Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


“FAKTOR-FAKTOR KECENDRUNGAN MANUSIA TERHADAP
KAPITALISME”

Di susun oleh kelompok 7 :

1. Rizqy Yanuar (112110052)


2. Rahayu (112110000)
3. Helmy Sufianto (112110000)
4. Sofia (112110000)
5. Mutia Hasti Hildani (112110441)
6. Wafa Fauziah (112110474)

Dosen Pengampu: Wira Syuhada, S.Pd.I.,SE.,MM.

KELAS MA.21.C.01
PRODI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PELITA BANGSA
PENGANTAR

Saat ini, tidak ada yang bisa mempertanyakan kekuatan rezim kapitalis untuk mendominasi
peradaban dunia global. Berakhirnya Perang Dingin setelah runtuhnya komunisme-sosialisme di
Uni Soviet dan negara-negara satelitnya sering dimaknai sebagai kemenangan kapitalisme. Di
hampir setiap bidang kehidupan, logika dan budaya kapitalisme hadir untuk merangsang
aktivitas. Kritik terhadap kapitalisme justru mengarah pada pengkooptasian kritik ini untuk
semakin memperkuat kapitalisme. Muncul pertanyaan lain ke arah mana kapitalisme akan
memimpin peradaban manusia.Apa yang membuat ideologi ini bertahan dan justru semakin
mendominasi dunia? Apakah hegemoni kapitalisme ini berarti akhir dari sejarah manusia,
ataukah ini satu-satunya alternatif yang dapat diterima, seperti yang diramalkan oleh Francis
Fukuyama dalam The End of History? Apakah masih ada kemungkinan proyek emansipasi
manusia dari dominasi kapital dan fetishisme komoditas?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, perlu dipahami dengan baik apa sebenarnya arti
kapitalisme itu.

I. PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN KAPITALISME

I.1. Pengertian Kapitalisme

Sistem ekonomi kapitalis atau lebih dikenal dengan sistem ekonomi pasar terbuka, merupakan sistem
ekonomi di mana peranan pemerintah terhadap perekonomian sangat kecil atau dikatakan tidak ada
sama sekali. Sistem ekonomi kapitalis merupakan sistem ekonomi yang menitikberatkan pada
kebebasan pemilik modal secara individual oleh warga masyarakat. Karaena dalam kenyataannya, tidak
semua warga masyarakat mampu ikut serta dalam pemilikan modal, maka sistem perekonomian
kapitalis ditandai dengan adanya pembagian masyarakat kepada dua golongan yakni, pemilik modal
(majikan) dan pemilik tenaga (buruh). Sistem ekonomi kapitalis menganut semboyang "live is alone",
yang menunjukkan sifat individualisme.

Di Indonesia sistem ekonomi kapitalis tidak dapat diterapkan karena, sistem ini mengandung banyak
ketidakadilan dalam pelaksanaannya, dimana terjadi penindasan kaum pemodal terhadap kaum buruh.
Ketidakadilan tersebut dilihat pada perilaku kaum kapital atau pemodal yang senangtiasa bersenang-
senang, sementara kaum buruh yang pada dasarnya menghasilkan keuntungan bagi kaum pemodal
(karena adanya upah minimum) hidup sangat sengsara dan semakin menderita akibatnya yang kaya
semakin kaya dan dan yang miskin semakin melarat. Hal ini sangat bertantangan dengan pancasila.
Salain itu semboyang yang dianut system kapitalis ini yaitu" live is alone" merupakan pemikiran yang
sangat salah karena manusia merupakan mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain.
Kamudian dimana pada sistem kapitalis peran pemerintah sangat kecil atau bahkan tidak sama sekali
merupakan langkah yang salah karena untuk mencapai kesejahteraan bersama maka hendaknya
pemarintah bekerjasama dengan masyarakat dalam memajukan perekonomian dan tidak condong ke
satu sisi saja. Itulah sebanya sehingga sistem ekonomi kapitalis sangat tidak cocok untuk diterapkan di
Indonesia.

