Anda di halaman 1dari 11

GLOBALISASI SEBAGAI PENDORONG PROSES PELAKSANAAN

DEMOKRASI DI INDONESIA

OLEH :

MADE ROBY WIRAWAN

NPM. 202232121468

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS WARMADEWA

DENPASAR

2022

KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melipahkan
rahmat-Nya, sehingga makalah yang berjudul “GLOBALISASI SEBAGAI PENDORONG
PROSES PELAKSANAAN DEMOKRASI DI INDONESIA ” dapat diselesaikan.

Secara garis besar lingkup makalah ini terdiri dari tiga bab, yaitu: Bab I mengenai
Pendahuluan yang berisi Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Tujuan dan Manfaat. Bab II
mengenai Landasan Konsep dan Tinjauan Teori tentang Globalisasi Sebagai Pendorong
Demokrasi, Bab III mengenai Hasil yang berisi contoh studi kasus dan Pembahasan, dan Bab
IV berupa Simpulan dan Saran

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung
penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, saran dari berbagai pihak sangat diharapkan demi
kemajuan selanjutnya.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. 1
DAFTAR ISI ........................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 3
1.2 Identifikasi Masalah .................................................................................. 3
1.3 Tujuan dan Manfaat .................................................................................. 3

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TINJAUAN TEORI .................................. 4

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 6


3.1 Hasil ........................................................................................................... 6
3.2 Pembahasan ............................................................................................... 7

BAB IV PENUTUP ................................................................................................ 9


4.1 Simpulan ................................................................................................... 9
4.2 Saran ......................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 10

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Globalisasi dan ruang lingkupnya telah menjadi salah satu topik pembicaraan yang
menghiasi perdebatan-perdebatan mutakhir dalam jaga raya negara-negara di dunia. Pada era
modern sekarang ini globalisasi merupakan konsep yang dapat dikatakan paling berpengaruh
dalam pergumulan bangsa negara. Hampir semua sisi kehidupan masyarakat terkena dampak
dari konsep tersebut, baik dari perilaku sosial, kesejahteraan, dinamika politik, dll.

Hubungan globalisasi dan demokrasi memunculkan perdebatan bertuju pada dua


permasalahan yang bertolak belakang. Pendapat pertama mengatakan bahwa globalisasi
mengancam demokrasi. Sebaliknya, pendapat kedua menyatakan bahwa globalisasi
mengembangkan demokrasi. Untuk mengukur hal itu tergantung pada seberapa besar
pengaruh yang diberikan globalisasi kepada demokrasi.

Sejak era tahun 1980-an, Konsep globalisasi mulai banyak dibicarakan yang
menimbulkan dampak besar terhadap seluruh dimensi kehidupan manusia. Dalam konteks
politik dinegara-negara berkembang, globalisasi telah mengubah suatu kekuasaan politik
negara modern dan warga negara. Beberapa ilmuan seperti Anthony Giddens, David Held,
Francis Fukuyama menyatakan bahwa globalisasi pasar bebas akan mendorong demokratisasi
politik. Sistem demokrasi dalam sejarahnya mencatat kemenangan historis atas sistem lainnya
dalam menjalankan roda pemerintahan. Globalisasi dan kesejahteraan negara merupakan
faktor yang mernberi warna dalam mendorong demokratisasi dewasa ini. Globalisasi akan
dianggap sebagai pendorong atau penghambat demokrasi tergantung pada apakah globalisasi
mendorong terciptanya otonomi dan kesetaraan yang lebih luas diantara individu-individu
dan masyarakat tatanan kehidupan bernegara.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Bagaimana globalisasi bisa menjadi pendorong proses pelaksanaan demokrasi di


Indonesia?

