Anda di halaman 1dari 15

Laporan Praktikum Fisiologi

Mekanisme Pendengaran dan Keseimbangan


Kelompok C3

Ketua:
Nevy Olianovi (102013101)
Anggota:
Novalia (102012079)
Beatrice Elian Thongantoro (102012160)
Cristofher Sitanggung (102012281)
Mutia Indria Astuti Limbers (102012422)
Bryan Raka Alim (102013145)
Jessica Tiffani Novaria Sinaga (102013226)
Davin (102013305)
Maria Eva Prada Mega (102013339)
Wahyu Murti Tyas Sari (102013452)
Ruddy Sofyan (102013456)
Erni (102013544)

Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat 11510
Tlp. 021- 56942061 Fax. 021-5631731
e-mail: PBL_C3@yahoo.co.id
Tahun Ajaran 2013/2014
Kelompok C3

Laporan Praktikum Fisiologi Blok 6 Universitas Kristen Krida Wacana 1


NIM Nama Paraf

102012079 Novalia
(Pasien Simulasi Tes Rinne)
102012160 Beatrice Elian Thongantoro

102012281 Cristofher Sitanggang


(Pasien Simulasi Tes Weber)
102012422 Mutia Indria Astuti Limbers
(Pasien Simulasi Tes Schwabach)
102013101 Nevy Olianovi

102013145 Bryan Raka Alim

102013226 Jessica Tiffani Novaria Sinaga

102013305 Davin

102013339 Maria Eva Prada Mega

102013452 Wahyu Murti Tyas Sari

102013456 Ruddy Sofyan

102013544 Erni

PEMERIKSAAN PENDENGARAN

Tujuan
1. Melakukan pemeriksaan fungsi pendengaran menurut cara:
a) Rinne
b) Weber
c) Schwabah
2. Menyimpulkan hasil pemeriksaan tersebut di atas.

Alat
1. Penala dengan berbagai frekuensi
2. Kapas untuk menyumbat telinga

Cara Kerja:

Laporan Praktikum Fisiologi Blok 6 Universitas Kristen Krida Wacana 2


A. CARA RINNE
1. Getarkanlah penala (frekuensi 256 atau yang lain) dengan cara memukulkan salah satu
ujung jarinya ke telapak tangan. Jangan sekali-kali memukulnya pada benda keras.
2. Tekankanlah ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu telinga pasien
simulasi.
3. Tanyakanlah pada pasien simulasi apakah ia mendengar bunyi penala mendengung di
telinga yang diperiksa, bila demikian pasien simulasi harus segera memberi tanda bila
degungan bunyi itu menghilang.
4. Pada saat itu, pemeriksa mengangkat penala dari processus mastoideus pasien simulasi
dan kemudian ujung jari penala ditempatkan sedekat-dekatnya di depan liang telinga
yang sedang diperiksa itu.
5. Catatkah hasil pemeriksaan Rinne sebagai berikut:
Positif: Bila pasien simulasi masih mendengar dengungan secara hantaran aerotimpanal
Negatif: Bila orang percobaan tidak lagi mendengar degungan secara hantaran
aerotimpanal

B. CARA WEBER
1. Getarkanlah penala (frekuensi 256 atau yang lain) dengan cara seperti no. A.1.
2. Tekankanlah ujung tangkai penala ditekankan pada dahi pasien simulasi di garis
median.
3. Tanyakan kepada pasien simulasi apakah ia mendengar dengungan bunyi penala sama
kuat di kedua telinganya ataukah terjadi lateralisasi.
4. Apa yang dimaksudkan dengan lateralisasi?
5. Bila pada pasien simulasi tidak terdapat lateralisasi, maka untuk menimbulkan
lateralisasi secara buatan, tutuplah salah satu telinganya dengan kapas dan ulangilah
pemeriksaannya.
C. CARA SCHWABAH
1. Getarkanlah penala (frekuensi 256 atau yang lain) dengan cara seperti no.A.1.
2. Tekankanlah ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu telinga pasien
simulasi.