I.2. Sejarah Perkembangan Kapitalisme

Robert E. Lerner dalam Western Civilization (1988) mencatat bahwa revolusi komersial dan
industri modern awal dipengaruhi oleh asumsi kapitalisme dan merkantilisme. Direduksi menjadi
pemahaman sederhana, kapitalisme adalah sistem produksi, distribusi, dan pertukaran di mana
kekayaan yang terkumpul diinvestasikan kembali secara menguntungkan oleh pemilik pribadi.
Kapitalisme adalah sistem yang dirancang untuk mendorong ekspansi komersial lintas batas
lokal dalam skala nasional dan internasional. Pengusaha kapitalis mempelajari pola perdagangan
internasional, di mana pasar berada, dan bagaimana memanipulasi pasar untuk keuntungan
mereka.Pernyataan Robert Learner sesuai dengan tuduhan Karl Marx bahwa imperialisme adalah
perpanjangan dari kapitalisme. Sistem kapitalis, menurut Ebenstein (1990), mulai berkembang di
Inggris abad ke-18 dan kemudian menyebar luas ke Eropa barat laut dan Amerika Utara. Risalah
terkenal Adam Smith The Wealth of Nations (1776) dianggap sebagai pilar utama kapitalisme
klasik, yang mengungkapkan gagasan "laissez faire"1) di bidang ekonomi. Berbeda sekali
dengan merkantilisme, ada campur tangan negara dalam urusan negara. Smith berpendapat
bahwa cara terbaik untuk mencapai kekayaan adalah membiarkan individu mengejar
kepentingannya sendiri, tanpa keterlibatan perusahaan milik negara (Robert Lerner, 1988). Pada
awal abad ke-20, kapitalisme harus menghadapi berbagai tekanan dan ketegangan yang tak
terduga. Munculnya kerajaan industri yang cenderung birokratis seragam dan konsentrasi
kepemilikan saham di antara beberapa kapitalis individu memaksa pemerintah (Barat) untuk
campur tangan dalam mekanisme pasar melalui kebijakan seperti undang-undang antimonopoli,
sistem pajak, dan jaminan kesejahteraan. Fenomena intervensi negara dalam sistem pasar dan
meningkatnya tanggung jawab negara dalam masalah kesejahteraan sosial dan ekonomi
merupakan indikasi transformasi kapitalisme. Transformasi ini, menurut Ebenstein, dilakukan
untuk memungkinkan kapitalisme beradaptasi dengan berbagai perubahan ekonomi dan sosial.
Beginilah konsep negara kesejahteraan, yang disebut Ebenstein sebagai "ekonomi campuran",
muncul, yang menggabungkan inisiatif individu dan kepemilikan pribadi dengan tanggung jawab
negara untuk kemakmuran sosial. Habermas melihat transformasi ini sebagai transisi dari
kapitalisme liberal ke kapitalisme maju (kapitalisme akhir, kapitalisme terorganisir, kapitalisme
maju). Dalam Krisis Legitimasi (1988), Habermas menegaskan bahwa kapitalisme yang diatur
oleh negara (nama lain dari kapitalisme maju) mengacu pada dua fenomena: (a) proses
pemusatan ekonomi, seperti korporasi nasional dan internasional yang menciptakan struktur
pasar oligopolistik, dan ( b) intervensi pemerintah di pasar. Menurut Habermas, untuk
melegitimasi intervensi negara yang secara fundamental bertentangan dengan kapitalisme liberal,
terjadi repolitisasi masif yang berlawanan dengan depolitisasi masif dalam masyarakat kapitalis
liberal. Upaya ini diwujudkan dalam sistem demokrasi formal.

II. PRINSIP-PRINSIP DASAR KAPITALISME

II.1. Tiga Asumsi Kapitalisme Menurut Ayn Rand

Ayn Rand dalam Capitalism (1970) menyebutkan tiga asumsi dasar kapitalisme, yaitu: (1)
kebebasan individu, (2) kepentingan diri, dan (3) pasar bebas.

