Anda di halaman 1dari 19

Informed Consent

Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif antara dokter
dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak akan
dilakukan terhadap pasien. Informed consent dilihat dari aspek hukum bukanlah sebagai
perjanjian antara dua pihak, melainkan lebih ke arah persetujuan sepihak atas layanan yang
ditawarkan pihak lain.
Definisi operasionalnya adalah suatu pernyataan sepihak dari orang yang berhak (yaitu pasien,
keluarga atau walinya) yang isinya berupa izin atau persetujuan kepada dokter untuk melakukan
tindakan medik sesudah orang yang berhak tersebut diberi informasi secukupnya.

Tiga elemen Informed consent


1. Threshold elements
Elemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elemen, oleh karena sifatnya lebih ke arah
syarat, yaitu pemberi consent haruslah seseorang yang kompeten (cakap). Kompeten disini
diartikan sebagai kapasitas untuk membuat keputusan medis. Kompetensi manusia untuk
membuat keputusan sebenarnya merupakan suaut kontinuum, dari sama sekali tidak memiliki
kompetensi hingga memiliki kompetensi yang penuh. Diantaranya terdapat berbagai tingkat
kompetensi membuat keputusan tertentu (keputusan yang reasonable berdasarkan alasan yang
reasonable).
Secara hukum seseorang dianggap cakap (kompeten) apabila telah dewasa, sadar dan berada
dalam keadaan mental yang tidak di bawah pengampuan. Dewasa diartikan sebagai usia telah
mencapai 21 tahun atau telah pernah menikah. Sedangkan keadaan mental yang dianggap tidak
kompeten adalah apabila mempunyai penyakit mental sedemikian rupa sehingga kemampuan
membuat keputusan menjadi terganggu.

2. Information elements
Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, disclosure (pengungkapan) dan understanding
(pemahaman).
Pengertian berdasarkan pemahaman yang adekuat membawa konsekuensi kepada tenaga medis
untuk memberikan informasi (disclosure) sedemikian rupa sehingga pasien dapat mencapai
pemahaman yang adekuat.
Dalam hal ini, seberapa baik informasi harus diberikan kepada pasien, dapat dilihat dari 3
standar, yaitu :
o Standar Praktik Profesi

Bahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria ke-adekuat-an informasi ditentukan


bagaimana BIASANYA dilakukan dalam komunitas tenaga medis.
Dalam standar ini ada kemungkinan bahwa kebiasaan tersebut di atas tidak sesuai dengan nilainilai sosial setempat, misalnya resiko yang tidak bermakna (menurut medis) tidak
diinformasikan, padahal mungkin bermakna dari sisi sosial pasien.
o Standar Subyektif
Bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut oleh pasien secara pribadi,
sehingga informasi yang diberikan harus memadai untuk pasien tersebut dalam membuat
keputusan. Kesulitannya adalah mustahil (dalam hal waktu/kesempatan) bagi profesional medis
memahami nilai-nilai yang secara individual dianut oleh pasien.
o Standar pada reasonable person
Standar ini merupakan hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya, yaitu dianggap cukup
apabila informasi yang diberikan telah memenuhi kebutuhan umumnya orang awam.

3. Consent elements
Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, voluntariness (kesukarelaan, kebebasan) dan
authorization (persetujuan).
Kesukarelaan mengharuskan tidak ada tipuan, misrepresentasi ataupun paksaan. Pasien juga
harus bebas dari tekanan yang dilakukan tenaga medis yang bersikap seolah-olah akan
dibiarkan apabila tidak menyetujui tawarannya.

Consent dapat diberikan :


a. Dinyatakan (expressed)
o Dinyatakan secara lisan
o Dinyatakan secara tertulis. Pernyataan tertulis diperlukan apabila dibutuhkan bukti di
kemudian hari, umumnya pada tindakan yang invasif atau yang beresiko mempengaruhi
kesehatan penderita secara bermakna. Permenkes tentang persetujuan tindakan medis
menyatakan bahwa semua jenis tindakan operatif harus memperoleh persetujuan tertulis.
b. Tidak dinyatakan (implied)
Pasien tidak menyatakannya, baik secara lisan maupun tertulis, namun melakukan tingkah
laku (gerakan) yang menunjukkan jawabannya.
Meskipun consent jenis ini tidak memiliki bukti, namun consent jenis inilah yang paling
banyak dilakukan dalam praktik sehari-hari.

Misalnya adalah seseorang yang menggulung lengan bajunya dan mengulurkan lengannya
ketika akan diambil darahnya.

Proxy Consent
Adalah consent yang diberikan oelh orang yang bukan si pasien itu sendiri, dengan syarat bahwa
pasien tidak mampu memberikan consent secara pribadi, dan consent tersebut harus mendekati
apa yang sekiranya akan diberikan oleh pasien, bukan baik buat orang banyak).
Umumnya urutan orang yang dapat memberikan proxy consent adalah suami/istri, anak, orang
tua, saudara kandung, dst.
Proxy consent hanya boleh dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan ketat.

Konteks dan Informed Consent


Doktrin Informed Consent tidak berlaku pada 5 keadaan :
1. Keadaan

darurat medis

2. Ancaman

terhadap kesehatan masyarakat

3. Pelepasan

hak memberikan consent (waiver)

4. Clinical privilege

(penggunaan clinical privilege hanya dapat dilakukan pada pasien yang


melepaskan haknya memberikan consent.

