Anda di halaman 1dari 2

Komersialiasi Pendidikan

Secara etimologis, komersialisasi Pendidikan berarti perdagangan Pendidikan.


Menurut Agus Wibowo, Komersialisasi Pendidikan mengacu pada beberapa pengertian yang
berbeda, yakni antara lain:

1) Komersialisasi hanya mengacu pada lembaga pendidikan dengan program pendidikan


serta perlengkapan yang serba mahal.
2) Komersialisasi pendidikan yang mengacu pada lembaga pendidikan dengan program
pembiayaan sangat mahal.
3) Komersialisasi pendidikan yang mengacu pada lembaga-lembaga pendidikan yang
hanya mementingkan uang pendaftaran dan uang kuliah, tetapi mengabaikan
kewajiban-kewajiban pendidikan.

Idealnya, pendidikan dimaknai sebagai sebuah proses untuk memberdayakan potensi dan
kompetensi individu untuk menjadi manusia berdaya yang berkualitas sepanjang hayat.1 Hal
ini sesuai dengan definisi Pendidikan yang termuat dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa “Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian dir, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya,masyarakat, bangsa dan Negara”.

Adanya komersialisasi pendidikan membawa dampak yang besar pada hakikat


pendidikan itu sendiri. Sebagai proses humanisme, pendidikan bukanlah sesuatu yang telah
tertentu akan tetapi merupakan suatu aksi yang berkelanjutan2. Komersialisasi pendidikan
membiaskan tujuan tersebut dengan mengarahkan praktik pendidikan sekedar sebagai
lembaga yang menghasilkan sumberdaya bagi sektor-sektor industri dan diukur secara
ekonomis, bukan lagi sebagai proses pencerdasan dan pendewasaan masyarakat (Habibie
Darmaningtyas). Karena itu, pendidikan yang mestinya bersifat inklusif dan dapat diakses
oleh semua lapisan mayarakat, berubah menjadi hal yang eksklusif dan hanya dapat dinikmati
oleh kalangan tertentu saja.

2
Sebagai suatu kebutuhan dasar, pendidikan tentu tidak dapat dipisahkan dari pembiayaan
dalam perencanaan, penyusunan serta penyelenggaraannya. Sebab untuk membentuk
kegiatan pembelajaran yang berkualitas, tentunya lembaga pendidikan juga membutuhkan
sarana prasarana yang memerlukan sokongan finansial dalam pemanfaatannya. Namun yang
menjadi permasalahan adalah apabila lembaga-lembaga pendidikan berlomba-lomba untuk
menaikkan biaya pendidikan dengan alasan makin tingginya biaya untuk memenuhi sarana
prasarana tersebut, akan tetapi tidak diikuti dengan pelayanan pendidikan yang meaksimal
dalam pelaksanaannya. Alhasil, masyarakat tetap harus mengeluarkan biaya yang lebih besar
tanpa memperoleh pendidikan yang bermutu.

Bentuk-bentuk dari komersialisasi pendidikan dapat ditemui dalam tiap jenjang


pendidikan, mulai dari pendidikan dasar, menengah hingga perguruan tinggi mulai dari biaya
pendaftaran, biaya masuk, hingga biaya operasional. Meski pemerintah telah memiliki
program pendanaan berupa Bantuan Operasional Sekolah bagi pendidikan di jenjang dasar
hingga menengah, namun pada realitanya program ini belum mampu meringankan beban
peserta didik. Sebab selain Sumbangan Penyelenggaraan Pendidikan (SPP) masih bajyak
pungutan-pungutan yang mesti dikeluarkan masyarakat, seperti buku-buku pelajaran majpun
kegiatan-kegiatan diluar sekolah.

Bentuk komersialisasi pendidikan di jenjang perguruan tinggi dapat kita lihat dari
munculnya kebijakan yang memberikan otonomi sepenuhnya kepada perguruan tinggi untuk
mengatur dan mengelola keuangan mereka sendiri. Kebijakan ini akrab kita kenal dengan
Perguruan Tinggi Berbadan Hukum (PTN-BH).

Anda mungkin juga menyukai