Anda di halaman 1dari 150

BUKU

TUNTUNAN

IBADAH
RAMADHAN

PEGANGAN
IMAM DAN PENCERAMAH SHALAT TARAWWIH

Oleh :
Muhammad Busyrowi Abdulmannan

0
I S L A M
( MENURUT AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH )

Islam adalah agama sempurna paripurna / lengkap


dan menyeluruh meliputi segala aspek hidup dan kehidupan

Q.S. al IMaidah : 3




pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu,
dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu,
dan telah Kuridhai Islam itu sebagai agama bagimu.

Q.S. Al Baqarah ; 208






Hai orang-orang yang beriman,
masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan,
dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.

Q S Al Ahzab : 21 :




Sungguh pada pribadi Rasulullah SAW teladan utama bagimu
yang mengharap rahmat Allah pada hari qiyamat
dan bagi yang banyak berdzikir

Q S . Al Hasyr : 7







Dan segala yang dituntunkan Rasulullah SAW padamu
maka amalkanlah,
dan segala apa yang dilarang (apalagi bid'ah ) maka jauhilah.
Sungguh Allah itu sangat keras siksaNya

Hadits dari Irbadl bin Syariyyah riwayat Ibnu Majah :




















Hendaklah kamu semua hanya berpegang pada sunnahku
dan sunnah khulafa' rasyidin, gigitlah dengan gerahammu erat erat.
Dan takutlah kamu dengan ajaran yang dibuat-buat orang ( bid'ah)
karena perbuatan bid'ah itu sesat
Hadits dari Jabir bin Abdullah riwayat Muslim :























Ada pun sebaik baik tuntunan hanyalah Al Qur'an,
dan sebaik baik petunjuk hanyalah Al Hadits,
sejelek jelek amal ialah menambah / mengurangi ( bid'ah).setiap bid'ah itu sesat
Hadits dari Ghudhoif bin Al Harits , Nabi bersabda :












Tidaklah suatu kaum melakukan satu bid'ah
kecuali akan hilang satu sunnah yang setara dengan bid'ah tersebut
hadits dari Abdullah bin Umar dalam Kitab Al Ibanah :









Setiap bid'ah itu sesat ( tak ada bid'ah hasanah )
walaupun orang menganggapnya hasanah / baik
hadits dari Abdullah bin Mas'ud dalam Kitab Al Bida' :














Berittiba'lah hanya pada Rasulullah SAW
dan itu sudah cukup bagimu,
Jangan menambah amalan ( bid'ah )
karena bid'ah itu sesat (tak ada bid'ah hasanah)

2
Dalam semua I b a d a h ( shalat, puasa, zakat, haji ) ,
dan dalam semua a m a l i y a h (perkawinan, kelahiran, kematian)
wajib kita hanya meneladani / meniru Nabi Muhammad SAW
janganlah mengurangi / menambah bahkan membuat tuntunan baru,
mencampur ajaran Islam dengan ajaran lain

AMALAN BIDAH DI BULAN RAJAB

I. Rajab DIantara Bulan Haram

Bulan Rajab terletak antara bulan Jumadil Akhir dan bulan


Syaban. Bulan Rajab sebagaimana bulan Muharram termasuk
bulan haram. Allah Taala berfirman,









Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas
bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit
dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan)
agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu
dalam bulan yang empat itu. (QS. At Taubah: 36)

Seorang ulama yang kebetulan bernama Ibnu Rajab penulis kitab


Latho-if Al Maarif mengatakan, Allah Taala menjelaskan bahwa
sejak penciptaan langit dan bumi, penciptaan malam dan siang,
keduanya akan berputar di orbitnya. Allah pun menciptakan
matahari, bulan dan bintang lalu menjadikan matahari dan bulan
berputar pada orbitnya. Dari situ muncullah cahaya matahari dan
juga rembulan. Sejak itu, Allah menjadikan satu tahun menjadi
dua belas bulan sesuai dengan munculnya hilal.
Satu tahun dalam syariat Islam dihitung berdasarkan perputaran
dan munculnya bulan, bukan dihitung berdasarkan perputaran
matahari sebagaimana yang dilakukan oleh Ahli Kitab. (Latho-if
Al Maarif, 202)

3
Lalu apa saja empat bulan suci tersebut? Dari Abu Bakroh, Nabi
shallallahu alaihi wa sallam bersabda,





Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah
menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan.
Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya
berturut-turut yaitu Dzulqodah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu
bulan lagi adalah) Rajab (yang disebut juga bulan Mudhor) yang
terletak antara Jumadil (akhir) dan Syaban. (HR. Bukhari no.
3197 dan Muslim no. 1679)
Jadi empat bulan suci yang dimaksud adalah
1. Dzulqadah, artinya bulan tinggal diam. di bulan ini ummat
Islam tidak bepergian jauh atau melakukan pekerjaan.
Memilih tinggal di kediamannya menanti pelaksanaan
ibadah haji
2. Dzulhijjah, artinya bulan ibadah haji
3. Muharram, artinya bulan penghurmatan, maksudnya
menghormati orang yang baru pulang haji
4. Rajab, artinya bulan saling menghormati / mengagungkan
untuk tidak berselisih/debat/perang.

II. Hal hal Di Balik Bulan Haram


Lalu kenapa bulan-bulan tersebut disebut bulan haram? Al Qodhi
Abu Yala rahimahullah mengatakan, Dinamakan bulan haram
karena dua makna.
Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai
pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian.
Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan
haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena
mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah
baik untuk melakukan amalan ketaatan. (Lihat Zaadul Maysir,
tafsir surat At Taubah ayat 36)
Karena pada saat itu adalah waktu sangat baik untuk melakukan
amalan ketaatan, sampai-sampai para salaf sangat suka untuk
4
melakukan puasa puasa sunnat yang telah dituntunkan
Rasulullah SAW pada bulan haram. Sufyan Ats Tsauri
mengatakan, Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang
berpuasa di dalamnya. (Latho-if Al Maarif, 214)
Ibnu Abbas mengatakan, Allah mengkhususkan empat bulan
tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci,
melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih
besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala
yang lebih banyak. (Latho-if Al Maarf, 207)

III. Amalan sunnah dan bidah di Bulan Rajab


1. Puasa Rajab
Ada sebuah riwayat,





.
Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang berpuasa pada
seluruh hari di bulan Rajab agar tidak dijadikan sebagai ied.
(HR. Abdur Rozaq, hanya sampai pada Ibnu Abbas
(mauquf).
Dikeluarkan pula oleh Ibnu Majah dan Ath Thobroniy dari Ibnu
Abbas secara marfu, yaitu sampai pada Nabi shallallahu
alaihi wa sallam)

Puasa sunnat di bulan Rajab hadits seluruhnya lemah (dhoif)


bahkan palsu (maudhu)
Bulan Rajab adalah di antara bulan haram, artinya
menunjukkan bulan yang mulia. Beramal sholih dan
meninggalkan maksiat diperintahkan ketika itu. Namun
bagaimana jika kita menjadikan puasa khusus yang hanya
spesial di bulan Rajab?
Apalagi ditambah dengan tidak adanya dalil pendukung atau
dalilnya lemah (dhoif) bahkan palsu (maudhu)?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, Adapun
melakukan puasa khusus di bulan Rajab, maka sebenarnya
itu semua berdasarkan hadits yang seluruhnya lemah (dhoif)
5
bahkan palsu (maudhu). Para ulama tidaklah pernah
menjadikan hadits-hadits ini sebagai sandaran.
Bahkan hadits-hadits yang menjelaskan keutamaannya
adalah hadits yang maudhu (palsu) dan dusta.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, Setiap hadits yang
membicarakan puasa Rajab dan shalat pada sebagian malam
(seperti shalat setelah Maghrib pada malam-malam pertama
bulan Rajab, pen), itu berdasarkan hadits dusta. (Al Manar Al
Munif, hal. 49).
Penulis Fiqh Sunnah, Syaikh Sayyid Sabiq rahimahullah
berkata, Adapun puasa Rajab, maka ia tidak memiliki
keutamaan dari bulan haram yang lain.
Tidak ada hadits shahih yang menyebutkan keutamaan puasa
Rajab secara khusus. Jika pun ada, maka hadits tersebut
tidak bisa dijadikan dalil pendukung. (Fiqh Sunnah, 1: 401).
Sebagaimana dinukil oleh Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah
(1: 401), Ibnu Hajar Al Asqolani berkata, Tidak ada dalil yang
menunjukkan keutamaan puasa di bulan Rajab atau
menjelaskan puasa tertentu di bulan tersebut.
Begitu pula tidak ada dalil yang menganjurkan shalat malam
secara khusus pada bulan Rajab. Artinya, tidak ada dalil
shahih yang bisa jadi pendukung.
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah
berkata, Puasa pada hari ke-27 dari bulan Rajab dan qiyamul
lail (shalat malam) pada malam tersebut serta menjadikannya
sebagai suatu kekhususan pada hari itu, hal ini berarti bidah.
Dan setiap bidah adalah sesat. (Majmu Fatawa Syaikh Ibnu
Utsaimin, 20: 440).

Jika ingin puasa di bulan Rajab karena ada kebiasaan seperti


punya kebiasaan puasa daud, puasa senin kamis, puasa
ayyamul bidh atau puasa tiga hari setiap bulannya pada
tanggal 13,14 dan 15, ini berarti tidak mengkhususkan bulan
Rajab dengan puasa tertentu dan tidaklah masalah
meneruskan kebiasaan baik seperti ini.

6
Ingatlah sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi
shallallahu alaihi wa sallam, janganlah membuat-buat amalan
yang tanpa tuntunan.
Para Sahabat Melarang Mengkhususkan Rajab untuk Puasa
Kebiasaan mengkhususkan puasa di bulan rajab telah ada di
zaman Umar radhiyallahu anhu. Beberapa tabiin yang hidup
di zaman Umar bahkan telah melakukannnya.
Dengan demikian, kita bisa mengacu bagaimana sikap
sahabat terhadap fenomena terkait kegiatan bulan rajab yang
mereka jumpai.
Berikut beberapa riwayat yang menyebutkan reaksi mereka
terhadap puasa rajab. Riwayat ini kami ambil dari buku
Lathaiful Maarif, satu buku khusus karya Ibnu Rajab, yang
membahas tentang wadzifah (amalan sunah) sepanjang
masa,
:
:

Diriwayatkan dari Umar bin Khatab radhiyallahu anhu, bahwa
beliau memukul telapak tangan beberapa orang yang
melakukan puasa rajab, sampai mereka meletakkan
tangannya di makanan. Umar mengatakan, Apa rajab?
Sesungguhnnya rajab adalah bulan yang dulu diagungkan
masyarakat jahiliyah. Setelah islam datang, ditinggalkan.

Dalam riwayat yang lain,






Beliau benci ketika puasa rajab dijadikan sunah
(kebiasaan). (Lathaif Al-Maarif, 215).
Dalam riwayat yang lain, tentang sahabat Abu Bakrah
radhiyallahu anhu,
:
: . :

7
Beliau melihat keluarganya telah membeli bejana untuk
wadah air, yang mereka siapkan untuk puasa. Abu Bakrah
bertanya: Puasa apa ini? Mereka menjawab: Puasa rajab
Abu Bakrah menjawab, Apakah kalian hendak menyamakan
rajab dengan ramadhan? kemudian beliau memecah bejana-
bejana itu. (Riwayat ini disebutkan oleh Ibnu Qudamah dalam
Al-Mughni 3/107, Ibn Rajab dalam Lathaif hlm. 215, Syaikhul
Islam dalam Majmu Fatawa 25/291, dan Al-Hafidz ibn Hajar
dalam Tabyi Al-Ujb hlm. 35)
Ibnu Rajab juga menyebutkan beberapa riwayat lain dari
beberapa sahabat lainnya, seperti Ibnu Umar dan Ibnu Abbas,
bahwa mereka membenci seseorang yang melakukan puasa
rajab sebulan penuh.

2. Shalat Raghaib, haditsnya maudlu (palsu)


Di sebagian tempat di negeri kita, masih ada yang melakukan
amalan yang satu ini yakni shalat Roghoib. Bagaimana
tinjauan Islam mengenai shalat yang satu ini?
Perlu diketahui bahwa tidak ada satu shalat pun yang
dikhususkan pada bulan Rajab, juga tidak ada anjuran untuk
melaksanakan shalat Roghoib pada bulan tersebut.
Shalat Roghoib atau biasa juga disebut dengan shalat Rajab
adalah
a. shalat yang dilakukan di malam Jumat pertama bulan
Rajab antara shalat Maghrib dan Isya.
b. Di siang harinya sebelum pelaksanaan shalat Roghoib
(hari kamis pertama bulan Rajab) dianjurkan untuk
melaksanakan puasa sunnah. Jumlah rakaat shalat
Roghoib adalah 12 rakaat.
c. Di setiap rakaat dianjurkan membaca Al Fatihah sekali,
surat Al Qadr 3 kali, surat Al Ikhlash 12 kali. Kemudian
setelah pelaksanaan shalat tersebut dianjurkan untuk
membaca shalawat kepada Nabi shallallahu alaihi wa
sallam sebanyak 70 kali.
d. Di antara keutamaan yang disebutkan pada hadits yang
menjelaskan tata cara shalat Raghaib adalah dosanya

8
walaupun sebanyak buih di lautan akan diampuni dan bisa
memberi syafaat untuk 700 kerabatnya.
Namun hadits yang menerangkan tata cara shalat
Roghoib dan keutamaannya adalah hadits maudhu
(palsu). Ibnul Jauzi meriwayatkan hadits ini dalam Al
Mawdhuaat (kitab hadits-hadits palsu).
Ibnul Jauziy rahimahullah mengatakan,Sungguh,
orang yang telah membuat bidah dengan membawakan
hadits palsu ini sehingga menjadi motivator bagi orang-
orang untuk melakukan shalat Roghoib dengan
sebelumnya melakukan puasa, padahal siang hari pasti
terasa begitu panas. Namun ketika berbuka mereka tidak
mampu untuk makan banyak. Setelah itu mereka harus
melaksanakan shalat Maghrib lalu dilanjutkan dengan
melaksanakan shalat Raghaib. Padahal dalam shalat
Raghaib, bacaannya tasbih begitu lama, begitu pula
dengan sujudnya. Sungguh orang-orang begitu susah
ketika itu. Sesungguhnya aku melihat mereka di bulan
Ramadhan dan tatkala mereka melaksanakan shalat
tarawih, kok tidak bersemangat seperti melaksanakan
shalat ini?! Namun shalat ini di kalangan awam begitu
urgent. Sampai-sampai orang yang biasa tidak hadir
shalat Jamaah pun ikut melaksanakannya. (Al
Mawdhuaat li Ibnil Jauziy, 2/125-126)
Shalat Roghoib ini pertama kali dilaksanakan di Baitul
Maqdis, setelah 480 Hijriyah dan tidak ada seorang pun
yang pernah melakukan shalat ini sebelumnya. (Al Bida
Al Hawliyah, 242)
Ath Thurthusi mengatakan, Tidak ada satu riwayat yang
menjelaskan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam
melakukan shalat ini. Shalat ini juga tidak pernah
dilakukan oleh para sahabat radhiyallahu anhum, para
tabiin, dan salafush sholeh semoga rahmat Allah pada
mereka-. (Al Hawadits wal Bida, hal. 122. Dinukil dari
Al Bida Al Hawliyah, 242)

9
Kesimpulannya, shalat Roghoib adalah shalat yang tidak
ada tuntunan. Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam.

3. Doa di bulan rajab, haditsnya maudlu ( palsu)


Telah disebutkan dalam Musnad Imam Ahmad (1/259)

:
:



. :
Menceritakan kepada kami Abdullah, Ubaidullah bin Umar,
dari Zaidah bin Abi ar-Raaqod, dari Ziyad an-Numairi, dari
Anas bin Malik berkata ia, Adalah Nabi shallallohhu alaihi
wasallam apabila masuk bulan Rajab, beliau berdoa ;Ya
Alloh berkahilah kami dibulan Rajab dan Syaban dan
sampaikanlah kami kepada Bulan Ramadhan.
Kemudian beliau berkata, Pada malam jumatnya ada
kemuliaan, dan siangnya ada keagungan.

Takhrij hadits tersebut ,


1. Imam Al-Bukhary : Haditsnya Mungkar
2. Diriwayatkan oleh Ibn Sunny dalam Amal Yaumi wal
Lailah (659) dari jalur ibn Mani dikabarkan oleh
Ubaidullah bin Umar Al-Qawaririy.
3. Dan Baihaqiy dalam Suabul Iman (3/375) dari jalur Abi
Abdullah al-Hafidz, dikabarkan dari Abu Bakr
Muhammad bin Mamal, dari AlFadhil bin Muhammad
Asy-Syaraniy, dari Al-Qawaririy.
4. Dan Abu Nuaim dalam Al-Hilyah (6/269) dari jalur Habib
bin Al-Hasan, dan Ali bin Harun ia berkata,
menceritakan kepada kami Yusuf Al-Qadhi, dari
Muhammad bin Abi Bakr, dari Zaidah bin Abi ar-Raaqod.

10
5. Dan AlBazar dalam Musnadnya (Mukhtasar Zawaidul
Bazar li Hafidz 1/285) dari jalur Ahmad bin Malik al-
Qusyairi dari Zaidah.
6. Hadits tentang doa tersebut memiliki banyak cacat,
7. Berkata Yahya bin Main ; Haditsnya Dhaif
8. Berkata Abu Hatim ; Haditsnya ditulis, tapi tidak (bisa)
dijadikan Hujjah
9. Berkata Abu ubaid Al-Ajry ; Aku bertanya kepada Abu
Daud tentangnya, maka ia mendhaifkannya.Ibnu Hajr
berkata : Ia Dhaif
10. Abu Daud berkata : Aku tidak mengenalnya
11. An-Nasai berkata : Aku tidak tahu siapa dia
12. Adz-Dzahaby berkata : Tidak bisa dijadikan hujjah
13. An-Nawawy dalam Al-Adzkar (274) berkata, kami telah
meriwayatkannya dan terdapat kedhaifan dalam
sanadnya

Walhasil doa tersebut JANGAN diamalkan

IV. Hadits hadits Maudlu ( palsu) tentang Rajab


1. HADITS DARI RIWAYAT :
. , , :
, .
, , ,
: ,
.Artinya : Rajab adalah bulan Allah, Sya`ban bulan Saya
(Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam), sedangkan
Ramadhan bulan ummat Saya. Barang siapa berpuasa di
bulan Rajab dua hari, baginya pahala dua kali lipat,
timbangan setiap lipatan itu sama dengan gunung gunung
yang ada di dunia, kemudian disebutkan pahala bagi orang
yang berpuasa empat hari, enam hari, tujuah hari, delapan
hari, dan seterusnya, sampai disebutkan ganjaran bagi
orang berpuasa lima belas hari.

Hadits ini Maudhu` (Palsu).


11
Dalam sanad hadits ini ada yang bernama Abu Bakar bin Al
Hasan An Naqqaasy, dia perawi yang dituduh pendusta, Al
Kasaaiy- rawi yang tidak dikenal (Majhul).
2. HADITS DARI RIWAYAT :

, , :
, ,
, ,
.
Artinya : Barang siapa berpuasa tiga hari di bulan Rajab,
sama nilainya dia berpuasa sebulan penuh, barang siapa
berpuasa tujuh hari Allah Subhana wa Ta`ala akan
menutupkan baginya tujuh pintu neraka, barang siapa
berpuasa delapan hari di bulan Rajab Allah Ta`ala akan
membukakan baginya delapan pintu sorga, siapapun yang
berpuasa setengah dari bulan Rajab itu Allah akan
menghisabnya dengan hisab yang mudah sekali.
Diterangkan di dalam kitab Allaalaiy setelah pengarangnya
meriwayatkannya dari Abaan kemudian dari Anas secara
Marfu` : Hadits ini tidak Shohih, sebab Abaan adalah perawi
yang ditinggalkan, sedangkan `Amru bin Al Azhar pemalsu
hadits, kemudian dia jelaskan : Dikeluarkan juga oleh Abu As
Syaikh dari jalan Ibnu `Ulwaan dari Abaan, adapun Ibnu
`Ulwaan pemalsu hadits.
3. HADITS DARI RIWAYAT :
. :
.
Artinya : Sesungguhnya bulan Rajab adalah bulan yang mulia.
Barang siapa berpuasa satu hari di bulan tersebut berarti sama
nilainya dia berpuasa seribu tahun-dan seterusnya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Syaahin dari `Ali secara Marfu`. Dan
dijelaskan dalam kitab Allaalaiy : Hadits ini tidak Shohih,
sedangkan Haruun bin `Antarah selalu meriwayatkan hadits-
hadits yang munkar.
4. HADITS DARI RIWAYAT :
12
- , :
Artinya : Barang siapa yang berpuasa di bulan Rajab satu hari
sama nilainya dia berpuasa sebulan penuh dan seterusnya.

Diriwayatkan oleh Al Khathiib dari jalan Abi Dzarr Marfu`. Di


sanadnya ada perawi : Al Furaat bin As Saaib, dia ini perawi
yang ditinggalkan.
Berkata Al Imam Ibnu Hajar dalam kitabnya Al Amaaliy :
sepakat diriwayatkan hadist ini dari jalan Al Furaat bin As
Saaib- dia ini lemah- Rusydiin bin Sa`ad, dan Al Hakim bin
Marwaan, kedua perawi ini lemah juga.
Sesungguhnya Al Baihaqiy juga meriwayatkan hadits ini di
kitabnya : Syu`abul Iman dari hadits Anas, yang artinya :
Siapapun yang berpuasa satu hari di bulan Rajab sama
nilainya dia berpuasa satu tahun. Di menyebutkan hadits yang
sangat panjang, akan tetapi di sanad hadits ini juga ada perawi
; `Abdul Ghafuur Abu As Shobaah Al Anshoriy, dia ini perawi
yang ditinggalkan. Berkata Ibnu Hibbaan : Dia ini termasuk
orang orang yang memalsukan hadits.
5. HADITS DARI RIWAYAT :
. , :
.
Artinya : Barang siapa yang menghidupkan satu malam bulan
Rajab dan berpuasa di siang harinya, Allah Ta`ala akan
memberinya makanan dari buah buahan sorga- dan
seterusnya.
Diriwayatkan dalam kitab Allaalaiy dari jalan Al Husain bin `Ali
Marfu`: Berkata pengarang kitab : Hadits ini Maudhu` (palsu).
6. HADITS DARI RIWAYAT :
. :
. ,

Artinya : Perbanyaklah Istighfar di bulan Rajab. Sesungguhnya


Allah Ta`ala membebaskan hamba hambanya setiap sa`at di
bulan itu, dan Sesungguhnya Allah Ta`ala mempunyai kota kota
13
di Jannah-Nya yang tidak akan dimasuki kecuali oleh orang
yang berpuasa di bulan itu.
Dikatakan dalam Adz dzail : Dalam sanadnya ada rawi
namanya Al Ashbagh : Tidak bisa dipercaya.
7. HADITS DARI RIWAYAT :
. , , :
.-
Artinya : Di bulan Rajab ada satu hari dan satu malam,
siapapun yang berpuasa di hari itu, dan mendirikan malamnya.
Maka sama nilainya dengan orang yang berpuasa seratus
tahun dan seterusnya.

Dikatakatan dalam Adz dzail : Di dalam sanadnya ada nama


rawi Hayyaj, dia adalah rawi yang ditinggalkan.
Dan demikian disebutkan tentang : Berpuasa satu hari atau
dua hari di bulan itu.
Disebutkan juga dalam Adz dzail : Sanad hadits ini penuh
dengan kegelapan sebahagian atas sebahagian lainnya, di
dalam sanadnya ada perawi perawi yang pendusta : Dan
demikian diriwayatkan : Bahwa Nabi Shollallahu `alaihi wa
Sallam berkhutbah pada hari jum`at sepekan sebelum bulan
Rajab. Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam berkata : Hai
sekalian manusia! Sesungguhnya akan datang kepada kalian
satu bulan yang mulia. Rajab bulan adalah bulan Allah yang
Mulian, dilipat gandakan kebaikan di dalamnya, do`a do`a
dikabulkan, kesusahan kesusahan akan di hilangkan. Ini
adalah Hadist yang Munkar.
Dan dalam hadits yang lain : Barang siapa berpuasa satu hari
di bulan Rajab, dan mendirikan satu malam dari malam
malamnya, maka Allah Tabaraka wa Ta`ala akan
membangkitkannya dalam keadaan aman nanti di hari Kiamat-
dan seterusnya.
Di dalam sanad hadits ini : Kadzaabun (para perawi pendusta).
Demikian juga hadits : Barang siapa yang menghidupkan satu
malam di bulan Rajab, dan berpuasa di siang harinya: Allah

14
akan memberikan makanan buatnya buah buahan dari Sorga-
dan seterusnya.
Didalam sanadnya : Para perawi pembohong/pemalsu hadits.
Demikian juga hadits : Rajab bulan Allah yang Mulia, dimana
Allah mengkhususkan bulan itu buat diri-Nya. Maka barang
siapa yang berpuasa satu hari di bulan itu dengan penuh
keimanan dan mengharapkan Ridho Allah, dia akan dimasukan
ke dalam Jannah Allah Ta`ala- dan seterusnya.
Didalam sanadnya : Para perawi yang ditinggalkan.
Demikian juga hadits : Rajab bulan Allah, Sya`ban bulan Saya
(Rasulullahu Shollallahu `alaihi wa Sallam, Ramadhan bulan
ummat Saya. Demikian juga hadits : Keutamaan bulan Rajab
di atas bulan bulan lainnya ialah : seperti keutamaan Al Quran
atas seluruh perkataan perkataan lainnya- dan seterusnya.
Berkata Al Imam Ibnu Hajar : Hadits ini Palsu.
Berkata `Ali bin Ibraahim Al `Atthor dalam satu risalahnya :
Sesungguhnya apa apa yang diriwayatkan tentang keutamaan
tentang puasa di bulan Rajab, seluruhnya Palsu dan Lemah
yang tidak ada ashol sama sekali. Berkata dia : `Abdullah Al
Anshoriy tidak pernah puasa di bulan Rajab, dan dia
melarangnya, kemudian berkata : Tidak ada yang shohih dari
Nabi Muhammad Shollallahu `alaihi wa Sallam satupun hadist
mengenai keutamaan bulan Rajab. Kemudian dia berkata :
Dan demikian juga : Tentang amalan amalan yang dikerjakan
pada bulan ini : Seperti mengeluarkan Zakat di dalam bulan
Rajab tidak di bulan lainnya. Ini tidak ada ashol sama sekali.
Dan demikian juga, Dimana penduduk Makkah memperbanyak
`Umrah di bulan ini tidak seperti bulan lainnya. Ini tidak ada
asal sama sekali sepanjang pengetahuan saya. Dia berkata :
Diantara yang diada-adakan oleh orang yang `awwam ialah :
Berpuasa di awal kamis di bulan Rajab, yang keseluruhannya
ini adalah : Bid`ah.
Dan diantara yang mereka ada adakan juga di bulan Rajab dan
Sya`ban ialah : Mereka memperbanyak ketaatan kepada Allah
melebihi dari bulan bulan lainnya.Adapun yang diriwayatkan
tentang : Bahwa Allah Ta`ala memerintahkan Nabi Nuh `Alaihi
wa Sallam untuk membuat kapalnya di bulan Rajab ini, serta
15
diperintahkan kamu Mu`minin yang bersama dia untuk
berpuasa di bulan ini.
Ini Hadits Maudhu` (Palsu).

AMALAN BIDAH DI BULAN SYABAN


I. PENGERTIAN SYABAN
Syaban sebagai salah satu nama bulan dalam kalender hijriah
mempunyai arti berkelompok (biasanya bangsa Arab
berkelompok mencari nafkah pada bulan itu).
Syaban TIDAK termasuk bulan yang dimuliakan oleh Rasulullah
Saw. selain bulan yang empat, yaitu Dzulqa'dah, Dzulhijjah,
Muharram, dan Rajab.
Ibadah di bulan Syaban sama seperti ibadah sehahri hari di bulan
bulan yang lain.
Ibnu Rajab rahimahullah berkata, "Dinamakan Sya'ban karena
kesibukan mereka dalam mencari air atau di gua-gua setelah
keluar dari bulan Haram Rajab dan dikatakan selain itu." (Fathul
Baari: 4/251)
II. Apa yang dilakukan Nabi Pada bulan Sya'ban?
Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid radliyallahu 'anhu berkata, "Aku
bertanya, Wahai Rasulallah, Aku tidak pernah melihat Anda
berpuasa pada bulan-bulan lain sebagaimana Anda berpuasa pada
bulan Sya'ban?" Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Itu adalah bulan yang banyak dilalaikan oleh manusia yang
berada di antara Rajab dan Ramadlan.
Dia adalah bulan dinaikannya amal-amal perbuatan kepada Rabb
semesta alam (Allah) dan aku senang ketika amalku dinaikkan aku
dalam keadaan berpuasa." (HR. al-Nasai dan Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, Dalam hadits di atas
terdapat dalil mengenai dianjurkannya melakukan amalan ketaatan
16
di saat manusia lalai. Inilah amalan yang dicintai di sisi Allah.
(Lathaif Al Maarif, hal. 235)
Dari Aisyah radliyallahu 'anha berkata,





Nabi shallallahu alaihi wasallam tidak biasa berpuasa pada satu
bulan yang lebih banyak dari bulan Syaban. Beliau shallallahu
alaihi wasallam biasa berpuasa pada bulan Syaban seluruhnya.
(HR. Bukhari no. 1970 dan Muslim no. 1156)
Dalam lafazh Muslim, Aisyah radhiyallahu anha mengatakan,



Nabi shallallahu alaihi wasallam biasa berpuasa pada bulan
Syaban seluruhnya. Beliau berpuasa Sya'ban hanya sedikit hari
saja. (HR. Muslim no. 1156) Maknanya bahwa beliau tidak pernah
mengosongkan bulan Sya'ban dari berpuasa, terkadang beliau
puasa di bagian-bagian awal, terkadang di bagian akhir, dan
terkadang di pertengahan. (Lihat Syarah hadits ini dalam Syarah
Shahih Muslim oleh Imam al-Nawawi)

III. Keutamaan Bulan Syaban

Dari Usamah bin Zaid, beliau berkata, Katakanlah wahai


Rasulullah, aku tidak pernah melihatmu berpuasa selama sebulan
dari bulan-bulannya selain di bulan Syaban. Nabi shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,





Bulan Syaban adalah bulan di mana manusia mulai lalai yaitu di
antara bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan tersebut adalah bulan
dinaikkannya berbagai amalan kepada Allah, Rabb semesta alam.
Oleh karena itu, aku amatlah suka untuk berpuasa ketika amalanku
dinaikkan. (HR. An Nasai. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini hasan). Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, Dalam
hadits di atas terdapat dalil mengenai dianjurkannya melakukan

17
amalan ketaatan di saat manusia lalai. Inilah amalan yang dicintai
di sisi Allah. (Lathoif Al Maarif, 235)

IV. Banyak Berpuasa di Bulan Syaban


Terdapat suatu amalan yang dapat dilakukan di bulan ini yaitu
amalan puasa. Namun tidak ada hadits tentang puasa sunnat
khusus Syaban. Berarti di bulan syaban ini, puasa yang dilakukan
Nabi ialah puasa yang pernah dituntunkan Nabi, Antara lain: puasa
senin-kamis,puasa dawud dan puasa setiap tanggal 13,14,15. Jika
puasa bidh ini ada yang sengaja tdk dilakukan pada bulan selain
Syaban, maka diqadla ( diganti) pada bulan Syaban.
Mengqadlanya kadang di awal kadang di kahir bulan
Sehingga Nabi shallallahu alaihi wa sallam banyak berpuasa
ketika bulan Syaban dibanding bulan-bulan lainnya selain puasa
wajib di bulan Ramadhan.
Dengan demikian TIDAK ADA PUASA bulan Syaban

V. SUNNAT KHUSUS PADA BULAN SYABAN


Dari Aisyah radhiyallahu anha, beliau mengatakan,

.





Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam biasa berpuasa, sampai
kami katakan bahwa beliau tidak berbuka. Beliau pun berbuka
sampai kami katakan bahwa beliau tidak berpuasa. Aku tidak
pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan
Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang
lebih banyak daripada berpuasa di bulan Syaban. (HR. Bukhari
no. 1969 dan Muslim no. 1156)
Aisyah radhiyallahu anha juga mengatakan,





Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak biasa berpuasa pada satu
bulan yang lebih banyak dari bulan Syaban. Nabi shallallahu alaihi
18
wa sallam biasa berpuasa pada bulan Syaban seluruhnya. (HR.
Bukhari no. 1970 dan Muslim no. 1156)
Dalam lafazh Muslim, Aisyah radhiyallahu anha mengatakan,
.


Nabi shallallahu alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan
Syaban seluruhnya. Namun beliau berpuasa hanya sedikit hari
saja. (HR. Muslim no. 1156)
Dari Ummu Salamah, beliau mengatakan,

.


Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam setahun tidak berpuasa
sebulan penuh selain pada bulan Syaban, lalu dilanjutkan dengan
berpuasa di bulan Ramadhan. (HR. Abu Daud dan An Nasai.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Lalu apa yang dimaksud dengan Nabi shallallahu alaihi wa sallam
biasa berpuasa pada bulan Syaban seluruhnya (Kaana yashumu
syaban kullahu)? Asy Syaukani mengatakan, Riwayat-riwayat ini
bisa dikompromikan dengan kita katakan bahwa yang dimaksud
dengan kata kullu (seluruhnya) di situ adalah kebanyakannya
(mayoritasnya). Alasannya, sebagaimana dinukil oleh At Tirmidzi
dari Ibnul Mubarrok. Beliau mengatakan bahwa boleh dalam
bahasa Arab disebut berpuasa pada kebanyakan hari dalam satu
bulan dengan dikatakan berpuasa pada seluruh bulan. (Nailul
Author, 7/148). Jadi, yang dimaksud Nabi shallallahu alaihi wa
sallam berpuasa di seluruh hari bulan Syaban adalah berpuasa di
mayoritas harinya. Ada beberapa lafazh yang membicarakan
larangan puasa setelah pertengahan bulan Syaban.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,




Jika tersisa separuh bulan Syaban, janganlah berpuasa. (HR.
Tirmidzi no. 738 dan Abu Daud no. 2337)
Dalam lafazh lain,




Jika tersisa separuh bulan Syaban, maka tidak ada puasa sampai
datang Ramadhan. (HR. Ibnu Majah no. 1651)
Dalam lafazh yang lain lagi

19




Jika tersisa separuh bulan Syaban, maka tahanlah diri dari
berpuasa hingga datang bulan Ramadhan. (HR. Ahmad)
Sebenarnya para ulama berselisih pendapat dalam menilai hadits-
hadits di atas dan hukum mengamalkannya.
Di antara ulama yang menshahihkan hadits di atas adalah At
Tirmidzi, Ibnu Hibban, Al Hakim, Ath Thahawiy, dan Ibnu Abdil
Barr. Di antara ulama belakangan yang menshahihkannya adalah
Syaikh Al Albani rahimahullah.