Laporan Praktikum Fisiologi Blok 6 Universitas Kristen Krida Wacana 3


3. Suruhlah pasien simulasi mengacungkan tangannya pada saat dengungan bunyi
menghilang.
4. Pada saat itu, dengan segera pemeriksa memindahkan penala dari processus
mastoideusnya sendiri. Pada pemeriksaan ini, telinga si pemeriksa dianggap normal.
Bila dengungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh pasien simulasi masih dapat di
dengar oleh pemeriksa, maka hasil pemeriksaan adalah schwabach memendek.
5. Apabila degungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh pasien simulasi juga tidak
dapat di dengar oleh pemeriksa, maka hasil pemeriksaan mungkin schwabach normal
atau schwabach memanjang. Untuk memastikan hal ini, maka dilakukan pemeriksaan
seperti berikut:
Penala digetarkan, ujung tangkai penala mula-mula ditekankan ke processus
mastoideus si pemeriksa sampai tidak terdengar lagi, kemudian ujung tangkai penala
segera segera ditekankan ke processus mastoideus pasien simulasi.
Bila dengungan (setelah dinyatakan berhenti oleh si pemeriksa) masih dapat di
dengar oleh pasien simulasi, hasil pemeriksaaan adalah schwabach memanjang.
Bila dengungan setelah dinyatakan berhenti oleh si pemeriksa juga tidak dapat
didengar oleh pasien simulasi, maka hasil pemeriksaan adalah schwabach normal.

Hasil Pemeriksaan
I. Pemeriksaan Rinne
Bagian telinga yang diperiksa Keputusan pemeriksaan

Telinga kanan Positif

Telinga kiri Positif

Hipotesis: orang percobaan mempunyai pendengaran yang normal.

II. Pemeriksaan Webber


Cara pemeriksaan Keputusan pemeriksaan

Kedua-dua telinga tidak ditutup kapas Tidak terjadi lateralisasi

Telinga kanan ditutup dengan kapas Lateralisasi ke telinga kanan yang ditutup
kapas

Laporan Praktikum Fisiologi Blok 6 Universitas Kristen Krida Wacana 4


Telinga kiri ditutup dengan kapas Lateralisasi ke telinga kiri yang ditutup kapas

III. Pemeriksaan cara schwabach

Bagian telinga yang diperiksa Keputusan pemeriksaan Hipotesis

Telinga kanan Sama dengan pemeriksa Schwabach normal atau


Bagian telinga yang diperiksa Keputusan Kesimpulan
memanjang
Telinga
Telingakiri
kanan Sama
Samadengan
denganpemeriksa
pemeriksa Schwabach normal

Telinga kiri Sama dengan pemeriksa

Pemeriksaan untuk kepastian cara Schwabach

IV. Hasil ketiga-tiga cara pemeriksaan.


Cara pemeriksaan Hasil pemeriksaan Kesimpulan

Cara Rinne Positif Telinga pasien simulasi tidak mengalami

Cara webber Tidak terjadi lateralisasi masalah pendengaran/ketulian perseptif atau


konduktif.
Cara Schwabach Schwabach normal

Pembahasan

I. TES RINNE
Ada 3 interpretasi dari hasil tes Rinne yang kita lakukan, yaitu :
Normal : Jika tes Rinne positif.
Tuli konduktif : Jika tes Rinne negatif.
Tuli perseptif : Jika tes Rinne positif.

Laporan Praktikum Fisiologi Blok 6 Universitas Kristen Krida Wacana 5


Kesalahan pemeriksaan pada tes Rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa
maupun pasien simulasi. Kesalahan dari pemeriksa misalnya meletakkan garpu tala tidak
tegak lurus atau tangkai garpu tala mengenai rambut pasien simulasi.
Kesalahan dari pasien misalnya pasien simulasi lambat memberikan isyarat bahwa
ia sudah tidak mendengar bunyi garpu tala saat kita menempatkan garpu tala di processus
mastoideus pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garpu tala sudah berhenti saat kita
memindahkan garpu tala di depan liang telinga.

