Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

SISTEM EKONOMI KAPITALIS

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Sistem Ekonomi yang Diampu oleh

Muhammad Amali S.E,M.Si

Disusun Oleh :

Kelompok 1

1. Arviani
2. Muhammad Virgianto
3. Serli Agus Lestari
4. Dendy Pri Amara

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS BATANGHARI JAMBI

2022/2023
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat kami dapat menyelesaikan tugas kelompok mata kuliah SISTEM
EKONOMI yang berjudul “SISTEM EKONOMI KAPITALIS”.
Dalam menyelesaikan makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan dan
bimbingan dari beberapa pihak, untuk itu melalui kata pengantar ini penulis
mengharapkan kritik dan saran tentang kesempurnaan makalah ini. Dan tidak lupa
pula penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah
SISTEM EKONOMI.
Sebagai bantuan dan dorongan serta bimbingan yang telah diberikan kepada penulis
supaya diterima Allah SWT sebagai sebuah kebaikan. Semoga makalah ini
bermanfaat khususnya bagi penulis dan semua pembaca pada umumnya.

Jambi, Semptember 2022

penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Sistem perekonomian adalah sistem yang digunakan oleh suatu


memecahkan berbagai permasalahan ekonomi yang dialami oleh negara
tersebut, misalnya pengalokasian sumber daya yang dimilikinya,
pelaksanaan produksi, distribusi dan komsumsi baik kepada individu
maupun organisasi di negaratersebut. Perbedaan yang mendasar antara
sebuah sistem ekonomi dengan sistemekonomi lainnya adalah bagaimana
cara sistem itu mengatur faktor produksinya.Dalam berbagai sistem,
seorang individu boleh memiliki semua faktor produksi.Sementara dalam
sistem lainnya, semua faktor tersebut dipegang oleh pemerintah.

Salah satu sistem perekonomian yang ada didunia adalah sistem


ekonomi kapitalis, yaitu sistem ekonomi dimana kekayaan produktif
terutama dimiliki secara pribadi dan pruduksi terutama untuk penjualan.
Tujuan dari pemilikan pribadi tersebut adalah untuk mendapatkan suatu
keuntungan yang lumayan dari penggunaan kekayaan produktif.

Pemilikan, usaha bebas dan produksi untuk pasar, mencari


keuntungan tidak hanya merupakan gejala ekonomi. Semua ini ikut
menentukan segala aspek dalam masyarakat dan segala aspek kehidupan
dan kebudayaan manusia. Ini sangat jelas dan motif mencari keuntungan,
bersama-sama dengan lembaga warisan dan dipupuk oleh oleh hukum
perjanjian, merupakan mesin kapitalisme yang besar; memang merupakan
pendorong ekonomi yang besar dalam sejarah sampai saat ini.
1.2.Identifikasi Masalah
Pada masa permulaannya, kapitalisme merupakan semangat yang
sering mendapatkan penekanan adalah sebagai usaha, berani mengambil
resiko, persaingan dan keinginan untuk mengadakan inovasi. Tata nilai yang
memadai kapitalisme ( terutama di negara Anglo Saxon ) adalah
individualisme, kemajuan material dan kebebasan politik. Pertumbuhan
kapitalisme, dan terutama industrialisasi oleh kapitalis, juga berarti
melahirkan kelas pekerja yang besar dinegara yang lebih maju. Sering
berdesakan didaerah yang kotor di kota-kota industri yang baru berkembang,
jam kerja yang lama dengan upah yang rendah dan dalam keadaan yang
menyedihkan dan tidak sehat, kehilangan lembaga pengatur yang terdapat
di daerah asalnya, dan untuk selama beberapa dekade disisihkan sama sekali
dari proses politik – pekerja dieropa tak dapat diabaikan untuk keberhasilan
kapitalisme dan juga merupakan persoalan sosial dan politik yang paling
besar selam tingkat permulaan kapitalisme industri ini.
Seiring berjalannya waktu, prospek kapitalisme tidak begitu cerah
seluruhya segera sesudah terjadinya krisis finansial yang melanda Amerika
Serikat yang kemudian berdampak bagi negara-negara lain. Banyak para
kalangan yang mengatakan bahwa ini adalah saatnya kehancuran
kapitalisme.
Berdasarkan permasalahan yang menjadi pijakan dalam Sistem
Ekonomi Kapitalis, maka para pakar ekonomi Kapitalis melihat ada 3 pokok
permasalahan ekonomi yang harus dipecahkan masyarakat, yaitu:
1. Apa yang harus diproduksi dan dalam jumlah berapa (What)?
2. Bagaimana sumber-sumber ekonomi (faktor-faktor
produksi) yang tersedia harus dipergunakan untuk
memproduksi barang-barang tersebut (How)? Dan,
3. Untuk Siapa barang-barang tersebut diproduksi; atau
bagaimana barang-barang tersebut dibagikan di antara warga
masyarakat (for Whom)? (lihat Boediono: 1993: 7)
Pembahasan pertanyaan pertama, yakni berapa yang harus
diproduksi secara umum menyangkut barang dan jasa yang dibutuhkan
manusia, dan secara khusus menyangkut sinkronisasi antara kebutuhan
manusia dengan daya belinya.
Sedangkan pembahasan berapa jumlah barang yang diproduksi
merupakan pembahasan yang menjadi jawaban dari tingkat permintaan
(demand) total (agregat) konsumen yang ditentukan oleh barang apa yang
dia butuhkan dan sampai tingkat berapa kemampuan belinya.
Pertanyaan kedua, yakni bagaimana menggunakan sumber-sumber
ekonomi dalam memproduksi barang-barang dan jasa yang dibutuhkan?
menyangkut pembahasan teknik produksi. Hanya saja para pakar ekonomi
Kapitalisme tidak memisahkan pembahasan masalah ini dengan masalah-
masalah ekonomi lainnya.
Terakhir, tentang pertanyaan untuk siapa barang-barang tersebut
diproduksi? para pakar ekonomi Kapitalis menjawabnya dengan
pembahasan tentang teori harga, yaitu peranan harga dalam menentukan
produksi konsumsi - distribusi.

1.3.Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
 Di harapkan mampu mendeskripsikan dan memahami sistem
ekonomi kapitalis.
 Mampu menganalisis sejauh mana kekuatan ekonomi
kapitalis yang banyak dianut oleh negara-negara barat.
 Dapat memahami sejauh mana dampak dari ekonomi
kapitalis bagi suatu negara yang menganutnya.

1.4. Manfaat Penulisan

1. Bagi Penulis
Makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki khususnya
mengenai Sistem ekonomi kapitalis.
2. Bagi Pembaca
Makalah ini dapat dijadikan sarana untuk menambah
pengetahuan dan wawasan tentang Sistem ekonomi kapitalis.

3. Bagi institusi Pendidikan


Makalah ini dapat dijadikan referensi dalam pembuatan
makalah selanjutnya.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1.Lahirnya Ekonomi Kapitalisme


