Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH EDUPHYSICSPRENEURSHIP

“ PELUANG DAN TANTANGAN BERWIRAUSAHA


DIBIDANG PENDIDIKAN PADA ABAD 21 ”

Dosen Pengampu : Tugiyo Aminoto, S.Si., M.Si., M.Ed

Disusun Oleh:
1. Anna Mepti Febria (A1C317042 )
2. Nur Ika Sandi Pratiwi (A1C317016)
3. Vetty Milyani (A1C317022)

Kelas Reguler B 2017

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
UNIVERSITAS JAMBI
2020
A. Pendidikan

Pendidikan merupakan instrumen penting yang sangat efektif untuk


melakukan transformasi peradaban suatu bangsa. Dalam konteks ini, pendidikan
berpengaruh besar bagi pembentukan kepribadian manusia dan sekaligus jati diri
suatu bangsa. Sebab, dengan pendidikan, menurut Bejamnin S Bloom, manusia
diharapkan mampu membangun diri, komunitas, dan alam semesta. Dengan
demikian, pendidikan tidak lain adalah media pembentukan manusia seutuhnya
(insan kamil), baik dalam hal peningkatan pengetahuan (kognisi), sikap (afeksi),
maupun keterampilan (psikomotor). Akan tetapi, dari realitas yang kita lihat,
pendidikan kita dari waktu ke waktu tidak semakin baik dan optimal. Malahan
wajah pendidikan kita semakin karut-marut dan tidak tersambungkan dengan
kenyataan kebutuhan riil masyarakat. Secara kasat mata, output pendidikan kita
memang tampak menggembirakan (Musthafa, 2013).

Beberapa agenda persoalan pendidikan di Indonesia yang menonjol yang


harus segera diselesaikan menurut Tilaar (2000), adalah pertama: masih
rendahnya pemerataan memperoleh pendidikan. Kedua: masih rendahnya kualitas
dan relevansi pendidikan. Dan Ketiga: masih lemahnya manajemen pendidikan, di
samping itu belum terwujudnya kemandirian dan keunggulan ilmu pengetahuan
dan tekhnologi di kalangan akademisi. Oleh karena itu dalam rangka mencapai
tujuan pembangunan nasional khususnya dalam bidang tujuan pendidikan
nasional, salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam rangka meningkatkan
kualitas proses belajar mengajar adalah dengan mempertinggi tingkat partisipasi
masyarakat dalam pendidikan khususnya didirikan lembaga bimbingan belajar.
Bimbingan belajar atau yang sering disebut bimbel bagi sebagian besar kalangan
siswa sudah tidak asing lagi. Bahkan, tidak jarang pula mereka menganggap
bimbel sebagai rumah ketiga setelah keluarga dan sekolah. Anggapan itu muncul
bukan tanpa alasan yang jelas, melainkan adanya motivasi yang kuat pada diri
siswa. Munculnya momok UAN yang semakin menakutkan dengan tingkat nilai
kelulusan yang setiap tahun semakin tinggi memaksa siswa kelas XII dan XI
harus belajar keras demi mencapai nilai kelulusan tersebut. Bagi mereka yang
mengikuti UN, keberadaan bimbingan belajar dimanfaatkan demi mendapatkan
nilai yang bagus.
Kenyataan di atas menambah keyakinan bagi pihak-pihak yang
berkecimpung dalam bisnis lembaga bimbingan belajar. Tidak tanggung-tanggung
kehadiran bimbingan belajar bagaikan bunga mawar yang sedang mekar
mengeluarkan aroma yang sedap. Menawarkan berjuta-juta kelebihan dan fasilitas
yang berbeda dari lembaga bimbingan belajar yang satu dengan yang lain. Mulai
dari penggratisan uang pendaftaran sampai jaminan kelulusan ke universitas
favorit. Semua itu menandakan betapa lembaga bimbingan belajar itu sudah
terlibat dalam dunia bisnis (bisnis dalam dunia pendidikan). Hal ini sesuai dengan
konsep hegemoni kelas yang berkuasa mencoba untuk melegitimasi kekuasaan,
kesejahteraan, dan kehormatannya kepada masa (siswa dan orang tua) secara
ideologis. Bagaimana para pemilik modal (para pencetus berdirinya bimbingan
belajar) mempengaruhi para kaum proletar (siswa dan orang tua) untuk percaya
dan mempercayakan proses pendidikan yang diambil kepada lembaga bimbingan
belajar. Hegemoni dapat bertahan sampai sekarang melalui dua hal yaitu
pendidikan dan mekanisme kelembagaan. Melalui pendidikan non formal dalam
hal ini lembaga bimbingan belajar yang terus dilembagakan ini, mereka para
penindas (pemilik modal atas layanan bimbingan belajar) yang menindas melalui
hegemoni merancang sebuah bentuk pendidikan yang di dalamnya mereka
berusaha menanamkan sebuah ideologi agar para tertindas tidak sadar bahwa
penindasan yang terjadi dianggap sebagai suatu hal yang wajar. Relevansi konsep
hegemoni dengan pendidikan terdapat pada faktor pertama, yaitu pendidikan.

