Anda di halaman 1dari 18

DAMPAK KAPITALISME TERHADAP

MASYARAKAT DAN LINGKUNGAN

Disusun Oleh :
Kelompok 6
Fanny Rahma Auliya (112110556)
Indriyani Dewi (112111354)
Nia Dahlia (112110129)
Riska Nabila (112111008)
Winda Pebrianti (112111101)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PELITA BANGSA
2021

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................................... i

DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang........................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 3

2.1. Pengertian dan Perkembangan Kapitalisme............................................................ 3


2.2. Prinsip – Prinsip Dasar Kapitalisme........................................................................ 6
2.3. Tinjauan Kritis......................................................................................................... 9
2.4. Dampak Kapitalisme Terhadap Masyarakat............................................................ 12
2.5. Dampak Kapitalisme Terhadap Lingkungan........................................................... 13

BAB III PENUTUP............................................................................................................. 15

3.1. Kesimpulan ............................................................................................................. 15


3.2. Saran........................................................................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Kapitalisme merupakan suatu konsep dan realitas ekonomi yang saat ini mengalami
suatu peningkatan. Adanya pengaruh paham kapitalisme ini ditunjukkan dengan semakin
berkembangnya modernisasi di era global baik dalam aspek kegiatan produksi, konsumsi
dan distribusi secara massal. Sebagaimana yang disampaikan oleh Selu (2006 : 51) yang
menyatakan bahwa akibat kapitalisme global dan transparansi informasi, globalisasi
kebudayaan menjadi suatu yang mampu mengabaikan etika dan juga norma.
Adanya kapitalisme ini secara tidak langsung meningkatkan pendapatan suatu
negara. Selain peningkatan pertumbuhan ekonomi, ditandai pula dengan keikutsertaan
suatu negara dalam pasar global. Dimana dalam pasar global tersebut terjadi berbagai
maca perjanjian perdagangan. Karena perjanjian perdagangan ini ,menimbulkan distribusi
barang dan jasa ke luar negeri semakin meningkat dan juga menyebabkan kemudahan
masyarakat dalam mendapatkan barang – barang kebutuhan sehari – hari. Adanya
berbagai kemudahan yang diperoleh masyarakat, menjadikan konsumsi masyarakat
meningkat.
Namun, semakin mudah masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya, maka
masyarakat akan cenderung bersikap hedonis dan hal tersebut berakibat pada pola
perilaku individu yang cenderung individualisme. Tidak hanya berdampak pada
masyarakat saja, sistem kapitalisme juga akan berdampak pada kerusakan lingkungan.
Dimana dalam kapitalisme manusia akan cenderung tidak merasa puas dan yang mana
akhirnya menyebabkan terjadinya eksploitasi terhadap lingkungan. Eksploitasi secara
besar – besaran yang dilakukan oleh manusia akan menyebabkan kerusakan pada
lingkungan.

1.2. RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan uraian latar belakang di atas, adapun rumusan masalah dalam
penulisan ini adalah sebagai berikut :
1.2.1. Bagaimana pengertian dan perkembangan Kapitalisme ?

1
1.2.2. Apa saja prinsip – prinsip yang ada dalam Kapitalisme ?
1.2.3. Bagaimana tinjauan kritis yang ada dalam sistem Kapitalisme ?
1.2.4. Dampak apa yang ditimbulkan Kapitalisme terhadap masyarakat ?
1.2.5. Dampak apa yang ditimbulkan Kapitalisme terhadap lingkungan ?

1.3. TUJUAN PENULISAN


Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan dari penulisan ini adalah
sebagai berikut :
1.3.1. Untuk mengetahui pengertian dan perkembangan kapitalisme.
1.3.2. Untuk mengetahui prinsip – prinsip kapitalisme.
1.3.3. Untuk mengetahui tinjauan kritis kapitalisme.
1.3.4. Untuk mengetahui dampak kapitalisme terhadap masyarakat.
1.3.5. Untuk mengetahui dampak kapitalisme terhadap lingkungan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN KAPITALISME