Kapitalisme merupakan sebuah sistem organisasi ekonomi yang
dicirikan oleh hak milik privat atas alat-alat produksi dan distribusi yang
pemanfaatannya untuk mencapai laba dalam kondisi yang sangat kompetitif
(Milton H. Spencer;1990). Selajutnya pengertian sistem ekonomi kapitalis
adalah suatu sistem yang memberikan kebebasan yang cukup besar bagi
pelaku-pelaku ekonomi untuk melakukan kegiatan yang terbaik bagi
kepentingan individual atas sumberdaya-sumberdaya ekonomi atau faktor-
faktor produksi.
Motivasi teori modernisasi untuk merubah cara produksi masyarakat
berkembang sesungguhnya adalah usaha merubah cara produksi pra-
kapitalis ke kapitalis, sebagaimana negara-negara maju sudah
menerapkannya untuk ditiru. Selanjutnya dalam teori dependensi yang
bertolak dari analisa Marxis, dapat dia katakan hanyalah mengangkat kritik
terhadap kapitalisme dari skala pabrik (majikan dan buruh) ke tingkat antar
negara (pusat dan pinggiran), dengan analisis utama yang sama yaitu
eksploitasi. Demikian halnya dengan teori sistem dunia yang didasari teori
dependensi, menganalisis persoalan kapitalisme dengan satuan analisis
dunia sebagai hanya satu sistem, yaitu sistem ekonomi kapitalis.
Perkembangan kapitalisme pada negara terbelakang menjadi sebuah
topik yang menarik untuk dikaji. Gejala kapitalisme dianggap sebagai
sebuah solusi untuk melakukan pembangunan di negara terbelakang. Teori
sistem dunia yang disampaikan oleh Wallerstein merupakan keberlanjutan
pemikiran Frank dengan teori dependensinya. Pendapat Frank, Sweezy dan
Wallerstein mengacu pada model yang dikenalkan oleh Adam Smith.
Menurut Smith, pembangunan yang dilakukan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat memiliki kesamaan dengan pembangunan
produktivitas tenaga kerja. Produktivitas tenaga kerja merupakan sebuah
fungsi yang berhubungan dengan tingkat pembagian kerja. Konsep inilah
yang kemudian memunculkan pembedaan mode produksi menjadi sektor
pertanian dan manufaktur. Konsep ini kemudian semakin berkembang
dengan munculnya pembedaan desa dan kota sebagai sebuah mode produksi
yang berbeda
Inti pemikiran Smith adalah bahwa proses produksi dan distribusi
ini harus lepas dari campur tangan pemerintah dan perdagangan bebas.
Proses ekonomi hanya akan berjalan melalui tangan-tangan tak kelihatan
yang mengatur bagaimana produksi dan distribusi kekayaan ekonomi itu
berjalan secara adil. Biarkan para pengusaha, tenaga kerja, pedagang
bekerja mencari keuntungan sendiri. Siapapun tak boleh mencampurinya,
karena ekonomi hanya bisa muncul dari perdagangan yang adil. Karenanya,
pemerintah harus menjadi penonton tak berpihak. Ia tak boleh mendukung
siapapun yang sedang menumpuk kekayaan pun yang tak lagi punya
kekayaan. Tangan-tangan yang tak kelihatan akan menunjukkan bagaimana
semua bekerja secara adil, secara fair.
Pandangan teori sistem dunia yang menganggap dunia sebagai
sebuah kesatuan sistem ekonomi kapitalis mengharuskan negara pinggiran
menjadi tergantung pada negara pusat. Tansfer surplus dari negara
pinggiran menuju negara pusat melalui perdagangan dan ekspansi modal.
Secara tidak langsung teori ini memang mendukung pernyataan Smith yang
memusatkan perhatian pada tatanan kelas. Kenyataan yang terjadi dalam
proses kapitalisme telah menimbulkan dampak berupa pertumbuhan
ekonomi yang terjadi karena arus pertukaran barang dan jasa serta
spesialisasi tenaga kerja. Kerangka pertukaran barang dan jasa serta
spesialisasi tenaga kerja ini terwujud dalam bentuk peningkatan
produktivitas yang lebih dikenal dengan konsep maksimalisasi keuntungan
dan kompetisi pasar. Kapitalisme sebagai suatu sistem ekonomi yang
memungkinkan beberapa individu menguasai sumber daya vital dan
menggunakannnya untuk keuntungan maksimal. Maksimalisasi keuntungan
menyebabkan eksploitasi tenaga kerja murah, karena tenaga kerja adalah
faktor produksi yang paling mudah direkayasa dibandingkan modal dan
tanah. Lebih jauh, dalam wacana filsafat sosial misalnya, kapitalisme
dipandang secara luas tak terbatas hanya aspek ekonomi, namun juga
meliputi sisi politik, etika, maupun kultural. Kapitalisme pada awalnya
berkembang bukan melalui eksploitasi tenaga kerja murah, melainkan
eksploitasi kepada kaum petani kecil. Negara terbelakang merupakan
penghasil barang mentah terutama dalam sektor pertanian. Kapitalisme
masuk melalui sistem perdagangan yang tidak adil dimana negara
terbelakang menjual barang mentah dengan harga relatif murah sehingga
menyebabkan eksploitasi petani. Masuknya sistem ekonomi perdagangan
telah menyebabkan petani subsisten menjadi petani komersil yang ternyata
merupakan bentuk eksploitasi tenaga kerja secara tidak langsung.
Perkembangan selanjutnya telah melahirkan industri baru yang memerlukan
spesialisasi tenaga kerja. Kapitalisme yang menitikberatkan pada
spesialisasi tenaga kerja dan teknologi tinggi membutuhkan tenaga kerja
yang terampil dan menguasai teknologi. Keadaan ini sangat sulit terwujud
pada negara pinggiran. Proses ini hanya akan melahirkan tenaga kerja kasar
pada negara pinggiran, sedangkan tenaga kerja terampil dikuasai oleh
negara pusat. Ketidakberdayaan tenaga kerja pada negara pinggiran
merupakan keuntungan bagi negara pusat untuk melakukan eksploitasi.
Ekspansi kapitalisme melalui investasi modal dan teknologi tinggi pada
negara pinggiran disebabkan oleh tersedianya tenaga kerja yang murah.
Kapitalisme yang menjalar hingga negara terbelakang menjadikan
struktur sosial di negara terbelakang juga berubah. Kapitalisme
memunculkan kelas sosial baru di negara terbelakang yaitu kelas pemilik
modal. Berkembangnya ekonomi kapitalis ini didukung oleh sistem
kekerabatan antara mereka. Kelas borjuis di negara terbelakang juga dapat
dengan mudah memanfaatkan dukungan politik dari pemerintah. Sebagai
sebuah kesatuan ekonomi dunia, asumsi Wallerstein akan adanya
perlawanan dari negara terbelakang sebagai kelas tertindas oleh negara
pusat menjadi hal yang tidak mungkin terjadi. Kapitalisme telah
menciptakan kelompok sosial borjuis di negara terbelakang yang juga
menggunakan kapitalisme untuk meningkatkan keuntungan ekonomi
mereka, sehingga sangat tidak mungkin mereka melakukan perjuangan
kelas. Gagasan Marx tentang tahapan revolusi ternyata runtuh. Marx
menyatakan bahwa negara terbelakang akan memerlukan dua tahap revolusi,
yaitu revolusi borjuis dan revolusi sosialis. Revolusi borjuis dilakukan oleh
kelas borjuis nasional untuk melawan penindasan oleh negara maju dan
kemudian baru berlanjut pada revolusi sosialis oleh kelas proletar.
Asumsi ini runtuh karena kelas borjuis nasional ternyata tidak
mampu lagi melaksanakan tugasnya sebagai pembebas kelas proletar dari
eksploitasi kapitalisme, karena kelas borjuis nasional sendiri merupakan
bentukan dan alat kapitalisme negara maju.
Dari uraian di atas terlihat bahwa kapitalisme yang pada awalnya
hanyalah perubahan cara produksi dari produksi untuk dipakai ke produksi
untuk dijual, telah merambah jauh jauh menjadi dibolehkannya pemilikan
barang sebanyak-banyaknya, bersama-sama juga mengembangkan
individualisme, komersialisme, liberalisasi, dan pasar bebas. Kapitalisme
tidak hanya merubah cara-cara produksi atau sistem ekonomi saja, namun
bahkan memasuki segala aspek kehidupan dan pranata dalam kehidupan
masyarakat, dari hubungan antar negara, bahkan sampai ke tingkat antar
individu. Sehingga itulah, kita mengenal tidak hanya perusahaan-
perusahaan kapitalis, tapi juga struktur masyarakat dan bentuk negara.
Upaya untuk memerangi kapitalisme bukan dengan sistem ekonomi sosialis
namun dengan kemandirian ekonomi atau swasembada.