Pendidikan yang dijalankan oleh masyarakat tertindas dalam hal ini


masyarakat menengah ke bawah merupakan pendidikan sampah, tidak berkualitas,
dan tidak menghasilkan manusia yang sadar dan kritis untuk memahami keadaan
sosial yang menindas. Apalagi untuk mengubahnya akan menjadi suatu hal yang
hampir mustahil bisa terwujud. Janji-janji yang terus dikiatkan oleh para agen
lembaga bimbingan belajar. Memberikan tawaran jaminan nilai di setiap mata
pelajaran akan naik dari nilai biasanya yang pas-pas saja kalau para siswa ikut
mendaftar di lembaga bimbingan tersebut dijamin diberikan pengajaran yang
spesial dari tentor atau pengajar yang handal. Tidak hanya itu, mereka juga
memberikan iming-iming tentang kelulusan UN dengan nilai baik maupun tinggi,
jika pada kenyataannya tidak lulus maka uang yang mereka gunakan untuk
membayar bimbingan belajar tersebut akan 100% dikembalikan pada siswa yang
bersangkutan. Jelas bahwa masyarakat telah terhegemoni. Masyarakat tidak
menyadari hal tersebut. Pengelola layanan bimbingan belajar berlomba-lomba
untuk berinovasi dalam menjalankan dan memasarkan lembaga mereka. Para
pengelola bimbingan belajar menawarkan berbagai macam paket kepada para
cakon siswa yang mengikuti bimbingan belajar. Diantaranya ada sebagian
bimbingan belajar yang membuka kelas regular dan tidak sedikit juga yang
membuka kelas privat. Tentunya disetiap paket yang ditawarkan akan berbeda
biaya yang harus dikeluarkan oleh para orang tua yang mengikut sertakan anaknya
dalam lembaga bimbingan belajar.

B. Kewirausahaan (Enterpreneurship)

Kewirausahaan atau entrepreneurship pada awalnya merupakan konsep


yang dikembangkan dalam tradisi sosiologi dan psikologi. Pada awal abad ke-18,
Richard Cantilooon, sarjana kelahiran Irlandia yang besar di Perancis, menytakan
bahwa enterpreneurship merupakan fungsi dari risk bearing. Satu abad
berikutnya, Joseph Schumpeter memperkenalkan fungsi inovasi sebagai kekuatan
hebat dalam enterpreneurship. Sejak itu, konsep enterpreneurship merupakan
akumulasi dari fungsi keberanian menanggung isiko dan inovasi (Siswoyo, 2009).

Enterpreneurship adalah suatu proses kreativitas dan inovasi yang


mempunyai risiko tinggi untuk menghasilkan nilai tambah bagi produk yang
bermanfaat bagi masyarakat dan mendatangkan kemakmuran bagi wirausahawan
(Siswoyo, 2009:116). Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Baldacchino
(2009), yang menyatakan bahwa kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan
inovatif yang dijadikan dasar, kiat dan sumber daya untuk mencari peluang
menuju sukses. Sementara Hidayati (2011:10), mendefiniskan kewirausahaan
sebagai pengambilan risiko untuk menjalankan usaha sendirian dengan
memanfaatkan peluang-peluang untuk menciptakan usaha baru atau dengan
pendekatan yang inovatif sehingga usaha yang dikelola berkembang menjadi
besar dan mandiri dalam menghadapi tantangan-tantangan persaingan. Nursito &
Nugroho (2013:202), menyatakan kewirausahaan diyakini dapat menjadi faktor
pendorong kemajuan suatu Negara. Diperlukan setidaknya 2% wirausahawan dari
total jumlah penduduk untuk menjadikan suatu Negara maju dan mandiri. Hal
tersebut dapat dipahami karena sejumlah kecil wirausahawan tersebut dapat
menciptakan lapangan pekerjaan yang akan memberikan efek positif bagi
perekonomian.

Untuk menjadi wirausahawan yang berhasil, seseorang harus memiliki bekal


pengetahuan kewirausahaan dan bekal keterampilan kewirausahaan. Bekal
pegetahuan yang terpenting adalah bekal pengetahuan bidang usaha dan
lingkuangan usaha yang dimasuki, pengetahuan tentang peran dan tanggung
jawab, pegetahuan tentang kepribadian dankemampuan diri, pengetahuan tentang
manajemen dan organisasi bisnis. Sedangkan bekal keterampilan yang perlu
dimiliki meliputi keterampilan konseptual dalam mengatur strategi dan
memperhitungkan risiko, keterampilan kreatif dalam menciptakan nilai tambah,
keterampilan dalam memimpin dan mengeola, keterampilan berkomunikasi dan
berinteraksi, serta keterampilan teknis bidang usaha (Mulyani, 2011:11).

C. Pengertian Abad 21

Saat ini, pendidikan berada di masa pengetahuan (knowledge age) dengan


percepatan peningkatan pengetahuan yang luar biasa. Pendidikan di abad ke-21
menjadi semakin penting untuk menjamin siswa memiliki keterampilan belajar
dan berinovasi, keterampilan menggunakan teknologi dan media informasi, serta
dapat bekerja, dan bertahan dengan menggunakan keterampilan untuk hidup (life
skills). Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah merubah gaya hidup
manusia, baik dalam bekerja, bersosialisasi, bermain maupun belajar. Memasuki
abad 21, kemajuan teknologi tersebut telah memasuki berbagai sendi kehidupan,
tidak terkecuali dibidang pendidikan. Guru dan siswa, dosen dan mahasiswa,
pendidik dan peserta didik dituntut memiliki kemampuan belajar mengajar di abad
21 ini.

Secara spesifik keterampilan abad 21 diartikan sebagai keterampilan yang


dibutuhkan untuk survive dalam menghadapi kehidupan global yang teramat
kompleks, keterampilan ini berimplikasi pada proses pendidikan yang tidak hanya
memfokuskan diri pada kegiatan pembelajaran konvensional yang bersifat
kognitif seperti membaca, berhitung dan menulis, akan tetapi pendidikan
diarahkan pada isu-isu kontemporer seperti kesadaran global, ekonomi atau
keuangan, kesehatan dan kepedulian terhadap lingkungan. Pada abad ini setiap
individu dituntut untuk memiliki kecakapan atau keterampilan baik hard skill
maupun soft skill yang mumpuni agar dapat terjun ke dunia pekerjaan dan siap
berkompetisi dengan negara lain. Abad ke-21 ditandai dengan era revolusi
industri 4.0 sebagai abad keterbukaan atau abad globalisasi, artinya kehidupan
manusia pada abad ini mengalami perubahan-perubahan yang fundamental yang
berbeda dengan tata kehidupan dalam abad sebelumnya. Abad 21 meminta
sumber daya manusia yang berkualitas yang dihasilkan oleh lembaga-lembaga
yang dikelola secara profesional.