5. Pasien

yang tidak kompeten dalam memberikan consent.

Contextual circumstances juga seringkali mempengaruhi pola perolehan informed consent.


Seorang yang dianggap sudah pikun, orang yang dianggap memiliki mental lemah untuk dapat
menerima kenyataan, dan orang dalam keadaan terminal seringkali tidak dianggap cakap
menerima informasi yang benar apalagi membuat keputusan medis. Banyak keluarga pasien
melarang para dokter untuk berkata benar kepada pasien tentang keadaan sakitnya.
Sebuah penelitian yang dilakukan Cassileth menunjukkan bahwa dari 200 pasien pengidap
kanker yang ditanyai sehari sesudah dijelaskan, hanya 60 % yang memahami tujuan dan sifat
tindakan medis, hanya 55 % yang dapat menyebut komplikasi yang mungkin timbul, hanya 40 %
yang membaca formulir dengan cermat, dan hanya 27 % yang dapat menyebut tindakan alternatif
yang dijelaskan. Bahkan Grunder menemukan bahwa dari lima rumah sakit yang diteliti, empat
diantaranya membuat penjelasan tertulis yang bahasanya ditujukan untuk dapat dimengerti oleh
mahasiswa tingkat atas atau sarjana dan satu lainnya berbahas setingkat majalah akademik
spesialis.
Keluhan pasien tentang proses informed consent :

o Bahasa yang digunakan untuk menjelaskan terlalu teknis


o Perilaku dokter yang terlihat terburu-buru atau tidak perhatian, atau tidak ada waktu untuk
tanya jawab.
o Pasien sedang dalam keadaan stress emosional sehingga tidak mampu mencerna informasi
o Pasien dalam keadaan tidak sadar atau mengantuk.
Keluhan dokter tentang informed consent
o Pasien tidak mau diberitahu.
o Pasien tak mampu memahami.
o Resiko terlalu umum atau terlalu jarang terjadi.
o Situasi gawat darurat atau waktu yang sempit

http://yusufalamromadhon.blogspot.com/2008/01/informed-consent.html

Pendahuluan
Transplantasi adalah memindahkan alat atau jaringan tubuh dari satu orang ke orang lain
(Baratawidjaja, 2006). Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia merupakan tindakan
medik yang sangat bermanfaat bagi pasien dengan ganguan fungsi organ tubuh yang berat. Ini
adalah terapi pengganti (alternatif) yang merupakan upaya terbaik untuk menolong pasien
dengan kegagalan organnya,karena hasilnya lebih memuaskan dibandingkan dan hingga dewasa
ini terus berkembang dalam dunia kedokteran,namun tindakan medik ini tidak dapat dilakukan
begitu saja,karena masih harus dipertimbangkan dari segi non medik, yaitu dari segi agama,
hokum, budaya, etika dan moral. Kendala lain yang dihadapi Indonesia dewasa ini dalam
menetapkan terapi transplatasi adalah terbatasnya jumlah donor keluarga (Living Related
Donor,LRD) dan donasi organ jenazah.karena itu diperlukan kerjasama yang saling mendukung
antara para pakar terkait (hulum, kedokteran, sosiologi, pemuka agama, pemuka masyarakat),
pemerintah dan swata (Hanafiah,1999).
Jenis-Jenis Transplantasi
Kini telah dikenal beberapa jenis transplantasi atau pencangkokan ,baik berupa cel,jaringan
maupun organ tubuh yaitu sebagai berikut (Guyton: 2007) :

a.Transplantasi Autologus
Yaitu perpindahan dari satu tempat ketempat lain dalam tubuh itu sendiri,yang dikumpulkan
sebelum pemberian kemoterapi,
b.Transplantasi Alogenik
Yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang sama spesiesnya,baik dengan hubungan
keluarga atau tanpa hubungan keluarga,
c.Transplantasi Singenik
Yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang identik,misalnya pada gambar identik,
d.Transplantasi Xenograft
Yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang tidak sama spesiesnya.
Reaksi Penolakan
Terjadi oleh sel T helper (Saat ini disebut CD4+) resipien yang mengenal antigen MHC
allogenic. Sel T helper merangsang sel Tc (T citotoxic atau CD8+) mengenal antigen MHC
allogenic untuk membunuh sel sasaran. Sel T helper melalui Limfokin menyebabkan Makrofag
dikerahkan akibatnya kerusakan jaringan target. Reaksi yang terjadi mirip dengan
Hipersensitivitas tipe IV (Gell dan Coombs) (Kates: 2002): Tipe Reaksi penolakan:
1. Tipe Reaksi Penolakan Transplantasi Rejeksi Hiperakut

Reaksi penolakan yang terjadi dalam 24 jam setelah transplantasi.


