Anda di halaman 1dari 6

MENGAPA ESSENSI PENDIDIKAN INDONESIA HILANG KARENA PRIVATISASI?

APAKAH PANTAS PRIVATISASI DISEBUT SEBAGAI UPAYA MEMAJUKAN


PENDIDIKAN INDONESIA?

BINIS DENGAN PENDIDIKAN? APAKAH DUNIA PENDIDIKAN DI INDONESIA


SEDANG SEHAT?

PELAJAR MENJERIT JUNJUNG ESENSI!

BIROKRASI PENDIDIDKAN GENCARKAN PRIVATISASI, MAJUKAN


KOMERIALISASI ATAU ESSENSI ?

ng Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP) merupakan jawaban yang tepat bagi pengembangan pendidikan
Indonesia kedepan?

Penulis: Pipit Hidayati

Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Universitas Negeri Yogyakarya

Email: pipithidayati.2019@student.uny.ac.id

Penyelenggaraan pendidikan yang pada mulanya merupakan tanggung jawab utama pemerintah
diserahkan kepada pihak swasta. Karena motif utama pihak swasta adalah mencari keuntungan, tidaklah
mengherankan jika privatisasi kemudian merosot menjadi komersialisasi pendidikan. Dunia pendidikan
ditransformasikan menjadi lahan bisnis dan investasi ekonomi semata. Akibatnya, pendidikan menjadi
barang mewah yang sulit dijangkau masyarakat bawah. Biaya pendidikan mulai dari tingkat dasar sampai
perguruan tinggi (PT) semakin mahal dan cenderung tidak terkendali. Dalam pandangan pendidikan
sebagai komoditas, akan menimbulkan pergeseran yang menjadikan pendidikan bersifat elitis. Artinya,
hanya akan dinikmati oleh kalangan tertentu saja yaitu yang mampu membayar. Padahal seharusnya
pendidikan itu bersifat populis yaitu harus dinikmati oleh semua orang sesuai dengan haknya masing-
masing Dengan munculnya Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan ini, kita juga
disadarkan bahwa tingkat krisis pendidikan nasional di republik ini benar-benar telah sampai ke
puncaknya. Bukan saja bahwa para pengambil kebijakan negara secara terang-terangan hendak
mengabaikan amanat proklamasi, UUD 1945, dan konstitusi-konstitusi turunannya, tetapi hendak
cenderung mengambil kebijakan kependidikan yang bakal menghalangi hak-hak dasar warganya yang
tidak mampu untuk mendapatkan pendidikan yang baik dan diperlukan bagi dirinya dan bangsanya. Jika
benar demikian, bukan saja kesejahteraan dan kemartabatan bangsa akan hilang, tetapi kebodohan dan
keterpurukan serta ketidakadilan yang akan terus dirasakan.
. Di tingkat perguruan tinggi, di Indonesia pada tahun 2000 beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN)
diubah bentuknya menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Beberapa Perguruan Tinggi Negeri
pavorit seperti Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gajah Mada
(UGM), Institut Pertanian Bogor (IPB) kemudian berlomba-lomba membuka jalur khusus dalam
menerima mahasiswanya. Biaya masuk naik mulai dari 25 juta sampai 150 juta rupiah. Penjelasan di atas
tentu sangat bertentangan dengan konstitusi UndangUnang Dasar 1945. Pasal 31 ayat (2) Undang-
Undang Dasar 1945 menyatakan dengan tegas bahwa Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan
dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Kemudian dipertegas lagi dalam ayat (4) yang menyebutkan
Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Tetapi apa yang terjadi, Pemerintah justru ingin
berbagi tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan. Munculnya Rancangan UndangUndang Badan
Hukum Pendidikan (RUU BHP) menjadi bukti konkret sebagai ujung pelegalan privatisasi edukasi negeri
ini.

Singkatnya, masuknya sektor swasta dalam pengelolaan pendidikan dapat memperluas jaringan
penyedia jasa pendidikan. Pertanyaannya adalah sampai sejauh mana rakyat Indonesia dapat menikmati
pendidikan yang berkualitas dalam pasar bebas? Apabila rakyat Indonesia tidak mampu, di mana peran
publik negara? Apakah pendidikan akan sepenuhnya diserahkan pada liberalisasi pasar?