1.3 Tujuan dan Manfaat

1. Untuk mengetahui bagaimana globalisasi bisa menjadi pendorong proses pelaksanaan


demokrasi di Indonesia.
BAB II

LANDASAN KONSEP DAN TINJAUAN TEORI

Struktur ekonomi politik global sekarang ini telah mengalami banyak perubahan.
Dimana dalam konteks ini yang menjadi aktor tunggal dalam ekonomi politik Internasional
tidak lagi Negara bangsa melainkan lembaga-lembaga internasional dan negara-negara
kawasan. saat ini diperlukan suatu definisi baru mengenai demokrasi, hal ini dikarenakan
konsep demokrasi seperti adanya lembaga-lembaga perwakilan, pemilihan umum yang bebas
dan adil, serta partisipasi warga negara, pada dasarnya ditujukan dalam kerangka negara
teritorial yang berdaulat sehingga ketika struktur ekonomi politik internasional mengalami
perubahan, menurut garis pemikiran kaum globalis, menilai bahwa demokrasi konvensional
tidak lagi memadai. Dengan adanya kebebasan, mendorong lembaga-lembaga internasional
yang sangat berpengaruh seperti WTO, IMF, dan Bank Dunia di luar negara bangsa untuk
mempengaruhi negara-negara dibelahan dunia. Bahkan, dalam kasus tertentu, lembaga-
lembaga ini mempunyai kekuatan pemaksa yang sangat kuat terutama bagi negara-negara
yang mengalami krisis ekonomi.

Globalisasi merupakan era dimana proses transformasi informasi antara negara di


dunia yang dimana bertujuan dalam mewujudkan penyatuan negara-negara dunia dalam
ruang lingkup yang tanpa batas. Globalisasi dimaknai sebagai suatu proses di mana antar
individu, antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan
memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara. Era globalisasi juga menandai tak
terbatasnya suatu negara atau lembaga internasional untuk melakukan semacam ekspansi
ekonomi, sosial budaya, pendidikan, dan perdagangan terhadap suatu negara. Keterkaitan dan
ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia merupakan bagian dari inti
globalisasi.

Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan


berkurangnya peran negara atau batas-batas negara. Globalisasi dapat dipahami sebagai
perubahan-perubahan dalam mencakup semua bidang terutama bidang ekonomi dan sosial
yang berkombinasi dengan pembentukan kesalinghubungan regional dan global yang unik,
yang lebih ekstensif dan intensif dibandingkan dengan periode sebelumnya, yang menantang
dan membentuk kembali komunitas politik, dan secara spesifik, negara modern (David Held,
1995).
Negara-negara bangsa dinilai tidak lagi otonom dalam melakukan pengambilan keputusan
tanpa memperhatikan aktor-aktor lain di luar dirinya, baik dalam konteks nasional, regional,
dan bahkan global. Dalam kaitan ini, globalisasi merupakan suatu proses yang membawa
suatu transformasi ruang organisasi dari hubungan-hubungan dan transaksi sosial yang dinilai
berdasarkan tingkat extensity, intensity, velocity, dan dampaknya yang membawa aliran-
aliran transkontinental atau interregional dan jaringan aktivitas, interaksi, dan penggunaan
kekuasaan (David Held, 1995).

Di tingkatan global, perubahan sistem politik yang menyusul bersamaan dengan


tumbuhnya kesalinghubungan di antara negara dan masyarakat serta semakin meningkatnya
intensitas jaringan internasional memerlukan suatu pengujian kembali atas teori politik dalam
bentuk dan ruang lingkup yang sama fundamentalnya, seperti perubahan yang menghasilkan
inovasi konseptual dan institusional negara modern itu sendiri. Karena itu, penting kiranya
dikemukakan suatu gagasan baru yang dapat digunakan untuk menjelaskan transformasi
sosial politik yang tengah berlangsung, terutama kaitannya dengan kedaulatan negara
demokrasi modern. Meskipun pandangan kaum skeptis mengatakan bahwa globalisasi tidak
menghancurkan sama sekali tetapi hanya menguranginya saja kedaulatan negara nasional
sebagaimana diyakini kaum hiperglobalis, namun yang jadi persoalan adalah globalisasi telah
mengartikulasikan kewajiban dan kekuasaan negara bangsa dalam suatu cara yang kompleks,
yang melibatkan perkembangan ke arah menyebarnya kekuasaan dunia dan diiringi oleh
menyebarnya otoritas dan bentuk-bentuk pengaturan yang kompleks (Budi Winarno, 2012).