1. Rejeksi Akut

Reaksi terlihat pada resipien yang sebelumnya tidak tersensitisasi terhadap transplan pada
penolakan umum allograft dan pengobatan imunosupresif yang kurang efektif.
1. Rejeksi Kronis

hilangnya fungsi organ yang dicangkokkan secara perlahan beberapa bulan-tahun sesudah organ
berfungsi normal dan disebabkan oleh sensitivitas yang timbul terhadap antigen transplan atau
oleh sebab intoleransi terhadap sel T.
Immunosupressan

Walaupun HLA agak mirip, namun sistem imun resipien dapat berbeda dlm penerimaannya
akibatnya dapat terjadi penolakan. Penolakan terjadi setelah beberapa minggu transplantasi.
Pemberian Immunosupressan mampu menekan reaksi penolakan ini. Efek negatif : Menekan
reaksi imun keseluruhan dan menekan imun terhadap terhadap infeksi dari luar. Obat
Imunosupressan : Kortikosteroid (misalnya prednison), Azatioprin, Takrolimus, Mikofenolat
mofetil, Siklosporin, Siklofosfamid, Globulin anti-limfosit dan globulin anti-timosit dan terakhir
Antibodi monoclonal (Baratawidjaja: 2006).
gambar 1. spesifik respon imun
Kompleks Histokompatibilitas Utama
Kompleks Histokompabilitas menurut (bahasa Inggris: major histocompatibility complex atau
MHC) adalah sekumpulan gen yang ditemukan pada semua jenis vertebrata. Gen tersebut terdiri
dari 4 juta bp yang terdapat di kromosom nomor 6 manusia dan lebih dikenal sebagai
kompleks antigen leukosit manusia (HLA). Protein MHC yang disandikan berperan dalam
mengikat dan mempresentasikan antigen peptida ke sel T. (David, 2004).
Struktur protein MHC
1. a. Protein MHC kelas I

Protein MHC kelas I ditemukan pada semua permukaan sel berinti. Protein ini bertugas
mempresentasikan antigen peptida ke sel T sitotoksik (Tc) yang secara langsung akan
menghancurkan sel yang mengandung antigen asing tersebut. Protein MHC kelas I terdiri dari
dua polipeptida, yaitu rantai membrane integrated alfa () yang disandikan oleh gen MHC pada
kromosom nomor 6, dan non-covalently associated beta-2 mikroglobulin(2m). Rantai akan
melipat dan membentuk alur besar antara domain 1 dan 2 yang menjadi tempat penempelan
molekul MHC dengan antigen protein. Alur tersebut tertutup pada pada kedua ujungnya dan
peptida yang terikat sekitar 8-10 asam amino. MHC kelas satu juga memiliki dua heliks yang
menyebar di rantai beta sehingga dapat berikatan dan berinteraksi dengan reseptor sel T.
(Pandjassarame, 2009)
b.

Protein MHC kelas II

Protein MHC kelas I terdapat pada permukaan sel B, makrofag, sel dendritik, dan beberapa sel
penampil antigen (antigen presenting cell atau APC) khusus. Melalui protein MHC kelas II
inilah, APC dapat mempresentasikan antigen ke sel-T penolong (Th) yang akan menstimulasi
reaksi inflamatori atau respon antibodi MHC kelas II ini terdiri dari dua ikatan non kovalen
polipeptida integrated-membrane yang disebut dan . Biasanya, protein ini akan berpasangan
untuk memperkuat kemampuannnya untuk berikatan dengan reseptor sel T. Domain 1 dan 1
akan membentuk tempat untuk pengikatan MHC dan antigen (Anthony, 2007).

c.

Gen MHC dan polimorfisme

Pada manusia, gen yang mengkodekan MHC terletak pada kromosom nomor 6 dan terbagi
menjadi dua kelas gen, yaitu kelas I untuk MHC I dan kelas II untuk MHC II. Kelompok gen
yang termasuk kelas I terdiri dari tiga lokus mayor yang disebut B, C, dan A, serta beberapa
lokus minor yang belum diketahui. Setiap lokus mayor menyandikan satu polipeptida tertentu.
Pada gen pengkode rantai alfa, terdapat banyak alel atau dengan kata lain bersifat polimorfik.
Rantai beta-2-mikroglobulin dikodekan oleh gen yang terletak di luar kompleks gen MHC,
namun apabila terjadi kecacatan pada gen tersebut maka antigen kelas I tidak bisa dihasilkan dan
dapat terjadi defisiensi sel T sitotoksik Kompleks gen kelas II terdiri dari tiga lokus yaitu DP,
DQ, dan DR yang masing-masing mengkodekan satu rantai alfa atau beta. Rantai polipetida yang
dihasilkan akan saling berikatan dan membentuk antigen kelas II. Seperti halnya antigen kelas II,
antigen kelas II juga bersifat polimorfik (unik) karena lokus DR dapat terdiri atas lebih dari satu
macam gen penyandi rantai beta fungsional (Abdul, 2009).
http://blog.uin-malang.ac.id/bayyinatul/2010/07/09/transplantasi-organ/

Transplantasi Organ

Transplantasi Organ - Pemahaman mengenai jaringan, organ, dan sistem organ


sangat penting dalam penemuan berbagai macam teknologi di bidang kedokteran.
Berdasarkan pengetahuan tentang organ, dewasa ini telah dapat dilakukan
transplantasi organ yang berasal dari orang lain. Organ yang ditransplantasikan
misalnya kulit, hati, ginjal, dan jantung. Namun, tidak hanya organ-organ tersebut
yang dapat ditransplantasikan. Simaklah artikel berikut ini agar Anda merasa lebih
jelas.

