Anda di halaman 1dari 43

PROPOSAL TESIS

NASIONALISME INDONESIA
Studi tentang “ konsepsi pemikiran Trisakti
Soekarno Dan Relevansinya terhadap
Kebijakan Politik
Joko Widodo”
MOCHDAR SOLEMAN
13011865017

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU POLITIK


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2015
DAFTAR ISI

Halaman Judul .................................................................................... i

Daftar isi ............................................................................................. ii

Bab I Pendahuluan .............................................................................. 1

A. Latar Belakang ........................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ................................................................... 15

C. Tujuan dan Manfaat ................................................................. 17

a. Tujuan Penelitian ............................................................... 17


b. Manfaat Penelitian ............................................................. 17

D. Kerangka Teori ....................................................................... 18

a. Nasionalisme ..................................................................... 18
b. Trisakti .............................................................................. 25
c. Globalisasi ......................................................................... 27

E. Metodologi Penelitian ............................................................. 34

F. Sistematika Penulisan .............................................................. 35

G. Daftar Acuan ........................................................................... 37


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Krisis ekonomi Indonesia yang terjadi pada tahun 1997-1998

berdampak bagi pembangunan ekonomi bangsa Indonesia. Dampaknya rupiah

rontok, suku bunga melonjak, harga barang naik tidak terkendali, daya beli

masyarakat anjlok, pengangguran bertambah dan angka kemiskinan mencapai 50

persen jumlah penduduk. Menghadapi krisis ini, Indonesia memakai cara

menguras devisa. Akibatnya terperosok ke lembah krisis yang dalam.1

Reformasi yang digelorakan pada tahun 1998, secara substantive

adalah tuntutan perubahan pada struktur sistem, nilai dan aktor baik dalam bidang

ekonomi, social, politik, budaya serta pertahanan dan keamanan. Secara teoritik,

perubahan diupayakan agar tatanan Negara dan masyarakat baru Indonesia akan

menjadi lebih bermartabat, demokratis dan sejahtera. Dimensi dinamik pada kata

reformasi adalah terkandung upaya perombakan dan penataan dari tatanan lama

(dismantling the Old Regime) menuju suatu tatanan baru yang lebih egaliter,

demokratis, ber-keadilan social dan ditegakkannya supremasi hukum,

pemerintahan yang bersih dari KKN, terwujudnya keteraturan social dan rasa

1
Soepriyanto, Nasionalisme dan Kebangkitan Ekonomi, Jakarta : Inside Press, 2008, hal
140-141.
aman dalam masyarakat, dan kehidupan ekonomi yang mensejahterakan rakyat

Indonesia "reconstructing the new Indonesia".2

Perubahan dimaksud sebagai gerakan reformasi memiliki agenda-

agenda. Agenda terpenting dari reformasi menurut Sasongko adalah untuk

mengembalikan keberadaan bangsa Indonesia dalam satu bingkai Negara

kebangsaan, yang berdasarkan pada wawasan kebangsaan. Bukan wawasan-

wawasan kesukuan, keagamaan, rasisme, etnisisme maupun golongan tertentu.3

Kerangka dasar dari agenda tersebut adalah untuk menentukan arah dari sebuah

pembangunan bangsa dan Negara.

Tujuan pembangunan bangsa adalah untuk membangkitkan kekuatan

dan kepribadian bangsa, sebagai upaya bangsa untuk mengembangkan

kepribadiannya sendiri sebab bangsa sebagaimana bangsa Indonesia harus hidup

dan berada di antara perputaran arus globalisasi dunia. Sementara itu menurut

Fakih bahwa proses globalisasi ditandai dengan pesatnya perkembangan paham

kapitalisme, yakni kian terbuka dan mengglobalnya peran pasar, investasi, dan

proses produksi dari perusahaan-perusahaan transnasional, yang kemudian

dikuatkan oleh ideologi dan tata dunia perdagangan baru di bawah suatu aturan

yang ditetapkan oleh organisasi perdagangan bebas secara global. Globalisasi

muncul bersamaan dan menjadi bagian fenomena runtuhnya pembangunan di

Asia Timur. Lanjutnya bahwa Globalisasi juga melahirkan kecemasan bagi

mereka yang memikirkan permasalahan sekitar pemiskinan rakyat dan

2
Ibid, hal 3.
3
HD. Haryo Sasongko, Bung Karno Nasionalisme dan Demokrasi, Pustaka Grafiksi, 2005,
hal. 35
marjinalisasi rakyat, serta persoalan keadilan sosial. Bersamaan dengan itu.

fenomena yang juga berkembang secara pesat dan global berakibat pada semakin

meningkatnya kemajuan di bidang telekomunikasi, elektronika, serta bioteknologi

yang dikuasai oleh perusahaan transnasional. 4

Hal itu telah terjadi sejak Orde Baru berkuasa, sebagaimana yang

dikemukakan Dwi Rio Sambodo bahwa Indonesia berkiblat pada blok yang

disponsori Amerika Serikat. Indonesia menjadi pengabdi kapitalisme, menjadi

subordinat dari kepentingan Kapitalisme Global—yang dibuktikan dengan adanya

kebijakan-kebijakan yang memihak kepentingan modal dan pasar: kebijakan awal

yang diambil pemerintahan Orde Baru ketika berkuasa adalah dikeluarkannya

Undang-undang Penanaman Modal Asing (PMA) pada tahun 1967, yang

membuka seluas-luasnya investasi asing tanpa batas.5 Hal senada dikemukakan M

Arief Pranoto bahwa Persoalan bangsa ini ada di hulu, yakni penguasaan ekonomi

dan pencaplokan sumber daya alam, (SDA) oleh asing! Itulah skema kolonialisme

dimanapun, sampai kapanpun.6

Terjadinya globalisasi sebagaimana dijelaskan Fakih bahwa pada

dasarnya globalisasi terjadi ketika ditetapkannya formasi social Global baru

dengan ditandai oleh diberlakukannya secara global mekanisme perdagangan

melalui penciptaan kebijakan yakni berhasil ditandatanganinya kesepakatan

international tentang perdagangan pada bulan April tahun 1994 setelah melalui

4
Mansour Fakih, Sesat Pikir Teori Pembangunan dan Globalisasi, Yogyakarta: Insist Press
bekerjasama denagan Pustaka Pelajar, 2001, hal. 198
5
Dwi Rio Sambodo, Catatan dari Kebon Sirih, Jakarta: Perhimpunan Rumah Indonesia,
2014, hal. 20
6
M. Arief Pranoto, Geo Politik Ilmunya Ketahanan Nasional dalam The Global Review, The
Jurnal of International Studies, Edisi IV, November 2014, hal 6
proses yang sulit, di Marrakesh, Maroko. yakni suatu perjanjian internasional

perdagangan yang dikenal dengan General Agreement on Tariff and Trade

(GATT7).

Dapat disaksikan bahwa bahaya globalisasi bagi Negara-negara

miskin pada dasarnya terletak pada pelemahan struktural kemampuan sebuah

pemerintah dalam melindungi kepentingan Negara dan rakyatnya, dan

meningkatnya ketergantungan perekonomian Negara-negara miskin terhadap

uluran tangan para pemodal internasional dari Negara-negara kaya. Posisi ini

berimplikasi serius terhadap fungsi pemerintah dalam perekonomian Negara-

negara miskin; dari melayani melindungi kepentingan rakyat menjadi pelayan dan

pelindung kepentingan para pemodal Negara-negara kaya.8

Untuk itu, Fakih mengungkapkan fakta bahwa Penelitian Food And

Agriculture Organization of the United Nations (FAO) tentang dampak Negara

yang mengimplementasikan kesepakatan Pertanian dalam Uruguay Round

melahirkan kebijakan “akses pasar” dan domestic support terhadap perusahaan

multinasional dan besar karena alasan persaingan global ini akan memaksa

pemerintah untuk mengubah kebijakan dari subsidi bagi petani kecil menjadi

subsidi kepada perusahaan agribisnis raksasa, dan proses ini sekaligus menggusur

7
GATT merupakan suatu kumpulan aturan internasional yang mengatur peri-laku
perdagangan antarpemerintah. GATT juga merupakan forum negosiasi perdagangan
antarpemerintah. serta juga merupakan pengadilan untuk menvelesaikan jika terjadi per-
selisihan dagang antarbangsa. Kesepakatan itu dibangun di atas asumsi bahwa sistem
dagang yang terbuka lebih efisien dibanding sistem yang proteksionis, dan dibangun di atas
keyakinan bahwa oersaingan bebas akan menguntungkan bagi negara yang menerapkan
prinsip-prinsip efektivitas dan efisiensi. Namun kemudian pada tahun 1995 suatu organisasi
pengawasan perdagangan dan kontrol perdagangan dunia yang dikenal dengan World Trade
Organizations (WTO) didirikan dan organisasi global ini sejak didirikan mengambil alih
GATT. Loc Cit, Fakih, hal. 212
8
Loc Cit, Soepriyanto, hal 15.
kemampuan petani kecil sebagai produsen. Salah satu akibatnya nanti, petani kecil

tidak ada pilihan lain kecuali melepaskan sumber alam terutama tanah mereka. Di

sektor urban, kebijakan yang didorong melalui proses globalisasi seperti

penghapusan subsidi akan menyingkirkan dan memarjinalkan masyarakat miskin

kota.