Menurut Rand, kebebasan individu merupakan pilar utama kapitalisme karena dengan
pengakuan hak-hak kodrati tersebut, individu bebas berpikir, bekerja, dan berproduksi untuk
kelangsungan hidupnya. Pengakuan institusional atas hak individu, pada gilirannya,
memungkinkan orang untuk mengejar kepentingan mereka sendiri. Menurut Rand, orang hidup
terutama untuk dirinya sendiri, bukan untuk kesejahteraan orang lain. Rand menentang
kolektivisme, altruisme, mistisisme. Konsep bebas fundamental Rand adalah aplikasi sosial dan
perspektif epistemologis mekanistik alaminya.Dipengaruhi oleh gagasan Smith tentang "the
invisible hand", Rand melihat pasar bebas sebagai proses yang terus berkembang yang selalu
menuntut yang terbaik atau paling rasional. Smith pernah berkata, "... kekuatan bebas diizinkan
untuk meratakan distribusi kekayaan secara adil". (Robert Lerner, 1988).

II.2. Akumulasi Kapital

Heilbroner (1991) menggali arti sebenarnya dari modal. Apa yang dimaksud dengan kapital
untuk menjelaskan formasi sosial yang kita jalani sekarang yaitu kapitalisme? Heilbroner
menolak untuk memperlakukan modal hanya dalam kategori barang material dalam bentuk
komoditas atau uang. Jika modal hanya ada dalam bentuk barang produksi atau uang yang
dibutuhkan untuk membeli bahan dan tenaga kerja, maka modal akan setua peradaban.

Kapital, menurut Heilbroner, merupakan faktor yang mendorong proses transformasi terus-
menerus dari kapital-sebagai-uang menjadi kapital-sebagai-komoditas, diikuti dengan
transformasi dari kapital-sebagai-komoditas menjadi augmentasi kapital-sebagai-uang.Ini adalah
formula M-C-M yang diperkenalkan oleh Marx.

Proses yang berulang dan ekspansif ini memang ditujukan untuk memproduksi barang dan jasa
melalui pengaturan perdagangan dan produksi. Keberadaan fisik barang dan jasa merupakan
kendala yang harus diatasi dengan mengembalikan barang menjadi uang. Kalaupun ada, uang
dalam penjualan tidak dilihat sebagai produk akhir dari pencarian, melainkan hanya sebagai
tahapan dalam siklus tanpa akhir.

Jadi, menurut Heilbroner, kapital bukanlah objek material, melainkan sebuah proses yang
menggunakan objek material sebagai tahapan dalam keberadaannya yang dinamis.Modal adalah
proses sosial, bukan proses fisik. Kapital mengambil bentuk fisik, tetapi maknanya hanya dapat
dipahami jika kita menganggap bahwa benda-benda material ini mewujudkan dan
melambangkan keseluruhan yang berkembang.
Rumus M-C-M (Money-Commodity-Money) yang ditemukan oleh Marx tentang metamorfosis
berulang dan umum yang dialami kapital adalah penemuan Marx akan esensi kapitalisme, yaitu
akumulasi kapital. Dalam pertukaran M-C-M, uang bukan lagi sebagai alat tukar, melainkan
komoditas itu sendiri dan menjadi tujuan pertukaran.

II.3. Dorongan Untuk Mengakumulasi Kapital (Heilbroner)

Heilbroner lebih jauh mengkaji analisis modal di atas sebagai proses ekspansif melalui
pendekatan psikoanalitik, antropologis, dan sosiologis. Menurut Heilbroner, gagasan kapital
sebagai relasi sosial mengungkapkan esensi dari relasi tersebut, yaitu dominasi. Hubungan
dominasi memiliki dua kutub. Pertama, ketergantungan sosial kaum tak bermilik pada pemilik
modal, dimana tanpa ketergantungan ini modal tidak berpengaruh. Kedua, dorongan tak
terpuaskan dan tak terpuaskan untuk mengumpulkan modal.