Mini Transplantasi Rendah Biaya dan Efek Samping


RS Kanker Dharmais berminat untuk mengaplikasikan mini transplantasi pada
pengobatan kanker darah dan kanker pada Jaringan. Selama ini salah satu terapi
pada pasien penderita kanker darah dan penyakit kelainan darah lainnya adalah
dengan melakukan transplantasi sumsum tulang. Cara ini sudah lama dilakukan dan
menyebabkan kesakitan yang sangat luar biasa pada penderitanya.

Proses transplantasi sumsum tulang belakang (bone marrow transplantation) rumit.


Yang harus dilakukan adalah mencari kecocokan gen pendonor dengan penerima.
Apabila gen donor tak cocok, risikonya sangat besar hingga menyebabkan
kematian. Oleh karena itu, pendonor lebih banyak diambil dari satu garis keturunan.
Oleh karena faktor kerumitan dan risiko yang sangat tinggi pada transplantasi
sumsum tulang secara konvensional, para dokter pun mencari cara lain. Cara itu
adalah mini transplantasi yang menggunakan sel induk (perifer blood stem cell
transplantation-PBSCT) dan darah tali pusat bayi (umbilical cord blood-UCB).

Menurut sumber penelitian, darah dari tali pusat bayi dapat digunakan sebagai
bahan transplantasi pasien leukimia. Keberhasilannya pun cukup menggembirakan,
sekitar 33 persen. Transplantasi darah yang berasal dari tali pusat sebenarnya
sudah sejak lama dilakukan. Misalnya, pada anak yang diperkirakan tidak
mempunyai cukup sel induk (stem cell) untuk memproduksi sel darah merah jika dia
dewasa nanti. Namun, keberhasilannya terhadap pasien leukimia baru dapat
dibuktikan sekarang ini. Sel induk adalah sel yang berfungsi sebagai sumber sel
baru. Ia sanggup berkembang biak secara tidak terbatas dan berkembang menjadi
sel khusus. Sel ini yang menyusun Jaringan tubuh. Bila terjadi perlukaan, sel ini
membelah diri dan membuat sel baru, menggantikan sel yang rusak.

Sumber: Republika, Edisi 21 Desember 2004

Gambar 1. Organ jantung dan ginjal dapat ditranplantasikan

Transplantasi organ dari satu orang ke orang lain sering gagal karena tubuh
resipien segera bereaksi menolaknya. Hal ini disebabkan organ yang
ditransplantasikan dianggap sebagai benda asing sehingga harus dilawan dengan

antibodi. Jadi, transplantasi yang aman dilakukan jika jaringan atau organ
yang ditransplantasikan berasal dari tubuhnya sendiri. Misalnya, kulit wajah
yang rusak dapat ditransplantasikan dengan kulitnya sendiri yang bisa diambil dari
kulit paha. Apabila kulit yang ditransplantasikan berasal dari kulit tubuhnya maka
tubuh tidak akan memproduksi antibodi untuk melawan jaringan baru tersebut.
Oleh karena itu, jaringan baru akan terbentuk yang diikuti dengan terjadinya
vaskularisasi sehingga jaringan baru tersebut akan terus terbentuk dan menyatu
menutupi luka.
Pada beberapa kasus transplantasi kulit yang berasal dari tubuh orang lain juga
akan terjadi vaskularisasi. Namun, beberapa hari kemudian terdapat sel-sel
limfosit dan makrofag yang masuk ke dalam jaringan yang ditransplantasikan. Selsel limfosit ini akan mengeluarkan antibodi dan makrofag memakan jaringan asing
tersebut. Hal ini dapat menyebabkan resipien meningggal sehingga untuk
mengatasi hal ini, biasanya pasien diberi obat penekan sistem imun untuk
menghambat produksi antibodi. Namun, penggunaan obat tersebut belum dapat
menjamin keamanan pasien.

Operasi bedah wajah total (face off ) adalah salah satu teknik transplantasi organ
yang pernah dilakukan di Indonesia. Penyebabnya, antara lain karena adanya kulit
wajah pasien yang rusak akibat tersiram air keras. Karena itu, organ kulit wajah dan
pembuluh darah harus dioperasi. Kulit dan pembuluh darah yang ditranplantasikan
pada kondisi ini dapat diambil dari kulit punggung dan paha pasien itu sendiri.
Sekedar contoh, kita mungkin pernah mendengar operasi face off yang dilakukan
salah seorang bernama Yanti (bukan nama pasien sebenarnya).

Operasi ini dilakukan tanggal 29 Maret 2006 oleh tim dokter RSU dr. Sutomo,
Surabaya. Pada operasi tersebut, dilakukan beberapa tahapan, antara lain, operasi
menyayat tubuh bagian kanan, seperti wajah kanan, paha kanan, dan punggung
kanan. Kemudian operasi tubuh bagian kiri, seperti wajah kiri, punggung kiri, dan
paha kiri, dan pemotongan pembuluh darah. Lima hari pasca operasi, jaringan kulit
wajah sudah kembali sedia kala. Alhasil, Yanti dapat memiliki organ tubuh lengkap
meski tingkat kesempurnaannya berbeda.