Proses globalisasi yang terdapat di negara-negara Dunia Ketiga akan

dibentuk sedemikian rupa oleh negara-negara maju sehingga memiliki tingkat

ketergantungan yang tinggi terhadap mereka. Oleh karena itu, ketika negara Dunia

Ketiga ingin melepaskan diri dari hegemoni negara maju akan dihadapkan dengan

banyak masalah baik dari dalam maupun luar negeri. Dengan demikian, kita bisa

melihat dengan jelas bagaimana dampak globalisasi bagi negara berkembang,

sebab negara berkembang akan sangat bergantung pada negara maju baik dalam

bidang ekonomi, budaya, maupun politiknya. Kondisi demikian berlaku saat ini di

Indonesia sebagaimana yang ditegaskan Sambodo bahwa bangsa Indonesia berada

dalam cengkeraman bangsa-bangsa besar, negara-negara industri maju. Dalam

bidang ekonomi misalnya, seperti pada zaman penjajahan Belanda, terjadi

eksploitasi besar-besaran terhadap sumber-sumber kekayaan alam Indonesia.

Kekayaan alam berupa migas, batubara, emas dan tembaga dikeruk habis-habisan

oleh perusahaan asing; perusahaan perkebunan raksasa yang mengusur tanah

rakyat dan hak adat.9

Globalisasi kemudian memperkuat posisinya dalam mengatur dunia

dengan memberikan investasi berupa bantuan dana pinjaman melalui IMF dan

9
Op Cit, Sambodo, hal. 20-21
World Bank, begitu juga melakukan penyuapan terhadap penguasa Negara

sehingga kedaulatan Negara tersebut seakan telah hilang. Dan oleh karenanya

Negara akan menjadi “babu”10 bagi kepentingan globalisasi. Negara kemudian

dimusuhi oleh rakyat yang seharusnya ia lindungi. Keadaan seperti inilah keadaan

dimana rakyat terjajah dan penguasa negara yang seharusnya membela rakyatnya

justru tunduk pada penjajah asing.

Globalisasi sebagai paradigma baru di masa mendatang tengah

disiapkan untuk menerangi kesuraman teoretik mengenai perubahan sosial

pembangunan. Satu pendekatan yang harus selalu diingat bahwa bangsa dan

negara Indonesia tidak boleh kehilangan identitas sebagai bangsa di tengah-tengah

pergaulan dunia. Dalam pergaulan dunia yang kian mengglobal, bangsa yang

menutup diri dari dunia luar pasti akan tertinggal oleh kemajuan zaman dan

kemajuan bangsa-bangsa lain. Namun dibalik itu pengekangan atas kemandirian

ekonomi bagi bangsa dan Negara tersebut dikebiri dengan melalui tangan-tangan

kapitalisme global. Akan tetapi, Fakih menyatakan terdapat tantangan yang

dihadapi oleh Globalisasi diantaranya yakni; Pertama. tantangan gerakan kultural

dan agama terhadap globalisasi. Kedua, tantangan dari new social movement dan

10
Babu dalam kamus ensiklopedia online di istilahkan untuk menyebut orang yang bekerja
sebagai pembantu rumah tangga. Pekerja rumah tangga, pembantu rumah
tangga (disingkat PRT), asisten rumah tangga atau sering disebut pembantu saja adalah
orang yang bekerja di dalam lingkup ru ah ta gga majikannya. Di I do esia saat asa
pe jajaha Bela da, pekerjaan pekerja rumah tangga disebut baboe (dibaca "babu"),
sebuah istilah yang kini kerap digunakan sebagai istilah berko otasi negatif untuk
pekerjaan ini. Pekerja rumah tangga mengurus pekerjaan rumah tangga seperti memasak
serta menghidangkan makanan, mencuci, membersihkan rumah, dan mengasuh anak-anak.
Di beberapa negara, pembantu rumah tangga dapat pula merawat orang lanjut usia yang
mengalami keterbatasan fisik.
global civil society terhadap globalisasi. Ketiga, tantangan gerakan lingkungan

terhadap Globalisasi.11

Dalam keadaan seperti itu maka kedaulatan bangsa yang bersangkutan

menjadi semu karena tak pernah bisa untuk sepenuhnya menetukan kebijakannya

sendiri. Praktik neokolonialisme hanya mengedepankan sikap hidup yang

hedonistik, liberalis dan anti sosial. Hal ini terlihat pada bentuk persaingan bebas

(liberal) yang tidak sehat dengan hilangnya kontrol pemerintah dalam

mengendalikan persaingan. Persaingan ini akan menghasilkan pihak yang menang

dan yang kalah. Pihak yang menang akan terus berjaya, bersenang-senang

(hedonisme) tanpa peduli kepada kesengsaraan pihak yang kalah (anti sosial). Dan

sektor publik hanya terkonsentrasi pada pihak yang menang. Sedangkan pihak

yang kalah tidak lagi berada dalam tanggung jawab pemerintah.

Sumber masalah yang melibatkan bangsa Indonesia tidak terlepas dari

makin mengglobalnya penguasaan Kolonialisme, Imperialisme dan Kapitalisme

yang mempengaruhi dan menguasai perekonomian bangsa ini. Dan oleh karena itu

semangat menuju kemerdekaan dilandasi oleh semangat nasionalisme yang

dibangun untuk mengusir penjajah dari bumi pertiwi ini. Sebagaimana

dikemukakan oleh Dwi Rio Sambodo bahwa membicarakan ide nasionalisme

adalah berani mempertanyakan hidup di alam kemerdekaan dalam arti lepas dari

belenggu penjajahan Belanda, Permasalahan kebangsaan yang muncul sekarang

ini tidak terlepas dari praktek penjajahan gaya baru. Itulah neokolonialisme dan

11
Op Cit, Fakih, hal. 221-225
imperialisme.12 Sementara itu, Juwono Sudarsono mengemukakan bahwa para

founding fathers baru sebatas membincangkan pokok-pokok nasionalisme pada

imaji tentang persatuan, keikaan sekaligus kebhinnekaan, serta imaji masa depan

yang lebih baik yang terbebas dari kolonialisme, penderitaan, dan kemiskinan.13

Krisis terhadap pembangunan yang terjadi saat ini pada dasarnya

merupakan bagian dari krisis sejarah dominasi dan eksploitasi manusia atas

manusia yang lain, yang diperkirakan telah berusia lebih dari lima ratus tahun.

Proses sejarah dominasi itu pada dasarnya dibagi ke dalam tiga periode yakni;

Fase pertama adalah periode kolonialisme, fase perkembangan


kapitalisme di Eropa yang mengharuskan ekspansi secara fisik untuk
memastikan perolehan bahan baku mentah.
Fase kedua ini dikenal sebagai era pembangunan atau era
developmentalisme. Periode ini ditandai dengan masa kemerdekaan negara
Dunia Ketiga secara fisik, tetapi pada era developmentalisme ini dominasi
negara-negara bekas penjajah terhadap bekas koloni mereka tetap
dipertahankan melalui kontrol terhadap teori dan proses perubahan sosial
mereka. Fase kedua ini kolonialisasi tidak teriadi secara fisik. melainkan
melalui hegemoni yakni dominasi cara pandang dan ideology.
Fase ketiga yang dikenal dengan era baru yakni era globalisasi. Yang
terjadi menjelang abad duapuluh satu. ditandai dengan liberalisi segala
bidang yang dipaksakan melalaui structural adjustment program oleh
lembaga finansial global, dan disepakati oleh rezim GATT dan Perdagangan
Bebas. suatu organisasi global yang dikenal dengan WTO (World Trade
Organization). Sejak saat itulah suatu era baru telah muncul menggantikan
era sebelumnya, dan dengan begitu dunia memasuki periode yang dikenal
dengan globalisasi.14

Lebih lanjut dikemukakan Fakih bahwa kondisi demikian, secara

teoretis sebenarnya tidak ada perubahan ideologi dari ketiga periode zaman

tersebut, bahkan semakin bertambah canggih pendekatan, mekanisme. dan sistem

12
Op Cit, Sambodo , hal. 20
13
Juwono Sudarsono dalam M.'Azzam Manan dan Thung Ju Lan, Nasionalisme dan Ketahanan Budaya
sebuah di Indonesia tantangan, Jakarta: LIPI, 2011, hal
14
Op Cit, Fakih, hal. 208 – 210.
yang secara ekonomis berwatak eksploitatif secara politik berwatak represif, dan

secara budaya berwatak hegemonik dan diskursif, dari sebagian kecil elit

masyarakat yang dominan terhadap rakyat kecil. 15

Perlu dicermati bahwa ancaman yang dihadapi akibat arus globalisasi

mengancam dan mempengaruhi seluruh aspek penting dalam kehidupan manusia

baik dibidang kedaulatan politik, kemandirian ekonomi dan kepribadian budaya

sehingga peran kebijakan politik pemerintah lebih diarahkan kepada

pertimbangan-pertimbangan politik, ekonomi, dan cultural atau budaya. Oleh

karena itu dibutuhkan pemimpin-pemimpin yang memiliki kemampuan dalam

mengatur pembangunan nasional secara profesional dan semangat proklamasi

sebagai landasan nasionalisme agar terhindar dari intervensi lingkungan

internasional baik yang berasal dari aktor negara dan non-negara.

