah ditekankan dalam pembelajaran dalah


bagaimana memahami, mengkritik, memproduksi, dan menggunakan ilmu
pengetahuan sebagai alat untuk memahami realitas hidup dan mengubahnya
(Allman melalui Agus N, 2011).

Proses pembelajaran dalam pendidikan kritis lebih menekankan pada how to think
daripada what to think. Penekanan pasa aspek waht to think atau materi pelajaran
itu penting, tapi proses atau metodologi untuk mendekati materi itu lebih penting.
Dengan demikian, proses berfikir, berdebat, berargumentasi, mengapresiasi
pendapat orang lain, selama masa pembelajaran jauh lebih penting daripada materi
pelajaran itu sendiri. Karena dalam proses itulah akan terjadi kritisme, bertukiar
pendapat, saling menghargai, dan assesment terhadap pengetahuan. Proses-proses
ini merupakan wahana pembelajaran demokrasi dikelas. Pengetahuan yang
didapat dikelas, dengan demikian, bukanlah pengetahuan yang didapat secara
instan dan siap pakai, tapi telah mengalami proses seleksi dan refleksi bersama
antara guru dan murid. Murid diajak untuk selalu mempertanyakan pengetahuan
yang ada, baik yang ada di teks atau yang disampaikan guru. Pengetahuan tidak
dianggap sebagai entitas independen yang lepas dari proses pembentukannya,
melainkan entitas yang terkonstruksi lewat satu proses tertentu yang tidak bebas
nilai (Freire dalam Agus N, 2011).

Tujuan teori kritis menurut Alan Robert Lacey melalui Agus N mengatakan
bahwa untuk mengaitkan antara teori dan praktik, memberikan pandangan, dan
memberdayakan subyek manusia untuk mengubah situasi-situasi opresif yang
mengitari mereka dan mencapai emansipasi manusia, sebuah masyarakaat rasional
yang memuaskan kebutuhan dan kekuasaan manusia.

29
Kriteria bagi kaum kritikalis adalah mereka yang menggunakan karya-karyanya
sebagai bentuk kritisisme sosial dan kulktural dan bersandarkan pada beberapa
asumsi dasar, bahwa semua pemikiran pada dasarnya dimediasi oleh relasi
kekuasaan yang dikonstruksikan secara sosial dan historis:

1. Fakta tidak bisa dipisahkan dari nilai dan ideologi. Fakta sosial adalah
hasil dari pertarungan dari pelbagai ideologi. Ideolohi yang dominanlah
yang kemudian akan sangat berpengaruh terhadap pembetukan wajah
soisial suatu masyarakat.
2. Hubungan antara teori dan objek, tidak pernah statis
3. Bahasa adalah elemen vital dalam pembentukan objektifitas.
4. Kelompok tertentu dalam suatu masyarakat mendapat keistimewaan
dibanding yang lain dan kondisi seperti itu selalu tidak berubah selama
yang tertindas berikir bahwa kondisi itu natural dan wajar.
5. Praktek-praktek penelitian pada umumnya membawa dampak pada
reproduksi sistem penindasan sosial, ras, dan gender.

Konsep hegemoni bisa dipakai sebagai alat analisis untuk memahami mengapa
kelompok-kelompok subordinat secara sukarela mau berasimilasi ke dalam
pandangan dunia kelompok dominan, yang pada gilirannya membuat kelompok
ini menjadi mudah untuk terus melanggengkan dominasi dan kekuasaan mereka.
Dengan demikian untuk memperahankan posisinya kelompok dominan selalu
berupaya untuk mengamankan persetujuan spontan kelompokk marginal dengan
cara menegosiasikan penciptaan konsensus politik dan ideologi(Dominic Strinati
melalui Agus Naryatno, 2011).

Freire menawarkan pendidikan sebagai bahasa kritik dengan


menghubungkan pendidikan dengan kekuasaan dan politik, karena ketiganya
saling terkait satu sama lainnya. Pendidikan tidak bisa dipisahkan dari konteks
sosial yang lebih luas do ana ia berada, bahkan, disadari atau tidak, sebenarnya
pendidikan merupakan ajang pertarungan antar pelbagai ideologi yang
membentuk realitas sosial. Setiap dimensi sekolah dan setiap praktek pendidikan

30
secara politis adalah ruang yang diperebutkan. Jika demikian halnya, pendidikan
tidak bisa dipisahkan dari pertarungan antar kepentingan. Dalam pandangan
Freire, pendidikan haru mengambil peran publik, bukan sekedar beradaptasi
dengan realitas sosial. Gagasan ini menggeser fokus belajar dari guru ke murid
tidak lagi telah mengubah relasi kekuasaan, tidak hanya di kleas tapi juga dalam
wilayah sosial. Pernyataannya bahwa”education is politic”, pernyataan ini berarti
semua aktifitas pendidikan itu pada dasarnya bersifat politis dan punya
konsekuensi dan kualitas politis. Cara guru mengajar, pilihan pengetahuan yang
hendak diajarkan, dan model relasi yang akan dibangun, semuanya bersifat politis,
karena merekia mempunyai kontribusi terhadap pembebasan atau domestikasi
peserta didik . Dalam hal ini guru harus konsisten dengan pilihan politiknya,
yang sering terjadi adalah guru mengumandangkan nilai-nilai demokrasi,
persamaan dan egalitarianisme, tapi pada saat yang sama mengembangkan sebuah
hubungan yang otoriter di kelas. (Freire melalui Agus Nuryatno, 2011).