2.1.1. PENGERTIAN KAPITALISME
Kapitalisme merupakan suatu perekonomian yang menekankan peran
modal (kekayaan dalam segala jenisnya) yang digunakan dalam proses produksi
pada suatu barang ataupun komoditas yang lainnya. 1 Penekanan kapitalisme
terhadap peran modal dalam suatu proses produksi diperkuat juga dengan
sejumlah prinsip struktural yang melandasi praktik akumulasi modal dalam
konteks pasar produksi dan dalam proses terjadinya perubahan sosial melalui
perputaran barang ataupun jawa.
Potensi suatu kapitalisme dapat menopang terjadinya suatu proses
perubahan sosial yang dialami oleh kalangan peneliti kontemporer. Menurut
Ebenstein yang mendefinisikan kapitalisme sebagai suatu sistem sosial yang
menyeluruh dan juga yang lebih dari sekadar suatu sistem perekonomian.
Kapitalisme sendiri berkaitan erat dengan suatu gerakan individualisme. 2 Dalam
hal ini kapitalisme merupakan “a social system based n recognition of individual
rights. Including property rights, in which all property is privately owned”.
Namun demikian, kapitalisme mengakarkan dirinya di ranah ekonomi
yang berupaya mewujudkan liberalisme dalam bidang ekonomi. Adapun
kaitannya dengan perubahan dan formasi sosial adalah karena kemampuan sistem
ideologi ini untuk memberikan suatu logika historis yang terbilang unik. Logika –
logika tersebut mengacu pada gerakan – gerakan dan perubahan yang adala dalam
suatu proses kehidupan dan konfigurasinya terhadap kelembagaan dari suatu
masyarakat.
2.1.2. PERKEMBANGAN KAPITALISME
Sejarah industri dan komersial di dunia Barat Modern, pada wanly
dipengaruhi oleh adanya asumsi – asumsi kapitalisme dan merkantilisme. 3 Di

1
Lorens Bagus. 1996. Kamus Filsafat (Jakarta : Gramedia), 391.
2
W. Ebenstein. 1990. Isme – Isme Dewasa Ini (Jakarta : Erlangga), 11
3
Robert E. Lemer. 1988. Western Civilization (New York – London : W. W. Norton & Company), 201.

3
masa awal tersebut, kapitalisme memainkan peran yang sederhana, yaitu sebagai
sebuah sistem produksi, distribusi, dan pertukaran di bidang ekonomi. Dalam
sistem tersebut, suatu kekayaan yang terakumulasi diinvestasikan kembali oleh
pemilik modal guna memperoleh suatu keuntungan yang lebih banyak dari modal
yang telah dikeluarkan.
Dari titik tolak tersebut, selanjutnya kapitalisme didesain untuk
mendorong adanya ekspansi komersial yang melewati batas – batas lokal menuju
skala nasional dan juga internasional. Pengusaha kapitalis harus mempelajari pola
– pola perdagangan internasional dan dapat memanipulasi pasar demi
memperoleh suatu keuntungan untuk mereka. Oleh karena itulah, kapitalisme
tidak jarang dituding sebagai kepanjangan tangan bagi imperialisme dan
kolonialisme modern.
Dalam formasi tersebut, sistem ideologi kapitalisme mulai menancapkan
tonggak – nya untuk pertama kali di Inggris pada abad ke – 18 M dan kemudian
menyebar luar ke kawasan Eropa Barat Laut dan Amerika Utara. 4 Hal tersebut
mengakibatkan terbitlah sebuah buku karya Adam Smith yang berjudul The
Wealth of Nations pada tahun 1776, yang diakui sebagai tonggak utama
kapitalisme klasik yang mengekspresikan siau gagasan “laissez faire” dalam
suatu perekonomian.5 Gagasan tersebut bertentangan secara diametral dengan
gagasan merkantilisme yang mengandaikan adanya intervensi pemerintah dalam
urusan negara dan perkembangan perekonomian. Sebaliknya, Adam Smith
berpendapat bahwa jalan yang terbaik untuk memperoleh suatu kemakmuran
adanya dengan membiarkan individu – individu mengejar kepentingannya mereka
sendiri tanpa adanya keterlibatan dengan perusahaan – perusahaan negara.6
Adam Smith sebagai tokoh yang berjasa dalam meletakkan dasar
pemikiran kapitalisme kemudian menjelaskan bahwa bekerjanya mekanisme
pasar dan terciptanya suatu kemakmuran yang diidamkan ini turut didorong oleh
kepentingan – kepentingan pribadi, dan karena terciptanya suatu kompetisi dan

4
W. Ebenstein. Isme – Isme…….., 15
5
Istilah “Laissez faire” berasal dari bahasa Prancis laissez faire la nature (let nature take its course; yang dapat
diartikan sebagai suatu sikap pembiaran kebebasan semaunya tanpa adanya suatu pengaturan dan juga kontrol
6
Robert E. Lemer. Western Civilization……….207