2.2.Solusi Kapitalisme atas Permasalahan Kelangkaan


Kembali ke persoalan kelangkaan. Jawaban atas permasalahan
benturan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan terbatasnya
(langkanya) sumber-sumber ekonomi yang tersedia, adalah dengan
menambah jumlah produksi barang dan jasa setinggi-tingginya agar
kebutuhan manusia yang tidak terbatas dapat diperkecil jaraknya.
Meskipun jawaban permasalahan tersebut pada akhirnya harus
berbenturan dengan tingkat permintaan konsumen, di mana tingkat
permintaan konsumen dipengaruhi oleh banyak faktor, sehingga tingkat
produksi secara riil bukanlah produksi sebanyak-banyaknya karena dapat
mengakibatkan inefisiensi dan ketidakseimbangan pasar (market
disequilibrium), akan tetapi philosufi pemecahan masalah (problem solving)
ekonomi dengan cara seperti ini menentukan bagaimana Sistem Ekonomi
Kapitalis melihat hakikat permasalahan ekonomi.
Dengan cara pandang ini, maka bagi Sistem Ekonomi Kapitalis,
solusi ekonomi yang harus ditempuh secara mikro adalah peningkatan
produksi sebanyak-banyaknya, dan secara makro mengejar pertumbuhan
ekonomi setinggi-tingginya.
Solusi Secara Mikro
Solusi secara mikro sebagaimana pembahasan sebelumnya akan
berbenturan dengan tingkat permintaan, sehingga jika diteruskan dalam
ekonomi riil ketika sudah mencapai tahap ketidakseimbangan pasar, justru
akan mengakibatkan solusi ekonomi seperti ini tidak menguntungkan (tidak
ekonomis). Permasalahan ini sangat disadari oleh para pakar ekonomi
Kapitalis sendiri, apalagi pada tingkat praktisi (pengusaha), sehingga
produksi riil dilakukan dengan memperhatikan tingkat permintaan.
Solusi Secara Makro
Solusi secara makro yakni pertumbuhan ekonomi setinggi-tingginya
merupakan suatu target ekonomi yang harus dikejar dan bersifat mutlak.
Hanya saja para pakar ekonomi Kapitalis dan pemegang kebijakan ekonomi
harus realistis dalam menentukan berapa target pertumbuhan ekonomi jika
dilihat keadaan ekonomi dari sisi potensi dan permasalahan yang dihadapi
suatu negara.
Meskipun harus realistis dalam memasang target pertumbuhan
ekonomi, setiap negara yang menganut perekonomian Kapitalis (baik
negara yang berideologi Kapitalis maupun negara yang hanya menerapkan
ekonomi Kapitalis) tetap menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai suatu
target yang harus dikejar, baik negara tersebut dalam kondisi bom ekonomi
(pertumbuhan ekonomi tinggi), resesi (pertumbuhan ekonomi rendah dan
cenderung stagnan), maupun dalam keadaan depresi (pertumbuhan minus
dalam beberapa tahun).
Pertumbuhan ekonomi juga menjadi tolak ukur utama (indikator
ekonomi) prestasi ekonomi negara-negara maju dan prestasi pembangunan
ekonomi negara-negara berkembang. Di sisi lain berbagai indikator makro
ekonomi ditempatkan dalam dua posisi, yaitu mendesain beberapa indikator
makro ekonomi (seperti tingkat investasi, suku bunga, kurs mata uang lokal,
konsumsi, dan produksi) sebagai lokomotif atau penggerak pertumbuhan
ekonomi, dan menjadikan beberapa indikator makro ekonomi lainnya
(seperti tingkat pengangguran, kemiskinan) tergantung pada tingkat
pertumbuhan ekonomi.
Konsekwensinya, untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi
sesuai target (terlebih target pertumbuhan ekonomi yang tinggi) maka
tingkat produksi barang dan jasa domestik secara agregat harus digenjot
dengan cara meningkatkan investasi baik investasi dalam negeri maupun
investasi asing. Meningkatkan investasi dalam negeri ditempuh melalui
ekspansi kredit perbankan kepada pengusaha dengan menurunkan tingkat
suku bunga, meningkatkan pengeluaran pemerintah yang dibiayai dari
sumber-sumber dalam negeri dan pinjaman luar negeri. Meningkatkan
investasi asing ditempuh dengan membuka kran investasi asing, liberalisasi
perdagangan, liberalisasi keuangan, dan liberalisasi berbagai bentuk usaha
lokal bagi kepentingan investor.
Mencapai produksi yang tinggi secara agregat harus diikuti
peningkatan konsumsi masyarakat. Maka untuk itu para produsen
menciptakan suatu rekayasa melalui sarana periklanan dan berbagai upaya
lainnya agar dalam masyarakat terbentuk pola hidup konsumtif. Di samping
itu perbankan juga didorong untuk lebih banyak memberikan kredit
konsumtif dengan tingkat bunga yang lebih rendah.
Dengan demikian, menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai
masalah utama perekonomian, mengharuskan suatu negara meliberalisasi
ekonominya bagi kepentingan investor dalam negeri dan investor luar
negeri sehingga setiap kebijakan ekonomi negara tersebut haruslah
kebijakan yang bersifat pro pasar. Adapun yang dimaksud pasar di sini
adalah transaksi ekonomi yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi baik
pemerintah, pengusaha, dan masyarakat. Akan tetapi pelaku pasar yang
paling dominan dalam perekonomian Kapitalis adalah pengusaha atau
produsen yang mampu bersaing, artinya para pemilik modal yang kuat
(kapitalis). Sehingga kebijakan pemerintah yang pro pasar adalah kebijakan
pro pemilik modal (kapitalis), dan sekarang mereka lazim disebut dengan
istilah yang lebih halus yaitu investor.
Menjadikan masalah produksi barang dan jasa setinggi-tinginya
sebagai solusi ekonomi dalam Sistem Ekonomi Kapitalis membuktikan
bahwa bagi Kapitalisme permasalahan ekonomi tidak terletak pada
bagaimana memenuhi kebutuhan manusia, akan tetapi terkonsentrasi pada
bagaimana memproduksi barang dan jasa. Maksudnya, perhatian sistem ini
dalam memecahkan permasalahan ekonomi adalah terhadap zat yang
menjadi kebutuhan manusia, bukan terhadap manusia itu sendiri atau
dengan kata lain apakah kebutuhan seorang individu itu sudah terpenuhi
atau belum bukan menjadi persoalan Sistem Ekonomi Kapitalis, justru yang
menjadi persoalan adalah produksi jalan tidak? Atau seberapa banyak
kemampuan produksi yang dapat dilakukan?

2.3.Pandangan Tentang Nilai (Value) Barang


Pembahasan tentang nilai (value) dalam Kapitalisme merupakan
sesuatu yang sangat urgen. Karena nilai merupakan suatu sarana untuk
melihat faedah suatu barang dan jasa, juga untuk menentukan kemampuan
produsen dan konsumen.
Ada dua katagori pembahasan tentang nilai barang dan jasa, yaitu
pembahasan yang berkaitan dengan nilai kegunaan suatu barang bagi
individu yang kemudian disebut nilai guna (utility value), dan pembahasan
yang berkaitan dengan nilai suatu barang terhadap barang lainnya yang
disebut nilai tukar (exchange value).
Adam Smith membedakan antara nilai pemakaian (value in use)
dengan nilai penukaran (value in exchange). Namun muncul suatu paradoks
(pertentangan dalam asas), yaitu adanya barang yang tingkat pemakaiannya
tinggi seperti air dan udara, tetapi nilai tukarnya rendah bahkan bisa jadi
tidak mempunyai harga sama sekali. David Ricardo menambahkan, bahwa
bergunanya suatu barang merupakan syarat mutlak bagi berlakunya nilai
tukar. Akan tetapi Sistem Ekonomi Kapitalis pada masa mazhab klasik ini
tidak dapat menyelesaikan permasalahan paradox nilai di atas
(Zimmerman:Â t.t.: 39-40).
Nilai Guna (Utility Value) Menurut Kapitalisme
Pembahasan kategori pertama yang disebut nilai guna (utility value)
dalam Kapitalisme diwakili oleh pandangan teori kepuasan batas atau teori
kepuasan akhir (marginal satisfaction theory). Sedangkan yang dimaksud
dengan teori kepuasan batas (marginal satisfaction theory) atau guna
marginal (marginal utility disingkat MU) ialah kepuasan atau nilai
kegunaan yang diperoleh seseorang (konsumen) dari mengkonsumsi unit
terakhir barang yang dikonsumsinya (Reksoprayitno: 2000: 147). An
Nabhani juga menyebutkan bahwa nilai guna merupakan satuan dari satu
barang yang diukur berdasarkan kegunaan terakhir benda tersebut, atau
kegunaan pada satuan yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan yang
paling rendah (An Nabhani: 2000: 9). Nilai guna yang menjadi pandangan
Kapitalisme ini juga disebut bernilai subyektif karena sifatnya yang sangat
subyektif bagi setiap individu.
Dalam pengukuran nilai guna, diasumsikan bahwa tingkat kepuasan
seseorang dapat diukur. Sedangkan satuan ukur untuk mengukur kepuasan
seseorang disebut util(satuan kepuasan) (Ibid: 146).
Diasumsikan pula (meskipun hal ini tidak realistis) bahwa kepuasan
total dari pengkonsumsian dua barang atau lebih dapat diperoleh dengan
menjumlahkan unit kepuasan yang diperoleh dari masing-masing barang
yang dikonsumsi (asumsiadditive) (ibid). Misalnya bagi Faqih (menurut
subyektivitasnya) satu bungkus nasi kuning menghasilkan kepuasan
10Â util dan 1 cangkir teh panas menghasilkan 3Â util, maka diperoleh
kepuasan total sebesar 13Â util.
Asumsi berikutnya adalah semakin banyak satuan suatu barang
dikonsumsi individu, semakin kecil guna batas yang diperoleh orang
tersebut, bahkan akhirnya menjadi negatif. Teori ini dikenal sebagai hukum
guna batas yang semakin menurun (the law of diminishing marginal utility)
yang dikenal juga dengan sebutan hukum gossen, karena pandangan ini
pertama kali dikemukakan oleh Hermann Heirich Gossen (1810-1858 M)
(ibid: 147) untuk menjawab kebuntuan teori-teori mazhab klasik tentang
paradoks nilai guna terhadap nilai tukar.

