Anda di halaman 1dari 14

KEBIJAKAN PUBLIK PROGRAM KARTU INDONESIA PINTAR

“Makalah Ini Disusun Guna Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kebijakan Publik”

Dosen : Drs. Decky Dwi Utomo, M.M.

Oleh :

Rehuelli Madiya NPP 33.1018

Richo Hardiansyah NPP 33.0478

Rindu Basnella NPP 33.0153

Risnu Pratama NPP 33.0327

Salsabilla Difa Saphira NPP 33.0578

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI REKAYASA INFORMASI


PEMERINTAHAN

FAKULTAS MANAJEMEN PEMERINTAHAN

INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

KAMPUS SUMATERA BARAT

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga Penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat serta salam senantiasa kita
curahkan kepada nabi kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa'atnya
di akhirat nanti. Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat
dar Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga Penulis dapat
menyelesaikan pembuatan makalah mata kuliah Kebijakan Publik tentang “Peningkatan
Akses Pendidikan Melalui Kartu Indonesia Pintar”

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian makalah ini kami buat semoga dapat bermanfaat, atas perhatiannya kami
ucapkan terima kasih.

Baso , 14 November 2023

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan serangkaian usaha yang sangat efektif untuk mencapai kemajuan
bangsa akan berwujud secara nyata dengan usaha untuk menciptakan ketahanan nasional.
Keberhasilan suatu sistem pendidikan dikatakan baik dengan menghasilkan Sumber Daya
Manusia yang bermutu, berkemampuan dan memiliki kemauan untuk senantiasa
meningkatkan kualitasnya secara terus menerus. Hal ini sesuai dnegan pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 yang mengamanatkan bahwa salah satu tujuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan
umum. Faktor yang kurang mendukung pendidikan salah satunya adalah kemiskinan karena
kemiskinan menjauhkan masyarakat untuk menjangkaunya, kemiskinan juga menyebabkan
terbatasnya minat masyarakat dalam mengakses pendidikan, sedangkan pendidikan disini
berperan penting dalam mengentaskan masalah kemiskinan. Beberapa ciri masyrakat miskin
ditinjau dari berbagai aspek salah satunya aspek ekonomi yaitu dengan rendahnya kualitas
SDM, termasuk pendidikan, kesehatan dan keterampilan yang memiliki dampak pada
rendahnya penghasilan sehingga menyulitkan untuk memperoleh pendidikan.

Hak untuk memperoleh layanan pendidikan tercantum dalam Undang-Undang Dasar


1945 pasal 31 ayat 1 yang berbunyi “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh
negara” dan pada pasal 34 ayat 2 yang berbunyi “Negara mengembangkan sistem jaminan
sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat lemah dan tidak mampu sesuai
dengan martabat manusia”.5 Di dalam undang-undang juga telah diatur tentang sistem
pendidikan di Indonesia pada Undang-undang Nomor. 20 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional, sebagaimana yang terdapat pada pasal 5 ayat 1 “bahwa setiap warga
negara berhak mendapatkan pendidikan yang bermutu. Dengan demikian, pendanaan
pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah
dan masyarakat”. Sesuai dengan Intruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2014 dan Peraturan
Menteri Pendidikan Nomor 19 Tahun 2016 yang mengamanatkan pelaksanaan dari Program
Indonesia Pintar ialah merupakan kelanjutan dari program yang sebelumnya pernah ada yaitu
Bantuan Siswa Miskin.