Heilbroner bertanya: Apa pembenaran untuk proses yang sedang berjalan ini? Ia menjelaskan
bahwa dorongan ini didorong oleh keinginan akan prestise dan ketenaran (aktualisasi diri)2.
Dalam bahasa Abraham Maslow, dorongan untuk menimbun kekayaan yang tidak terpenuhi ini
merupakan manifestasi dari aktualisasi diri. Namun, Heilbroner mengingatkan bahwa kebutuhan
afektif ini hanyalah syarat yang diperlukan (necessary condition) tetapi belum menjadi syarat
yang cukup (sufficient condition) untuk dorongan mencari kekayaan. Heilbroner kemudian
menemukan bahwa kekayaan memberi pemiliknya kemampuan untuk mengarahkan dan
memobilisasi aktivitas masyarakat.Itu kekuatan. Kekayaan adalah kategori sosial yang terkait
erat dengan kekuasaan.

Hakikat kapitalisme, menurut Heilbroner, oleh karena itu adalah desakan tak berujung dan tak
terpenuhi untuk mengakumulasi kapital sebagai sublimasi dari desakan tak sadar manusia untuk
realisasi diri, dominasi, dominasi. Karena dorongan ini berakar pada identitas manusia,
kapitalisme lebih merupakan bentuk eksistensi manusia. Mungkin karena itulah kapitalisme bisa
bertahan dan menjadi hegemoni peradaban global.
II.4. Kecenderungan Manusia Ke Arah Kapitalisme

Kapitalisme adalah paham yang meyakini pemilik modal dapat menjalankan usahanya dan
mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Dipandu oleh perkembangan industri tekstil Inggris
pada abad 16, 17, dan 18, menurut publikasi Jeffrey D. Sachs dalam The Oxford Review of
Economic Policy, vol. 15, no. 4. Kapitalisme modern muncul di Eropa, Amerika, dan Oseania
pada awal abad ke-19. Berikut adalah faktor faktor yang mempengaruhi manusia menjadi
kapitalisme:

1. Mendapatkan Keuntungan Sebesar-besarnya

Adam Smith dalam buku The Wealth of Nations (1776) menjelaskan, kapitalisme melalui
ilustrasi bahwa “Apa yang kita harapkan untuk makan malam kita tidaklah datang dari
keajaiban si tukang daging, si pemasak bir atau tukang roti, melainkan dari apa yang
mereka hormati dan kejar sebagai kepentingan pribadi.” Salah satu tonggak penting
dalam perkembangan awal kapitalisme adalah pembentukan asosiasi perdagangan oleh
Inggris dan Belanda untuk mengontrol perdagangan di Asia. Lalu, Istilah Max Weber
muncul seolah menggambarkan suatu jenis kapitalisme yang mengandung unsur
penggunaan kekuasaan oleh para penguasa untuk memperoleh keuntungan bagi diri
mereka sendiri melalui berbagai cara pengelolaan perdagangan VOC di Asia. Setelah
tanam paksa dihapuskan, berlaku Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet) yang
menunjukkan tahapan kapitalisme rasional, yaitu keuntungan diperoleh melalui produksi
untuk pasar dan persetujuan sukarela. Dengan diundangkannya undang-undang ini,
kegiatan eksploitatif menjadi lebih didominasi oleh pihak swasta daripada oleh
pemerintah kolonial. Menurut buku Nationalization of Dutch Companies in Indonesia,
sejak abad ke-19 hingga pertengahan abad ke-20, sektor ekonomi dikuasai oleh orang
Eropa, khususnya modal Belanda.

2. Kebutuhan Untuk Menghasilkan Uang

Barang-barang manufaktur mendorong orang untuk mencari pekerjaan di industri.


Pekerja dikendalikan oleh pemilik modal untuk meningkatkan produktivitas dengan
mengkonsentrasikan pekerja di pabrik, kemudian memperkenalkan sistem mesin dan
mengorganisir pekerja dengan cara kerja yang baru. Hubungan antara majikan dan
pekerja di Inggris abad ke-18 adalah salah satu bentuk kapitalisme. Di abad ini,
mentalitas kapitalis tercermin dalam pembagian kerja, dalam persaingan, dalam ekonomi
pasar bebas dan dalam menghasilkan laba.