Nilai Tukar (Exchange Value) Menurut Kapitalisme


Nilai tukar (exchange value) didefinisikan sebagai kekuatan tukar
suatu barang dengan barang lainnya atau nilai suatu barang yang diukur
dengan barang lainnya (An Nabhani: 10: 2000). Misalnya dalam suatu
masyarakat, nilai seekor kambing setara dengan 50 ekor ayam, atau contoh
lainnya sebungkus nasi kuning dihargai sebanyak 4 gelas teh panas.
Sedangkan untuk mencapai mekanisme pertukaran yang sempurna
atau untuk menghindari kesulitan penaksiran nilai tukar suatu barang
terhadap barang lainnya, maka harus ada alat tukar (medium of exchange)
yang menjadi ukuran bagi semua barang dan jasa (ibid). Uang merupakan
alat tukar yang memudahkan transaksi.
Pertemuan antara uang dengan barang yang dinilai dengan sejumlah
uang disebut harga (price). Jadi harga merupakan sebutan khusus nilai
tukar suatu barang. Atau dapat dikatakan perbedaan antara nilai tukar
dengan harga adalah niai tukar merupakan penisbatan pertukaran suatu
barang dengan barang-barang lainnya secara mutlak, sedangkan harga
merupakan penisbatan nilai tukar suatu barang dengan uang.
Pembahasan katagori kedua nilai barang ini dalam Kapitalisme
menempatkan harga sebagai suatu sebutan khusus nilai tukar dalam
pembahasan yang sangat penting.
2.4.Struktur Harga
Secara garis besar, tingkat harga barang dan jasa ditentukan oleh
kekuatan permintaan (demand) dan kekuatan penawaran (supply).
Bila harga dilihat dari harga itu sendiri yang kemudian
mempengaruhi tingkat permintaan dan penawaran, maka dapat
diilustrasikan sebagai berikut: ketika harga naik produsen meningkatkan
jumlah produksi dan konsumen menurunkan konsumsinya. Sebaliknya
ketika harga turun produsen menurunkan produksi dan konsumen
meningkatkan konsumsinya. Logika teori ini tidak terjadi secara mutlak dan
mengharuskan adanya syarat-syarat (asumsi) agar teori tersebut terjadi,
seperti faktor-faktor lainnya dianggap tetap (cateris paribus).
Secara riil teori tersebut belum tentu terjadi, karena ada beberapa
jenis barang dan jasa yang ketika harga naik konsumen tidak menurunkan
konsumsinya selama dia masih mampu membayar, seperti beras.
Juga belum tentu produsen meningkatkan produksi ketika harga
barang yang diproduksinya naik, karena kemungkinan rugi yang akan
dialaminya jika meningkatkan tingkat produksi, begitu pula sebaliknya.
Bila harga dilihat dari kekuatan permintaan dan penawaran sehingga
mempengaruhi harga, maka dapat diilustrasikan sebagai berikut: ketika
penawaran naik yang disebabkan kelebihan produksi dan di sisi lain
permintaan konsumen tidak naik (atau mengalami penurunan), maka
terbentuklah keseimbangan baru dengan turunnya tingkat harga. Ketika
penawaran turun yang disebabkan oleh turunnya tingkat produksi sementara
permintaan tidak berubah (atau mengalami kenaikan), maka harga akan
meningkat.
Kemudian kekuatan permintaan dan kekuatan penawaran masing-
masing dipengaruhi oleh faktor kemampuan internal yang juga diukur
dengan harga.
Dalam kekuatan penawaran, di mana tingkat penawaran berdasarkan
jumlah produksi maksimal yang dapat dilakukan produsen atau jumlah
produksi yang diinginkan produsen sangat ditentukan oleh seberapa besar
biaya produksi yang harus ditanggung produsen dan kemampuan produsen
itu sendiri dalam menannggung biaya produksi tersebut. Dengan demikian
biaya produksi atau harga produksi yang meliputi biaya modal,
bahan baku, upah, sewa, pajak, bunga, dan lain-lainnya, merupakan faktor
utama yang menentukan kemampuan produksi produsen.
Kekuatan permintaan konsumen ditentukan oleh kegunaan barang
dan jasa yang ditawarkan bagi konsumen, kebutuhan konsumen akan barang
dan jasa tersebut, dan kemampuannya dalam membeli atau kekuatan daya
beli konsumen. Dari ketiga faktor tersebut, faktor kekuatan daya beli
konsumenlah yang pada akhirnya menentukan kekuatan permintaan.
Maksudnya, ketika suatu barang yang ada di pasaran dianggap
memiliki kegunaan bagi konsumen, maka ia sudah tertarik atau
menginginkan barang tersebut. Akan tetapi faktor ini belum terlalu kuat
untuk menciptakan permintaan konsumen bersangkutan.
Selanjutnya faktor kebutuhan (apalagi kebutuhan yang mendesak)
konsumen terhadap barang tersebut memberikan dorongan yang kuat bagi
konsumen untuk memiliki dan mengkonsumsinya, sehingga faktor ini
memberikan dorongan kuat konsumen dalam melakukan permintaan.
Meskipun demikian faktor kedua ini tidak mutlak juga, karena ada
saja orang yang memutuskan ingin membeli suatu barang bukan karena
pertimbangan kebutuhan, tetapi semata-mata hanya ingin memiliki dan
mengkonsumsi barang tersebut, apalagi dalam suatu masyarakat yang
memiliki pola hidup konsumtif, keputusan membeli bukanlah karena
kebutuhan.
Hanya saja sampai pada tahap faktor kedua ini, dorongan tersebut
belum terealisasikan sehingga permintaan secara nyata di pasar belumlah
terbentuk. Untuk merealisasikannya maka konsumen harus membeli barang
yang dibutuhkannya atau kecuali jika ada pihak dermawan yang
memberikan barang yang dimintanya secara cuma-cuma. Sehingga
keputusan jadi membeli atau tidak sangat tergantung pada daya beli yang
dimiliki konsumen, di mana daya beli ini ditentukan oleh pendapatan
konsumen dan harta kekayaan yang dimilikinya. Jadi kekuatan daya beli
yang juga diukur dengan harga merupakan faktor akhir yang menentukan
permintaan konsumen.

2.5.Harga dan Peranannya dalam Perekonomian


Paling tidak ada dua fungsi harga dalam Sistem Ekonomi Kapitalis,
yaitu sebagai standar nilai barang dan peranannya dalam menentukan
kegiatan produksi konsumsi distribusi.
Harga sebagai Standar Nilai Barang
Dalam pembahasan sebelumnya disebutkan bahwa nilai guna suatu
barang merupakan batas akhir konsumsi barang yang masih memberikan
kegunaan bagi individu, sehingga bagi individu pada saat titik tertentu suatu
barang bernilai guna, kemudian nilai gunanya menurun seiring dengan
menurunnya tingkat kepuasan yang dia peroleh dari mengkonsumsi barang
tersebut, dan barang tersebut dianggap tidak berguna (nilai batasnya = 0)
bagi si individu ketika barang tersebut tidak memberikan kepuasan, dan
pada saat titik tertentu nilai guna suatu barang dianggap negatif baginya
karena jika dia mengkonsumsi barang tersebut, dia tidak mendapatkan
tambahan kepuasan tetapi sebaliknya menurunkan tingkat kepuasan total
yang diperolehnya.
Maka dalam pembahasan harga sebagai standar nilai barang, harga
menentukan barang apa yang memiliki kegunaan (utility) dan barang apa
yang tidak memiliki kegunaan (disutility), juga harga menentukan seberapa
tinggikah tingkat kegunaan suatu barang (An Nabhani: 2000: 11).
Bagi masyarakat, suatu barang atau jasa yang dianggap memiliki
kegunaan dengan memberikan ukuran tertentu bahwa barang tersebut
mempunyai harga. Sedangkan tingkat kegunaan diukur dengan tingkat
harga yang diterima masyarakat atas barang dan jasa yang bersangkutan
yang telah ditawarkan produsen. Dan sebaliknya, suatu barang tidak
dianggap berguna ketika masyarakat tidak memberikan harga terhadap
barang tersebut.