Program ini bertujuan guna meningkatkan akses pendidikan anak usia 6 sampai 21 tahun
untuk mendapatkan pendidikan sampai tamat pendidikan dan ikut serta mencegah anak putus
sekolah. Kebijakan dari program kartu Indonesia pintar merupakan program pemerintah yang
diluncurkan untuk mengatasi masalah yang kerap kali terjadi karena masih banyak siswa
yang berasal dari keluarga yang kurang mampu dan sangat rentan terhadap terjadinya putus
sekolah. Hal ini disebabkan karena perekonomian keluarga yang tidak mampu serta kurang
mendukung, sehingga anak tersebut memutuskan untuk berhenti sekolah. Sumber dana dari
program ini berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P).
Program ini merupakan program kerja sama dengan tiga kementrian yaitu Kementrian
Pendidikan Dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementrian Sosial (Kemensos), serta
Kementrian Agama (Kemenag). KIP adalah inisiatif pemerintah yang bertujuan memberikan
dukungan finansial kepada siswa dari keluarga miskin, dengan harapan bahwa bantuan ini
dapat menjadi solusi untuk meningkatkan akses dan kesetaraan dalam dunia pendidikan. KIP
menawarkan bantuan berupa tunai yang dapat digunakan untuk membayar berbagai biaya
pendidikan, seperti uang sekolah, seragam, dan buku pelajaran. Namun, meskipun KIP telah
diimplementasikan dengan maksud baik, perluasan dampak positifnya masih memerlukan
pemahaman mendalam. Oleh karena itu, makalah ini akan membahas dan menganalisis
bagaimana Kartu Indonesia Pintar (KIP) secara efektif meningkatkan akses pendidikan di
Indonesia, terutama bagi keluarga miskin yang mungkin mengalami hambatan ekonomi
dalam mengakses pendidikan. Melalui pemahaman yang mendalam terhadap implementasi
dan hasil program ini, diharapkan dapat ditemukan pandangan yang lebih tajam tentang
apakah KIP telah berhasil mencapai tujuannya dalam meningkatkan akses pendidikan di
Indonesia, serta mengidentifikasi tantangan dan peluang yang mungkin muncul seiring
waktu.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Penyusunan Program Kartu Indonesia Pintar (Rumusan Agenda)

A. Menentukan tujuan utama program

Tujuan utama dari Kartu Indonesia Pintar (KIP) adalah meningkatkan akses pendidikan bagi
anak-anak dari keluarga miskin di Indonesia. Program ini dirancang untuk memberikan
bantuan finansial kepada keluarga miskin guna membantu memenuhi biaya pendidikan anak-
anak mereka. Berikut adalah beberapa tujuan utama dari Kartu Indonesia Pintar:

a. Mengurangi Tingkat Putus Sekolah.

Memberikan bantuan finansial kepada keluarga miskin dengan harapan dapat mengurangi
tingkat putus sekolah di kalangan anak-anak dari keluarga tersebut.

b. Meningkatkan Akses Pendidikan:

Memberikan dukungan keuangan kepada keluarga yang mungkin mengalami kesulitan


ekonomi agar anak-anak mereka tetap dapat mengakses pendidikan formal.

c. Menyediakan Dana Pendukung Pendidikan

Memberikan dana tambahan yang dapat digunakan untuk membayar biaya pendidikan,
seperti uang sekolah, buku, seragam, dan kebutuhan pendidikan lainnya.

d. Mengurangi Beban Biaya Pendidikan:

Mengurangi beban biaya pendidikan bagi keluarga miskin sehingga anak-anak mereka
dapat fokus pada pembelajaran tanpa terkendala oleh masalah keuangan.

e. Mendorong Partisipasi Sekolah:

Mendorong partisipasi anak-anak dari keluarga miskin untuk tetap bersekolah dan
menyelesaikan pendidikan formalnya.

f. Mencapai Target Pembangunan Berkelanjutan (SDGs):


Mendukung pencapaian target Pembangunan Berkelanjutan, khususnya dalam hal
pendidikan (SDG 4), dengan memberikan akses pendidikan yang lebih baik kepada anak-
anak dari keluarga miskin.

B. Menganalisis kebutuhan pendidikan di tingkat nasional dan lokal.

Mengidentifikasi kelompok sasaran yang paling membutuhkan bantuan finansial untuk


pendidikan melibatkan pemahaman terhadap kondisi ekonomi dan sosial masyarakat serta
analisis kebutuhan pendidikan di suatu wilayah. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat
membantu dalam mengidentifikasi kelompok sasaran yang paling membutuhkan bantuan
finansial untuk pendidikan:

a. Analisis Tingkat Kemiskinan:


Tinjau data tingkat kemiskinan di wilayah tersebut. Fokus pada kelompok-kelompok
yang berada di bawah garis kemiskinan.
b. Penelitian Sosial Ekonomi:
Lakukan penelitian sosial ekonomi untuk memahami struktur ekonomi dan distribusi
pendapatan di wilayah tersebut.
c. Survei Kebutuhan Pendidikan:
Lakukan survei kebutuhan pendidikan di masyarakat. Temukan keluarga atau individu
yang mengalami kesulitan dalam memenuhi biaya pendidikan anak-anak mereka.
d. Analisis Tingkat Pendidikan Orang Tua:
Tinjau tingkat pendidikan orang tua atau wali murid. Keluarga dengan tingkat pendidikan
rendah mungkin memerlukan bantuan finansial lebih besar.
e. Pemetaan Daerah Rawan Kemiskinan:
Identifikasi daerah-daerah yang dianggap rawan kemiskinan. Faktor geografis atau
kondisi ekonomi lokal dapat memengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat.
f. Pertimbangkan Faktor Khusus:
Pertimbangkan faktor-faktor khusus yang dapat mempengaruhi akses pendidikan, seperti
keberadaan anak-anak dengan kebutuhan khusus atau anak-anak perempuan di wilayah
tertentu.
g. Konsultasi dengan Pihak Terkait:
Lakukan konsultasi dengan pihak-pihak terkait, seperti lembaga pendidikan, pemerintah
daerah, dan lembaga swadaya masyarakat, untuk mendapatkan pandangan tentang
kelompok mana yang paling membutuhkan bantuan.

C. Perumusan Kebijakan:

a. Rancang Kriteria Seleksi:


Tentukan kriteria seleksi yang adil dan transparan untuk memilih penerima manfaat
program. Hal ini dapat melibatkan indikator-indikator seperti tingkat pendapatan
keluarga, jumlah tanggungan, atau faktor-faktor lain yang relevan.
b. Besar Bantuan Keuangan:
Tentukan besaran bantuan keuangan yang akan diberikan kepada penerima manfaat.
Rancanglah formula atau metode yang adil dan sesuai dengan kebutuhan pendidikan.
c. Perancangan Mekanisme Distribusi Kartu:
Rancang mekanisme distribusi Kartu Indonesia Pintar. Pastikan bahwa proses
distribusi bersifat efisien, aman, dan dapat dipertanggungjawabkan.
d. Sosialisasi Program:
Rencanakan strategi sosialisasi program kepada masyarakat. Informasikan masyarakat
tentang tujuan, manfaat, dan tata cara partisipasi dalam program.
e. Pemberdayaan Masyarakat:
Libatkan masyarakat dalam proses perumusan kebijakan. Dukung partisipasi aktif
masyarakat untuk memastikan bahwa program sesuai dengan kebutuhan dan nilai-
nilai lokal.
f. Pertimbangkan Aspek Inklusif:
Pertimbangkan aspek inklusif dalam merumuskan kebijakan. Pastikan bahwa program
dapat memberikan dukungan kepada anak-anak dengan kebutuhan khusus dan
kelompok-kelompok rentan lainnya.Merumuskan kebijakan KIP dengan hati-hati dan
melibatkan semua pihak terkait dapat meningkatkan kemungkinan keberhasilan
program dalam memberikan manfaat yang signifikan kepada masyarakat sasaran.

D. Pengesahan Kebijakan

Proses pengesahan kebijakan dalam konteks Kartu Indonesia Pintar (KIP) melibatkan
serangkaian langkah yang melibatkan berbagai tingkatan pemerintahan, pemangku
kepentingan, dan lembaga terkait. Berikut adalah langkah-langkah umum dalam pengesahan
kebijakan KIP:

a) Perancangan Kebijakan:

Tim perancang kebijakan merancang program KIP dengan merinci tujuan, sasaran,
kriteria seleksi, besaran bantuan, dan mekanisme implementasi.

b) Konsultasi dan Pengumpulan Masukan:


Lakukan konsultasi publik dan pengumpulan masukan dari pemangku kepentingan,
termasuk lembaga pendidikan, orang tua siswa, dan kelompok masyarakat. Ini
memastikan bahwa kebijakan memperhitungkan berbagai perspektif dan kebutuhan.
c) Pembahasan dan Persetujuan Awal:
Bahas rancangan kebijakan di tingkat internal pemerintahan atau lembaga terkait.
Dapatkan persetujuan awal dari pimpinan atau otoritas yang berwenang.
d) Penyusunan Rancangan Undang-Undang atau Peraturan:
Jika diperlukan, susun rancangan undang-undang atau peraturan yang mendukung
implementasi program KIP. Pastikan bahwa rancangan tersebut sesuai dengan hukum
dan regulasi yang berlaku.
e) Penyusunan Dokumen Rinci:
Susun dokumen kebijakan secara rinci yang mencakup semua aspek program,
termasuk petunjuk teknis, mekanisme pengawasan, dan prosedur operasional standar.
f) Rapat Koordinasi Antarinstansi:
Selenggarakan rapat koordinasi dengan berbagai instansi terkait, termasuk lembaga
pendidikan, kementerian terkait, dan pemerintah daerah. Pastikan semua pihak terlibat
dalam pembahasan dan koordinasi pelaksanaan.
g) Pertemuan Koordinasi dengan Pemerintah Daerah:
Koordinasikan dengan pemerintah daerah untuk mendapatkan dukungan dan
koordinasi lintas wilayah. Pastikan bahwa program KIP terintegrasi dengan kebijakan
dan program lokal.
h) Persetujuan Formal:
Dapatkan persetujuan formal dari pimpinan pemerintah atau otoritas yang berwenang,
seperti menteri, gubernur, atau bupati/wali kota. Persetujuan ini bisa diberikan dalam
bentuk keputusan resmi atau surat keputusan.
i) Legislasi atau Pengesahan Undang-Undang:
Jika program KIP memerlukan perubahan dalam undang-undang atau peraturan yang
ada, langkah ini melibatkan proses legislatif atau pengesahan undang-undang yang
relevan.
j) Sosialisasi Program:
Setelah pengesahan, lakukan kampanye sosialisasi program KIP untuk memberikan
informasi kepada masyarakat umum, pemangku kepentingan, dan lembaga pendidikan
tentang program tersebut.
k) Pelatihan dan Persiapan Implementasi:
Selenggarakan pelatihan untuk para pelaksana program, termasuk staf administratif,
guru, dan petugas terkait. Persiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk
pelaksanaan program.
l) Peluncuran Resmi:
Lakukan peluncuran resmi program KIP dengan melibatkan pihak-pihak yang terlibat.
Acara ini dapat menjadi titik awal implementasi penuh program.

E. Pemantauan dan Evaluasi:


Evaluasi kebijakan dalam program Kartu Indonesia Pintar (KIP) adalah suatu proses
sistematis untuk menilai efektivitas, efisiensi, dan dampak program tersebut. Evaluasi
bertujuan untuk mengidentifikasi keberhasilan, menemukan kelemahan, dan memberikan
dasar bagi perbaikan atau peningkatan program. Tetap lakukan pemantauan dan evaluasi
secara berkala selama implementasi program untuk memastikan bahwa program berjalan
sesuai dengan rencana dan dapat melakukan penyesuaian jika diperlukan.Jika terdapat
perubahan kebijakan atau penyesuaian yang diperlukan selama pelaksanaan, lakukan
perubahan atau penyesuaian sesuai dengan hasil pemantauan dan evaluasi.
Langkah-langkah ini membantu memastikan bahwa kebijakan KIP dirancang,
diimplementasikan, dan dievaluasi dengan cermat untuk mencapai tujuan pendidikan yang
diinginkan. Proses pengesahan harus melibatkan kolaborasi dan koordinasi antara berbagai
pihak agar program dapat berhasil dan memberikan dampak yang positif.