4
kekuatan individualisme dalam menciptakan suatu keteraturan ekonomi. Melalui
mekanisme pasar yang mewujudkan keteraturan ekonomi ini, kapitalisme
melakukan klasifikasi antara yang disebut dengan istilah “nilai – guna” dan “nilai
– tukar” yang terdapat dalam setiap komoditas. Ukuran riil dari nilai – tukar
komoditi, harus dilihat dari kondisi pertukaran, di mana ukuran riil dari nilai
komoditi adalah kuantitas dari kerja yang ada dalam barang – barang lain yang
dapat dipertukarkan di pasar.
Pendapat Adam Smith ini kemudian mendapatkan kritik dari David
Ricardo.7 Menurutnya nilai komoditi terdapat pada kerja manusia, bahan – bahan
mentah dan alat – alat kerja. Ricardo menemukan bahwa komoditi yang dijual
pada harganya setara dengan jumlah kerja yang diperlukan untuk memproduksi
barang yang diinginkan. Asumsinya adalah bahwa nilai tukar berawal dari jumlah
kerja yang digunakan untuk memproduksi barang, dengan asumsi ini, Ricardo
membongkar sifat parasit dari seluruh pendapatan yang tidak diperoleh dari kerja.
Lebih dari itu, Ricardo juga menggawangi adanya suatu perbedaan yang kentara
pada generasi berikutnya tentang nilai – lebih dan kerja – lebih.
Pada awal abad ke – 20, kapitalisme harus melengkapi berbagai
ketegangan dan tekanan yang tidak pernah diperkirakan sebelumnya. Maka dari
itu, muncullah kerajaan – kerajaan industri yang cenderung menjadi birokrasi
uniform dan terkonsentrasi – nya kepemilikan saham oleh beberapa orang
kapitalis, memaksa pemerintah (Barat) mengintervensi mekanisme pasar
e=melalui kebijakan – kebijakan seperti adanya undang – undang anti – monopoli,
sistem perpajakan, dan jaminan kesejahteraan. Fenomena intervensi oleh negara
terhadap sistem pasar dan disusul dengan semakin meningkatnya tanggung jawab
pemerintah dalam masalah kesejahteraan sosial dan ekonomi merupakan indikasi
terjadinya transformasi yang besar yang mana hal tersebut pernah terjadi salam
sistem ideologi kapitalisme.

7
David Ricardo, lahir di London tanggal 18 April 1772 dan berkarir di Bursa Saham London. Kaeya yang ditulis
diantaranya, Bullion Controversy, An Essay on the Influence of a Low Price Corn on the Profits of Stock (1815). Karya
terbesar – nya adalah The Principle of Political Economy and Taxation (3 edisi 1817, 1819, 1821). Ia pernah menjadi
anggota majelis rendah, Portarlington, Irlandia. Lihat : Adam Kuper & Jessica Kuper. 2000. Eksilopedia Ilmu – Ilmu
Sosial (Jakarta : Rajawali), 231.

5
Transformasi tersebut dilakukan agar kapitalisme dapat menyesuaikan diri
dengan berbagai perubahan ekonomi dan juga sosial yang terjadi. Dari hal
tersebut, lahirlah konsep walfare state, yang sering dikenal dengan istilah
perekonomian campuran yang mengkombinasikan inisiatif swasta dengan
tanggung jawa negara mengenai kemakmuran sosial.
Habernas memandang transformasi tersebut sebagai suatu peralihan dari
kapitalisme liberal kepada kapitalisme lanjut (late capitalism, organized,
advanced capitalism). Dalam Legitimation Crisis, Habernas menyebutkan bahwa
state regulated capitalism (nama lain bagi kapitalisme lanjut) mengacu pada 2
(dua) fenomena, yaitu (1) Terjadinya proses konsentrasi struktur pasar oligo –
politik dan (2) Intervensi negara dalam pasar. Guna melegitimasi intervensi
negara yang kontradiktif dengan kapitalisme liberal, maka menurut Habernas,
dilakukannya re – politisasi massa sebagai kebalikan dari depolitisasi massa
dalam masyarakat kapitalis liberal. Upaya inilah yang diwujudkan dalam sistem
demokrasi formal.
2.2. PRINSIP – PRINSIP DASAR KAPITALISME
2.2.1. PRINSIP KAPITALISME : TIGA ASUMSI DASAR
Ayn Rand dalam Capitalism (1970) menyebutkan tiga asumsi dasar
kapitalisme, diantaranya sebagai berikut :
(a) Kebebasan Individu
Menurut Rand, kebebasan individu merupakan tiang pokok
kapitalisme, karena dengan pengakuan hak alami tersebut individu bebas
berpikir, berkarya dan berproduksi untuk keberlangsungan hidupnya.
(b) Kepentingan Diri
Pada gilirannya, pengakuan institusi hak individu memungkinkan
individu untuk memenuhi kepentingan dirinya. Menurut Rand, manusia
hidup pertama-tama untuk dirinya sendiri, bukan untuk kesejahteraan orang
lain. Rand menolak keras kolektivisme, altruisme, mistisisme.
(c) Pasar Bebas
Konsep dasar bebas Rand merupakan aplikasi sosial dan pandangan
epistemologi – nya yang natural mekanistik. Terpengaruh oleh gagasan "the

