“Makalah Ini Disusun Guna Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kebijakan Publik”
Oleh :
2023
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga Penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat serta salam senantiasa kita
curahkan kepada nabi kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa'atnya
di akhirat nanti. Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat
dar Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga Penulis dapat
menyelesaikan pembuatan makalah mata kuliah Kebijakan Publik tentang “Peningkatan
Akses Pendidikan Melalui Kartu Indonesia Pintar”
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Demikian makalah ini kami buat semoga dapat bermanfaat, atas perhatiannya kami
ucapkan terima kasih.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan serangkaian usaha yang sangat efektif untuk mencapai kemajuan
bangsa akan berwujud secara nyata dengan usaha untuk menciptakan ketahanan nasional.
Keberhasilan suatu sistem pendidikan dikatakan baik dengan menghasilkan Sumber Daya
Manusia yang bermutu, berkemampuan dan memiliki kemauan untuk senantiasa
meningkatkan kualitasnya secara terus menerus. Hal ini sesuai dnegan pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 yang mengamanatkan bahwa salah satu tujuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan
umum. Faktor yang kurang mendukung pendidikan salah satunya adalah kemiskinan karena
kemiskinan menjauhkan masyarakat untuk menjangkaunya, kemiskinan juga menyebabkan
terbatasnya minat masyarakat dalam mengakses pendidikan, sedangkan pendidikan disini
berperan penting dalam mengentaskan masalah kemiskinan. Beberapa ciri masyrakat miskin
ditinjau dari berbagai aspek salah satunya aspek ekonomi yaitu dengan rendahnya kualitas
SDM, termasuk pendidikan, kesehatan dan keterampilan yang memiliki dampak pada
rendahnya penghasilan sehingga menyulitkan untuk memperoleh pendidikan.
Program ini bertujuan guna meningkatkan akses pendidikan anak usia 6 sampai 21 tahun
untuk mendapatkan pendidikan sampai tamat pendidikan dan ikut serta mencegah anak putus
sekolah. Kebijakan dari program kartu Indonesia pintar merupakan program pemerintah yang
diluncurkan untuk mengatasi masalah yang kerap kali terjadi karena masih banyak siswa
yang berasal dari keluarga yang kurang mampu dan sangat rentan terhadap terjadinya putus
sekolah. Hal ini disebabkan karena perekonomian keluarga yang tidak mampu serta kurang
mendukung, sehingga anak tersebut memutuskan untuk berhenti sekolah. Sumber dana dari
program ini berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P).
Program ini merupakan program kerja sama dengan tiga kementrian yaitu Kementrian
Pendidikan Dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementrian Sosial (Kemensos), serta
Kementrian Agama (Kemenag). KIP adalah inisiatif pemerintah yang bertujuan memberikan
dukungan finansial kepada siswa dari keluarga miskin, dengan harapan bahwa bantuan ini
dapat menjadi solusi untuk meningkatkan akses dan kesetaraan dalam dunia pendidikan. KIP
menawarkan bantuan berupa tunai yang dapat digunakan untuk membayar berbagai biaya
pendidikan, seperti uang sekolah, seragam, dan buku pelajaran. Namun, meskipun KIP telah
diimplementasikan dengan maksud baik, perluasan dampak positifnya masih memerlukan
pemahaman mendalam. Oleh karena itu, makalah ini akan membahas dan menganalisis
bagaimana Kartu Indonesia Pintar (KIP) secara efektif meningkatkan akses pendidikan di
Indonesia, terutama bagi keluarga miskin yang mungkin mengalami hambatan ekonomi
dalam mengakses pendidikan. Melalui pemahaman yang mendalam terhadap implementasi
dan hasil program ini, diharapkan dapat ditemukan pandangan yang lebih tajam tentang
apakah KIP telah berhasil mencapai tujuannya dalam meningkatkan akses pendidikan di
Indonesia, serta mengidentifikasi tantangan dan peluang yang mungkin muncul seiring
waktu.
BAB II
PEMBAHASAN
Tujuan utama dari Kartu Indonesia Pintar (KIP) adalah meningkatkan akses pendidikan bagi
anak-anak dari keluarga miskin di Indonesia. Program ini dirancang untuk memberikan
bantuan finansial kepada keluarga miskin guna membantu memenuhi biaya pendidikan anak-
anak mereka. Berikut adalah beberapa tujuan utama dari Kartu Indonesia Pintar:
Memberikan bantuan finansial kepada keluarga miskin dengan harapan dapat mengurangi
tingkat putus sekolah di kalangan anak-anak dari keluarga tersebut.
Memberikan dana tambahan yang dapat digunakan untuk membayar biaya pendidikan,
seperti uang sekolah, buku, seragam, dan kebutuhan pendidikan lainnya.
Mengurangi beban biaya pendidikan bagi keluarga miskin sehingga anak-anak mereka
dapat fokus pada pembelajaran tanpa terkendala oleh masalah keuangan.
Mendorong partisipasi anak-anak dari keluarga miskin untuk tetap bersekolah dan
menyelesaikan pendidikan formalnya.
C. Perumusan Kebijakan:
D. Pengesahan Kebijakan
Proses pengesahan kebijakan dalam konteks Kartu Indonesia Pintar (KIP) melibatkan
serangkaian langkah yang melibatkan berbagai tingkatan pemerintahan, pemangku
kepentingan, dan lembaga terkait. Berikut adalah langkah-langkah umum dalam pengesahan
kebijakan KIP:
a) Perancangan Kebijakan:
Tim perancang kebijakan merancang program KIP dengan merinci tujuan, sasaran,
kriteria seleksi, besaran bantuan, dan mekanisme implementasi.