Pemahaman tentang demokrasi sebagai sebuah kemestian sebagai sistem untuk


mencapai kesejahteraan dalam cita-cita bangsa negara, maka menjadi penting untuk
memahami bagaimana cara menuju demokrasi tersebut. Beberapa pandangan menilai bahwa
demokrasi dikembangkan melalui modernisasi yang dikembangkan melalui transisi yang
memperkenalkan jalan linier dari non-demokrasi menuju demokrasi. Ada pula yang sepakat
bahwa demokrasi dibentuk dengan adanya perubahan struktur dan kelembagaaan politik.
Demokrasi di nilai tidak berjalan atau dianggap gagal ketika pembangunan berhadapan
dengan kegagalan pembangunan kesejahteraan masyarakat.
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Sebuah contoh kasus di Indonesia, dapat diindikasikan melalui banyaknya praktek


korupsi yang dilakukan oleh para pejabat-pejabat negara atau elit-elit politik. Korupsi dalam
hal ini sebagai indikator bahwa pemilik modal atau orang-orang yang mempunyai kekayaan
lebih, mempunyai kekuasaan untuk menyetir kepentingan mereka di pemerintahan. Korupsi
menjadi salah satu cara bagi pemilik modal ataupun penguasa untuk melancarkan aksinya
seperti melakukan penyuapan. Salah satunya, penyuapan yang dilakukan untuk mendapatkan
kursi di pemerintahan. Seperti kasus Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah yang tersandung
kasus korupsi mengenai sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kabupaten Lebak
yang melibatkan mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar (BBC, 2013).
Kasus suap yang dilakukan Ratu Atut untuk memenangkan sengketa salah satu calon Kepala
Daerah di Kabupaten Lebak dilakukan karena dilatar belakang Ratu Atut sendiri merupakan
anak dari pengusaha di Banten dengan bisnis usahanya menyebar di daerah-daerah yang
berada di Banten, tentu mempermudah akses Ratu Atut dalam melakukan transaksi
penyuapan karena memiliki modal yang besar. Sehingga pada kasus tersebut yang sebenarnya
penyelesaian kasus dilakukan secara domokratis sesuai hukum dan ketentuan yang berlaku,
menjadi dimenangkan oleh salah satu pihak yang mempunyai akses materil. Kejadian itu
menggambarkan bahwa sebenarnya orang-orang yang mempunyai kekayaan lebih atau yang
mengusai pasar memberi peluang besar kepada mereka untuk dapat duduk di kursi
pemerintahan melalui jalan yang tidak demokratis.

Indonesia sendiri, globalisasi neoliberal telah menyebabkan adanya korporasi-


korporasi asing melalui perusahaan-perusahaan transnasional (TNCs) maupun perusahaan
multinasional (MNC). Proses tersebut dilakukan melalui ekspansi produksi global yang
dikembangkan dengan penciptaan dan pengalokasian Zona Proses Ekspor (EPZ). EPZ
merupakan pengkhususan wilayah suatu negara yang dijadikan sebagai ekspor industri
dengan syarat dan ketentuan sesuai dengan aturan global, minimal yang menyangkut aturan
perburuhan dan pajak domestik sehingga menjadi daya tarik TNCs maupun MNC untuk
beroperasi di suatu negara (Fakih, 2002 : 213). Sasaran yang banyak dibidik oleh TNCs
maupun MNC merupakan negara-negara berkembang karena secara ekonomi memerlukan
modal investasi asing untuk menaikan perekonomian negara tersebut. Selain itu, di negara
berkembang menyediakan banyak buruh dengan upah yang rendah, serta pasar yang
menjanjikan bagi TNCs maupun MNC. Komersialisasi melalui TNCs maupun MNC
dicontohkan seperti munculnya global brand diantaranya, McDonald, Nike, Unilever,
Carrefour, Citibank, Calex atau Freeport dan Coca-Cola. Perusahaan-perusahaan asing
tersebut lebih mendominasi di pasar lokal Indonesia sendiri dibandingkan dengan perusahaan
lokal. Strategi yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan tersebut ialah menjalankan
strategi lokal yang disesuaikan oleh tingkat kemampuan pasar di daerah lokal yang tetap
mengutamakan kualitas produk. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan lokal akan sulit
bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing yang mangakibatkan ketimpangan ekonomi
tidak dapat dihindari. Kapitalisme yang sesungguhnya dimainkan oleh korporasi-korporasi
asing telah memberikan ancaman tersendiri pada negara-negara yang ditumpanginya.

