Anda di halaman 1dari 5

BAB IV

ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA

2.1 Lalat

2.1.1 Cara Kerja

Secara umum, tempat perindukan bagi lalat adalah tempat yang kotor dan basah.
Untuk membuktikan teori tersebut maka dilakukan pengukuran kepadatan lalat
dengan menggunakan Fly grill. Penggunaan fly grill didasarkan pada sifat lalat yang
menyukai hinggap pada permukaan yang tajam vertikal. Luas permukaan fly grill
mengikuti standar Fly grill agar interpretasi hasil rata-rata kepadatan lalat sesuai
dengan standar yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan yaitu sebagai berikut:

02 = tidak menjadi masalah


35 = populasi padat perlu pengamanan dan tempat berbiak lalat
6 20 = populasi cukup padat perlu pengendalian
> 20 = populasi sangat padat, maka perlu dilakukan pengamanan dan
pengendalian lalat

Tujuan dari pengukuran kepadatan lalat yaitu untuk mengetahui tingkat kepadatan
lalat yang berkaitan dengan penyebaran penyakit fly borne berkaitan dengan
kesehatan lingkungan di lokasi tertentu. Dari data ini maka dapat diambil tindakan
perlu adanya tindakan pengendalian atau tidak.

Pengukuran kepadatan dilakukan dengan meletakkan fly grill pada titik lokasi yang
akan di uji. Setiap 30 detik dilakukan pengambilan data sebanyak 10 kali pegujian
pada satu titik lokasi. Pengambilan data dilakukan selama 10 kali untuk setiap lokasi
diharapkan agar data yang didapat lebih akurat. Dari 10 data di ambil 5 terbesar yaitu
agar didapat data kepadatan tertinggi yang di lokasi tersebut. 5 data terbesar ini pun
dimaksudkan untuk mengurangi peluang kesalahan yang mungkin terjadi pada data-
data sebelumnya seperti perlunya waktu penyesuaian bagi lalat-lalat untuk
berkumpul. Dari 5 data tersebut dihitung rata-ratanya dan dilakukan interpretasi data.
Pengukuran kepadatan lalat lebih mudah dengan menghitung jumlah lalat dewasa
dibanding larva telur karena lebih mudah dalam penghitungan dan pengamatannya
juga jika terdapat lalat dewasa maka dapat disimpulkan bahwa akan terdapat larva
lalat pula.

2.1.2 Keberadaan Vektor

Lokasi Desa Ciseke RT 02 RW 03 yang diamati memiliki kondisi daerah yang padat
penduduk dengan jarak antar rumah yang rapat dan lebar jalan hanyak sekitar 1-2 m
saja. Banyak sampah yang dibuang oleh masyarakat tidak pada tempatnya sehingga
menumpuk di jalan dan saluran air ataupun di buang ke tempat sampah di masing-
masing rumah namun dibiarkan menumpuk. Saluran air yang ada banyak yang kering
namun ada pula tergenang dengan air dengan kedalaman saluran yang tidak dalam.
Terdapat banyak semak-semak dan lahan kosong yang terbengkalai yang digunakan
sebagai tempat pembuangan berangkal dan sampah rumah tangga yang terakumulasi
membentuk tumpukan kurang dari 1 m. Tidak terdapat kandang-kandang hewan
ternak maupun hewan peliharaan. Sistem pembuangan tinja menggunakan WC yang
tersedia di masing-masing rumah.
Secara umum, tempat perindukan bagi lalat adalah tempat yang kotor dan basah. Dari
pengamatan lokasi yang dilakukan, terdapat beberapa faktor yang meningkatkan
potensi kepadatan lalat yaitu dengan adanya tumpukan sampah baik sampah
anorganik dan organik di lahan kosong di daerah sekitar kawasan pemukiman.
Dengan adanya sampah yang terakumulasi menjadikan habitat bagi lalat. Begitupula
dengan banyaknya sampah-sampah yang berserakan di jalanan dan pada tempat
sampah yang dibirkan terbuka. Pada lahan tersebut terdapat pula semak-semak yang
berpotensi digunakan sebagai tempat beristirahat lalat pada malam hari. Daerah Desa
ciseke tidak berangin dan cukup sejuk. Suhu di daerah ini pun antara tidak pernah di
atas 49 derajat celcius dan tidak pernah kurang dari 10 derajat celcius sesuai dengan
kriteria lingkungan tempat tinggal lalat. Selama hidup lalat tentunya sangat
membutuhkan air, hal ini dapat terpenuhi dengan adanya sawah dengan irigasinya
yang berada di sekitar kawasan pemukiman juga dengan adanya saluran air yang tidak
mengalir dan banyak terdapat bak-bak air yang berada di luar rumah dengan kondisi
tidak tertutup.