3. Membuat Uang Menjadi Tujuan Dominan Setiap Industri

Agar kapitalisme bekerja, modal harus diakumulasikan, bukan dikonsumsi. Modal harus
diinvestasikan kembali dalam pengembangan teknik produksi yang lebih efisien untuk
keuntungan yang lebih tinggi. Semakin banyak kekayaan yang terkumpul, semakin
makmur perusahaan kapitalis dan mengalokasikan lebih banyak sumber daya untuk
meningkatkan efisiensi produksi dan puncak dari proses rasionalisasi yang berakar pada
pengaruh sejarah tradisi intelektual tertentu.

III. TINJAUAN KRITIS

Tinjauan kritis ini hadir dengan premis bahwa analisis sosial memiliki keterbatasan dalam
menggambarkan dinamika kehidupan sosial. Tinjauan tentang kekuatan dan kelemahan
kapitalisme lebih merupakan hipotesis.

III.1. Kekuatan Kapitalisme

Elemen apa yang dikandung kapitalisme yang membuatnya tangguh hari ini? Ada berbagai
kekuatan yang membuat kapitalisme mampu bertahan melewati berbagai kritik dan rintangan
keras ini.

Pertama, kapasitas adaptabilitas dan transformasi kapitalisme sangat tinggi, sehingga mampu
menyerap dan memodifikasi segala kritik dan hambatan guna memperkuat eksistensinya.
Misalnya, bagaimana ancaman pemberontakan buruh yang diramalkan oleh Marx tidak terwujud
karena, di satu pihak, buruh mengalami pembekuan kesadaran (reifikasi) yang kritis dan, di lain
pihak, kaum borjuasi kapitalis diberikan “kebaikan”. oleh negara. ". para pekerja dengan konsep
“negara kesejahteraan”. Sebagai imbalannya, kaum kapitalis memperoleh persetujuan untuk
mendominasi masyarakat melalui apa yang disebut Gramsci sebagai hegemoni ekonomi, politik,
dan budaya; atau, seperti yang dikatakan Heilbroner, bahwa rezim modal memiliki kemampuan
untuk memenangkan kepatuhan massa, yang mengarah ke "patriotisme" ekonomi.

Kedua, kemampuan beradaptasi kapitalisme yang tinggi relatif terhadap yang pertama dapat
ditelusuri kembali ke waktu yang melekat pada esensi kapitalisme, yaitu dorongan untuk
mendominasi dan realisasi diri melalui kekayaan. Atas dasar itu, antara lain, Peter Berger berani
bertaruh dalam The Capitalist Revolution (1990) bahwa masa depan perekonomian dunia berada
di tangan kapitalisme.

Ketiga, kreativitas budaya kapitalisme dan kemampuannya untuk menyerap gagasan dan
mentolerir pemikiran yang berbeda. Menurut Rand, kebebasan dan hak individu memberikan
ruang gerak manusia dalam berinovasi dan berkarya untuk mencapai kelangsungan hidup dan
kebahagiaan. Dengan latar belakang tersebut, Bernard Murchland dalam Humanism and
Capitalism (1992) yakin bahwa kapitalisme demokratis adalah humanisme yang dapat
menyelamatkan peradaban manusia di masa depan.

III.2. Kelemahan Kapitalisme

Dalam kaitannya dengan asumsi dasar kapitalisme, klaim para pendukung kapitalisme, dan
praktik kapitalisme, terdapat beberapa kelemahan fundamental kapitalisme.