II. TES WEBER


Tujuan kita melakukan tes Weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang
antara kedua telinga pasien. Jika telinga pasien simulasi mendengar lebih keras pada 1
telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua telinga pasien simulasi
mendengar dengan kekuatan bunyi yang sama berarti tidak ada lateralisasi.
Ada 3 interpretasi dari hasil tes Weber yang kita lakukan, yaitu :
Normal : Jika tidak ada lateralisasi.
Tuli konduktif : Jika pasien simulasi mendengar lebih keras pada telinga yang
sakit.
Tuli perseptif : Jika pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sehat.
Lateralisasi adalah kejadian di mana bunyi yang di dengar tidak sama kuat antara telinga
kanan dan telinga kiri (bunyi didengar keras ke salah satu sisi).

III. TES SCHWABACH


Ada 3 interpretasi dari hasil tes Schwabach yang kita lakukan, yaitu :
Normal : Schwabch normal.
Tuli konduktif : Schwabach memanjang.
Tuli perseptif : Schwabach memendek.
Kesalahan pemeriksaan pada tes Schwabach dapat saja terjadi. Misalnya tangkai
garpu tala tidak berdiri dengan baik, kaki garpu tala tersentuh, atau pasien simulasi
lambat memberikan isyarat tentang hilangnya bunyi.

Tuli konduktif dan tuli perseptif

Laporan Praktikum Fisiologi Blok 6 Universitas Kristen Krida Wacana 6


Kelainan hantaran melalui udara menunjukkan adanya tuli konduktif, berarti ada kelainan
(biasanya sumbatan) di telinga luar atau telinga tengah, seperti atresia liang telinga, eksostosis
liang telinga, serumen dan sumbatan tuba eustachi. Tuli konduktif ini terjadi apabila gelombang
suara tidak secara adekuat dihantarkan melalui telinga tangah dan telinga luar untuk
menggetarkan cairan di telinga dalam.
Kelainan di telinga dalam menyebabkan tuli perseptif. Pada tuli perseptif, gelombang
suara disalurkan ke telinga dalam, tetapi gelombang tersebut tidk diterjemahkan menjadi sinyal
saraf yang diinterpretasikan oleh otak sebagai sensasi suara. Defek mungkin terletak pada organ
corti, pada saraf auditorius, atau jalur auditorius ascendens, atau yang jarang pada korteks
auditorius itu sendiri.

SIKAP DAN KESEIMBANGAN BADAN

Alat dan Bahan


1. Kursi putar Barany
2. Tongkat atau statif yang panjang

I. Pengaruh Kedudukan Kepala dan Mata yang Normal terhadap Keseimbangan Badan
1. Suruhlahlah pasien simulasi berjalan mengikuti suatu garis lurus di lantai dengan mata
terbuka dan kepala serta badan dalam sikap yang biasa. Perhatikan jalannya dan tanyakan
apakah ia mengalami kesukaran dalam mengikuti garis lurus tersebut.
2. Ulangi percobaan diatas (no.1) dengan mata tertutup.

3. Ulangi percobaan di atas (no.1 dan 2) dengan:


a. Kepala dimiringkan dengan kuat ke kiri
b. Kepala dimiringkan dengan kuat ke kanan

Hasil Pengamatan
1. Pasien simulasi tidak mengalami kesulitan untuk mengikuti suatu garis lurus dilantai.
2. Pasien simulasi mengalami kesulitan dalam mengikuti garis lurus. Jalannya miring
kekanan.
3. a. Kepala dimiringkan dengan kuat ke kiri dengan mata tertutup, jalannya miring ke
kanan. Sedangkan ketika mata tidak tertutup jalannya lurus.

Laporan Praktikum Fisiologi Blok 6 Universitas Kristen Krida Wacana 7


b. Kepala dimiringkan dengan kuat ke kanan dengan mata tertutup, jalannya tetap miring
ke kiri. Sedangkan ketika mata tidak tertutup, jalannya lurus.