Sebuah kebijakan suatu pemerintahan jelas tidak terlepas dari siapa yang menjabat
dan kepentingan kepentingan yang dibawanya, juga terjadi pada pendidikan,
dalam setiap periode pergantian mentri atau kekuasaan biasanya diganti
kurikulum itu misal tidak diganti, terus diadakan sebuah revisi dari kurikulum
yang sedang berjalan itu.

Setelah arah pendidikan atau visi dan misi dicanangkan, untuk memulai
suatu usaha mencapai tujuan pendidikan dibutuhkan pendekatan dan cara kerja ,
yakni metode. Setelah pendekatan dipancangkan orang memerlukan alat kerja,
yakni kurikulum, laboratorium, alat peraga dan ilmu pengetahuan. Untuk
menggerakan alat kerja dibutuhkan guru. Guru hanya mungkin melaksanakan
kerjanya kalau ada murid. Murid dan guru mungkin bertemu kalau ada lembaga
pendidikan kendatipun itu hanya berupa kelas pribadi agar semuanya berlangsung
terus menerus fdibutuhkan biaya. Biaya ini berarti penanaman modal pokok atau
investasi dan modal berjalan. Modal terkumpul karena diusahakan oleh
masyarakat. Masyarakat yang terlibat dalam pendidikan adalah pemerintah dan
orangtua. Pada gilirannya setelah bekerja mahasiswa dan murid akan memetik

31
perolehan finansial dan non finansial(prestige). Sebagian perolehan finansial akan
kembali ke lembaga pendidikan melalui sumbangan atau iuran pendidikan dari
orang tua bagi anak-anak mereka. Masyarakat mengumpulkan modal dalam
sistem dan kondisi sosial ekonomi tertentu. Sistem dan kondisi sosial ekonomi
tertentu ditentukan dan tercipta karena pilihan masyarakat luas, negara dan
swasta, nasional dan transnasional. Dari ini jrlas sudah keterkaitan antara
pendidikan dengan ekonomi. Pendidikan dengan visi misi, pendekatan dan
metode, olmu pengetahuandan teknologinya, guru dan murid nya, lembaga dan
investasi serta biaya operasionalnya, dan sistem ekonomi politik yamg menjadi
kerangka arah dan dan motor penggeraknya, sedang ekonomi dengan sistem dan
kebijakannya, dengan produksi, distribussi dan konsumsinya, inovasi dan
perangkat perangkat hukum pengaturnya.

Sepanjang pendidikan dibatasi hanya pada metode dan teknik pengajaran


bagi anak didik, sedangkan guru dalam menceermatirealitas sosial, jika mereka
benar-benar mau melakukannya tidak lebihdari sekedar mendiskripsikannya,
maka tujuan pendidikan semcam ini sangat terbatas. Pendidikauntuk kebebasan
ini rifak sekedar dengan menggunakan proyektor dan kecanggihan sarana
teknologi lainnya yang ditawarkan sesuatu kepada peserta didik yang berasal dari
latar belakang apa pun Paulo Freire (2007: 208)

Namun sebgai sebuah praksis sosial, pendidikan berupaya memberikan


bantuan untuk membebaskan manusia di dalam kehidupan objektif dari
penindasan yang mencekik mereka. Oleh karenanata, ua merupakan pendidikan
politik, sebagai mana pendidikan lain bahkan yang mengklaim diri bersigat netral,
meski sebenarnya merupakan budak dari elite kekuasaan, jadi pendidikan politik
hanya bisa diterapkan secara sitematis, jika masyarakat sudah meengalamai
transformasi atau perubahan yang radikal. Hanya orang yang tidak tahu yang
mengira bahwa elit kekuasaan akan mendorong terlaksananya suatu jenis
pendidikan yang mengejek mereka secara kebih jekas daripada sehala kontradiksi
yang ada dalam struktur kekuasaan. Pandangan naif semacam ini juga
mrmunculkan sikap meremehkan kemampuan dan keberanian kaum elit yang

32
justru sangat berbahaya. Pendidikan yang benar-benar membebaskan hanya bisa
diterapkan di luar sistem kehidupan yang sekarang adam dan dilakukan dengan
cara yang sangat hati htai oleh mereka yang sanggup menghilangkan pandangan
naifnya dan mempunyai komutmen untuk benar-benar melakukan pembebasan.

33
DAFTAR ISI
Freire, P. (2007). Politik Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Freire, P. (2008). Pendidikan Kaum Tertindas. Jakarta: LP3S.

Murtiningsih, S. (2006). Pendidikan Alat perlawanan. Yogyakarta : Resist book.

Nuryatno, A. (2011). Mazhab Pendidikan Kritis. Yogyakarta: Resist Book.

Santoso, N. S. (2015). Kapitalisme dan Masyarakat. Yogyakarta : Pustaka pelajar.

Wahono, F. (2001). Kapitalisme Pendidikan. Yogyakarta : Pustaka pelajar.

34

Anda mungkin juga menyukai