Namun, dalam proses selanjutnya, dengan mudah privatisasi membawa petaka, sebab kinerja badan-
badan usaha itu dengan cepat meninggalkan pertimbangan-pertimbangan umum, dan semakin
digerakkan pertama-tama oleh perhitungan akumulasi laba semata.38

Memang, pendidikan yang berkualitas dan bermutu memerlukan biaya dan fasilitas yang mahal, namun
tidak berarti bebannya harus ditanggung oleh rakyat karena kondisi ekonomi yang tidak makin membaik
membuat peluang rakyat miskin untuk menikmati pendidikan akan semakin tipis. Akibatnya peluang
untuk memperbaiki tingkat ekonomi pun makin kecil

PENDIDIKA ADALAH HAK DASAR DAN PEMERINTAJ WAJIB MEMANUHI

Tingkat pengangguran di Indonesia terus meningkat. Menurut data dari Badan Pusat Statistik,
menguraikan bahwa angka pengangguran lulusan universitas di Indonesia telah mencapai sekitar
385.000 orang pada tahun 2005. Dari kecenderungan yang ada, bukan mustahil angka tersebut
menembus 500.000 orang pada tahun 2007.46 Dalam penerapan kebijakan privatisasi, maka kurikulum
pendidikan pun harus didesain sesuai dengan kebutuhan pasar. Kurikulum pendidikan tidak lagi
didasarkan pada kepentingan rakyat. Artinya, lembaga pendidikan tidak otonom lagi, sebab kurikulum,
materi pelajaran, dan praktek mengajar harus disesuaikan dengan sarana serta metode teknis dari dunia
industri.
akhirnya mengeluarkan kebijakan privatisasi pendidikan. Kenyataan ini justru menciderai hak anak-anak
bangsa untuk menikmati pendidikan yang layak. Privatisasi merupakan jalan pintas yang diambil
pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan. Padahal langkah tersebut sangat kontra produktif
dengan kondisi masyarakat kita yang masih membutuhkan uluran tangan pemerintah dalam hal
penddikan.

Sektor pendidikan di Indonesia sudah sangat tertinggal, sehingga sudah waktunya pendidikan harus
menjadi prioritas utama pembangunan. Mengingat akar masalahnya bukan sekedar pada alokasi
anggaran pendidikan, maka seruan untuk melakukan perbaikan bukan hanya menyangkut soal
terpenuhinya alokas

https://text-id.123dok.com/document/oy8oej0qr-dampak-peneraapan-kebijakan-privatisasi-
pendidikan-di-indonesia.html

Privatisasi pendidikan di Indonesia, kata Eny, mendapat pembenaran dalam Undang-Undang


Sistem Pendidikan Nasional. Akibatnya, biaya pendidikan yang dibebankan kepada masyarakat
semakin tinggi, akses masyarakat, terutama kelompok marjinal, rendah, dan kualitas pendidikan
mengacu kepada kebutuhan pasar.

St Sunardi, pengajar di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, mengatakan, pendidikan sekarang


sudah didekati dan dikelola ibarat sebuah korporasi. Hal ini menimbulkan kekhawatiran soal
kesempatan pendidikan bagi mereka yang miskin dan tidak beruntung. "Kesenjangan di masyarakat
semakin tinggi. Selain itu, isi dan tujuan pendidikan jadi sempit, untuk mempersiapkan anak masuk
ke pasar kerja," kata Sunardi.

Ahmad mengatakan, pemerintah mesti cermat betul terhadap dampak privatisasi dalam pendidikan.
Identitas karakter bangsa bisa hilang. Akses pendidikan menjadi buat yang berduit karena
pendidikan bukan lagi dilihat berdaya guna, melainkan lebih pada daya beli. Akibat lebih jauh, terjadi
disorientasi kebijakan negara dalam ekonomi, politik, dan hukum.