Dari hasil pengukuran kepadatan lalat di 12 titik menunjukkan hasil perlunya


pengamanan pada titik-titik tertentu yang diuraikan sebagai berikut:
Titik 1 : Perlu Pengamanan
Titik 2 : Perlu Pengendalian
Titik 3 : Perlu pengamanan
Titik 4 : Tidak menjadi masalah
Titik 5 : Tidak menjadi masalah
Titik 6 : Tidak menjadi masalah
Titik 7 : Tidak menjadi masalah
Titik 8 : Tidak menjadi masalah
Titik 9 : Tidak menjadi masalah
Titik 10 : Perlu pengamanan
Titik 11 : Tidak menjadi masalah
Titik 12: Perlu pengamanan

Pada 12 titik pengamatan, 7 titik ditemukan tidak adanya masalah mengenai


kepadatan lalat, 4 titik perlu pengamanan dan 1 titik perlu pengendalian. 7 titik yang
memiliki kepadatan lalat dengan jumlah normal yaitu antara 0-2 berada di gang-gang
sekitar lokasi rumah-rumah warga. Secara keseluruhan pada banyak titik pengamatan
di sekitar akses antar rumah menunjukkan tidak adanya masalah. Dari lingkungan
sekitar pada titik ini, tidak ada lahan terbuka tempat sampah menumpuk, tidak adanya
kandang-kandang hewan ternak maupun hewan peliharaan dan disekitar rumah warga
dan kos-kosan cukup bersih dengan tidak adanya sampah yang ditumpuk di depan
rumah warganya. Di jalan pun jumlah sampah yang berserakan tidak banyak. Pada
saluran drainase kering tidak ada air yang mengandung bahan organik rumah tangga
yang mengalir sehingga kepadat lalat tentunya berada pada angka yang wajar.
Meskipun lebih dari 50% titik pengamatan menunjukkan hasil kepadatan yang
normal, masih ada titik pengamatan seperti titik 1,3, dan 10. Pada titik 1 dan 3 berada
di daerah gang yang sama. Di gang tersebut banyak sampah yang berserakan dan
salah satu warga yang membuang sampah menumpuk di depan rumah mereka
masing-masing sehingga meningkatkan kepadatan lalat. Hal tersebut membuktikan
bahwa kebersihan lingkungan di pemukiman padat penduduk jika salah satu
warganya tidak mempedulikan kebersihan rumahnya sendiri maka akan berdampak
pada lingkungan sekitar warganya.
Pada titik 12 ditemukan perlunya pengamanan karena hasil pengukuran kepadatan
lalat yang cukup padat. Hal tersebut didukung karena adanya tumpukan sampah yaitu
sampah anorganik seperti plastik, kaca dan sisa-sisa bahan bangunan, bahan organik
seperti sisa bahan makanan dan bangkai. Titik pengamatan diambil dekat dengan
rumah warga sekitar 5-10 m dari tumpukan sampah dan didapat hasil kepadatan lalat
yang cukup padat dan perlu penanganan. Sesuai dengan teori, pada tempat
pembuangan sampah sementara yang berada di sekitar rumah warga ini akan
mengundang vektor-vektor penyakit seperti lalat salah satunya. Hal tersebut tentunya
tidak dapat dihindari terutama karena berada di lahan terbuka. Namun, upaya
pencegahan penyakit harusnya difokuskan karena jarak antara tempat pembuangan
sampah sementara tersebut dekat dengan rumah warga yang seharusnya berjarak
minimal 2 km dari pemukiman warga. Tepat di depan lahan tersebut, terdapat salah
satu warga yang membuka usaha berdagang makanan di tempat tersebut. Tentu saja
hal ini sangat memperihatinkan karena dapat mengkontaminasi makanan yang dijual.

2. Jenis Lalat
Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan jenis lalat yang hinggap di fly grill selama
pengamatan adalah lalat rumah (Musca domestica) secara kasat mata. Secara kasat
mata sulit untuk membedakan antara lalat rumah dan fannia karena ukurannya yang
hampir mirip. Berdasarkan teori, tentunya lalat rumah paling banyak berada di daerah
pemukiman. Untuk lalat hijau tidak ditemukan di sekitar pemukiman begitupula lalat
daging karena lingkungan sekitar pemukiman tidak ditemukan adanya bangkai. Maka,
disimpulkan bahwa pada daerah di sekitar pemukiman jenis lalat yang ditemukan
adalah lalat rumah (Musca domesctica) dan lalat kecil (fannia) dan masih dalam batas
normal.
Pada titik pengamatan di sekitar lapangan, ditemukan adanya lalat hijau (phenisial),
lalat rumah (Musca domestica) dan lalat daging. Hal ini lumrah terjadi karena pada
lahan tersebut ditemukan berbagai jenis sampah sehingga kepadatan lalat dan jenis
lalat lebih bervariasi. Jenis lalat hijau mudah diidentifikasi secara kasat mata karena
ukuran yang relatif besar dan warna hijau mudah dikenali. Pada lahan tersebut
ditemukan pula adanya bangkai maka disimpulkan terdapat lalat daging. Pada daerah
tersebut dikarenakan tidak adanya kandang hewan ternak maka tidak ada lalat jenis
tersebut.