2.6.Peranan Harga dalam Kegiatan Ekonomi Kapitalis


Bagi Sistem Ekonomi Kapitalis, harga mempunyai peranan dalam
kegiatan produksi, konsumsi, dan distribusi melalui struktur harga.
Peranan Harga dalam Area Produksi
Dalam ruang lingkup produksi, harga menentukan siapa saja
produsen yang boleh masuk ke dalam area produksi dan siapa saja yang
tidak boleh masuk atau keluar dari area produksi (ibid: 12).
Struktur harga dengan sendirinya akan mengatur dan menyaring
produsen berdasarkan tingkat kemampuan produsen dalam menanggung
biaya produksi yang meliputi biaya pengadaan barang modal, biaya gedung
dan tanah, biaya bahan baku, biaya upah buruh dan manajemen, biaya
pemeliharaan, biaya bunga, biaya pajak, dan lain-lainnya.
Kemudian struktur harga juga akan menyaring para produsen yang
tetap bertahan di area produksi, ketika beban biaya produksi masih dapat
ditanggung produsen yang mungkin disebabkan oleh masih adanya
persediaan modal yang dimiliki produsen tersebut, atau karena kemampuan
inovasi produsen dalam mengelola manajemen yang efisien dan kualitas
produksi yang memenuhi selera pasar, atau juga disebabkan karena
produsen tersebut melakukan praktik tidak fair dengan merusak harga pasar,
monopoli, atau praktik-praktik curang lainnya yang membuat produsen
saingannya terlempar dari area produksi.
Mekanisme persaingan ekonomi seperti ini dengan menjadikan
harga sebagai alat yang mengendalikan produsen dalam area produksi,
maka kepemilikan produksi dalam Sistem Ekonomi Kapitalis ditentukan
oleh kekuatan modal yang dimiliki para produsen, sehingga rakyat lemah
yang tidak memiliki kemampuan modal akan terlempar dari area produksi
dan akhirnya menjadi masyarakat pinggiran (marginal society).
Peranan Harga dalam Menentukan Konsumsi
Dalam ruang lingkup konsumen, harga merupakan alat pengendali
yang menentukan kemampuan konsumen dalam memenuhi berbagai
kebutuhan dan keinginannya. Harga merupakan mekanisme yang
menyisihkan orang-orang miskin dan fakir dari perekonomian karena
ketidakmampuannya dalam menjangkau tingkat harga. Harga merupakan
mekanisme yang mempersilahkan orang-orang mampu untuk membeli
kekayaan yang mereka kehendaki dengan uang yang mereka miliki. Harga
pula yang membuat hidup orang pas-pasan. Bahasa kasarnya, harga
merupakan mekanisme yang menentukan siapa saja orang yang berhak
hidup dan siapa saja yang harus menyingkir dari kehidupan.
Misalnya dengan tingkat biaya pelayanan kesehatan dan harga obat-
obatan yang tinggi sekarang ini, hanya orang-orang yang berduitlah yang
mampu membayar sehingga mereka mendapatkan pelayanan kesehatan
baik di rumah sakit maupun di klinik kesehatan. Sedangkan orang-orang
yang kurang mampu atau orang-orang yang hidupnya pas-pasan, ketika
mereka sangat membutuhkan pengobatan, mereka harus melakukan upaya
maksimal untuk memperoleh uang yang cukup termasuk dengan cara
berutang agar mereka dapat membayar biaya pelayanan kesehatan dan harga
obat-obatan yang selangit. Ketika mereka tidak mampu memperoleh
sejumlah uang yang diperlukan, maka mereka terpaksa pasrah membiarkan
diri atau keluarganya yang sakit tanpa pengobatan.
Contoh lainnya adalah kebijakan penghapusan subsidi perguruan
tinggi oleh pemerintah yang mengakibatkan biaya pendidikan, terutama
biaya pendidikan di perguruan tinggi favorit meningkat tajam sehingga
sangat sulit dijangkau oleh masyarakat golongan menengah ke bawah.
Kebijakan ini akhirnya menentukan siapa saja para pemuda Indonesia yang
layak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, bahkan beberapa
perguruan tinggi memberikan tempat istimewa bagi orang-orang kaya
melalui jalur khusus.
Dua contoh di atas menggambarkan bahwa harga merupakan
kekuatan yang menyaring orang-orang yang berhak mendapatkan
pelayanan kesehatan dan pendidikan. Harga juga menentukan siapa saja
konsumen (anggota masyarakat) yang bisa mendapatkan berbagai
kebutuhan pokok seperti sembako, BBM, listrik, air, dan tempat tinggal,
juga untuk mendapatkan berbagai kebutuhan sekunder dan tersiernya
seperti telepon, komputer, mobil, sehingga harga menentukan masyarakat
mana yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara wajar, berlebihan,
atau secara minimal. Dengan tersaringnya kelompok-kelompok masyarakat
sehingga sebagian di antara mereka memenuhi kebutuhan hidupnya secara
minimal, maka Sistem Ekonomi Kapitalis telah menetapkan mereka tidak
layak hidup.
Struktur Harga sebagai Metode Distribusi Ekonomi Kapitalis
Struktur harga sebagai titik pertemuan antara penawaran produsen
dan permintaan konsumen merupakan metode distribusi ekonomi dalam
Sistem Ekonomi Kapitalis.
Pertemuan antara tingkat harga yang berlaku di pasar dengan
keputusan konsumen untuk membeli barang dan jasa merupakan sarana
penyaring mana barang yang laku dan tidak laku. Kedua keadaan tersebut
memiliki konsekwensi masing-masing.
Konsekwensi pertama terhadap barang yang laku di pasaran adalah
kemungkinan keuntungan yang diperoleh produsen. Pada saat produsen
untung inilah ia akan memutuskan apakah tingkat produksi (penawaran)
tetap ataukah dinaikkan.
Konsekwensi kedua terhadap barang yang tidak laku di pasaran
adalah kemungkinan kerugian yang dialami produsen. Di mana pada saat
itu, ketika produsen masih dapat menanggung kerugian yang dialaminya
maka ia tetap melakukan produksi meskipun dengan menurunkan tingkat
produksinya. Sebaliknya, ketika produsen tidak mampu lagi menanggung
kerugian, maka baginya harus menghentikan produksi atau dengan kata lain
menutup usahanya.
Kombinasi dua konsekwensi tersebut menghasilkan atau mengubah
laju produksi sebelumnya. Adapun yang dimaksud laju produksi
menyangkut tiga hal, yaitu barang apa saja yang diproduksi? Berapa banyak
diproduksi? Dan untuk siapa barang tersebut diproduksi?
Bagi produsen, barang yang diproduksi adalah barang dan jasa yang
menghasilkan keuntungan, yakni barang yang laku di pasaran. Sedangkan
tingkat produksi disesuaikan dengan tingkat permintaan konsumen dengan
berdasarkan kemampuan produksi yang dimiliki produsen.
Maksud dari untuk siapa barang tersebut diproduksi adalah barang
dan jasa tersebut diproduksi untuk memenuhi permintaan konsumen. Ruang
lingkup permintaan konsumen bukanlah konsumen secara keseluruhan atau
masyarakat pada umumnya, tetapi sekelompok konsumen atau sebagian
masyarakat yang melakukan permintaan atas barang dan jasa yang
ditawarkan produsen. Di mana kemampuan konsumen melakukan
permintaan bergantung pada kekuatan daya belinya. Jadi hanya bagi
konsumen yang mampulah barang dan jasa yang diproduksi diperuntukkan,
bukan bagi orang-orang yang tidak mampu atau golongan miskin.
Dua titik pertemuan antara permintaan konsumen yang memiliki
kemampuan dengan penawaran produsen yang memiliki kemampuan
produksi menghasilkan keseimbangan ekonomi (economic equilibrium).
Sebagaimana penjelasan sebelumnya, bahwa harga menentukan siapa saja
yang dapat masuk ke dalam area produksi dan siapa saja konsumen yang
dapat mengkonsumsi barang dan jasa. Inilah yang dimaksud dengan harga
sebagai metode distribusi ekonomi.
Distribusi bagi produsen adalah ketika harga (biaya produksi)
menentukan harus berhenti berproduksi atau tetap mampu berproduksi.
Bagi produsen yang tetap mampu berproduksi, maka ia harus mengevaluasi
dan mengatur kembali barang apa saja yang diproduksi (termasuk masalah
kualitas), berapa banyak harus diproduksi, dan kelompok konsumen mana
yang dibidik.
Distribusi bagi konsumen adalah ketika harga mengharuskannya
menghitung-hitung kemampuannya dalam membeli barang dan jasa. Harga
membuat sekelompok konsumen yang mampu dapat memenuhi segala
kebutuhan dan keinginannya. Harga membuat sekelompok konsumen yang
kurang kemampuannya untuk secara tidak penuh mengkonsumsi barang dan
jasa yang dibutuhkannya. Harga pula membuat konsumen yang sama sekali
tidak mampu untuk gigit jari karena tidak dapat mengkonsumsi barang yang
dibutuhkannya.
Harga sebagai Pendorong Produksi
Aktivitas produksi yang dilakukan produsen sangat tergantung
kepada kemampuan produsen untuk menanggung biaya produksi, di mana
salah satu biaya produksi yang harus ditanggung oleh produsen adalah biaya
upah. Atas dasar ini, maka ada dua pihak yang bersinergi melakukan
produksi, yaitu pengusaha selaku produsen dan pekerja selaku orang yang
memberikan jasa kepada pengusaha dalam melakukan aktivitas produksi.
Bagi pengusaha, menggalang modal untuk melakukan produksi
merupakan suatu usaha untuk memperoleh keuntungan (profit). Sedangkan
bagi pekerja (buruh, karyawan, dan manajer) kesediaannya berada di bawah
pengusaha dengan melakukan aktivitas produksi merupakan suatu usaha
untuk mendapatkan upah.
Keuntungan yang diperoleh pengusaha dan upah yang didapatkan
pekerja esensinya adalah harga. Keuntungan bagi pengusaha merupakan
harga yang dia peroleh dari konsumen, sedangkan upah bagi pekerja
merupakan harga yang harus dibayar pengusaha. Dengan demikian harga
merupakan pendorong produksi.