Sedangkan ulama lainnya mengatakan bahwa hadits tersebut


adalah hadits yang mungkar dan hadits mungkar adalah di antara
hadits yang lemah. Di antara ulama yang berpendapat demikian
adalah Abdurrahman bin Mahdiy, Imam Ahmad, Abu Zurah Ar
Rozi, dan Al Atsrom. Alasan mereka adalah karena hadits di atas
bertentangan dengan hadits,


Janganlah mendahulukan Ramadhan dengan sehari atau dua hari
berpuasa. (HR. Muslim no. 1082). Jika dipahami dari hadits ini,
berarti boleh

Semoga dengan melakukan hal ini kita termasuk orang yang


mendapat keutamaan yang disebutkan dalam hadits qudsi berikut.






Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepadaKu dengan
amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah
mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada
pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi
petunjuk pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat,
memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk
memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan
untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku
20
mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku
akan melindunginya. (HR. Bukhari no. 2506).
Orang yang senantiasa melakukan amalan sunnah (mustahab)
akan mendapatkan kecintaan Allah, lalu Allah akan memberi
petunjuk pada pendengaran, penglihatan, tangan dan kakinya.
Allah juga akan memberikan orang seperti ini keutamaan dengan
mustajabnya (terkabulnya) doa. (Faedah dari Fathul Qowil Matin,
Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al Abad)
Mayoritas ulama -di antaranya adalah Atho, Ibnu Abi Mulaikah,
para fuqoha (pakar fiqih) penduduk Madinah, dan ulama Malikiyah-
mengatakan bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang tidak ada
tuntunannya (baca: bidah). (Lathoif Al Maarif, 247-248).

VI. PUASA NISFU SYABAN

Dan di sini pendapat mayoritas ulama itu lebih kuat dengan


beberapa alasan berikut:
Pertama, tidak ada satu dalil pun yang shahih yang menjelaskan
keutamaan malam Nishfu Syaban. Bahkan Ibnu Rajab sendiri
mengatakan, Tidak ada satu dalil pun yang shahih dari Nabi
shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat. Dan dalil yang ada
hanyalah dari beberapa tabiin yang merupakan fuqoha negeri
Syam. (Lathoif Al Maarif, 248).
Seorang ulama yang pernah menjabat sebagai Ketua Lajnah Ad
Daimah (komisi fatwa di Saudi Arabia) yaitu Syeikh Abdul Aziz
bin Abdillah bin Baz mengatakan, Hadits yang menerangkan
keutamaan malam nishfu Syaban adalah hadits-hadits yang lemah
yang tidak bisa dijadikan sandaran. Adapun hadits yang
menerangkan mengenai keutamaan shalat pada malam nishfu
syaban, semuanya adalah berdasarkan hadits palsu (maudhu).
Sebagaimana hal ini dijelaskan oleh kebanyakan ulama. (At
Tahdzir minal Bida, 20). Begitu juga Syeikh Ibnu Baz menjelaskan,
Hadits dhoif barulah bisa diamalkan dalam masalah ibadah, jika
memang terdapat penguat atau pendukung dari hadits yang
shahih. Adapun untuk hadits tentang menghidupkan malam nishfu
syaban, tidak ada satu dalil shahih pun yang bisa dijadikan
penguat untuk hadits yang lemah tadi. (At Tahdzir minal Bida, 20)
21
Kedua, ulama yang mengatakan tidak mengapa menghidupkan
malam Nishfu Syaban dan menyebutkan bahwa ada sebagian
tabiin yang menghidupkan malam tersebut, sebenarnya sandaran
mereka adalah dari berita Isroiliyat. Lalu jika sandarannya dari
berita tersebut, bagaimana mungkin bisa jadi dalil untuk beramal[?]
Juga orang-orang yang menghidupkan malam Nishfu Syaban,
sandaran mereka adalah dari perbuatan tabiin. Kami katakan,
Bagaimana mungkin hanya sekedar perbuatan tabiin itu menjadi
dalil untuk beramal[?] (Lihat Al Bida Al Hawliyah, 296)
Ketiga, adapun orang-orang yang berdalil dengan pendapat
bahwa tidak terlarang menghidupkan malam Nishfu Syaban
dengan shalat sendirian sebenarnya mereka tidak memiliki satu
dalil pun. Seandainya ada dalil tentang hal ini, tentu saja mereka
akan menyebutkannya. Maka cukup kami mengingkari alasan
semacam ini dengan hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam,


Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami,
maka amalan tersebut tertolak. (HR. Muslim no. 1718). Ingatlah,
ibadah itu haruslah tauqifiyah yang harus dibangun di atas dalil
yang shahih dan tidak boleh kita beribadah tanpa dalil dan tanpa
tuntunan dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam. (Lihat Al Bida Al
Hawliyah, 296-297)

Keempat, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,





Janganlah mengkhususkan malam Jumat dari malam lainnya
untuk shalat. Dan janganlah mengkhususkan hari Jumat dari hari
lainnya untuk berpuasa. (HR. Muslim no. 1144)
Seandainya ada pengkhususan suatu malam tertentu untuk
ibadah, tentu malam Jumat lebih utama dikhususkan daripada
malam lainnya. Karena malam Jumat lebih utama daripada
malam-malam lainnya. Dan hari Jumat adalah hari yang lebih baik
dari hari lainnya karena dalam hadits dikatakan, Hari yang baik
saat terbitnya matahari adalah hari Jumat. (HR. Muslim).
22
Tatkala Nabi shallallahu alaihi wa sallam memperingatkan agar
jangan mengkhususkan malam Jumat dari malam lainnya dengan
shalat tertentu, hal ini menunjukkan bahwa malam-malam lainnya
lebih utama untuk tidak boleh dikhususkan suatu ibadah di
dalamnya kecuali jika ada suatu dalil yang mengkhususkannya. (At
Tahdzir minal Bida, 28).
Syeikh Ibnu Baz rahimahullah mengatakan, Seandainya malam
Nishfu Syaban, malam jumat pertama di bulan Rajab, atau malam
Isra Miraj boleh dijadikan perayaan (hari besar Islam) atau ibadah
lainnya, tentu Nabi shallallahu alaihi wa sallam akan memberi
petunjuk kepada kita umat Islam mengenai hal ini atau beliau
sendiri merayakannya. Jika memang seperti itu beliau lakukan,
tentu para sahabat radhiyallahu anhum akan menyampaikan hal
tersebut pada kita umat Islam dan tidak mungkin para sahabat
menyembunyikannya. Ingatlah, para sahabat adalah sebaik-baik
manusia di masa itu dan mereka paling bagus dalam penyampaian
setelah para Nabi alaihimus shalatu was salaam.
Para ulama mengatakan bahwa tidak ada satu dalil yang shahih
dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam atau para sahabat yang
menunjukkan keutamaan malam jumat pertama dari bulan Rajab
dan keutamaan malam Nishfu Syaban. Oleh karena itu,
menjadikan hari tersebut sebagai perayaan termasuk amalan yang
tidak ada tuntunannya sama sekali dalam Islam. (At Tahdzir minal
Bida, 30).

VII. Kebid'ahan yang Marak di Bulan Sya'ban


1/ Shalat al-Bara'ah, yaitu shalat seratus rakaat yang
dikhususkan pelaksanaannya pada malam nishfu Sya'ban.
2/ Shalat tujuh raka'at dengan niat untuk menolak bala' (bencana
dan musibah), panjang umur, dan kecukupan sehingga tidak
meminta-minta kepada manusia.
3/ Membaca Surat Yaasin dan berdoa pada malam nishfu
Sya'ban dengan doa khusus, yaitu:


4/ Meyakini bahwa malam Nishfu Sya'ban adalah malam Lailatul
Qadar. Al-Syuqairi berkata, "Dia (pendapat itu) adalah batil
berdasarkan kesepakatan para peneliti dari kalangan
23
Muhadditsin." (Al-Sunan al-Mubtadi'ah, hal. 146) Hal tersebut
berdasarkan firman Allah Ta'ala,



"Bulan Ramadan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan
(permulaan) Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia.." (QS.
Al-Baqarah: 185)

"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada
Lailataul Qadar (malam kemuliaan)." (QS. Al-Qadar:1) Dan
malam Lailatul Qadar berada di Ramadlan, bukan di bulan
Sya'ban.

VIII. Sejarah Munculnya Bid'ah Ini


Imam Al-Maqdisi berkata, "Perkara ini pertama kali terjadi di
tempat kami pada tahun 448 Hijriyah. Pada saat itu ada seorang
laki-laki yang dikenal dengan Ibnu Abil Humaira' yang memiliki
bacaan bagus. Dia shalat di Masjid al-Aqsha pada malam nisfu
Sya'ban lalu ada seorang laki-laki yang berdiri di belakangnya
kemudian bergabung orang ketiga dan keempat sehingga
tidaklah ia selesai dari shalatnya kecuali ia berada di tengah-
tengah jama'ah yang banyak." (Al-Ba'its 'ala Inkar al-Bida' wa al-
Hawadits, hal. 124-125)
Al-Najm al-Ghaithi berkata, "Sesungguhnya banyak ulama telah
mengingkari itu, dari negeri Hijaz -di antaranya 'Atha' dan Ibnu
Abi Mulaikah-, Fuqaha' Madinah dan Pengikut Malik. Mereka
berkata, "Semua itu adalah bid'ah." (Al-Sunan wa al-Mubtadi'aat,
Imam Al-Qusyairi, hal. 145)
Ketahuilah, bahwa perilaku bid'ah yang mereka lakukan tersebut
disandarkan kepada beberapa riwayat berikut ini:
- Dari Ali radliyallahu 'anhu secara marfu', berkata,



"Apabila tiba malam nishfu Sya'ban maka berdirilah shalat pada
malam harinya dan berpuasalah pada siang harinya." (HR. Ibnu
Majah dalam Sunannya no. 1388, dan ini adalah hadits Maudlu'.
Syaikh Al-Albani mengatakan dalam Dhaif Sunan Ibni Majah,

24
"Lemah sekali atau maudlu palsu-" no. 1388, juga dalam Al-
Misykah no. 1308, Al-Dhaifah no. 2132)






"Sesungguhnya Allah turun ke langit dunia pada malam Nishfu
Sya'ban, lalu Dia akan mengampuni umatku lebih dari jumlah
bulu domba yang digembalakan Bani Kalb." (HR. Ibn Majah no.
1389 dan al-Tirmidzi no. 670. Syaikh al-Albani mendhaifkannya
dalam Dhaif Sunan Ibni Majah no. 295 dan Dhaif al-Jami' al-
Shaghir no. 1761)
Kesimpulannya, bahwa perkara-perkara ini tidak diterangkan oleh
hadits ataupun atsar kecuali dari jalur yang lemah dan maudhu'.
Al-Hafidz Ibnu Dahiyyah berkata, "Ahli Ta'dil dan Tajrih berkata,
"Tidak ada hadits shahih yang menerangkan tentang Nishfu
Sya'ban. Wahai Hamba-hamba Allah berhati-hatilah dari para
pemalsu yang akan meriwayatkan sebuah hadits untuk kalian
yang dipasarkan untuk kebaikan. Mengamalkan kebaikan
seharusnya dengan sesuatu yang disyariatkan dari Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam. Apabila telah nyata bahwa dia
berdusta maka telah keluar dari disyariatkan, maka penggunanya
telah menjadi pembantu syetan karena menggunakan hadits atas
nama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang tidak pernah
Allah turunkan keterangan tentangnya." (Al-Ba'its 'ala Inkar al
Bida' wa Al-Hawadits, Ibu Syamah al-Maqdisi, hal. 127)

IX. Hukum Merayakan Malam Nishfu Sya'ban


Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah pernah ditanya tentang
malam nishfu Sya'ban? Apakah ada shalat khusus di dalamnya?
Beliau menjawab, "Malam Nishfu Sya'ban, tidak ada hadits
shahih yang menerangkannya. Semua hadits yang menyebutkan
tentang keutamaan di dalamnya adalah maudhu' (palsu) dan
lemah yang tidak memiliki sumber. Malam itu tidak memiliki
keistimewaan (kekhususan), baik dengan membaca sesuatu,
tidak pula shalat khusus dan berjama'ah. .

25
Dan apa yang disebutkan oleh sebagian ulama bahwa malam
tersebut memiliki keistimewaan adalah pendapat yang lemah,
karenanya tidak boleh diistimewakan dengan sesuatu.
X. SALING MEMINTA MAAF MENJELANG RAMADHAN
Setiap menjelang ramadhan selalu beredar SMS dari teman ke
teman mengenai tradisi memaafkan sebelum
Ramadhan. Dengan melengkapi SMS tersebut dengan sebuah
hadis. Bunyi hadisnya (beberapa SMS dengan redaksional yang
berbeda):
Ya Allah tolong abaikan puasa ummat Muhammad shalallahu
alaihi wa sallam, apabila sebelum memasuki bulan Ramadhan
dia tidak melakukan hal-hal yang berikut:
a. Tidak memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang
tuanya (jika masih ada)
b. Tidak bermaafan terlebih dahulu antara suami istri
c. Tidak bermaafan terlebih dahulu dengan orang-orang
sekitarnya, maka Rasulullah pun mengatakan Amiin sebanyak
3 kali.
Karena sangat mengesannya kandungan hadits itu, setlah
dilakukan pencarian dalam kitab kitab hadits dan Maktabah asy
Syamilah. Hasilnya sangat mengejutkan, tidak mendapatkan satu
hadits pun bahkan yang palsu sekalipun yang serupa dengan
hadits tersebut.
Jadi kesimpulannya hadits itu adalah buatan orang orang di
jaman sekarang yang entah disengaja atau tidak telah membuat
buat hadits palsu. Dengan demikian, hadist SMS diatas tidak
ada hubungan dengan keharusan bermaafan sebelum puasa
Ramadhan.
Hadits yang shahih tentang hal ini ialah :"Artinya : Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam naik ke atas mimbar kemudian
berkata, "Amin, amin, amin". Para sahabat bertanya.
"Kenapa engkau berkata 'Amin, amin, amin, Ya Rasulullah?"
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Telah datang malaikat Jibril dan ia berkata : 'Hai Muhammad
celaka seseorang yang jika disebut nama engkau namun dia
tidak bershalawat kepadamu dan katakanlah amin!' maka
kukatakan, 'Amin',
26
kemudian Jibril berkata lagi, 'Celaka seseorang yang masuk
bulan Ramadhan tetapi keluar dari bulan Ramadhan tidak
diampuni dosanya oleh Allah dan katakanlah amin!', maka
aku berkata : 'Amin'.
Kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata lagi.
'Celaka seseorang yang mendapatkan kedua orang tuanya
atau salah seorang dari keduanya masih hidup tetapi justru
tidak memasukkan dia ke surga dan katakanlah amin!' maka
kukatakan, 'Amin".
[Hadits Riwayat Bazzar dalama Majma'uz Zawaid 10/1675-166,
Hakim 4/153 dishahihkannya dan disetujui oleh Imam Adz-
Dzahabi dari Ka'ab bin Ujrah, diriwayatkan juga oleh Imam
Bukhari dalam Adabul Mufrad no. 644 (Shahih Al-Adabul Mufrad
No. 500 dari Jabir bin Abdillah)]
Lebih lagi Rsulullah SAW sangat mampu untuk mengerjakannya
dan tidak ada penghalang untuk mengerjakan hal itu, apa lagi
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mendapati bulan
Ramadan selama hiduap beliau sebanyak 8/9 kali dan selama itu
tidak ada riwayat beliau menganjurkan untuk meminta maaf baik
antara sesama muslim atau orang tua atau suami istri menjelang
bulan Ramadhan.
Tapi perlu diingat baik-baik, Islam mengajarkan bahwa siapapun
yang mempunyai kesalahan terhadap orang lain, pernah
menyakiti atau menzhalimi orang lain, maka bersegeralah
meminta halal dan maaf dan jangan menunggu nanti
penyelesaiannya di hadapan Allah Taala.
XI. ZIARAH KUBUR SEBELUM RAMADHAN
Yang benar ziarah kubur itu kapan saja boleh, namun kalau
ditentukan hari dan bulannya, jika selalu di bulan Syaban dan
menjelang ramadhan .inilah yang keliru.
XII. PADUSAN / MANDI BESAR MENJELANG RAMADHAN
Pada akhir bulaan Syaban melakukan Padusan ( mandi besar
dengan keramas ) akan mengawali puasa.
Padusan ini bukan tuntunan Islam. Jika melakukan melanggar Q
S Al Baqarah (2) : 42 dan 208

27



2/42. dan janganlah kamu campur adukkan yang hak Islam)
dengan yang bathil ( ajaran/tradisi non Islam) dan janganlah
kamu sembunyikan yang hak itu[43], sedang kamu mengetahui.





2/208. Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam
Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-
langkah(tradisi/ajaran) syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh
yang nyata bagimu.
.Mandi besar sunnat dituntunkan, hanya dituntunkan :
1) akan ibadah jumat
2) akan ibadah hari raya idul fthri / idul adhkha
3) akan ihram ( Umrah dan Haji )
4) sehabis memandikan janazah
5) sesudah berbekam

HISAB

HISAB DAN RUKYAT


TINJAUAN RUKYAT
HISAB
Artinya MENGHITUNG MELIHAT
Caranya MENGETAHUI PEREDARAN BULAN MELIHAT SAAT TERBITNYA
MENGELILINGI BUMI BULAN (sabit / hilal ) pada saat
terbenamnya matahari
Dasar 1. Dasar pokok: Al Quran : Taubat (9)1.: dasar pokok : Hadits Dari Abu
hukumnya 36; Anam (6) : 96; Araf (7) : 54; Huroiroh riwayat Al Bukhari, sabda
Yunus (10 ) :5; Radu (13) ::2; Ibrahim Nabi : puasalah karena melihat
(14) :33; Haj (22) :18; Luqman (31) :29 bulan dan berharirayalah karena
; Fathir 35) :13; Yasin 36) :38-40; melihat bulan, jika terhalang sesuatu
2. Dasar dukungan : Hadits dari Abu maka genapkanlah umur syaban 30
Huroiroh riwayat AlBukhari sabda Nabi hari.
: puasalah karena melihat bulan dan 2. Secara matan / textual hadits ini jelas
berharirayalah karena melihat bulan. perintahnya, yakni melihat bulan secara
Hadits ini jika digabung dengan hadits langsung.
dari Said bin Umar riwayat Al Bukhari,
sabda Nabi: kami adalah masyarakat
yang umiy ( buta huruf/angka), maka
28
umur bulan hanyalah saya kirakira 29
hari atau 30 hari .
3. Maka perintah melihat secara langsung ,
karena TIDAK DAPAT baca tulis /
hitung.
4. Mafhum mukhalafah hadits diatas , kalau
bisa baca tulis/hitung cukup dgn hisab
yaitu menghitung peredaran bulan,
berdasar ayat-ayat Alquran (terutama
Yasin: 38 dan Yunus: 5 ) dan hadits (
Said bin Umar riwayat Al bukhari )
Disebut juga Rukyat bil ilmi ( melihat hilal dengan ilmu Rukyat bil fili (melihat hilal dengan
hisab ) mata kepala)
Alatnya 1. Ilmu Astronomi (falak ) 1. Tempat yang tinggi
2. Ilmu Geografi 2. melihat langsung bulan sabit
3. Alat tehnologi canggih jaraknya dari bumi 406 000 Km
Pendapat 1. ada 3 macam perbedaan pendapat : Ada paling tidak 5 beda pendapat cara /
1. ijtima qoblal ghurub ( hilal dihitung penentuan hasil melihat hilal, a.l.:
telah wujud ketika ijtima terjadi 1. rukyat harus tanpa alat
sebelum matahari terbenam ) 2. rukyat boleh dengan alat ( a.l.
2. imkanur rukyah ( hilal teleskop )
dimungkinkan terlihat pada saat 3. bulan sabit harus terlihat paling
ghurub / trbenam ) tidak separuh
3. wujudul hilal ( hilal diperhitungkan 4. bulan sabit sudah terlihat walau
lahir pada saat ghurub/terbenam) belum separuhnya
5. bulan sabit harus terlihat utuh
Hasil Obyektif - rasional, karena : Subyektif individual , karena :
1. bulan dan bumi menurut TAQDIR 1. kemungkinan besar terhalang
beredar dengan TETAP sejak penciptaan oleh halangan tetap ( usia
hingga akhir zaman, maka dapat dihitung tua, mata rabun/plus/ min )
dengan akurat dan terhalang sesaat polusi (
2. Dukungan tehnologi canggih ( mendung, asap, sinar terang,
computer/satelit). Contoh hasil hisab: kabut, dll )
ditemukan arloji , bisa mendarat ke 2. karena individual bagi yang
bulan, peluru kendali, jadwal shalat merasa dapat melihat hilal
abadi, jam istiwa. Kalender, terjadinya maka perlu disumpah
gerhana
Melakukann
1. perlu waktu untuk mempelajarinya 1. perlu pengalaman 5 s.d. 15 tahun
ya 2. perlu alat yang canggih untuk dapat melihat hilal
2. Drs Oman Fathurohman SW, Mag
( Majlis Tarjih PP
Muhammadiyah ) baru dapat
berhasil melihat hilal setelah 4 kali
( 2003 )
3. Drs. Jalaluddin, SH (Tim Rukyat
Pengadilan Agama Gunungkidul)
sudah 14 kali belum pernah
berhasil melihat hilal s.d. tahun
2003.
29
4. Untuk tahun 2006 tugas rukyat
beralih ke KUA.

Kesimpulan1. Untuk melakukan hisab harus didukung 1. Untuk melaksanakan rukyat,


1 rukyat. Untuk mengetahui ketepatan hisab, harus didahului hisab. Misalnya
dibuktikan dengan rukyat. untuk melakukan rukyat awal
ramadhan mesti pada tgl 29
Syaban, rukyat idul fithri mesti
tgl 29 Ramadhan . Untuk rukyat
idul adlha mesti tanggal 29
Dzulqodah. Cara mengetahui
kapan tgl 29 itu , jelas dengan
hisab
2. Jika gagal rukyat . Maka
digunakan hisab yaitu istikmal (
menggenapkan umur ) Syaban
menjadi 30 hari
Kesimpulan 1. dengan hisab saja belum menyelesaikan masalah
-2 2. dengan rukyat saja pun belum menyelesaikan masalah
3. hisab dan rukyat saling mendukung
bulan mengitari bumi dengan waktu : 29 heri 12 jam 44 menit 2,5 detik

AYAT AYAT AL QURAN YANG MEMUAT HISAB









QS Taubat ( 9) : 36 : Sungguh bilangan bulan di hadirat Allah ialah 12
bulan, dalam KETETAPAN Allah di waktu Dia menciptakan langit dan
bumi, diantaranya ada 4 bulan yang dimulyakan. Itulah KETETAPAN Allah
ketika Ia menciptakan langit dan bumi , diantaranya ada 4 bulan yang mulia.
Inilah ketetapan agama yang benar/lurus, maka janganlah kamu aniaya
diri, dalam bulan yang 4 itu. Maka perangilah orang musyrik semua,

30
sebagaimana mereka memerangi kamu. Ketahuilah Allah beserta orang yang
bertaqwa







QS Yunus ( 10 ) : 5 : Dialah yang mejadikan matahari bersinar dan bulan
bercahaya dan DITETAPKANNYA manzilah ( garis edar / revolusi-rotasi )
bulan itu supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan
waktu. Allah tidaklah menciptakan itu melainkan dengan HAQ. Dia
menjelaskan tanda kekuasannya kepada orang yang mengetahui









QS ar Radu ( 13 ) : 2 : Allahlah yang meninggikan langit tanpa tiang
sebagaimana kamu lihat, kemudian Allah bersemayam di Arsy, dan
menundukkan matahari dan bulan . Masing masing pada garis edarnya
hingga WAKTU YANG TETAP. Allah mengatur makhluqNya
menjelaskan tanda kekuasaanNya agar kamu meyakini pertemuanmu
denganh Tuhanmu








QS. Al Araf ( 7 ) : 54 : Sungguh Allah Tuhanmu yang menciptakan langit
dan bumi dalam 6 hari, lalu Dia bersemayam di arys. Dia menutup malam
dengan siang yang mengikuti dengan cepat , dan diciptakan pula matahari
dan bulan dan bintang bintang . masing masing tunduk pada perintah
Allah . Ingatlah mencipta dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci
Allah Tuhan semesta alam






QS. Luqman ( 31 ) : Tidakkah kau perhatikan , sungguh Allah memasukkan
malam ke dalam siang dan siang ke dalam malam dan dia tundukkan
matahari dan bulan berjalan pada waktu yang ditentukan. Sungguh Allah
Maha Mengetahui apa yang kau kerjakan

31





QS Yasin ( 36 ) : 38 , 39, 40 : dan matahari selalu beredar pada garis
edarnya . demikian itu KETETAPAN Allah Yang Maha Perkasa lagi
Mengetahui . Dan kami tetapkan garis edar bulan sehingga ketka sa,pai ke
edar akhir kembali lagi sebagai bentuk tandan yang tua . tidaklah mungkin
matahari mendahului bulan dan malampun tak mungkin mendahului siang.
Dan masing masing beredar pada garis edarnya.
Taqdir = ketetapan, di sini artinya peredaran matahari dan bulan beredar menurut
taqdir / garis edar yang tetap. Tak akan terlambat atau kecepatan seper milyar detik
pun. Jadi hari / bulan / tanggal bisa dihitung / dihisab. Buktinya ditemukan angka
jam 1 sd 12 sejak dulu hingga sekarang tetap, wktu siang dan waktu malam sejak
dicipta hingga sekarang tetap. Jadi penentuan waktu, berbasis IPTEK , siapa pun
bisa , bahkan pekerjaan BMG ( Badan Meteorologi dan Geofisika ) adalah hisab.

TUNTUNAN IBADAH RAMADHAN


( M. BUSROWI ABDULMANNAN )
AYAT AYAT AL BAQARAH TENTANG TUNTUNAN RAMADHAN
( M. BUSROWI ABDULMANNAN )
AL BAQARAH ( 2 ) : 183 S D 187






183 : Wahai orang-orang beriman, diwajibkan bagi kamu shiyam ,
sebagaimana telah diwajibkan bagi orang-orang sebelum kamu agar kamu
selalu bertaqwa






184 :yaitu dalam hari hari yang telah dtentukan, maka barangsiapa
diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan lalu berbuka, maka
wajiblah menganti sebanyak hari yang ditingalkan pada hari hari yang
lain. Dan wajib bagi orang orang yang berat menjalankanpuasa , jika tidak
32
puasa membayar fidyah yaitu memberi makan fakir miskin. Siapa yang
dengan kerelaan memberi makan lebih itulah lebih baik. Dan berpuasa
tetap lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya






185 : bulan ramadhan ialah bulan yang dirturunkan permulaan Al Quran
sebagai petunjuk bagi manusia penjelasan mengenai petunjuk itu. Dan
pembeda antara yang haq dan yang bathil. Karena itu siapa tiantara kamu
tingal di hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. Dan siapa yang sakit atau
bepergian lalu berbnuka wajiblah menganti sebanyak hari yang
ditinggalkan pada hari hari ang lain. Allah menghendaki kemudahan
bagimu dan tidak menghenaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu
cukupkan bilangannya dan hendaklah kamu agungkan Allah dengan
petunjukNya yang diberikan kepadamu , agar kamu bersyukur





186 : Dan jika hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, jawablah Aku
dekat. Aku mengabulkan permohonan yang berdoa jika ia mohon kepadaKu
, maka hendaklah memenuhi perintahKu dan bneriman kepadaKu agar
mereka selalu dalam kebenaran




















33
187 : dihalalkan bagi kamu pada malam hari di ulan puasa bercampur
dengan istri istrimu, mereka adalah pakaianmu dan kamu adalah pakaian
mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tak dapat menahan nafsumu,
karena itu Allah mengampunimu dan memberi maaf. Maka campurilah
mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, kemudian
makan minumlah hinga terang bagimu benang putih dari benang hitam,
yaitu fajar. Kemudian sempurnakalah puasa itu sampai datang malam lagi,
namun jangan kamu campuri selagi mereka sedang Itikaf di masjid. Itulah
larangan Allah , maka janganlah kau ekati . Demikianlah Allah
menerangkan tanda kekuasaanNya kepadamu agar kamu bertaqwa

TAFSIR AYAT Q S AL BAQARAH (2) : 183 SD 187

1. Bila kamu menyaksikan datangnya bulan Ramadhan, dengan :


a. Menggunakan hisab ( perhitungan peredaran Bulan )
b. Atau melakukan Ruyat ( melihat terbitnya bulan sabit secara
langsung )
maka berpuasalah dengan ikhlas mengharap pahala , selama sebulan , 29
hari atau 30 hari
2. berpuasalah, hanya menurut sunnah Rasulullah SAW, jangan dicampuri
ajaran diluar Islam. Berdasar QS Al Baqarah : 42
padusan ( mandi besar dengan keramas ) mengawali puasa bukan
tuntunan Islam
karena mandi besar sunnat dituntunkan :
1) akan ibadah jumat
2) akan ibadah hari raya idul fthri / idul adhkha
3) akan ihram ( Umrah dan Haji )
4) sehabis memandikan janazah
5) sesudah berbekam
3. mulailah niyat puasa sebelum fajar ( shubuh ) hingga terbenam
matahari ( maghrib )
a. niyat puasa tidak perlu niyat dilafalkan NAWAITU SHOUMAL
GHODI. Karena ini bukan tuntunan Rasulullah SAW

34
b. Ijtihad Muhammadiyah, dengan lantunan IMSAK ( = cegahlah )
untuk mengingatkan menjelang fajar ( waktu Shubuh ) tinggal
beberapa menit lagi, agar menghentikan dari yang membatalkan
puasa
4. kecuali jika seorang wanita sedang haid atau melahirkan, wajib tidak
puasa dan mengganti di bulan lain
5. jika terpaksa harus menguat-nguatkan puasa hingga akhirnya tidak kuat
dibolehkan tidak berpuasa, membayar fidyah :
a. yang dimaksud bagi yang menguat-nguatkan ialah :
1) pekerja berat seharian penuh
2) hamil atau menyusui
3) umur sangat tua / renta / sakit kronis
Dalam hadits disebutkan:






] [ .
Artinya: Diriwayatkan dari Anas Ibn Malik al-Kabi diterangkan bahwa
Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya Allah Yang Maha Besar dan Maha
Mulia telah membebaskan puasa dan separoh shalat bagi orang yang
bepergian serta membebaskan puasa bagi orang hamil dan menyusui. [HR.
al-Khamsah].
Dijelaskan oleh Ibnu Abbas:


) (




[ .

.]
Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu Abbas (ketika menjelaskan:

... Dan wajib orang-orang yang berat menjalankannya jika
mereka tidak berpuasa, berkata: Yang demikian itu merupakan
keringanan bagi orang laki-laki dan perempuan yang sudah sangat
tua. Mereka adalah orang yang sangat berat berpuasa, oleh karenanya
kepada mereka boleh tidak berpuasa, sebagai gantinya memberi
makan apa yang biasa dimakan kepada orang miskin per harinya. Hal
35
ini berlaku pula bagi wanita hamil dan menyusui, jika keduanya
merasa takut. [HR. Abu Dawud].
Dikatakan pula oleh Ibnu Abbas:

[ .

.]
Artinya: Kamu (perempuan hamil atau menyusui) termasuk orang yang
sangat berat berpuasa, maka kepadamu wajib membayar fidyah dan tidak
diwajibkan mengqadla. [HR. al-Bazzar dan dishahihkan oleh ad-
Daruquthni].

b. kalau sudah membayar fidyah , berarti sudah TIDAK lagi mengganti


puasa di bulan yang lain
c. fidyah sebaiknya dibayar setiap hari / setiap hari puasa yang
ditinggalkan.
d. Fidyah itu ukurannya 1 mud ( = 6 0ns lebih sedikit ) bahan makanan
pokok
e. Jika menginginkan thathowwu ( kebajikan memberi lebih ) maka
pemberian fidyah itu lebih dari 1mud, misal 7 ons atau 8 ons atau 1
Kg atau seberapa ikhlas memberi
f. Perlu diingat pekerja berat / umur tua / hamil / menyusui yang
menguat-nguatkan untuk tetap berpuasa walau agak berat, maka itu
lebih baik . Karena ibadah puasa Ramadhan sehari lebih banyak
pahalanya dibanding puasa 11 bulan terus menerus
6. selama berpuasa itu , cegahlah yang membatalkan puasa, yang
membatalkan hanya dua:
a. makan / minum, berakibat mengganti puasa di bulan lain
b. hubungan sex, berakibat melaksanakan kafarot , puasa 2 bulan
berturut turut atau memberi makan 60 fakir miskin
7. cegah pula hal hal yang dapat mengakibatkan putusnya pahala, semisal :
perkataan / perbuatan yang menjurus porno, dusta, melanggar aturan
agama
8. amalan Ramadhan
a. makan sahur,
b. dan mengakhirkan waktu makan sahur, misal jam sebelum shubuh

36
c. wudlu siang hari TETAP berkumur / TETAP menghirup air ke
hidung, hanya jangan keras-keras dan berkali kali dalam berkumur /
menghirup air ke hidung
d. dibolehkan sikat gigi di setiap akan wudlu untuk shalat lima waktu
e. sebaiknya jangan bercumbu dengan istri, walaupun tidak
membatalkan puasa
f. jika diajak berkelahi / berselisih, ucapkan saya sedang puasa
g. senang bersedekah , terutama sedekah makan untuk berbuka ( tajil )
h. begitu tanda waktu maghrib tiba segera membatalkan puasa ( tajil)
dengan kurma atau seteguk air putih . diakhiri doa DZAHABADL
DLOMAA U WAB TALATIL NGURUUQU WA TSABBATAL
AJRU INSYAA ALLOOH
i. kemudian shalat maghrib berjamaah , baru berbuka puasa,
j. setiap malam shalat lail/qiyam ramadhan , pilihlah waktunya
menjelang sahur, antara jam 02 s.d. 03. Boleh juga dilakukan sesaaat
setelah shalat isyak atau yang lazim dinamai shalat tarawih ( arti
tarowih adalah melakukan lail / witir di sore hari / isyak ) ,
k. sesering mungkin beritikaflah ,
1. mulai malam pertama Ramadhan atau malam gasal sesudah 20
ramadhan : malam 21, 23, 25, 27, 29 . atau selama sepuluh hari
akhir Ramadhan, mulai malam 20 s.d. malam 29 atau mulai
malam 21 s.d. malam 30
2. akan lebih baik jika Itikaf berjamaah dan dikordinir oleh takmir
3. Itikaf itu hanya dilakukan di masjid, Doa khusus Itikaf ialah :


ALLOOHUMMA INNAKA NGAFUWWUN TUKHIBBUL
NGAFWA FAFU NGANNII

YA ALLAH SUNGGUH ENGKAU MAHA PENGAMPUN


SENANG DENGAN AMPUNAN, MAKA AMPUNILAH SAYA
( sesudah lafal NGAFUWWUN Doa ini jangan ditambahi lafal
KARIIM)
l. keluarkanlah zakat fithrah , wajib bagi semua ummat Islam kaya atau
miskin.
1) sebanyak 2, 5 Kg lebih sedikit bahan makanan pokok

37
2) sunnahnya diserahkan fakir miskin sesudah shubuh sebelum
shalat idul fithri. Atau boleh diberikan sejak hari pertama
ramadhan atau beberapa hari sebelum malam hari raya Idul Fithri.
Pemberian zakat fithrah tak ada Amil
9. Catatan :
a. tidak mengapa siang hari ramadhan mandi dengan menyiram air di kepala.
Namun jangan melakukannya berulang ulang
b. memasukkan obat penyembuh ( bukan obat pengenyang ) di telinga, mata ,
hidung tidak membatalkan puasa . Namun sebaiknya dihindari, kecuali
benar benar terpaksa
c. suntik penyembuh ( bukan pengenyang ) , tidak membatalkan puasa
d. kentut dalam air, menelan ludah, badan tergores sehingga luka berdarah
tidak membatalkan puasa walapun semua itu disengaja.
e. Pria mimpi basah siang hari tidak membatalkan puasa, hanya wajib mandi
besar

DOA TAJIL
( DOA BERSEGERA MEMBATALKAN PUASA )

SETELAH TERDENGAR ADZAN MAGHRIB,


SEGERALAH MEMBATALKAN PUASA DENGAN MINUM
SEBELUM MINUM BACALAH



ALLOOHUMMA BAARIK LANAA FIIMAA ROZAQTANAA
WA QINAA NGADZAABANNAR, BISMILLAAH
YA ALLAH BERKATILAH KAMI PADA RIZQI KAMI
DAN JAUHKANLAH KAMI DARI API NERAKA
DENGAN NAMA ALLAH
KEMUDIAN MEMBACA DOA BADA TAJIL
( SETELAH MINUM )



DZAHABADH DHOMAA U WABTALATIL URUUQU
WA TZABBATAL AJRU INSYAA ALLOOH
TELAH HILANG DAHAGAKU DAN TELAH BASAH TENGGOROKANKU
DAN TETAPKLAH PAHALA , ATAS KEHENDAK ALLAH
KEMUDIAN MAKAN YANG MANIS
SEPERTI KURMA ATAU SEMISALNYA )
KEMUDIAN SHOLAT MAGHRIB DULU
38
BARU BERBUKA
SEBELUM BERBUKA BACALAH



ALLOOHUMMA BAARIK LANAA
FIIMAA ROZAQTANAA WA QINAA NGADZAABANNAR, BISMILLAAH
YA ALLAH BERKATILAH KAMI PADA RIZQI KAMI
DAN JAUHKANLAH KAMI DARI API NERAKA
DENGAN NAMA ALLAH
KEMUDIAN SELESAI BERBUKA BERDOA
.