Pembahasan
Dari percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa kedudukan kepala dan mata yang
normal akan mempengaruhi keseimbangan badan. Ketika pasien simulasi berjalan dengan
mata terbuka dan keadaan sikap kepala yang normal, pasien simulasi tidak mengalami
kesulitan berjalan. Hal ini membuktikan bahwa keadaan mata yang normal dan keadaan
sikap kepala yang normal (dalam posisi tegak) memang mempengaruhi keseimbangan
badan.
Sedangkan pada percobaan no. 3a, ketika kepala pasien simulasi dimiringkan ke kiri
atau ke kanan dengan mata terbuka, hasilnya pasien simulasi bisa berjalan lurus, namun
perlu langkah yang lambat untuk tetap bisa menjaga keseimbangan berjalan. Hal ini
disebabkan adanya mata yang normal sehingga bisa menjaga arah berjalan tetap lurus,
namun kepala yang miring juga mempengaruhi keseimbangan berjalan pasien simulasi
karena langkah berjalan menjadi lebih lambat. Pada percobaan 3b, ketika kepala pasien
simulasi dimiringkan ke kiri atau ke kanan dengan mata tetutup hasil yang diperoleh adalah
pasien simulasi akan berjalan miring sesuai dengan arah berlawanan kedudukan dimana
kepala itu dimiringkan. Jika kepala pasien simulasi dimiringkan ke kiri, maka pasien
simulasi akan berjalan ke kanan dan demikian pula sebaliknya hasil untuk kepala yang
dimiringkan ke kanan.

II. Percobaan dengan Kursi Barany


A. Nistagmus
1. Suruhlah pasien simulasi duduk tegak di kursi Barany dengan kedua tangannya
memegang erat tangan kursi.
2. Tutup kedua matanya dengan saputangan dan tundukkan kepalanya 30 ke depan.
3. Putarlah kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur dan tanpa sentakan.
4. Hentikan pemutaran kursi dengan tiba-tiba.
5. Bukalah saputangan (buka mata) dan suruhlah pasien simulasi melihat jauh ke depan.
6. Perhatikan adanya nistagmus.
7. Tetapkan arah komponen lambat dan cepat nistagmus tersebut.
8. Apa yang dimaksudkan dengan rotator nystagmus dan prostoratory nystagmus?

Hasil Pengamatan
Mata lateralisasi ke kiri dan ke kanan.

Laporan Praktikum Fisiologi Blok 6 Universitas Kristen Krida Wacana 8


B. Tes Penyimpangan Penunjukkan (Past Pointing Test of Barany)
1. Suruhlah pasien simulasi duduk tegak di kursi Barany dan tutuplah kedua matanya
dengan saputangan.
2. Pemeriksa berdiri tepat di muka kursi Barany sambil menghulurkan tangan kirinya
kearah pasien simulasi.
3. Suruhlah pasien simulasi meluruskan lengan kanannya ke depan sehingga dapat
menyentuh jari tangan pemeriksa yang telah diulurkan sebelumnya.
4. Suruhlah pasien simulasi mengangkat lengan kanannya ke atas dan kemudian dengan
cepat menurunkannya kembali sehingga dapat menyentuh jari pemeriksa lagi.
Tindakan no.1 s/d 4 merupakan persiapan untuk tes yang sesungguhnya sebagai
berikut:
5. Suruhlah sekarang pasien simulasi dengan kedua tangannya memegang erat tangan
kursi, menundukkan kepala 30 ke depan.
6. Putarlah kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur tanpa sentakan.
7. Segera setelah pemutaran, kursi dihentikan dengan tiba-tiba, suruhlah orang percobaan
menegakkan kepalanya dan melakukan tes penyimpangan penunjukkan seperti di atas.
8. Perhatikan apakah terjadi penyimpangan penunjukkan oleh orang percobaaan. Bila
terjadi penyimpangan, tetapkanlah arah penyimpangannya. Teruskanlah tes tersebut
sampai orang percobaan tidak salah lagi menyentuh jari tangan pemeriksa.

Hasil Pengamatan
OP mengalami dua kali kegagalan yang satu kekiri dan yang satu kekanan. Pada tepukan
yang keempat baru berhasil.

C. Tes jatuh
1. Suruhlah pasien simulasi duduk di kursi Barany dengan kedua tangannya memegang
erat tangan kursi.
Tutuplah kedua matanya dengan saputangan dan bungkukkan kepala dan badannya
sehingga posisi kepala membentuk sudut 120 dari posisi normal.
2. Putarlah kursi ke kanan 10 kali dalam 10 detik secara teratur dan tanpa sentakan.
3. Segera setelah pemutaran kursi dihentikan dengan tiba-tiba, suruhlah pasien simulasi
menegakkan kembali kepala dan badannya.
4. Perhatikan ke mana dia akan jatuh dan tanyakan kepada pasien simulasi ke mana
rasanyta ia akan jatuh.

Laporan Praktikum Fisiologi Blok 6 Universitas Kristen Krida Wacana 9


5. Ulangi tes jatuh ini, tiap kali pada pasien simulasi dengan:
a. Memiringkan kepala ke arah bahu kanan sehingga kepala miring 90 terhadap
posisi normal.
b. Menengadahkan kepala ke belakang sehingga membuat sudut 60.
6. Hubungkan arah jatuh pada setiap latihan dengan arah aliran endolimfe pada kanalis
semisirkularis yang terangsang.

Hasil Pengamatan
Tes jatuh 120 = OP merasa jatuh ke kiri padahal kenyataanya jatuh ke kanan
Tes jatuh miring 90 = OP merasa jatuh ke kiri tetapi kenyataannya jatuh ke belakang.
Tes jatuh 60 ke belakang = OP merasa jatuh ke kanan padahal kenyataanya jatuh ke kiri.
Pembahasan
Pada kanalis semisirkularis polarisasisama pada seluruh sel rambut pada tiap kanalis
dan pada rotasi sel-sel dapat tereksitasi dan terinhibisi. Ketiga kanalis ini hampir tegak lururs
satu dengan lainnya, dan masing-masing kanalis dari satu telinga terletak hampir pada
bidang ang sama dengan kanalis telinga satunya. Dengan demikian terdapattiga pasang
kanalis; horisontal kiri-horisontal kanan, anterior kiri-posterior kanan, posterior kiri
anterior kanan. Pada waktu rotasi salah satu dari pasangan kanalis akan tereksitasi sementara
satunya akan terinhibisi. Misalnya bila kepala pada posisi lurus normal fan terdapat
percepatan dalam bidang horisontal yang menimbulkan rotasike kanann maka serabu-
serabut aferen dari kanalis horisontal kanan akan tereksitasi sementara serabut serabut yang
kiriakan terinhibisi. Jika rotasi pada bidang vertikal misalnya rotasi kedepanmaka kanalis
anterior kiri dan kanan keduasisi akan tereksitasi sementara kanalis posterior akan
terinhibisi.
Perlu diperhatikan bahwa percepatan sudut merupakan rangsangan yang adekuat untuk
serabut aferen kanalis semisirkularis. Suatu kecepatan rotasi yang konstan tidak akan
mengekssitasi serabut-serabut tersebut. Namun tentunya dalam mencapai suatu kecepatan
tertentu harus ada akselerasi, dan dipengaruhi akselerasi ini akan terus berkurang hingga nol
setelah beberapa saat hingga beberapa menit. Keterlambatan ini disebabkan oleh pengolahan
SSP dan inersia kupula serta viskositas endolimfe yang menyebabkan kupula tertinggal
dibelakang perubahan sudut kepala.Sebagai contoh efek dari penghentian mendadak setelah

