2.1 Lalat
Secara umum, tempat perindukan bagi lalat adalah tempat yang kotor dan basah.
Untuk membuktikan teori tersebut maka dilakukan pengukuran kepadatan lalat
dengan menggunakan Fly grill. Penggunaan fly grill didasarkan pada sifat lalat yang
menyukai hinggap pada permukaan yang tajam vertikal. Luas permukaan fly grill
mengikuti standar Fly grill agar interpretasi hasil rata-rata kepadatan lalat sesuai
dengan standar yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan yaitu sebagai berikut:
Tujuan dari pengukuran kepadatan lalat yaitu untuk mengetahui tingkat kepadatan
lalat yang berkaitan dengan penyebaran penyakit fly borne berkaitan dengan
kesehatan lingkungan di lokasi tertentu. Dari data ini maka dapat diambil tindakan
perlu adanya tindakan pengendalian atau tidak.
Pengukuran kepadatan dilakukan dengan meletakkan fly grill pada titik lokasi yang
akan di uji. Setiap 30 detik dilakukan pengambilan data sebanyak 10 kali pegujian
pada satu titik lokasi. Pengambilan data dilakukan selama 10 kali untuk setiap lokasi
diharapkan agar data yang didapat lebih akurat. Dari 10 data di ambil 5 terbesar yaitu
agar didapat data kepadatan tertinggi yang di lokasi tersebut. 5 data terbesar ini pun
dimaksudkan untuk mengurangi peluang kesalahan yang mungkin terjadi pada data-
data sebelumnya seperti perlunya waktu penyesuaian bagi lalat-lalat untuk
berkumpul. Dari 5 data tersebut dihitung rata-ratanya dan dilakukan interpretasi data.
Pengukuran kepadatan lalat lebih mudah dengan menghitung jumlah lalat dewasa
dibanding larva telur karena lebih mudah dalam penghitungan dan pengamatannya
juga jika terdapat lalat dewasa maka dapat disimpulkan bahwa akan terdapat larva
lalat pula.
Lokasi Desa Ciseke RT 02 RW 03 yang diamati memiliki kondisi daerah yang padat
penduduk dengan jarak antar rumah yang rapat dan lebar jalan hanyak sekitar 1-2 m
saja. Banyak sampah yang dibuang oleh masyarakat tidak pada tempatnya sehingga
menumpuk di jalan dan saluran air ataupun di buang ke tempat sampah di masing-
masing rumah namun dibiarkan menumpuk. Saluran air yang ada banyak yang kering
namun ada pula tergenang dengan air dengan kedalaman saluran yang tidak dalam.
Terdapat banyak semak-semak dan lahan kosong yang terbengkalai yang digunakan
sebagai tempat pembuangan berangkal dan sampah rumah tangga yang terakumulasi
membentuk tumpukan kurang dari 1 m. Tidak terdapat kandang-kandang hewan
ternak maupun hewan peliharaan. Sistem pembuangan tinja menggunakan WC yang
tersedia di masing-masing rumah.
Secara umum, tempat perindukan bagi lalat adalah tempat yang kotor dan basah. Dari
pengamatan lokasi yang dilakukan, terdapat beberapa faktor yang meningkatkan
potensi kepadatan lalat yaitu dengan adanya tumpukan sampah baik sampah
anorganik dan organik di lahan kosong di daerah sekitar kawasan pemukiman.
Dengan adanya sampah yang terakumulasi menjadikan habitat bagi lalat. Begitupula
dengan banyaknya sampah-sampah yang berserakan di jalanan dan pada tempat
sampah yang dibirkan terbuka. Pada lahan tersebut terdapat pula semak-semak yang
berpotensi digunakan sebagai tempat beristirahat lalat pada malam hari. Daerah Desa
ciseke tidak berangin dan cukup sejuk. Suhu di daerah ini pun antara tidak pernah di
atas 49 derajat celcius dan tidak pernah kurang dari 10 derajat celcius sesuai dengan
kriteria lingkungan tempat tinggal lalat. Selama hidup lalat tentunya sangat
membutuhkan air, hal ini dapat terpenuhi dengan adanya sawah dengan irigasinya
yang berada di sekitar kawasan pemukiman juga dengan adanya saluran air yang tidak
mengalir dan banyak terdapat bak-bak air yang berada di luar rumah dengan kondisi
tidak tertutup.