Dalam proses adopsi kebijakan Kartu Indonesia Pintar (KIP), perlu memerhatikan
hubungannya dengan kebijakan lain agar dapat terintegrasi secara efektif dalam kerangka
kerja kebijakan nasional. Beberapa kebijakan yang perlu diperhatikan termasuk:
4. Kebijakan Fiskal:
Pastikan bahwa KIP sejalan dengan kebijakan penanggulangan kemiskinan nasional dan
regional.
Jika KIP memiliki elemen yang berkaitan dengan pendidikan vokasional atau persiapan
tenaga kerja, koordinasikan dengan kebijakan ketenagakerjaan untuk memastikan
kesesuaian dan terintegrasi dengan baik.
8. Kebijakan Desentralisasi:
Pastikan bahwa KIP mendukung prinsip-prinsip kesetaraan gender dan inklusi, dan sesuai
dengan kebijakan yang mendorong partisipasi semua golongan masyarakat.
Pastikan bahwa KIP memperhatikan hak-hak anak dan kebijakan perlindungan anak
untuk memastikan keberlanjutan dan keamanan program.
Koordinasi dan integrasi KIP dengan kebijakan lainnya penting untuk mencapai sinergi
dan efisiensi dalam penyelenggaraan program. Ini juga membantu memastikan bahwa KIP
mendukung tujuan pembangunan yang lebih luas dan bersinergi dengan upaya pemerintah
dalam mencapai tujuan nasional.
Menurut Subarsono (2005:119), evaluasi kebijakan adalah kegiatan untuk menilai tingkat
kinerja suatu kebijakan, Leo Agustino dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Kebijakan
Publik bahwa evaluasi ditujukan untuk melihat sebagian-sebagian kegagalan suatu kebijakan
dan untuk mengetahui apakah kebijakan telah dirumuskan dan dilaksanakan dapat
menghasilkan dampak yang diinginkan (dalam Leo, 2006:186). William Dunn
mengembangkan lima indikator atau kriteria evaluasi mencakup sebagai berikut (Subarsono,
2011 :126) : Efektifitas Kebijakan, Kecukupan terhadap kebutuhan; Perataan dalam
pelaksanaan kebijakan; Responsivitas; Ketepatan program.
a) Efektivitas
Efektivitas mengandung pengertian taraf tercapainya suatu tujuan tertentu, hak ditinjau
dari segi hasil, maupun usaha dari segi usaha yang diukur. Berdasarkan hasil temuan di
lapangan pelaksanaan Program Kartu Indonesia Pintar dapat dikatakan berhasil karena
diterima cukup baik oleh masyarakatnya. Dengan adanya program ini memberikan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa dari keluarga kurang mampu, sehingga dapat
meningkatkan akses mereka ke pendidikan. Peningkatan jumlah siswa yang bersekolah ini
menjadi bukti bahwa adanya Program Kartu Indonesia Pintar berhasil mengatasi masalah
pendidikan.
b) Kecukupan
Pengertian kecukupan dalam kebijakan Publik dapat dikatakan tujuan yang telah dicapai
sudah dirasakan dalam menjawab persoalan yang dalam masyarakat miskin. Berdasarkan
penelitian mengenai Program Kartu Indonesia Pintar yang dilihat dalam indikator kecukupan
bahwa Program Kartu Indonesia Pintar masih belum dirasakan kebanyakan masyarakat
kurang mampu. Hanya beberapa masyarakat yang memang sudah merasakan efek dari
adanya program ini.
c) Pemerataan
Pemerataan dalam kebijakan publik dapat juga diartikan suatu keadilan yang diberikan
dan diperoleh dari suatu kebijakan publik. Berdasarkan data terkait dengan Program Kartu
Indonesia Pintar sudah adil yang disesuaikan dengan kebutuhan. Masyarakat penerima
program juga mengatakan bahwa mereka mendapatkan bantuan dana untuk membeli
keperluan penunjang pendidikan. Dilihat dari fasilitas yang diberikan kepada masyarakat
sudah dapat dikatakan baik dan cukup. Namun untuk bagian pelosok masih belum, karena
terhalang beberapa permasalahan kondisi dan budaya.
d) Responsivitas
Responsivitas dapat juga dikatakan respon dari suatu aktivitas. Menurut William Dunn
bahwa indikator responsivitas itu dilihat dari seberapa jauh kebijakan tersebut menjawab
kebutuhan masyarakat (Dunn, 2000 : 437). Kriteria responsivitas melihat kesesuaian antara
Program Kartu Indonesia Pintar dengan keinginan masyarakat ataupun kebutuhan
masyarakat. Kebijakan Program Kartu Indonesia Pintar atas keadaan masyarakat Indonesia
kalangan bawah yang sulit mendapatkan pendidikan karena terhalang kondisi dan biaya.
e) Ketepatan
Ketepatan merujuk pada kuatnya asumsi yang melandasi tujuan-tujuan tersebut. Secara
keseluruhan dampak positif dari pelaksanaan program ini sudah dapat dirasakan. Yang mana
masyarakat memperoleh bantuan untuk menunjang proses pendidikan. Dampak positif yang
dirasakan siswa lebih semangat sekolah karena sangat terbantu dalam memenuhi kebutuhan
pendidikan mereka. Sisi lain selain memberi dampak positif ternyata program ini membawa
ke arah negatif. Seperti yang bisa kita ketahui bahwa dalam program ini dalam ketepatan
sasaran pemberian KIP masih kurang, seperti kalangan menengah keatas yang memanfaatkan
program ini untuk mendapatkan uang lebih. Tentu hal ini menjadi tantangan pemerintah agar
bisa lebih tepat dalam pemberian KIP.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran