Anda di halaman 1dari 3

TAHAPAN SAKIT

Baik ahli ahli antropologi maupun ahli ahli sosiologi memandang perjalanan penyakit
sebagai sesuatu yang secara analitik ditentukan oleh tahap tahap yang dapat dibedakan. Mungkin
skema sosiologis yang paling banyak digunakan adalah skema Suchman, yang melihat urutan dari
peristiwa peristiwa medis terdiri dari titik titik pokok transisi yang menyangkut keputusan -
keputusan baru mengenai perjalanan dari perawatan medis, yang dibedakan atas lima tahap.
(Suchman, 1965).

Lima tahap tersebut adalah sebagai berikut.

1. Tahap Pengalaman Gejala Gejala (keputusan bahwa ada yang tidak beres)
Langkah pertama dalam drama pengobatan muncul ketika perasaan kurang sehat,
rasa sakit, perubahan penampilan atau rasa lemah membuat seseorang merasa bahwa ada
yang tidak beres dengan keadaan fisiologinya. Gejala gejala tersebut, kata Suchman,
akan dikenali dan didefinisikan bukan dengan kategori kategori diagnostik medis,
melainkan dalam rangka gangguannya terhadap fungsi sosialnya yang normal (Suchman,
1965:115). Setelah diketahui gejala gejala tersebut harus diinterpretasikan, dan maknanya
dicari. Pengenalan maupun interpretasinya menimbulkan respon respon emosional berupa
rasa takut dan khawatir, karena orang mengetahui bahwa gejala yang ringan saja mungkin
merupakan awal dari sesuatu yang lebih gawat.
Kepatuhan yang relatif dari beberapa diantara kita terhadap pemeriksaan fisik
tahunan menunjukkan asumsi kita bahwa munculnya penyakit mendahului kesadaran kita
akan gejala gejalannya; kita percaya pada interpretasi dokter atas bukti buktinya dan kita
memulai pengobatan tanpa adanya gejala gejala yang nampak.
Dari segi memperkenalkan perawatan medis ilmiah kepada dunia internasional,
definisi sehat sebagai rasa nyaman memiliki konsekuensi negatif yang penting. Penduduk
yang demikian tidak hanya segan menerima diagnosis laboratorium sebagai bukti tentang
adanya penyakit tanpa adanya gejala gejala yang tampak, namun ketika perawatan sampai
kepada titik dimana gejala gejala telah menghilang, pasien seringkali tidak terdorong lagi
untuk melanjutka menerima obat obatan yang diberikan.

2. Asumsi dari keadaan peranan sakit (keputusan bahwa seseorang sakit dan membutuhkan
perawatan profesional)
Apabila si penderita menginterpretasikan gejala gejal tahap pertama sebagai gejala
yang menunjukkan penyakit, ia memasuki tahap kedua dimana ia akan minta nasehat dan
perawatan. Perawatan pada mulanya terbatas pada pengobatan di rumah dan pengobatan
oleh diri sendiri dan nasehat dimintakan dari sistem rujukan umum (yakni melalui
pembicaraan tentang gejala gejala dengan kerabat dan teman teman).
Dalam tahap ini yang sangat penting adalah pengesahan sementara dari teman
teman dan kerabat terhadap pernyataan tentang penyakit, yang untuk sementara
membebaskan si sakit dari kewajiban kewajibannya terhadap orang lain. Apabila keluarga
dan teman teman mendukung pernyataan si penderita, maka ia akan lebih cenderung
untuk memasuki tahapan ketiga daripada bila mereka menyatakan rasa skeptis.
Para ahli antropologi cenderung untuk melihat tahap kedua penduduk yang mereka
pelajari sebagai suatu tahap dimana ditekankan penamaan penyakit. Memberi nama suatu
penyakit merupakan hal yang penting karena dua hal, yaitu:
a. Pertama, karena sesuatu yang diketahui, dirasakan kurang menakutkan dari pada
sesuatu yang tidak diketahui, maka lebih mudah untuk hidup dengan penyakit yang
mempunyai nama daripada yang tidak bernama.
b. Kedua, menyebutkan nama penyakit menentukan etiologinya, sebab sebabnya, yang
sebaliknya memberikan informasi yang diperlukan kepada dokter untuk mengobatinya.
Bahkan ketika suatu diagnosis menunjukkan suatu ancaman yang amat gawat,
kebanyakan orang merasa lega waktu dokter menentukan tentang apa yang tidak beres,
karena kemungkinan dari perjalanan dari sebagian besar penyakit telah digambarkan, dan
dokter maupun pasien sama sama telah mengetahui, apa yang secara ilmiah bisa
diharapkan.

3. Tahap Kontak Perawatan Medis (keputusan untuk mencari perawatan medis profesional)
Pada tahap ini, orang yang menduga bahwa dirinya sakit sudah berada dalam jalur
menjadi pasien. Ia mencari dua hal: penegasan dari yang berwenang terhadap pengesahan
sementara dari peranan sakitnya, yang telah diberikan sebelumnya oleh konsultan
konsultan awamnya, dan apabila konfirmasi yang demikian itu akan diberikan, maka ia
mengharapkan diagnosis medikal dan usulan pengobatan yang dapat menyembuhkannya.
Apabila dokter menolak pernyataannya tentang peranan sakitnya, dengan menekankan
bahwa tidak ada yang tak beres, maka orang itu akan merasa tenteram untuk kembali
melanjutkan aktivitasnnya sehari hari. Namun tak jarang pula ia pindah ke dokter lain dan
melanjutkan proses tawar menawarnya, sampai ia menemukan seorang dokter yang
mau menerima pernyataanya bahwa ia sakit.
Cara cara mengenai bagaimana keputusan pada tahap ketiga diambil sangat nyata
berbeda pada masyrakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya. Dalam keadaan sakit,
seperti juga dalam aspek aspek kehidupan yang lain, mereka adalah anggota dari
kelompok kerabat dan handai tolan. Individu individu bertanggung jawab kepadake
kelompoknya atas tingkah laku mereka dan tergantung pada kelompok itu untuk bantuan
dan sanksi sosial. Perawatan medis melibatkan penggunaan waktu dan tenaga keluarga si
pasien dan kawan kawannya. Penyakit bukan semata mata gangguan biologis pada
organisme individu, melainkan merupakan krisis sosial dan merupakan masa penyesuaian
kembali bagi suatu kelompok secara keseluruhan.
Maka telah menjadi kebiasaan bagi seseorang untuk mengemukakan gejala
gejalanya kepada kerabat dan kawan kawannya untuk mereka pertimbangkan, sebelum ia
mengambil langkah langkah untuk memperoleh pengobatan. Si pasien sendiri tidak
berwenang untuk menetukan apakah dirinya sakit atau tidak. Dengan kata lain, seseorang
tidak didefinisikan sebagai orang sakit secara sosial, sebelum pernyataannya disahkan oleh
handai tolannya. Dalam hubungannya dengan personil medis, seorang pasien tidaklah
bebas untuk membuat keputusan yang segera dan menentukan mengenai kesehtannya
sendiri. Ia tidak bertindak sebagai individu tetapi sebagai seorang keluarga.

4. Tahap peranan ketergantungan pasien (keputusan untuk mengalihkan pengawasan kepada


dokter dan menerima serta mengikuti pengobatan yang ditetapkan)
Dalam ketiga tahap pertama, sifat sifat dari penyakit hanya mempunyai sedikit
pengaruh terhadap apa yang harus dilakukan. Namun pada tahap keempat, hal itu menjadi
masalah yang amat penting. Seorang pasien yang secara wajar dapat diharapkan bisa sembu
akan ditangani dan bereaksi dengan cara cara yang berbeda daripada pasien yang
menderita penyakit kronis, dimana kemungkinan untuk sembuh tidak memungkinkan.
Pasien pada kategori pertama sering memandang peranan mereka secara ambivalen: ia lega
bahwa kondisinya telah diketahui oleh dokter, dan bahwa tahap pengobatan tertentu akan
menghasilkan kesembuhan, tetapi ia mempunyai perasaan enggan untuk menerima
hubungan ketergantungan, yang membuat mereka kehilangan hak hak atas pengambilan
keputusan.
Bila pasien yang kedua, mengakui bahwa implikasi sepenuhnya tentang diagnosis
mereka bahwa kesembuhan adalah tidak mungkin sehingga rehabilitasi atau usaha
memperlambat kondisi kronis adalah yang paling banyak yang mereka bisa harapkan, maka
reaksi mereka akan berbeda sekali. Pada tingkatan yang lebih tinggi atau lebih rendah,
mereka dipaksa untuk menerima peranan pasien yang abadi, dengan kunjungan yang
sering kepada dokter, mungkin pula perawatan di rumah sakit secara berkala dan kehilangan
kemampuan fisik yang tak dapat dielakkan. Karena itu, hubungan ketergantungan dengan
dokter merupakan hal yang tidak dihindarkan.
Kontras antara kedua situasi tersebut telah dikemukakan oleh Gussow. Sementara
penderita penyakit akut jangka pendek biasanya mengharapkan kematian dalam waktu yang
tak terlalu lama atau kembali kepada keadaan sedia kala, penyakit kronis melibatkan orang
orang kedalam suatu penyerahan jangka panjang terhadap arti dan implikasi cacat,
kebutuhan penyesuaian, adaptasi, dan transformasi terhadap sejumlah tingkatan fungsi
fungsi sosial, impersonal, dan psikis. Perubahan dan mutasi memberikan sifat yang lebih
permanen dengan pengaturan kembali yang lebih atau kurang lama dalam pengorganisasian
program kehidupan (Gussow,1964:179). Sementara perubahan peranan yang disebabkan
oleh penyakit yang singkat biasanya dipandang sebagaihal yang minor, sebaliknya kondisi
penyakit yang kronis berarti terorganisasi besar besaran dari cara cara hidup terdahulu,
baik bagi pasien sendiri maupun bagi mereka yang dekat dan terpengaruh oleh penyakitnya.

5. Kesembuhan atau Keadaan Rehabilitasi (keputusan untuk mengakhiri peranan pasien)


Sehubungan dengan alasan alasan yang telah dikemukakan, penerapan tahap
kelima bagi penyakit penyakit kronis sangan terbatas. Rehabilitasi mungkin dapat
membantu para korban kecelakaan dan kelumpuhan untuk dapat menyesuaikan diri secara
lebih baik dengan kehidupan daripada bila tidak melakukan sesuatu, dan pada ukuran
tertentu, peranan pasien dapat ditinggalkan. Namun hal itu adalah relatif; para penderita
kondisi kondisi kronis mengetahui bahwa peranan pasien senantiasa menunggunya setiap
hari. Bagi pasien pasien lain, tahap kelima adalah realistik; dalam berbagai masyarakat kita
lihat adanya upacara upacara dan tindakan simbolik yang mengesahkan bahwa seorang
bekas pasien sudah atau akan melanjutkan peranan normalnya.

Anda mungkin juga menyukai