Pertama, visi epistemologisnya, yaitu positivistik mekanistik. Positivisme yang memisahkan


antara fakta dan nilai, bahkan hanya mempertimbangkan apa yang disebut fenomena fakta dan
mengabaikan nilai, telah menunjukkan ketidakmampuannya menjelaskan perkembangan ilmu
pengetahuan modern dan kritik dari fenomenologi hermeneutik (ilmu manusia). Pola pikir
positivis hanya memiliki satu dimensi, dialektika positif, yang pada gilirannya mereduksi
kemampuan refleksi kritis manusia untuk menarik makna tersembunyi di balik fenomena.
Herbert Marcuse berkata dalam One Dimensional Man (1991): "... Kapitalisme, yang digerakkan
oleh teknologi, telah meluas memenuhi semua ruang sosial kita; itu telah menjadi dunia politik
dan psikologis. Kekuatan totaliter ini mempertahankan hegemoninya dengan merampas semua
fungsi oposisi kritis, yaitu kemampuan untuk berpikir negatif tentang sistem dan dengan
membuat tuntutan palsu melalui iklan, kontrol pasar, dan media. Jadi kebebasan itu sendiri
menjadi alat dominasi, dan nalar menyembunyikan sisi gelap dari irasionalitas..."

Kedua, terkait dengan yang pertama, asumsi antropologis yang dianut kapitalisme adalah
pandangan reduksionis satu dimensi tentang manusia yang bersumber dari rasionalisme
Pencerahan. Temuan dari alam bawah sadar psikoanalitik menunjukkan bahwa banyak perilaku
manusia tidak didorong oleh kesadaran atau rasionalitas, tetapi oleh ketidaksadaran dan
irasionalitas. Asumsi kapitalisme bahwa distribusi kekayaan terjadi secara otomatis ketika
masyarakat sejahtera (misalnya konsep trickle-down) melupakan aspek irasionalitas manusia
yang rakus dan jahat.Dorongan tak terpuaskan untuk mengakumulasi modal yang mencirikan
kapitalisme adalah bentuk patologis dari megalomania dan narsisme.

Ketiga, keserakahan akan akumulasi modal mengarah pada eksploitasi berlebihan terhadap alam
dan sesama manusia, yang pada gilirannya menciptakan krisis ekologis atau dehumanisasi.
Habermas (1988) menyebutkan bahwa kapitalisme terus menimbulkan ketidakseimbangan
ekologis, ketidakseimbangan antropologis (gangguan sistem kepribadian), dan
ketidakseimbangan internasional.

Keempat, masalah moral. Bernard Murchland (1992), seorang pembela kapitalisme yang gigih,
mengakui bahwa masalah terberat yang dihadapi kapitalisme demokratis adalah erosi basis
moralnya.Kemudian dia beralih ke negara-negara timur yang kaya akan komponen moral
budaya. Berdasarkan masalah etika ini, Mangunwijaya (1998) berkata dengan lantang:
“...ternyata sistem kapitalis liberal, meskipun direvisi, disesuaikan kembali dan diperlunak,
meskipun diperdebatkan bolak-balik dengan ketangkasan ilmiah oleh seribu kepala botak, hanya
dapat berjalan dengan pengorbanan milyaran orang yang rentan dan miskin di seluruh dunia,
termasuk dan khususnya Indonesia...."
Kelima, implikasi dari praktik komodifikasi seluruh gagasan dan aktivitas sosiokultural, terjadi
krisis makna, yang pada gilirannya menimbulkan krisis motivasi. Habermas (1988) berpendapat
bahwa krisis motivasi ini menciptakan krisis legitimasi pada level sistem politik, atau dalam
istilah Heilbroner (1991) krisis intervensi.

IV. KESIMPULAN

Dalam  pandangan  ekonomi  kapitalis  manusia  dianggap  memiliki hak milik yang mutlak atas alam
semesta, karenanya ia  bebas untuk memanfaatkan sesuai dengan kepentingannya. Manusia  dapat 
mengeksploitasi  semua  sumber  daya  ekonomi  yang  dipandangkan  akan  memberikan 
kesejahteraan  yang  optimal  baginya,  dalam  jumlah  berapa  saja  dan  dengan  cara  apa  saja.

Kebebasan memiliki harta secara perorangan, Dialektika kehidupan kapitalis mendorong sikap untuk
mementingkan diri sendiri, dan berupaya untuk memenuhi kepentingan diri sendiri. Setiap orang
menggunakan kebebasan untuk mengeksplorasi sumber daya yang dimilikinya yang efisien guna
memperoleh keuntungan yang lebih banyak.