AL HAMDU LILLAAHIL LADZII ATH AMANAA WA SAQOONAA
WA JAALANAA MUSLIMIIN
SEGALA PUJI BAGI ALLAH
YANG TELAH MEMBERI KAMI MAKAN
DAN JADIKAN KAMI ORANG YANGBERSERAH DIRI
Adapun bacaan ALLOOHUMMA LAKA SHUMTU WA ALAA RZIQIKA
AFTHORTU, adalah hadits dlaif berdasar Hadits dari Muadz bin Abu Zuhroh
riwayat Al Baihaqi



- :

: -
.
Dari Muadz bin Zuhrah, sesungguhnya telah sampai riwayat kepadanya
bahwa sesungguhnya jika Nabi shallallahu alaihi wa sallam berbuka
puasa, beliau membaca (doa), Allahumma laka shumtu wa ala rizqika
afthortu-ed (ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa dan dengan rezeki-Mu aku
berbuka).

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Abu Daud, dan dinilai dhaif oleh Syekh
al-Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud.
Termasuk juga ulama yang mendhoifkan hadits semacam ini adalah Ibnu
Qoyyim Al Jauziyah

39
PANDUAN SHALAT QIYAMUR RAMADHAN
YANG DINAMAI PULA SHALAT TARAWWIH
Shalat lail jika dilakukan pada bulan Ramadhan disebut shalat QIYAAMUR
RAMADHAN
Shalat lail juga dinamai shalat TARAWWIH, jika dilakukan awwal waktu /
sesudah shalat isya pada bulaan Ramadhan. Kata tarawwih, bisa diartikan
istirahat. Bisa juga berarti mengawalkan waktu ( mruput)

Sebaiknya diawali dengan Shalat Iftitah


Cara shalat iftitah :
1. shalat iftitah ini 2 rakaat
2. Shalat Iftitah ini berdasar hadits dari Abu Hurairah riwayat
Muslim dan Ahmad .

:


Jika kamu shalat lail, maka bukalah dengan shalatdua rakaaat ringan
dan hadits dari Aisyah riwayat Muslim dan Ahmad. Baca pula H PT
halaman 351 bab shalat tathawu , alasan dalil no. 18
3. rakaat ke 1, setelah takbiratul ihram, membaca doa iftitah.
Doa iftitah yang dituntukan Nabi bermacam macam, antara lain
ALLOOHUMMA BAAID BAINI ATAU WAJJAHTU WAJHIYA. .
daalam shalat iftitah ini dipilih yang pendek berdasar hadits dari Hudzaifah bin
Yaman riwayat Thabrani :





SUB HAANALLOOHI DZIL MALAKUUT,
WAL JABBARUUT,
WAL KIB RIYAAAAAA I WAL ADLOMAH
Artinya: Mahasuci Allah, Yang mempunyai Kerajaan dan keperakasaan,
kebesaran dan keagungan.
4. Kemudian membaca Taawudz , Al Fatihah langsung rukuk
5. rakaat ke 2, juga hanya membaca Taawudz, Al Fatihah langsung ruku

40
Kemudian shalat lail / tahajjud / witir/qiyam ramadhan
Jumlah rakaatnya, sebagaimana kebiasaan Rasulullah SAW ialah sebelas
rakaat.
Setiap empat rakaat istirahat untuk berdzikir dan berdoa
1. dimulai empat rakaat satu salam tanpa tahiyat awal
( bisa dua rakaat salam dan dua rakaat salam )
Caranya : setelah takbiratul ihram, membaca doa Iftitah, taawudz, al
fatehah, surat / ayat al quran. Ruku. Sujud , kemudian berdiri untuk
rakaat kedua
Pada rakaat ke 2, membaca taawudz, al fatehah, surat / ayat al Quran.
Ruku. Sujud , kemudian berdiri untuk rakaat ketiga
Pada rakaat ke3, membaca taawudz, al fatehah, surat/ ayat al Quran.
Ruku. Sujud , kemudian berdiri untuk rakaat keempat
Pada rakaat ke4, membaca taawudz, al fatehah, surat / ayat al Quran,
Ruku, Sujud , kemudian membaca tahiyat akhir
sesudah salam , istirahat untuk dzikir / doa sendiri sendiri semampunya.
Contoh dzikir/doa yang dibaca Rasulullah SAW di setiap istirahat / setiap
empat rakaat, sebagai hadits dari Ibnu Abbas riyawat Bukhari-Muslim:
: :
- -








- -




41





Artinya: "Ya, Allah! Bagi-Mu segala puji, Engkau cahaya langit dan bumi
serta seisinya. Bagi-Mu segala puji, Engkau yang mengurusi langit dan
bumi serta seisinya.
Bagi-Mu segala puji, Engkau Tuhan yang menguasai langit dan bumi
serta seisinya. Bagi-Mu segala puji dan bagi-Mu kerajaan langit dan
bumi serta seisi-nya.
Bagi-Mu segala puji, Engkau benar, janji-Mu benar, firman-Mu benar,
bertemu dengan-Mu benar, Surga adalah benar (ada), Neraka adalah
benar (ada), (terutusnya) para nabi adalah benar, (terutusnya)
Muhammad SAW adalah benar (dari- Mu), peristiwa hari kiamat adalah
benar.
Ya Allah, kepada-Mu aku pasrah, kepada-Mu aku bertawakal, kepada-Mu
aku beriman, kepada-Mu aku kembali (bertaubat), dengan pertolongan-
Mu aku berdebat (kepada orang-orang kafir), kepada-Mu (dan dengan
ajaran-Mu) aku menjatuhkan hukum. Oleh karena itu, ampunilah dosaku
yang telah lalu dan yang akan datang. Engkaulah yang mendahulukan
dan mengakhirkan, tiada tuhan yang hak disembah kecuali Engkau ,
Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan yang hak disembah kecuali
Engkau".
Kemudian bisa diteruskan dengan dzikir dan doa semampunya

2. Setelah istirahat kemudian shalat empat rakaat lagi , satu salam tanpa
tahiyat
(bisa dua rakaat salam dan dua rakaat salam)

Caranya : setelah Takbiratul Ihram, membaca doa Iftitah, Taawudz, al


Fatehah, surat / ayat al Quran. Ruku. Sujud , kemudian berdiri untuk
rakaat kedua
Pada rakaat ke 2, membaca Taawudz, al Fatehah, surat / ayat al Quran.
Ruku. Sujud , kemudian berdiri untuk rakaat ketiga
Pada rakaat ke 3, membaca Taawudz, al Fatehah, surat / ayat al Quran.
Ruku. Sujud , kemudian berdiri untuk rakaat keempat

42
Pada rakaat ke 4, membaca taawudz Taawudz, al Fatehah, surat / ayat al
Quran. Ruku. Sujud , kemudian membaca tahiyat akhir
sesudah salam , istirahat untuk dzikir / doa sendiri semampunya.
Contoh dzikir/doa yang dibaca Rasulullah di setiap istirahat / setiap empat
rakaat, sebagai hadits dari Ibnu Abbas riyawat Bukhari-Muslim, berikut :

: :
- -







- -






Artinya: "Ya, Allah! Bagi-Mu segala puji, Engkau cahaya langit dan bumi
serta seisinya. Bagi-Mu segala puji, Engkau yang mengurusi langit dan
bumi serta seisinya.
Bagi-Mu segala puji, Engkau Tuhan yang menguasai langit dan bumi
serta seisinya. Bagi-Mu segala puji dan bagi-Mu kerajaan langit dan
bumi serta seisi-nya.
Bagi-Mu segala puji, Engkau benar, janji-Mu benar, firman-Mu benar,
bertemu dengan-Mu benar, Surga adalah benar (ada), Neraka adalah
benar (ada), (terutusnya) para nabi adalah benar, (terutusnya)

43
Muhammad SAW adalah benar (dari- Mu), peristiwa hari kiamat adalah
benar.
Ya Allah, kepada-Mu aku pasrah, kepada-Mu aku bertawakal, kepada-Mu
aku beriman, kepada-Mu aku kembali (bertaubat), dengan pertolongan-
Mu aku berdebat (kepada orang-orang kafir), kepada-Mu (dan dengan
ajaran-Mu) aku menjatuhkan hukum. Oleh karena itu, ampunilah dosaku
yang telah lalu dan yang akan datang. Engkaulah yang mendahulukan
dan mengakhirkan, tiada tuhan yang hak disembah kecuali Engkau ,
Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan yang hak disembah kecuali
Engkau".
Kemudian bisa diteruskan dengan dzikir dan doa semampunya
3. kemudian shalat tiga rakaat satu salam tanpa tahiyat awal
( boleh dua rakaat salam dan satu rakaat salam )

Caranya : setelah Takbiratul Ihram,


membaca doa Iftitah, Taawudz, al Fatehah, membaca surat al Ala (
kalau hafal) . Ruku. Sujud ,

kemudian berdiri untuk rakaat kedua


membaca Taawudz, al Fatehah, membaca surat al Kafiruun ( kalau hafal)
, Ruku. Sujud ,

kemudian berdiri untuk rakaat ketiga


membaca Taawudz, al Fatehah, membaca surat al Ikhlas. , sujud dan
tahiyat akhir, salam

kemudian setelah salam membaca doa khusus sesudah witir :

44











SUB HAANAL MALIKIL QUDDUUS ( pelan )
SUB HAANAL MALIKIL QUDDUUS ( pelan )
SUB HAANAL MALIKIL QUDDUUS (MANTAP / KERAS)
ROBBIL MALAAAA IKATI WAR RUUH
ALLOOHUMMA INNII AUUDZU BI RIDLOOKA MIN SAKHOTIK
WA BI MUAAFATIKA MIN UQUUBATIK
WA AUUDZU BIKA MINKA
LAA UKHSYI TSANAA AN ALAIKA
ANTA KAMAA ATSNAITA ALAA NAFSIK

Artinya :
Maha Suci Tuhan Raja yang Kudus ( tiga kali )
Tuhan para malaekat dan malaikat Jibril
Ya Allah sungguh aku berlindung dengan ridlaMu dari kemarahanMu
Dan aku berlindung dengan ampunanMu dari siksaMu
Dan aku berlindung denganMu, kepadaMu aku tak bisa menghitung seberapa aku
memujiMu sebagaimana Engkau memuji DzatMu sendiri.3

Setelah shalat lail ditutup dengan doa ini,


Rasulullah SAW tidak meneruskan dengan doa doa lainnya
( Doa doa sudah dilafalkan di saat istirahat setiap mendapat 4 rakaat )

ADAB IMAM TARAWWIH

3
Hadits dari Ali riwayatAhmad, An Nasai, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah
45
1 Ramadhan adalah bulan peningkatan amal sunnat, mestinya lama gerak
dan panjang bacaan ditingkatkan daripada shalat sehari hari di luar
ramadhan.
Jangan justru gerak dipercepat engan kesan untuk segera menyelesaikan
target rakaat. Dan punya kesan kasihan dengan jamaah. Lebih lagi bacaan
cepat antara ayat satu dengan ayat selanjutnya tidak ada jeda. Mahraj dan
tajwidnya dilanggar. Jika bacaan shalat itu hanya DIBATHIN, bisa
menjadikan shalat tidak berpahala.

Karena kalau dibatin tidak menjamin mahraj dan tajwid dan melanggar
QS Al Israk (17) : 110





Katakanlah: "Sebutlah Allah atau sebutah Ar-Rahman. dengan nama yang mana saja
kamu berdoa, Dia mempunyai Al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) . Dan
janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula
merendahkannya (hanya dibatin) dan carilah jalan tengah , antara terdengar dan tidak".
2 Sebelum memulai mengimami shalat tarawih , imam tidak boleh
menyuarakana aba aba SHOLLU SUNNATTA TAROWWIHI
ATSABAKUMULLOOH.
Karena ini bukan tuntunan Rasulullah SAW
3 Imam tetap membaca doa iftitah, jangan menggagp enteng dengan dalil
bacaan doa iftitah kan HANYA sunnat.
Ramadhan adalah bulan peningkatan amal sunnat, jangan dibalik bulan
penyunatan amal
4 Bacaan al fatehah harus tartil ayat demi ayat. Jangan disambung sambung
Karena setiap selsai bacaan satu ayat, Allah berkenan menjawabnya,
berdasar hadits
Dalam Sebuah Hadits Qudsi Allah SWT berfirman:

:















}
{ :

46



}

{

{
}

{
}





{

. }


)482 /2(

"Aku membagi shalat menjadi dua bagian, utk Aku & utk hambaKU."
Artinya: "Tiga ayat diatas Iyyaka Na'budu Wa iyyaka nasta'in" adalah hak
Allah, & tiga ayat kebawahnya adalah urusan hambaNYA."
Ketika kita mengucapkan "Alhamdulillahi Rabbil 'alamin."
Allah menjawab: "HambaKU telah memujiKU."
Ketika kita mengucapkan "Ar-Rahmanir-Rahim."
Allah menjawab: "HambaKU telah mengagungkanKU."
Ketika kita mengucapkan "Maliki yaumiddin."
Allah menjawab: "HambaKU memujaKU."
Ketika kita mengucapkan Iyyaka na budu wa iyyaka nastain.
Allah menjawab: Inilah perjanjian antara Aku & hambaKU."
Ketika kita mengucapkan Ihdinash shiratal mustaqiim, Shiratalladzina
anamta alaihim ghairil maghdhubi alaihim waladdhooliin.
Allah menjawab: Inilah perjanjian antara AKU & hambaKU, Akan KU
penuhi yang ia minta. (HR. Muslim & At-Turmudzi).

5 Ketika ruku , Itidal, sujud, duduk antara dua sujud, lamanya usahakan
dua kali dibanding dengan sholat di luar ramadhan. Jangan justru
dipercepat.
Akibat imam mempercepat gerak itu :
1. mendlolimi diri sendiri dan makmum , karena mengurangi pahala .
bahkan mungkin tidak berpahala sama sekali
2. menurut Q S Al Maun, shalat seperti itu disebut SAAHUN (asala
asalan) dinilai membohongkn agama dan mampirdi neraka Wail
3. menurut hadits , dianggap sejelek jelek orang. Dan jika mati
47
diangap mati jahiliyah

Hal ini sesuai hadits dari Amar bin Ash dan Khalid bin Walid ,
Syarhabil bin Hasanah dan Yazid bin Abu Sufyan riwayat Al Baihaqi :




:
Artinya: Rasulullah SAW melihat seorang laki-laki tidak
mnyempurnakan rukunya dan hanya mengangguk-angguk dalam
sujudnya ( cepat sekali rukuk/sujudnya). Maka sabda beliau,
seandainya orang ini mati dalam keadaan shalatnya seperti itu maka ia
mati bukan dalam agama Muhammad













Artinya : Hudzaifah telah melihat seorang laki laki tidak
menyempurnakan ruku dan sujudnya , jika selamanya shalatnya
seperti tu kalau meninggal tidak termasuk golongan orang suci ( Islam)
, yang Allah telah mensucikan Nabi Muhammad SAW
4.

6 Setiap mendapat 4 rakaat, diam sebentar selama 1 atau 1, 5 menit untuk


memberi kesempatan makmum dzikir dan doa semampunya sendiri
sendiri. Tidak ada tuntunan doa itu dipimpin imam
1. berdasar hadits dari Aisyah riwayat Al baihaqi :





Artinya: Sungguh Rasulullah SAW ( setiap) shalat lail 4 rakaat
kemudian istirahat lama hingga aku kasihan pada beliau ( karena
lamanya shalat dan lamanya istirahat).

2. Selama halat 11 rakaat itu, kalau tidak ada sela/jeda dengan


istirahat, berati menyalahi arti kata TARAWWIH. Arti tarawwih
ialah istirahat

7 Ketika selesai 4 rakaat yang terakhir, istirahatnya agak lebih lama dari
48
istirahat pada 4 rakaat pertama

8 Kemudian shalat 3 rakaat


1. 3 rakaat bisa dilakukan satu salam tanpa tahiyyat awal
2. Bisa dilakukan 2 rakaat satu salam, kemudian satu rakaat
salam
3. Rakaat pertama sebaiknya membaca surat al Ala
4. Rakaat pertama sebaiknya membaca surat Al Kafirun
5. Rakaat pertama sebaiknya membaca surat Al Ikhlash
6. Kemudian berdoa, baik imam atau makmum berdoa
sendiri. Doanya:

7. Sejak hari pertama makmum dipimpin doa tersebut, selama


beberapa hari. Makmum dimotifasi agar hafal. Sehingga
berdoa sendiri

9 Selesai shalat tarawwih, imam jangan menuntun NAWAITU, karena


bukan hadits

I'TIKAF
49
I PENGERTIAN
A. Menurut bahasa, dari kata : akafa mendapat imbuhan menjadi Itakafa
masdarnya Itikaafan , artinya diam atau timggal sejenak
B. Menurut istilah , ialah sengaja tinggal sejenak (dalam bahasa jawa :
ngelengake) di masjid pada bulan ramadhan untuk semata-mata
beribadah mengharap pahala dari Allah SWT
II DASAR HUKUM ITIKAF

1. QS Al Baqoroh : 125, 187






)(

125. Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah)
tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. dan
Jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim[Ialah tempat berdiri Nabi
Ibrahim a.s. diwaktu membuat Ka'bah.] tempat shalat. dan telah
Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-
Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i'tikaf, yang ruku' dan yang
sujud".









)(
187. Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur
dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan
kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui
bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah
mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang
campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah
untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih
50
dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu
sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu,
sedang kamu beri'tikaf[I'tikaf ialah berada dalam mesjid dengan niat
mendekatkan diri kepada Allah.] dalam mesjid. Itulah larangan
Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka
bertakwa.
2. Hadits yang membahas Itikaf antara lain diriwayatkan oleh :
a. Imam Bukhori : 32hadits
b. Imam Muslim : 26 hadits
c. Imam Abu dawud : 15 hadits
d. Imam Turmudzi : 7 hadits
Para Ulama sepakat bahwa i'tikaaf disyari'atkan dalam agama Islam
dan Nabi SAW
selalu mengerjakan sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadits.
Artinya : "Dari 'Aisyah ra, istri Nabi SAW, ia berkata : "Adalah Nabi
SAW, biasa i'tikaaf
pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, sampai beliau wafat
kemudian
istri-istri beliau melaksanakan i'tikaaf sepeninggalnya".
(Hadist riwayat Bukhari 2 : 255. Fathul Baari 4 : 271 Nomor 2462.
Ahmad 6 : 292
dan Baihaqy 4 : 315, 320).

"Dari Ibnu 'Umar, ia berkata : "Adalah Rasulullah SAW, biasa


i'tikaaf pada
sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan".
(Hadits Shahih riwayat : Ahmad, Bukhari dan Muslim).
"Dari 'Aisyah, ia berkata : "Adalah Rasulullah SAW, apabila sudah
masuk sepuluh

terakhir (dari bulan Ramadhan), maka beliau menghidupkan malam


itu, membangunkan
istrinya dan mengikat kainnya".
(Hadits Shahih riwayat : Ahmad, Bukhari 2 : 255. Muslim 3 : 176.
Abu Dawud No.
1376. Nasa'i 3 : 218 dan Tirmidzi).
51
Maksud dari kalimat Menghidupkan malamnya, artinya beliau
sedikit sekali tidur dan banyak melakukan shalat dan dzikir.
Membangunkan istrinya, ya'ni menyuruh mereka shalat
malam/tarawih serta melakukan ibadah-ibadah lainnya.
Mengikat kainnya, adalah satu kinayah bahwa beliau sungguh-
sungguh beribadah dan tidak bercampur dengan istri-istrinya, karena
beliau selalu melakukan iti'kaaf setiap sepuluh terakhir dari bulan
Ramadhan, sedangkan orang yang i'tikaaf tidak tidak boleh
bercampur dengan istrinya. (Lihat Subulus Salam 2 : 356-357.
Fiqhul Islam Syarah Bulughul Maram 3 : 257-258)."'Aisyah berkata:
"Adalah Rasulullah SAW, bersungguh-sungguh pada sepuluh
terakhir (dari bulan Ramadhan) melebihi kesungguhannya di malam-
malamnya".(Hadits Shahih riwayat : Ahmad dan Muslim 3 : 176).
Setiap ibadah yang nashnya sudah jelas dari Al-Qur'an dan Sunnah
yang shahih, maka itu pasti mempunyai keutamaan, meskipun tidak
disebutkan keutamaannya, begitu pula tentang i'tikaaf, walaupun
i'tikaaf itu merupakan taqarrub kepada Allah akan tetapi tidak
ditemukan sebuah hadits pun menyatakan keutamaannya.
Berkata Imam Abu Dawud As-Sijistany : "Saya bertanya kepada
Imam Ahmad : Tahukah engkau suatu keterangan mengenai
keutamaan i'tikaaf ? Jawab beliau : tidak
kudapati, kecuali ada sedikit riwayat, dan riwayat inipun lemah.
(Lihat Al-Mughni, 4 : 455-456 dan Silsilah Ahaadist Dha'ifah dan
Maudhu'-ah No. 518).

III TEMPAT ITIKAF


Mengenai tempat Itikaf didapat keterangan dari ulama yang
bernamaYazid bin Abdul Qadir Jawas :
1. Tempat Itikaf ialah (hanya dapat dilakukan) di masjid.
2. Pada zaman Nabi, orang atau keluarga yang beritikaf sampai ada
yang mendirikan kemah di dalam masjid karena kondisi masjid pada
waktu itu masih berupa tanah lapang. Oleh sebab itu ada hukum yang
tidak membolehkan hub. Sex suami istri ketika sedang
Itikaf.Mengenai Masjid yang Shah Dipakai Untuk I'tikaaf Para
fuqaha' berbeda pendapat mengenai masjid yang shah dipakai untuk
i'tikaaf, dalam hal ini ada beberapa pendapat, yaitu : Sebagian ulama
berpendapat bahwa i'tikaaf itu hanya dilakukan di tiga masjid, yaitu :
52
Masjid Haram, Masjid Nabawi dan Masjidil Aqsha. Pendapat ini
adalah pendapat Sa'ad bin Al-Musayyab.
3. Kata Imam Nawawi : "Aku kira riwayat yang dinukil bahwa beliau
berpendapat demikian tidak shah". Imam Abu Hanifah, Imam
Ahmad, Ishaaq dan Abu Tsur berpendapat bahwa i'tikaaf itu shah
dilakukan di setiap masjid, yang dilaksanakan pada shalat lima waktu
dan didirikan jama'ah.
4. Imam Malik, Imam Syafi'i dan Abu Dawud berpendapat bahwa
i'tikaaf itu syah dilaksanakan pada setiap masjid, karena tidak ada
keterangan yang shah yang menegaskan terbatasnya masjid sebagai
tempat untuk melaksanakan i'tikaaf. Sesudah membawakan beberapa
pendapat, kemudian Imam Nawawi berkata : "I'tikaaf itu shah
dilakukan di setiap masjid dan tidak boleh dikhususkan masjid
manapun juga kecuali dengan dalil.
5. Sedang dalam hal ini tidak ada dalil yang jelas yang
mengkhususkannya". (Lihat Al-Majmu' Syahrul Muhadzdzab 6 :
483).
6. Ibnu Hazm : "I'tikaaf itu shah dan boleh dilakukan di setiap masjid,
baik di situ dilaksanakan shalat Jum'at atau tidak". (Lihat Al-
Muhalla 5 : 193, masalah No. 633).
7. Kata Abu Bakar Al-Jashshash : "Telah terjadi itifaq diantara ulama
Salaf, bahwa diantara syarat i'tikaaf harus dilakukan di masjid,
dengan perbedaan pendapat diantara mereka tentang apakah masjid-
masjid tertentu atau di masjid mana saja (pada umumnya) bila dilihat
zhahir firman Allah :"Sedangkan kamu dalam beri'tikaaf di masjid".
(QS 2 : 187).
8. Ayat ini membolehkan i'tikaaf d semua masjid berdasarkan
keumuman lafadznya, karena itu siapa saja yang mengkhususkan
ma'na ayat itu mereka harus menampilkan dalil, demikian juga yang
mengkhususkan hanya masjid-masjid Jami' saja tidak ada dalilnya,
sebagaimana halnya pendapat yang mengkhususkan hanya masjid-
masjid para Nabi (yaitu : Masjid Haram, Masjid Nabawi dan Masjid
Al-Aqsha).
9. Karena (pendapat yang mengkhususkan) tidak ada dalilnya, maka
gugurlah pendapat tersebut. (Lihat Ahkaamul Qur'an, Al-Jashshash
1 : 285 dan Rawaai'ul Bayaan Fii Tafsiiri Ayaatil Ahkam 1 : 41-
215). Menurut jumhur ulama, tidaklah akan shah bagi seorang wanita
53
beri'tikaaf di masjid rumahnya sendiri, karena masjid di dalam rumah
tidak bisa dikatakan masjid, lagi pula keterangan yang sudah shah
menerangkan bahwa isteri-isteri Nabi SAW, melakukan i'tikaaf di
Masjid Nabawi. (Lihat Fiqhus Sunnah 1 : 402).
10. Tentang wanita i'tikaaf di masjid diharuskan membuat kemah
tersendiri terpisah dari laki-laki, dan untuk masa sekarang harus
dipikirkan tentang fitnah yang akan terjadi bila para wanita hendak
i'tikaaf, ikhtilath dengan laki-laki di tempat yang sudah semakin
banyak fitnah.
11. Adapun soal bolehnya para ulama membolehkan, dan di usahakan
untuk tidak saling pandang-memandang antara laki-laki dan
wanita.(Lihat Al-Mughni 4 : 464-465, baca Fiqhul Islam syarah
Bulughul Maram 3 : 260)
Kesimpulannya, Itikaf sah dilakukan di masjid mana pun yang selalu
digunakan untuk jamaah sholat lima waktu , baik masjid itu digunakan
jumatan atau tidak. Baca pendapat Ibnu Hazm
IV WAKTU MEMULAI DAN MENGAKHIRI I'TIKAAF

Yazid Al Jawas berpendapat : Maka bila seseorang telah masuk masjid


dan berniat taqarrub kepada Allah dengan tinggal di dalam masjid
beribadah beberapa saat, berarti ia beri'tikaaf sampai ia keluar. Dan jika
seseorang berniat hendak i'tikaaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan
Ramadhan, maka hendaklah ia mulai masuk masjid sebelum matahari
terbenam. Pendapat yang menerangkan bahwa masuk i'tikaaf sebelum
matahari terbenam pada tanggal 20 Ramadhan malam ke 21, adalah
pendapat Imam Malik, Imam Hanafi, Imam Syafi'i, dan Imam Ahmad
dalam salah satu pendapatnya.
(Lihat Syarah Muslim, 8 : 68, Majmu' Syahrul Muhadzdzab 6 : 492.
Fathul Baari 4 : 277. Al-Mughni 4 : 489-490 dan Bidayatul Mujtahid 1 :
230). Dalil mereka ialah : Riwayat i'tikaaf-nya Rasulullah SAW di awal
Ramadhan, pertengahan dan akhir Ramadhan, kemudian bersabda :
"Barangsiapa yang hendak beri'tikaaf bersamaku, hendaklah ia
melakukannya pada sepuluh malam terakhir (dari bulan Ramadhan) ..."
(Hadits Shahih riwayat Bukhari 2 : 256 dan Muslim 2 : 171-172)
"Sepuluh terakhir", maksudnya ialah nama bilangan malam, dan bermula
pada malam ke dua puluh satu atau malam ke dua puluh. (Lihat Fiqhus
Sunnah 1 : 403). Tentang Hadits 'Aisyah : "Kata 'Aisyah : "Adalah Nabi
54
SAW, bila hendak i'tikaaf, beliau shalat shubuh dulu, kemudian masuk ke
tempat i'tikaaf ".

(Hadist Shahih riwayat Bukhari 2 : 257 dan Muslim 3 : 175). Hadits ini
dijadikan dalil oleh orang yang berpendapat bahwa permulaan waktu
i'tikaaf adalah di permulaan siang. Ini menurut pendapat Al-Auza'i, Al-
Laits dan Ats-Tsauri. (lihat Nailul Authar 4 : 296). Hadits 'Aisyah di atas
maksudnya ialah bahwa Nabi SAW, masuk ke tempat yang sudah
disediakan untuk i'tikaaf di masjid setelah beliau selesai mengerjakan
shalat Shubuh. Jadi bukan masuk masjidnya ba'da Shubuh. Adapun
masuk ke masjid untuk i'tikaaf tetap di awal malam sebelum terbenam
matahari. (Lihat Fiqhus Sunnah 1 : 403). Mengenai waktu keluar dari
masjid setelah selesai menjalankan i'tikaaf pada sepuluh hari terakhir dari
bulan Ramadhan, menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i
waktunya adalah sesudah matahari terbenam (di akhir Ramadhan).
Sedangkan menurut Imam Ahmad disunnahkan ia tinggal di masjid
sampai waktu shalat 'Idul Fitri. Jadi keluar dari masjid ketika ia keluar ke
lapangan mengerjakan shalat 'Id. Akan tetapi menurut mereka boleh pula
keluar dari masjid setelah matahari terbenam. (Lihat Bidayaatul Mujtahid
1 : 230 dan Al-Mughni 4 : 490).

Jadi kesimpulan empat Imam sepakat bahwa i'tikaaf berakhir dengan


terbenamnya matahari di akhir Ramadhan. Kata Ibrahim : "Mereka
menganggap sunnat bermalam di masjid pada malam 'Idul Fitri bagi
orang yang beri'tikaaf pada sepuluh malam terakhir dari bulan
Ramadhan, kemudian pagi harinya langsung pergi ke lapangan (untuk
shalat I'dul Fitri)". (Baca Al-Mugni 4 : 490-491). Dan orang yang
bernadzar akan beri'tikaaf satu hari atau beberapa hari tertentu, atau
bermaksud melaksanakan i'tikaaf sunnat, maka hendaknya ia memulai
i'tikaafnya itu sebelum terbit fajar, dan keluar dari masjid bila matahari
sudah terbenam, baik i'tikaaf itu di bulan Ramadhan maupun di bulan
lainnya.
(Lihat Bidayaatul Mujtahid 1 : 230. Al-Majmu' Syahrul Muhadzdzab 6 :
494. Fiqhus Sunah 1 : 403-404). Kata Ibnu Hazm : Orang yang bernadzar
hendak i'tikaaf pada satu malam atau beberapa malam tertentu, atau ia
hendak melaksanakan i'tikaaf sunnat, maka hendaklah ia masuk ke
masjid sebelum terbenam matahari, dan keluar dari masjid bila sudah
55
terbitnya fajar. Sebabnya karena permulaan malam ia saat yang
mengiringi terbenamnya matahari, dan ia berakhir dengan terbitnya fajar.
Sedangkan permulaan siang adalah waktu terbitnya fajar dan berakhir
dengan terbenamnya matahari. Dan seseorang tidak dibebani kewajiban
melainkan menurut apa yang telah diikrarkan dan diniatkannya.
(Lihat Al-Muhalla 5 : 198 masalah No. 636).