6
invisible hand" dari Smith, pasar bebas dilihat oleh Rand sebagai proses
yang senantiasa berkembang dan selalu menuntut yang terbaik atau paling
rasional.8 Smith pernah berkata: "...free marker forces is allowed to balance
equitably the distribution of wealth".9
2.2.2. PRINSIP KAPITALISME : AKUMULASI KAPITAL
Heilbroner menelaah secara mendalam mengenai pengertian hakiki dari
kapital. Dimana beliau menyatakan untuk menolak memperlakukan kapital
hanya dalam kategori hal-hal yang material berupa barang atau uang. Menurut
Heilbroner, jika kapital hanya berupa barang-barang produksi atau uang yang
diperlukan guna membeli material dan kerja, maka kapital akan sama tuanya
dengan peradaban.10
Kapital merupakan faktor yang menjadi pusat gerak suatu pross
transformasi berlanjut atas kapital sebagai uang menjadi kapital sebagai
komoditi, yang diikuti oleh suatu transformasi dari kapital sebagai komoditi
menjadi kapital sebagai uang yang bertambah. Inilah rumusan M-C-M yang
diperkenalkan Marx. Proses yang berulang dan ekspansif ini memang diarahkan
untuk membuat barang dan jasa dengan pengorganisasian niaga dan produksi.
Eksistensi fisik benda dan jasa itu merupakan suatu rintangan yang harus diatasi
dengan mengubah komoditi menjadi uang kembali. Bahkan kalau hal itu terjadi,
bila sudah terjual, maka uang itu pada gilirannya tidak dianggap sebagai produk
akhir dari pencarian tetapi hanya sebagai suatu tahap dalam lingkaran yang tak
berakhir.
Karena itulah, menurut Heilbroner, kapital bukanlah suatu benda material
melainkan suatu proses yang memakai benda-benda material sebagai tahap-tahap
dalam eksistensi yang dinamika – nya terus berkelanjutan. Kapital adalah suatu
proses sosial, bukan proses fisik. Kapital memang mengambil bentuk fisik, tetapi
maknanya hanya bisa dipahami jika kita memandang bahwa benda-benda
material ini mewujudkan dan menyimbolkan suatu totalitas yang meluas.

8
Ayn Rand. 1970. Capitalism : The Unknown Ideal (New York : A Signet Book)
9
Robert E. Lemer. Westen Civilization………..156
10
R. L Heibroner. Hakikat………….79

7
Rumusan M – C – M (Money – Commodity – Money) yang digambarkan
oleh Marx atas metamorfosis yang berulang dan meluas yang dijalani kapital
merupakan penemuan Marx terhadap esensi kapitalisme, yaitu akumulasi modal.
Dalam pertukaran M-C-M tersebut uang bukan lagi alat tukar, tetapi sebagai
komoditas itu sendiri dan menjadi tujuan pertukaran.
2.2.3. PRINSIP KAPITALISME : DORONGAN UNTUK MENGAKUMULASI
KAPITAL
Menurut Heilbroner, gagasan kapital sebagai suatu hubungan sosial
menyingkapkan inti hubungan tersebut, yaitu adanya dominasi. Hubungan
dominasi yang memiliki dua kutub, diantaranya (1) Ketergantungan sosial kaum
yang tak memiliki kepada pemilik kapital di mana tanpa ketergantungan itu
kapital tidak memiliki pengaruh apa-apa dan (2) Dorongan tanpa henti dan tanpa
henti untuk mengakumulasi kapital.
Dari hal tersebutlah, Heilbroner melontarkan pertanyaan: Apakah alasan
pembenaran dari proses tanpa henti ini? Dan menyebutkan bahwa dorongan ini
digerakkan oleh keinginan untuk prestise dan kemenonjolan (realisasi diri). 11
Dalam bahasa Abraham Maslow, dorongan mengakumulasi kekayaan yang tidak
memiliki kepuasan ini merupakan manifestasi aktualisasi diri. Namun,
Heilbroner mengingatkan bahwa kebutuhan afektif ini hanyalah suatu kondisi
yang perlu (necessary condition) namun belum menjadi syarat cukup (sufficient
condition) untuk dorongan mengejar suatu kekayaan. Kemudian, Heilbroner
menemukan bahwa suatu kekayaan memberikan kepada pemiliknya kemampuan
untuk mengarahkan dan memobilisasikan kegiatan-kegiatan dalam masyarakat.
Dapat dikatakan ini merupakan suatu kekuasaan. Kekayaan adalah suatu
kategori sosial yang tidak terpisahkan dari kekuasaan.
Dengan demikian, hakekat kapitalisme menurut Heilbroner, adalah
dorongan tiada henti dan tanpa puas untuk mengakumulasi kapital sebagai
sublimasi dorongan bawah sadar manusia untuk merealisasi diri, mendominasi,