Umumnya transplantasi kulit dilakukan dengan mengambil jaringan kulit dari


individu yang sama, cara ini disebut Transplantasi Organ autograf. Jika organ
yang akan ditransplantasikan berasal dari individu lain yang memiliki genetik
identik, misalnya antara dua orang kembar disebut Transplantasi Organ isograf .
Kebanyakan transplantasi organ pada manusia adalah Transplantasi Organ
alograf, dilakukan dengan memindahkan organ dari suatu individu ke individu lain
yang berbeda genetik, tetapi satu spesies, misalnya antara manusia dan manusia.
Dapat juga terjadi transplantasi organ antara dua individu dari spesies yang
berbeda, misalnya antara manusia dan simpanse, transplantasi ini disebut
Transplantasi Organ xenograf. Semua tipe transplantasi itu baru berhasil jika
tidak ada penolakan dari resipien terhadap jaringan dari donor ( Jenis
Transplantasi Organ )
Transplantasi biasanya dapat dilakukan jika terdapat kecocokan antara gen
pendonor dan penerima. Biasanya, pendonor lebih banyak diambil dari satu garis
keturunan. Namun, transplantasi organ dari kerabat dekat misalnya ayah, ibu,
saudara, dan anak juga belum menjamin keberhasilan transplantasi.

Para pakar juga telah berupaya mendapatkan organ yang memiliki sistem imun
identik dengan pasien yang dilakukan dengan teknik pengklonan sel menjadi organ.

Misalnya, menumbuhkan organ (hati dan ginjal) yang berasal dari sel tubuh
penderita. Namun, semua ini baru dalam tahap penelitian sehingga belum ada
wujud nyata dari upaya ini

Demikian artikel "Transplantasi Organ" ini saya susun, artikel ini saya ambil dari
(
BSE
):
Biologi
Biologi
Biologi
Urifah
Praktis

Kelas IX karangan Purnomo, Sudjino, Trijoko, Suwarni hadisusanto.


SMA / MA Kelas IX karangan Siti Nur Rochmah , Sri Widayati , Meirina Arif
untuk SMA / MA Kelas IX Program IPA karangan Faidah Rachmawati , Nurul
,Ari
Wijayati
Belajar Biologi 2 Karangan Fictor F , Moekti A

http://www.sentra-edukasi.com/2011/07/transplantasi-organ.html

Transplantasi adalah perpindahan sebagian atau seluruh jaringan atau organ dari satu individu
pada individu itu sendiri atau pada individu lainnya baik yang sama maupun berbeda spesies.
Saat ini yang lazim di kerjakan di Indonesia saat ini adalah pemindahan suatu jaringan atau organ
antar manusia, bukan antara hewan ke manusia, sehingga menimbulkan pengertian bahwa
transplantasi adalah pemindahan seluruh atau sebagian organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain
atau dari satu tempat ke tempat yang lain di tubuh yang sama. Transplantasi ini ditujukan untuk
mengganti organ yang rusak atau tak berfungsi pada penerima dengan organ lain yang masih
berfungsi dari pendonor.

Berikut terdapat empat jenis transplantasi


1. Transplantasi Autograft
Yaitu perpindahan dari satu tempat ketempat lain dalam tubuh itu sendiri,yang dikumpulkan
sebelum pemberian kemoterapi.
1. Transplantasi Alogenik
Yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang sama spesiesnya,baik dengan hubungan
keluarga atau tanpa hubungan keluarga.
1. .Transplantasi Isograf
Yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang identik,misalnya pada gambar identik.
1. Transplantasi Xenograft

Yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang tidak sama spesiesnya.
Organ atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil dari donor yang hidup atau dari
jenazah orang yang baru meninggal dimana meninggal sendiri didefinisikan kematian batang
otak. Organ-organ yang diambil dari donor hidup seperti : kulit ginjal sumsum tulang dan darah
(transfusi
darah).
Organ-organ
yang
diambil
dari
jenazah
adalah
jantung,hati,ginjal,kornea,pancreas,paru-paru dan sel otak. Semua upaya dalam bidang
transplantasi tubuh tentu memerlukan peninjauan dari sudut hokum dan etik kedokteran
Menurut Cholil Uman (1994), Pencangkokan adalah pemindahan organ tubuh yang mempunyai
daya hidup yang sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi
dengan baik, yang apabila apabila diobati dengan prosedur medis biasa. Harapan klien untuk
bertahan hidupnya tidak ada lagi.
Ada 3 tipe donor organ tubuh ;
1. Donor dalam keadaan hidup sehat : tipe ini memrlukan seleksi yang cermat dan
pemeriksaan kesahatan yang lengkap, baik terhadap donor maupun resipien untuk
menghindari kegagalan karena penolakan tubuh oleh resipien dan untk mencegah resiko
bagi donor.
2. Donor dalam keadaan koma atau diduga akan meninggal dengan sege. Untuk tipe ini
pengambilan organ donor memrlukan alat control kehidupan misalnya alat bantu
pernafasan khusus . Alat Bantu akan dicabut setelah pengambilan organ selesai. itu.
3. Donor dalam keadaan mati. Tipe ini merupakan tipe yang ideal , sebab secara medis
tinggal menunggu penentuan kapan donor dianggap meninggal secara medis dan yuridis.
Tipe Donor 1
Donor dalam keadaan sehat. Yang dimaksud disini adalah donor anggota tubuh bagi siapa saja
yang memerlukan pada saat si donor masih hidup. Donor semacam ini hukumnya boleh. Karena
Allah Swt memperbolehkan memberikan pengampunan terhadap qisash maupun diyat.
Allah Swt berfirman:

Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema`afan dari saudaranya, hendaklah (yang
mema`afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma`af) membayar
(diat) kepada yang memberi ma`af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah
suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas
sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. (TQS al-Baqarah [2]: 178)
Namun, donor seperti ini dibolehkan dengan syarat. Yaitu, donor tersebut tidak mengakibatkan
kematian si pendonor. Misalnya, dia mendonorkan jantung, limpha atau paru-parunya. Hal ini

akan mengakibatkan kematian pada diri si pendonor. Padahal manusia tidak boleh membunuh
dirinya, atau membiarkan orang lain membunuh dirinya; meski dengan kerelaannya.
Allah Swt berfirman:


Dan janganlah kamu membunuh dirimu. (TQS an-Nisa [4]: 29).
Selanjutnya Allah Swt berfirman:



Dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya
maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. (QS al-Anam [6]: 151)
Sebagaimana tidak bolehnya manusia mendonorkan anggota tubuhnya yang dapat
mengakibatkan terjadinya pencampur-adukan nasab atau keturunan. Misalnya, donor testis bagi
pria atau donor indung telur bagi perempuan. Sungguh Islam telah melarang untuk menisbahkan
dirinya pada selain bapak maupun ibunya.
Allah Swt berfirman:
Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. (TQS al-Mujadilah [58]:
2)
Selanjutnya Rasulullah saw bersabda:
Barang siapa yang menasabkan dirinya pada selain bapaknya, atau mengurus sesuatu yang
bukan urusannya maka atas orang tersebut adalah laknat Allah, Malaikat dan seluruh
manusia.
Sebagaiman sabda Nabi saw:
Barang siapa yang dipanggil dengan (nama) selain bapaknya maka surga haram atasnya
Begitu pula dinyatakan oleh beliau saw:
Wanita manapun yang telah mamasukkan nasabnya pada suatu kaum padahal bukan bagian
dari kaum tersebut maka dia terputus dari Allah, dia tidak akan masuk surga; dan laki-laki
manapun yang menolak anaknya padahal dia mengetahui (bahwa anak tersebut anaknya) maka
Allah menghijab Diri-Nya dari laki-laki tersebut, dan Allah akan menelanjangi (aibnya)
dihadapan orang-orang yang terdahulu maupun yang kemudian.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Masud Ra, dia berkata:

: .


Kami dulu pernah berperang bersama Rasulullah sementara pada kami tidak ada isteriisteri.
Kami berkat :Wahai Rasulullah bolehkah kami melakukan pengebirian ? Maka beliau
melarang kami untuk melakukannya,
Adapun donor kedua testis maupun kedua indung telur, hal tersebut akan mengakibatkan
kemandulan; tentu hal ini bertentangan dengan perintah Islam untuk memelihara keturunan.
Tipe donor 2
hukum Islam pun tidak membolehkan karena salah satu hadist mengatakan bahwa Tidak boleh
membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membayakan diri orang lain. (HR. Ibnu Majah).
Yakni penjelasannya bahwa kita tidak boleh membahayakan orang lain untuk keuntungan diri
sendiri. Perbuatan tersebut diharamkan dengan alasan apapun sekalipun untuk tujuan yang mulia.
Tipe Donor 3
Menurut hukum Islam ada yang membolehkan dan ada yang mengharamkan. Yang
membolehkan menggantungkan pada syarat sebagai berikut:
1. Resipien (penerima organ) berada dalam keadaan darurat yang mengancam dirinya
setelah menmpuh berbagai upaya pengobatan yang lama
2. Pencangkokan tidak akan menimbulkan akibat atau komplikasi yang lebih gawat
3. Telah disetujui oleh wali atau keluarga korban dengan niat untuk menolong bukan untuk
memperjual-belikan
yang tidak membolehkan alasannya :
Seseorang yang sudah mati tidak dibolehkan menyumbangkan organ tubuhnya atau
mewasiatkan untuk menyumbangkannya. Karena seorang dokter tidak berhak memanfaatkan
salah satu organ tubuh seseorang yang telah meninggal dunia untuk ditransplantasikan kepada
orang yang membutuhkan. Adapun hukum kehormatan mayat dan penganiayaan terhadapnya,
maka Allah SWT telah menetapkan bahwa mayat mempunyai kehormatan yang wajib dipelihara
sebagaimana orang hidup. Dan Allah telah mengharamkan pelanggaran terhadap pelanggaran
kehormatan mayat sebagaimana pelanggaran kehormatan orang hidup.Diriwayatkan dari Aisyah
Ummul Muminin RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:

Memecahkan tulang mayat itu sama saja dengan memecahkan tulang orang hidup (HR.
Ahmad, Abu dawud, dan Ibnu Hibban)

Tindakan mencongkel mata mayat atau membedah perutnya untuk diambil jantungnya atau
ginjalnya atau hatinya untuk ditransplantasikan kepada orang lain yang membutuhkan dapat
dianggap sebagai mencincang mayat. Padahal Islam telah melarang perbuatan ini. Imam Bukhari
telah meriwayatkan dari Abdullah bin Zaid Al-Anshasi RA, dia berkata :