Abad 21 disebut juga sebagai abad pengetahuan, abad ekonomi berbasis


pengetahuan, abad teknologi informasi, globalisai, evolusi industry 4.0, dan
sebagainya (Redhana, 2019:2239). Revolusi Industri 4.0 yang dimaksudkan disini
merupakan nama yang trend otomasi dan pertukaran data terkini dalam teknologi
pabrik. Istilah ini mencakup sistem siber fisik, internet untuk segala, komputasi
awan, dan komputasi kognitif (Yusnaini, & Slamet, 2019:1073-1074). Pada abad
ini terjadi perubahan yang sangat cepat dan sulit diprediksi dalam segala aspek
kehidupan melupitu bidang ekonomi, transportasi, teknologi, komunikasi,
informasi, dan lain-lain. Perubahan yang berlangsung sangat cepat ini dapat
memberikan peluang jika dapat dimanfaatkan dengan baik, tetapi juga menjadi
bencana jika tidak diantisipasi secara sitematis, terstruktur, dan terukur. Salah satu
contoh dari perubahan yang sangat cepat ini adlah dalam bidang teknologi
informasi, khusunya media social ini telah dimanfaatkan oleh orang-orang yang
tidak bertanggung jawab untuk menyebarkan ujaran kebencian dan berita bohong
(hoax). Berpikir kritis adalah salah satu upaya untuk menangkal informasi bohong
yang tersebardi media sosial.

Semua keterampilan yang diperlukan oleh seseorang agar berhasil


menghadapi tantangan, kehidupan yang semakin kompleks dan penuh dengan
ketidakpastian, serta agar berhasil dalam hidup dan karir di dunia kerja merupakan
keterampilan abad ke-21. Seseorang tidak memiliki keterampilan ini sejak lahir,
melainkan keterampilan ini diperoleh dari proses latihan, belajar, atau
pengalaman. Penyiapan sumber daya manusia yang menguasai keterampilan abad
ke-21 akan efektif jika ditempuh melalui jalur pendidikan. Perubahan kurikulum
telah dilakukan oleh pemerintah. Pada jenjang sekolah menengah ke bawah telah
diterapkan Kurikulum 2013 dengan berbagai perbaikannya. Kurikulum 2013
sesungguhnya telah mengakomodasi keterampilan abad ke-21, baik dilihat dari
standar isi, standar proses, maupun standar penilaian. Pada standar proses,
misalnya, pendidik diharuskan menerapkan pembelajaran dengan pendekatan
saintifik. Masalahnya, kebanyakan pembelajaran yang dilaksanakan adalah
pembelajaran yang masih berpusat pada pendidik (teacher-centered). Akibatnya,
peserta didik tidak dapat menguasai keterampilan abad ke-21 secara optimal. Oleh
karena itu, reformasi pembelajaran yang menggeser dari pembelajaran yang
berpusat pada pendidik ke pembelajaran yang berpusat pada peserta didik
merupakan jawaban dari upaya untuk mengembangkan keterampilan abad ke-21
pada peserta didik.

Berbicara peluang dan tantangan pada era revolusi industri 4.0 sekarang ini
semakin kuat dan cepat peredarannya dalam setiap aspek kehidupan. Teknologi
informasi telah menjadi basis dalam kehidupan manusia. Maka salah satu elemen
penting yang harus menjadi perhatian untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
dan daya saing bangsa di era ini adalah mempersiapkan sistem pembelajaran yang
lebih inovatif, dan meningkatkan kompetensi lulusan yang memiliki keterampilan
abad ke-21 (Learning and Innovations Skills). Keterampilan abad 21 dikenal
dengan istilah 4C yaitu Critical Thinking and problem solving, Creativity and
innovation, Communication, and Collaboration.