3.2 Pembahasan

Globalisasi (pasar bebas) dan demokrasi merupakan sebuah simbiosis mutualisme.


Pasar bebas yang merupakan ajaran kapitalisme akan dapat memberikan keuntungan jika
didalamnya tumbuh adanya demokrasi. Isu demokrasi telah menumbuhkan kesadaran-
kesadaran dan desakan untuk membangun pemerintahan yang baik (good governance) berupa
: pelaksannan demokrasi dan penghormatan hak asasi manusia, perlindungan lingkungan
hidup, dan pemberantasan korupsi untuk mewujudkan pemerintahan yang baik. Dengan
demikian Indonesia dapat mengambil sisi manfaat globalisasi bahwa globalisasi mempercepat
proses demokratisasi.

Prospek pertumbuhan ekonomi pada era globalisasi dinilai sangat baik. Globalisasi
membuka jalur perdagangan dunia dan menjadikan praktek niaga menjadi lebih mudah.
Selain itu juga mengingat adanya praktek neoliberalisme yang membuka kesempatan bagi
negara-negara berkembang untuk membuka pintu ekonominya secara lebar-lebar. David
Harvey (2007) dalam Neoliberalism on Trial mengatakan bahwa pertumbuhan penduduk
dunia semakin meningkat disertai dengan meningkatnya kemajuan ekonomi. Meski
Globalisasi telah membawa dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi, pada
kenyataannya globalisasi tidak benar-benar dapat mengentas kemiskinan dan
ketidaksetaraan yang ada di dunia.
David Harvey (2007) mengungkapkan konsep Accumulation by dispossession melalui
empat poin yakni Privatization and commodification, financialization, the management
and manipulation of crises dan state redistribution. Konsep tersebut menjelaskan
bagaimana praktek neoliberalisme dalam globalisasi yang dinilai tidak dapat mengentas
kemiskinan. Pertama ialah privatisasi dan komodifikasi yang memiliki tujuan utama untuk
membuka ladang baru bagi akumulasi modal. Privatisasi dan komodasi yang dimaksud
adalah sebuah proses pengalihan aset publik seperti fasilitas umum dari pemerintah ke
pihak swasta. Selanjutnya ialah finansialisasi yakni ketika fokus utama dalam pereknomian
adalah finansial, adanya deregulasi dalam sistem keuangan memungkinkan aktivitas
redistribusi melalui spekulasi bahkan berbagai modus lainnya. Ketiga yakni adanya
penciptaan krisis, manajemen, dan manipulasi pada perekonomian dunia telah berkembang
menjadi seni redistribusi deliberatif kekayaan dari negara-negara miskin untuk negara
maju. Bantuan IMF bagi negara berkembang dinilai hanya upaya ‘pemerasan’ bukannya
membantu memulihkan perekonomian. Terakhir yakni state redistribution yakni adanya
pengalihan uang publik untuk keuntungan perusahaan yakni melalui adanya pajak,
privatisasi, dan pengalihan aset. Keempat poin tersebut menunjukan bahwa praktek
neolberalisme hanya menguntungkan pihak elit.

Beberapa fakta mengenai ketidakmampuan neoliberalisme dan globalisasi dalam


memajukan perekonomian dikemukakan oleh David Harvey (2007). Pendapatan
pertumbuhan agregrat global pada tahun 1960 berada pada posisi 3.5% dan bahkan hanya
turun menjadi 2,4% pada tahun 1970. Namun tingkat pertumbuhan selanjutnya dari 1,4%
dan 1,1% untuk tahun 1980 dan 1990 (dan tingkat yang nyaris menyentuh 1% sejak tahun
2000) menunjukkan bahwa neoliberalisasi secara luas telah gagal untuk merangsang
pertumbuhan di seluruh dunia. Selain itu,selama tahun 1990an, pendapatan perkapita Rusia
menurun sebesar 3,5 persen per tahun, kondisi yang sama juga dialami oleh Ukraina yang
membuat penduduk jatuh ke dalam kemiskinan. Di negara-negara Amerika Latin
neoliberalisasi mengalami stagnansi dan diperburuk dengan keruntuhan ekonomi yang
dialami oleh Argentina (Hervey, 2007). Contoh-contoh tersebut merupakan sebuah
gambaran nyata bahwa neoliberalisasi dalam globalisasi tidak dapat mengentas
kemiskinan.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Bagi demokrasi, globalisasi akan menyumbangkan dua sisi sekaligus, yakni mendorong
proses demokratisasi dan sekaligus menciptakan krisis. Ketimpangan dan menguatnya
kekuatan korporasi telah menciptakan ketidaksetaraan politik, dan karenanya menciptakan
krisis demokrasi. Sementara itu, perkembangan teknologi komunikasi telah mendorong
kemunculan ide dan gerakan demokrasi transnasional, dan dalam situasi semacam ini proses
demokratisasi akan berlangsung. Negara-negara otoriter akan menghadapi tantangan berat
dari globalisasi informasi, dan mau tidak mau mereka harus membuka diri bagi proses
demokrasi politik.

Indonesia kini tengah berada pada suatu proses memasuki pasar bebas. Perdagangan luar
negeri yang lebih bebas memungkinkan Indonesia memperoleh pasar yang jauh lebih luas
dari pasar dalam negeri. Semakin terbukanya pasar untuk produk-produk ekspor, dengan
catatan produk ekspor Indonesia mampu bersaing di pasar internasional. Hal ini membuka
kesempatan bagi pengusaha di Indonesia untuk melahirkan produk-produk berkualitas,
kreatif, dan dibutuhkan oleh pasar dunia. Namun juga berdampak negative bagi
perusahaan-perusahaan lokal yang akan sulit bersaing dengan perusahaan-perusahaan
asing yang mangakibatkan ketimpangan ekonomi tidak dapat dihindari. Kapitalisme yang
sesungguhnya dimainkan oleh korporasi-korporasi asing telah memberikan ancaman
tersendiri pada negara-negara yang ditumpanginya.

4.2 Saran

Diharapkan makalah ini dapat menambah wawasan penulis dan pembaca tentang
bagaimana globalisasi bisa menjadi pendorong proses pelaksanaan demokrasi di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

David Held : 1995. Demokrasi dan Tatanan Global : Standford: Standfor UP (DH)

Winarno, Budi, 2012, Jurnal, Globalisasi dan Masa Depan Demokrasi, Yogyakarta

Sorensen, Georg. 2003, Demokrasi dan Demokratisasi: Proses dan Prospek dalam Dunia
yang Berubah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan CCSS.

Fakih, Mansour. 2002, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, Yogyakart : Pustaka
Pelajar.

Harvey, David. 2007. Neoliberalism on Trial dalam A Brief History of Neoliberalism p.152-
183. Oxford: Oxford University Press

Stiglitz, Joseph E. 2006. Chapter 3: making Trade Fair dalam Making Globalization Work.
New York : W. W. Norton & Company

Petras, James dan Henry Veltmeyer, 2002. Imperialisme Abad 21. Yogyakarta: Kreasi
Wacana.
Burchill, S & Andrew Linklater. 1996. “Teori-Teori Hubungan Internasional”. Bandung:
Nusamedia
Jackson, R & Sorensen, G. (1999). Introduction to International Relations, Oxford University
Press
Held, David, 2001. ”Globalization, Cosmopolitanism, and Democracy: An Interview”,
IDEES of the Centre d'Estudis de Temes Contemporanis, Generalitat de Catalunya, dalam
http://www.polity.co.uk/global/ held.htms
BBC, 17 Desember, 2013, Ratut Dinyatakan Tersangka Korupsi, diakses dalam
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2013/12/131216_ratuatuttsk

Anda mungkin juga menyukai