Keadaan ini yang menyebabkan terjadinya eksploitasi sumber daya dengan alasan; segala apapun yang
dikerjakan merupakan upaya untuk mengaktualisasikan kebebasan yang dimilikinya. Padahal kebebasan
merupakan suatu yang tidak dapat dipisahkan dari manusia dimana manusia satu dengan yang lain juga
berupaya untuk melakukan tindakan-tindakan eksploitatif.

Kebebasan ekonomi dan persaingan bebas, Persaingan bebas menimbulkan kecenderungan setiap orang
untuk lebih mementingkan kepentingan sendiri. Bagi orang telah berkecukupan dalam bidag ekonomi
tidak banyak peduli dengan orang kurang mampu, karena kepedulian bukan bagian dari kewajibannya.

Maka ketimpangan sosial menjadi bagian  yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat yang
individualistik. Ketimpangan sosial secara tidak langsung mengubah struktur masyarakat menjadi dua
bagian, yaitu kaum  kaya dan kaum miskin.
V. SARAN

Dengan mencermati sifat kapitalisme secara dekat, kita dapat melihat kekuatan dan
kelemahannya secara objektif. Ini diperlukan untuk proyek besar pembebasan manusia dari
hegemoni kapitalisme - mereka yang tertarik, tentu saja - untuk membangun ideologi atau
peradaban alternatif yang benar-benar merupakan antitesis kapitalisme pada dasarnya, radikal
dan komplotan rahasia.

Masalahnya adalah bagaimana kita merancang antitesisnya? Adakah cara eksistensi alternatif
yang dapat membuat kapitalisme hanya tunduk pada metode bisnis atau manajemen? Apakah
kita perlu merevolusi pandangan dunia kita terlebih dahulu dalam hal antropologi, kosmologi,
teologi?

Catatan:

1) Istilah “laissez faire” berasal dari bahasa Prancis laissez faire la nature (biarkan alam
mengambil jalannya); Dapat diartikan sebagai sikap membiarkan kebebasan semaunya tanpa
pengaturan atau kontrol.

2) Heilbroner mengutip Adam Smith sendiri dalam Theory of Moral Sentiments (1976): “Orang
kaya bangga dengan kekayaannya karena mereka merasa itu menarik perhatian dunia. kekayaan
mereka."

VI. Daftar Pustaka

Bagus, L., Kamus Filsafat, Gramedia, Jakarta, 1996.

Berger, P., Revolusi Kapitalis, (terjemahan), LP3ES, Jakarta 1990.


Ebenstein, W., Isme-Isme Dewasa Ini, (terjemahan), Erlangga, Jakarta, 1990.

Habermas, J., Letigimation Crisis, Polity Press, Cambridge Oxford, 1988.

Hayek, F.A., The Prinsiples of A Liberal Social Order, dalam Anthony de Crespigny and Jeremy
Cronin, Ideologies of Politics, Oxford University Press, London, 1978.

Heilbroner, R.L., Hakikat dan Logika Kapitalisme, (terjemahan), LP3ES, Jakarta, 1991.

Lerner, R.E., Western Civilization, Volume 2, W.W. Norton & Company, Ney York-London,
1988.

Mangunwijaya, Y.B., Mencari Landasan Sendiri, Esei Pada Harian Kompas 1 September 1998,
Jakarta.

Marcuse, H., One Dimensional Man, Beacon Press, Boston, 1991.

Murchland, B., Humanisme dan Kapitalisme, (terjemahan), Tiara Wacana, Yogyakarta, 1992.

Rand, A., Capitalism: The Unknown Ideal, A Signet Book, New York, 1970.

https://www.kompasiana.com/rahmawatisuhar9379/5af688a5ab12ae4b6d3cacb3/katakan-tidak-
pada-sistem-ekonomi-kapitalis#

Anda mungkin juga menyukai