2.7.Perspektif Sistem Ekonomi Kapitalisme


2.7.1. Ciri-ciri Ekonomi Kapitalisme :
 Pengakuan yang luas atas hak-hak pribadi dimana Pemilikan
alat-alat produksi di tangan individu dan Inidividu bebas
memilih pekerjaan/ usaha yang dipandang baik bagi dirinya.
 Perekonomian diatur oleh mekanisme pasar dimana Pasar
berfungsi memberikan “signal” kepada produsen dan
konsumen dalam bentuk harga-harga. Campur tangan
pemerintah diusahakan sekecil mungkin. “The Invisible
Hand” yang mengatur perekonomian menjadi efisien. Motif
yang menggerakkan perekonomian mencari laba
 Manusia dipandang sebagai mahluk homo-economicus,
yang selalu mengejar kepentingan sendiri. Paham
individualisme didasarkan materialisme, warisan zaman
Yunani Kuno (disebut hedonisme).
2.7.2. Kebaikan-kebaikan Ekonomi Kapitalisme:
 Lebih efisien dalam memanfaatkan sumber-sumber daya dan
distribusi barang-barang.
 Kreativitas masyarakat menjadi tinggi karena adanya
kebebasan melakukan segala hal yang terbaik dirinya.
 Pengawasan politik dan sosial minimal, karena tenaga waktu
dan biaya yang diperlukan lebih kecil.

2.7.3. Kelemahan-kelemahan Kapitalisme


 Tidak ada persaingan sempurna. Yang ada persaingan tidak
sempurna dan persaingan monopolistik.
 Sistem harga gagal mengalokasikan sumber-sumber secara
efisien, karena adanya faktor-faktor eksternalitas (tidak
memperhitungkan yang menekan upah buruh dan lain-lain).
2.7.4. Kecenderungan Bisnis dalam Kapitalisme
Perkembangan bisnis sangat dipengaruhi oleh sistem
ekonomi yang berlaku. Kecenderungan bisnis dalam kapitalisme
dewasa ini adalah: adanya spesialisasi, adanya produksi massa,
adanya perusahaan berskala besar, adanya perkembangan
penelitian.