2. Jenis Lalat
Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan jenis lalat yang hinggap di fly grill selama
pengamatan adalah lalat rumah (Musca domestica) secara kasat mata. Secara kasat
mata sulit untuk membedakan antara lalat rumah dan fannia karena ukurannya yang
hampir mirip. Berdasarkan teori, tentunya lalat rumah paling banyak berada di daerah
pemukiman. Untuk lalat hijau tidak ditemukan di sekitar pemukiman begitupula lalat
daging karena lingkungan sekitar pemukiman tidak ditemukan adanya bangkai. Maka,
disimpulkan bahwa pada daerah di sekitar pemukiman jenis lalat yang ditemukan
adalah lalat rumah (Musca domesctica) dan lalat kecil (fannia) dan masih dalam batas
normal.
Pada titik pengamatan di sekitar lapangan, ditemukan adanya lalat hijau (phenisial),
lalat rumah (Musca domestica) dan lalat daging. Hal ini lumrah terjadi karena pada
lahan tersebut ditemukan berbagai jenis sampah sehingga kepadatan lalat dan jenis
lalat lebih bervariasi. Jenis lalat hijau mudah diidentifikasi secara kasat mata karena
ukuran yang relatif besar dan warna hijau mudah dikenali. Pada lahan tersebut
ditemukan pula adanya bangkai maka disimpulkan terdapat lalat daging. Pada daerah
tersebut dikarenakan tidak adanya kandang hewan ternak maka tidak ada lalat jenis
tersebut.
2.1 Penyakit
Sesuai dengan teori, penyakit-penyakit yang ditularkan oleh lalat antara lain disentri,
kolera, thypus perut, diare dan lainnya yang berkaitan dengan kondisi sanitasi
lingkungan yang buruk (Depkes, 2001). Berdasarkan hasil wawancara dengan salah
satu warga, tidak pernah terjadi kejadian luar biasa berkaitan dengan penyakit-
penyakit yang dibawa oleh vektor lalat. Hal tersebut selaras dengan hasil kepada lalat
yang rata-rata masih diambang nilai normal.
Pada titik-titik pengamatan yang perlu penanganan yaitu karena adanya salah satu
warga yang membuang sampah ditumpuk di halaman rumah maka perlu adanya
pembenahan dari sistem pembuangan sampah. Tong sampah yang diseharusnya
digunakan adalah tong sampah berbentuk kubus tertutup seperti gambar di bawah ini.
Dimensi yang digunakan disesuaikan dengan ukuran dimensi standar tong sampah
yaitu 60x90x60 cm dengan kapasitas 0,3 m3. Rata-rata volume harian sampah yang
dibuang adalah 0.045 m3 per hari untuk rumah tangga. Namun, berdasarkan
pengamatan karena banyak terdapat kos-kosan dan rumah dengan keluarga besar
maka dapat digunakan kapasitas 0,3 m3 untuk setiap rumah. Jalanan yang kecil tidak
memungkinkan untuk menyimpan tong sampah di depan rumah terutama karena
banyak rumah yang tidak memiliki halaman maka dapat disimpan didalam rumah
agar mudah dijangkau dan dikeluarkan setiap hari untuk dibuang ke tempat
pembuangan sementara. Untuk bahan pembuangan tong sampah sesuai dengan taraf
ekonomi masyarakat yang menengah ke bawah maka dapat dibuat dengan bamboo
ataupun barang bekas seperti kaleng, tong atau ember dengan penutup dapat dibuat
menggunakan triplek bekas.