Mana saja hari yang dipilih, sejak tanggal 1 ramadhan s.d. akhir
ramadhan.
Atau Setiap malam tanggal gasal ( 21, 23, 25, 27, 29 )
Nabi membiasakan selama 10 hari di akhir ramadhan , mulai malam 21
ramadhan)
V IBADAH SELAMA ITIKAF
Pada dasarnya semua ibadah bisa dilakukan pada saat Itikaf, antara lain :
tadarus Al Quran, dzikir, Doa, telaah kitab ( aqidah, tafsir , hadits , fiqh,
akhlaq, mawaris , dll ).
Yang pokok ialah merenung ( kontemplasi / taqorrub ilallooh):
1. ialah merenung (bersyukur) atas semua amal baik, untuk ditingkatkan
tahun yad.
2. dan merenung ( bertaubat ) atas segala dosa yang telah diperbuat dan
minta ampunan, serta berusaha menjauhi pada tahun mendatang
Oleh sebab itu doa kusush I'tikaf ialah : ALLOOHUMMA INNAKA
NGAFUWWUN TUHIBBUL NGAFWA FA'FU NGANNIY.
( pada bacaan innaka ngafuwwun jangan ditambah KARIIM, karena
itdak ada haditsnya )
VI Oleh karena itu bagi remaja yang masih punya waktu luang dan
orang tua yang telah berumur 60 keatas, Itikaf adalah waktu yang
sangat bagus untuk peningkatan ibadah. Dan agar ada semangat dan
gairah alangkah baiknya jika diadakan Itikaf berjamaah, diorganisir /
dibentuk kepanitiaan.
VII ADAB ITIKAF
1. Selalu berada di dalam masjid, kecuali keperluan mendesak seperti
berak, dll. Oleh sebab itu makan berbuka dan makan sahur (
sebaiknya) dikirim oleh keluarga
2. Selalu dalam keadaan suci dari hadats, setiap batal, berwudlu lagi
3. Tidak hubungan sex suami-istri ( jelas untuk kondisi masjid saat
sekarang ini tidak mungkin untuk melakukannya).
56
4. Itikaf dimulai menjelang maghrib ( malam 21 ramadhan ) berakhir
hingga menjelang Shubuh ( malam 29 ramadhan )
5. Walau pun ketentuan dasar Itikaf waktu Itikaf sebagaimana
tersebut diatas, namun kapan saja masuk masjid dan hanya sekejab ,
baik di malam atau siangnya di bulan Ramadhan dan diniyatkan
Itikaf. Sudah mencukupi Itikaf

VIII. LAILATUL QADR / NUZULUL QURAN / ITIKAF


1. LAILATUL QADR, artinya : malam kepastian ; malam kemuliaan
2. kata lailatul Qadr dan keterangannya , terdapat pada QS Al Qadr
) 2( 1(
)
) 3(
)4(

)5(
Artinya : sungguh Aku turunkan Al Quran pada malam kepastian/kemuliaan .
Dan apakah malam yang dipastikan. Malam kepastian lebih baik dari seribu
bulan. Semua Malaikat dan Jibril turun pada malam kepastian dengan ijin
Tuhannya untuk mengatur setiap urusan. Sejahtera hingga terbit fajar .
3. dalam ayat itu dijelaskan :
a. Al Quran turun di suatu malam yang ditentukan / kemuliaan
malam jumat ( ada yang menyebut senin ) , 17 Ramadhan / 6 agustus 610 M
b. Keadan malam saat turun wahyu itu jika dibandingkan kebaikan apa saja
selama seribu bulan ( 83 tahun 4 bulan, perhitungan qomariyah ) masih
lebik baik
c. Pada saat turun wahyu itu semua malaikat turun menyertai Jibril yang
menyampaikan wahyu
d. Keadaan yang lebih baik dan penuh berkah dan kesejahteraan itu
berlangsung semalam hingga terbit fajar
4. kata Lailatul Qadr, disebut pula Lailatul Mubaarak, dalam QS Ad Dukhan : 3
5. kapan Lailatul Qadr terjadi ,
a. pendapat pertama, hanya terjadi pada waktu Nabi menerima wahyu di gua
Hira,
b. pendapat kedua berulang terjadi setiap ramadhan, dan keadaannya
sama ketika wahyu turun , yaitu lebih baik dari seribu bulan , pada
tanggal berapa, ulama berbeda pendapat mengingat Nabi tidak secara
pasti menyebutkan, diantaranya :
= hadits rwayat Bukhari :


Artinya : aku diperlihatkan Lailatul Qadr, tapi kapan, aku dilupakan Allah .
57
= hadits riwayat Bukhari, Mulsim :


Artinya : Carilah Lailatul Qadr di malam malam gasal dari sepuluh akhir
Ramadhan.
c. Ibnu Arabi dalam Fatkhul Bari berkata, sebenarnya Lailatul Qadr itu tidaklah
dapat diketahui oleh siapapun
= terjadi sepuluh hari akhir ramadhan ( malam 21 s.d. malam 30 ),
sebagaaimana hadits riwayat Bukhari , Muslim
= terjadi malam tanggal gasal ssetelah tanggal 20, sebagaimana hadits
riwayat Ahmad
6. bagaimana keadaannya jika pada suatu malam di bulan Ramadhan itu terjadi
lailatul Qadr :
a. tak ada hadits yang menerangkan
b. Ubay bin Kaab salah satu sahabat Nabi menerangkan setelah terjadi
Lailatul Qadr setelah fajar matahari terbit tanpa sinar yang terik. Namun ini
hanya perasan beliau. Kenyataanya , sahabat lain tidak merasakan dan
tidak menerangkan.
c. Sebagian lagi menerangkan, bahwa ketika terjadi Lailatul Qadr, angin
berhenti, suara binatang malam berhenti, bulan bersinar cerah, tidak
mendung, hawa terasa lain dirasakan badan. Namun sumber yang
menerangkan itu siapa tidak jelas hanya dari mulut ke mulut. Jadi tak ada
dasarnya, dan tak boleh dijadikan pegangan atau dijadikan materi
pengajian / khutbah. Membuat perkiraan / pengandaian
namanyaTAKHAYUL , kalau kemudian diceritakan turun temurun
namanya KHURAFAT. Hal ini perbuatan keliru , kalau kemudian menjadi
pegangan umat seterusnya.
7. yang penting bukan apa dan kapan serta bagaimana keadaannya. Tetapi
ibadah yang mukhlish ( ikhlas ), bukan ibadah karena tergantung hal hal lain
8. ibadah yang pas menurut sunnah ialah dengan Itikaf ( baca diktat kami tentang
Itikaf ), memperbanyak doa :



YA ALLAH SUNGGUH ENGKAU MAHA PENGAMPUN, ENGKAU MENCINTAI
AMPUNAN, MAKA AMPUNILAH AKU
ADAPUN LAFAL :


ADALA BUKAN HADITS , JANGAN DIAMALKAN

9. HADITS HADITS TENTANG LAILATUL QADR


a. Hadits dariAbu Hurairah riwayat Bukhori

58







Artinya
b. Hadits dari Ubadah bin Tsamid riwayat










Artinya :
c. Hadits dari Ibnu Umar riwayat













TUNTUNAN SHOLAT IDUL FITHRI


) ( dan rangkaian ibadah sebelum dan sesudahnya

a. pada hari akhir Ramadhan potong kuku, pangkas rambut ( ketiak ,


)kemaluan , cambang, kumis
) b. tanggal 1 Syawal, pagi hari Mandi besar ( termasuk wanita haid
c. Memakai wangi-wangian dan berpakaian yang paling bagus
d. Takbir Idul Fithri dimulai sesudah shubuh , dilantunkan sejak
berangkat dari rumah menuju tanah lapang
e. pelaksanaan shalat lebih siang lebih baik karena memberi kesempatan
yang masih memberikan zakat fithrah agar tak tertinggal shalat Idnya
59
f. makan pagi, karena rasa lelah sesudah memikul zakat fithrah dan
dibawa ke rumah orang miskin yang diberinya
g. menuju tanah lapang, berjalan kaki ( atau berkendara), sambil bertakbir
Rasulullah SAW belum pernah sholat Id di Masjid, walau masjid
Nabawy bisa menampung penduduk Madinah
h. Lafal takbir menurut sunnah :
1. ALLOOHU AKBAR ( 3 kali ) KABIIROO
Ini berdasar hadits dari Salman riwayat Abdur rozaq
Lafal inilah yang dipilih sebagaian besar khotib untuk sering dibaca di
sela sela khutbah. Karena hadits dari Ibnu Majah riwayat Saad (
muadzin Nabi ) menerangkan Nabi memperbanyak takbir di sela sela
khutbah
Ada pun lafal takbir, ALLOOHU AKBAR ( 3 kali ), WA
LILLAAHIL HAMD ,yang biasanya untuk tulisan spanduk atau
selingan kalimat khutbah, lafal itu bukan hadits / bukan tuntunan
Nabi
2. ALLOOHU AKBAR( 2 ) . LAA ILAAHA ILLALLOOHU ,
ALLLOOHU AKBAR. ALLOOHU AKBAR WA LILLAAHIL
HAMD
Ini berdasar hadits dari Umar dan Ibnu Masud riwayat Jabir
3. ada pun lafal takbir : ALLOOHU AKBAR ( 3 ) LAA ILAAHA
ILLALLOOHU ALLLOOHU AKBAR. ALLOOHU AKBAR WA
LILLAAHIL HAMD
ini bukan hadits . kemungkinan lafal takbir tersebut adalah dua hadits
dari Salman dan Umar serta Ibnu Masud tadi digabung sehinga
menjadi lafal seperti itu. Namun siapa nama ulama yang mula mula
menggabungkan, sejak kapan , kami belum menemukan, walau justru
lafal ini yang UMUM diamalkan
Demikian juga Lafal takbir dengan ucapan ALLOOHU AKBAR
KABIIRO WAL KHAMDU LILLAAHI KATSIIRO WA SUB
KHAANALLOOHI BUKROTAN WA ASHIILAA dan seterusnya
bukan tersebut BUKAN lafal takbir hari raya, takbir tersebut
diucapkan Nabi ketika Fatkhu Makkah atau penaklukan Kota
Mekkkah.
Imam SyafiI dalam kitabnya Al Umm mengatakan, aku menyukai
menambah lafal takbir hari raya dengan lafal tersebut. Hal ini berarti
sejak masa Nabi sampai 170 tahun belum ada lafal takbir tersebut.
60
Barulah diamalkan oleh sebagian ummat setelah Imam Syafi'I yang
lahir 170 tahun sesudah Nabi wafat baru menuntunkan dan menulis
pendapatnya dalam kitab Al Umm tersebut,
Oleh sebab itu para ulama termasuk Imam Sayid Sabiq dalam
kitabnya Fiqhus Sunnah tidak mencantumkan LAFAL TAKBIR
TERSEBUT pada bab lafal takbir Id .
dan Muhammadiyah tidak mengamalkannya, cukup melafalkan takbir
yang disunnahkan Rasulullah SAW . Karena beliau adalah Uswah
Khasanah ( Tauladan yang baik ). Kalau ada tauladan yang baik
mengapa perlu mentauladani tuntunan orang lain )
i. tanpa adzan dan iqomah, dan tanpa aba aba seperti ASHOLA-TU QO-
IMAH atau ASH SHOLA-TU JA-MI'AH
j. Sholat Idul Fithri dua rakaat , sebagai berikut :
1) rakaat pertama setelah takbirotul ihram kemudian takbir lagi 7 kali,
( ada juga ada pendapat 7 kali itu termasuk takbirotul ihrom )
2) di sela sela takbir tak ada bacaan apa pun. Nabi tidak menuntunkan
membaca SUB KHA-NALO-H, WAL KHAMDULILLA-H, WA
LA- ILA-HA ILLALLO-H WALLO-HU AKBAR di sela sela takbir
3) setelah 7 takbir
i. Imam membaca doa iftitah, taawaudz, basmalah kemudian al
fatikhah dan surat/ayat Alquran
ii. Makmum membaca doa iftitah, dan mendengarkan al fatikhah
imam. Setelah imam selesai membaca al fatikhah , makmum
membaca amin bersama imam. Kemudian makmum membaca
taawudz dan al fatikhah sambil mendengarkan imam bembaca
ayat Al Quran
4) rakaat kedua , 5 takbir tidak termasuk takbir intiqol ( takbir
pergantian gerak dari sujud akan berdiri )
i. Imam membaca taawaudz, basmalah kemudian al fatikhah dan
surat/ayat Alquran
ii. Makmum mendengarkan al fatikhah imam. Setelah imam
selesai membaca al fatikhah , makmum membaca amin bersama
imam. Kemudian makmum membaca taawudz dan al fatikhah
sambil mendengarkan imam bembaca ayat Al Quran
5) sesudah salam, jamaah harus mendengarkan khutbah dan harus
berdoa bersama dengan khotib. TIDAK dibenarkan memalingkan

61
perhatian khutbah seperti : bercakap2, merokok apalagi beranjak
dari duduk untuk pergi
6) diakhiri dengan satu khutbah ( tidak dua khutbah yang diselingi
duduk )
KHUTBAH DIAWALI DENGAN HAMDALAH, TAK ADA
TUNTUNAN DIAWALI DENGAN TAKBIR BARU
HAMDALAH. APALAGI HARUS TAKBIR 7 ATAU 9 KALI
SEBELUM HAMDALAH
Imam An Nawawy dalam Kitabnya Al Khulashoh berkata , tak ada
suatu dalil pun yang kuat menetapkan bahwa khutbah Id itu dua
khutbah. Segala riwayat yang menerangkan bahwa Nabi SAW
khutbah dua kali dengan mengadakan perselangan dua khutbah itu
dengan duduk, adalah dloif Dan tak ada keterangan Nabi memulai
khutbah dengan takbir.
Imam Ash Shonani berkata, khutbah hari raya itu disyareatkan
rukun rukunnya seperti khutbah jumat. Dalam khutbah itu
Rasulullah SAW memberi perintah dan nasehat. Tetapi khutbahnya
tidak dua kali seperti khutbah jumat karena tak ada keterangan
mengenai khutbah Id dua kali. Khutbah dua kali hanyalah qiya dan
tak ada qiyas dalam Ibadah . Riwayat yang menerangkan adanya
khutbah Id dua kali , dipisahkan dengan duduk adalah riwayat dlaif
Rasulullah SAW menuntunkan khutbah apa pun dimulai dengan
hamdalah, tidak ada hadits yang menerangkan khusus untuk khutbah
sholat Id diawali takbir 7 atau 9 sebelum hamdalah
k. selesai mendengarkan khutbah , jamaah berdoa bersama dan dipimpin
khotib,
l. kemudian saling jabat tangan dan mengucap TAQOBBALALLOOHU
MINNAA WA MINKUM (semoga Allah menerima amal ibadah kita),
dijawab dengan kata kata yang sama (TAQOBBALALLOOHU
MINNAA WA MINKUM ) atau cukup menjawab amin.
Kalau dijawab TAQOBBAL YAA KARIIM, ini bukan sunnah
m. jalan pulang lain dengan jalan yang dilalui ketika berangkat

62
MENURUT MATAN ( TEKSTUAL ) HADITS
RASULULLAH SAW TIDAK PERNAH SHALAT ID DI
MASJID
SANTRI : Setiap tanggal 1 syawal kita shalat idul fithri begitu juga setiap tanggal
10 Dzulhijjah kita shalat Idul Adhkha. Kapan shalat Id mulai
dituntunkan Nabi
USTADZ : Dituntunkan mulai tahun pertama hijrah
SANTRI : Bagaimana hukum melakukannya
USTADZ : Karena Nabi tidak pernah meninggalkan dan selalu melakukannya,
maka disebut sunnat muakkad
SANTRI : Dimana Rasululullah SAW dan umat Islam melakukan shalat Id
USTADZ : Rasulullah SAW rumahnya bersatu tembok dengan masjid Nabawi, dan
setiap shalat sunnat selalu di dalam rumah beliau. Namun shalat id
selalu dilakukan Nabi di lapangan yang luas di depan masjid Nabawi
kira kira setengah kilo meter.Karena lapangan itu selalu digunakan
untuk shalad Id, orang menamainya Al Mushalla.
SANTRI : lapangan itu kotor dengan kotoran binatang seperti unta, kambing, atau
ayam. Kan sama saja ibaratnya shalat Id dikandang
63
USTADZ : Hati hati dengan pernyataan seperti itu, karena itu ucapan orang tolol.
Dan juga berarti mengejek Nabi. Karena Nabi pernah shalat di kandang
Unta, dan Nabi selalu shalat Id di tanah lapang
SANTRI : Alasan memilih shalat Id di lapangan ?
USTADZ : Pertama, Ya, karena bertujuan untuk syiar Islam. Biar musuh melihat
bahwa walau Islam selalu diperangi, dirongrong namun setiap tahun
shaf shalat selalu bertambah. Oleh sebab itu pula jalan berangkat
dengan jalan pulang berbeda agar oarang yang belum masuk Islam
tertarik dengan semakin bertambahnya ummat Islam
Kedua , Nabi dan Ummat Islam tidak shalat diatas tanah lapangan tapi
di aatas tikar atau sajadah
Ketiga, kalau toh ada kotorangn dan masih terlihat kotoran itu pasti
para sahabat sudah mempersiapkan diri untuk membersihkan karena
akan digunakan shalat Id. Dan kalau kotoran itu sudah menyatu tanah,
maka tanah itu mensucikan kotoran itu. Kita lihat bahwa kotoran
binatang menjadi rabuk / pupuk , sehingga tumbuh rumput , padi bayem
tum,buh subur
Keempat, Rasulullah bersabda, ARDLULLOOH
MUTHOHHARUUN, bumi Tuhan itu suci. Suci mana tanah lapang
yang sudah dibersihkan dari kotoran bintang dibanding masjid yang
penuh kotoran cecak dan kotoran burung
Kelima, di masjid tidak bisa dihadiri wanita haid. Sedang Nabi
menganjurkan wanita haid pun disunnahkan menghadiri pelaksanaan
shalat ID
SANTRI : Utama di lapangan atau di masjid
USTADZ : Saya balik tanya mengapa Nabi menentukan tempat shalat sunnat lebih
baik di rumah daripada di masjid. Sedang di rumah , lebih lebih punya
dua atau tiga balita yang sering ngompol di lantai di tikar. Bahkan
kalau punya ayam sering bauang kotoran dalam rumah Apa alasan Nabi
mengutamakan di rumah daripada di masjid. Pasti ada hikmah di balik
itu. Demikian juga Nabi memilih shalat Id di lapangan daripada di
masjid pasti ada hikmahnya.
Maka pertanyaan anda saya jawab, utama di lapangan , kecuali sudah
barang tentu kecuali di masjidil haram Mekah. Dan kondisi sekarang
masjid Nabawi diperluas sehiungga tanah lapang yang dulu digunakan
untuk shalat Id menjadi halaman masjid dan termasuk komplek
bangunan masjid.
SANTRI : Imam Syafii berpendapat shalat Id itu utama di masjid
USTADZ : Anda keliru berkata seperti itu , pendapat Imam SyafiI bahwa shalat Id
utama di masjid, kalau masjid itu luas dan dapat menampung jamaah.
64
Artinya kalau masjid masjid kecil di kampung, jika digunakan untik
shalat Id meluber sampai halaman, maka dapat diambil kesimpulan :
Pertama, kalau meluber di halaman ya sama saja shalat di tanah lapang,
karena halaman masjid biasanya banyak kotoran ayam, bebek, dll. Jadi
keadaannya sama saja dengan lapangan
Kedua, wanita haid tak bisa hadir di masjid itu
Ketiga , sama sekali tak ada syiar Islam. Seakan ibadah biasa / sama di
hari hari lain, tak ada orang hilir mudik berjalan atau berkendara
berbondong bondong menuju menuju tempat salat. Adanya hanyalah
orang dari rumah seperti biasanya di hari hari biasa menuju masjid.
SANTRI : Saya pernah mendengar Nabi pernah shalat Id di masjid
USTADZ : kata pernah itu menunjukkan mungkin hanya dilakukan satu kali, atau
berarti jarang sekali melakukan . Berarti lebih sering melakukan di
tanah lapang
SANTRI : Ada hadits yang menerangkan , karena hujan, kemudian Nabi shalat Id
di masjid
USTADZ : Ya ada , hadits itu dari Abu Huroiroh riwayat Abu Daud, Al Hakim dan
Ibnu Majah.




Artinya: bahwa hujan telah menimpa mereka pada hari raya / Id , maka
Nabi dan ummat shalat Id di masjid.
Namun derajat hadits itu dloif, karena dalam isnadnya ada seorang
rowi yang tak dikenal otobiografinya. Dalam Kitab Talkhish , Al Hafidl
menilai hadits tersebut dloif. Imam Adz Dzahabi menilai hadits
mungkar. Imam Bukhori menyatakan semua hadits dloif ( apalagi
mungkar ) tak dapat dijadikan hujjah / dasar hukum dan hadits dla'if
tak boleh diamalkan.
Kondisi masjid Nabi pada masa Nabi hanyalah tanah lapang terbuka.
Yang diberi atap hanyalah tempat Imam. Jadi sama saja dengan tanah
lapang. Bahkan luas masjid sama dengan luas lapangan. Mengapa
ketika hujan harus pindah dari lapangan ke masjid , toh sama saja
kehujanan.
SANTRI : Menurut kyai, bagaimana shalat ID di masjid atau tanah lapang
USTADZ : Shalat Id di tanah lapang, penjelasannya :
1. Shalat di tanah lapang berarti menurut sunnah Rasulullah SAW
2. Nabi adalah Uswah khasanah, contoh / teladan yang baik.
Meneladani Nabi adalah lebih baik daripada meneladani pendapat
orang lain walau orang tersebut ulama kesohor
65
3. Syiar Islam amat terlihat sekali
sedang kalau di masjid masjid kecil di kampung,
penjelasannya :
1. belum seperti yang dikehendaki pendapat Imam SyafiI, karena
tidak luas / tidak bisa menampung jamaah. kecuali kalau masjid itu
setara dengan tanah lapang seperti di masjid Nabwi Madinah, atau
Masjid Al Harom Makkah atau masjid Al Azhar Jakarta
2. Shalat Id di masjid berarti mengikuti pendapat Imam SyafiI, yang
hidup 170 tahun setelah Nabi wafat ( 763 H 820 H ).
3. Syiar Islam hampir tak terasa
4. amat salah jika shalat Id di masjid HANYA berdalil tanah lapang
itu penuh dengan kotoran binatang, ini sama saja mengejek
Rasulullah SAW yang selalu di tanah lapang
5. dan kalau berdalil tanah lapang itu penuh kotoran kambing, sama
saja kalau shalat di halaman masjid juga banyak kotoran ayam
kampung ( karena masjid penuh dan shalat di halaman masjid )
6. amat salah jika berdalil , seutama utama shalat itu di masjid. Karena
tanah lapang penuh kotoran. Ini sekali lagi sebagaimana yang saya
terangkan tadi, kita jawab , kita tidak shalat di atas tanah lapang,
tapi menggunakan alas / tikar. Sebagaimana kalau shalat di masjid
namun tidak menampung jamaah terpaksa menggelar tikar di
halaman muka msajid. Ini sma saja keadaannya shalat di tanah
lapang
SANTRI : Pendapat Imam madzhab selain Imam SyafiI
USTADZ : Imam madzhab selain Imam SyafiI, seperti Imam Malik berpendapat
dan sebagaimana pendapat Imam madzhab yang lain, shalat Id WAJIB
di tanah lapang, walau masjid itu luas
SANTRI : mohon dituntunkan cara shalat Id menurut sunnah Rasulullah SAW
USTADZ : Tuntunan shalat Idul Fithri :
n. potong kuku, pangkas rambut ( ketiak , kemaluan , cambang,
kumis)
o. Mandi besar ( termasuk wanita haid )
p. Memakai wangi-wangian
q. pelaksanaan shalat lebih siang lebih baik karena memberi
kesempatan yang masih memberikan zakat fithrah agar tak
tertinggal shalat Idnya
r. makan pagi, karena rasa lelah menggotong zakat fithrah dan dibwa
ke rumah orang yang diberinya
s. menuju tanah lapang, berjalan kaki, berbondong sambil bertakbir
t. jalan berangkat, lain dengan jalan pulang
66
u. tanpa adzan dan iqomah, dan tanpa aba aba seperti ASHOLA-TU
QO-IMAH
v. dua rakaat ,
1) rakaat pertama 7 kali takbir termsuk takbirotul ihram
2) di sela sela takbir tak ada bacaan apa pun. Nabi tdak
menuntunkan membaca SUBKHA-NLO-H, WAL
KHAMDULILLA-H, WA LA- ILA-HA ILLALLO-H di sela
sela takbir
3) setalah 7 takbir membaca doa iftitah, taawaudz, basmalah
kemudian al fatikhah dan surat/ayat Alquran
4) rakaat kedua , 5 takbir tidak termasuk takbir intiqol ( takbir
pergantian gerak dari duduk akan berdiri )
5) diakhiri dengan satu khutbah ( tidak dua khutbah yang diselingi
duduk )
w. KHUTBAH DIAWALI DENGAN HAMDALAH, TAK ADA
TUNTUNAN DIAWALI DENGAN TAKBIR BARU
HAMDALAH. APALAGI HARUS TAKBIR 7 ATAU 9 KALI
SEBELUM HAMDALAH
x. selesai mendengarkan khutbah dan berdoa bersama dan dipimpin
khotib,
y. kemudian saling mengucap TAQOBBALALLOOHU MINNAA
WA MINKUM (semoga Allah menerima amal ibadah kita)
z. jalan pulang lain dengan jalan yang dilalui ketika berangkat
SANTRI : Yang terakhir mohon dituntunkan cara shalat Idul Adl kha menurut
sunnah Rasulullah SAW
USTADZ : Tuntunan shalat Idul Adlkha :
1. MULAI TANGGAL 1 Dzulhijjah tidak potong kuku, tidak pangkas
rambut ( kepala, ketiak , kemaluan , cambang, kumis)
2. Mandi besar ( termasuk wanita haid )
3. Memakai wangi-wangian
4. pelaksanaan shalat lebih pagi lebih baik karena memberi
kesempatan segera menyembelih hewan kurban
5. tidak makan pagi, mengingat Nabi Ibrahim dahulu ketika akan
menyembelih Ismail sebagi kurban juga tidak sarapan
6. menuju tanah lapang, berjalan kaki, berbondong sambil bertakbir
7. jalan berangkat, lain dengan jalan pulang
8. tanpa adzan dan iqomah, dan tanpa aba aba seperti ASHOLA-TU
QO-IMAH
9. dua rakaat ,
a. rakaat pertama 7 kali takbir termsuk takbirotul ihram
67
b. di sela sela takbir tak ada bacaan apa pun. Nabi tdak
menuntunkan membaca :
SUBKHA-NLO-H, WAL KHAMDULILLA-H, WA LA- ILA-
HA ILLALLO-H di sela sela takbir
c. setalah 7 takbir membaca doa iftitah, taawaudz, basmalah
kemudian al fatikhah dan surat/ayat Alquran
d. rakaat kedua , 5 takbir tidak termasuk takbir intiqol ( takbir
pergantian gerak dari duduk akan berdiri )
e. diakhiri dengan satu khutbah ( tidak dua khutbah yang diselingi
duduk )
10. KHUTBAH DIAWALI DENGAN HAMDALAH, TAK ADA
TUNTUNAN DIAWALI DENGAN TAKBIR BARU
HAMDALAH. APALAGI HARUS TAKBIR 7 ATAU 9 KALI
SEBELUM HAMDALAH
11. selesai mendengarkan khutbah, berdoa bersama dipimpin khotib,
12. kemudian mengucapkan kepada sahabat TAQOBBALALLOOHU
MINNAA WA MINKUM (semoga Allah menerima amal ibadah
kita). Dijawab dengan TAQOBBALALLOOHU MINNAA WA
MINKUM
13. jalan pulang lain dengan jalan yang dilalui ketika berangkat
14. setelah penyembelihan kurban, barulah boleh potong kuku dan
pangkas rambut ( kepala, kemaluan, kumis, cambang )
SANTRI : Ada beberapa hal yang saya tanyakan, pertama lafal takbir
USTADZ : Lafal takbir menurut sunnah :
1. ALLOOHU AKBAR , ALLOOHU AKBAR, ALLOOHU AKBAR
, KABIIROO
Ini berdasar hadits dari Salman riwayat Abdur rozaq
Lafal inilah yang dipilih sebagaian besar khotib untuk sering dibaca
di sela sela khutbah. Karena hadits dari Ibnu Majah riwayat Saad (
muadzin nabi ) menerangkan Nabi memperbanyak takbir di sela
sela khutbah
Ada pun lafal takbir, ALLOOHU AKBAR , ALLOOHU AKBAR,
ALLOOHU AKBAR , WA LILLAAHIL HAMD, bukan hadits /
bukan tuntunan Nabi
2. ALLOOHU AKBAR , ALLOOHU AKBAR. LAA ILAAHA
ILLALLOOHU , ALLLOOHU AKBAR. ALLOOHU AKBAR
WA LILLAAHIL HAMD
Ini berdasar hadits dari Umar dan Ibnu Masud riwayat
3. ada pun lafal takbir :
4. ALLOOHU AKBAR , ALLOOHU AKBAR, ALLOOHU
68
AKBAR, LAA ILAAHA ILLALLOOHU , ALLLOOHU AKBAR.
ALLOOHU AKBAR WA LILLAAHIL HAMD
ini bukan hadits . kelihatannya lafal takbir tersebut dua
hadits dari Salman dan Umar serta Ibnu Masud tadi
digabung sehinga menjadi lafal seperti itu. siapa ulama yang
mula mula menuntunkan sejak kapan , kami belum
menemukan, walau justru lafal ini yang UMUM diamalkan.
SANTRI : Benarkah , takbir dengan ucapan ALLOOHU AKBAR KABIIRO
WAL KHAMDU LILLAAHI KATSIIRO WA SUB
KHAANALLOOHI BUKROTAN WA ASHIILAA dan seterusnya , ini
bukan Lafal takbir
USTADZ : 1. lafal tersebut BUKAN lafal takbir hari raya, takbir tersebut
diucapkan Nabi ketika Fatkhu Makkah atau penaklukan Mekkkah.
2. Imam SyafiI dalam kitabnya Al Umm mengatakan, aku menyukai
menambah lafal takbir hari raya dengan lafal tersebut. Hal ini
berarti sejak masa Nabi sampai 170 tahun belum ada lafal takbir
yang engkau tanyakan itu.
Barulah diamalkan oleh sebagian ummat setelah Imam Syafi'I lahir
170 tahun sesudah Nabi wafat dan menulis pendapatnya dalam
kitab Al Umm tersebut
3. Oleh sebab itu Sayid Sabiq dalam kitabnya Fiqhus Sunnah tidak
mencantumkan LAFAL TAKBIR TERSEBUT pada bab takbir Id .
4. dan Muhammadiyah tidak mengamalkannya, cukup melafalkan
takbir yang disunnahkan Rasulullah SAW . Karena beliau adalah
Uswah Khasanah ( Tauladan yang baik ). Kalau ada tauladan yang
baik mengapa perlu mentauladani orang lain )
SANTRI : Khutbah Id satu kali , bolehkah dua kali seperti khutbah jumat , dan
apakah khutbah Id itu dimulai dengan lafal takbir 7 atau 9 kali atau
cukup hamdalah seperti khutbah jumat
USTADZ : Imam An Nawawy dalam Kitabnya Al Khulashoh berkata , tak ada
suatu dalil pun yang kuat menetapkan bahwa khutbah Id itu dua
khutbah. Segala riwayat yang menerangkan bahwa Nabi SAW khutbah
dua kali dengan mengadakan perselangan dua khutbah itu dengan
duduk, adalah dloif Dan tak ada keterangan Nabi memulai khutbah
dengan takbir.
Imam Ash Shonani berkata, khutbah hari raya itu disyareatkan rukun
rukunnya seperti khutbah jumat. Dalamkhutbah itu Rasulullah SAW
memberi perintah dan nasehat. Tetapi khutbahnya tidak dua kali seperti
khutbah jumat karena tak ada keterangan mengenai khutbah Id dua
kali. Khutbah dua kali hanyalah qiyas.,Riwayat yang menerangkan
69
adanya khutbah Id dua kali , dipisahkan dengan duduk adalah riwayat
yang dlaif

HARI RAYA JATUH HARI JUMAT

1. Hadits dari Abu Huroiroh riwayat Al Baihaqi












Dari Abu Huraerah, dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda,
Sungguh telah bersatu pada hari ini dua ied, maka siapa yang mau
(tidak melaksanakan shalat Jumat), maka shalat ied ini
mencukupkan dari (shalat) Jumat, dan sesungguhnya kami
melaksanakan shalat Jumat.

2. Hadits dari Usman bin Affan riwayat Ibnu Majah













70








Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Ibnu Syihab dari Abu
'Ubaid mantan budak Ibnu Azhar, ia berkata; "Saya menyaksikan Ied
bersama Umar bin Khatthab . Dia shalat kemudian bangun dan
berkhutbah di hadapan orang-orang seraya berkata; 'Ada dua hari
yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang untuk
berpuasa; hari raya Idul Fitri kalian ini, dan hari di mana kalian
memakan binatang kurban."
Abu Ubaid berkata; "Saya juga pernah menyaksikan shalat Ied
bersama Utsman bin Affan . Dia datang dan shalat, kemudian bangun
berkhutbah; "Sesungguhnya telah terkumpul di hari kalian ini dua
Ied. Siapa yang jauh tempat tinggalnya, namun ingin menunggu
shalat jum'at, maka hendaklah ia menunggu. Dan barangsiapa ingin
pulang, maka saya telah mengijinkannya." Abu Ubaid berkata; "Saya
menyaksikan Ied bersama Ali bin Abu Thalib ketika Utsman
terkepung, dia datang dan shalat, kemudian bangun dan berkhutbah."

3. Hadits dari Zaid bin Arqom riwayat Al Baihaqi










:


:

- :


: : :
-
.
:
: :

)317 / 3( - .

Artinya : aku menyaksikan Muawiyah bertanya Zaid bin Arqom,
apakah engkau menyaksikan bersama Rasulullah SAW hari raya Id
jatuh hari Jumat ? jawabnya ya. Lalu bagaimana beliau melakukan ?
beliau sholat sholat Id kemudian member keringanan tidak jumatan ,
maka sabda beliau, sholat Id sudah mencukupi sholat jumatnya,
namun kami tetap sholat jumat.
71
TUNTUNAN SHIYAM S Y A W A L
MENGIRINGI SHIYAM RAMADHAN

Hukum Puasa Syawal

Hukumnya adalah sunnah: Ini adalah hadits shahih yang menunjukkan


bahwa berpuasa 6 hari pada Syawal adalah sunnah. Asy-Syafii, Ahmad dan
banyak ulama terkemuka mengikutinya. Tidaklah benar untuk menolak hadits
ini dengan alasan-alasan yang dikemukakan beberapa ulama dalam
memakruhkan puasa ini, seperti; khawatir orang yang tidak tahu
menganggap ini bagian dari Ramadhan, atau khawatir manusia akan
menganggap ini wajib, atau karena dia tidak mendengar bahwa ulama salaf
biasa berpuasa dalam Syawal, karena semua ini adalah perkiraan-perkiraan,
yang tidak bisa digunakan untuk menolak Sunnah yang shahih. Jika sesuatu
telah diketahui, maka menjadi bukti bagi yang tidak mengetahui. (Fataawa
Al-Lajnah Ad-Daaimah lil Buhuuts wal Ifta, 10/389)

Hal-hal yang berkaitan dengannya adalah:

1. Tidak harus dilaksanakan berurutan.

Hari-hari ini (berpuasa syawal-) tidak harus dilakukan langsung setelah


ramadhan. Boleh melakukannya satu hari atau lebih setelah Id, dan mereka
boleh menjalankannya secara berurutan atau terpisah selama bulan Syawal,
apapun yang lebih mudah bagi seseorang. dan ini (hukumnya-) tidaklah
wajib, melainkan sunnah. (Fataawa Al-Lajnah Ad-Daaimah lil Buhuuts wal
Ifta, 10/391)

72
Imam An-Nawawi rahimahullah berkata:

Shahabat-shahabat kami berkata: adalah mustahab untuk berpuasa 6 hari


Syawal. Dari hadits ini mereka berkata: Sunnah mustahabah melakukannya
secara berurutan pada awal-awal Syawal, tapi jika seseorang
memisahkannya atau menunda pelaksanaannya hingga akhir Syawal, ini juga
diperbolehkan, karena dia masih berada pada makna umum dari hadits
tersebut. Kami tidak berbeda pendapat mengenai masalah ini dan inilah juga
pendapat Ahmad dan Abu Dawud. (Al-Majmu Syarh Al-Muhadzdzab)

Bagaimanapun juga bersegera adalah lebih baik: Berkata Musa: Itulah


mereka telah menyusul aku. Dan aku bersegera kepada-Mu, Ya Rabbi,
supaya Engkau ridho kepadaku. [QS Thoha: 84]

2. Tidak boleh dilakukan jika masih tertinggal dalam Ramadhan

Jika seseorang tertinggal beberapa hari dalam Ramadhan, dia harus


berpuasa terlebih dahulu, lalu baru boleh melanjutkannya dengan 6 hari
puasa Syawal, karena dia tidak bisa melanjutkan puasa Ramadhan dengan 6
hari puasa Syawal, kecuali dia telah menyempurnakan Ramadhan-nya
terlebih dahulu. (Fataawa Al-Lajnah Ad-Daaimah lil Buhuuts wal Ifta,
10/392)

Dasar puasa enam hari syawal adalah hadits berikut

Barangsiapa berpuasa Ramadhan lalu mengikutinya dengan enam hari


Syawal maka ia laksana mengerjakan puasa satu tahun.