s? Apabila rakyat Indonesia tidak mampu, di mana peran publik negara? Apakah pendidikan
akan sepenuhnya diserahkan pada liberalisasi pasar? Oleh karena itu, tanpa agenda jelas dan
perangkat kebijakan strategis, privatisasi pendidikan hanya akan menjadi gerakan
komersialisasi pendidikan yang mendistorsi tujuan mulia pendidikan. Tanpa regulasi yang jelas
dan etika sosial yang benar, privatisasi pendidikan dapat menimbulkan dampak negatif sebagai
berikut: 1. Biaya pendidikan menjadi mahal. Privatisasi pendidikan akan melepaskan negara
dari tanggung jawabnya untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negaranya akan pendidikan.
Dampak yang akan langsung terlihat adalah berkurangnya subsidi pendidikan, sehingga biaya
pendidikan akan semakin melambung. Dengan kondisi ini, maka tidak menutup kemungkinan
pendidikan hanya akan menjadi sebuah impian bagi sebagian besar warga negara yang kurang
mampu. Dengan privatisasi pendidikan berarti pemerintah telah melegitimasi komersialisasi
pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar.
Dengan begitu, nantinya sekolah dan perguruan tinggi memiliki otonomi untuk menentukan
sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Universitas Sumatera Utara Sekolah tentu saja akan
mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. 39
Mahalnya biaya pendidikan dari taman kanak-kanak TK hingga perguruan tinggi PT membuat
orang tua dengan ekonomi lemah tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak menyekolahkan
anaknya. Mengingat, masuk TK taman kanak-kanak dan SDN sekolah dasar negeri saja
sekarang ada yang memungut biaya 500.000 hingga1.000.000 rupiah, bahkan banyak yang di
atas 1 juta rupiah. Sementara masuk ke sekolah lanjutan tinggkat pertama SLTP dan sekolah
lanjutan tingkat atas SLTA bisa mencapai Rp 1 juta-Rp 5 juta tergantung sekolah. Alasan
peningkatan mutu dan kualitas pendidikan inilah yang menyebabkan mahalnya biaya
pendidikan di Indonesia. Ditambah dengan semakin meningkatnya permintaan terhadap jasa
pendidikan. Tetapi, jika pendidikan sudah mencapai tahap ini, pendidikan sudah menjadi
komoditas ekonomi. Pendidikan menjadi barang mewah yang sulit dijangkau oleh masyarakat
luas, khususnya kelas bawah. Pendidikan tidak ubahnya sebuah barang yang hanya mungkin
dimiliki oleh orang-orang kaya. Padahal konstitusi kita secara eksplisit menyatakan negara
berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa

Untuk masuk perguruan tinggi negeri tersebut, calon-calon mahasiswa harus membayar 39
Harian Republika, 10 Mei 2005 40 Harian kompas, 5 Agustus 2004. Universitas Sumatera Utara
uang sumbangan sukarela yang cukup tinggi. Sebagai contoh, di Universitas Indonesia, pada
tahun 1999, Dana Peningkatan Kualitas Pendidikan DPKP sebesar 1,5 juta rupiah meningkat
tiga kali lipat dari biaya sebelumnya yang 500.000 rupiah. Lalu tahun 2003, Program Prestasi
Minat Mandiri PPMM mengharuskan mahasiswa membayar uang masuk sebesar 50-60 juta
rupiah, belum uang pangkalnya admission fee yang kisarannya 5-25 juta rupiah, sedangkan
jalur khusus bisa sampai 75 juta rupiah. Begitu pula di Universitas Gajah Mada, yakni hingga 20
juta rupiah, sedangkan untuk jalur khusus 25 juta hingga 100 juta rupiah. Sedangkan
Universitas Airlangga juga sama saja, yakni 5 juta hingga 75 juta rupiah. 41 Untuk Institut
Tekonologi Bandung, pada tahun 2007 membutuhkan anggaran dana sebesar 392 miliar
rupiah. Dengan subsidi Pemerintah yang kecil, Institut Tekonologi Bandung harus mencari jalan
keluar agar kebutuhannya terpenuhi. Lalu Institut Tekonologi Bandung menetapkan biaya SPP
reguler S1 untuk tahun ajaran 20072008 sebesar 3,25 juta per semester. Bahkan Sekolah
Bisnis Manajemen dikenakan biaya sebesar 625.000, 00 rupiah per SKS. 42 Institut Pertanian
Bogor juga menjadi bukti yang lain. Dalam RKAT Rencana Anggaran dan Kegiatan Tahunan
tahun 2005, Institut Pertanian Bogor memerlukan biaya operasional sebesar 292,99 miliar
rupiah. Memang, tidak ada kenaikan SPP.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Privatisasi Pendidikan Ditolak", Klik untuk
baca: https://nasional.kompas.com/read/2011/05/31/20495163/~Nasional.

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Privatisasi Pendidikan Ditolak", Klik untuk
baca: https://nasional.kompas.com/read/2011/05/31/20495163/~Nasional.