11
Heilbroner mengutip pernyataan Adam Smith sendiri dalam Theory of Moral Sentiments 91976) dimana
menyatakan “Orang kata berbangga dalam kekayaan – kekayaan mereka, karena dia merasa bahwa kekayaan –
kekayaan itu membuatnya diperhatikan dunia. Memikirkan hal ini membuat dia berbesar hari dan membuatnya
mencintai kekayaannya”

8
berkuasa. Karena dorongan ini berakar pada jati diri manusia, maka kapitalisme
lebih merupakan salah satu modus eksistensi manusia. Mungkin inilah sebabnya
mengapa kapitalisme mampu bertahan dan malah menjadi hegemoni peradaban
global.
2.3. TINJAUAN KRITIS KAPITALISME
Tinjauan kritis ini merupakan asumsi mengenai analisis sosial yang memiliki suatu
keterbatasan skematis dalam dinamika kehidupan sosial masyarakat. Dimana tinjauan
kritis ini membahas mengenai kekuatan dan kelemahan kapitalisasi yang dijadikan
sebuah hipotesa.
2.3.1. KEKUATAN KAPITALISME
(a) Daya adaptasi dan transformasi kapitalisme yang sangat tinggi,
sehingga ia mampu menyerap dan memodifikasi setiap kritik dan
rintangan untuk memperkuat eksistensinya.
Sebagai contoh, suatu ancaman pemberontakan kaum buruh yang
diramalkan Marx tidak terwujud. Hal tersebut terjadi, karena kaum buruh
mengalami pembekuan kesadaran kritis (reifikasi), dan kelas borjuasi kapital
melalui negara memberikan "kebaikan hati" kepada kaum buruh dengan
konsep welfare state. Yang akhirnya, kaum kapitalis memperoleh
persetujuan (consent) untuk mendominasi masyarakat melalui apa yang
dikenal dengan istilah Gramsci sebagai hegemoni ekonomi, politik, budaya.
Yang menurut Heilbroner, rezim kapital memiliki kemampuan untuk
memperoleh kepatuhan massa dengan memunculkan "patriotisme"
ekonomik.
(b) Tingginya kemampuan adaptasi kapitalisme dapat dilacak pada
hakekat kapitalisme, yaitu dorongan untuk berkuasa dan perwujudan
diri melalui kekayaan.
Atas dasar itulah diantaranya, maka Peter Berger dalam Revolusi
Kapitalis (1990) berani bertaruh bahwa masa depan ekonomi dunia berada
dalam genggaman kapitalisme.12

12
Peter L. Berger. 1990. Revolusi Kapitalis (Jakarta : LP3ES), 31.

9
(c) Kreativitas budaya kapitalisme dan kapasitasnya menyerap ide-ide
serta toleransi terhadap berbagai pemikiran.
Menurut Rand, kebebasan dan hak individu memberi ruang gerak
manusia dalam berinovasi dan berkarya demi tercapainya keberlangsungan
hidup dan kebahagiaan. Dengan dasar pemikiran ini, Bernard Murchland
dalam Humanisme dan Kapitalisme (1992) dengan penuh keyakinan
menaruh harapan bahwa kapitalisme demokratis merupakan humanisme
yang dapat menyelamatkan peradaban manusia di masa depan.13
(d) KELEMAHAN KAPITALISME
Mengacu kepada asumsi-asumsi dasar kapitalisme, klaim-klaim
pendukung kapitalisme dan praktek kapitalisme, terdapat beberapa kelemahan
mendasar kapitalisme.
(1) Pandangan epistemologi – nya yang positivistic – mekanistik.
Positivism yang memisahkan fakta dan nilai, bahkan hanya terpaku
pada apa yang disebut fenomena fakta dan mengabaikan nilai, terbukti
sudah ketidakmampuan – nya menjelaskan perkembangan sains modern dan
kritikan dari fenomenologi hermeneutic (human sciences). Pola pikir
positivistic hanya satu dimensi, yaitu dialektika positif, yang pada gilirannya
mereduksi kemampuan refleksi kritis manusia untuk menari makna-makna
tersembunyi di balik fenomena-fenomena. Herbert Marcuse dalam One
Dimensional Man (1991) berkata: "... Kapitalisme, yang didorong oleh
teknologi, telah mengembang untuk mengisi semua ruang sosial kita; telah
menjadi suatu semesta politis selain psikologis. Kekuasaan totalitarian ini
mempertahankan hegemoni – nya dengan merampas fungsi kritisnya dari
semua oposisi, yaitu kemampuannya berpikir negatif mengenai sistem, dan
dengan memaksakan kebutuhan-kebutuhan palsu melalui iklan, kendali
pasar, dan media. Maka, kebebasan itu sendiri menjadi alat dominasi, dan
akal menyembunyikan sisi gelap irasionalitas..."14