Laporan Praktikum Fisiologi Blok 6 Universitas Kristen Krida Wacana 10


suatu rotasi ke kanan searah jarum jam. Perlambatan menuju kecepatan nol ini ekuivalen
dengan percepatan arah yang berlawanan searah jarum jam. Perlambatan menuju kecepatan
nol ini ekuivalen dengan percepatan kearah yang berlawanan, yaitu kekiri. Dengan
demikian, serabut aferen dari kanalis kiri aka tereksitasi sedangkan serabut yang kanan
terinhibisi. Bila ini dilakukan pada ruangan gelap maka subjek akan merasa bahwa ia
berputar ke kiri, setelah kupula kembali pada posisi istirahat subjek akan meras berhenti
berputar.
Organ otolit terdiri dari: utrikulus dan sakulus, utrikulus yang terletak hampir
horisontal dan skulus yang terletak pada bidang hampir vertikal. Berbeda dengan sel rambut
kanalis semisirklaris, polarisasi sel rambut pada organ otolit tidak semuanya sama. Pada
makula utrikulus, kinosilia terletak di bagian samping sel rambut yang terdekat dengan
daerah sentral yaitu striola. Maka pada saat kepala miring atau mengalami percepatan linear
sebagaian serabut aferen akan tereksitasi sementara lainnya akan terinhibisi. Namun
demikian hal ini tidak berarti pembatalan respon pada SSP. Serabut aferen dengan polarisasi
tertentu dpat mengarahkan pada neuron-neuron berbeda dalam nuklei vestibularis dan dapat
melakukan fungsi-fungsi yang berbeda pula. Dengan adanya polarisasi pada tiap makula
maka SSP mendapat informasi tentang gerak linea dalam tiga dimensi walaupun
sesungguhnya hanya ada 2 makula.
Reflek vestibularis berjalan menuju SSP dan bersinap pada neuron inti vestibularis di
batang otak. Selanjutnya neuron vestibularis menuju kebagian alain dari otak, sebagian
langsung menuju motoneuron yang mensarafi otot-otot ekstraokular dan motoneuron
spinalis yang lain menju formatia retikularis batang otak, serebelum dan lainnya.
Hubungan-hubungan langsung inti vestibularis dengan motoneuron ekstraokular
merupakan suatu jaras yang penting dalam mengendalikan gerakan mata dan reflek
vestibulo-okularis (RVO). RVO adalah gerakan mata yang mempunyai suatu komponen
lambat berlawanan arah dengan putaran kepala dan suatu komponen cepat yang searah
dengan putaran kepala.
Komponen lambat mengkompensasi gerakan kepala dan berfungsi menstabilkan suatu
bayangan pada retina. Kompone cepat berfungsi untuk kembali mengarahkan tatapn ke
bagian lain dar lapangan pandangan. Perubahan arah gerakan mata selama rangsang
vestibularis merupakan suatu contoh dari nistagmus normal. Nistagmus adalah gerak bola