Dalam keadaan seperti itu, maka praktik neokolonialisme hanya

mengedepankan sikap hidup yang hedonistik, liberalis dan anti sosial. Hal ini

terlihat pada bentuk persaingan bebas (liberal) yang tidak sehat dengan hilangnya

kontrol pemerintah dalam mengendalikan persaingan. Persaingan ini akan

menghasilkan pihak yang menang dan yang kalah. Pihak yang menang akan terus

berjaya, bersenangsenang (hedonisme) tanpa peduli kepada kesengsaraan pihak

yang kalah (anti sosial). Dan sektor publik hanya terkonsentrasi pada pihak yang

menang. Sedangkan pihak yang kalah tidak lagi berada dalam tanggung jawab

pemerintah.16

15
Ibid, Fakih, hal 210.
16
Ana Irhandayaningsih, Ide Mobil Nasional Sebagai Simbol Perlawanan Terhadap
Neokolonialisme Di Era Globalisasi, Jurnal HUMANIKA, volume IV, 2011, hal. 9
Huntington menyebutkan bahwa globalisasi ternyata memiliki

kecenderungan untuk menciptakan sebuah situasi dimana suatu budaya yang

mengglobal akan mendominasi budaya lokal. Lanjutnya bahwa Globalisasi

membuka kesempatan bagi penyeragaman (homogenisasi) budaya yang

mengakibatkan produk budaya global mengalahkan produk budaya lokal.

Globalisasi terjadi atas dukungan kemajuan teknologi. Teknologi sendiri dalam

hal ini sebenarnya merupakan sebuah simbol modernitas.

Realitasnya pemimpin-pemimpin Indonesia dari masa kemasa selalu

menghianati amanat penderitaan rakyat. Negeri indah, elok, kaya ini dipecundangi

oleh pemimpinnya berkolaborasi dengan badan-badan keuangan internasional,

korporasi-korporasi asing, perusahaan-perusahaan multinasional merampok

kekayaan alam kita, merusak ekosistem kita, menjajah buruh-buruh kita dengan

upah yang rendah. Pemimpin dan elit politik nasional masih banyak yang

“merelakan” menjadi komperador neo-imperialisme.17

Terhadap kondisi dinamis permasalahan yang demikian itu, keinginan

"the founding fathers" menuju kemerdekaan bangsa ini adalah untuk menjadikan

bangsa ini sebagai sebuah bangsa besar yang maju bermartabat dan berdaulat,

sehingga mampu berdiri sejajar dengan bangsa lainnya, yang dilandasi atas nilai-

nilai perjuangan bangsa secara riil yang bersandar pada gagasan utama yakni rasa

kebangsaan (nasionalisme), dengan dipertegas pada keinginan seluruh masyarakat

yang berbeda-beda baik; suku, agama, ras, maupun golongan untuk merebut dan

17
Loc cit, Soepriyanto, hal 12.
mempertahankan kemerdekaan. Semangat melahirkan suatu nilai yang sangat

nyata dalam menjalin persatuan dan kesatuan untuk mengusir penjajah.

Dalam situasi serba nestapa dan keterjajahan ini, tidak lain kita harus

menghidupkan kembali semangat proklamasi Indonesia yang menjadi dasar, spirit

untuk melawan kolonialisme-imperialisme dan feodalisme oleh bangsa sendiri.

Semangat proklamasi sebagai sandaran nasionalisme bangsa Indonesia amat

sentral perannya dalam mendorong bangkitnya bangsa indonesai. Karena itu, kita

harus menggelorakan terus-meneru semangat, paham, kesadaran nasionalisme

dijiwa, hati, pikiran dan tindakan kita. Salah satu wujud nasionalisme dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara adalah memajukan ekonomi Negara. Dengan

majunya ekonomi Indonesia, maka Indonesia akan kembali jaya dan patut dibela

dari ancaman musuh. Majunya ekonomi juga akan meningkatkan kebanggaan dan

rasa cinta pada Indonesia.18

Jika dikritisi secara cermat dan obyektif, lahirnya nasionalisme

Indonesia berakar pada ide dan gagasan "the founding father" sebagai jiwa yang

menyatakan diri secara tegas anti-penjajahan (kolonialisme), anti-imperialisme,

dan anti-kapitalisme. Penegasan ini berangkat secara mendasar dari pengalaman

objektif "the founding fathers" dan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang pernah

terjajah dan dijajah selama ± 350 tahun (tiga setengah abad).

Lahirnya pemikiran nasionalisme Indonesia oleh "the founding

fathers" sebagai wujud nyata penolakan terhadap kehidupan kolonialisme,

imperialisme dan kapitalisme. Perjuangan yang tentunya masih relevan selama

18
Ibid, Soepriyanto, hal 13-14.
ketidakadilan dan penindasan atas nilai-nilai kemanusiaan masih terjadi di dunia.

Dalam konteks sekarang ini mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur

adalah persoalan integritas bangsa dalam bidang politik, ekonomi dan budaya.

Sehingga sejauh mana komitmen kita sebagai generasi penerus bangsa dalam

memelihara dan menjaga hakikat integritas bangsa ini dengan menjaga semangat

nasionalisme.

Salah satu sudut pandang bahwa keinginan untuk membangun bangsa

Indonesia menuju masyarakat Adil dan Makmur, Beradab dan berdiri sejajar

dengan bangsa lain dimata Dunia adalah tujuan utama "the founding fathers".

Seperti halnya yang telah didengung-dengungkan oleh Soekarno sebagai "the

founding fathers" sekiranya memberi harapan besar bagi bangsa ini. Soekarno

sangat menginginkan (gandrung) terhadap kehidupan bangsanya yang : a), bebas

dari cengeraman kolonialisme, b). agar bangsanya bersatu padu, c). agar

bangsanya merdeka, d). agar bangsanya bisa hidup tenteram, adil dan makmur,

dan e). itu semua baru bisa dicapai dengan berrevolusi.19

Motivasi Soekarno dalam pemikiran nasionalisme yaitu untuk

mendesain fundamen bangsa dan karakter pembangunan dengan memadukan

relasi masyarakat Negara kedalam ikatan solidaritas sosial. Selain itu, Soekarno

merupakan figur kunci bagi tergugahnya semangat bangsa terjajah untuk merebut

kemerdekaan dan terbebas dari pengaruh kekuatan asing.

Keinginan untuk menjadikan fundamen bangsa Indonesia

diterjemahkan Soekarno kedalam konsep yang dijabarkan sebagai konsepsi

19
R. Soemarjoto, bung karno " seorang pujangga besar, Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 2001, hal. 1
Trisakti yang akan memberikan pencerahan bagi bangsa ini di tengah-tengah

konstelasi politik, ekonomi dan budaya dunia yang semakin mengglobal. Hemat

penulis konsep Trisakti memilki peranan penting pada pembangunan nasional,

sebab mental yang masih menguat pada kondisi bangsa Indonesia saat ini masih"

merupakan mental peninggalan kolonial dimana bangsa ini masih terkungkung

dan kental dengan mental inlander, komprador, oportunis, koruptif, maupun

kolaborator.20

Konsepsi Trisakti yang terdiri dari berdaulat dalam politik, berdikari

dalam ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan". Berdaulat dalam politik

dimaksudkan Soekarno adalah proses berjalannya sistem politik yang melahirkan

kemakmuran bagi rakyat dan kebebasan rakyat untuk mampu meningkatkan

kreaktivitas dan inovatif. Munculnya gagasan tentang berdaulat dalam politik bagi

Soekarno setelah melihat penderitaan rakyat Indonesia yang lahir dari sistem

menindas dan system pemerasan kolonialisme dan imperialisme serta feodalisme

bangsa sendiri.

Konsepsi Trisakti yang diumumkan dalam pidato Presiden Republik

Indonesia pada peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1964 di Istana Negara.

Pidato yang kemudian dikenal sebagai (TAVIP) Tahun Vivere Pericoloso yang

dimaknai sebagai (The Year of Living Dangerously ) tahun yang bahaya. Soekarno

20
Wasisto Raharjo Jati, Trisakti, Globalisasi, & Pembangunan Karakter Bangsa, dalam
Makalah disampaikan pada Seminar Nasional dengan Judul " Melihat Kekinian Lima
Konsep Kebangsaan dan Keindonesiaan Bung Karno " di Ruang Seminar Gedung Widya
Graha Lt. I, Lembaga Penelitian Ilmu Pengetahuan (LIPI) Jl. Jend. Gatot Soebroto 10, 9
Juni 2014, hal 1. https:// www. Academia .edu /7331384/
Trisakti_Globalisasi_and_Pembangunan_Karakter
menilai bahwa tahun-tahun itu merupakan periode tahun yang berbahaya bagi

Indonesia maupun bagi Dunia.21

Setidaknya kondisi demikian juga hampir mirip dengan kondisi pada

saat itu, hal serupa juga diungkapkan oleh Wasisto Raharjo Jati, Soekarno sendiri

mengemukakan penemuan jati diri sebagai esensi mendasar dari Trisakti. Maka

akan sangatlah percuma, apabila kemudian diera sekarang ini, Trisakti justru

dilupakan dan hiraukan oleh elemen masyarakat Indonesia secara luas dan

menyeluruh. Inilah yang semestinya menjadi dilema tersendiri manakala Trisakti

kemudian teralineasiasikan dalam konteks masyarakat Indonesia. Oleh karena

itulah diperlukan adanya upaya rekonsiliasi dan rekonstruksi terhadap revolusi

mental tersebut. Maka penjabaran Trisakti sendiri kemudian perlu untuk

direlasikan dengan pembangunan karakter bangsa dengan konteks globalisasi

kekinian. 22

Beranjak dari asumsi itu, penulis merasa termotivasi untuk melakukan

suatu pendekatan terhadap fenomena konsepsi pemikiran Trisakti Soekarno.