13
Bernard Murchland. 1992. Humanisme dan Kapitalisme (Yogyakarta : Tiara Wacana)
14
Herbert Marcuse. 1991. One Dimensional Man (Boston : Beacon Press), 21

10
(2) Asumsi antropologis yang dianut kapitalisme adalah pandangan
reductionism satu dimensi manusia yang berasal dari rasionalisme
Aufklarung.
Temuan alam bawah sadar psikoanalisis menunjukkan bahwa banyak
perilaku manusia tidak didorong oleh kesadaran atau rasionalitas, melainkan
oleh ketidaksadaran dan irasionalitas. Asumsi kapitalisme yang
mengandaikan bahwa distribusi kekayaan akan terjadi dengan sendirinya
bila masyarakat telah makmur (konsep trickle-down effect) melupakan aspek
irasionalitas manusia yang serakah dan keji. Dorongan yang tidak pernah
puas menumpukkan kapital sebagai watak khas kapitalisme merupakan
bentuk patologis megalomania dan narsisisme.
(3) Keserakahan mengakumulasi kapital berakibat pada eksploitasi yang
melampau batas terhadap alam dan sesama manusia, yang pada
gilirannya masing-masing menimbulkan krisis ekologis dan
dehumanisasi.
Habermas (1988) menyebutkan kapitalisme lanjut menimbulkan
ketidakseimbangan ekologis, ketidakseimbangan antropologis (gangguan
sistem personality), dan ketidakseimbangan internasional.15
(4) Kapitalisme telah memupuk dan menebarkan problem moral yang
semakin kuat.
Bernard Murchland (1992), seorang pembela gigih kapitalisme,
mengakui bahwa masalah yang paling serius yang dihadapi kapitalisme
demokratis adalah pengikisan basis moral. Ia lalu menoleh ke negara-negara
Timur yang kaya dengan komponen moral kultural. 16 Atas dasar problem
etis inilah, maka Mangunwijaya (1998) dengan lantang berkata: "...
ternyatalah, bahwa sistem liberal kapitalis, biar sudah direvisi, diadaptasi
baru dan diperlunak sekalipun, dibolak-balik di argumentasi dengan fasih
ilmiah seribu kepala botak, ternyata hanya dapat berfungsi dengan tumbal-

15
Jurgen Habernas. Legitimation Crisis………..118.
16
Bernard Murchland. Humanisme dan Kapitalisme….96

11
tumbal sekian milyar rakyat dina lemah miskin di seluruh dunia, termasuk
dan teristimewa Indonesia...."17
(5) Implikasi dari praktek mengakomodasikan segenap ide-ide dan
kegiatan-kegiatan sosial budaya, maka terjadilah krisis makna yang
pada gilirannya menimbulkan krisis motivasi.
Habermas (1988) mengatakan bahwa pada tataran sistem politik, krisis
motivasi ni menimbulkan krisis legitimasi, atau menurut istilah Heilbroner
(1991) dengan krisis intervensi.
2.4. DAMPAK KAPITALISME TERHADAP MASYARAKAT
Masyarakat yang hidup di zaman kapitalisme global adalah masyarakat
konsumen. Masyarakat yang seperti demikian umumnya adalah masyarakat yang telah
menjadi hamba dari ciptaannya sendiri, yaitu kapitalisme global. Kemajuan yang diusung
dalam globalisasi telah membawa masyarakat dalam situasi terkurung dalam jerat – jerat
dan “rayuan” kapitalisme global, tatanan yang menawarkan berbagai kemudahan,
keindahan dan pemenuhan kebutuhan yang serba instan. Dengan budaya konsumsi yang
dipegangnya masyarakat konsumen sebenarnya hasil kreasi dari sistem kapitalisme
global.
Perkembangan kapitalisme global ini membutuhkan adanya masyarakat
konsumen (consumer society) yang akan melahap semua produk yang dihasilkan dalam
sistem kapitalisme. Masyarakat konsumen merupakan masyarakat yang eksistensinya
dilihat hanya dengan pembedaan komoditi yang dikonsumsi. Masyarakat konsumen
dengan budaya konsumsi yang dipegangnya melihat tujuan dan totalitas hidupnya dalam
kerangka atau logika dalam konsumsi. Eksistensi yang dijalankan dan dipertahankan
hanya dengan sekain dan secara terus – menerus mengkonsumsi berbagai tanda dan status
sosial di balik komoditi yang ada. Bukan hanya dirinya saja yang mengaktualisasikan diri
lewat tindakan konsumsi, orang lain juga akan dinilai menurut standar yang dipakainya.
Hal tersebut berarti eksistensi orang lain pun akan dinilai dan diaku sesuai dengan standar
sosial yang dipegangnya. Di sini peran media massa dengan program advertising – nya
sangat menonjol. Gaya konsumsi yang dipandu oleh advertising atau iklan dalam