Jika seseorang punya kewajiban qadla puasa lalu berpuasa enam hari padahal
ia punya kewajiban qadla enam hari maka puasa syawalnya tak berpahala
kecuali telah mengqadla ramadlannya (Syaikh Muhammad bin Shalih al
Utsaimin)

Hukum mengqadha enam hari puasa Syawal

Puasa enam hari di bulan Syawal, sunat hukumnya dan bukan wajib
berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
73
Artinya : Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan kemudian disusul
dengan puasa enam hari di bulan Syawal maka puasanya itu bagaikan puasa
sepanjang tahun (Dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya)

Hadits ini menunjukkan bahwa puasa enam hari itu boleh dilakukan secara
berurutan ataupun tidak berurutan, karena ungkapan hadits itu bersifat mutlak,
akan tetapi bersegera melaksanakan puasa enam hari itu adalah lebih utama
berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Taala (yang artinya) : ..Dan aku
bersegera kepada-Mu. Ya Rabbku, agar supaya Engkau ridha (kepadaku)
[Thaha : 84]

Juga berdasarakan dalil-dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah yang


menunjukkan kutamaan bersegera dan berlomba-lomba dalam melakukan
kebaikan. Tidak diwajibkan untuk melaksanakan puasa Syawal secara terus
menerus akan tetapi hal itu adalah lebih utama berdasarkan sabda Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam (yang artinya) : Amalan yang paling dicintai
Allah adalah yang terus menerus dikerjakan walaupun sedikit

Tidak disyariatkan untuk mengqadha puasa Syawal setelah habis bulan


Syawal, karena puasa tersebut adalah puasa sunnat, baik puasa itu terlewat
dengan atau tanpa udzur.

Mengqadha enam hari puasa Ramadhan di bulan Syawal, apakah mendapat


pahala puasa Puasa Sunnah Bulan Syawal enam hari

Disebutkan dalam riwayat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bahwa beliau


bersabda (yang artinya) : Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan
kemudian diikuti dengan puasa enam hari bulan Syawal maka seakan-akan ia
berpuasa setahun

Hadits ini menunjukkan bahwa diwajibkannya menyempurnakan puasa


Ramadhan yang merupakan puasa wajib kemudian ditambah dengan puasa
enam hari di bulan Syawal yang merupakan puasa sunnah untuk mendapatkan
pahala puasa setahun. Dalam hadits lain disebutkan (yang artinya) : Puasa
Ramadhan sama dengan sepuluh bulan dan puasa enam hari di bulan Syawal
sama dengan dua bulan

74
Yang berarti bahwa satu kebaikan mendapat sepuluh kebaikan, maka
berdasarkan hadits ini barangsiapa yang tidak menyempurnakan puasa
Ramadhan dikarenakan sakit, atau karena perjalanan atau karena haidh, atau
karena nifas maka hendaknya ia menyempurnakan puasa Ramadhan itu
dengan mendahulukan qadhanya dari pada puasa sunnat, termasuk puasa
enam hari Syawal atau puasa sunat lainnya. Jika telah menyempurnakan
qadha puasa Ramadhan, baru disyariatkan untuk melaksanakan puasa enam
hari Syawal agar bisa mendapatkan pahala atau kebaikan yang dimaksud.
Dengan demikian puasa qadha yang ia lakukan itu tidak bersetatus sebagai
puasa sunnat Syawal.

Apakah suami berhak untuk melarang istrinya berpuasa Syawal

Ada nash yang melarang seorang wanita untuk berpuasa sunat saat suaminya
hadir di sisinya (tidak berpergian/safar) kecuali dengan izin suaminya, hal ini
untuk tidak menghalangi kebutuhan biologisnya. Dan seandainya wanita itu
berpuasa tanpa seizin suaminya maka boleh bagi suaminya untuk
membatalkan puasa istrinya itu jika suaminyta ingin mencampurinya. Jika
suaminya itu tidak membutuhkan hajat biologis kepada istrinya, maka makruh
hukumnya bagi sang suami untuk melarang istrinya berpuasa jika puasa itu
tidak membahayakan diri istrinya atau menyulitkan istrinya dalam mengasuh
atau menyusui anaknya, baik itu berupa puasa Syawal yang enam hari itu
ataupun puasa-puasa sunnat lainnya.

HADITS YANG BERHUBUNGAN DENGAN PUASA SYAWAL

A. SEBAIKNYA MULAI TGL 2 DAN BERSAMBUNG


B. BOLEH TERPUTUS PUTUS ASAL MASIH DALAM BULAN SYAWAL
HADITS SHAHIH BERKAITAN PUASA SYAWAL











Dari Abu Ayyub al Anshari Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda : Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan, lalu
diiringi dengan puasa enam hari pada bulan Syawwal, maka dia seperti puasa
75
sepanjang tahun. [Diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Dawud, at
Tirmidzi, an Nasaa-i dan Ibnu Majah].









:

Dari Tsauban maula (pembantu) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dari


Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda : Barangsiapa yang melakukan puasa enam hari setelah hari raya
Idul Fithri, maka, itu menjadi penyempurna puasa satu tahun. [Barangsiapa
membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya
QS al Anam/6 ayat 160-].

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Imam Nasaa-i dengan lafazh :






"Allah menjadikan (ganjaran) kebaikan itu sepuluh kali lipat, satu bulan sama dengan sepuluh
bulan; dan puasa enam hari setelah hari raya Idul Fithri merupakan penyempurna satu tahun".

Diriwayatkan pula oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya dengan lafazh :







"Puasa bulan Ramadhan, (ganjarannya) sepuluh bulan dan puasa enam hari
(sama dengan) dua bulan. Itulah puasa satu tahun".

Diriwayatkan pula oleh Ibnu Hibban dalam Shahih-nya dengan lafazh :







"Barangsiapayang berpuasa pada bulan Ramadhan dan enam hari pada bulan
Syawwal, berarti sudah melaksanakan puasa satu tahun".

76







Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : Barangsiapa berpuasa
pada bulan Ramadhan dan mengiringinya dengan enam hari dari bulan
Syawwal, maka seakan dia sudah berpuasa satu tahun. [Diriwayatkan oleh al
Bazzar, dan salah satu jalur beliau adalah shahih].

Semua hadits di atas dinyatakan shahih oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin


al Albani, sebagaimana terdapat pada kitab Shahihut Targhibi wat Tarhib, no.
1006, 1007 dan 1008.
HADITS DHAIF




"Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan, Syawwal, hari Rabu,
Kamis dan Jumat, maka dia akan masuk surga".
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, 3/416, dari Hilal bin Khabbab dari Ikrimah
bin Khalid, dia mengatakan : Aku diberitahu oleh salah satu dari orang pandai
Quraisy, aku diberitahu oleh bapakku bahwasanya dia mendengar dari belahan
bibir Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam lalu dia membawakan hadits
di atas.
Syaikh al Albani mengatakan :
Ini merupakan sanad yang lemah, karena orang pandai dari kalangan Quraisy
ini tidak diketahui jati dirinya. Dan Hilal, orangnya shaduq (jujur dan
terpercaya), tetapi dia berubah pada masa tuanya, sebagaimana dijelaskan
dalam kitab at Taqriib.
Dan hadits ini diriwayatkan oleh al Haitsami dalam al Majma, 3/190 tanpa
ada kalimat wal Jumah, lalu beliau rahimahullah mengatakan :
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dan di dalam sanadnya terdapat orang yang
tidak disebutkan, sementara para perawi lainnya adalah tsiqah (bisa dipercaya,
Red).
Begitu juga dibawakan oleh Imam as Suyuthi dalam al Jami, dari riwayat
Imam Ahmad dari seseorang, akan tetapi dengan menggunakan lafazh :
sebagai ganti dari kalimat Syawwal.
Syaikh Al Albani mengatakan :
77
Aku tidak tahu, apakah perbedaan ini karena perbedaan naskah kitab Musnad
atau karena kekeliruan si penukil. [Lihat Silsilah adh Dhaifah, no. 4612,
10/124-125].

HADITS MAUDHU (PALSU)





"Barangsiapa berpuasa Ramadhan, lalu diiringi dengan puasa enam hari dari
bulan Syawwal, maka dia keluar dari dosa-dosanya sebagaimana saat
dilahirkan dari perut ibunya".

Syaikh al Albani mengatakan :


Maudhu (palsu). Diriwayatkan oleh Imam ath Thabrani dalam kitab al
Ausath melalui jalur Imran bin Harun, kami diberitahu oleh Maslamah bin
Ali, kami diberitahu oleh Abu Abdillah al Hamsh dari Nafi dari Ibnu Umar
secara marfu, dan beliau rahimahullah (Ath Thabrani) mengatakan : Hadits
ini tidak diriwayatkan, kecuali oleh Abu Abdillah, dan Maslamah menyendiri
dalam membawakan riwayat ini.

Syaikh al Albani mengatakan :


Orang ini (yakni Maslamah, Red) muttaham (tertuduh), ada beberapa riwayat
maudhunya sudah dibawakan di depan, yaitu hadits no. 141, 145 dan 151.

Sedangkan Abu Abdillah al Hamsh, saya cenderung memandang bahwa orang


ini adalah Muhammad bin Said al Asdiy al Mashlub al Kadzdzab (banyak
berdusta) al waddha (sering memalsukan hadits). Mereka merubah nama
orang ini menjadi sekitar seratus nama, untuk menutupi jati dirinya. Ada yang
memberinya kunyah Abu Abdirrahman, Abu Abdillah, Abu Qais. Tentang
nisbahnya, ada yang mengatakan, dia itu Dimasqiy (orang Damaskus), al
Urduni (orang Urdun). Dan ada yang mengatakan ath Thabariy.

Maka saya (Syaikh al Albani, Red) tidak menganggap mustahil, jika


kemudian orang yang tertuduh, yaitu Maslamah mengatakan tentang orang ini
: Abu Abdillah al Hamshy.

Tidak menutup kemungkinan bahwa Abu Abdillah al Hamshy ini adalah


orang yang dinamakan Marzuq. Ad Daulabiy membawakannya dalam kitab al
Kuna seperti ini. Orang ini termasuk perawi Imam Tirmidzi, akan tetapi,
78
mereka tidak pernah menyebutkan bahwa orang ini memiliki riwayat dari
Nafi. Berbeda dengan al Mashlub.
Hadits ini diberi isyarat dhaif oleh al Mundziri, 2/75. Al Haitsami menyatakan
illat hadits ini ialah Maslamah al Khasyani. [Lihat Silsilah adh Dhaifah, no.
5190, 11/309]

Hukum puasa sunnah bagi wanita bersuami

Tidak boleh bagi wanita untuk berpuasa sunat jika suaminya hadir (tidak
musafir) kecuali dengan seizinnya, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh
Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiallahu anhu bahwa Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) : Tidak halal bagi
seorang wanita unruk berpuasa saat suminya bersamanya kecuali dengan
seizinnya dalam riwayat lain disebutkan : kecuali puasa Ramadhan

Adapun jika sang suami memperkenankannya untuk berpuasa sunat, atau


suaminya sedang tidak hadir (bepergian), atau wanita itu tidak bersuami,
maka dibolehkan baginya menjalankan puasa sunat, terutama pada hari-hari
yang dianjurkan untuk berpuasa sunat yaitu : Puasa hari Senin dan Kamis,
puasa tiga hari dalam setiap bulan, puasa enam hari di bulan Syawal, puasa
pada sepuluh hari di bulan Dzulhijjah dan di hari Arafah, puasa Asyura serta
puasa sehari sebelum atau setelahnya. (Al-Fatawa Al-Jamiah Lil Maratil
Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita Muslimah, Amin bin
Yahya Al-Wazan)

79
Hadits Dhaif dan Maudhu Seputar Ramadhan
Tidak sedikit hadits-hadits palsu yang beredar di masyarakat dan dijadikan pedoman
dalam pelaksanaan syariat. Berikut ini adalah beberapa hadits dhaif (lemah) dan
maudhu (palsu) yang populer ditelinga masyarakat dan menjelaskan kedudukan
haditsnya.
Adapun hadits-hadits yang dicantumkan di bawah ini adalah hadits-hadits yang
lemah dan palsu secara matan (redaksi), sanad (urutan perawi), ataupun keduanya,
sebagaimana telah diuraikan penjelasannya di atas. Dan untuk memperjelas
kedudukan dari hadits-hadits yang disebutkan selanjutnya, penulis menganjurkan
kepada para pembaca sekalian untuk merujuk kepada kitab-kitab yang penulis
sebutkan sebagai referensinya.

1.




.
Artinya: Seandainya ummatku mengetahui apa yang terdapat dalam bulan
Ramadhan, niscaya ummatku akan menginginkan satu tahun penuh semuanya
adalah bulan Ramadhan. Sesungguhnya Surga berhias menyambut Ramadhan
setiap tahunnya.
Derajat: Maudhu/Palsu. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Yala Al-Mushili dalam
Musnad-nya (no. 5251) sebagaimana disebutkan dalam Mathalibul Aliyah (VI/42-44,
no. 1010), Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya (III/190, no. 1886), Ibnu Abi Dunya
dalam Fadhail Ramadhan (hal. 49, no. 22), Al-Baihaqi dalam Syuabul Iman (III/313,
no. 3634), dan Ibnul Jauzi dalam Al-Maudhuat (II/547, no. 1119). Lihat juga Dhaif
Targhib wa Tarhib (II/303, no. 596).

2.



:

:
80
Artinya: Berpuasalah, niscaya kamu akan sehat.
Derajat: Dhaif/Lemah. Hadits ini diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Mujamul
Ausath (VIII/174, no. 8312), dan Al-Kabir (XI/63, no. 11052), Abu Nuaim dalam
Thibbun Nabawi (I/236, no. 113), Al-Uqailiy dalam Adh-Dhuafa (II/92), Imam Al-
Iraqi dalam Takhrijul Ihya (II/754, no. 2771), Al-Ajluniy dalam Al-Kasyful Khafa
(I/445), dan Mushannaf Abdirrazaq (V/168-169, no. 9269 dan V/11, no. 8819). Lihat
juga Silsilah Adh-Dhaifah (I/420, no. 253).
Dari jalur Muhammad bin Sulaiman bin Abi Dawud dia berkata, telah berkata kepada
kami Zuhair bin Muhammad dari Suhail bin Abi Shalih dari bapaknya dari Abu Hurairah
dia berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahualaihi wa sallam. Dan Ath-Thabraniy
meriwayatkan dari jalur Syaikhnya Musa bin Zakariya dengan sanadnya sampai kepada
Muhammad bin Sulaiman bin Abi Dawud dengan sanadnya sampai kepada Abu
Hurairah secara marfu.

3.






.
.
:

. :
Artinya: Tidurnya orang yang berpuasa itu dianggap ibadah, diamnya adalah
tasbih, amalnya (dibalas) berlipat ganda, doanya dikabulkan, dan dosanya
diampuni.
Derajat: Dhaif Jiddan/Sangat Lemah. Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam
Syuabul Iman (III/415, no. 3937), Abu Muhammad bin Shaid dalam Musnad Ibnu Abi
Aufa (II/120), Ad-Dailami dalam Musnad Firdaus (IV/248), Al-Wahidi dalam Al-
Wasith (I/65/1), dan Al-Iraqi dalam Takhrijul Ihya (no. 727).
Dari jalur Sulaiman bin Amru dari Abdul Malik bin Umair dari Abdullah bin Abi
Aufa dari Rasulullah shallallahualaihi wa sallam.
4.





...
"Puasa itu setengah kesabaran dan kesucian itu setengahnya iman".
Hadits ini dhaif. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 3519 dalam Kitab ad-Dawt,
jugadiriwayatkan oleh imam Ahmad dalam Musnad beliau rahimahullh (4/260 dan
5/363)lewat jalur periwayatan Juraisy an-Nahdy dari seorang laki-laki bani (suku)
Sulaim.Sanad hadits ini dhaif, karena Juraisy bin Kulaib ini adalah seorang yang majhl
(tidakdikenal), sebagaimana dikatakan oleh Imam Ibnul Madini rahimahullh (lihat,
TahdzbutTahdzb, 2/78 karya Ibnu Hajar rahimahullh).
Hadits Tentang
5.

81

(



"Awal bulan Ramadhn itu adalah rahmat, tengahnya adalah maghfirah (ampunan) dan
akhirnya merupakan pembebasan dari api neraka".(HR Ibnu Abi Dunya, Ibnu Askir,
Dailami dan lain-lain lewat jalur periwayatan Abu Hurairah radhiyallhu anhu)
Hadits ini sangat lemah. Silahkan lihat kitab Dhaif Jmiis Shagr, no. 2134 dan
FaidhulQadr, no. 2815
6.


"Orang yang berpuasa itu tetap dalam kondisi beribadah meskipun dia tidur di
atas kasurnya". (HR Tamm)
Sanad hadits ini dhaif, karena dalam sanadnya terdapat Yahya bin Abdullah bin Zujjdan
Muhammad bin Hrn bin Muhammad bin Bakar bin Hill. Kedua orang ini
tidakditemukan keterangan tentang jati diri mereka dalam kitab Jarh wat Tadil (yaitu
kitab-kitab yang berisi keterangan tentang cela atau cacat ataupun pujian terhadap
pararawi). Ditambah lagi, dalam sanad hadits ini terdapat perawi yang bernama Hsyim
binAbu Hurairah al Himshi. Dia seorang perawi yang majhl (tidak diketahui
keadaandirinya), sebagaimana dijelaskan oleh adz-Dzahabi rahimahullh dalam kitab
beliaurahimahullh Miznul Itidl. Imam Uqaili rahimahullh mengatakan, "Orang
inihaditsnya mungkar."
7.
-
-





"Dari Ibnu Abbs radhiyallhu anhu, beliau radhiyallhu anhu mengatakan,
"Raslullhshallallhu alaihi wa sallam, apabila hendak berbuka, beliau
shallallhu alaihi wasallam mengucapkan : Wahai Allh! Untuk-Mu kami
berpuasa dan dengan rezeki dari-Mu kami berbuka. Ya Allh ! Terimalah
amalan kami! Sesungguhnya Engkau MahaMendengar lagi Maha
Mengetahui."(Diriwayatkan oleh Daru Quthni rahimahullh dalam kitab Sunan
beliau, Ibnu Sunnidalam kitab Amalul Yaumi wal Lailah, no. 473 dan Thabrani
t dalam kitab al-MujamulKabr)
Sanad hadits ini sangat lemah (dhafun jiddan), karena :

Pertama : Ada seorang rawi yang bernama Abdul Mlik bin Hrun bin Antarah.
Orangini adalah sseorang rawi yang sangat lemah. Imam Ahmad rahimahullh
mengatakan, "Abdul Mlik itu dhaif." Imam Yahya rahimahullh, "Dia seorang
pendusta (kadzdzb)." Ibnu Hibbn rahimahullh mengatakan, "Dia seorang
pemalsu hadits." Imam Sadi mengatakan, "Dajjl (pendusta)." Imam Dzahabi

82
rahimahullh, Dia tertuduh sebagai pemalsu hadits." Ibnu Hatim mengatakan,
"Matrk (orang yang riwayatnya ditinggalkan oleh para Ulama)."

Kedua : Dalam sanad hadits ini terdapat juga orang tua dari Abdul Mlik yaitu
Hrun binAntarah. Dia ini seorang rawi yang diperselisihkan oleh para Ulama
ahli hadits. ImamDaru Quthni rahimahullh menilainya lemah, sedangkan Ibni
Hibbn rahimahullh telang mengatakan, "Mungkarul hadts (orang yang
haditsnya diingkari), sama sekalitidak boleh berhujjah dengannya."
Hadits ini telah dilemahkan oleh Imam Ibnul Qayyim rahimahullh, Ibnu
Hajarrahimahullh, al Haitsami rahimahullh dan Syaikh al-Albni rahimahullh
dan lain-lain.Silahkan para pembaca melihat kitab-kitab ; Miznul Itidal (2/666),
Majmauz Zawid(3/156 oleh Imam Haitsami rahimahullh), Zdul Mad dalam
kitab Shiym oleh ImamIbnul Qayyim rahimahullh dan Irwul Ghall (4/36-39
oleh Syaikh al-Albnirahimahullh)
8.







Dari Anas radhiyallhu anhu, beliau radhiyallhu anhu mengatakan,
"Raslullh shallallhu alaihi wa sallam, apabila berbuka, beliau shallallhu
alaihi wa sallam mengucapkan: Dengan nama Allh, Ya Allh karenaMu aku
berpuasa dan dengan rizki dari Mu aku berbuka".
Hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani rahimahullh dalam kitab al-Mujamus
Shagr,hlm. 189 dan al-Mujam Ausath.Sanad hadits ini lemah (dhaf),
karena:Pertama : Dalam sanad hadits ini terdapat Ismail bin Amar al Bajali. Dia
adalahseorang rawi yang lemah. Imam Dzahabi rahimahullh mengatakan dalam
kitab adh-Dhufa, "Bukan hanya satu orang saja yang melemahkannya."Imam
Ibnu Adi rahimahullh mengatakan, "Orang ini sering membawakan hadits-
haditsyang tidak boleh diikuti."Imam Ibnu Htim rahimahullh mengatakan,
"Orang ini lemah."Kedua : Dalam sanadnya terdapat Dwud bin az-Zibriqn.
Syaikh al-Albnirahimahullh mengatakan, "Orang ini lebih jelek daripada
Ismail bin Amr al Bajali."Sementara itu, Imam Abu Dwud rahimahullh, Abu
Zurah rahimahullh dan Ibnu Hajarrahimahullh memasukkan orang ini ke
golongan matrk (orang yang riwayatnyaditinggalkan oleh para Ulama ahli
hadits).Imam Ibnu Adi mengatakan, "Biasanya apa yang diriwayatkan oleh
orang ini tidakboleh diikuti." (lihat, Miznul Itidl, 2/7)
Hadits Thabrani rahimahullh ini pernah dibawakan oleh Ustadz Abdul Qadir
Hassandalam risalah puasa, namun beliau tidak mengomentari derajatnya.

83
Tidak ada satu riwayatpun yang shahih tentang doa berbukapuasa kecuali
riwayat dibawah ini :







Dari Ibnu Umar radhiyallhu anhuma, adalah Raslullh shallallhu alaihi wa
sallam apabila berbuka puasa,beliau shallallhu alaihi wa sallam mengucapkan
: "Dahaga telah lenyap, urat-urat telah basah dan pahala atau ganjaran tetap
ada insya Allh".
Hadits ini hasan riwayat Abu Dwud, no. 2357; Nasi, 1/66; Daru Quthni,
iamengatakan, "Sanad hadits ini hasan."; al Hkim, 1/422 dan Baihaqi, 4/239.
Syaikh al-Albni rahimahullh sepakat dengan penilai Daru Quthni terhadap
hadits ini. semua rawi (orang-orang yang meriwayatkan) hadits iniadalah tsiqah
(terpercaya) kecuali Husain bin Wqid. Dia seorang rawi yang tsiqah namun
memiliki sedikit kelemahan, sehingga tepatlah kalau sanad hadits ini
dinilaihasan.
9.
) (

"Sekiranya manusia mengetahui apa yang ada pada bulan Ramadhn, niscaya
semua umatku berharap agar Ramadhn itu sepanjang tahun".
Hadits ini maudhu. Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah rahimahullh, no. 1886
lewatjalur periwayatan Jarr bin Ayyb al Bajali, dari asy-Syabi dari Nfi bin
Burdah, dari AbuMasud al-Ghifari- ia mengatakan, "Suatu hari, aku mendengar
Raslullh shallallhualaihi wa sallam pernah bersabda , "(lalu beliau
menyebutkan hadits diatas).Imam Ibnul Jauzi rahimahullh membawakan hadits
di atas dalam kitab beliaurahimahullh al-Maudht, 2/189 lewat jalur
periwayatan Jarr bin Ayyb al Bajali dariSyabi dari Nfi bin Burdah dan
Abdullah bin Masud radhiyallhu anhu .
10.




"Tidak ada bulan yang datang kepada kaum Muslimin yang lebih baik daripada
Ramadhn. Dan tidak datang kepada kaum Munafiqin bulan yang lebih buruk
daripada bulan Ramadhn".

11.





Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, doanya
dikabulkan, dan amalannya pun akan dilipatgandakan pahalanya.
84
Hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi di Syuabul Iman (3/1437).
Hadits ini dhaif, sebagaimana dikatakan Al Hafidz Al Iraqi dalam Takhrijul Ihya
(1/310).
Yang benar, tidur adalah perkara mubah (boleh) dan bukan ritual ibadah.
12.







: :


Wahai manusia, bulan yang agung telah mendatangi kalian. Di dalamnya
terdapat satu malam yang lebih baik dari 1. 000 bulan. Allah menjadikan puasa
pada siang harinya sebagai sebuah kewajiban, dan menghidupkan malamnya
sebagai ibadah tathawwu (sunnah). Barangsiapa pada bulan itu mendekatkan
diri (kepada Allah) dengan satu kebaikan, ia seolah-olah mengerjakan satu
ibadah wajib pada bulan yang lain. Barangsiapa mengerjakan satu perbuatan
wajib, ia seolah-olah mengerjakan 70 kebaikan di bulan yang lain. Ramadhan
adalah bulan kesabaran, sedangkan kesabaran itu balasannya adalah surga. Ia
(juga) bulan tolong-menolong. Di dalamnya rezki seorang mukmin ditambah.
Barangsiapa pada bulan Ramadhan memberikan hidangan berbuka kepada
seorang yang berpuasa, dosa-dosanya akan diampuni, diselamatkan dari api
neraka dan memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa itu, tanpa
mengurangi pahala orang yang berpuasa tadi sedikitpun Kemudian para
sahabat berkata, Wahai Rasulullah, tidak semua dari kita memiliki makanan
untuk diberikan kepada orang yang berpuasa. Rasulullah Shallallahualaihi
Wasallam berkata, Allah memberikan pahala tersebut kepada orang yang
memberikan hidangan berbuka berupa sebutir kurma, atau satu teguk air atau
sedikit susu. Ramadhan adalah bulan yang permulaannya rahmat,
pertengahannya maghfirah (ampunan) dan akhirnya pembebasan dari api
neraka.

85
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (1887), oleh Al Mahamili dalam
Amaliyyah (293), Ibnu Adi dalam Al Kamil Fid Dhuafa (6/512), Al Mundziri
dalam Targhib Wat Tarhib (2/115)
Hadits ini didhaifkan oleh para pakar hadits seperti Al Mundziri dalam At
Targhib Wat Tarhib (2/115), juga didhaifkan oleh Syaikh Ali Hasan Al Halabi di
Sifatu Shaumin Nabiy (110), bahkan dikatakan oleh Abu Hatim Ar Razi dalam Al
Ilal (2/50)
juga Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah (871) bahwa hadits ini Munkar.

Yang benar, di seluruh waktu di bulan Ramadhan terdapat rahmah, seluruhnya


terdapat ampunan Allah dan seluruhnya terdapat kesempatan bagi seorang
mukmin untuk terbebas dari api neraka, tidak hanya sepertiganya. Salah satu
dalil yang menunjukkan hal ini adalah:


Orang yang puasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, akan
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (HR. Bukhari no.38, Muslim, no.760)
Dalam hadits ini, disebutkan bahwa ampunan Allah tidak dibatasi hanya pada
pertengahan Ramadhan saja.
Lebih jelas lagi pada hadits yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi, Rasulullah
bersabda:




:




Pada awal malam bulan Ramadhan, setan-setan dan jin-jin jahat dibelenggu,
pintu neraka ditutup, tidak ada satu pintu pun yang dibuka. Pintu surga dibuka,
tidak ada satu pintu pun yang ditutup. Kemudian Allah menyeru: wahai
penggemar kebaikan, rauplah sebanyak mungkin, wahai penggemar keburukan,
tahanlah dirimu. Allah pun memberikan pembebasan dari neraka bagi hamba-
Nya. Dan itu terjadi setiap malam (HR. Tirmidzi 682, dishahihkan oleh Al
Albani dalam Shahih At Tirmidzi)
13.

Orang yang sengaja tidak berpuasa pada suatu hari di bulan Ramadhan,
padahal ia bukan orang yang diberi keringanan, ia tidak akan dapat mengganti
puasanya meski berpuasa terus menerus.
Hadits ini didhaifkan oleh Al Bukhari, Imam Ahmad, Ibnu Hazm di Al Muhalla
(6/183), Al Baihaqi, Ibnu Abdil Barr dalam At Tamhid (7/173), juga oleh Al
86
Albani di Dhaif At Tirmidzi (723), Dhaif Abi Daud (2396), Dhaif Al Jami
(5462) dan Silsilah Adh Dhaifah (4557).

Bulan Ramadhan bergantung di antara langit dan bumi. Tidak ada yang dapat
mengangkatnya kecuali zakat fithri.
Hadits ini disebutkan oleh Al Mundziri di At Targhib Wat Tarhib (2/157). Al
Albani mendhaifkan hadits ini dalam Dhaif At Targhib (664), dan Silsilah
Ahadits Dhaifah (43).
Yang benar, jika dari hadits ini terdapat orang yang meyakini bahwa puasa
Ramadhan tidak diterima jika belum membayar zakat fithri, keyakinan ini salah,
karena haditsnya dhaif. Zakat fithri bukanlah syarat sah puasa Ramadhan, namun
jika seseorang meninggalkannya ia mendapat dosa tersendiri.
14.

Rajab adalah bulan Allah, Syaban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah
bulan umatku.
Hadits ini diriwayatkan oleh Adz Dzahabi di Tartibul Maudhuat (162, 183),
Ibnu Asakir di Mujam Asy Syuyukh (1/186).
Hadits ini didhaifkan oleh di Asy Syaukani di Nailul Authar (4/334), dan Al
Albani di Silsilah Adh Dhaifah (4400). Bahkan hadits ini dikatakan hadits palsu
oleh banyak ulama seperti Adz Dzahabi di Tartibul Maudhuat (162, 183), Ash
Shaghani dalam Al Maudhuat (72), Ibnul Qayyim dalam Al Manaarul Munif
(76), Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Tabyinul Ujab (20).
15.


Barangsiapa memberi hidangan berbuka puasa dengan makanan dan minuman
yang halal, para malaikat bershalawat kepadanya selama bulan Ramadhan dan
Jibril bershalawat kepadanya di malam lailatul qadar.
Hadits ini didhaifkan oleh Ibnul Jauzi di Al Maudhuat (2/555), As Sakhawi
dalam Maqasidul Hasanah (495), Al Albani dalam Dhaif At Targhib (654)

Yang benar,orang yang memberikan hidangan berbuka puasa akan mendapatkan


pahala puasa orang yang diberi hidangan tadi, berdasarkan hadits:

Siapa saja yang memberikan hidangan berbuka puasa kepada orang lain yang
berpuasa, ia akan mendapatkan pahala orang tersebut tanpa sedikitpun
mengurangi pahalanya. (HR. At Tirmidzi no 807, ia berkata: Hasan shahih)
16.
87
: : .

Kita telah kembali dari jihad yang kecil menuju jihad yang besar. Para
sahabat bertanya: Apakah jihad yang besar itu? Beliau bersabda: Jihadnya
hati melawan hawa nafsu.
Hadits ini adalah hadits palsu. Sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam di
Majmu Fatawa (11/197), juga oleh Al Mulla Ali Al Qari dalam Al Asrar Al
Marfuah (211). Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah (2460) mengatakan
hadits ini Munkar.
Hadits ini sering dibawakan para khatib dan dikaitkan dengan Ramadhan, yaitu
untuk mengatakan bahwa jihad melawan hawa nafsu di bulan Ramadhan lebih
utama dari jihad berperang di jalan Allah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
berkata, Hadits ini tidak ada asalnya. Tidak ada seorang pun ulama hadits yang
berangapan seperti ini, baik dari perkataan maupun perbuatan Nabi. Selain itu
jihad melawan orang kafir adalah amal yang paling mulia. Bahkan jihad yang
tidak wajib pun merupakan amalan sunnah yang paling dianjurkan. (Majmu
Fatawa, 11/197). Artinya, makna dari hadits palsu ini pun tidak benar karena
jihad berperang di jalan Allah adalah amalan yang paling mulia. Selain itu, orang
yang terjun berperang di jalan Allah tentunya telah berhasil mengalahkan hawa
nafsunya untuk meninggalkan dunia dan orang-orang yang ia sayangi.
17.
: :
:
Wailah berkata, Aku bertemu dengan Rasulullah Shallallahualaihi
Wasallam pada hari Ied, lalu aku berkata: Taqabbalallahu minna wa minka.
Beliau bersabda: Ya, Taqabbalallahu minna wa minka.
Hadits ini didhaifkan oleh Ibnu Adi dalam Al Kamil Fid Dhuafa (7/524), oleh
Ibnu Qaisirani dalam Dzakiratul Huffadz (4/1950), oleh Al Albani dalam Silsilah
Adh Dhaifah (5666).

Yang benar, ucapan Taqabbalallahu Minna Wa Minka diucapkan sebagian


sahabat berdasarkan sebuah riwayat:
:
Artinya:
Para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam biasanya ketika saling
berjumpa di hari Ied mereka mengucapkan: Taqabbalallahu Minna Wa Minka
(Semoga Allah menerima amal ibadah saya dan amal ibadah Anda)
Atsar ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Al Mughni (3/294), dishahihkan
oleh Al Albani dalam Tamamul Minnah (354). Oleh karena itu, boleh
88
mengamalkan ucapan ini, asalkan tidak diyakini sebagai hadits Nabi
shallallahualaihi wa sallam.

Dalam bab ini yang shahh adalah hadts:


,


Sesungguhnya Allah pada setiap waktu berbuka memiliki orang-orang yang
dimerdekakan dari api nereka, yang demikian itu adalah pada setiap malam.
(HR. Tirmidzi: 682; Ibn khuzaimah: 1883)
18.




Awal bulan Ramadhan adalah rahmat, pertengahannya adalah ampunan, dan
akhirnya adalah pembebasan dari api neraka.
Hadts Munkar, diriwayatkan oleh al-Uqaili, Ibnu Adiy, dan didalam sanadnya
terdapat dua orang laki-laki yang salah satu dari keduanya munkarul hadts
(sering menyalahi hadts-hadts yang benar) dan yang lain matruk (hadts yang
diriwayatkannya ditinggalkan).