Dalam rangka asumsi itu, penulis memilih judul penelitian yang tertera berikut

ini: NASIONALISME INDONESIA: Studi tentang "konsepsi pemikiran

Trisakti Soekarno dan Relevansinya terhadap Kebijakan Politik Joko Widodo"

Judul penelitian ini dipilih dengan alasan bahwa semenjak orde baru muncul

budaya Cleptocracy atau pemerintahan yang dikuasai oleh kawanan bermental

21
Soekarno, Dibawah Bendera Revolusi Jilid II, Jakarta: Panitia Penerbit DBR 1965, hal 565, lihat juga Fa
“GRIP”, Tahun Vivere Periciloso, Tjetakan Ke IV, Jawa Timur: Fa “GRIP” Kotakpos 129,
hal. 9
22
Op Cit,Jati, hal. 10
maling alias koruptor23. Dimana paska Orde Baru mengalami keruntuhan,

clepctocracy tidak ikut runtuh, malah membesar, menggelembung, dan meninggi

bahkan mengeluarkan bara yang menakutkan seperti gunung api. Dan bahkan

terus berlanjut di Era Reformasi. Sehingga apa yang diungkapkan Soekarno

sebagai "Negara Indonesia dalam bahaya. Memang bahaya ini adalah satu fase,

satu tingkat, dalam usaha kita mendirikan satu negara yang merdeka"... maka

tidak boleh tidak Negara Indonesia harus melalui satu fase "dalam bahaya"24

Korupsi terjadi dihampir seluruh lembaga/instansi pemerintahan, baik

pejabat tinggi hingga pegawai rendahan, saling mencekal antara lembaga

dipertontonkan oleh elit-elit politik, sampai main mata hukum yang didramatisir

oleh elit birokrasi bahkan sumber daya alam yang sudah dikuasai oleh asing, maka

tidak boleh tidak kata Soekarno bahwa "Penguasa wajib menghantam membasmi

tiap-tiap kekuasaan, asing maupun tidak asing, pribumi ataupun tidak pribumi,

yang membahayakan keselamatan atau berlangsungnya Revolusi".

B. Rumusan Masalah

Hadirnya gagasan tentang Trisakti merupakan upaya untuk menyusun

kekuatan dalam pembangunan bangsa sehingga melahirkan bangsa yang memiliki

pembangunan karakter tersendiri. kemunculan parktek-praktek daripada

kolonialisme, bukan lagi praktek kolonialisme fisik sebagaimana yang dilakukan

oleh Inggris Raya, melainkan dalam bentuk penciptaan konstruksi pengetahuan

23
Haryo Sasongko, HD. Bung Karno Nasionalisme dan Demokrasi, Pustaka Grafiksi, 2005, hal. 9.
24
Op Cit, Soekarno II, hal. 565.
yang kemudian diwujudkan dalam praktik kebijakan ekonomi maupun politik,

yang intinya menjadikan Amerika sebagai negara hegemoni baru.

Mau tidak mau, suka tidak suka ini adalah sebuah usaha yang

konstruktif sebagai upaya Amerika Serikat untuk mendudukkan dan

mengkonstruksikan negara-negara dunia ketiga dalam lingkup keterbelakangan

(underdevelopment) dan Amerika Serikat sebagai entitas maju (developed).

Soepriyanto mengemukakan bahwa kedaulatan bangsa dan nasib

rakyat yang hancur dan terpuruk disebabkan karena ketidaksiapan dan

kemampuan secara mental, system social-budaya, politik, dan ekonomi bangsa

kita dalam menghadapi ancaman globalisme - kapitalistik.25

Sebab kolonialisme telah mengeksploitasi sumber daya ekonomi

melalui beroperasinya perusahaan besar yang menguras hasil produksi tanaman

ekspor. Industri ekstraktif yang beroperasi di kota-kota satelit kolonial tiada

hentinya mengekstraksi surplus produksi ke pusat kapitalisme dunia. Kehadiran

perusahaan-perusahaan kolonial bukan mengangkat kehidupan rakyat dari

kubangan kemiskinan dan keterbelakangan, tetapi untuk memakmurkan negeri

penjajah.

Akibatnya kemiskinan dan keterbelakangan merajelala. Juga sektor

ekonomi tradisional seperti pertanian sengaja tidak dikembangkan dan dirusak

agar tetap tergantung dengan sektor modern (perusahaan besar). Ekspansi

kapitaslisme kolonial beserta warisannya sampai pascakemerdekaan telah

menghancurkan basis struktur ekonomi bangsa. Akibatnya bangsa ini tidak

25
Ibid, hal 14-15
pernah mempunyai kemandirian ekonomi, tetapi sebaliknya bergantung kepada

modal asing. Ini merupakan sebuah tantangan, ancaman, hambatan, dan

gangguan, baik yang datang dari luar maupun dari dalam, yang langsung maupun

tidak langsung membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa

dan negara, serta perjuangan mengejar tujuan pembangunan nasional.

Untuk menghadapi fenomena tersebut perlu dilaksanakan

pembangunan Karakter bangsa yang berlandaskan atas dasar internalisasi nilai-

nilai menuju pembangunan tata nilai atau sebaliknya pembangunan yang

berorientasi pada semangat peningkatan tata nilai sosio-kemasyarakatan,

perekonomian dan budaya. Dalam hal ini Indonesia memiliki landasan berdaulat

dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam budaya

(Trisakti) sebagai dasar untuk melakukan pembangunan karakter bangsa

Indonesia.

Berangkat dari kondisi pembangunan bangsa inilah penulis tertarik untuk

meneliti "konsepsi pemikiran Trisakti Soekarno" selanjutnya rumusan masalah

penelitian ditetapkan dengan mengajukan pertanyaan penelitian (research

questions) sebagai berikut :

1. Apa latar historis dan isi gagasan Trisakti Soekarno?


2. Mengapa konsepsi Trisakti menjadi penting di pemerintahan Joko
Widodo dalam menghadapi era globalisasi?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

a. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkonstruksikan pemikiran

Soekarno tentang konsespsi Trisakti sebagai wujud Nasionalisme Indonesia yakni;

- Penelitian ini bertujuan untuk mengkonstruksikan kebijakan politik

Joko Widodo dalam menghadapi era globalisasi.

- Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui konsepsi Pemikiran

Trisakti Soekarno dalam memberikan kontribusi terhadap pemerintahan

Joko Widodo.

b. Manfaat Penelitian

- Secara teoritis penelitian ini akan bermanfaat untuk menjelaskan relasi

yang terkait antara konsepsi Trisakti dan upaya pemerintahan Joko

Widodo dalam membangun rasa nasionalisme. Serta bagaimana

menjawab disintegrasi bangsa dari nation and character building.

- Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan

bagi generasi penerus bangsa guna meningkatkan jiwa nasionalisme

yang kian merosot. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi

rujukan bagi para generasi penerus bangsa agar memiliki jiwa

nasionalis. Untuk mengkonstrusikan konsep Trisakti yang digunakan

Soekarno pada pidatonya yang berjudul: Tahun vivere periciloso, serta

alasan-alasan yang mendasar dalam pembangunan karakter bangsa.


D. Kerangka Teori

Untuk memudahkan penulis dalam melakukan penelitian ini, maka

diperlukan landasan dasar sebagai sebuah tinjauan teoritis sehingga dalam kajian

ini penulis menggunakan konsep Nasionalisme, Konsep Trisakti dan Globalisasi

sebagai landasan teori dalam melakukan penelitian. Adapun konsep teori

dimaksud antara lain:

a. Konsep Nasionalisme:

Istilah nasionalisme sebenarnya muncul dari dunia barat yang dalam

bahasa Inggris disebut sebagai nationalism. Nasionalisme awalnya timbul sebagai

reaksi atas feodalisme dimana suatu negara dipersatukan atas dasar kesetiaan pada

tokoh bangsawan tertentu, agama atau negara yang dikepalai raja dari suatu

dinasti. Menurut Barbara Ward26, akar nasionalisme di dunia barat, diawali setelah

runtuhnya Kerajaan Roma di Eropa Barat dimana menumbuhkan kelompok-

kelompok kesukuan dan setelah melakukan serangkaian penaklukan lalu menjadi

negara-negara feodal. Dengan majunya abad pertengahan, tiga dari kelompok-

kelompok ini mulai mengambil bentuk nasional yang dapat dilihat. Suku-suku

Gaul telah ditaklukkan Caesar dan mereka diberi bahasa yang dilatinisasi. Di

bawah pembagian tanah secara feodal—diantara pangeran-pangeran Inggris, raja-

raja Capet dan pengikut-pengikut Burgundia—maka masyarakat mulai memakai

bahasa Perancis yang mempunyai bentuknya sendiri dan daerah bahasa ini
26
Lihat Barbara Ward dalam Ita Mutiara Dewi, Nasionalisme Dan Kebangkitan Dalam
Teropong, Yogyakarta, Jurnal Mozaik Vol.3 No. 3, Juli 2008
mempunyai batas-batasnya yang tegas secara geografis—sepanjang Laut