17
Y. B. Mangunwijaya. “Mencari Landasan Sendiri, Esei pada Harian Kompas “. Jakarta, 1 September 1998

12
kapitalisme global ternyata telah menciptakan masyarakat konsumen yang
mengkonsumsi, yang mana seakan – akan menjadi “sapi perahan” dalam kaum kapitalis.
Dengan demikian, masyarakat konsumsi akan melihat identitas diri maupun
kebebasan mereka sebagai kebebasan memproyeksikan kepingan pada barang – barang
industri.18 Dimana konsumsi dipandang sebagai usaha masyarakat untuk merebut makna
– makna sosial atau posisi sosial. Relasi bukan lagi terjadi antara manusia, tetapi antara
manusia dengan benda – benda konsumsi – nya. Masyarakat pada zaman ini telah
menjadi masyarakat konsumen yang akan melihat iklan sebagai guru dan teladan moral
yang harus diikuti.
Masyarakat konsumen yang hidup dari tanda – tanda yang ditawarkan oleh
globalisasi pada gilirannya akan menjadi masyarakat yang menganut individualisme baru.
Individualisme baru ini akan muncul sejalan dengan berkembangnya neo – liberalisme
dalam kapitalisme global. Dalam liberalisme awal muncul individualisme klasi yang
masih identik dengan kaum kapitalis. Liberalisme awal menawarkan konsep tentang
kebebasan individu termasuk di dalamnya kebebasan hak milik yang masih terbatas
dalam sekat – sekat kedaulatan suatu negara. Maksudnya, kebebasan yang dimaksud itu
masih berkaitan dengan posisi individu ketika berhadapan dengan negara. John Locke,
seorang pemikir liberalisme, melihat kebebasan sebagai suatu keadaan alamiah manusia.
Dalam hal ini suatu benda dikatakan sebagai milik satu orang ketika benda tersebut
didayagunakan atau diberi nilai tambah (added value) oleh orang tersebut.19
2.5. DAMPAK KAPITALISME TERHADAP LINGKUNGAN
Fakta menunjukkan bahwa menurunnya kualitas lingkungan hidup berjalan
seiring dengan kemampuan manusia untuk mengeksploitasi alam, yang dalam hal ini
akan melibatkan proses pergeseran masyarakat dari tradisional ke modern. Pada
masyarakat tradisional alam ditempatkan sebagai penentu realitas sehingga manusia
adalah objek dari kekuatan alam. Oleh karena itu, masyarakat tradisional akan berupaya
untuk selalu menyesuaikan diri dengan nalar bekerjanya alam. Jika dianalogikan dengan
pemikiran Auguste Comte tentang tahapan perkembangan masyarakat, tahap inilah yang
disebut dengan tahap metafisik. Apabila dalam tahapan sebelumnya, yaitu tahapan
teologis, segala sesuatu yang terjadi diyakini karena adanya kekuatan supranatural yang
18
Baudrillard. 1997. 185 - 186
19
Franz Magnis – Suseno. 1989 : 123 – 124.

13
dimiliki oleh dewa, roh, atau pun Tuhan, pada tahapan metafisik ini manusia mulai
meyakini adanya kekuatan – kekuatan abstrak selain Tuhan, yaitu alam. Sementara itu,
masyarakat modern lebih bersifat positivistic. Masyarakat modern meyakini bahwa
kekuasaan atas realitas berada di dalam diri manusia itu sendiri, bukan alam. Pada
masyarakat modern segala sesuatu yang terjadi di alam dapat dijelaskan secara ilmiah
melalui pembuktian empiris, bukan tergantung pada entitas metafisik.
Pada konteks inilah kemudian perkembangan ilmu dan teknologi terjadi dengan
sangat pesat. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut kemudian
berjalan seiring dengan perkembangan kemampuan manusia untuk mengubah alam atau
lebih tepatnya mengeksploitasi alam. Proses ini sekaligus mendasari proses terbentuknya
kebudayaan modern. Bersama dengan proses ini pula terjadi akumulasi modal dalam
cakupan yang lebih luas. Akumulasi modal tersebut berjalan secara terus menerus,
khususnya di negara-negara maju, yang tidak jarang hal ini dilakukan melalui proses
eksploitasi di negara-negara berkembang.
Proses modernisasi, industrialisasi, dan kapitalisasi yang terjadi secara terus-
menerus itu kemudian menyebabkan krisis ekologis yang tidak terhindarkan. Hal tersebut
terjadi sebab, pada sistem kapitalisme, faktor-faktor produksi (sumber daya alam, alat-
alat produksi, maupun tenaga kerja) akan dikombinasikan sedemikian rupa untuk
menciptakan kemungkinan terbesar bagi tercapainya penimbunan keuntungan. Pada
sudut pandang ini, sebuah perusahaan yang ingin memiliki masa depan harus memiliki
kontrol atas sumber daya dan meningkatkan investasi serta kehadirannya di pasar dunia.
Watak dasar kapitalis umumnya tidak terlalu peduli untuk membuat kerja menjadi lebih
nyaman atau pun pengharmonian produksi dengan keseimbangan alam dan kehidupan
manusia. Proses produksi pada prinsipnya hanya peduli untuk menghasilkan nilai tukar
maksimal bagi setiap biaya yang dikeluarkan. Prioritasnya adalah untuk menekan biaya
produksi serendah mungkin daripada melestarikan keseimbangan ekologis yang biayanya
mahal dan kerusakannya tidak akan menjadi beban perusahaan secara finansial.
Teknologi kemudian menjadi pilihan praktis untuk dapat mencapai tujuan maksimalisasi
keuntungan dan minimalisasi biaya produksi.20