2.1 Penyakit

Sesuai dengan teori, penyakit-penyakit yang ditularkan oleh lalat antara lain disentri,
kolera, thypus perut, diare dan lainnya yang berkaitan dengan kondisi sanitasi
lingkungan yang buruk (Depkes, 2001). Berdasarkan hasil wawancara dengan salah
satu warga, tidak pernah terjadi kejadian luar biasa berkaitan dengan penyakit-
penyakit yang dibawa oleh vektor lalat. Hal tersebut selaras dengan hasil kepada lalat
yang rata-rata masih diambang nilai normal.

Banyaknya pedagang makanan di sekitar daerah tersebut juga tidak mempengaruhi


kualitas makanan yang dijual karena makanan yang dijual dijaga dari adanya vektor
lalat dengan ditutup oleh tirai (ditutup) agar lalat tidak masuk. Jika masyarakat
terjangkit penyakit seperti diare dan disentri hal tersebut lumrah terjadi terutama pada
anak-anak namun banyak faktor yang mempengaruhi bukan hanya akibat makanan
yang disajikan di rumah namun bisa terjadi karena makanan yang dikonsumsi dari
luar dan tidak menimbulkan permasalahan yang serius. Sedangkan penyakit kolera
dan typhus perut tidak pernah menjadi masalah serius yang dialami oleh warga di
masyarakat tersebut (Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Nina, salah satu
warga)

Tidak terjangkitnya masyarakat oleh penyakit tersebut dapat diakibatkan karena


makanan yang dikonsumsi masyarakat dijaga dari hinggapnya lalat ataupun jika
dihinggapi lalat tidak langsung dirasakan dampaknya oleh masyarakat baik akibat
sistem kekebalan tubuh masyarakat sekitar cukup baik atau lalat yang hinggap tidak
membawa penyakit. Secara teori lalat mampu terbang sejauh 6-9 km dari tempat
pembiakannya, jika tempat pembiakannya pada daerah lahan kosong tempat
pembuangan sampah tentunya lalat dapat terbang disekitar daerah pemukiman warga.
Maka, tidak terjangkitnya masyarakat oleh lalat adalah sistem kekebalan tubuh
masyarakat sudah cukup baik dan makanan yang akan dikonsumsi sudah cukup
higienis dengan ditutup dengan tudung saji ataupun disimpan dalam lemari es.

2.1 Pengendalian lalat

Pada titik-titik pengamatan yang perlu penanganan yaitu karena adanya salah satu
warga yang membuang sampah ditumpuk di halaman rumah maka perlu adanya
pembenahan dari sistem pembuangan sampah. Tong sampah yang diseharusnya
digunakan adalah tong sampah berbentuk kubus tertutup seperti gambar di bawah ini.

Dimensi yang digunakan disesuaikan dengan ukuran dimensi standar tong sampah
yaitu 60x90x60 cm dengan kapasitas 0,3 m3. Rata-rata volume harian sampah yang
dibuang adalah 0.045 m3 per hari untuk rumah tangga. Namun, berdasarkan
pengamatan karena banyak terdapat kos-kosan dan rumah dengan keluarga besar
maka dapat digunakan kapasitas 0,3 m3 untuk setiap rumah. Jalanan yang kecil tidak
memungkinkan untuk menyimpan tong sampah di depan rumah terutama karena
banyak rumah yang tidak memiliki halaman maka dapat disimpan didalam rumah
agar mudah dijangkau dan dikeluarkan setiap hari untuk dibuang ke tempat
pembuangan sementara. Untuk bahan pembuangan tong sampah sesuai dengan taraf
ekonomi masyarakat yang menengah ke bawah maka dapat dibuat dengan bamboo
ataupun barang bekas seperti kaleng, tong atau ember dengan penutup dapat dibuat
menggunakan triplek bekas.

Untuk pengendalian lalat di daerah tempat pembuangan sampah sementara karena


banyaknya lalat di tempat pembuangan lalat lumrah terjadi. Karena akan sulit dan
membutuhkan waktu yang lama untuk memindahkan temapat pembuangan sampah
sementara tersebut maka diusahakan agar lalat yang berada di lingkunag rumah
seminimal mungkin. Dengan jarak rumah yang kurang dari 2 km dari tempat
pembuangan sampah maka dilakukan pengendalian agar lalat tidak melakukan
perkembangbiakkan di daerah sekitar rumah. Caranya yaitu dengan membuang
sampah basah tidak lebih dari 12 jam. Bila perlu, semprot tong sampah dengan
kaporit sebagai pembasmi kuman terutama di cuaca yang hangat sekitar 20-25 derajat
celcius karena lalat akan semakin banyak. Jika populasi lalat semakin meningkat
maka dapat digunakan kawat kassa pada pintu dan jendela yang dibuat sekecil
mungkin agar lalat kecil pun tidak dapat masuk. Dari sekian upaya yang dilakukan
yang utama adalah tetap menjaga kebersihan lingkungan sekitar dan lingkungan
rumah.

Anda mungkin juga menyukai