Keempat ketrampilan yang dikenal dengan istilah 4C ini juga telah


direkomendasikan oleh National Education Asociation (NEA) untuk melengkapi
pelajaran inti (core subject) dari suatu program pendidikan. Dalam konteks
menyiapkan generasi menjadi warganegara masyarakat global, masyarakat
informasi, dan masyarakat berpengetahuan, NEA (2012) merekomendasikan
tentang pentingnya pengembangan “Four Cs. Four Cs yang dimaksud adalah:

1. Critial thinking and problem solving, di dalamnya mencakup kemampuan


berargumen secara efektif, berpikir sistemik, membuat pembenaran dan
keputusan, dan memecahkan masalah.
2. Communication, mampu menyampaikan pikiran dan gagasan secara efektif
dalam bentuk oral, tulis, dan nonverbal lainnya, terampil mendengar
(listening skills), mampu menggunakan perangkat komunikasi secara efektif
dan fungsional, mampu berkomunikasi dengan berbagai kalangan, berbagai
tujuan, dan berbagai konteks budaya.
3. Collaboration, kemampuan bekerja secara efektif dalam tim, fleksibel dan
mau membantu untuk berkompromi demi tercapainya tujuan bersama, dan
mampu berbagi tanggung jawab dan menghargai kontribusi dari anggota
tim.
4. Creativity and Innovation, adalah kemampuan untuk berpikir kreatif,
bekerja secara kreatif dengan yang lain, mampu mengimplementasikan ide-
ide kreatif dalam praktik. Keempat kecakapan tersebut dalam
implementasinya, hendaknya diintegrasikan dalam pembelajaran secara
holistik agar dapat dikuasai oleh siswa. Berpikir kritis dan pemecahan
masalah dapat dilatih dengan cara memberikan masukkan yang konstruktif.

Dalam konteks pembelajaran pada abad ini, beberapa keterampilan yang


dituntut ada dalam diri peserta didik adalah sebagai berikut :

Framework 21st century skills Ketrampilan P21


Communication Peserta didik dapat mengkomunikasikan
ide-ide dan gagasan secara efektif
menggunakan media lisan, tertulis,
maupun teknologi
Collaboration Peserta didik dapat bekerjasama dalam
sebuah kelompok dalam memecahkan
permasalahan yang ditemukan
Critical Thinking and Problem Solving Peserta didik dapat mengidentifikasi,
menganalisis, menginterpretasikan, dan
mengevaluasi bukti-bukti, argumentasi,
klaim, dan data-data yang tersaji secara
luas melalui pengkajian secara
mendalam serta merefleksikannya dalam
kehidupan sehari-hari
Creativity and Innovation Peserta didik dapat menghasilkan,
mngembangkan, dan
mengimplementasikan ide-ide kreatif
baik secara mandiri ataupun
berkelompok
Kecakapan berkomunikasi dapat dilatih dengan cara menciptakan
lingkungan yang kaya Bahasa seperti pembelajaran kooperatif. Mengembangkan
kecakapan kolaborasi dapat dilakukan dengan cara menyediakan kesempatan
untuk kerja tim dan juga menumbuhkan rasa hormat dan toleransi yang tinggi
terhadap orang lain. Sedangkan kecakapan kreativitas dan inovasi dapat
dikembangkan dengan cara menyediakan otonomi dalam menentukan pilihan dan
memberikan kesempatan untuk mencipta dan berinovasi. Keterampilan abad 21
berkaitan dengan teori perilaku yang berangkat dari teori Neo Klasik dan Kirzer
Entrepreneur yang mengatakan bahwa seorang wirausahaan harus memiliki
kecakapan dalam mengorganisasikan suatu usaha, memanage keuangan dan hal-
hal terkait, membangun jaringan dan memasarkan produk, pribadi yang supel dan
pandai bergaul untuk memajukan suatu usaha. Maka keterampilan berkomunikasi,
bekerjasama, berfikir krtis dan problem solving, serta kreatif dan inovatif
dibutuhkan untuk memperbaiki perilaku berwirausaha guna memajukan
usaha/bisnis yang dijalankan.

D. Tantangan dan Peluang Usaha Dibidang Pendidikan Pada Abad 21

Globalisasi merupakan tantangan nyata terhadap sistem pendidikan.