Atlantika, sepanjang Pegunungan Pyrenea dan Alpen. Akhir abad ke-14, Perancis

menjadi sadar tentang dirinya sebagai sebuah kelompok nasional yang besar yang

memakai bahasa Perancis.27

Dalam konteks sejarah nasionalisme, Kohn mengungkapkan bahwa

kemunculan nasionalisme dengan menyebutkan bahwa nasionalisme modern

untuk pertama kali cikal bakalnya muncul di Inggris pada abad ke -17 yang

semula berkembang di Inggris dalam bentuk kemerdekaan perseorangan untuk

mengetahui, mengucapkan dan bertukar pikiran secara merdeka sesuai hati

nurani… nasionalisme adalah pengakuan perseorangan dari kekuasaan gereja,

perbudakan dan takhayul.28 Diperkuat lagi dengan adanya dugaan kuat bahwa

nasionalisme modern muncul untuk pertama kali di Inggris pada abad ke – 17

yang ditandai dengan “The Glorous Revolution” pada tahun 1689, dimana

parlemen bisa berhasil memaksakan Bill of Rights pada raja. Dengan

ditandatangani nya Bill of Rights oleh Raja Willem III dan Mary II maka

parlemen, disamping itu Inggris juga memutus hubungan gerejaninya dengan paus

Roma.29 Sementara itu Rusli Karim dalam kajiannya mengungkapkan bahwa

nasionalisme sebagai konsep dan kata pertama kali dikemukakan oleh Augustin

Barruel pada tahun 1789, dari satu sisi “nasionalisme adalah merupakan satu

27
Ibid
28
Hans Kohn, Nasionalisme dan Arti Sejarahnya, alih bahasa dari Nationalitm, It’s Meaning
and History (penerjemah: Sumantri Mertodipuro), Jakarta: PT. Pembangunan dan Penerbit
Erlangga, 1994, hal 11.
29
Dwiko Atmoko dkk, Nasionalisme di Berbagai Negara, Yogyakarta: Penerbitan
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, 1996, hal 61
akibat totalitas dan homogenisasi program pembentukan Negara” melalui jalan ini

diharapkan dapat menimbulkan solidaritas yang mengatasi perbedaan.30

Nasionalisme adalah suatu paham, yang berpendapat bahwa kesetiaan

tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan. Perasaan yang

sangat mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan tanah tumpah darahnya.31

Sementara menurut Stanford Encyclopedia of Philosophy,


Nationalism is a political ideology that involves a strong identification of a group
of individuals with a nation. There are two main perspectives on the origins and
basis of nationalism, one is the primordialist perspective that describes
nationalism as a reflection of the ancient and perceived evolutionary tendency of
humans to organize into distinct grouping based on an affinity of birth; the other
is the modernist perspective that describes nationalism as a recent phenomenon
that requires the structural conditions of modern society.32 Yang menjabarkan
nasionalisme kedalam dua perspektif yakni perspektif primordialisme dan
perspektif modernisme, pengertian ini mengandung makna Nasionalisme secara
umum yakni : (1) perilaku dari anggota sebuah bangsa (nation) ketika mereka
peduli dengan identitas nasionalnya; (2) tindakan dari anggota sebuah bangsa
ketika mereka berjuang untuk kelangsungan hak menentukan nasibnya sendiri
(hak untuk merdeka).

Sementara itu, Ernest Renan menjelaskan bahwa nasion adalah suatu

kesatuan solidaritas, kesatuan yang terdiri atas manusia-manusia yang saling

merasa bersetiakawan dengan satu sama lain. Nasion adalah suatu jiwa, suatu asas

spritual, ia adalah suatu kesatuan solidaritas yang besar, tercipta oleh perasaan

pengorbanan yang telah dibuat di masa lampau dan yang oleh manusia-manusia

30
Rusli Karim, Arti dan keberadaan nasionalisme, Jurnal Analisis CSIS, Jakarta: Edisi Maret
– April 1996, hal 96

31
Loc Cit, Kohn, hal.
32
Motyl. Encyclopedia of Nationalism, Volume 1: Fundamental Themes. San Diego,
California, USA; London, England, UK: Academic Press, 2001. Pp. 251. Dalam
http://fileserver.net-texts.com/asset.aspx?dl=no&id=25023
yang bersangkutan bersedia di buat dimasa depan. Nasion mempunyai masa

lampau, tetapi ia melanjutkan dirinya pada masa kini melalui suatu kenyataan

yang jelas, yaitu kesepakatan, keinginan yang dikemukakan dengan nyata untuk

terus hidup bersama. Oleh karena itu suatu nasion tidak tergantung pada kesamaan

asal ras, suku bangsa, agama, bahasa, geografi atau hal-hal lain yang sejenis.

Kehadiran suatu nasion, lanjut Renan, adalah suatu kesepakatan bersama yang

seolah-olah terjadi setiap hari antara manusia-manusia yang bersama-sama

mewujudkan nasion yang bersangkutan.33

Bahkan dalam Dibawah Bendera Revolusi Jilid I, Soekarno mengutip

pandangan Ernest Renan tentang faham "bangsa" itu. "Bangsa" ada suatu nyawa,

suatu azas-akal, yang terjadi dari dua hal: pertama-tama rakyat itu dulunya harus

bersama-sama menjalani satu riwayat; kedua, rakyat itu sekarang harus

mempunyai kemauan, keinginan hidup menjadi satu. Lanjutnya dengan mengutip

pandangan Karl Kautsky dan Karl Radek, teristimewa Otto Bauer yang

mengemukakan "Bangsa itu adalah suatu persatuan perangai yang terjadi dari

persatuan hal-ikhwal yang telah dijalani oleh rakyat itu", …Nasionalisme itu

yalah suatu iktikad; suatu keinsyafan rakyat, bahwa rakyat itu ada satu golongan,

satu "bangsa"!34

33
Fahmi Salatoly dan Rio (ed), Nasionalisme Kaum Pinggiran “ Dari Maluku, Tentang
Maluku , Untuk Indonesia”, Yogyakarta : LKiS Yogyakarta, 2004, hal 28-29.
34
Soekarno, Dibawah Bendera Revolusi, Jilid I, (Jakarta: Panitia Penerbit
Dibawah Bendera Revolusi, 1964), hal 3
Bagi Soekarno rasa nasionalistis itu menimbulkan suatu rasa percaya

akan diri sendiri, rasa yang mana adalah perlu sekali untuk mempertahankan diri

di dalam perjoangan menempuh keadaan-keadaan, yang mau mengalahkan kita.

Akan tetapi, Soekarno menegaskan bahwa Nasionalis yang sejati, yang cintanya

pada tanah-air itu bersendi pada pengetahuan atas susunan ekonomi-dunia dan

riwayat, dan bukan semata-mata timbul dari kesombongan bangsa belaka, -

nasionalis yang bukan chauvinis, tak boleh tidak, haruslah menolak segala faham

pengecualian yang sempit-budi itu. Nasionalis yang sejati, yang nasionalismenya

itu bukan semata-mata suatu copie atau tiruan dari nasionalisme Barat, akan tetapi

timbul dari rasa cinta akan manusia dan kemanusiaan, - nasionalis yang menerima

rasa-nasionalismenya itu sebagai suatu wahyu dan melaksanakan rasa itu sebagai

suatu bakti, adalah terhindar dari segala faham kekecilan dan kesempitan.

Baginya, maka rasa cinta bangsa itu adalah lebar dan luas, dengan memberi

tempat pada lain-lain sesuatu, sebagai lebar dan luasnya udara yang memberi

tempat pada segenap sesuatu yang perlu untuk hidupya segala hal yang hidup.35

Berangkat dari pandangan kedua pemikir yang telah disebut diatas,

Soekarno mengkonstruksikan pemikiran nasionalisme kedalam konsep

keindonesiaan sebagaimana yang dikemukakannya dalam buku Dibawah Bendera

Revolusi ialah:

"Nasionalisme kita bukanlah nasionalisme jang sempit ; ia


bukanlah nasionalisme jang timbul dari pada kesombongan
bangsa belaka : la adalah nasionalisme jang lebar- nasionalisme
jang timbul dari pada pengetahuan atas susunan dunia dan riwajat;

35
Ibid, Soekarno, hal 5-6
ia bukanlah 'jingo-nationalism" atau chauvinisme, dan bukanlah
suatu copie atau tiruan dari pada nasionalisme Barat.
Nasionalisme kita adalah suatu nasionalisme, jang menerima rasa
hidupnja sebagai suatu wahju, dan mendjalankan rasa-hidupnja itu
sebagai suatu bakti. Nasionalisme kita adalah nasionalisme jang
didalam kelebaran dan keluasannja memberi tempat tjinta pada
lain-lain bangsa, sebagai lebar dan luasnja udara, jang memberi
tempat segenap sesuatu yang perlu untuk hidupnja segala hal jang
hidup. Nasionalisme kita ialah nasionalisme ke-Timur-an, dan
sekali-kali bukanlah nasionalisme ke-Barat-an, jang menurut
perkataan C.R. Das adalah "suatu nasionalisme jang serang-
menjerang, suatu nasionalisme jang mengedjar keperluan sendiri,
suatu nasionalisme perdagangan jang menghitung-hitung untung
atau rugi".... Nasionalisme kita adalah nasionalisme jang membuat
kita mendjadi "perkakasnja Tuhan", dan membuat kita mendjadi
"hidup didalam Roch"-sebagai jang saban-saban dichotbahkan
oleh Bipin Chandra Pal, pemimpin India jang besar itu. Dengan
nasionalisme jang demikian ini, maka kita insjaf dengan seinsjaf-
insjafnja, bahwa negeri kita dan rakjat kita adalah sebagian dari
pada negeri Asia dan rakjat Asia, dan adalah sebagian dari pada
dunia dan penduduk dunia adanja.... " 36

Sementara itu, perkembangan nasionalisme yang terjadi di Indonesia


memiliki fase atau tahapan dalam pemerintahan, yang memberi bentuk pada
nasionalisme berdasarkan pada system sosial yang berlaku di pemerintahan itu.
Dalam menjelaskan pengertian tentang nasionalisme, Sasongko membagi
pengertian nasionalisme di Indonesia berdasarkan fase/era pemerintahan yaitu;