2.8.Runtuhnya Sistem Ekonomi Kapitalisme


Dengan kegagalan kapitalisme membangun kesejahteran umat
manusia di muka bumi, maka isu kematian ilmu ekonomi semakin meluas
di kalangan para cendikiawan dunia. Banyak pakar yang secara khusus
menulis buku tentang The Death of Economics tersebut, antara lain Paul
Omerod, Umar Ibrahim Vadillo, Critovan Buarque, dan sebagainya.
Paul Omerod dalam buku The Death of Economics (1994).
Menuliskan bahwa ahli ekonomi terjebak pada ideologi kapitalisme yang
mekanistik yang ternyata tidak memiliki kekuatan dalam membantu dan
mengatasi resesi ekonomi yang melanda dunia. Mekanisme pasar yang
merupakan bentuk dari sistem yang diterapkan kapitalis cenderung pada
pemusatan kekayaan pada kelompok orang tertentu.
Mirip dengan buku Omerod, muncul pula Umar Vadillo dari
Scotlandia yang menulis buku, ”The Ends of Economics” yang mengkritik
secara tajam ketidakadilan sistem moneter kapitalisme. Kapitalisme justru
telah melakukan ”perampokan” terhadap kekayaan negara-negara
berkembang melalui sistem moneter fiat money yang sesungguhnya adalah
riba.
Dari berbagai analisa para ekonom dapat disimpulkan, bahwa teori
ekonomi telah mati karena beberapa alasan. Pertama, teori ekonomi Barat
(kapitalisme) telah menimbulkan ketidakadilan ekonomi yang sangat dalam,
khususnya karena sistem moneter yang hanya menguntungkan Barat
melalui hegemoni mata uang kertas dan sistem ribawi. Kedua, Teori
ekonomi kapitalisme tidak mampu mengentaskan masalah kemiskinan dan
ketimpangan pendapatan. Ketiga, paradigmanya tidak mengacu kepada
kepentingan masyarakat secara menyeluruh, sehingga ada dikotomi antara
individu, masyarakat dan negara. Keempat, Teori ekonominya tidak mampu
menyelaraskan hubungana antara negara-negara di dunia, terutama antara
negara-negara maju dan negara berkembang. Kelima, terlalaikannya
pelestarian sumber daya alam.
Alasan-alasan inilah yang oleh Mahbub al-Haq (1970) dianggap
sebagai dosa-dosa para perencana pembangunan kapitalis. Kesimpulan ini
begitu jelas apabila pembahasan teori ekonomi dihubungkan dengan
pembangunan di negara-negara berkembang. Sementara itu perkembangan
terakhir menunjukkan bahwa kesenjangan antara negara-negara
berpendapatan tinggi dan negara-negara berpendapatan rendah, tetap
menjadi indikasi bahwa globalisasi belum menunjukkan kinerja yang
menguntungkan bagi negara miskin. (The World Bank, 2002).
Sejalan dengan Omerod dan Vadillo, belakangan ini muncul lagi
ilmuwan ekonomi terkemuka bernama E.Stigliz, pemegang hadiah Nobel
ekonomi pada tahun 2001. Stigliz adalah Chairman Tim Penasehat Ekonomi
President Bill Clinton, Chief Ekonomi Bank Dunia dan Guru Besar
Universitas Columbia. Dalam bukunya “Globalization and Descontents, ia
mengupas dampak globalisasi dan peranan IMF (agen utama kapitalisme)
dalam mengatasi krisis ekonomi global maupun lokal. Ia menyatakan,
globalisasi tidak banyak membantu negara miskin. Akibat globalisasi
ternyata pendapatan masyarakat juga tidak meningkat di berbagai belahan
dunia. Penerapan pasar terbuka, pasar bebas, privatisasi sebagaimana
formula IMF selama ini menimbulkan ketidakstabilan ekonomi negara
sedang berkembang, bukan sebaliknya seperti yang selama ini
didengungkan barat bahwa globalisasi itu mendatangkan manfaat.. Stigliz
mengungkapkan bahwa IMF gagal dalam misinya menciptakan stabilitas
ekonomi yang stabil.
Karena kegagalan kapitalisme itulah, maka sejak awal, Joseph
Schumpeter meragukan kapitalisme. Dalam konteks ini ia mempertanyakan,
“Can Capitalism Survive”?. No, I do not think it can. (Dapatkah kapitalisme
bertahan ?. Tidak, saya tidak berfikir bahwa kapitalisme dapat bertahan).
Selanjutnya ia mengatakan, ” Capitalism would fade away with a resign
shrug of the shoulders”,Kapitalisme akan pudar/mati dengan terhentinya
tanggung jawabnya untuk kesejahteraan (Heilbroner,1992).
Sejalan dengan pandangan para ekonom di atas, pakar ekonomi
Fritjop Chapra dalam bukunya, The Turning Point, Science, Society and
The Rising Culture (1999) dan Ervin Laszio dalam buku 3rd Millenium,
The Challenge and The Vision (1999), mengungkapkan bahwa ekonomi
konvensional (kapitalisme) yang berlandaskan sistem ribawi, memiliki
kelemahan dan kekeliruan yang besar dalam sejumlah premisnya, terutama
rasionalitas ekonomi yang telah mengabaikan moral. Kelemahan itulah
menyebabkan ekonomi (konvensional) tidak berhasil menciptakan keadilan
ekonomi dan kesejahteraan bagi umat manusia. Yang terjadi justru
sebaliknya, ketimpangan yang semakin tajam antara negara-negara dan
masyarakat yang miskin dengan negara-negara dan masyarakat yang kaya,
demikian pula antara sesama anggota masyarakat di dalam suatu negeri.
Lebih lanjut mereka menegaskan bahwa untuk memperbaiki keadaan ini,
tidak ada jalan lain kecuali mengubah paradigma dan visi, yaitu melakukan
satu titik balik peradaban, dalam arti membangun dan mengembangkan
sistem ekonomi yang memiliki nilai dan norma yang bisa
dipertanggungjawabkan.
Titik balik peradaban versi Fritjop Chapra sangat sesuai dengan
pemikiran Kuryid Ahmad ketika memberi pengantar buku Umar
Chapra, ”The Future of Economics : An Islamic Perspective (2000), yang
mengharuskan perubahan paradigma ekonomi. Hal yang sama juga ditulis
oleh Amitai Etzioni dalam buku, ”The Moral Dimension : Toward a New
Economics”(1988), yakni kebutuhan akan paradigm shift (pergeseran
paradigma) dalam ekonomi.
Sejalan dengan pandangan para ilmuwan di atas, Critovan Buarque,
ekonom dari universitas Brazil dalam bukunya, “The End of Economics”
Ethics and the Disorder of Progress (1993), melontarkan sebuah gugatan
terhadap paradigma ekonomi kapitalis yang mengabaikan nilai-nilai etika
dan sosial.
Paradigma ekonomi kapitalis tersebut telah menimbulkan efek
negatif bagi pembangunan ekonomi dunia, yang disebut Fukuyama
sebagai ”Kekacauan Dahsyat” dalam bukunya yang paling monumental,
“The End of Order”.(1997), yakni berkaitan dengan runtuhnya solidaritas
sosial dan keluarga.
Meskipun di Barat, ada upaya untuk mewujudkan keadilan sosial,
namun upaya itu gagal, karena paradigmanya tetap didasarkan pada filsafat
materialisme dan sistem ekonomi ribawi. Kemandulan yang dihasilkan
elaborasi teori dan praktek Filsuf Sosial Amerika, John Rawis dalam buku
“The Theory of Justice” (1971) yang ditanggapi oleh Robert Nozik dalam
bukunya “Anarchy, State and Utopia” (1974), telah menjadi contoh yang
mempresentasikan kegagalan teori keadilan versi Barat.
2.9.Dampak sistem Ekonomi Kapitalisme;
Studi Kasus: “Krisis Finansial Global”
Interkoneksi sistem bisnis global yang saling terkait, membuat
'efek domino' krisis yang berbasis di Amerika Serikat ini, dengan cepat dan
mudah menyebar ke berbagai negara di seluruh penjuru dunia. Tak
terkecualikan Indonesia. Krisis keuangan yang berawal dari krisis subprime
mortgage itu merontokkan sejumlah lembaga keuangan AS. Pemain-pemain
utama Wall Street berguguran, termasuk Lehman Brothers dan Washington
Mutual, dua bank terbesar di AS. Para investor mulai kehilangan
kepercayaan, sehingga harga-harga saham di bursa-bursa utama dunia pun
rontok.
Menurut Direktur Pelaksana IMF Dominique Strauss-Kahn di
Washington, seperti dikutip AFP belum lama ini, resesi sekarang dipicu
pengeringan aliran modal. Ia menaksir akan terdapat kerugian sekitar 1,4
triliun dolar AS pada sistem perbankan global akibat kredit macet di sektor
perumahan AS. "Ini lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya sebesar 945
miliar dolar AS,". Hal ini menyebabkan sistem perbankan dunia saling
enggan mengucurkan dana, sehingga aliran dana perbankan, urat nadi
perekonomian global, menjadi macet. Hasil analisis Dana Moneter
Internasional (IMF) pekan lalu mengingatkan, krisis perbankan memiliki
kekuatan yang lebih besar untuk menyebabkan resesi. Penurunan
pertumbuhan setidaknya dua kuartal berturut-turut sudah bisa disebut
sebagai resesi.
Sederet bank di Eropa juga telah menjadi korban, sehingga
pemerintah di Eropa harus turun tangan menolong dan mengatasi masalah
perbankan mereka. Pemerintah Belgia, Luksemburg, dan Belanda
menstabilkan Fortis Group dengan menyediakan modal 11,2 miliar euro
atau sekitar Rp155,8 triliun untuk meningkatkan solvabilitas dan
likuiditasnya. Fortis, bank terbesar kedua di Belanda dan perusahaan swasta
terbesar di Belgia, memiliki 85.000 pegawai di seluruh dunia dan beroperasi
di 31 negara, termasuk Indonesia. Ketiga pemerintah itu memiliki 49 persen
saham Fortis. Fortis akan menjual kepemilikannya di ABN AMRO yang
dibelinya tahun lalu kepada pesaingnya, ING. Pemerintah Jerman dan
konsorsium perbankan, juga berupaya menyelamatkan Bank Hypo Real
Estate, bank terbesar pemberi kredit kepemilikan rumah di Jerman.
Pemerintah Jerman menyiapkan dana 35 miliar euro atau sekitar Rp486,4
triliun berupa garansi kredit. Inggris juga tak kalah sibuk. Kementerian
Keuangan Inggris, menasionalisasi bank penyedia KPR, Bradford &
Bingley, dengan menyuntikkan dana 50 miliar poundsterling atau Rp864
triliun. Pemerintah juga harus membayar 18 miliar poundsterling untuk
memfasilitasi penjualan jaringan cabang Bradford & Bingley kepada
Santander, bank Spanyol yang merupakan bank terbesar kedua di Eropa.
Bradford & Bingley merupakan bank Inggris ketiga yang terkena dampak
krisis finansial AS setelah Northern Rock dinasionalisasi Februari lalu dan
HBOS yang dilego pemiliknya kepada Lloyds TSB Group.
Dengan menggunakan analisis “stakeholder”, kita dapat melihat
bahwa krisis finansial global yang dimulai dari AS, sesungguhnya
merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembangunan ekonomi yang
berlebihan di SEKTOR FINANSIAL dibandingkan SEKTOR RIIL yang
berakar dari system moneter buatan The Fed. Padahal secara inheren sektor
finansial ini sudah bersifat inflatif, karena mengandalkan keuntungannya
pada system riba dan bukan karena produktivitas yang riil (yang disebabkan
karena kerja, kreativitas dan pemikiran).
Cara populer untuk mengatasi krisis ini, karenanya, jelas dengan
memberikan energi yang lebih besar pada sektor riil sebagaimana yang
pernah dilakukan Presiden AS Roosevelt bersama penasihat ekonominya
yang terkenal John Maynard Keynes untuk membangun secara massif
infrastruktur sektor riil pasca terjadinya depresi besar di AS, di tahun 1930-
an.
Secara implisit, gambaran di atas juga menunjukkan bahwa tinggi-
rendahnya dampak krisis finansial yang terjadi di AS maupun di luar AS,
sangat ditentukan oleh peran dari masing-masing pemangku kepentingan
atau “stakeholders” tadi. Pemerintah di luar AS bisa saja meminimalisir
dampak krisis bila melakukan “imunisasi” atau “proteksi” yang perlu serta
mengantisipasinya dengan melakukan pembangunan sektor riil dan
peningkatan kesejahteraan publik secara massif.