20
Gorz. 1980 : 06

14
BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Kapitalisme merupakan suatu perekonomian yang menekankan peran modal
(kekayaan dalam segala jenisnya) yang digunakan dalam proses produksi pada suatu
barang ataupun komoditas yang lainnya, yang penekanan – nya berada peran modal
dalam suatu proses produksi. Di dalam suatu kapitalisme terdapat beberapa prinsip yang
melatarbelakangi kapitalisme, diantaranya (1) Tiga asumsi dasar kapitalisme menurut
Ayn Rand, (2) Akumulasi kapital, dan (3) Dorongan untuk mengakumulasi Kapital.
Kapitalisme tidak hanya memberikan suatu kemajuan dalam pertumbuhan
ekonomi suatu negara, namun juga dapat menimbulkan suatu dampak. Dampak – dampak
yang ditimbulkan oleh kapitalisme ini cenderung bersifat negatif, diantaranya (1) Adanya
kapitalisme ini memunculkan budaya mengkonsumsi secara berlebihan terhadap sesuatu
yang tidak dibutuhkan yang mana dikenal dengan istilah hedonistic. Selain budaya
konsumerisme ini, juga mengakibatkan timbulnya suatu individualisme dalam diri
masyarakat. Dan (2) selain berdampak pada masyarakat, kapitalisme juga berdampak
pada lingkungan. Dimana manusia pada zaman kapitalisme ini cenderung tidak pernah
puas akan apa yang didapatnya. Hal itu akan mengakibatkan manusia akan
mengeksploitasi lebih dalam lagi, tidak terelak pula berdampak pada lingkungan yang
jika di eksploitasi secara terus – menerus akan mengakibatkan suatu kerusakan
lingkungan.

3.2. SARAN
Adanya dampak negatif yang ditimbulkan akibat kapitalisme ini mengakibatkan
kerugian yang akan merugikan masyarakat. Tidak hanya masyarakat, namun juga akan
merugikan lingkungan sekitar. Untuk itulah diperlukan penanggulangan dan pencegahan
dalam mencegah penyebaran dampak kapitalisme yang semakin meluas.

15
DAFTAR PUSTAKA

Iqbal, Imam. 2012. Kapitalisme : Tinjauan Historis – Filosofis. Yogyakarta : UIN Sunan

Kalijaga

Kushendrawati, Selu Margaretha. 2006. “Masyarakat Konsumen Sebagai Ciptaan Kapitalisme

Global : Fenomena Budaya Dalam Realitas Sosial”. Dalam jurnal Makara, Sosial
Humaniora. Volume 10, Nomor 2, 49 – 57.

Muslimin, Kartini. 2017. “Kapitalisme Di Era Pasa Bebas dan Realitas Kondisi Ekonomi

Kekinian”. Dalam jurnal Hukum Ekonomi Syariah. Volume 1, Nomor 1.

Muthmainnah, Lailiy, dkk. 2020. “Kapitalisme, Krisi Ekologi, dan Keadilan Intergenerasi :

Analisis Kritis atas Problem Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia”. dalam jurnal
Mozaik Humaniora. Volume 20 (1) : 57 – 69.

Prinanda, Devita. 2018. “Pengaruh Kapitalisme pada Kelompok Sosialita : Menelahaan

Hedonistic Consumerism di Kalangan Hermes Lovers”. Dalam jurnal sosial budaya.


Volume 15, Nomor 1.

Tampubolon, Yohanes Hasiholan & Dreitsohn Franklun Purba. 2022. “Kapitalisme Global
sebagai

Akar Kerusakan Lingkungan terhadap Etika Lingkungan”. Dalam jurnal Agama dan
Masyarakat. Volume 09, Nomor 1.

16

Anda mungkin juga menyukai