Rasulullah SAW telah melarang ( mengambil ) harta hasil rampasan dan mencincang (mayat
musuh ).(H.R. Bukhari)
Aspek hukum transplantasi
Dari segi hukum, transplantasi organ dan jaringan sel tubuh dipandang sebagai suatu usaha mulia
dalam upaya menyehatkan dan mensejahterakan manusia, walaupun ini adalah suatu perbuatan
yang melawan hokum pidana yaitu tindak pidana penganiayaan. Tetapi karena adanya
pengecualian maka perbuatan tersebut tidak lagi diancam pidana dan dapat dibenarkan.
Transplantasi dengan donor hidup menimbulkan dilema etik, dimana transplantasi pada satu sisi
dapat membahayakan donor namun di satu sisi dapat menyelamatkan hidup pasien (resipien). Di
beberapa negara yang telah memiliki Undang-Undang Transplantasi, terdapat pembalasan dalam
pelaksanaan transplantasi, misalnya adanya larangan untuk transplantasi embrio, testis, dan
ovarium baik untuk tujuan pengobatan maupun tujuan eksperimental. Namun ada pula negara
yang mengizinkan dilakukannya transplantasi organ-organ tersebut di atas untuk kepentingan
penelitian saja.
Diindonesia sudah ada undang undang yang membahasnya yaitu UU No.36 Tahun 2009
mengenai transplantasi :
Pasal 64
(1) Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan melalui transplantasi organ
dan/atau jaringan tubuh, implan obat dan/atau alat kesehatan, bedah plastik dan rekonstruksi,
serta penggunaan sel punca.
(2) Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk dikomersialkan.
(3) Organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun.
Pasal 65
(1) Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di fasilitas pelayanan
kesehatan tertentu.

(2) Pengambilan organ dan/atau jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan
kesehatan pendonor yang bersangkutan dan mendapat persetujuan pendonor dan/atau ahli waris
atau keluarganya.
(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi organ dan/atau
jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 66
Transplantasi sel, baik yang berasal dari manusia maupun dari hewan, hanya dapat dilakukan
apabila telah terbukti keamanan dan kemanfaatannya.
Pasal 67
(1) Pengambilan dan pengiriman spesimen atau bagian organ tubuh hanya dapat dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan serta dilakukan di fasilitas
pelayanan kesehatan tertentu.
(2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengambilan dan pengiriman spesimen atau bagian
organ tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.
Pasal 68
(1) Pemasangan implan obat dan/atau alat kesehatan ke dalam tubuh manusia hanya dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan serta dilakukan di
fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
(2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan pemasangan implan obat dan/atau
alat kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 69
(1) Bedah plastik dan rekonstruksi hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
(2) Bedah plastik dan rekonstruksi tidak boleh bertentangan dengan norma yang berlaku dalam
masyarakat dan tidak ditujukan untuk mengubah identitas.
(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara bedah plastik dan rekonstruksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 70

(1) Penggunaan sel punca hanya dapat dilakukan untuktujuan penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan, serta dilarang digunakan untuk tujuan reproduksi.
(2) Sel punca sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh berasal dari sel punca embrionik.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan sel punca sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Aspek Etik Transplantasi
Transplantasi merupakan upaya terakhir untuk menolong seorang pasien dengan kegagalan
fungsi salah satu organ tubuhnya.dari segi etik kedokteran tindakan ini wajib dilakukan jika ada
indikasi,berlandaskan dalam KODEKI,yaitu:
Pasal 2.
Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi.
Pasal 10.
Setiap dokter harus senantiasa mengingat dan kewajibannya melindungi hidup insani.
Pasal 11.
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya
untuk kepentingan penderita.
Pasal-pasal tentang transplantasi dalam PP No. 18 tahun 1981,pada hakekatnya telah mencakup
aspek etik,mengenai larangan memperjual belikan alat atu jaringan tubuh untuk tujuan
transplantasi atau meminta kompensasi material.Yang perl u diperhatikan dalam tindakan
transplantasi adalah penentuan saat mati seseorang akan diambil organnya,yang dilakukan oleh
(2) orang dokter yang tidak ada sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan
transplantasi,ini erat kaitannya dengan keberhasilan transplantasi,karena bertambah segar organ
tersebut bertambah baik hasilnya.tetapi jangan sampai terjadi penyimpangan karena pasien yang
akan diambil organnya harus benar-benar meninggal dan penentuan saat meninggal dilakukan
dengan pemeriksaan elektroensefalografi dan dinyatakan meninggal jika terdapat kematian
batang otak dan sudah pasti tidak terjadi pernafasan dan denyut jantung secara
spontan.pemeriksaan dilakukan oleh para dokter lain bukan dokter transplantasi agar hasilnya
lebih objektif
Kesimpulan :
1. Transplantasi organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor hidup sehat diperbolehkan
asal organ yang disumbangkan tidak menyebabkan kematian kepada si pendonor

2. Transplantasi organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor sakit (koma), hukumnya
haram.
3. Transplantasi organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor telah meninggal, ada yang
berpendapat boleh dan ada yang berpendapat haram.
4. Undang undang yang mengatur tentang transplantasi organ terdapat dalam UU No. 39
Tahun 2009 pasal 64 70
Daftar Pustaka
Ebrahim, Abul Fadl Mohsin. Fikih kesehatan. Penerbit Serambi. Jakarta. 2007
Hanafiah,Jusuf.1999.Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan.Jakarta:EGC
http://meetabied.wordpress.com/2009/11/02/hukum-kloning-tranplantasi-organ-abortus-danbayi-tabung-menurut-islam/
http://fosmik-unhas.tripod.com/buletin.html

http://keperawatanreligiondinnyria.wordpress.com/

Efek Samping Transplatasi Jantung : Apakah Memori Tersimpan dalam Sel ?