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L

Pisani mencoba menganalisis, mengapa kira-kira kualitas pendidikan Indonesia sangat


rendah. Berikut beberapa analisisnya:

1. Dana pendidikan di Indonesia sebenarnya sangat tinggi dianggarkan di APBN.


Orangtua anak juga keluar biaya besar untuk pendidikan. Tapi dana-dana itu entah
'bocor' ke mana, karena kualitas pendidikan ya gitu-gitu aja.
2. Kualitas guru di Indonesia masih sangat rendah. Salah satu sebabnya, banyak
orang sebenarnya tidak punya passion mengajar, namun menjadi guru hanya
karena ingin menjadi PNS atau butuh pekerjaan. Di masa Soeharto, guru adalah
birokrat dan bukan pendidik. Dan itu terbawa sampai sekarang.
3. Sudah kualitasnya rendah, banyak guru dan kepala sekolah yang suka 'membolos',
khususnya di daerah-daerah terpencil. Ada yang tidak muncul di sekolah hingga
berbulan-bulan! Padahal gaji jalan terus. Murid-murid jadi terbengkalai. Kalaupun
gurunya datang ke sekolah, murid-murid hanya diberi tugas mengerjakan LKS
karena gurunya malas mengajar.
4. Di Indonesia, tidak ada sistem yang memberi penghargaan (reward) bagi guru
yang kreatif dalam mengajar, mendorong siswanya untuk maju dan sanggup
berpikir kritis, dan sebagainya. Sistem kepangkatan masih diutamakan pada
lamanya bekerja/senioritas, dan bukan pada kemampuan sang guru.
5. Sejak era otonomi daerah, kualitas pendidikan malah makin hancur. Kepala
sekolah kini dipilih oleh kepala daerah dengan sistem balas jasa. Kejadian nyata di
suatu daerah, ada kepala sekolah yang dipecat karena kebocoran uang sekolah
dan berjudi. Ia kemudian bisa diangkat kembali jadi kepala sekolah, hanya karena
ia menjadi timses kepala daerah yg menang dalam Pilkada! Kepsek-kepsek ini juga
kini rela melakukan apa saja demi menyenangkan kepala daerahnya.
6. Di Indonesia, segala sesuatu bisa dibeli, termasuk ijazah. Orang bersekolah/kuliah
untuk dapat ijazah, bukan untuk belajar sesuatu. Karena itu kualitas jadi tidak
penting, yang penting punya gelarnya.
7. Berdasarkan penelitian, di negara-negara lain tutorial/les selaku berhasil membuat
anak lebih pintar, namun hal itu tidak berlaku di Indonesia. Mungkin karena tipe
les di Indonesia hanya mengajarkan tips/trik cara mengerjakan tes/ujian, dan
bukan mengajari anak untuk benar-benar bisa memecahkan masalah (kadang
bahkan guru lesnya yang membikinkan PR anak lesnya. Hahaha).
8. Kurikulum 2013 yang sempat akan diberlakukan bahkan meniadakan mata
pelajaran sains untuk memberikan waktu lebih bagi mata pelajaran agama, PKN
dan matematika. Bayangkan apa jadinya kalau sains ditiadakan.

Di swasta itu berlaku meritocracy. Anda bekerja dengan baik pasti akan ada upahnya.
Sebaliknya kalau anda tidak bekerja dengan baik, pasti ada konsekuensinya. Kalau sudah
masuk ke pelayanan terhadap customer pasti disertai training ketat. Pelayanan yang sopan
dan efisien sudah termaktub dalam standard operational procedure (SOP). Kalau pelayanan
anda buruk berarti melanggar SOP dan ada hukumannya mulai dari teguran sampai
pemecatan. Makanya perusahaan-perusahaan tertentu punya reputasi kalau pelayanannya
bagus. Kenapa? Ya karena pegawainya dilatuh untuk memberikan pelayanan yang bagus,
diberi insentif kalau pelayanannya bagus atau sebaliknya ada konsekuensi kalau
pelayanannya buruk.

Sama rata

Rencaana bagus kinseop e tp dm

1. Essensi pendidikan
2. Privatisasi dalam konsepnya terdapat keuntungan
3. Dalam pelaksanaannya terdapat kekurangan yakni komeralisasi
4. Data kekurangan konsep pruvatisasi
5. Komperialisasi bertrntangan dengan konsep pendidikan
6. Pendidikan juga seberarnya link and mach
7. Kurang setuju dengan adanya pribatisasi pendidikan dengan alasan tadi
8. Pendidikan itu hak semua orang dan esensi jauh dari kata uang

Anda mungkin juga menyukai