Laporan Praktikum Fisiologi Blok 6 Universitas Kristen Krida Wacana 11


mata kian kemari yang terdiri dari fase lambat dan fase cepat. Fase lam bat merupakam
reaksisistem vestibuler terhadap ransangan sedangkan fase cepat merupakan raksi
kompensasinya. Nistagmus merupaka suatu parameter yang akurat untuk menentukan
aktivitas sistem vestibuler. Nistagmus adalah gejala yang berasal dari satu sumbermeskipun
nistagmus dan vertigo tidak selalu timbul bersamaan.dalam keadaan terlatih dengan
baikvertigo biasanya tidak diraskan meskipun nistagmus ada.pada kelainan vestibuler perifer
gejala vertigo dapat dihilangkan dengan latihan yang baik. Nistagmus terdiri dari nistagmus
horisontal, nistagmus vertikal dan nistagmus rotoroar. Nistagmus merupakan parameter
penting dalam tes kalori. Dimana dapat emnentukam normal tidaknya sistem vestibuler, dan
dapat juga menduga ada kelainan pada vestibuler sentral. Nistagmus juga penting dalam
pegangan menentukan diagnosa dengan tes nistagmus posisi. Ransangan normal akan selalu
menimbulkan gangguan vertigo, misalnya pada tes kalori. Ransangan abnormal dapat pula
menimbulkan gangguan vertigo bila terjadi kerusakan sistem vestibuler, misal pada orang
dengan paresis kanalakan merasa terganggu bila naik kapal. Rangsangan normal dapat pula
menimbulkan vertigo pada orang normal bila situasinya berubah.
Sistem vestibuler sanga sensisitif terhadap perubahan konsentrasi O2 dalam darah, oleh
karena itu perubahan mendadak aliran darah dapat menimbulkan vertigo. Vertigo tidak
hanya timbul bila hanya terjadi perubahan O2 tetapi harus ada faktor lain yang menyertai
seperti sklerosi pada salah satu arteri auditiva interna atau salah satu arteri terjepit. Dengan
demikian bila ada perubahan konsentrasi O2 hanya satu sisi saja yang mengadakan
penyesuaian akibatnya terdapat perbedaan elektro potensial antara vestibular kana dan kiri.
Akibatnya terjadi serangan vertigo.Perubahan konsentrasiO2 dapat terjadimisalnya pada
hipertensi, hipotensi spondiloartrosis servikal. Pada kelainan vaso motor mekanisme
erjadinya vertigo disebabkan oleh terjadinya perbedaan prilaku antara arteri auditiva interna
kanan dan kiri, sehingga menimbulkan beda potensial pada keseimbangan badan dalam tes
duduk di kursi barany.

D. Kesan
Tujuan Percobaan:
Untuk mengetahui mekanisme terjadinya arah perasaan berputar yang dirasakan oleh
orang percobaan.

Laporan Praktikum Fisiologi Blok 6 Universitas Kristen Krida Wacana 12


Alat dan Bahan:
1. Kursi Barany
2. Pensil
3. Kertas

Cara Kerja:
1. Gunakan pasien simulasi lain.
Suruhlah pasien simulasi duduk di kursi Barany dan tutuplah kedua matanya dengan
saputangan.
2. Putarlah kursi tersebut diputar ke kanan dengan kecepatan yang berangsur-angsur
bertambah dan kemudian kecepatan putarannya dikurangi secara berangsur-angsur
pula sampai berhenti.
3. Tanyakan kepada pasien simulasi arah perasaan berputar:
a) Sewaktu kecepatan putar masih bertambah
b) Sewaktu kecepatan putar menetap
c) Sewaktu kecepatan putar dikurangi
d) Segera setelah kursi dihentikan
4. Berikan keterangan tentang mekanisme terjadinya arah perasaan berputar yang
dirasakan oleh pasien simulasi.

Hasil Percobaan:
Kursi Barany diputar ke arah kanan dari sudut pandang pasien simulasi
a) Sewaktu kecepatan putar masih bertambah: pasien simulasi merasa berputar ke arah
kiri.
b) Sewaktu kecepatan putar menetap: pasien simulasi merasa berputar ke arah kiri.
c) Sewaktu kecepatan putar dikurangi: pasien simulasi merasa berputar ke arah kiri.
d) Segera setelah kursi dihentikan: pasien simulasi merasa berputar ke arah kanan.

Pembahasan:
Telinga dalam memiliki komponen khusus, yaitu aparatus vestibularis yang
memberikan informasi penting mengenai kesan (sensasi) keseimbangan. Aparatus
vestibularis terdiri dair dua set struktur yang terletak di dalam tulang temporalis di dekat
cochlea, yaitu canalis semicircularis dan organ otolit (utrikulus dan sakulus).
Canalis semicircularis mendeteksi akselerasi atau deselarasi anguler atau
rotasional kepala, misalnya ketika memulai atau berhenti berputar. Akselerasi
(percepatan) atau deselarasi (perlambatan) selama rotasi kepala ke segala arah yaitu
seperti pada percobaan dimana pasien simulasi duduk di kursi Barany dan diputar. Hal ini