tinggalkan komentar
Legenda menceritakan bahwa pada 2.500 tahun lalu, pada masa Periode Negara Berperang, dua pria menemui
seorang ahli pengobatan China kuno terkenal bernama Bian Que. Bian menyembuhkan penyakit mereka dengan
sangat cepat, tetapi dia menemukan bahwa kedua pria ini mempunyai masalah lain yang dapat menjadi serius sejalan
dengan waktu. Bian mengatakan bahwa mereka akan jadi sehat jika mereka saling menukar jantung mereka, dan
mereka setuju untuk mengizinkan Bian melakukan operasi.
Bian memberikan pada dua orang tersebut sejenis anestetik, dan mereka kehilangan kesadaran selama tiga hari,
waktu yang dipergunakan oleh Bian untuk membuka dada mereka, menukar jantung mereka, dan melakukan
pengobatan. Ketika mereka sadar kembali, mereka telah pulih dan sehat seperti sedia kala.
Tetapi terdapat suatu masalah: ketika mereka pulang ke rumah, mereka berdua tercengang karena istri mereka tidak
dapat mengenali mereka. Ternyata mereka berdua saling tertukar pergi ke rumah temannya dan berpikir bahwa istri
temannya itu adalah istri mereka.
Hampir tidak dapat dipercaya bahwa pembedahan semacam itu dapat dilakukan pada 2.500 tahun lalu, tetapi cerita
ini secara luar biasa mirip dengan situasi yang ditemui pada kasus tranplantasi jantung moderen.

Media Inggris, Daily Mail, melaporkan bahwa setelah melakukan sebuah transplatasi jantung, Sonny Graham dari
Georgia jatuh cinta kepada istri si pendonor dan menikahinya. Dua belas tahun sesudah pernikahan, dia melakukan
bunuh diri dengan cara yang sama seperti yang dilakukan oleh pendonornya.
Pada laporan Daily Mail yang lain, seorang pria bernama William Sheridan menerima sebuah jantung dari seorang
pelukis yang meninggal karena sebuah kecelakaan mobil, dan tiba-tiba dia mampu untuk membuat lukisan indah
tentang kehidupan liar dan pemandangan alam.
Claire Sylvia, penerima donor jantung dan paru-paru pada 1988, menulis dalam bukunya A Change of Heart: A
Memoir, bahwa setelah melakukan transplantasi dia mulai menyukai mengonsumsi bir, ayam goreng dan paprika
hijau, yang sebelumnya tidak dia sukai, namun pendonor remaja pria berusia 18 tahun amat menyukainya.
Dia bermimpi di mana dia mencium seorang seorang anak lelaki yang dipikirnya bernama Tim L., dan
menghirupnya ke dalam dirinya pada saat berciuman. Dia kemudian menemukan bahwa Tim L. adalah nama
pendonor tersebut. Dia heran apakah hal ini terjadi karena salah seorang dokter menyebutkan namanya pada saat dia
dioperasi, tetapi kemudian dokter memberitahukan bahwa mereka tidak tahu nama si pendonor.
Dalam sebuah laporan yang dipublikasikan dalam Journal of Near-Death, Dr. Paul Pearsall dari University of
Hawaii dan Dr. Gary Schwartz dan Dr. Linda Russek dari University of Arizona mendiskusikan 10 kasus dari
transplantasi jantung atau jantung paru-paru di mana dilaporkan bahwa para penerima donor mempunyai
perubahan dalam makanan, musik, seni, seks, rekreasi, dan pilihan karir, dan termasuk contoh-contoh tanggapan
yang spesifik terhadap nama dan pengalaman yang berhubungan dengan pendonor.
Dalam salah satu kasus, mereka gambarkan pendonornya adalah seorang keturunan Afrika Amerika, jadi penerima
berpikir bahwa pendonor menyukai musik rap dan tidak mengira bahwa transplantansi yang dia lakukan telah
menyebabkan kegemaran baru terhadap musik klasik. Dan ternyata pendonor tersebut adalah seorang pemain biola
dan menyukai musik klasik.
Kasus ini mengesankan bahwa perubahan perilaku penerima donor terjadi tanpa diduga sebelumnya. Namun kasuskasus seperti ini tidak serupa dengan efek pengobatan plasebo yang menimbulkan perubahan kondisi kesehatan
pasien secara langsung tanpa diduga sebelumnya.
Sebagai tambahan, peneliti menemukan bahwa seperti penerima di atas, ada kemungkinan bahwa penerima lain
yang mengesampingkan ide bahwa mereka telah mengadopsi kegemaran pendonor karena harapan mereka pada
pendonor, sehingga jumlah penerima transplantasi organ yang mengalami perubahan kepribadian serupa seperti
pendonor mereka tidak terlaporkan.
Pearsall, Schawartz dan Russek menyimpulkan bahwa kejadian ini terjadi secara kebetulan, dan hipotesa yang
menyatakan bahwa hal ini disebabkan oleh ingatan dalam sel, yang berarti bahwa memori dan kegemaran dapat
tersimpan dalam sel.

http://citacita92.wordpress.com/2010/12/12/efek-samping-transplantasi-jantungapakah-memori-tersimpan-dalam-sel/

Anda mungkin juga menyukai