Era Sumpah Pemuda, nasionalisme diartikan sebagai semangat


persatuan kebangsaan, sebagai spirit utama untuk menuju persatuan dalam
keragaman masyarakat-terutama etnik dan budaya-diseluruh wilayah
nusantara dalam rangka menghadapi musuh bersama yakni penjajahan.
Karena itu, nasionalisme pada masa itu mungkin merupakan kebalikan datri
nativisme.
Era Proklamasi Kemerdekaan, nasionalisme dipertajam menjadi
semangat persatuan kebangsaan untuk mempertahankan dan sekaligus
mengisi kemerdekaan yang baru diperoleh dengan pembangunan-
pembangunan yang dilandasi oleh nation and character building serta
falsafah Pancasila.
Era Reformasi mengarah pada politik monoloyalitas, nasionalisme
diartikan sebagai semangat untuk mempersatukan bangsa melalui
pembungkaman demokrasi atas nama Demokrasi Pancasila agar seluruh

36
Ibid, Soekarno I, hal 75-76
kekuatan dan kemampuan rakyat dapat digiring untuk melaksanakan
pembangunan dibawah garis politik monoloyalitas.37

Oleh karena itu, Sasongko menawarkan nasionalisme sebagaimana

yang dikemukakan bahwa nasionalisme yang kita perlukan di masa kini adalah

bentuk nasionalisme baru, yakni nasionalisme yang membawa angin pemantapan

demokrasi, dan bukan sekedar nasionalisme yang pernah menjiwai semangat

Sumpak Pemuda.38

Sementara M.'Azzam Manan dan Thung Ju Lan mengemukakan

bahwa nasionalisme Indonesia sejatinya tidak bisa dilepaskan dari kenyataan

Indonesia merupakan masyarakat yang plural dan multikultural dengan

keanekaragaman dan kompleksitas budayanya. Bagaikan satu kesatuan mata uang

dengan dua sisinya yang saling berkait dan melengkapi, nasionalisme Indonesia

juga bisa dilihat sebagai suatu "ikatan budaya" yang menyatukan dan mengikat

masyarakat plural Indonesia menjadi suatu bangsa. Karena itu, konsep

Nasionalisme Indonesia bisa dikatakan bukan semata-mata konsep politik,

melainkan juga konsep budaya. Sebab menurut mereka, idealnya, Nasionalisme

Indonesia menggambarkan ikatan budaya yang menyatukan dan juga mengikat

rakyat Indonesia yang majemuk menjadi satu bangsa dalam ikatan suatu negara-

bangsa (nation-state).39 Dalam mengimplementasikan nasionalisme Indonesia

sebagai konsep politik, konsep ekonomi dan konsep budaya yang dikonstruksikan

ke dalam gagasan Trisakti.

37
Loc Cit, Sasongko, hal 37-39.
38
Ibid, Sasongko, hal 40-41.

9
Loc Cit, M.'Azzam Manan dan Thung Ju Lan, hal 11.
b. Trisakti

Dalam upaya meningkatkan kecintaan terhadap nasionalisme

Soekarno merumuskan gagasan Trisakti yakni Berdaulat dalam Politik, Berdikari

dalam ekonomi dan Berkepribadian dalam budaya ;

Berdaulat dalam dalam politik sebagai gagasan pertama. Berdaulat

politik sendiri mempunyai pengertian pengakuan utuh atas kekuasaan tertinggi.

Kekuasaan ini memiliki kaitan dengan pengakuan kemerdekaan. Kemerdekaan

adalah suatu keadaan atau suasana yang didalam orang bebas, sedangkan

kemandirian ialah hasil dari penjabaran kemerdekaan. Di dalamnya diterangkan

mengutip pendapat Louis O. Kattsoff, kebebasan merupakan suatu keadaan bahwa

orang dapat mengambil sikap atau melakukan perbuatan yang didasarkan pada

pertimbangan yang bersifat rasional, atau bisa dikatakan orang dapat melakukan

pilihan diantara sejumlah kemungkinan tanpa ada paksaan.40 Menurut dadang,

Dalam pidato kenegaraan 17 Agustus 1964 yang berjudul “Tahun Vivere

Periscolo”, dikatakan Trisakti oleh Soekarno dijadikan sebagai usaha-usaha untuk

menghilangkan segala bentuk penjajahan di segala bidang kehidupan manusia, di

bidang politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan. Itu semua merupakan upaya

40
Dadang Prabowo, Pembahasan Pemikiran Soekarno Tentang Kemerdekaan, Program
Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1984, hal. 80
dalam rangka membangun Indonesia merdeka.41 Bung Karno menegaskan,:

"Maka dari itu ketahuilah, ketahuilah kondisi tanah air kita, geopolitik kita.

Geopolitik ialah pengetahuan keadaan, pengetahuan segala sesuatu berhubungan

dengan geopolitik constellatie sesuatu negeri… "... Saya menghendaki agar

supaya kita semuanya sadar dan yakin, bahwa geopolitik kita menentukan kita

sebagai bangsa dari Sabang sampai Merauke, dan bahwa untuk mempertahankan

tanah air kita itu, kita harus mengetahui segala seluk beluk daripada bangsa

Indonesia, tanah air Indonesia.42

Berdikari dalam bidang ekonomi sebagai gagasan kedua. Konsep

Trisakti yang kedua ini tidak dapat dipisahkan dengan konsep pertama “Berdaulat

di bidang Politik”. Artinya dengan adanya pengakuan atas kedaulatan wilayah

maka bangsa Indonesia memiliki hak pula untuk mengelola sumber daya ekonomi

yang ada tanpa ketergantungan pada bangsa lain. Soekarno pernah mengatakan

“untuk membangun satu negara yang demokratis, maka satu ekonomi yang

merdeka harus dibangun. Tanpa ekonomi yang merdeka, tak mungkin kita

mencapai kemerdekaan”.43 Yang dikutip Soekarno dari pandangan Perdana

Menteri Kim Il Sung di tahun 1947 yang berbunyi : "In order to build a

democratic state, the foundation of an independent economy of the nation must be

41
Ibid, Prabowo, hal. 79

42
Iman Toto K. Rahardjo dan Suko Sudarso (ed), Bung Karno Masalah Pertahanan -
Kemanan, Grasindo, 2010, hal XXXII.
43
Iman Rahardjo (ed), Bung Karno dan Ekonomi Berdikari, Jakarta: Grasindo, 2001, hal 288
established ... Without the foundation of an independent economy, we can neither

attain independence, nor found the state, nor subsist".44 Soekarno mengemukakan

bahwa ciri dari ekonomi kolonial tempohari adalah ketergantungan dalam banyak

hal, termasuk pangan, dan sebaliknya yang diutamakan oleh ekonomi kolonial

adalah bahan – bahan – export, umumnya bahan mentah. Dekon menghendaki

perombakan ekonomi kolonial itu! Dekon dengan tegas menggariskan bahwa

pertanian itu dasar, dan industri itu tulangpunggung.45 Soekarno mengutip

pandangan Perdana Menteri Kim Il Sung di tahun 1947: "Untuk membangun satu

Negara yang demokratis, maka satu ekonomi yang merdeka harus dibangun.

Tanpa ekonomi yang merdeka, tak mungkin kita mencapai kemerdekaan, tak

mungkin kita mendirikan Negara, tak mungkin kita tetap hidup".

Kepribadian dalam bidang kebudayaan sebagai gagasan ketiga.

Kepribadian disini dimaknai sebagai suatu identitas berkenaan dengan individu

maupun kelompok, suku atau bangsa yang memiliki khas kebudayaan Oleh karena

itu, konteks dari gagasan Trisakti disini adalah kepribadian bangsa yang lahir dari

akar kebudayaan sendiri, bukan dari kebudayaan bangsa lain. Kepribadian

tersebut kemudian mewujud menjadi mentalitas, pengetahuan-pengetahuan,

bahasa, tradisi, dan pola hidup yang membedakan identitas bangsa Indonesia

dengan lainnya. Sebagaimana yang dikemukakannya bahwa, “janganlah kita

44
Fa “GRIP”, Tahun Vivere Periciloso, Tjetakan Ke IV, Jawa Timur: Fa “GRIP” Kotakpos
129, hal 40, lihat juga dalam Soekarno, Dibawah Bendera Revolusi, Jilid II, (Jakarta: Panitia Penerbit
Dibawah Bendera Revolusi, 1964), hal. 596
45
Loc Cit, Soekarno II, hal. 605.
mencari kepeloporan mental pada orang lain, tetapi carilah kepeloporan mental itu

pada diri kita sendiri. Carilah sendiri konsepsi-konsepsimu sendiri”.46

c. Konsep Globalisasi

Dalam beberapa dekade belakangan, globalisasi dan regionalisme

ekonomi telah menjadi salah satu isu menarik di luar isu-isu lain seperti isu-isu

tentang keamanan dan lingkungan global. Sebagai isu yang paling sering dibahas,

globalisasi menjadi sebuah fenomena multifaset (banyak wajah) yang

menimbulkan beraneka ragam pandangan dan interprelasi, terutama jika dikaitkan

dengan kesejahteraan umat manusia di dunia. Ada orang-orang yang melihat

globalisasi ekonomi sebagai keniscayaan sejarah yang akan membawa

kemakmuran. perdamaian, dan demokrasi ke seluruh umat manusia. Sebaliknya,

ada juga orang-orang yang melihat bahwa globalisasi ekonomi telah menciptakan

ketimpangan dalam distribusi pendapalan dan kemiskinan yang semakin luas.