2.10. Prinsip dan Akar masalah Krisis Ekonomi Kapitalis ( Krisis


Finansial )
Pertama, dengan menyingkirkan emas sebagai cadangan mata uang,
dan dimasukkannya dolar sebagai pendamping mata uang dalam Perjanjian
Breetonword, setelah berakhirnya Perang Dunia II, kemudian sebagai
substitusi mata uang pada awal dekade tujuh puluhan, telah menyebabkan
dolar mendominasi perekonomian global. Akibatnya, goncangan ekonomi
sekecil apapun yang terjadi di Amerika pasti akan menjadi pukulan yang
telak bagi perekonomian negara-negara lain. Sebab, sebagian besar
cadangan devisanya, jika tidak keseluruhannya, dicover dengan dolar yang
nilai intrinsiknya tidak sebanding dengan kertas dan tulisan yang tertera di
dalamnya. Setelah euro memasuki arena pertarungan, baru negara-negara
tersebut menyimpan cadangan devisanya dengan mata uang non-dolar,
meski dolar tetap saja memiliki prosentase terbesar dalam cadangan devisa
negara-negara tersebut secara umum.
Karena itu, selama emas tidak menjadi cadangan mata uang, maka
krisis ekonomi seperti ini akan terus terulang. Sekecil apapun krisis yang
menimpa dolar, maka krisis tersebut akan dengan segera menjalar ke
perekonomian negara-negara lain. Bahkan dampak krisis politik yang
dirancang Amerika juga akan berakibat terhadap dolar, dengan begitu juga
berdampak pada dunia. Kondisi seperti akan bisa saja menimpa uang kertas
negara manapun yang mempunyai kontrol terhadap negara lain.
Kedua, hutang-hutang riba juga menciptakan masalah perekomian yang
besar, hingga kadar hutang pokoknya menggelembung seiring dengan
waktu, sesuai dengan prosentase riba yang diberlakukan kepadanya.
Akibatnya, ketidakmampuan individu dan negara dalam banyak kondisi
menjadi perkara yang nyata. Sesuatu yang menyebabkan terjadinya krisis
pengembalian pinjaman, dan lambannya roda perekonomian, karena
ketidakmampuan sebagian besar kelas menengah dan atas untuk
mengembalikan pinjaman dan melanjutkan produksi.
Ketiga, sistem yang digunakan di bursa dan pasar modal, yaitu jual-
beli saham, obligasi dan komoditi tanpa adanya syarat serah-terima
komuditi yang bersangkutan, bahkan bisa diperjualbelikan berkali-kali,
tanpa harus mengalihkan komoditi tersebut dari tangan pemiliknya yang asli,
adalah sistem yang batil dan menimbulkan masalah, bukan sistem yang bisa
menyelesaikan masalah, dimana naik dan turunnya transaksi terjadi tanpa
proses serah terima, bahkan tanpa adanya komiditi yang bersangkutan..
Semuanya itu memicu terjadinya spekulasi dan goncangan di pasar.
Begitulah, berbagai kerugian dan keuntungan terus terjadi melalui berbagai
cara penipuan dan manipulasi. Semuanya terus berjalan dan berjalan,
sampai terkuak dan menjadi malapetaka ekonomi.
Keempat, perkara penting, yaitu ketidaktahuan akan fakta
kepemilikan. Kepemilikan tersebut, di mata para pemikir Timur dan Barat,
adalah kepemilikan umum yang dikuasai oleh negara, sebagaimana teori
Sosialisme-Komunisme, dan kepemilikan pribadi yang dikuasi oleh
kelompok tertentu. Negara pun tidak akan mengintervensinya sesuai dengan
teori Kapitalisme Liberal yang bertumpu pada pasar bebas, privatisasi,
ditambah dengan globalisasi.Ketidaktahuan akan fakta kepemilikan ini
memang telah dan akan menyebabkan goncangan dan masalah ekonomi. Itu
karena kepemilikan tersebut bukanlah sesuatu yang dikuasai oleh negara
atau kelompok tertentu, melainkan ada tiga macam:
 Kepemilikan umum, meliputi semua sumber, baik yang keras, cair
maupun gas, seperti minyak, besi, tembaga, emas dan gas. Termasuk
semua yang tersimpan di perut bumi, dan semua bentuk energi, juga
industri berat yang menjadikan energi sebagai komponen utamanya..
Maka, negara harus mengekplorasi dan mendistribusikannya kepada
rakyat, baik dalam bentuk barang maupun jasa.
 Kepemilikan negara, adalah semua kekayaan yang diambil negara,
seperti pajak dengan segala bentuknya, serta perdagangan, industri
dan pertanian yang diupayakan oleh negara, di luar kepemilikan
umum. Semuanya ini dibiayai oleh negara sesuai dengan
kepentingan negara.
 Kepemilikan pribadi, yang merupakan bentuk lain. Kepemilikan ini
bisa dikelola oleh individu sesuai dengan hukum syara’.
Menjadikan kepemilikan-kepemilikan ini sebagai satu bentuk
kepemilikan yang dikuasai oleh negara, atau kelompok tertentu, sudah pasti
akan menyebabkan krisis, bahkan kegagalan.
Kapitalisme juga gagal, dan setelah sekian waktu, kini sampai pada
kehancuran. Itu karena Kapitalisme telah menjadikan individu, perusahaan
dan institusi berhak memiliki apa yang menjadi milik umum, seperti minyak,
gas, semua bentuk energi dan industri senjata berat sampai radar. Sementara
negara tetap berada di luar pasar dari semua kepemilikan tersebut. Itu
merupakan konsekuensi dari ekonomi pasar bebas, privatisasi dan
globalisasi.. Hasilnya adalah goncangan secara beruntun dan kehancuran
dengan cepat, dimulai dari pasar modal menjalar ke sektor lain, dan dari
institusi keuangan menjalar ke yang lain..

BAB III

PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
sistem ekonomi kapitalis ternyata tidak selamanya mampu menopang
kekuatan negara-negara barat. Dengan kegagalan kapitalisme membangun
kesejahteran umat manusia di muka bumi, maka isu kematian ekonomi
kapitalis semakin meluas di kalangan para cendikiawan dunia. Banyak
pakar yang secara khusus menulis buku tentang The Death of Economics
tersebut, antara lain Paul Omerod, Umar Ibrahim Vadillo, Critovan Buarque,
dan sebagainya. Paul Omerod dalam buku The Death of Economics (1994).
Menuliskan bahwa ahli ekonomi terjebak pada ideologi kapitalisme yang
mekanistik yang ternyata tidak memiliki kekuatan dalam membantu dan
mengatasi resesi ekonomi yang melanda dunia. Mekanisme pasar yang
merupakan bentuk dari sistem yang diterapkan kapitalis cenderung pada
pemusatan kekayaan pada kelompok orang tertentu.
Dari berbagai analisa para ekonom dapat disimpulkan, bahwa teori
ekonomi telah mati karena beberapa alasan. Pertama, teori ekonomi Barat
(kapitalisme) telah menimbulkan ketidakadilan ekonomi yang sangat dalam,
khususnya karena sistem moneter yang hanya menguntungkan Barat
melalui hegemoni mata uang kertas dan sistem ribawi. Kedua, Teori
ekonomi kapitalisme tidak mampu mengentaskan masalah kemiskinan dan
ketimpangan pendapatan. Ketiga, paradigmanya tidak mengacu kepada
kepentingan masyarakat secara menyeluruh, sehingga ada dikotomi antara
individu, masyarakat dan negara. Keempat, Teori ekonominya tidak mampu
menyelaraskan hubungana antara negara-negara di dunia, terutama antara
negara-negara maju dan negara berkembang. Kelima, terlalaikannya
pelestarian sumber daya alam.
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa produksi atau
aktifitas produktif yang dilakukan manusia dalam pandangan Kapitalisme
merupakan suatu pengorbanan manusia yang didorong oleh insentif materi.

3.2.Saran
Pertumbuhan ekonomi memiliki kaitan yang erat dengan
pembangunan politik yang dijalankan oleh suatu negara. Kebijakan
pembangunan membawa dampak pada pertumbuhan ekonomi suatu negara,
namun demikian pertumbuhan ekonomi semata tidak dapat dijadikan
ukuran keberhasilan sebuah pembangunan. Pertumbuhan ekonomi pada
negara terbelakang dapat dijelaskan sebagai suatu bentuk ketergantungan
dengan negara maju. Wujud ketergantungan tersebut kini dalam bentuk
kesatuan ekonomi kapitalis dunia. Pembangunan politik negara terbelakang
memiliki peran dalam menentukan pertumbuhan ekonomi.
Kapitalisme yang telah melanda seluruh dunia mau tidak mau harus
dilawan dengan mewujudkan sistem ekonomi yang mandiri. Sistem
ekonomi sosialis yang selama ini dianggap sebagai tandingan dari
kepitalisme ternyata menurut Wallerstein sama halnya dengan kapitalisme.
Negara dipandang sebagai sebuah badan usaha bersama yang menguasai
alat produksi dan melakukan eksploitasi. Sehingga dalam hal ini penulis
sekiranya dapat memberikan saran bahwa Kemandirian ekonomi harus
menjadi konsep pembangunan yang dianut negara terbelakang untuk
melawan kapitalisme.
DAFTAR PUSTAKA

Ari Sudarman, 1989, Teori Ekonomi Mikro, Edisi Ketiga, Jilid 1, BPFE,
Yogyakarta

Baswir, Revrisond (1997), “Agenda Ekonomi Kerakyatan” pustaka Pelajar,.


Yokyakarta

Arsyad Lincolin (2004), Ekonomi Pembangunan, Bagian Penerbitan STIE –


YKPN, Yogyakarta

Abdurachman, A. Ensiklopedia Ekonomi, Keuangan dan Perdagangan. Badan


Penerbitan Prapancha. PT. Gunung Agung. 1963

http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2009/03/ekonomi-kapitalis.html

http://blog.re.or.id/kapitalisme.htm

http://hati.unit.itb.ac.id/?p=71

http://netsains.com/2009/05/kelemahan-sistem-perekonomian-kapitalis/

Anda mungkin juga menyukai