19. HADITS PALSU DALAM KITAB DURROTUN NASIKHIN

Dikatakaan dari Ali bin Abi Thalib ra bahwa dia berkata: Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam ditanya tentang keutamaan-keutamaan tarawih di bulan Ramadhan. Kemudian
beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
Ramadhan maalam ke 1.
Orang mukmin keluar dari dosanya pada malam pertama, seperti saat dia dilahirkan
ibunya.
Ramadhan maalam ke 2.
Dan pada malam kedua, ia diampuni, dan juga kedua orang tuanya, jika keduanya
mukmin.
Ramadhan maalam ke 3.
Dan pada malam ketiga, seorang malaikat berseru dibawah Arsy: Mulailah beramal,
semoga Allah mengampuni dosamu yang telah lewat.
Ramadhan maalam ke 4.
Pada malam keempat, dia memperoleh pahala seperti pahala membaca Taurat, Injil,
Zabur, dan Al-Furqan (Al-Quran).
Ramadhan maalam ke 5.
Pada malam kelima, Allah Taala memeberikan pahala seperti pahala orang yang shalat
di Masjidil Haram, masjid Madinah dan Masjidil Aqsha.
Ramadhan maalam ke 6.
Pada malam keenam, Allah Taala memberikan pahala orang yang berthawaf di Baitul
Makmur dan dimohonkan ampun oleh setiap batu dan cadas.
Ramadhan maalam ke 7.

89
Pada malam ketujuh, seolah-olah ia mencapai derajat Nabi Musa a.s. dan
kemenangannya atas Firaun dan Haman.
Ramadhan maalam ke 8.
Pada malam kedelapan, Allah Taala memberinya apa yang pernah Dia berikan kepada
Nabi Ibrahin as
Ramadhan maalam ke 9.
Pada malam kesembilan, seolah-olah ia beribadat kepada Allah Taala sebagaimana
ibadatnya Nabi saw.
Ramadhan maalam ke 10.
Pada Malam kesepuluh, Allah Taala mengaruniai dia kebaikan dunia dan akhirat.
Ramadhan maalam ke 11.
Pada malam kesebelas, ia keluar dari dunia seperti saat ia dilahirkan dari perut ibunya.
Ramadhan maalam ke 12.
Pada malam keduabelas, ia datang pada hari kiamat sedang wajahnya bagaikan bulan di
malam purnama.
Ramadhan maalam ke 13.
Pada malam ketigabelas, ia datang di hari kiamat dalam keadaan aman dari segala
keburukan.
Ramadhan maalam ke 14.
Pada malam keempat belas, para malaikat datang seraya memberi kesaksian untuknya,
bahwa ia telah melakukan shalat tarawih, maka Allah tidak menghisabnya pada hari
kiamat.
Ramadhan maalam ke 15.
Pada malam kelima belas, ia didoakan oleh para malaikat dan para penanggung
(pemikul) Arsy dan Kursi.
Ramadhan maalam ke 16.
Pada malam keenam belas, Allah menerapkan baginya kebebasan untuk selamat dari
neraka dan kebebasan masuk ke dalam surga.
Ramadhan maalam ke 17.
Pada malam ketujuh belas, ia diberi pahala seperti pahala para nabi.
Ramadhan maalam ke 18.
Pada malam kedelapan belas, seorang malaikat berseru, Hai hamba Allah,
sesungguhnya Allah ridha kepadamu dan kepada ibu bapakmu.
Ramadhan maalam ke 19.
Pada malam kesembilan belas, Allah mengangkat derajat-derajatnya dalam surga
Firdaus.
Ramadhan maalam ke 20.
Pada malam kedua puluh, Allah memberi pahala para Syuhada (orang-orang yang mati
syahid) dan shalihin (orang-orang yang saleh).
Ramadhan maalam ke 21.
Pada malam kedua puluh satu, Allah membangun untuknya sebuah gedung dari cahaya.
Ramadhan maalam ke 22.
Pada malam kedua puluh dua, ia datang pada hari kiamat dalam keadaan aman dari
setiap kesedihan dan kesusahan.

90
Ramadhan maalam ke 23.
Pada malam kedua puluh tiga, Allah membangun untuknya sebuah kota di dalam surga.
Ramadhan maalam ke 24.
Pada malam kedua puluh empat, ia memperoleh duapuluh empat doa yang dikabulkan.
Ramadhan maalam ke 25.
Pada malam kedua puluh lima , Allah Taala menghapuskan darinya azab kubur.
Ramadhan maalam ke 26.
Pada malam keduapuluh enam, Allah mengangkat pahalanya selama empat puluh tahun.
Ramadhan maalam ke 27.
Pada malam keduapuluh tujuh, ia dapat melewati shirath pada hari kiamat, bagaikan kilat
yang menyambar.
Ramadhan maalam ke 28.
Pada malam keduapuluh delapan, Allah mengangkat baginya seribu derajat dalam surga.
Ramadhan maalam ke 29.
Pada malam kedua puluh sembilan, Allah memberinya pahala seribu haji yang diterima.
Ramadhan maalam ke 30.
Dan pada malam ketiga puluh, Allah ber firman : Hai hamba-Ku, makanlah buah-
buahan surga, mandilah dari air Salsabil dan minumlah dari telaga Kautsar. Akulah
Tuhanmu, dan engkau hamba-Ku.
Demikian hadits palsu dari Kitab Duratun Nasihin,

[Sumber : Islam or.Id, majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun X/1427/2006M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah
Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-7574821]:

HANYA UNTUK KALANGAN SENDIRI

Shalat Witir tidak ada


PENIELASAN SHALAT WITIR TIDAK ADA
Kata WITIR, hanyalah nama lain dari shalat lail yang juga disebut
shalat tahajjud, shalat qiyamullail, shalat qiyamur Ramadhan, shalat
tarawwih.
Baca Buku HIMPUNAN PUTUSAN TARJIH , pada Kitab keputusan
tarjih Wiradesa bab shalat Tattawu tentang shalat lail, halaman 345
Kalau kita membaca hadits-hadits Nabi tentang shalat lail , kata witir
dalam banyak matan hadits hanya sebagai ungkapan menggasalkan
rakaat shalat lail, bukan diartikan shalat Witir.
Tidak ada kata yang menyebutkan kemudian setelah selesai shalat
lail ditutup dengan SHALAT WITIR, tetapi dengan kata:
91
.. kemudian witir/ menggasalkan dengan satu rakaat (
Hadits dari Ibnu Umar riwayat Jamaah )

kemudian witir/ menggasalkan dan tiduran . ( Hadits dari Ibnu


Abbas riwayat Muslim )

kemudin witir / menggasalkan, maka jadilah seluruhnya 13


rakaat. ( Hadits dari Zaid bin Khalid Al Juhani riwayat Muslim )

Bahkan Nabi shalat lail, lebih dulu shalat dengan rakaat witir/gasal
dulu ( 9 rakaat satu salam ) baru 2 rakaat salam. ( Hadits dari Aisyah
riwayat Abu Dawud ) )

. Lalu Nabi shalat sebelas rakaat termasuk didalamnya rakaat


gasalnya / witirnya kemudian tiduran sehingga Bilal menghampiri
sambil berseru: waktu shalat shubuh telah tiba ya Rasulullah. (
Hadits dari Kuraib dari Ibnu Abbas riwayat Abu Dawud )

dan amat banyak hadits yang semakna dengan itu, juga tak satupun
hadits yang matannya JELAS menyebut SHALATUL WITIR
arti witir ( rakaat gasal ( dalam bahasa jawa : ganjil ) dalam shalat lail )

Kata witir sebagai nama lain dari shalat lail, ialah dialog Nabi dengan
sahabat Kharijah bin Hudzaifah .( Hadits dari Kharijah bin Hudzaifah
riwayat Abu Dawud, Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, Daruqutni ).
Dan juga hadits tentang wasiyat nabi dengan Abu darda. Dan masih
banyak lagi, MISALNYA :

)533 / 1( -
- -

- -
.

Wahai ahlul Qur-an, witirlah ( shalat lail ). Karena sesungguhnya Allah
itu gasal (tunggal) dan menyukai orang yang melakukan Witir ( shalat
lalil).
92
)533 / 1( -

- -



- -

- -


.
Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla menambah bagi kalian shalat yang
( lebih baik bagi kalian ketimbang memiliki onta merah, yaitu witir
`shalat lail ). Allah Azza wa Jalla meletakkannya antara shalat Isya
]sampai terbitnya fajar [HR. at-Tirmidzi
)534 / 1( -



-



-
.
Witir ( shalat lail )itu kewajiban, siapa yang tidak melakukan (witir
shalat lail ) maka dia bukan bagian dari kami.
)534 / 1( -





- -

.
"Witir ( shalat lail ) adalah sebuah hak atas setiap muslim, barang
siapa yang hendak melakukan witir ( shalat lail )lima raka'at maka
hendaknya ia melakukankannya dan barang siapa yang hendak
melakukan witir( shalat lail ) tiga raka'at maka hendaknya ia
93
melakukannya, dan barang siapa yang hendak melakukan witir (
shalat lail )satu raka'at maka hendaknya ia melakukannya."
)538 / 1( -







- -
.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam setelah salam dalam witir
(shalat lail) , beliau membaca: SUBHAANAL MALIKIL QUDDUUS.
)540 / 1( -


:
:
Bapakku pernah mengunjungiku di bulan Ramadhan. Di awal malam
beliau witir( shalat lail ) bersama kami. Kemudian beliau
menuju masjid dan shalat lail mengimami jamaah( YANG BELUM SHALAT
LAIL) di masjid, sampai tinggal witir (rakaat gasalnya). Lalu beliau
mendatangi seseorang dan berkata: Imami witir ( rakaat gasalnya)
mereka . Karena saya mendengar Nabi shallallahu alaihi wa
sallam bersabda: Tidak ada dua witir ( dua kali rakaat gasal ) dalam
semalam.













Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan
kepada kami Abu Bakar bin 'Ayyas, telah menceritakan kepada kami
94
Abu Ishaq dari 'Ashim bin Dlamrah dari Ali dia berkata, witir( shalat lail
) tidaklah wajib sebagaimana shalat wajib kalian, akan tetapi ia
merupakan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Dan dia
juga berkata, sesungguhnya Allah adalah witir (gasal) dan menyukai
dengan sesuatu yang gasal, maka berwitirlah ( shalat lail ) kalian
wahai para ahli Qur'an. (perawi) berkata, dan dalam bab ini ada juga
riwayat dari Ibnu Umar, Ibnu Mas'ud dan Ibnu 'Abbas. Abu Isa
berkata, hadits Ali adalah hadits hasan. (Sunan Tirmidzi : 415)







Telah mengabarkan kepada kami Qutaibah dia berkata; telah
menceritakan kepada kami Khalid bin Ziyad dari Nafi' dari Ibnu 'Umar
dia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Shalat
malam itu dua rakaat-dua rakaat, dan shalat gasalnya itu satu
rakaat'."(Sunan Nasai : 1675)

95





Telah menceritakan kepada kami Hannad, telah menceritakan kepada
kami Abu Bakar bin 'Ayyasy dari Abu Ishaq dari Al Harits dari Ali dia
berkata, bahwa Nabi Shallahu 'alaihi wa sallam witir ( shalat lail )
sebanyak tiga raka'at, beliau membaca sembilan surat dengan
disambung, dalam satu raka'at beliau membaca tiga surat sekaligus,
dan diraka'at terakhir beliau membaca QUL HUWALLAHU AHAD.
(perawi) berkata, dalam bab ini ada juga riwayat dari Imaran bin
Hushain, 'Aisyah, Ibnu Abbas, Abu Ayyub, Abdurrahman bin Abza dari
Ubay bin Ka'ab. Diriwayatkan pula dari Abdurrahman bin Abza dari
Nabi Shallahu 'alaihi wa sallam. Ini seperti yang diriwayatkan sebagian
dari mereka dengan tidak menyebutkan dari Ubay, dan sebagian yang
lain menyebutkan dari Abdurrahman bin Abza dari Ubay.
Abu Isa berkata, para ulama dari kalangan sahabat Nabi Shallahu
'alaihi wa sallam dan yang lainnya berpendapat dengan hadits ini yaitu
hendaknya seseorang mengerjakan switir sebanyak tiga raka'at.
Sufyan berkata, jika kamu berkehendak boleh mengerjakan witir(
shalat lail ) sebanyak lima raka'at, tiga raka'at dan jika mau, kamu
bisa mengerjakan cuma hanya satu raka'at. Sufyan berkata, dan saya
menganjurkan untuk mengerjakan shalat witir( shalat lail ) sebanyak
tiga raka'at, ini adalah perkataan Ibnu Mubarak dan penduduk Kufah.
Telah menceritakan kepada kami sa'id bin Ya'qub At Thalaqani telah
menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari Hisyam dari
Muhammad bin Sirin dia berkata, mereka mengerjakan shalat witir(
shalat lail ) sebanyak lima raka'at, tiga raka'at bahkan ( shalat lail )
satu raka'at, dan mereka menganggap semuanya baik. (Sunan
Tirmidzi : 422)













96










Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Manshur Al Kausaj, telah
menceritakan kepada kami Abdullah bin Numair, telah menceritakan
kepada kami Hisyam bin 'Urwah dari ayahnya dari 'Aisyah dia berkata,
bahwa shalat malamnya Nabi Shallahu 'alaihi wa sallam sebanyak tiga
belas raka'at termasuk didalamnya witir (rakaat gasal) sebanyak lima
raka'at, beliau tidak duduk kecuali diakhir raka'atnya, jika seorang
mu'adzin mengumandangkan adzan, beliau melanjutkan shalat dua
raka'at dengan ringan. (perawi) berkata, dalam bab ini (ada juga
riwayat -pent) dari Abu Ayub. Abu Isa berkata, haditsnya 'Aisyah
adalah hadits hasan shahih, sebagian ulama telah meriwayatkan dari
para sahabat Nabi Shallahu 'alaihi wa sallam dan yang lainnya bahwa
beliau mengerjakan witir( shalat lail ) sebanyak lima raka'at, mereka
berkata, beliau tidak duduk kecuali setelah raka'at yang terakhir. Ani
Isa berkata, saya bertanya kepada Abu Mush'ab Al Madini mengenai
hadits ini bahwa Nabi Shallahu 'alaihi wa sallam mengerjakan witir (
shalat lail ) sebanyak sembilan dan tujuh raka'at. Saya bertanya,
bagaiman beliau mengerjakan witir( shalat lail ) sebanyak sembilan
dan tujuh raka'at? Dia menjawab, beliau shalat dua raka'at-dua
raka'at, kemudian beliau salam dan witir ( rakaat gasalnya) satu
raka'at.(Sunan Tirmidzi : 421)








97







Telah mengabarkan kepada kami Yazid bin Harun telah menceritakan
kepada kami Sufyan bin Husain dari Az Zuhri dari 'Atha` bin Yazid Al
Laitsi dari Abu Ayyub Al Anshari ia berkata, "Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam berkata kepadaku: "Lakukan Witir ( shalat lail )
dengan lima rakaat, apabila engkau tidak mampu maka dengan tiga
rakaat, dan apabila engkau tidak mampu maka dengan satu rakaat,
dan apabila engkau tidak mampu maka lakukan dengan memberi
isyarat." Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Yusuf dari
Al Auza'i dari Az Zuhri dari 'Atha` bin Yazid Al Laits dari Abu Ayyub Al
Anshari dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam seperti itu." (Sunan
Darimi : 1536)










Telah menceritakan kepada kami 'Umar bin Hafsh berkata, telah
menceritakan kepada kami Bapakku berkata, telah menceritakan
kepada kami Al A'masy berkata, telah menceritakan kepadaku Muslim
dari Masyruq dari 'Aisyah ia berkata, "Sepanjang malam Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan witir ( shalat lail ) dan
berhenti pada waktu sahur."(Shahih Bukhari : 941)













Telah menceritakan kepada Kami Abul Walid Ath Thayalisi dan
98
Qutaibah bin Sa'id secara makna, mereka mengatakan; telah
menceritakan kepada Kami Al Laits dari Yazid bin Abu Habib dari
Abdullah bin Rasyid Az Zaufi dari Abdullah bin Abu Murrah Az Zaufi
dari Kharijah bin Hudzafah, Abu Al Walid Al Adawi berkata; Rasulullah
shallAllahu wa'alaihi wa sallam keluar menemui Kami dan berkata:
"Sesungguhnya Allah telah mewajibkan bagi kalian sebuah shalat
yang dia lebih baik bagi kalian dari pada unta merah, yaitu witir (
shalat lail ) , dan telah menjadikannya berada diantara shalat Isya
hingga terbit fajar."(Sunan Abu Daud : 1208)









Telah menceritakan kepada Kami Ahmad bin Hanbal telah
menceritakan kepada Kami Yahya dari 'Ubaidullah telah menceritakan
kepadaku Nafi' dari Ibnu Umar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
beliau bersabda: "Jadikan shalat terakhir kalian adalah witir ( shalat lail
) ."(Sunan Abu Daud : 1226)


















Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Mani' telah menceritakan
kepada kami Abu Bakar bin 'Ayasy telah menceritakan kepada kami
Abu Hashin dari Yahya bin Watsab dari Masruq bahwa dia bertanya
kepada 'Aisyah mengenai shalat witirnya Rasulullah Shallahu 'alaihi
wa sallam, maka dia menjawab, terkadang beliau melaksanakan witir
99
( shalat lail ) diawal malam, ditengah malam dan terkadang diakhir
malam, dan menjelang wafatnya beliau mengerjakan witir ( shalat lail )
sampai menjelang fajar, Abu Isa berkata, Abu Hashin namanya adalah
'Utsman bin 'Ashim Al Asadi,
(perawi) berkata, dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Ali, Jabir,
Abu Mas'ud Al Anshari dan Abu Qatadah. Abu Isa berkata, haditsnya
'Aisyah adalah hadits hasan shahih, dan ia merupakan riwayat yang
dipilih oleh sebagian ahli ilmu yaitu melaksanakan witir ( shalat lail )
diakhir malam.(Sunan Tirmidzi : 419)








Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Mani', telah
menceritakan kepada kami Yahya bin Zakariya bin Abu Zaidah, telah
menceritakan kepada kami 'Ubaidullah dari Nafi' dari Ibnu Umar
bahwasannya Nabi Shallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Bersegeralah kalian melaksanakan witir ( shalat lail ) menjelang
shubuh." Abu Isa berkata, ini adalah hadits hasan shahih.
(Sunan Tirmidzi : 429)






















Telah menceritakan kepada kami Ali bin Hujr, telah mengabarkan
kepada kami Syarik dari Abu Ishaq dari Sa'id bin Jubair dari Ibnu
100
Abbas dia berkata, adalah Nabi Shallahu 'alaihi wa sallam dalam witir (
shalat lail )nya membaca SABBIHISMA RABBIKAL A'LA dan QUL
YAA AYYUHAL KAAFIRUUN dan QUL HUWALLAHU AHAD dalam
setiap raka'atnya. Dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Ali,
'Aisyah dan Abdurrahman bin Abza dari Ubay bin Ka'ab.
Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Abza dari Nabi Shallahu 'alaihi wa
sallam. Abu Isa berkata, telah diriwayatkan dari Nabi Shallahu 'alaihi
wa sallam bahwa diraka'at ketiga dalam witir ( shalat lail ) beliau
membaca QUL HUWALLAHU AHAD. Dan (hadits) yang dipilih oleh
kebanyakan ulama dari kalangan para sahabat Nabi Shallahu 'alaihi
wa sallam dan orang-orang setelahnya adalah membaca
SABBIHISMA RABBIKAL A'LA dan QUL YAA AYYUHAL KAAFIRUUN
dan QUL HUWALLAHU AHAD disetiap raka'at dari surat
tersebut.(Sunan Tirmidzi : 424)

Saking pentingnya witir ( shalat lail ) , Rasulullah selalu


membangunkan keluarganya untuk melakukan witir ( shalat lail )
serta selalu mengerjakannya di manapun beliau berada, walaupun
sedang dalam bepergian.






Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata, telah
menceritakan kepada kami Yahya berkata, telah menceritakan kepada
kami Hisyam berkata, telah menceritakan kepadaku Bapakku dari
'Aisyah berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah berdiri
shalat (malam) sedangkan aku berbaring membentang di atas
tikarnya. Apabila akan witir ( rakaat gasalnya ) ) , beliau
membangunkan aku hingga aku pun mengerjakan witir ( rakaat gasal
) ."(Shahih Bukhari : 942)












101












Telah menceritakan kepada kami Isma'il berkata, telah menceritakan
kepadaku Malik dari Abu Bakar bin 'Umar bin 'Abdurrahman bin
'Abdullah bin 'Umar bin Al Khaththab dari Sa'd bin Yasar bahwa dia
berkata, "Aku bersama 'Abdullah bin 'Umar pernah berjalan di jalanan
kota Makkah. Sa'id berkata, "Ketika aku khawatir akan (masuknya
waktu) Shubuh, maka aku pun singgah dan melaksanakan witir (
shalat lail ) . Kemudian aku menyusulnya, maka Abdullah bin Umar
pun bertanya, "Dari mana saja kamu?" Aku menjawab, "Tadi aku
khawatir akan (masuknya waktu) Shubuh, maka aku singgah dan
melaksanakan witir ( shalat lail ) ." 'Abdullah bin 'Umar berkata,
"Bukankah kamu telah memiliki suri tauladan yang baik pada diri
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?" Aku menjawab, "Ya. Demi
Allah." Abdullah bin Umar berkata, "Sesungguhnya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam pernah witir ( shalat lail ) di atas untanya(
tidak perlu singgah) ." (Shahih Bukhari : 944)
Ada sebuah riwayat, sahabat melaksanakan witir ( shalat lail )
setelah adzan subuh tiba, karena beliau ketiduran belum
melaksanakan witir ( shalat lail ) .
Dengan demikian witir ( shalat lail ) setelah adzan subuh, atau
tepatnya qadha witir ( shalat lail ) , boleh dilakukan jika keadaannya
seperti itu.











Telah mengabarkan kepada kami Yahya bin Hakim dia berkata; telah
menceritakan kepada kami Ibnu Abu 'Adi dari Syu'bah dari Ibrahim bin
Muhammad bin Al Muntasyir dari Bapaknya bahwa dia pernah berada
di masjid Amru bin Syurahbil, lalu dikumandangkanlah adzan untuk
102
shalat, maka mereka pun menunggunya (Abdullah). Kemudian dia
datang dan berkata "Aku tadi sedang witir ( shalat lail ) ." la
(Muntasyir) berkata; 'Abdullah pun ditanya; 'Apakah ada witir ( shalat
lail ) setelah adzan? ' la menjawab; `Ya, ada. Juga setelah iqamah'.
Kemudian ia menyampaikan hadits dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam, bahwa beliau pernah tertidur dari shalat (Subuh) hingga
matahari terbit, kemudian beliau mengerjakan shalat."(Sunan Nasai :
1667)

DALAM BANYAK HADITS , DARI CONTOH HADITS DIATAS TIDAK



ADA KATA :

Witir atau rakaat gasal tidak selalu diakhir
- rakaat gasal di awal shalat lalil, ( 9 rakaat dengan satu salam
memakai tahiyat awal pada rakaat ke delapan , lalu 2 rakaat ).
Ini berdasar Hadits dari Qatadah riwayat Abu Dawud
- rakaat gasal di tengah shalat lalil , ( 2 rakaat, 2 rakaat. 5 rakaat
satu , 2 rakaat ). Ini berdasar hadits dari Aisyiyah riwayat
Bukhori Muslim
- rakaaat gasal diakhir, ini lazimnya ( 4 rakaat, rakaat, 3 rakaat ;
2 ) , 2 rakaat, 1 rakaat

Kesim[pulannya :
1. ISTILAH WITIR HANYALAH SEBAGAI NAMA LAIN DARI
SHOLAT LAIL , KARENA SHALAT LAIL RAKAATNYA
WITIR/GASAL
2. YANG JUGA DISEBUT QIYAAMUL LAIL , KARENA
DILAKKAN WAKTU MALAM
3. ATAU JUGA DISEBUT SHOLAT TAHAJJUD , KARENA
DILAKUKAN SAAT JAGA ( NGLILIR)
4. ATAU JUGA DISEBUT QIYAAMUR ROMADHON , KARENA
DILAKUKAN DI BULAN RAMADHAN DENGAN BACAAN
PANJANG, DAN RUKUK DAN SJUD YANG LAMA
5. ATAU JUGA DISEBUT SHOLAT TAROWIH , KARENA
DILAKUKAN AWAL WAKTU PADA BULAN RAMADAHAN.
TARAWWIH ARTINYA MENGAWALKAN WAKTU/MRUPUT
103
BENARKAN TIDAK ADA SHALAT IFTITAH LAIL /
TAHAJJUD / TARAWWIH

Pendapat Tarjih Tentang Shalat Iftitah :

Setelah Majelis Tarjih dan Tajdid PDM Kota membaca berbagai


literature baik dalam kitab samilah maupun dalam fatwa Tarjih
Muhammadiah, maka ada beberapa hadits-hadits Nabi saw yang
menjelaskan tentang pelaksanaan shalat iftitah, antara lain sebagai
berikut:





] [ .
Artinya: Diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata: Adalah Rasulullah saw
apabila akan melaksanakan shalat lail, beliau memulai (membuka)
shalatnya dengan (shalat) dua rakaat yang ringan-ringan. [HR
Muslim]





] [ .
Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Nabi saw, beliau
bersabda: Apabila salah saeorang dari kamu akan melakukan shalat
lail, hendaklah memulai (membuka) shalatnya dengan dua rakaat
yang ringan-ringan. [HR Muslim]





104


[ .
]
Artinya: Diriwayatkan dari Zaed bin Khalid al-Juhany ia berkata,
sungguh saya mencermati shalat Rasulullah saw. pada suatu malam,
beliau shalat dua rakaat yang ringan-ringan, kemudian shalat dua
rakaat yang panjang (lama) sekali, lalu shalat dua rakaat yang lebih
pendek dari dua rakaat sebelumnya, lalu shalat dua rakaat yang lebih
pendek dari dua rakaat sebelumnya, lalu shalat dua rakaat yang lebih
pendek dari dua rakaat sebelumnya, lalu shalat dua rakaat yang lebih
pendek dari dua rakaat sebelumnya, lalu kemudian melakukan witir.
Maka demikianlah, shalat tigabelas rakaat. [HR Abu Dawud]






] [ .
Artinya: Diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata: Adalah Rasulullah saw.
apabila akan melaksanakan shalat lail, beliau memulai shalatnya
dengan (shalat) dua rakaat yang ringan-ringan. [HR Ahmad]

Dari hadits-hadits di atas dapat disimpulkan bahwa :


Shalat malam diawali dengan dua rakaat yang ringan-ringan (rakatain
khafifatain), atau sering kita kenal dengan shalat iftitah.
Untuk pertanyaan nomer 2 (dua), tentang doa yang dibaca saat shalat
iftitah adalah :
Berkaitan dengan bacaan doa dalam shalat iftitah, terdapat dua
redaksi : pertama, sebelum dilakukan penelitian kembali, seperti
terdapat dalam HPT hal. 342 disebutkan bahwa pada rakaat pertama
dari shalat khafifatain setelah takbiratul ihram hendaklah membaca:

.

Dengan beralasan pada dalil no. 19 hal. 350 yang redaksinya sebagai
berikut:

:

(

105
: (
)
Dari uraian di atas jelas bahwa hadis tersebut diriwayatkan oleh Ath-
Thabrany dalam kitab al-Ausath, ia mengatakan dalam kitab Majma
az-Zawaid: bahwa perawinya orang-orang terpercaya.
Kedua, redaksi setelah meninjauan kembali:
Ternyata setelah dibuka kembali kitab Majma az-Zawaid yang
dijadikan rujukan oleh HPT, ada perbedaan redaksi teks matan hadis
yang dikemukan oleh HPT dengan apa yang terdapat dalam kitab
Majma az-Zawaid wa Manba al-Fawaid dan kitab al-Mujam al-
Ausath. Dalam kitab Majma az-Zawaid wa Manba al-Fawaid,
karangan Nuruddin Ali bin Abi Bakar al-Haisamy, Jilid 2 hal. 107,
redaksinya sebagai berikut:




[ .
]
Dan dalam kitab al-Mujam al-Ausath karangan ath-Thabrany,
redaksinya sebagai berikut:







.
Doa iftitah yang terdapat dalam teks matan hadis kitab Majma az-
Zawaid wa Manba al-Fawaid sama persis redaksinya, dan apabila kita
membandingkan teks hadis Nabi saw yang terdapat dalam HPT dan
kitab Majma az-Zawaid tersebut, ada beberapa perbedaan. Kalau
teks hadis yang terdapat dalam kitab Majma az-Zawaid tersebut
dijadikan dasar, maka teks hadis yang terdapat dalam HPT hendaknya
disesuaikan dengan teks hadis yang terdapat dalam kedua kitab
tersebut karena dalam teks tersebut ada beberapa lafaz tambahan,
yaitu al-Mulk, al-Izzati dan ada kekurangan, yaitu lafaz Allah,
setelah lafaz Subhana.
Jadi, doa iftitah yang dibaca pada shalat dua rakaat khafifatain
tersebut adalah:
106

.


)Cara Pelaksanaan Shalat Iftitah boleh (sendiri-sendiri atau berjamaah

Untuk menjawab pertanyaan tentang cara pelaksanaan shalat iftitah,


)apakah boleh dilakukan dengan berjamaah, maka kita lihat 2 (dua
dalil hadits berikut:
















[ .
]
.Maka aku ikut bangun tidur dan berbuat seperti Rasulullah
(yaitu bersuci). Kemudian aku berdiri di samping (kiri)nya. Kemudian
beliau memegang telingaku dan menggeserku ke sebelah kanan
beliau. Maka beliau melakukan shalat 2 rakaat, kemudian 2 rakaat
lagi, kemudian 2 rakaat lagi, kemudian 2 rakaat lagi, kemudian 2
rakaat lagi, kemudian 2 rakaat lagi. Kemudian beliau melakukan witir
(1 rakaat). Kemudian beliau berbaring sampai muadzdzin mendatangi
beliau kemudian beliau melakukan shalat 2 rakaat ringan kemudian
keluar (menuju masjid) dan shalat shubuh.











107



] [ .

Saya bertanya kepada Ibnu Abbas, Bagaimana salat malam
Rasulullah saw? Ia menjawab, Suatu malam aku bermalam di rumah
beliau, yaitu di (rumah) Maimunah, lalu beliau tidur sehingga ketika
lepas sepertiga malam atau pertengahan malam beliau bangun dan
menuju ke bejana yang padanya terdapat air, lalu beliau berwudlu dan
aku pun berwudlu bersamanya, kemudian beliau berdiri dan aku pun
berdiri di samping kiri beliau, lalu beliau memindahkan aku ke sebelah
kanannya, kemudian beliau meletakkan tangannya pada kepalaku
seolah-olah memegang telingaku, seakan-akan beliau mengingatkan
aku, lalu beliau Salat dua rakaat ringan Aku mengatakan,
Bahwa beliau membaca padanya al fatihah pada setiap rakaat,
kemudian salam, kemudian beliau Salat sampai sebelas rakaat
dengan witir kemudian beliau tidur, lalu Bilal datang kepadanya dan
berkata, Salat wahai Rasulullah, lalu beliau berdiri dan salat dua
rakaat, kemudian beliau salat bersama orang-orang.

Keterangan:
Hadits pertama (hadits riwayat al-Bukhari dari Aisyah) dan hadits
kedua (hadits riwayat Abu Dawud dari Abu Hurairah) menjelaskan
bahwa Ibnu Abbas pernah bermalam di tempat Maemunah, ketika
waktu telah habis dua pertiga malam atau setengah malam Nabi saw
bangun dari tidurnya kemudian berwudlu lalu berdiri (untuk
melaksanakan shalat) dan ia (Ibnu Abbas) berdiri di sebelah kirinya
dan beliau memindahkan Ibnu Abbas ke sebelah kanannya kemudian
beliau melaksanakan shalat dua rakaat ringan-ringan.
Dan dari kedua hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa
pelaksanaan shalat khafifatain sebagaimana pelaksanaan
qiyamu Ramadhan sebelas rakaat dapat dilaksanakan
secara berjamaah.
HADITS HADITS TENTANG DUA ROKAAT RINGAN ( SHALAT
IFTITAH )

108
1. Hadits dari Zaid bin Khalid Al Juhani riwayat Muslim :










] [ .
Artinya: Diriwayatkan dari Zaed bin Khalid al-Juhany ia berkata,
sungguh saya mencermati shalat Rasulullah saw. pada suatu
malam, beliau shalat dua rakaat yang ringan-ringan,
kemudian shalat dua rakaat yang panjang (lama) sekali, lalu shalat
dua rakaat yang lebih pendek dari dua rakaat sebelumnya, lalu
shalat dua rakaat yang lebih pendek dari dua rakaat sebelumnya,
lalu shalat dua rakaat yang lebih pendek dari dua rakaat
sebelumnya, lalu shalat dua rakaat yang lebih pendek dari dua
rakaat sebelumnya, lalu kemudian melakukan witir. Maka
demikianlah, shalat tigabelas rakaat. [HR Abu Dawud]

2. Hadits dari Aisyah riwayat Thabrani :




.....
Artinya : Adalah Nabi jika sholat lail , sholat
dulu 2 rokat ringan .. .
3. Hadits dari Abu Hurairah riwayat Muslim :



.....
Artinya : nabi bersabda , jika kamu akan sholat lail, maka sholatlah
2 rokat ringan .

109
4. Hadits dari Ibnu Abbas riwayat










: .
Artinya : .. maka Nabi memulai shalat 2 rakaat (iftitah) hanya
membaca Al fatehah setiap rakaat kemudian salam. Kemudian
shalat 11 rakaat .

amalan yang sesuai sunah Nabi di bulan Ramadhan.