Kedua pandangan inilah yang menarik perhatian, terutama bagi masyarakat di

negara-negara sedang berkembang (NSB) atau negara-negara Dunia Ketiga.47

Dalam memberikan konsep pengintegrasian globalisasi dikemukakan

Fakih, secara lebih tegas bahwa yang dimaksud dengan globalisasi adalah proses

pengintegrasian ekonomi nasional kepada sistem ekonomi dunia berdasarkan

keyakinan pada perdagangan bebas yang sesungguhnya telah dicanangkan sejak

zaman kolonialisme. Para teoretisi kritis sejak lama sudah meramalkan bahwa

kapitalisme akan berkembang menuju pada dominasi ekonomi, politik dan budaya

46
Loc Cit, Soekarno I, hal. 594
47
Budi Winarno, Globalisasi Peluang atau Ancaman bagi Indonesia, Jakarta: Erlangga,
2008, hal . 3
berskala global setelah perjalanan panjang melalui era kolonialisme. Konsep

globalisasi sebagaimana disebutkan Fakih bahwa Istilah "Globalisasi"

sesungguhnya sederhana dipahami sebagai suatu proses pengintegrasian ekonomi

nasional bangsa-bangsa ke dalam suatu sistem ekonomi global. Namun, jika

ditinjau dari sejarah perkembangan ekonomi, globalisasi pada dasarnya merupa-

kan salah satu fase perjalanan panjang perkembangan kapitalisme liberal.48

Pada dasarnya semua proses pengintegrasian ekonomi nasional

menjadi ekonomi global (globalisasi) merupakan harapan dan hasil Perjuangan

dari perusahaan-perusahaan transnasional karena pada dasarnya merekalah yang

paling diuntungkan dari proses tersebut. Fakih menyebutkan ada tiga aktor utama

yang berperan dalam dalam proses pengintegrasian globalisasi yakni, pertama,

adalah TNCs, yakni perusahaan multinasional yang besar yang dengan dukungan

negara-negara yang diuntungkan oleh TNCs tersebut membentuk suatu dewan

perserikatan perdagangan global yang dikenal dengan WTO vang menjadi aktor

kedua. Ketiga, adalah lembaga keuangan global IMF d,an Bank Dunia. Ketiga aktor

globalisasi tersebut menetapkan aturan-aturan seputar investasi Intelectual

Property Rights dan kebijakan internasional.49

Secara lebih spesifik, pokok-pokok pendirian Globalisasi menurut


Fakih50 adalah meliputi:
Pertama, bebaskan perusahaan swasta atas campur tangan pemerintah,
misalnya jauhkan pemerintah dari campur tangan di bidang-bidang
perburuhan, investasi, harga, serta biarkan mereka mempunyai ruang untuk
mengatur diri sendiri, untuk tumbuh dengan menyediakan kawasan
pertumbuhan, seperti Otorita Batam, NAFTA, SIJORI, dan lain sebagainya.

48
Loc Cit, Fakih, hal. 210-211
49
Ibid, Fakih, hal 214-215
50
Ibid, hal 218-219
Kedua hentikan subsidi negara kepada rakyat karena hal itu selain
bertentangan dengan prinsip menjauhkan campur tangan pemerintah juga
bertentangan dengan prinsip pasar bebas serta persaingan bebas. Oleh
karena itu, pemerintah juga harus melakukan privatisasi terhadap semua
perusahaan milik negara karena perusahaan negara pada dasarnya dibuat
untuk melaksanakan subsidi negara pada rakyat dan menghalangi terjadinya
persaingan bebas.
Ketiga. penghapusan ideologi "kesejahteraan bersama" dan pemilikan
komunal seperti yang masih banyak dianut oleh masyarakat "tradisional".
Paham kesejahteraan dan pemilikan bersama tersebut dianggap akan
menghalangi pertumbuhan.

Sementara itu, untuk mendeskripsikan tentang globalisasi,

Soepriyanto menyitir pendapat Petres dan Veltmeyer yang menyebut globalisasi

sebagai imperialisme..."dibalik penyebarluasan globalisasi, sesungguhnya

bersemayam sebuah kepentingan kelas atas tertentu, yaitu kelas kapitalis

internasional baru, yang sedang berusaha melebarkan pengaruh dan dominasi

ekonomi mereka ke seluruh penjuru dunia. Sementara itu menurutnya, globalisasi

dalam coraknya saat ini telah merongorng kedaulatan bangsa (ekonomi, politik,

budaya, pertahanan dan keamanan), memperlemah kapasitas Negara untuk

melayani dan melindungi rakyat dan kepentingan strategis nasional. Untuk itu

menurutnya pemimpin harus mampu meyakinkan rakyat agar membangun

kekuatan menjadikan globalisasi sebagai multivitamin untuk memperkuat posisi

bangsa sebagai bangsa yang berdaulat dan bermartabat.51

Lanjutnya bagi ekonomi dan politik, kepentingan globalisasi adalah

sebuah proses sistematis untuk merombak struktur perekonomian Negara-negara

miskin yakni ; pengkerdilan peran Negara dan peningkatan peran pasar. Oleh

sebab itu, menurutnya bahaya globalisasi bagi Negara-negara miskin terletak pada

51
Loc Cit, Soepriyanto, hal 16-17.
pelemahan struktural sebuah pemerintahan dalam melindungi kepentingan Negara

dan rakyat, dan meningkatnya ketergantungan perekonomian Negara miskin

terhadap pemodal internasional. Dengan demikian menurutnya akan melebarkan

kesenjangan social dan ekonomi serta meningkatnya dominasi pemodal Negara

kaya atas faktor produksi Negara miskin.52

Sementara itu, Ana Irhandriyana mengutip pandangan Jamli dkk

mengemukakan bahwa Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang

mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah

suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti

oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan

menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia.53

Selain itu, Irhandayaningsih memberikan dua pengaruh globalisasi

nasionalisme54 yaitu Pengaruh positif globalisasi terhadap nilai-nilai

nasionalisme:

1. Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan


demokratis. Karena pemerintahan adalah bagian dari suatu negara, jika
pemerintahan djalankan secara jujur, bersih dan dinamis tentunya akan
mendapat tanggapan positif dari rakyat. Tanggapan positif tersebut berupa
rasa nasionalisme terhadap negara menjadi meningkat
2. Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional,
meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara. Dengan
adanya hal tersebut akan meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa yang
menunjang kehidupan nasional bangsa.
3. Dari globalisasi sosial budaya kita dapat meniru pola berpikir yang baik
seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin dan Iptek dari bangsa lain yang

52
Op Cit, Sasongko hal 14-16.

Loc Cit, Ana Irhandayaningsih, hal. 5

Ibid, hal. 9-10.


sudah maju untuk meningkatkan kemajuan bangsa yang pada akhirnya
memajukan bangsa dan akan mempertebal rasa nasionalisme kita terhadap
bangsa.

Pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme

Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat

membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan

berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut

terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang :

1. Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap


produk dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri (seperti
Mc Donald, Coca Cola,Pizza Hut,dll.) membanjiri di Indonesia.
2. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri
menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat
kita terhadap bangsa Indonesia.
3. Masyarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan
identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya
cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia
dianggap sebagai kiblat.
4. Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang
kaya dan miskin, karena adanya persaingan bebas dalam
globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat menimbulkan
pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat
mengganggu kehidupan nasional bangsa.
5. Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan
ketidakpedulian antarperilaku sesama warga. Dengan adanya
individualisme maka orang tidak akan peduli dengan kehidupan
bangsa.

Lebih lanjut Irhandayaningsih menjelaskan bahwa pengaruh-pengaruh

di atas memang tidak secara langsung berpengaruh terhadap nasionalisme. Akan

tetapi secara keseluruhan dapat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap bangsa

menjadi berkurang atau hilang.


Proses globalisasi bersifat multidimensional yang meliputi domain

aktivitas dan interaksi yang beranekaragam, termasuk ekonomi, militer, budaya,

sosial, politik, lingkungan dan sebagainya. Globalisasi dipengaruhi oleh faktor-

faktor berikut yaitu :politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Maka terjadi globalisasi

politik, globalisasi ekonomi, globalisasi social, dan globalisasi budaya.

a. Dampak globalisasi ekonomi

Pada bagian awal telah diungkapkan selintas bagaimana produk-


produk negara lain memasuki pasar kita. Itu merupakan tanda yang
menunjukkan terjadinya globalisasi ekonomi. Globalisasi ekonomi ini
sesungguhnya didukung oleh sebuah kekuatan yang luar biasa hebatnya,
yaitu apa yang disebut liberalisme ekonomi, yang sering juga disebut
kapitalisme pasar bebas.

Kapitalisme adalah suatu sistem ekonomi yang mengatur proses


produksi dan pendistribusian barang dan jasa. Kapitalisme ini mempunyai
tiga ciri pokok, yaitu pertama, sebagian besar sarana produksi dan
distribusi dimiliki oleh individu;kedua , barang dan jasa diperdagangkan di
pasar bebas yang bersifat kompetitif; ketiga, modal diinvestasikan ke
dalam berbagai usaha untuk menghasilkan laba.