Masyarakat kekinian mengalami fenomena baru, dimana perkembangan IPTEK
menodminasi seluruh tatanan kehidupan social. Toffler (1980) merumuskan tiga
peradaban dunia, yaitu sebagai berikut:

1) Agricultural Revolurion sebagai gelombang pertama dengan dominasi


masyarakat agraras.
2) Indsutrial Revolution sebagai gelombang kedua dengan dominasi
masyarakat industry.
3) Information Revolution sebagai gelombang ketiga sering disebut post
industrial civilization dengan menjamukan teknologi alternative,
komunikasi dan informasi yang membawa masyarakat informasi.

Teknologi komunikasi dan informasi telah nyata berkembang pesat di abad


21 ini. Teknologi komunikasi dan informasi, seperti internet dan TV satelit,
Celuler Phones dan semacamya, sudah menjadi barang biasa. Teknologi informasi
termodern memudahakan orang memperoleh informasi mutakhir dibidang apapun
dari manapun aslanya dan memudahkan orang untuk saling berhibingan
dimanapun orang itu berada dengan biaya yang relative lebih murah dan waktu
yang lebih cepat, melalui e-mail, Whatsapp, dan sebagainya. Dalam era global,
pemilik informasi disebut-debut akan memiliki posisi tawar yang tinggi dan
menguasai dunia.

Globalisasi menyebabkan liberalisasi dalam berbagai bidang kehidupan:


ekonomi, politik, seni, pendidikan dan bahkan agama. Diantara dampak yang
muncul dari globalisasi ini adalah pengaruhnya pada ekonomi dengan pasar bebas
sebagai ikutannya. Inti dari isi perjanjian pasar bebas adalah penghilangan
hambatan non traif atau lalu lintas orang, barang, jasa dan uang dari dan ke negara
anggota. Pasar bebas ini membawa peluang sekaligus ancaman.

Perjanjian ini akan membuka peluang bagi lulusan kita untuk bekerja di
negeri orang dnegan lebih mudah daripada yang terjadi sekarang. Sebaliknya,
orang luar juga lebih mudah untuk masuk ke Negara kita. Orang luar juga bebas
membuka lembaga pendidikan di negeri kita, kitapun juga bebas melakukannya.
Dari kedua hal tersebut, yang menonjol adalah terjadinya persaingan bebas antara
tenaga kerja, barang, jasa dan modal dari dalamdan luar negeri, baik di pasar luar
negeri ataupun di pasar domestik. Hukum persaingan menyatakan bahwa siapa
yang siapitulah yang akan menang. Persaingan bebas menyebabkan tuntutan
amsyarakat akan kualitas semakintinggi. Dengan makin banyaknya lembaga
pendidikan, jumlah lulusan menjadi semakin banyak. Hokum ekonomi
mengatakan bahwa “ketika penawaran lebih besar daripada permintaan, maka
masyarakat pengguna jasa akan lebih selektif dan menuntut kualitas layanan yang
lebih tinggi. Ini artinya pendidikan yang tidak berkualitas akan ditinggalkan
orang. Imbas dari kualitas barang dan jasa ini mengharuskan dipilihnya tenaga
kerja-tenaga kerja yang berkualitas. Tenaga kerja abad 21 harus kecerdasan pikir
(IQ), kecerdasan emosi (IE), ecerdasan spiritual (SI), kecerdasan teknologi (IT),
dan kecerdasan lingkungan (EnI).

Persoalan diatas akan memberikan ancaman, tantangan, dan sekaligus


peluang bagi operasional sistem pendidikan yang ada. Bahkan seluruh institusi
dalam masyarakat, termasuk juga bagi para wirausahawan dibidang pendidikan,
seperti para pembuka usaha bimbingan belajar, dan khususnya lagi sekolah serta
para pengusaha bimbingan belajar harus mengakaap isu-isu ini sebagai modal
pengembangan dan inovasi.