1. Bersahur
A. Dalilnya:
Dari Anas bin Malik Radhiallahu Anhu, bahwa Rasulullah SAW.
bersabda:

110
Bersahurlah kalian, karena pada santap sahur itu ada
keberkahan. (HR. Bukhari No. 1923, Muslim No. 1095)
B. Keutamaannya:
Dari Abu Said Al-Khudri Radhiallahu Anhu, bahwa Rasulullah
SAW. bersabda:





Makan sahur adalah berkah, maka janganlah kalian
meninggalkannya, walau kalian hanya meminum seteguk air,
karena Allah Azza wa Jalla dan para malaikat mendoakan
orang yang makan sahur. (HR. Ahmad No. 11086, Syaikh
Syuaib Al-Arnauth mengatakan: sanadnya shahih. Lihat Taliq
Musnad Ahmad No. 11086)
Dari Amru bin Al-Ash Radhiallahu Anhu, bahwa Rasulullah
SAW. bersabda:




Perbedaan antara puasa kita dan puasa Ahli Kitab adalah
pada makan sahur. (HR. Muslim No. 1096)
Dari hadits dua ini ada beberapa faedah:
1) Anjurannya begitu kuat, sampai Nabi meminta untuk jangan
ditinggalkan
2) Sahur sudah mencukupi walau dengan seteguk air minum
3) Allah Azza wa Jalla dan para malaikat mendoakan
(bershalawat) kepada yang makan sahur
4) Orang kafir Ahli Kitab juga berpuasa, tapi tanpa sahur
5) Berpuasa tanpa sahur secara sengaja dan terus menerus
adalah menyerupai Ahli kitab
2. Disunnahkan mentakhirkan sahur:
Dari Amru bin Maimun Radhiallahu Anhu, katanya:




Para sahabat Nabi Muhammad SAW. adalah manusia yang
paling bersegera dalam berbuka puasa, dan paling akhir dalam
sahurnya. (HR. Al-Baihaqi dalam As Sunan Al-Kubra No. 7916.
Al-Faryabi dalam Ash Shiyam No. 52. Ibnu Abi Syaibah dalam
Al-Mushannaf No. 9025)

111
3. Tadarus Al-Quran dan Mengkhatamkannya

Bulan Ramadhan adalah bulan yang amat erat hubungannya


dengan Al-Quran, karena saat itulah Al-Quran diturunkan.[1] Oleh
karenanya aktifitas bertadarus (membaca sekaligus mengkaji)
adalah hal yang sangat utama saat itu, dan telah menjadi aktivitas
utama sejak masa Nabi SAW. dan generasi terbaik.
Ibnu Abbas Radhiallahu Anhuma menceritakan:


Jibril menemuinya pada tiap malam-malam bulan Ramadhan, dan
dia (Jibril) bertadarus Al-Quran bersamanya. (HR. Bukhari No.
3220)
Faedah dalam hadits ini adalah:
1) Rasulullah SAW. juga melakukan tadarus Al-Quran bersama
Malaikat Jibril
2) Beliau melakukannya setiap malam, dan dipilihnya malam
karena waktu tersebut biasanya waktu kosong dari aktifitas
keseharian, dan malam hari suasana lebih kondusif dan
khusyu.
3) Bukan hanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, tetapi ini juga
perilaku para sahabat dan generasi setelah mereka.
4) Imam An-Nawawi Rahimahullah menceritakan dalam kitab At
Tibyan fi Aadab Hamalatil Quran, bahwa diriwayatkan oleh As
Sayyid Al-Jalil Ahmad Ad Dawraqi dengan sanadnya, dari
Manshur bin Zaadaan, dari para ahli ibadah tabiin semoga
Allah meridhainya- bahwasanya pada bulan Ramadhan dia
mengkhatamkan Al-Quran antara Zhuhur dan Ashar, dan juga
mengkhatamkan antara Maghrib dan Isya, dan mereka
mengakhirkan Isya hingga seperempat malam.
5) Ada juga yang khatam dalam sepekan, seperti Utsman bin
Affan, Ibnu Masud, Zaid bin Tsabit, Ubai bin Kaab, dan
segolongan tabiin seperti Abdurrahman bin Yazid, Al-Qamah,
dan Ibrahim semoga Allah merahmati mereka semua.
(Lengkapnya lihat Imam An-Nawawi, At Tibyan, Hal. 60-61)

4. Bersedekah

112
Nabi SAW. sebagai teladan kita telah mencontohkan akhlak yang
luar biasa yaitu kedermawanan. Hal itu semakin menjadi-jadi
ketika bulan Ramadhan.
Ibnu Abbas Radhiallahu Anhuma, menceritakan:









Nabi SAW. adalah manusia yang paling dermawan, dan
kedermawanannya semakin menjadi-jadi saat Ramadhan apalagi
ketika Jibril menemuinya. Dan, Jibril menemuinya setiap malam
bulan Ramadhan dia bertadarus Al-Quran bersamanya. Maka,
Rasulullah SAW. benar-benar sangat dermawan dengan kebaikan
laksana angin yang berhembus. (HR. Bukhari No. 3220)

5. Memberikan makanan buat orang yang berbuka puasa

Dari Zaid bin Khalid Al-Juhani Radhiallahu Anhu, bahwa


Rasulullah SAW. bersabda:




Barang siapa yang memberikan makanan untuk berbuka bagi
orang berpuasa maka dia akan mendapatkan pahala
sebagaimana orang tersebut, tanpa mengurangi sedikit pun
pahala orang itu. (HR. At Tirmidzi No. 807, katanya: hasan shahih.
Ahmad No. 21676, An-Nasai dalam As Sunan Al-Kubra No. 3332.
Al-Baihaqi dalam Syuabul Iman No. 3952. Dishahihkan Syaikh Al-
Albani dalam Shahihul Jami No. 6415. Syaikh Syuaib Al-Arnauth
mengatakan: hasan lighairih. Lihat taliq Musnad Ahmad No.
21676, Al-Bazzar dalam Musnadnya No. 3775)
Para ulama berbeda pendapat tentang batasan memberikan
makanan untuk berbuka. Sebagian menilai itu adalah makanan
yang mengenyangkan selayaknya makanan yang wajar.
Sebagian lain mengatakan bahwa hal itu sudah cukup walau
memberikan satu butir kurma dan seteguk air.

113
Pendapat yang lebih kuat adalah , pendapat yang kedua, bahwa
apa yang tertulis dalam hadits ini sudah mencukupi walau sekadar
memberikan seteguk air minum dan sebutir kurma, sebab hal itu
sudah cukup bagi seseorang dikatakan telah ifthar (berbuka
puasa).

6. Memperbanyak doa
Q S Al Baqarah (2) : 186





2/186. dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang
Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia
memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi
(segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku,
agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu, bahwa Rasulullah SAW.
bersabda:


Ada tiga manusia yang doa mereka tidak akan ditolak: 1. Doa
orang yang berpuasa sampai dia berbuka, 2. Pemimpin yang adil,
3. Doa orang teraniaya. (HR. At Tirmidzi No. 2526, 3598,

7. Menyegerakan berbuka puasa

Dari Amru bin Maimun Radhiallahu Anhu, katanya:






Para sahabat Nabi Muhammad SAW. adalah manusia yang
paling bersegera dalam berbuka puasa, dan paling akhir dalam
sahurnya. (HR. Al-Baihaqi dalam As Sunan Al-Kubra No. 7916.
Al-Faryabi dalam Ash Shiyam No. 52. Ibnu Abi Syaibah dalam
Al-Mushannaf No. 9025)
8. Berdoa di waktu berbuka puasa
Doa Nabi SAW. Berikut ini adalah doanya:
114








Adalah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, jika sedang
berbuka puasa dia membaca: Dzahaba Azh Zhamau wab talatil
uruqu wa tsabatal ajru insya Allah. (HR. Abu Daud No. 2357,
Sedangkan doa berbuka puasa: Allahumma laka shumtu dst,
dengan berbagai macam versinya telah didhaifkan para ulama,
baik yang dari jalur Muadz bin Zuhrah secara mursal, juga jalur
Anas bin Malik, dan Ibnu Abbas. (Lihat Al-Hafizh Ibnu Hajar, At
Talkhish Al-Habir, 2/444-445. Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, 1/62.
Imam Abu Daud, Al-Maraasiil, 1/124, Imam Al-Haitsami, Majma Az
Zawaid, 3/371. Syaikh Al-Albani juga mendhaifkan dalam berbagai
kitabnya)

9. Itikaf di asyrul awakhir


a. Dalilnya berdasarkan Al-Quran, As-Sunnah, dan Ijma, yakni
sebagai berikut:



Janganlah kalian mencampuri mereka (Istri), sedang kalian
sedang Itikaf di masjid. (Al-Baqarah : 187)
Dari Aisyah Radiallahu Anha:






Bahwasanya Nabi SAW. beritikaf pada 10 hari terakhir bulan
Ramadhan sampai beliau diwafatka Allah, kemudian istri-
istrinya pun Itikaf setelah itu. (HR. Bukhari, No. 2026, Muslim
No. 1171, Abu Daud No. 2462. Ahmad No. 24613, dan
lainnya)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu, katanya:






b. Tempatnya HANYA di masjid. Atau musholla/surau/langgar
yang selalu digunakan jamaah shalat 5 waktu
c. Waktunya

115
- Boleh mulai malam pertama Ramadhan s.d. malam hari
raya. Baik dilakukan setiap malam atau beberapa malam
- Pilihlah yang digemari Nabi SAW. Itikaf di setiap
Ramadhan 10 hari, tatkala pada tahun beliau wafat, beliau
Itikaf 20 hari. (HR. Bukhari No. 694, Ahmad No. 8662, Ibnu
Hibban No. 2228,
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah menceritakan adanya
ijma tentang syariat Itikaf:


.
Ulama telah ijma bahwa Itikaf adalah disyariatkan, Nabi
SAW. beritikaf setiap Ramadhan 10 hari, dan 20 hari ketika
tahun beliau wafat. (Fiqhus Sunnah, 1/475)
- Hukumnya adalah sunnah alias tidak wajib, kecuali Itikaf
karena nazar. Kesunahan ini juga berlaku bagi kaum
wanita, dengan syarat aman dari fitnah, dan izin dari
walinya, dan masjidnya kondusif.
Imam Asy-Syaukani Rahimahullah mengatakan:

Telah terjadi ijma bahwa Itikaf bukan kewajiban, dan bahwa
dia tidak bisa dilaksanakan kecuali di masjid. (Fathul Qadir,
1/245) Namun jika ada seorang yang bernazar untuk
beritikaf, maka wajib baginya beritikaf.

10. Umrah ketika Ramadhan adalah sebanding pahalanya seperti haji


bersama Rasulullah SAW. Dari Ibnu Abbas Radhiallahu Anhuma,
bahwa Rasulullah SAW. berkata kepada seorang wanita Anshar
bernama Ummu Sinan:




Sesungguhnya Umrah ketika bulan Ramadhan sama dengan
menunaikan haji atau haji bersamaku. (HR. Bukhari No. 1863,
Muslim No. 1256)

116
11. Menjauhi perbuatan yang merusak puasa

Perbuatan seperti menggunjing (ghibah), adu domba (namimah),


menuruti syahwat (rafats), berjudi, dan berbagai perbuatan fasik
lainnya, mesti dijauhi sejauh-jauhnya agar shaum kita tidak sia-sia.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu, bahwa Rasulullah SAW.
bersabda:




Betapa banyak orang berpuasa yang tidak mendapatkan apa-apa
dari puasanya kecuali hanya lapar saja. (HR. Ahmad No. 9685,
Ibnu Majah No. 1690, Ad Darimi No. 2720)
Syaikh Syuaib Al-Arnauth mengatakan: hasan. (Taliq Musnad
Ahmad No. 9685), Syaikh Husein Salim Asad mengatakan: hadits
ini shahih. (Sunan Ad Darimi No. 2720. Cet. 1, 1407H. Darul Kitab
Al-Arabi, Beirut
12. Meningkatkan pelaksaan shalat lail/tahajjud/witir
1. Waktunya, jumlah rakaatnya sama dengan yang dilakukan
setiap hmalam sepanjang tahun, yaitu 11 rakaat
Jika dilakukan tengah malam atau akhir malam disebut
qiyaamurramadhan
2. Jika dilakukan awal waktu, sesaat sesudah shalat isyak atau
sebelum tidur disebut shalat tarawaih
Shalat Laila tau Tarawih memiliki keutamaan dan ganjaran
yang besar, sebagaimana yang disebutkan oleh berbagai hadits
shahih, yakni di antaranya:







Dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu, bahwa Rasulullah SAW.
bersabda: Barangsiapa yang shalat malam pada bulan
Ramadhan karena iman dan mengharap ganjaran dari Allah,
maka akan diampuni dosa-dosanya yang lalu. (HR. Bukhari
No. 37, Muslim No. 759)
Hadits lain:










117
Dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu, dari Nabi SAW. dia
bersabda: Barangsiapa yang shalat malam ketika lailatul
qadar karena iman dan mengharap ganjaran dari Allah, maka
akan diampuni dosa-dosanya yang lalu. (HR. Bukhari No.
1901, Muslim No. 760, ini lafazh Bukhari)
Mengomentari hadits di atas, Imam An-Nawawi Rahimahullah
berkata:






Bahwa dikatakan, shalat malam pada bulan Ramadhan yang
tidak bertepatan dengan lailatul qadar dan tidak
mengetahuinya, merupakan sebab diampuni dosa-dosa.
Begitu pula shalat malam pada bulan Ramadhan yang
bertepatan dan mengetahui lailatul qadar, itu merupakan
sebab diampuni dosa-dosa, walau pun dia tidak shalat malam
pada malam-malam lainnya. (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim,
6/41)
Imam Abu Thayyib Muhammad Syamsuddin Abadi
Rahimahullah berkata dalam kitabnya, Aunul Mabud:
: ) (
: ) (



(Dengan keimanan) maksudnya adalah dengan keimanan
kepada Allah, dan meyakini bahwa hal itu merupakan taqarrub
kepada Allah Taala. (Ihtisab) maksudnya adalah
mengharapkan bahwa apa yang dilakukannya akan mendapat
pahala dari Allah, dan tidak mengharapkan yang lainnya.
(Aunul Mabud, 4/171)

Begitu pula yang dikatakan oleh Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani


Rahimahullah:








118
Yang dimaksud dengan keimanan adalah keyakinan dengan
benar terhadap kewajiban puasanya, dan yang dimaksud
dengan ihtisab adalah mengharap pahala dari Allah Taala.
(Fathul Bari, 4/115)
3. Boleh dilakukan sendiri, tapi berjamaah lebih afdhal
Shalat Lail / terawih dapat dilakukan berjamaah atau sendiri,
keduanya pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW. dan para
sahabatnya.
Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:

.
Qiyam Ramadhan boleh dilakukan secara berjamaah
sebagaimana boleh pula dilakukan secara sendiri, tetapi
dilakukan secara berjamaah adalah lebih utama menurut
pandangan jumhur (mayoritas) ulama. (Fiqhus Sunnah, 1/207)
Dari Aisyah Radhiallahu Anha, bahwa Rasulullah SAW. shalat
di masjid, lalu manusia mengikutinya, keesokannya shalat lagi
dan manusia semakin banyak, lalu pada malam ketiga atau
keempat mereka berkumpul namun Rasulullah SAW. tidak
keluar bersama mereka, ketika pagi hari beliau bersabda:



Aku melihat apa yang kalian lakukan, dan tidak ada yang
mencegahku keluar menuju kalian melainkan aku khawatir hal
itu kalian anggap kewajiban. Itu terjadi pada bulan Ramadhan.
(HR. Bukhari No. 1129, Muslim No. 761)
Imam An-Nawawi Rahimahullah mengatakan:
:
:


Dalam hadits ini, menunjukkan bolehnya shalat nafilah
dilakukan berjamaah, tetapi lebih diutamakan adalah sendiri,
kecuali shalat-shalat nafilah tertentu (yang memang dilakukan
berjamaah, pen) seperti: shalat Ied, shalat gerhana, shalat
minta hujan, demikian juga tarawih menurut pandangan
119
jumhur, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. (Al-
Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/41)
Demikian pula Setelah masa Khalifah Umar bin Khoththob ,
umat Islam semakin bertambah banyak . Dan masjid Nabawy
bertambah ramai di bulan romadlon. Mereka melakukan
sholat lail ada yang berkelompok dengan berbeda waktu
mulai dan selesainya. Sehingga timbul gagasan Umar RA
untuk mempersatukan mereka dalam satu jamaah dan satu
waktu mulainya .Sudah barang tentu sholat lail berjamaah di
bulan romadlon ini melalui musyawarah . Disepakati agar
orang awam dan semua tingkat usia bisa mengikuti diambillah
kesepakatan waktunya SORE HARI atau beberapa saat
setelah shalat isyak . Sehingga anakanak, usia lanjut, ibu
ibu yang nanti bangun pagi pagi untuk membuat makan
sahu r juga dapat mengikutinya .
Umar RA tidak ikut bersama dalam jamaah ini sebab ingin
melaksanakan seperti yang dilaksanakan Nabi dan para
sahabat, yaitu tidur dulu dan melakukan pada waktu sahur.
Mengapa tidak diimami Usman bin Affan atau Ai bin Abu
Thalib, karena beliau juga melakukannya sesudah tidur. Maka
Umar RA memerintah Ubay bin Kaab dan Tamim Ad Dari
agar mengimami mereka
Setelah benar dilaksanakan shalat lail berjamaah itu, Umar
RA melihat dari kejauhan bersama Abdurrahman bin Auf bin
Abdul Qari, betapa semaraknya jamaah shalat lail pada awal
awal waktu / sore hari ini , Umar berkata :

---

Semudah mudahnya CARA BARU sholat lail ialah saat ini (
awal waktu ), walaupun yang tidur dulu ( kemudian baru
melakukan ) lebih utama dari pada yang melakukan awal
waktu ini .
( hadits dari Abdurrahman bin Auf bin Abdul Qari riwayat
Bukhari dan Muslim ) Tarawih Pada Masa Rasulullah
4. Jumlah rakaatnya minimal 3 rakaat ( 2 dan 1 ), dan tidak
dibatasi seberapapun banyak rakaatnya. Namun seumur hidup
Nabi hanya melakukan 11 rakaat. Akan lebih baik amalan Nabi
ini kita diteladani
120
Dari Aisyah Radhiallahu Anha, dia berkata:




Bahwa Rasulullah tidak pernah menambah lebih dari sebelas
rakaat shalat malam, baik pada bulan Ramadhan atau
selainnya. (HR. Bukhari No. 2013, 3569, Muslim No. 738)
Tidak ada hadits yang menerangkan Nabi dan pada sahabat
shalat lail 20 atau 23 rakaat
Dari Jabir bin Abdillah Radhiallahu Anhu, dia berkata:
:
: :
: :
:
Ubay bin Kaab datang kepada Rasulullah SAW. dan berkata:
Wahai Rasulullah, semalam ada peristiwa pada diri saya (yaitu
pada bulan Ramadhan). Rasulullah bertanya: Kejadian apa itu
Ubay?, Ubay menjawab: Ada beberapa wanita di rumahku,
mereka berkata: Kami tidak membaca Al-Quran, maka kami
akan shalat bersamamu. Lalu Ubay berkata: Lalu aku shalat
bersama mereka sebanyak delapan rakaat, lalu aku witir, lalu
Ubay berkata: Nampaknya Nabi ridha dan dia tidak
mengatakan apa-apa. (HR. Abu Yala dalam Musnadnya No.
1801. Ibnu Hibban No. 2550, Imam Al-Haitsami mengatakan:
sanadnya hasan. Lihat Majma az Zawaid, Juz. 2, Hal. 74)
Dari keterangan dua hadits di atas, kita bisa mengetahui bahwa
shalat tarawih pada masa Rasulullah SAW. masih hidup adalah
delapan rakaat, dan ditambah witir, dan tidak sampai dua puluh
rakaat. Oleh karena itu Syaikh Sayyid Sabiq berkomentar:


Inilah sunah yang datang dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam, dan tidak ada sesuatu pun yang shahih selain ini.
(Fiqhus Sunnah, 1/206)
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata:

121











Dan ada pun yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, dari
hadits Ibnu Abbas, Bahwa dahulu Rasulullah SAW. shalat
pada bulan Ramadhan dua puluh rakaat dan ditambah witir
maka sanadnya dhaif, dan telah bertentangan dengan hadits
dari Aisyah yang terdapat dalam shahihain (Bukhari dan
Muslim). (Fathul Bari, 4/253) Imam Al-Haitsami juga
mengatakan: Dhaif. Lihat Majma Az Zawaid, 3/ 172)
Demikian keadaan shalat Lail / Tarawih pada masa Rasulullah
SAW. masih hidup.
Imam Ibnu Hajar menyebutkan:






Dari Yazid bin Ruman, dia berkata: Dahulu manusia pada
zaman Umar melakukan 23 rakaat. Dan Muhammad bin Nashr
meriwayatkan dari Atha, dia berkata: Aku berjumpa dengan
mereka pada bulan Ramadhan, mereka shalat 20 rakaat dan
tiga rakaat witir. (Fathul Bari, 4/253)
Beliau melanjutkan:




.


Muhammad bin Nashr meriwayatkan dari jalur Daud bin Qais,
dia berkata: Aku menjumpai manusia pada masa
pemerintahan Aban bin Utsman dan Umar bin Abdul Aziz
yakni di Madinah- mereka shalat 39 rakaat dan ditambah witir

122
tiga rakaat. Imam Malik berkata, Menurut saya itu adalah
perkara yang sudah lama.
Dari Az-Zafarani, dari Asy Syafii: Aku melihat manusia shalat
di Madinah 39 rakaat, dan 23 di Mekkah, dan ini adalah
masalah yang lapang. Pengertian lapang ialah mengurangi
atau menambah dari 11 rakaat adalah boleh.
Namun berkata Imam Asy-Syafii Radhiallahu Anhu:





Sesungguhnya mereka memanjangkan berdiri dan
menyedikitkan sujud ( maksudnya 11 rakaat) maka itu baik, dan
jika mereka memperbanyak sujud dan meringankan bacaan (
maksudnya 23 rakaat ) , maka itu juga baik, dan yang pertama (
11 rakaaat ) lebih aku sukai. (Fathul Bari, 4/253)

Pendapat yang rajih ( YANG PALING BENAR DIANTARA


YANG BENAR ) ialah 11 rakaat. Memang berapa pun
rakaatnya adalah baik. Namun yang lebih baik adalah yang
diamalkan dari Nabi yaitu 11 rakaat karena Rasulullah SAW
adalah Uswah Khasanah, ( tauladan yang baik).

Demikianlah pandangan bijak para imam kaum muslimin


tentang perbedaan jumlah rakaat tarawih, mereka
memandangnya bukan suatu hal yang saling bertentangan.
Tetapi, semuanya benar dan baik, dan yang terpenting adalah
mana yang paling dekat membawa kekhusyuan dan
ketenangan bagi manusianya. Apalagi bulan Ramadhan
addalah bulan peningkatan amal. Terutama meningkatkan
kwalitas shalat lail. Jangan justru memperpendek bacaan ayat
Alquran sehingg rusak makhraj dan tajwidnya. Juga
mempercepat gerak rukuk dan sujudnya bagaikan ayam
mematuk matuk makanan.

123
CONTOH BIDAH DALAM RAMADHAN
1. Berdoa di bulan rajab



artinya: Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Syaban
ini, dan sampaikanlah umur kami bertemu Ramadhan.
Mengutip dari hadits :







Tahrij hadits :
1. Dalam hadits ini terdapat Zaidah bin Abi Ar Ruqod dan Ziyad An
Numairi.
2. Imam Al Bukhari dan Ibnu Hajar Al Asqolani menilai Zaidah bin
Abi Ar Ruqod sebagai munkarul hadits.
3. Sedangkan Ziyad bin Abdillah An Numairi dikatakan oleh Yahya
bin Main dan Ibnu Hajar sebagai perowi yang dhoif.
4. Hadits ini dikatakan dhoif (lemah) oleh Ibnu Rajab dalam Lathoif
Maarif (218),
5. Syaikh Al Albani dalam tahqiq Misykatul Mashobih (1369), dan
Syaikh Syuaib Al Arnauth dalam takhrij Musnad Imam Ahmad.
6. Hadits ini dinilai dhoif oleh:
7. Adz Dzahabi dalam Mizanul Itidal (2/65).
8. Ibnu Rajab dalam Lathoif Maarif (218).
9. Ibnu Hajar Al Asqolani dalam Tabyinul Ajb (19).
10. Syuaib Al Arnauth menilai sanadnya dhoif dalam tahqiq musnad
Imam Ahmad (1/259).
Imam Al Bukhari ( yang semula bermadzhab SyafiI kemudian keluar
karena tidak ada tuntunan bermadzhab dalam islam ) berpendapat
bahwa semua hadits dlaif jangan diamalkan dan jangan
dijadikan hujjjah

124
2. PUASA SUNNAT SEHARI ATAU DUA HARI SEBELUM
RAMADHAN
Dari Abi Hurairah ra. dari Nabi SAW beliau bersabda, "Apabila
bulan Sya'ban sudah setengahnya, maka janganlah berpuasa
hingga Ramadhan." (HR Tirmizy).
Imam At-Tirmizy menshahihkan hadits ini, demikian juga
dengan At-Tahawi, Al-Hakim, IBnu Hibban dan Ibnu Abdil Barr.
Tidak boleh berpuasa setelah nisfu Sya'ban hingga Ramadhan.
(HR At-Tahawi)
3. SALING MEMINTA MAAF MENJELANG RAMADHAN
Setiap menjelang ramadhan selalu beredar SMS dari teman ke
teman mengenai tradisi memaafkan sebelum
Ramadhan. Kalimat SMSdilengkapi dengan sebuah hadis.
Bunyi hadisnya (beberapa SMS dengan redaksional yang
berbeda):
Ya Allah tolong abaikan puasa ummat Muhammad shalallahu
alaihi wa sallam, apabila sebelum memasuki bulan Ramadhan
dia tidak melakukan hal-hal yang berikut:
1. Tidak memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang
tuanya (jika masih ada)
2. Tidak bermaafan terlebih dahulu antara suami istri
3. Tidak bermaafan terlebih dahulu dengan orang-orang
sekitarnya, maka Rasulullah pun mengatakan Amiin
sebanyak 3 kali.
Karena sangat mengesannya kandungan hadits itu, setelah
dilakukan pencarian dalam kitab kitab hadits dan Maktabah asy
Syamilah. Dan ensiklopedi hadits Kitab 9 Imam Pustaka Al
lidwa. Hasilnya sangat mengejutkan, tidak mendapatkan satu
hadits pun bahkan yang palsu sekalipun yang serupa dengan
hadits tersebut.
Jadi kesimpulannya hadits itu adalah buatan orang orang di
jaman sekarang yang entah disengaja atau tidak telah
membuat buat hadits palsu.
Dengan demikian, hadist SMS diatas tidak ada hubungan
dengan keharusan bermaafan sebelum puasa Ramadhan.
Hadits yang shahih tentang hal ini ialah :

125
"Artinya : Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam naik ke atas mimbar
kemudian berkata, "Amin, amin, amin". Para sahabat bertanya.
"Kenapa engkau berkata 'Amin, amin, amin, Ya Rasulullah?"
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Telah datang malaikat Jibril dan ia berkata : 'Hai Muhammad
celaka seseorang yang jika disebut nama engkau namun dia
tidak bershalawat kepadamu dan katakanlah amin!' maka
kukatakan, 'Amin',
kemudian Jibril berkata lagi, 'Celaka seseorang yang masuk
bulan Ramadhan tetapi keluar dari bulan Ramadhan tidak
diampuni dosanya oleh Allah dan katakanlah amin!', maka aku
berkata : 'Amin'.
Kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata lagi.
'Celaka seseorang yang mendapatkan kedua orang tuanya
atau salah seorang dari keduanya masih hidup tetapi justru
tidak memasukkan dia ke surga dan katakanlah amin!' maka
kukatakan, 'Amin".
[Hadits Riwayat Bazzar dalama Majma'uz Zawaid 10/1675-166,
Hakim 4/153 dishahihkannya dan disetujui oleh Imam Adz-
Dzahabi dari Ka'ab bin Ujrah, diriwayatkan juga oleh Imam
Bukhari dalam Adabul Mufrad no. 644 (Shahih Al-Adabul
Mufrad No. 500 dari Jabir bin Abdillah)]
Lebih lagi Rsulullah SAW sangat mampu untuk
mengerjakannya dan tidak ada penghalang untuk mengerjakan
hal itu, apa lagi Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
mendapati bulan Ramadan selama hidup beliau sebanyak
8atau 9 kali dan selama itu tidak ada riwayat beliau
menganjurkan untuk meminta maaf baik antara sesama muslim
atau orang tua atau suami istri menjelang bulan Ramadhan.
Tapi perlu diingat baik-baik, Islam mengajarkan bahwa
siapapun yang mempunyai kesalahan terhadap orang lain,
pernah menyakiti atau menzhalimi orang lain, maka
bersegeralah meminta halal dan maaf dan jangan menunggu
besuk menjelang Ramadhan dan setelah tiba syawal apalagi
nanti penyelesaiannya di hadapan Allah Taala.
4. ZIARAH KUBUR SEBELUM RAMADHAN

126
Yang benar ziarah kubur itu kapan saja boleh, jika selalu
menjelang ramadhan
5. PADUSAN / MANDI BESAR SUNNAT MENJELANG
RAMADHAN
Padusan ( mandi besar dengan keramas ) mengawali puasa
bukan tuntunan Islam. karena mandi besar sunnat dituntunkan :
1) akan ibadah jumat
2) akan ibadah hari raya idul fthri / idul adhkha
3) akan ihram ( Umrah dan Haji )
4) sehabis memandikan janazah
5) sesudah berbekam
6. MEMBACA NAWAITU SHOUMAL GHODI AN ADA IN FARDLI
SYAHRI ROMADHONA HADZIHIS SANATI LILLAHI TAALA
Melafalkan dengan nwaitu baru dituntunkan orang 300 tahun
sesudah nabi wafat melalui mimpi
7. Membaca ALLOOHUMMA LAKA SHUMTU WA ALAA
RIZQIKA AFTHORTU. Karena haditsnya lemah :







Dari Anas radhiyallhu anhu, beliau radhiyallhu anhu
mengatakan, "Raslullh shallallhu alaihi wa sallam, apabila
berbuka, beliau shallallhu alaihi wa sallam mengucapkan:
Dengan nama Allh, Ya Allh karenaMu aku berpuasa dan
dengan rizki dari Mu aku berbuka".
Hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani rahimahullh dalam kitab
al-Mujamus Shagr,hlm. 189 dan al-Mujam Ausath.Sanad hadits
ini lemah (dhaf), karena:
Pertama : Dalam sanad hadits ini terdapat Ismail bin Amar al
Bajali. Dia adalahseorang rawi yang lemah. Imam Dzahabi
rahimahullh mengatakan dalam kitab adh-Dhufa, "Bukan
hanya satu orang saja yang melemahkannya."Imam Ibnu Adi
rahimahullh mengatakan, "Orang ini sering membawakan
hadits-haditsyang tidak boleh diikuti."Imam Ibnu Htim
rahimahullh mengatakan, "Orang ini lemah."
Kedua : Dalam sanadnya terdapat Dwud bin az-Zibriqn.
Syaikh al-Albnirahimahullh mengatakan, "Orang ini lebih
127
jelek daripada Ismail bin Amr al Bajali."Sementara itu, Imam
Abu Dwud rahimahullh, Abu Zurah rahimahullh dan Ibnu
Hajarrahimahullh memasukkan orang ini ke golongan matrk
(orang yang riwayatnyaditinggalkan oleh para Ulama ahli
hadits).Imam Ibnu Adi mengatakan, "Biasanya apa yang
diriwayatkan oleh orang ini tidakboleh diikuti." (lihat, Miznul
Itidl, 2/7)
8. SETELAH MELAKUKAN TARAWWIH ,KEMUDIAN PADA
MALAM HARI , SHALAT LAIL / TAHAJJUD / WITIR LAGI.
Beranggapan bahwa tarawaih dengan tahajjud lain.
Sedangkan shalat tarawwih hanyalah shalat lail atau tahajjud
yang diawalkan waktunya. Kata TARAWWIH, artinya
mengawalkan waktu ( mruput), SHALAAT LAIL YANG
SEHARUSNYA DILAKUKAN TENGAH ATAU AKHIR MALAM
TAPI DILAKUKAN SORE HARI ( Isyak)
9. SHALAT SUNNAT LAILATUL QODAR
Hadits tentang shalat lailatul qodar, maudlu (palsu)
10. KENDURI MALAM SELIKURAN,MALAM HARI RAYA
a. Jika melaksanakan berati melanggar QS Al Baqarah ayat
42. Karena mencampur adukkan antara yang Haq (Islam)
dengan yang bathil ( Tradisi )
b. Kenduri Dapat merusak aqidah dan menghapus pahala
ramadhan.
c. Kenduri Biarlah dianggap tidak punya kearifan lokal.
d. Lebih fatal lagi kenduri itu diniyatkan shadaqah.Berarti
melakukan dua kesalahan :
1) apa shadaqah, siapa yang dianjurkan bershadaqah, ,
siapa yang berhak menerima , apa saja yang bisa
dijadikan shadaqah sudah dituntunkan Nabi. Berarti
kenduri diniyatkan shadaqah membuat tuntunan baru
2) mengamalkan ajaran diluar Islam (tradisi kendduri)
dengan ajaran Islam. Melanggar QS Al Baqarah : 42
Ada yang masih ragu meninggalkan kenduri. karena ada
perasaan: kalau tidak melakukan bisa merasa risih
dipergunjingkan ( dirasani) tetangga. Ingatlah Ini hanyalah
perasaan belaka

128
Kalau toh dirasani manusia , seminggu dua minggu akan
JELEH NGRASANI . tapi INGAT kalau yang ngrasani Allah,
dirasakan sampai hari Qiyamat

PUJIAN / SYAIR / BERLAGU


DI MASJID DILARANG RASULULLAH SAW
I. Untuk beribadah dzikir dan doa apalagi sholat agar khusyu
diperlukan ketenangan, LEBIH LEBIH DI MASJID
MENJELANG DILAKUKAN JAMAAH SHOLAT WAJIB.
Maka syair / puji2an / berlagu dilarang oleh Rasulullah SAW
A. LARANGAN PERTAMA , DALAM AL QURAN
Berdasar Q S Al Arof ( ) : 55
)55(

Artinya : berdoalah kepada Tuhanmu dengan suara (
antara terdengar dan tidak) , sungguh Allah tidak suka
dengan orang berdoa berlebih-lebihan (dalam cara berdoa
maupun suarakeras) .
Berdasar Q S Al A;rof ( ) : 205


)205(
Artinya : dan berdzikirlah kepada Tuhanmu diwaktu pagi
hingga petang dengan cara sendir-sendiri dan dengan
suara pelan ( antara terdengar dan tidak ) , jangan
dengan suara yang keras , dan janganlah engkau menjadi
orang lalai dalam berdzikir.

B. LARANGAN KEDUA, DALAM HADITS NABI

BERDASAR HADITS DARI ABU HURAIRAH RIWAYAT


MUSLIM






129
- -



Artinya : Nabi bersabda, barang siapa mendengar
seorang yang berlagu ( pujian ) di masjid maka katakan :
tak akan diterima Allah pujian itu, karena masjid tidak
dibangun untuk bernyanyi/berlagu .

BERDASAR HADITS ABU SAID AL KHUDZRI


RIWAYAT MUSLIM
: : - -

:



. :

Artinya : Ketika Nabi sedang Itikaf ( dengan tenda) di
masjid, beliau mendengar orang mengeraskan bacaan Al
Quran. Maka beliau menyibakkan kain kemahnya dan
bersabda, ketahuilah kamu semua sedang munajat
dengan Tuhanmu, maka jangan mendengar dengarkan
suara dan mengeraskan bacaan satu dengan yang
lainnya ketika membaca Al Quran maupun ketika sholat

BERDASAR HADITS MUHAMMAD BIN ABDURROHMAN


DARI RIWAYAT MUSLIM


:


( :

130
)

Artinya : siapa yang melihat orang pujian di masjid maka
ucapkan, semoga Allah menghancurkan mulutnya,
semoga Allah menghancurkan mulutnya, semoga Allah
menghancurkan mulutnya. .
BERDASAR HADITS DARI AISYAH RIWAYAT ABU
DAWUD

:



:


.