2.2 Formulasi Kebijakan Program Kartu Indonesia Pintar (Forecasting)

2.3 Adopsi Kebijakan Program Kartu Indonesia Pintar

Adopsi kebijakan merupakan pengambilan keputusan dengan memilih alternatif


kebijakan yang selanjutnya ditetapkan menjadi kebijakan untuk kemudian diimplementasikan
(Dunn, 2004:45; Kee, 2017). Secara teoritis adopsi kebijakan perlu dilakukan secara rasional
(Eisenhardt & Zbaracki, 1992). Tujuannya agar kebijakan yang diadopsi memiliki keterkaitan
erat dengan permasalahan yang akan diselesaikan. Dengan adanya rasionalitas dalam adopsi
kebijakan, kemungkinan sebuah kebijakan akan menyelesaikan permasalahan semakin besar
(Allison, 1969). Guna mewujudkan rasionalitas dalam adopsi kebijakan dibutuhkan informasi
yang komprehensif mengenai sebuah kebijakan (Eisenhardt & Zbaracki, 1992; Lindblom,
1959). Termasuk di dalamnya informasi mengenai konteks dimana kebijakan itu dibuat
(Anderson, 2003:38).

Dalam proses adopsi kebijakan Kartu Indonesia Pintar (KIP), perlu memerhatikan
hubungannya dengan kebijakan lain agar dapat terintegrasi secara efektif dalam kerangka
kerja kebijakan nasional. Beberapa kebijakan yang perlu diperhatikan termasuk:

1. Kebijakan Pendidikan Nasional:


Pastikan bahwa KIP sesuai dengan tujuan dan arah kebijakan pendidikan nasional
Indonesia. Integrasikan KIP dengan program-program pendidikan lainnya untuk
mendukung pencapaian target pendidikan nasional.

2. Kebijakan Kesejahteraan Sosial:

Koordinasikan dengan kebijakan kesejahteraan sosial lainnya untuk mencegah tumpang


tindih dan memastikan bantuan disalurkan secara efisien. Pastikan bahwa KIP
mendukung upaya pemberantasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

3. Kebijakan Teknologi Informasi dan Komunikasi:

Manfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung implementasi KIP,


seperti penggunaan sistem informasi dan aplikasi untuk pendataan dan distribusi kartu.
Pastikan keamanan dan privasi data siswa yang terlibat dalam program.

4. Kebijakan Fiskal:

Koordinasikan dengan kebijakan fiskal untuk memastikan ketersediaan dan


pengalokasian anggaran yang memadai untuk mendukung KIP. Perhatikan dampak KIP
terhadap kebijakan fiskal secara keseluruhan.

5. Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan:

Pastikan bahwa KIP sejalan dengan kebijakan penanggulangan kemiskinan nasional dan
regional.

6. Identifikasi sinergi dengan program-program lain yang bertujuan untuk mengurangi


ketidaksetaraan dan meningkatkan kesejahteraan keluarga.
7. Kebijakan Ketenagakerjaan:

Jika KIP memiliki elemen yang berkaitan dengan pendidikan vokasional atau persiapan
tenaga kerja, koordinasikan dengan kebijakan ketenagakerjaan untuk memastikan
kesesuaian dan terintegrasi dengan baik.
8. Kebijakan Desentralisasi:

Sesuaikan dengan kebijakan desentralisasi, mengingat implementasi KIP dapat


melibatkan tingkat daerah atau kabupaten/kota. Kolaborasi dengan pemerintah daerah
untuk memastikan kesesuaian dan koordinasi yang baik.

9. Kebijakan Gender dan Inklusi:

Pastikan bahwa KIP mendukung prinsip-prinsip kesetaraan gender dan inklusi, dan sesuai
dengan kebijakan yang mendorong partisipasi semua golongan masyarakat.

10. Kebijakan Perlindungan Anak:

Pastikan bahwa KIP memperhatikan hak-hak anak dan kebijakan perlindungan anak
untuk memastikan keberlanjutan dan keamanan program.

Koordinasi dan integrasi KIP dengan kebijakan lainnya penting untuk mencapai sinergi
dan efisiensi dalam penyelenggaraan program. Ini juga membantu memastikan bahwa KIP
mendukung tujuan pembangunan yang lebih luas dan bersinergi dengan upaya pemerintah
dalam mencapai tujuan nasional.

2.4 Implementasi Kebijakan Program Kartu Indonesia Pintar (Monitoring)

2.5 Evaluasi Kebijakan Program Kartu Indonesia Pintar

Menurut Subarsono (2005:119), evaluasi kebijakan adalah kegiatan untuk menilai tingkat
kinerja suatu kebijakan, Leo Agustino dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Kebijakan
Publik bahwa evaluasi ditujukan untuk melihat sebagian-sebagian kegagalan suatu kebijakan
dan untuk mengetahui apakah kebijakan telah dirumuskan dan dilaksanakan dapat
menghasilkan dampak yang diinginkan (dalam Leo, 2006:186). William Dunn
mengembangkan lima indikator atau kriteria evaluasi mencakup sebagai berikut (Subarsono,
2011 :126) : Efektifitas Kebijakan, Kecukupan terhadap kebutuhan; Perataan dalam
pelaksanaan kebijakan; Responsivitas; Ketepatan program.
a) Efektivitas

Efektivitas mengandung pengertian taraf tercapainya suatu tujuan tertentu, hak ditinjau
dari segi hasil, maupun usaha dari segi usaha yang diukur. Berdasarkan hasil temuan di
lapangan pelaksanaan Program Kartu Indonesia Pintar dapat dikatakan berhasil karena
diterima cukup baik oleh masyarakatnya. Dengan adanya program ini memberikan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa dari keluarga kurang mampu, sehingga dapat
meningkatkan akses mereka ke pendidikan. Peningkatan jumlah siswa yang bersekolah ini
menjadi bukti bahwa adanya Program Kartu Indonesia Pintar berhasil mengatasi masalah
pendidikan.

b) Kecukupan

Pengertian kecukupan dalam kebijakan Publik dapat dikatakan tujuan yang telah dicapai
sudah dirasakan dalam menjawab persoalan yang dalam masyarakat miskin. Berdasarkan
penelitian mengenai Program Kartu Indonesia Pintar yang dilihat dalam indikator kecukupan
bahwa Program Kartu Indonesia Pintar masih belum dirasakan kebanyakan masyarakat
kurang mampu. Hanya beberapa masyarakat yang memang sudah merasakan efek dari
adanya program ini.

c) Pemerataan

Pemerataan dalam kebijakan publik dapat juga diartikan suatu keadilan yang diberikan
dan diperoleh dari suatu kebijakan publik. Berdasarkan data terkait dengan Program Kartu
Indonesia Pintar sudah adil yang disesuaikan dengan kebutuhan. Masyarakat penerima
program juga mengatakan bahwa mereka mendapatkan bantuan dana untuk membeli
keperluan penunjang pendidikan. Dilihat dari fasilitas yang diberikan kepada masyarakat
sudah dapat dikatakan baik dan cukup. Namun untuk bagian pelosok masih belum, karena
terhalang beberapa permasalahan kondisi dan budaya.

d) Responsivitas

Responsivitas dapat juga dikatakan respon dari suatu aktivitas. Menurut William Dunn
bahwa indikator responsivitas itu dilihat dari seberapa jauh kebijakan tersebut menjawab
kebutuhan masyarakat (Dunn, 2000 : 437). Kriteria responsivitas melihat kesesuaian antara
Program Kartu Indonesia Pintar dengan keinginan masyarakat ataupun kebutuhan
masyarakat. Kebijakan Program Kartu Indonesia Pintar atas keadaan masyarakat Indonesia
kalangan bawah yang sulit mendapatkan pendidikan karena terhalang kondisi dan biaya.

e) Ketepatan

Ketepatan merujuk pada kuatnya asumsi yang melandasi tujuan-tujuan tersebut. Secara
keseluruhan dampak positif dari pelaksanaan program ini sudah dapat dirasakan. Yang mana
masyarakat memperoleh bantuan untuk menunjang proses pendidikan. Dampak positif yang
dirasakan siswa lebih semangat sekolah karena sangat terbantu dalam memenuhi kebutuhan
pendidikan mereka. Sisi lain selain memberi dampak positif ternyata program ini membawa
ke arah negatif. Seperti yang bisa kita ketahui bahwa dalam program ini dalam ketepatan
sasaran pemberian KIP masih kurang, seperti kalangan menengah keatas yang memanfaatkan
program ini untuk mendapatkan uang lebih. Tentu hal ini menjadi tantangan pemerintah agar
bisa lebih tepat dalam pemberian KIP.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

Anda mungkin juga menyukai