Kebutuhan belajar siswa tidak cukup jika hanya dilakukan saat berada di
sekolah saja, terkadang para orang tua menginginkan agar anak-anaknya lebih
pintar sehingga mereka memberikan pendidikan atau les tambahan di luar jam
sekolah. Tingginya kebtuhan para siswa untuk menambah waktu belajarnya,
ternyta menjadi salah satu peluang bisnis rumahan yang cukup menjanjikan. Kita
bisa memperoleh penghasilan yang besar dengan membuka tempat les atau bisnis
bimbingan dan belajar bagi mereka lengkap dengan fasilitas yang dibutuhkan
layaknya sekolah pada umumnya. Selain menguntungkan bisnis rumahan yang
satu ini juga akan dibutuhkan sampai kapan pun juga. Jadi, apabila kita bisa
mengelolanya dengan baik tidak menutup kemungkinan bila bisnis bimbingan
belajar ini bis mendatangkan untung besar setiap bulannya. Namun, apabila kita
tidak bisa mengelola bisnis ini sendirian maka kita bisa mencari pegawai untuk
membantu mengelola tempat bimbingan belajar sekaligus sebagai guru les atau
tenaga pengajar tambahan. Hal ini agar kita tidak kerepotan menjalankan bisnis
rumahan sendirian dan tidak akan kekurangn tenaga pengajar. Target utama dalam
menjalankan bisnis bimbingan belajar ini adalah para siswa dari mulai sekolah
dasar, sekeloh menengah pertama, hingga sekolah menengah atas. Dalam hal ini,
kita bisa mengelompokkan siswa sesuia dengan tingkatan atau jenjang sekolah
yang di tempuh.

Bimbingan belajar telah menjadi kebutuhan sehari-hari sebagai tempat


belajar tambahan di luar sekolah. Hebatnya lagi, kebutuhan tersebut terus
membesar seiring semakin besarnya kesadaran pelajar akan pentingnya bimbingan
belajar untuk mereka. Sebab itu, tidak heran jika sekarang bimbingan belajar
setiap harinya selalu ramai dipenuhi oleh siswa, tidak hanya sebatas ketika musim
ujian saja. Sejatinya bimbingan belajar adalah suatu bisnis yang sangat mudah dan
menjanjikan oleh siapa saja serta terbukti tidak rentan oleh gejolak ekonomi.
Adanya pergeseran persepsi di masyarakat tentunya menjadikan bisnis bimbingan
belajar semakin menjanjikan karena selain sudah menjadi kebutuhan, bisnisnya
juga tidak musiman lagi. Makanya, tidak heran jika sekarang ini dapat dikatakan
bahwa bisnis bimbingan belajar merajai, yang ditandai dengan banyaknya orang
yang berlomba-lomba untuk membuka bisnis bimbingan belajar. Prestise dan
pergalauan orang tua menuntut agar anaknya memperoleh hasil belajar yang
optimal menjadi dasar adanya persaingan tersebut. setiap bimbingan belajar selalu
berlomba-lomba memenuhi segala tuntutan konsumen dengan berbagai cara.
Bimbingan belajar di Indonesia semakin menjamur di Indonesia lebih
mengedepankan bisnis dibandingkan visi pendidikan. Semakin besar jumlah
bimbingan belajar yang ada, ketat pula persaingan diantara mereka. Bahkan, tidak
sedikit pula bimbingan belajar yang telah murni menjadi sebuah bisnis besar dari
dunia pendidikan tanpa bisa membimbing anak untuk dapat belajar dengan
usahanya sendiri dan sesuai dengan hakikat belajar (Qomariyah, Fatimah, &
Rochana, 2017:2).

Tantangan-tantangan yang mungkin bisa dihadapi oleh para pendiri bisnis


terutama bisnis di bidang pendidikan di era abad 21 ini adalah sebagai berikut:

1. Para pemilik bisnis di tuntut mempunyai skill atau keterampilan sekreatif


mungkin, karena di era globalisasi yang menjadi saingan bagi para pebisnis
bukan hanya antar pebisnis lokal atau dalam negeri saja, melainkan sudah
masyarakat antar neegara. Semenjak diberlakukannya pasar bebas ASEAN
sejak tahun 2015.
2. Mencari pelanggan merupakan tantangan yang cukup berat, apalagi untuk
awal-awal bisnis.
3. Tantangan guru abad 21 Sebagai guru yang akan menjalankan profesi
keguruan baik guru disekolah maupun guru di bimbel di abad 21, tentunya
harus memiliki kecakapan yang berkaitan dengan tuntutan abad tersebut.
Pembelajaran yang dikembangterapkan pada abad 21 adalah pembelajaran
yang mampu mengembangkan kompetensi secara utuh, tidak saja
membekali peserta didik dengan sejumlah core subject sesuai peminatan,
tetapi juga perlu membekali dengan kompetensi non akademik yang lebih
bersifat interpersonal dan intrapersonal, yaitu bagaimana cara guru
mengajarkan sejumlah ketrampilan yang menjadi tuntutan pada abad
tersebut
Selain itu, beberapa keuntungan peluang yang bisa didapatkan dalam
mendirikan bisnis bimbingan belajar di abad 21 ini adalah sebagai berikut:

1. Pasar marketnya tidak akan pernah habis, karena setiap anak pasti akan
membutuhkan pendidikan.
2. Tempat untuk memulai bisis bimbingan belajar ini dapat dimulai dengan
memanfaatkan garasi rumahatau ruangan kosong yang tidak terpakai.
3. Bisnis bimbingan belajar merupakan bisnis yang sangat potensial untuk
jangka waktu yang panjang selagi masih ada anak-anak yang bersekolah
maka bisnis
DAFTAR PUSTAKA

Baldacchino. (2008). Entrepreneurial Creativity And Innovation. The


International Conference on Strategic Innovation And Future Creation,
University of Malta, Malta.
Hidayati, E. (2011). Kreativitas Dan Inovasi Berpengaruh Terhadap
Kewirausahaan Usaha Kecil. Jurnak Manajemen Dan Kewirausahaan, 13
(1), 8-15.
Mulyani, E. (2011). Model Pendidikan Kewirausahaan Di Pendidikan Dasar Dan
Menengah. Jurnal Ekonomi Dan Pendidikan, 8 (1), 1-17.
Musthafa. (2013). Sekolah Dalam Himpitan Google Dan Bimbel. Yogyakarta: PT.
LKIS Cemerlang.
Nursito, S., & Nugroho, A. J. S. (2013). Analisis Pengaruh Interaksi Pengetahuan
Kewirausahaan Dan Efikasi Diri Terhadap Intensi Kewirausahaan. Kiat
Bisnis, 5 (3), 201-211.
Qomariyah, A., Fatimah, N., & Rochana, T. (2017). Melanggengakan Bimbingan
Belajar Dalam Kapitalisme Pendidikan. Journal Solidarity, 6 (1), 1-13.
Redhana, I. W. (2019). Mengembangkan Keterampilan Abad Ke-21 Dalam
Pembelajaran Kimia. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, 13 (1), 2239-2253.
Siswoyo, B. B. (2009). Kewirausahaan Dalam Kajian Dunia Akademik. FE UM.
Siswoyo, B. B. (2009). Pengembangan Jiwa Kewirausahaan Di Kalangan Dosen
Dan Mahasiswa. Jurnal Ekonomi Bisnis, 14 (2), 114-123.
Sole, F. B., & Anggraeni, D. M. (2018). Inovasi Pembelajaran Elektronik Dan
Tantangan Guru Abad 21. Jurnal Penelitian Dan Pengkajian Ilmu
Pendidikan: e-Saintika, 2 (1), 10-18.
Tilaar. HAR. (2000). Paradigma baru pendidikan nasional. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Toffler. A. (1980). The Third Wave (1st 2e.). New York: Morrow.
Yusnaini., & Slamet. (2019). Era Revolusi Industri 4.0: Tantangan Dan Peluang
Dalam Upaya Meningkatan Literasi Pendidikan. Prosiding Seminar
Nasional Pendidikan Program Pasca Sarjana Universitas PGRI
Palembang, 1073-1075.

Anda mungkin juga menyukai