Artinya : jauhilah sajak / syair / pujian / berlagu dalam
berdoa , karena sungguh ketika masa Rasulullah SAW
dan sahabat beliau dan sahabat tidak pernah melagukan
doa

BERDASAR PENDAPAT IMAM SYAFII







(

( )
( )

)
Artinya : berkata Imam Syafii : maksud Allah berfirman ,
jangan mengeraskan bacaan dalam sholatmu (termasuk
berdoa) dan jangan pula tidak menyuarakan bacaan (
hanya dibatin ) , dan juga termasuk berdoa. Maksudnya LA
TAJHAR artinya jangan mngeraskan bacan, WA LA
TUKHOFIT artinya jangan tidak menyuarakan ( bacaan
hanya dibatin) sehingga tidak terdengar oleh dirinya
sendiri.

131
BERDASAR HADITS DARI AMRU bin SYUAIB RIWAYAT
ABU DAWUD






- -




.

Artinya : Rasulullah SAW melarang jual beli di masjid dan
syair (pujian) di masjid lebih lebih isi lagu adalah
kesesatan dan syair . Dan Rasulullah SAW melarang
pertemuan / dialog di masjid sebelum sholat jumat .

BERDASAR HADITS DARI AMRU bin SYUAIB RIWAYAT


AN NASA I









Artinya : Sungguh Nabi melarang orang berlagu/
bernyanyi/pji-pujian di masjid .
II. PENDAPAT ULAMA
A. Imam SyafiI dalam kitab Al Madkhol;, beliau sangat tidak
menyukai orang yang mengeraskan bacaan dzikir, qiroat Al
Quran dalam masjid , ketika menanti imam /khotib
B. Imam Ibnu Imad Asy Syafiiyah, berpendapat dilarang
semua bacaan yang keras mengganggu orang shalat
C. Abu Bakar Jabir Al Jazairi ( Imam Masjid Nabawy Madinah
/ Dosen Universitas Madinah ), bahwa berdzikir dan berdoa
b ersama dalam sholat dengan suara keras adalah haram
D. Prof Hasbi Ash Shiddieqi, suatu tradisi yang harus
dihilangkan atau dicegah ialah membaca Al Quran oleh
pembaca dengan suara keras ( sekarang kaset / CD, pen )
yang mengganggu para musholli yang sholat tahiyyatul

132
masjid atau sunnat mutlak. Yang selama ini dilakukan di
masjid masjid adalah bidah semata
E. Majalah Suara Muhammadiyah edisi 12 / 18 / 1996,
halaman 22 : larangan membaca Al Quran dengan
suara keras dan atau dengan pengeras suara dikaitkan
dengan adanya orang yang beribadah ( sholat, Itikaf ) .
misal menjelang jumatan, karena bacaan keras tersebut
mengganggu kekhusyukan beribadahnya. Jadi apabila ada
orang yang sedang sholat di masjid maka janganlah
seseorang membaca Al Quran dengan keras atau
membunykan kaset Al quran
III. KESIMPULAN
A. Jadi yang dilarang bukan membaca ayat Al Quran atau
dilarang membaca sholawat Nabi, tapi yang dilarang CARA
membacanya dengan keras dan bersama sama dengan
pengeras suara.
Dan ini amat sangat mengganggu orang yang shalat
sunnat tahiyatul masjid atau rawatib qabliyah
B. Disamping itu berdoa dengan lagu juga dilarang karena
Nabi dan sahabat tidak pernah melakukan, sebagaimana
hadits dari Ibu Utaibah riwayat Abu dawud diatas. Dan
kesannya menyamai ibadahnya kristiani
C. Dzikir dan doa dengan suara keras dilarang, berdasar Q S
AlAraf ayat 55 dan 205
IV. HIMBAUAN
A. Himbauan Masjid / Musholla Muhammadiyah jangan
membiasakan pujian di masjid ketika menanti imam
jamaah shalat. Dan memutar kaset/CD ayat Al quran
menjelang sholat jamaah. Karena jelas haram
hukumnya
B. Himbauan Masjid Muhammadiyah yang memutar kaset
qiraat Al quran menjelang jumatan, sebaiknya diputar
jam 10.30 s.d. jam 11. Atau diakhiri manakala sudah
ada satu atau lebih , orang sudah berdatangan di
masjid untuk shalat tahiyyatul masjid, dzikir dan doa
menanti khatib

133
Sejarah Shalat tarawih
I. Pengertian Tarawih
A. Menurut hukum dasarnya ( berdasar matan hadits ), shalat
sunat yang namanya tarawih ternyata tidak ada
B. Shalat sunnat dengan nama TARAWIH, tidak / belum dikenal
pada zaman Nabi dan Abu Bakar. Matan hadits tidak ada yang
secara tegas ada shalat sunnat tarawih.
C. Kata Tarawih, hanyalah nama lain dari shalat lail, karena
dilakukan pada waktu tarawih ( sore hari / Isyak ). Sejarah
selanjutnya sholat lail ini disebut juga sholat TARAWIH karena
dilakukan di bulan ramadlan di SORE HARI / WAKTU MALAM.
D. Awal waktu malam (sore hari ) bahasa Arabnya :



Hal ini bisa kita baca dalam kamus Arab :
1. Kamus Al Mujid Fil Lughoh hal: 285
2. atau kamus Al Marbawy hal: 254, pada bab TARAWIH .
Pengertian tarawih ialah SESUATU YANG DILAKUKAN
SORE HARI .
3. kamus Al Ashr , Attabik Ali dan ahmad Zuhdi Muhdlor, hal :
998, kata bisa berarti mempercepat / menyegerakan
,
4. Memang tarawih bisa berarti istirahat, namun kalau dengan
pengertian ini untuk nama sholat sunat (lail) di bulan
ramadlan adalah kurang tepat, karena selain di bulan
ramadhan pun Nabi setiap shalat lail mendapatkan 4 rakaat
selalu tarawih (= istirahat).
Hadits dari Aisyah riwayat Al Baihaqi



Adalah Nabi sholat lail setiap 4 rokaat kemudian istirahat
panjang sehingga aku kasihan pada beliau

134
Hadits ini bersifat umum, artinya menerangkan bahwa
setiap Nabi shalat lail di bulan apapun beliau selalu
tarowih (=istirahat ) setiap 4 rakaat.
Dalam matan ini tidak disebut di bulan Ramadlan. Sedang
istilah shalat tarawih hanya ada di bulan ramadlan, lebih
lebih pada masa Nabi belum / tidak ada nama shalat
sunnat dengan tarawih. .
Kesimpulannya bahwa shalat tarawih di bulan Ramadlan,
ialah shalat lail / tahajjud yang diakhiri rakaat gasal / witir .
Tidak dilaksanakan tengah malam atau akhir malam tetapi
di awal malam atau sore hari.
Atau pada lazimnya dilakukan tengah malam / akhir
malam tapi dipercepat / disegerakan waktunya sesudah
shalat Isyak. Sebab
bisa berarti mempercepat /
menyegerakan , baca kamus Al Ashr , Attabik Ali dan
ahmad Zuhdi Muhdlor, hal : 998
E. Shalat lail Nabi di bulan Ramadlan , juga yang dilakukan
sahabat, adalah seperti yang dilakukan di selain bulan
Ramadlan . Yaitu sendiri sendiri di rumah masing-masing,
walau ada yang melakukan sendiri atau berkelompok di masjid
Nabawy. Waktunya ada yang di tengah malam,akhir malam .
F. Namun Nabi pernah berjamaah 2 atau 3 kali di masjid Nabawy ,
yang kemudian ditinggalkan karena kawatir shalat lail
berjamaah itu diwajibkan oleh Allah .
G. Pada masa Kholifah Abu Bakar setelah Nabi wafat , shalat lail
di bulan Ramadlan tetap dilakukan sendiri-sendiri, 11 rakaat .
H. Demikian pula Setelah masa Khalifah Umar bin Khoththob ,
umat Islam semakin bertambah banyak . Dan masjid Nabawy
bertambah ramai di bulan romadlon. Mereka melakukan sholat
lail ada yang berkelompok dengan berbeda waktu mulai dan
selesainya. Sehingga timbul gagasan Umar RA untuk
mempersatukan mereka dalam satu jamaah dan satu waktu
mulainya .Sudah barang tentu sholat lail berjamaah di bulan
romadlon ini melalui musyawarah . Disepakati agar orang
awam dan semua tingkat usia bisa mengikuti diambillah
135
kesepakatan waktunya SORE HARI atau beberapa saat setelah
shalat isyak . Sehingga anakanak, usia lanjut, ibu ibu yang
nanti bangun pagi pagi untuk membuat makan sahu r juga
dapat mengikutinya .
I. Umar RA tidak ikut bersama dalam jamaah ini sebab ingin
melaksanakan seperti yang dilaksanakan Nabi dan para
sahabat, yaitu tidur dulu dan melakukan pada waktu sahur.
Mengapa tidak diimami Usman bin Affan atau Ai bin Abu Thalib,
karena beliau juga melakukannya sesudah tidur. Maka Umar
RA memerintah Ubay bin Kaab dan Tamim Ad Dari agar
mengimami mereka
J. Setelah benar dilaksanakan shalat lail berjamaah itu, Umar RA
melihat dari kejauhan bersama Abdurrahman bin Auf bin Abdul
Qari, betapa semaraknya jamaah shalat lail pada awal awal
waktu / sore hari ini , Umar berkata :
---


Semudah mudahnya CARA BARU sholat lail ialah saat ini ( awal waktu ),

walaupun yang tidur dulu ( kemudian baru melakukan ) lebih utama dari

pada yang melakukan awal waktu ini .

( hadits dari Abdurrahman bin Auf bin Abdul Qari riwayat Bukhari dan

Muslim )

Dimungkinkan sejak ini pula shalat lail di bulan ramadlan disebut shalat

TARAWIH . Karena mengambil awal waktu ( mruput ) atau menyegerakan

waktunya yang dalam bahasa Arab disebut tarawih ( dari kata rowwakha ).

II. Jumlah rakaat shalat tarawih


A. Kemudian berapa rakaat shalat lail berjamaah dengan imam
Ubay bin Kaab tersebut ?. Jawabnya ada di kitab Al Muwatho
karya Imam Malik : Umar memerintah Ubay bin Kaab dan
Tamim Addari dengan sebelas rakaat.
136
Keterangan dari Imam Malik riwayat Muhmammad bin Yusuf
dari Saib bin Yazid :




Umar memerintah Ubay bin Kaab dan Tamim Ad Dari
mengimami orang - orang dengan sebelas rakaat . 7
B. Umar adalah orang yang terkenal tegas, maka kalau beliau
memerintah orang untuk melakukan dengan 11 rokaat tentunya
beliau juga melakukan dengan 11 rokaat
C. Dan tak ada satu hadits yang shahih yang menerangkan bahwa
Usman bin Affan, Ali bin Abu Thalib dan para sahabat salafush
shalikhin melakukan selain 11 rakaat. Beliau-beliau ini
melakukan seeperti Umar yaitu 11 rakaat, oleh sebab itu beliau-
beliau ini tidak mengimami mereka.
D. Ubay bin Kaab dalam mengimami jamaah tidak mengingat
bahwa mereka dari berbagai tingkat usia dan keadaan ( ada
yang lemah ). Yaitu seperti kalau shalat sendiri , dengan
bacaan yang panjang, rukuk dan sujud yang lama . Dan ini
berarti menyalahi hadits Nabi sebagai berikut :
1. dari Anas bin Malik riwayat Bukhori Muslim :






Tak pernah aku sholat dibelakang imam yang lebih ringan dan sempurna daripada sholat
( yang diimami ) Nabi .
2. dan riwayat Ahmad dan Ashabus sunan :

:




Ya Rasulullah, angkatlah aku menjadi imam kaumku .
Maka jawab Nabi, Kau imami kaummu sholatlah sekedar
yang dapat diikuti mereka yang paling lemah . Dan
angkatlah muadzin yang tidak minta upah ;.

7
Baca kitab SEPUTAR MASALAH SHALAT TARAWIH, karangan A. Mujab
Mahalli dan Drs. H.M. Sholeh, halaman 12
137
E. Kejadian selanjutnya karena Ubay bin Kaab dalam mengimami
seperti itu ( lama ) terjadilah sekelompok orang yang tidak kuat
mengikuti, kemudian menyisihkan diri ke belakang . Dan
mereka kemudian shalat dengan bacaan yang pendekpendek.
Namun agar sama pahalanya dengan yang melakukan 11
rakaat dengan bacaan panjang, maka mereka lipatkan dua
sehingga menjadi 22 rakaat . Karena rakaat akhir harus gasal,
maka ditambah satu rakaat menjadi 23 rakaat .
Jadi shalat tarawih dengan 23 rakaat itu BUKAN perintah
Umar, melainkan terjadi di masa Umar dan dilakukan oleh
sebagian umat saja. Sebab menurut Imam Malik dalan kitab Al
Muwatho di atas, Umar bin Khaththab melakukan dengan
sebelas rakaat .
F. Keterangan bahwa 23 rakaat itu baru terjadi di masa Umar dan
bukan atas perintah Umar, hanya ada 2 Hadits Atsar ( yang
ternyata semuanya dlaif ) di bawah ini :
1. Dari Yazid bin Rumman riwayat Imam Malik





Adalah sebagian umat umat di masa Umar Bin Khotob,
melakukan sholat tarowih dengan 23 rakaat .
Keterangan :
a) Hadits ini dianggap dlaif oleh al Hafidh Az Zailai
dalam kita An Nashbur Rayah jilid II hal 154
b) Hadits ini dinilai Mursal oleh Imam an Nawawi dalam
kitab Al Majmu jilid IV : 33. Yazid bin Rumman tidak
pernah ketemu Umar
c) Hadits ini dinilai munqathi oleh Al Aini dalam kitab
Umdatul qori Syarah Bukhori jilid V : 357
2. Dari Al Harits bin Abdurrahman bin Abu Dzubaab dari Said
bin Yazid riwayat Al Baihaqi

138




Sesungguhnya sebagian umat pada masa pemerintahan
Umar bin Khotob, sholat lail di bulan romadlon 20 rakaat .
Keterangan :
Imam Malik tidak itimad dengan hadits ini
Hadits ini dinilai oleh Ibnul Hajar dalam kitabnya at taqrib
sebagai shaduq bihim
G. Berdasar keterangan diatas, hadits hadits yang menerangkan
tarawih 21 dan atau 23 rakaat tidak satu pun yang shahih.
H. Imam Malik menerangkan dalam kitabnya Al Muwaththa,
perkembangan sejarah selanjutnya penduduk Madinah ada
yang menambah , sehingga ada yang melakukan 36 3 , 46
3 atau 42 7 .
I. Akhirnya, yang lebih banyak pahalanya ialah bukan yang
melakukan paling banyak rokaatnya. Tapi sempurnanya gerak
dan betul bacaannya . mengingat bulan romadlon adalah bulan
peningkatan amal.
Maka di bulan ramadlan ditingkatkan kekhusukannya, geraknya
dan bacaannya , jangan justru dipercepat bacaan dan
gerakannya hanya karena segera memenuhi target rakaat yang
banyak.
Hal ini sesuai hadits dari Amar bin Ash dan Khalid bin Walid ,
Syarhabil bin Hasanah dan Yazid bin Abu Sufyan riwayat Al
Baihaqi :




:

Artinya: Rasulullah SAW melihat seorang laki-laki tidak
mnyempurnakan rukunya dan hanya mengangguk-angguk
dalam sujudnya ( cepat sekali rukuk/sujudnya). Maka sabda
beliau, seandainya orang ini mati dalam keadaan shalatnya
seperti itu maka ia mati bukan dalam agama Muhammad

139
J. Shalat lail di bulan ramadlan, jika kita melakukan dengan
mudah tidak berat dan orang awam semua tingkat usia dapat
mengikutinya ialah di awal waktu dan disebut shalat tarawih .
Namun jika menginginkan sebagaimana yang dilakukan oleh
Nabi, Abu Bakar, Umar , Usman , Ali dan para sahabat, salafus
shalihin , dilakukan setelah tidur yaitu tengah malam atau akhir
malam .
K. Walau pun bilangan rakaat shalat tarawih ada 23 , 39 dan 49.
namun melakukan 11 rakaat adalah yang menurut sunnah,
bukankah Rasulullah SAW adalah uswah khasanah.
III. Niyat puasa
1. Niyat puasa yang benar itu dalam hati, dengan bahasa hati
2. Lafal niyat puasa NAWAITU SHOUMAL GHODI AN ADAA IN
Adalah bukan tuntunan Nabi, siapa yang mula-mula
menuntunkan lafal niyat itu dan sejak kapan tidak ada
keterangan / tidak dijelaskan dalam kitab kuning manapun.
3. kalau setiap niyat puasa dilafalkan dan harus bahasa Arab ,
bagaimana lafal niyat puasa-puasa yang lain, misal lafal niyat
puasa :
a. Senin kamis
b. 6 hari di bulan syawal
c. Nazar
d. 10 Muharram
e. 9 Dzulhijjah
f. menqodlo puasa ramadlan yang ditinggalkan
g. kafarot 60 hari karena hubungan sex di bulan Ramadlan
dengan suami/istrinya
h. kafarot haji karena tidak mampu menyembelih Dam
i. kafarot melanggar wajib haji
j. kafarot melanggar sumpah
k. dll. Alangkah susahnya bagi orang islam yang kebanyakan
adalah awam tentang bahasa Arab untuk melafalkan niyat.
IV. Tadarus
1. Sebaiknya tidak perlu memakai pengeras suara, karena di
samping mengganggu tetangga masjid, ada kesan bahwa
tadarus itu SUMAH (= ibadah yang didengar-dengarkan)
2. Walau niatnya untuk syiar, tapi situasinya kurang pas.
140
V. Itikaf
1. Itikaf sebaiknya dilakukan 10 hari akhir bulan ramadlan,
dimulai malam tanggal 21 ramadlan.
2. Itikaf itu hanya dilakukan di masjid
3. Doa khusus Itikaf ialah :
A.

4. Selanjutnya baca diktat kami bab tuntunan Itikaf
VI. Bacalah Diktat kami Tuntunan Membayar Fid-yah / Zakat Fithrah,
Diktat Tuntunan Hari raya Idul Fithri

TIDAK ADA SAHABAT YANG SHOLAT DUA PULUH RAKAT


Oleh Muhammad Nashiruddin al Baniy :

Selain kepada Umar bin Khaththab RA terdapat banyak riwayat lain


yang dinisbahkan kepada shahabat-shahabat, bahwa Umar bin
Khaththab RA dan para sahabat mengerjakan tarawih dua puluh
rakat. Oleh karena riwayat-riwayat tersebut dianggap shahih oleh
kebanyakan orang, maka di sini perlu dijelaskan kelemahan-
kelemahannya sehingga kita tidak ikut terjerumus kepada kekeliruan
tersebut.
I. Dari Ali RA ada dua jalan :
A. riwayat Ibnu Abu syaibah dan Al Baihaqi :





.

Artinya :Dari Abi al-asnaa bahwasanya Ali RA memerintahkan seorang laki-laki mengimami
mereka di bulan Ramadhan dengan dua puluh rakat.

Penjelasan :
1. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushanaf
II:90/1 dan Baihaqi II:497.
2. Pada sanad ini terdapat kelemahan. Kelemahanya adalah
karena ABUL HASNA yang oleh adz-Dzahabi dikatakan
tidak dikenal
3. Al Hafizh menyebutkan majhul.
4. Penulis mengkhawatirkan adanya illat lain yaitu terputusnya
sanad antara Abul Hasnaa dan Ali RA (mudhal). Jadi
141
seharusnya untuk sampai kepada Ali RA, harus ada dua
orang rawi lagi.
B. Dari Hammad bin Syuaib dari atho bin As Saib dari
Abdurrahman As Silny dari Ali riwayat Al Baihaqi :

) (
:


Artinya : ia berkata: Ali memanggil quraa(orang-orang yang pandai membaca Al-
Quran),pada bulan Ramadan, kemudian memerintahkan pada salah seorang dari mereka
untuk mengimami orang-orang dengan dua puluh rakat. Ia berkata: Dan adalah Ali RA
berwitir bersama mereka (menjadi imam) (

Penjelasan :
1. Sanad hadits ini lemah karena dua sebab:
a. Karena rawi bernama ATHAABIN AS-SAAIB. Ia ini
Mukhtalith,
b. Karena HAMMAD BIN SYUAIB. Orang ini lemah sekali.
2. Terkadang Bukhari menyebutnya Munkarul Hadits dan
terkadang fihi nazhar (padanya ada pembicaraan ).
3. Penulis menambahkan bahwa di samping kelemahan diatas
riwayat ini juga menyalahi riwayat Muhammad bin Fudhail
yang dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah melalui jalan Athaa
bin as Saaib, dengan lafadz:Dari Ali RA bahwasanya ia
mengimami mereka di bulan Ramadan.
4. Pada riwayat ini tidak disebutkan jumlah rakatnya. Ini
memperjelas kelemahan Ibnu Syuaib, sebab Muhammad bin
Fudhail adalah tsiqah dan tidak pernah meriwayatkan
sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Syuaib. Maka dengan ini
riwayat Ibnu Syuaib dapat disebut mungkar.
II. Melalui sahabat Ubay bin Kaab, beliau ini juga mempunyai dua
jalan :
A. riwayat Ibnu Abi Syaibah:
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushanaf II:90/1, dengan

sanad yang shahih,kepada Abdul Azis bin Rafi, ia berkata : Adalah Ubay bin

Kaab mengimami orang-orang pada bulan Ramadhan, di Madinah sebanyak

dua puluh rakat dan berwitir tiga rakat.

142
Penjelasan:
a. Sanad hadits ini munqathi: yaitu antara ABDUL AZIS BIN
RAFI dan UBAY BIN KAAB. Kematian mereka berada
kurang lebih 100 tahun. Oleh karena itu an-Nimaway al-Hindi
mengatakan: Abdul Azis bin Rafi tidak bertemu Ubay bin
Kaab, pernyataan ini dinukil oleh al-Mabar kafuri dalam
Tuhfatul Ahwadzi II:75 Sbb. Atsar uUay bin Kaab ini
munqathi.
b. Lebih dari itu ia berlawanan dengan atsar dari Umar RA
bahwasanya beliau memerintahkan pada Ubay bin Kaab
dan Tamim ad-Daari untuk mengimami orang-orang dengan
sebelas rakaat
c. dan juga bertentangan dengan atsar Ubay bin Kaab sendiri,
di mana diterangkan bahwasanya beliau shalat di bulan
rhamadhan dengan istrinya di rumahnya sebanyak delapan
rakat dan berwitir
Atsar ini diriwayatkan oleh Abu Yala melalui Jabir dengan
lafadz sebagai berikut:


:

:
: .




Artinya :Telah datang Ubay bin Kaab menghadap
Rosullullah saw. Serta berkata : Ya Rosulullah ! Bahwasanya
daripadaku ada sesuatu pada bulan Ramadhan ini. Nabi
bertanya: Apa itu ya Ubay? Ia berkata: Perempuan-
perempuan di rumahku ia berkata :Sesungguhnya kami
tidak pandai membaca Al quran, oleh karena itu kami akan
ikut shalatmu.Ubay berkata : Maka aku shalat bersama
mereka delapan rakaat dan aku berwitir itu sunatur ridha,
maka beliau tidak bersabda apa-apa (Abu Yala)
Menurut Al-Haitsami dalam Majmauz-Zawaaid bahwa
sanadnya hasan.
2. dari Ali RA riwayat Abu Jafar Ar Rozi:
143
Dari Abi JAfar-Razi dari Rabi bin Anas dari Abi Aliyah dari Ubay
bin Kaab:
:


:
:


Artinya: Bahwasanya Umar bin Khaththab RA memerintahkan
Ubay untuk sholat bersama orang-orang dalam bulan
Ramadhan, maka ia berkata: Sesungguhnya orang-orang
berpuasa pada siang harinya mereka tidak dapat membaca
dengan baik, alangkah baiknya kalau engkau bacakan Al quran
untuk mereka pada waktu malam. Wahai Amirul Muminin: ini
sesuatu hal yang tidak mungkin, maka ia berkata:Saya sudah
mengetahui, tetapi saya bisa berbuat lebih baik, maka ia
sahabat bersama mereka dua puluh rakaat.

Penjelasan
1. Sanad hadits ini lemah.
2. Abu Jafar ar Razi yang tersebut diatas nama sebenarnya
adalah Isa bin Abi Isa bin Mahaan, adz Dzahabi yang
menyebutkan dalam kitab Adl Dluafa ( Rawi yang lemah )
3. Abu Zurah mengatakan sering membuat waham.
4. Ahmad menyebutnya tidak kuat, tapi terkadang
menyebutnya Shalihul hadits.
5. Al fallas berkata : jelek hafalannya.
6. Yang lain berkata: dia itu Tsiqat.
7. Adz Dzahabi menyebut ulang dalam kitab Al Kun yadengan
mengatakan Ahli hadits mencelanya.
8. Al Hafidl Ibnul Hajar menegaskan bahwa ia jelek
hafalannya.
9. Ibnul Qayyim, dalam kitanya Zaadul Maad I : 99
menyebutnya Shahibul Manakir,
10. tak seorangpun ahli hadits yang memakai haditsnya,
apabila ia sendirian meriwayatkan.

144
11. Dari penulis, hadits Abu Jafar banyak yang menyalahi
riwayat yang Tsiqah.8 Misalnya tentang hadits ini, telah
disebutkan terdahulu dengan sanad yang shahih bahwa
Umar memerintahkan Ubay bin Kaab untuk mengimami
orang orang engan sebelas rakaat. Jadi sangat tidak
masuk akal kalau Ubay menyalahi perintah Umar yang
dikenal konsisten dengan sunnah Rasulullah SAW, baik
qaul, fiil dan taqrirnya ( diaaantara taqrir Nabi terhadap
yang dilakukan Ubay bin Kaab )
Ringkasnya riwayat-riwayat Ubay tentang ini umumnya Mungkar
dan tidak dapat dijadikan hujjah.
III. Dari Sahabat Abdullah bin Masud
Ibnu Nashr dalam Qiyaamul Lail halaman 91 disebutkan :


:





Artinya: dari zaid bi wahab . adalah Abdullah bin Masud shalat
besama kami di bulan Ramadhan, dan selesaidaripadanya
setelah habis malam Amasy berkata : adalah dia ( Ibnu Masud
shalat dua puluh rakat dan witir tiga rakat.
Penjelasan :
1. Al Mabar Kafuri dalam Tuhfatul Ahwazi II : 75 mengatakan
bahwa sanad ini Munqathi karena Amasy tidak bertemu
Ibnu Masud
2. Dari penulis , tidak saja munqati, bahkan Mudlal , karena
umumnya Amasy meriwayatkan dari Ibnu Masud dengan
perantara dua rawi, Thabrani meriwayatkan atsar ini juga dari

8 Hadits lain yang juga memakai sanad sanad ini adalah qunut. Artinya rasulullah
SAW tetap berqunut di waktu Shubuh hingga beliau meninggal dunia. Hadits ini
dilemahkan ulama hadits , mereka menjelaskan bahwa hadits ini menyalahi riwayat
lain yang shahih, yaitu : Bahwa nabi tidak qunut apabila mendoakan kebaikan buat
suatu kaum atau mendoakan kebinasaan buat suatu kaum ( H.R. Ahmad ) Lihat
Nashbur Rayah II : 32, al jauhar An Naqiyyi II : 200, Zaadul Maad I : 99 dan talkhisul
Khabir : 93
145
jalan Zaid bin Wahab, tersebut dalam Majmuuz Zawaid III
:172, tapi disitu tidak disebutkan perkataan Amasy,
kemungkinan pada silsilah sanadnya terdapat rawi yang
lemah karena jelek hafalannya9
Demikianlah beberapa riwayat / atsar yang diriwayatkan dari
sahabat-sahabat Nabi SAW tentang tambahan dari sebelas
rakaat ( menjadi 20 rakat / 23 rakaat ), tapi semua riwayat tentang
tambahan dari sebelas rakaat ( menjadi 20 rakat / 23 rakaat
tersebut sudah nyata kelemahannyaatau dlaif. IMAM BUKHARI
BERPENDAPAT HADITS YANG DLAIF JANGAN DIAMALKAN
DAANAA JANGAN DIJADIKAN HUJJAH/DASAR HUKUM

IV. Tidak ada ijma tentang dua puluh rakat


Dari keterangan-keterangan dahulu jelaslah bahwa :
semua riwayat yang mengatas namakan shahabat Nabi
SAW bahwa mereka pernah mengerjakan tarawih lebih
dari sebelas rakaat ternyata lemah. Maka ini berarti
anggapan sementara golongan bahwa tarawih dua puluh
rakaat ini adalah ijma shahabat sudah pasti tidak
diterima , karena anggapan ini didasarkan kepada
riwayat / atsar yang lemah.
Sedangkan sesuatu yang dibangun dengan sesuatu
yang lemah , maka hakekatnya lemah juga. Dalam hal
ini Al Mabar Kafuri dalam Kitab Tuhfatul Ahwadzi II : 76
menyebutkan bahwa anggapan / Itiqad bahwa tarawih
20 rakaat adalah Itiqad yang bathil .

V. Bekas sujud pada wajah orang yang tekun shalat lail.


Orang yang lebih sering melakukan shalat lail , akan terlihat
bekas nya,.
A. Bekas sujud bagi orang yang tekun ibadah shalat lail, dijelaskan
dalam Q S Al Fat-h: 29

9
sanadnya terdapat dalam Umdatul Qaari V : 357, dinukil dari Ibnu Nashr
146




kamu lihat orang-orang mukimin itu selalu memperbanyak
shalat karena mengharap pahala dan ridla Allah, tanda-tanda
mereka adalah bekas sujud pada wajah mereka.
B. Dalam memahami / menafsirkan ayat tersebut diatas terdapat
2 (dua) perbedaan :
1. Yang pertama ditafsirkan apa adanya. Yaitu jika seseorang
memperbanyak sujud terutama shalat malam, maka di
wajahnya ada bekas sujud. Yaitu hitam terbakar pada
dahinya.
2. Pendapat kedua, bahwa kata bekas sujud pada ayat
tersebut ditafsirkan sebagai k i a s , bukan benar-benar
bekas sujud secara physik.
Dikiaskan bahwa orang yang memperbanyak sujud,
tergambar bekas sujud pada raut wajahnya yang cerah,
lembut dan sifat-sifat yang baik.
Dalam kitab Tafsir Al Maroghi, CV Thoha Putera, kitab 26,
hal : 197 dan 198 ( dan baca pula tafsir Al Azhar, Prof DR
HAMKA juzu XXVI hal 207-208 ) disebutkan :
Hadits dari Jabir riwayat Al Amasy , Nabi bersabda :




Siapa yang memperbanyak shalat lail, maka dibaguskan
wajahnya di siang hari
Umar bin Khaththab berkata :



siapa yang bagus hatinya , maka Allah membaguskan
wajahnya
Al Hikam mengatakan :




sungguh kebagusan itu (menjadikan) cahaya dalam hati
dan wajah
3. sepanjang pengtahuan penulis tak ada hadits yang
menerangkan dahi Nabi membekas hitam. Sedang beliau
suntuknya sujud jelas melebih kita.
147
4. Untuk pendapat pertama ini penulis sangat salut dengan
tanda yang membekas pada wajahnya. Namun enulis
memilih pada pendapat yang kedua arti membekas adalah
kias. Penulis khawatir bekas tersebut menimbulkan riya.

PERBEDAAN ZAKAT FITHRAH DENGAN ZAKAT AMWAL


II. FITHROH
MAL
MACAMNYA (SHODAQOH BADAN /
( SHODAQOH FARIDLOH)
RUUS)
SEMUA UMAT ISLAM
MUSLIM YANG KAYA WAJIB BAGI ( BESAR KECIL; TUA-
SIAPA MUDA; PRIA-WANITA;
KAYA MISKIN)
EMAS, PERAK, HASIL TERNAK, HASIL TANI,
HASIL DAGANG, HASIL TAMBANG, HASIL USAHA BERUPA APA BAHAN MAKANAN POKOK
BERAPA
SESUAI NISHOB 2,5 KILOGRAM
ZAKATNYA
SESUAI KHAUL
Emas,perak, perdagangan,ternak haulnya setahun. KAPAN MENGE
Hasil tani haulnya ketika panen, hasil usaha/jasa LUARKAN
haulnya ketika menerima gaji/upah, tambang 1 SYAWAL SESUDAH
haulnya ketika menambang SHUBUH SE BELUM
( keliru jika saat mengeluarkan zakat mal , semua SHALAT ID
haulnya pada bulan Ramadhan dengan alasan
sekalian membayar zakat fithrah)
UNTUK APA MENUTUP / MELENGKAPI
MELAKSANAKAN RUKUN ISLAM YANG KETI GA
DIKELUARKAN IBADAH SHIYAM
AMILIN
DIBERIKAN
Kemudian ) Amilin membagi kepada : KEPADA SIAPA
1. Fakir
2. Miskin HANYAKEPADA FAKIR MIS
3. Amil, KIN ( tidak boleh untuk yang
4. Muallah qulub, lain : misal untuk beli tikar
5. Ghorim, masjid, uoah panitia,
6. Riqob,*) perbaikan pengeras suara
7. Ibnu sabil **) masjid )
8. Fi sabilillah
----------------------------
*) di Indonesia tidak ada
**) sulit didapati
BAGAIMANA LANGSUNG KEPADA
TERSERAH KEBIJAKAN AMILIN CARA FAKIR MISKIN (TIDAK ADA
MEMBERIKAN AMILIN)

148
1. JIWA DAN HARTA NYA MENJADI SUCI DARI HIKMAH
DOSA /PAHALA DITERIMA IBADAH RAMA
2. DILIPATKAN / DISUBURKAN REJEKINYA /MANFAAT DHANNYA DAN DIAMPUN
3. ADA RASA TOLONG MENOLONG KAYA-FA
DO SA SATU TAHUN YANG
KIR
LALU
4. SEBAGAI DANA DAKWAH

ISLAMNYA BELUM SEMPURNA / RUSAK


BERDOSA : BAGAIMANA
DI DUNIA MUNGKIN SUDAH MERASAKAN SIKSA JIKA TIDAK
KURANG SEMPURNA
DI ALAM KUBUR PASTI MERASAKAN S MAU
IBADAH RAMADHAN
DI NERAKA PASTI DISIKSA DENGAN HARTANYA BERZAKAT
YANG DIPANASKAN

1. BIDAH RAJAB DAN SYABAN


2. HISAB RUKYAT
3. AYAT RAMADHAN AL BAQARAH 183 187
4. TAJIL
5. PANDUAN SHALAT TARAWWIH
6. ADAB IMAM TARAWWIH
7. ITIKAF DAN LAILATUL QADAR
8. TUNTUNAN IDUL FITHRI
9. TEMPAT SHALAT ID
10. SHALAT ID JATUH PADA HARI JUMAT
11. SHIYAM SYAWWAL
12. HADITS DLAIF RAMADHAN
13. TIDAK ADA SHALAT WITIR
14. SUNNAH DAN BIDAH RAMADHAN
15. PUJIAN
16. SEJARAH TARAWWIH
17. ZAKAT FITHRAH

149

Anda mungkin juga menyukai