Bagi negara-negara berkembang, hal tersebut jelas akan sangat


merugikan, karena produk dalam negerinya tidak akan mampu bersaing
dengan produk negara maju.Selain itu, bagi masyarakat, yang mengikuti
pola hidup yang konsumtif, akan langsung menggunakan apa saja yang
datang dari negara lain, karena barangkali itu yang dianggap paling baik,
juga sebagai pertanda sudah memasuki kehidupan yang modern.
Jika dilihat dari kacamata yang positif, maka globalisasi akan
mempunyai dampak yang menyenangkan, karena dengan globalisasi di
bidang ekonomi, orang akan secara mudah memperoleh barang konsumtif
yang dibutuhkan, membuka lapangan kerja bagi yang memiliki
ketrampilan, dapat mempermudah proses pembangunan industri, juga
dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

b. Dampak Globalisasi sosial budaya

Dalam bidang sosial dan budaya, dampak globalisasi antara lain


adalah meningkatnya individualisme , perubahan pada pola kerja,
terjadinya pergeseran nilai kehidupan dalam masyarakat. Selain itu juga
dapat mempercepat perubahan pola kehidupan bangsa.

c. Dampak globalisasi politik

Dalam bidang politik, dampak globalisasi antara lain adalah


dengan perubahan system kepartaian yang dianut, sehingga memunculkan
adanya partai baru; kesadaran akan perlunya jaminan perlindungan hak
asasi manusia, terjadinya perubahan sistem ketatanegaraan, pelaksanaan
pemilihan umum untuk anggota –anggota parlemen, pemilihan Presiden
dan Wapres, Pemilihan Gubernur dan Wagub serta pemilihan Bupati
danWabup/Walikota dan Wakil Walikota yang dilaksanakan secara
langsung.
E. Metodologi Penelitian

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian kualitatif. Penggunaan metode kualitatif ini dilakukan untuk membahas

topik mengenai gagasan dan pemikiran seseorang sehingga metode inilah yang

tepat untuk penulisan tesis ini. Penelitian ini difokuskan dalam studi literatur atau

studi pustaka yang dimaksudkan untuk meneliti peristiwa-peristiwa yang telah

berlalu. dengan menggunakan bahan primer yang diambil dari buku-buku yang

secara langsung membahas tentang permasalahan yang akan diteliti dan bahan

sekunder yaitu bahan kepustakaan yang secara tidak langsung membicarakan

masalah yang akan diteliti, namun masih relevan untuk dikutip sebagai

pembanding. Jangka waktu penelitian sekitar 3 bulan yaitu dari bulan Juni sampai

September 2015. Data yang dikumpulkan adalah segala bentuk-bentuk gagasan

dan pemikiran Soekarno yang penting bagi kehidupan bernegara di Indonesia di

masa sekarang terutama di era globalisasi. Sumber data tersebut diperoleh dari

sejumlah literatur, baik buku, jurnal, majalah, koran, atau karya tulis lainnya yang

relevan dengan topik penelitian.

Teknik pengumpulan data adalah studi lapangan dengan studi

dokumentasi. Teknik ini dilakukan dengan memanfaatkan dokumen-dokumen

tertulis, gambar, atau foto yang berkaitan dengan aspek-aspek yang diteliti

ditambah lagi dengan studi pustaka dengan cara mempelajari, mendalami dari

sejumlah literatur yang relevan. dalam tiga tahap jalan penelitian literal: Pertama;

Pengumpulan data, baik data primer maupun data sekunder sesuai lingkup
penelitian. Pembuatan kategori dengan menyatukan dan mengumpulkan dalam

satu kesatuan tersistemisasi. Kedua; Klasifikasi data selanjutnya dilakukan

penjabaran dan penafsiran. Analisis data sesuai dengan pemahaman peneliti

tentang gejala hal yang berhubungan dengan objek penelitian. Dan Ketiga;

Penyusunan draft hasil penelitian. Penyusunan laporan hasil penelitian secara

sistematis dan mengikuti format atau urutan baku dalam penelitian.

F. Sistematika Penulisan

BAB I: Pendahuluan

Pada bab ini berisikan latar belakang masalah, pokok masalah, tujuan penelitian

dan manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika

penulisan.

BAB: II: Tinjauan Pustaka

Bab ini berisikan tinjauan teoritis yang akan membahas tentang

pendekatan teori untuk digunakan sebagai acuan analisis, teori yang digunakan

antara lain; Teori Nasionalisme, Trisakti dan teori Globalisasi.

BAB III: Metodelogi Penelitian

Bab ini akan membahas tentang pendekatan metode penelitian yakni ;

Jenis Penelitian, Sumber Data, Tehknik Pengumpulan Data dan Tehknik Analisis

Data

BAB IV: Gambaran Umum


Bab ini berisikan tentang Riwayat Hidup Soekarno, Perjuangan

Soekarno serta pergulatan Pemikiran Soekarno.

BAB: V: Analisa dan Pembahasan

Bab ini memuat analisis konstruksi Gagasan dan Pemikiran Soekarno,

relevansi gagasan Trisakti dengan kehidupan bernegara Indonesia pada masa

sekarang di era globalisasi dan Penerapan Konsep Trisakti terhadap kebijakan

politik Joko Widodo dalam menghadapi era Globalisasi.

BAB VI: Penutup

Bab ini berisikan mengenai kesimpulan dari pembahasan pada bab-

bab sebelumnya.
DAFTAR BACAAN:

Buku :

Atmoko, Dwiko dkk, Nasionalisme di Berbagai Negara, Yogyakarta: Penerbitan


Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, 1996

Dadang Prabowo, Pembahasan Pemikiran Soekarno Tentang Kemerdekaan,


Program Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1984

Fakih, Mansour: Sesat Pikir Teori Pembangunan dan Globalisasi, Yogyakarta:


Insist Press bekerjasama denagan Pustaka Pelajar, 2001

Fukuyama, Francis : The End of History and The Last Man (judul terjemahan:
Kemenangan kapitalisme dan demokrasi liberal, : (penerj:
Mohammad Husein amrullah), Yogyakarta: Penerbit Qalam, 1992

Huntington, Samuel P: Benturan antar Peradaban dan Masa Depan Politik Dunia
(The clash of civilizations and the remaking of world order), Qalam,
1996.

Karim, Rusli, Arti dan keberadaan nasionalisme, Jurnal Analisis CSIS, Jakarta:
Edisi Maret – April 1996, hal 96

Kohn, Hans: Nasionalisme arti dan sejarahnya, Erlangga, Jakarta, 1984

Manan, M.'Azzam dan Ju Lan, Thung, Nasionalisme dan Ketahanan Budaya


sebuah di Indonesia tantangan, Jakarta: LIPI, 2011

Pakorba, DPP : Peldoi Bung Karno Di Hadapan Pengadilan Kolonial Belanda


"Indonesia Menggugat!" Jakarta: Dewan Pimpinan Pusat Paguyuban
Korban Orde Baru ( DPP Pakorba) 2001.

Rahardjo Iman (ed), Bung Karno dan Ekonomi Berdikari, Jakarta: Grasindo,
2001
Rahardjo, Iman Toto K. dan Sudarso, Suko (ed), Bung Karno Masalah
Pertahanan - Kemanan, Grasindo, 2010

Salatoly, Fahmi dan Rio (ed), Nasionalisme Kaum Pinggiran “ Dari Maluku,
Tentang Maluku , Untuk Indonesia”, Yogyakarta : LKiS Yogyakarta,
2004

Sambodo, Dwi Rio: Catatan dari Kebon Sirih, Jakarta: Perhimpunan Rumah
Indonesia, 2014

Sasongko, HD. Haryo: Bung Karno Nasionalisme dan Demokrasi, Yogyakarta:


Pustaka Grafiksi, 2005

Sjamsudin, Helius: Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Ombak, 2007

Soekarno: Dibawah Bendera Revolusi, Jilid I, Jakarta : Panitia Penerbit DBR


1964.

Soekarno: Dibawah Bendera Revolusi, Jilid II, Cetakan kedua, Jakarta : Panitia
Penerbit DBR 1965.

Soepriyanto: Nasionalisme dan Kebangkitan Ekonomi, Jakarta : Inside Press,


2008.

Sriyanto, John B: Ganyang Malaysia: Politik Ko'nfrontasi Bung Karno,


Yogyakarta : Interpre Book, 2010

W. Gulo, Metodologi Penelitian, Jakarta: Grasindo, 2004

Winarno Budi, Globalisasi Peluang atau Ancaman bagi Indonesia, Jakarta:


Erlangga, 2008

Yustika, Ahmad Erani: Negara vs Kaum Miskin, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,


2003.
Jurnal :

Ana Irhandayaningsih, Ide Mobil Nasional Sebagai Simbol Perlawanan Terhadap


Neokolonialisme Di Era Globalisasi, Jurnal HUMANIKA, volume
IV, 2011

Dewi, Ita Mutiara Nasionalisme Dan Kebangkitan Dalam Teropong, Yogyakarta,


Jurnal Mozaik Vol.3 No. 3, Juli 2008

Jati, Wasisto Raharjo: Memahami Globalisasi Sebagai Evolusi Kapitalisme, 2013.

Jati, Wasisto Raharjo: Trisakti, Globalisasi, & Pembangunan Karakter Bangsa,


2014

Motyl. Encyclopedia of Nationalism, Volume 1: Fundamental Themes. San


Diego, California, USA; London, England, UK: Academic Press,
2001. Pp. 251. Dalam http://fileserver.net-
texts.com/asset.aspx?dl=no&id=25023

Pranoto, M. Arief: Geo Politik Ilmunya Ketahanan Nasional dalam The Global
Review, The Jurnal of International Studies, Edisi IV, November
2014.

Anda mungkin juga menyukai