Laporan Praktikum Fisiologi Blok 6 Universitas Kristen Krida Wacana 13


menyebabkan pergerakan endolimfe di slah satu canalis semicircularis. Ketika kepala
mulai bergerak, saluran tulang dan bubungan sel ra,but yang terbenam dalam kupula
bergerak mengikuti gerakan kepala. Namun, cairan di dalam canalis, yang tidak melekat
ke tengkorak, mula-mula tidak ikut bergerak sesuai arah rotasi, tetapi tertinggal di
belakang karena adanya inersia. Ketika endolimfe tertinggal saat kepala mulai berputar,
endolimfe yang terletak sebidang dengan gerakan kepala pada dasarnya bergeser dengan
arah yang berlawanan dengan arah gerakan kepala. Gerakan cairan ini menyebabkan
kupula condong ke arah yang berlawanan dengan arah gerakan kepala, membengkokkan
rambut-rambut sensorik yang terbenam di dalamnya. Itu sebabnya pasien simulasi merasa
arah putar berlawanan arah dengan arah putar kursi.
Apabila gerakan kepala berlanjut dalam arah dan kecepatan yang sama,
endolimfe akan menyusul dan bergerak bersama dengan kepala, sehingga rambut-rambut
kembali ke posisi tegak. Itu sebabnya OP merasa arah putar searah dengan arah putar
kursi.
Ketika gerakan kepala melambat, keadaan sebaliknya yang terjadi. Endolimfe
secara singkat melanjutkan diri bergerak searah dengan rotasi kepala sementara kepala
melambat untuk berhenti. Akibatnya, kupula dan rambut-rambutnya secara sementara
membengkok ketika akselerasi. Pada saat endolimfe secara bertahap berhenti, rambut-
rambut kembali tegak. Canalis tidak berespon jika kepala tidak bergerak atau ketika
bergerak secara sirkuler dengan kecepatan tetap. Itu sebabnya OP merasa arah putaran
berlawanan arah dengan arah putar kursi ketika kecepatan putar mulai melambat dan OP
merasa arah putaran kursi searah dengan arah putar kursi ketika kecepatan putar telah
dihentikan.

Kesimpulan:
Ketika kepala mulai bergerak dengan suatu kecepatan atau perlambatan, gerakan
cairan endolimfe di dalam canalis semicircularis akan menyebabkan kupula condong ke
arah yang berlawanan dengan arah gerakan kepala, sehingga pasien simulasi merasa arah
putaran berlawanan dengan arah putar kursi. Sebaliknya, canalis tidak berespon jika
kepala tidak bergerak atau ketika bergerak secara sirkuler dengan kecepatan tetap. Itu

Laporan Praktikum Fisiologi Blok 6 Universitas Kristen Krida Wacana 14


sebabnya pasien simulasi merasa arah putaran kursi searah dengan arah putar kursi ketika
kecepatan putar telah dihentikan.

III. Percobaan Sederhana untuk kanalis Semisirkularis Horizontalis.


Cara kerja :
1. Suruhlah pasien simulasi, dengan mata ditutup dan kepala ditundukan 30 o, berputar
sambil berpegangan pada tongkat atau statif searah dengan jarum jam, lakukan sebanyak
10 kali dalam 30 detik.
2. Sutruhlah pasien simulasi berhenti, kemudian membuka matanya dan berjalan lurus ke
muka.

3. Perhatikan apa yang terjadi.

4. Ulangi latihan ini dengan berputar menurut arah yang berlawanan dengan arah jarum
jam.

Hasil percobaan:
Jika putaran searah dengan jarum jam, pasien simulasi jalan miring ke kanan, dan jika
putaran berlawanan arah dengan jarum jam, pasien simulasi akan jalan miring ke kiri.

Laporan Praktikum Fisiologi Blok 6 Universitas Kristen Krida Wacana 15

Anda mungkin juga menyukai